• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 1. Indikator (I) Penalaran Matematis (P)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tabel 1. Indikator (I) Penalaran Matematis (P)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

4

B. KAJIAN PUSTAKA 1. Penalaran Matematis

Penalaran merupakan terjemahan dari kata reasoning. Penalaran sebagai salah satu kompetensi dasar matematika disamping understanding, communication, dan problem solving. Penalaran sebagai salah satu unsur komunikasi yang berpijak pada process of thinking yang menghubungkan fakta-fakta yang ada untuk diambil sebuah kesimpulan (Eriyanti, 2017). Penalaran matematika yang diajarkan oleh guru di sekolah diberikan supaya siswa terbiasa dengan berpikir secara logis, analitis, sistematis, dan kreatif. Kemampuan bernalar sangat diperlukan siswa dalam memahami sebuah konsep di matematika. Realitanya, siswa masih banyak mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika (Agustin, 2016). Kepekaan siswa dalam menentukan solusi yang matematis dipengaruhi oleh kemampuannya dalam memahami matematika. Kemampuan semacam ini dibutuhkan dan sering dikenal degan istilah kemampuan bernalar. Sebuah kebiasaan berpikir yang layaknya menjadi sebuah kebiasaan merupakan bagian dari bernalar secara matematis (penalaran matematis). Hal ini membuat penalaran menjadi sebuah perilaku yang konsisten dari setiap pengalaman yang dialami oleh siswa (Mirza & Nursangaji, 2013).

Secara umum, penalaran matematis merupakan salah satu pondasi awal dalam memahami matematika. Kemampuan penalaran matematis merupakan sebuah kompetensi/kemampuan siswa yang terbentuk sebagai akibat dari interaksi dengan matematika yang sejalan dengan tahapan berpikir yang dikemukan oleh Piaget (Mirlanda & Pujiastuti, 2018). Tahapan akhir dari proses berpikir yang dikemukan oleh Piaget yaitu tahap operasi formal yang membuat siswa mempunyai kemampuan intelektual dalam penalaran formal sebagai dasar dari pencapaian-pencapaian di dunia. Selanjutnya dijelaskan bahwa penalaran matematis adalah kemampuan untuk dapat menganalisis suatu kondisi baru, menyusun praduga secara logis, memaparkan ide dan menarik kesimpulan (Sofyana & Kusuma, 2018). Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah berisi tentang siswa

(2)

5

sekolah SMA kelas X-XII harus mempunyai kompetensi dalam menjelaskan sebuah pola di dalamnya. Pola ini digunakan sebagai acuan dalam memprediksi dan kecenderungan jangka panjang. Prediksi kecenderungan dalam membuktikan sebuah kevalidan sebuah argumen. Hal tersebut semuanya dalam beberapa indikator-indikator dalam kemampuan penalaran matematis yang dijelaskan dalam SI Sekolah Dasar dan Menengah (Saputri dkk, 2017).

Penalaran matematis sejauh ini digunakan dalam beberapa penelitian untuk memberikan penjelasan bagaimana kondisi kemampuan penalaran matematis siswa. Alat ukur yang digunakan dalam membuat kesimpulan akhir tentang bagaimana kemampuan penalaran matematis siswapun beragam. Instrumen soal, angket, model pembelajaran, hingga gaya belajar merupakan contohnya. Penalaran matematis yang kan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa indikator di dalamnya. Berikut merupakan indikator-indikator penalaran matematis yang sudah dimodifikasi/diadaptasi (Agustin, 2016):

(3)

6

Tabel 1. Indikator (I) Penalaran Matematis (P)

No I Skor Kriteria P

1 Siswa dapat menganalisis situasi matematik

0 Tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanya 1 Menuliskan apa yang diketahui atau ditanya tetapi

kurang lengkap

2 Menuliskan apa yang diketahui dan ditanya tetapi kurang lengkap

3 Menuliskan apa yang diketahui dan ditanya secara lengkap 2 Siswa dapat merancang proses penyelesaian menggunakan rumus matematika

0 Tidak menuliskan rumus matematika dan menginputkan yang diketahui ke rumus yang diketahui

1 Menuliskan rumus matematika atau menginputkan yang diketahui ke rumus tetapi kurang lengkap 2 Menuliskan rumus matematika dan menginputkan

yang diketahui ke rumus tetapi kurang lengkap 3 Menuliskan rumus matematika dan menginputkan

yang diketahui ke rumus secara lengkap 3 Siswa dapat

memecahkan persoalan dengan sistematis

0 Tidak menuliskan rangkaian penyelesaian persoalan 1 Menuliskan rangkaian penyelesaian persoalan

sistematis tetapi salah

2 Menuliskan penyelesaian persoalan sistematis tetapi kurang lengkap

3 Menuliskan penyelesaian persoalan sistematis secara lengkap

4 Siswa dapat menarik

kesimpulan yang logis

0 Tidak menuliskan kesimpulan yang logis

1 Menuliskan kesimpulan logis tetapi tidak berdasarkan penyelesaian sistematis

2 Menuliskan kesimpulan logis berdasarkan penyelesaian sistematis tetapi kurang lengkap 3 Menuliskan kesimpulan logis berdasarkan

penyelesaian sistematis secara lengkap

Indikator penalaran matematis di tabel 1 terbagi menjadi empat bagian. Bagian-bagian ini memiliki maksud/makna yang akan diuraikan untuk membuat kriteria-kriterianya. Indikator 1 (I1) tentang situasi matematik mengacu proses ketika siswa dapat menuliskan/menjelaskan informasi-informasi yang mereka peroleh (Layyina, 2018). Informasi ini biasanya berasal dari permasalahan matematika misal dari soal yang sedang mereka kerjakan. Informasi yang mereka peroleh ini selanjutnya akan dibuat rancangan untuk proses penyelesaiannya yang selanjutnya disebut sebagai indikator 2 (I2). Rancangan proses penyelesaian ialah proses dalam menentukan bagaimana informasi yang diperoleh dapat diolah dengan

(4)

7

menggunakan definisi, rumus, dan hal lain dalam matematika agar memperoleh langkah penyelesaian/cara penyelesaian yang sistematis (Suandito, 2017). Penyelesaian persoalan yang sistematis yaitu indikator 3 (I3) mengacu pada bagaimana siswa menuliskan runtutan penyelesaian soal dengan menggunakan definisi, rumus dan sebagainya dalam matematika secara tepat dan terstruktur sampai pada menemukan jawaban (Mulyati, 2016). Indikator terakhir indikator 4 (I4) yakni menarik kesimpulan secara logis mengarah pada ketika siswa mengumpulkan/crosscheck kembali proses dalam penyelesaian masalahnya yang menghasilkan jawaban (I3) untuk ditetapkan sebagai jawaban/kesimpulan akhir (Wulandari, 2019). Skor 0-3 pada indikator penalaran matematis (I) pada tabel 1 digunakan untuk mengukur bagaimana penalaran matematis siswa. Tujuannya agar memudahkan peneliti dalam membuat pedoman kelompok penalaran matematis (tinggi, sedang dan rendah) ketika menganalisis jawaban siswa pada pemberian soal tipe HOTS.

2. Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Salah satu aspek perubahan kurikulum 2013 adalah penguatan proses belajar terintegrasi dan mengakrabkan pengembangan HOTS untuk siswa (Fanani & Kusmaharti, 2014). Implementasi HOTS pada kurikulum 2013 adalah dalam rangka memajukan kualitas pendidikan di Indonesia (Yayuk dkk, 2019). ini dikarenakan hasil PISA menunjukkan Indonesia masih berada di peringkat bawah. HOTS sangat dibutuhkan karena dianggap mampu menjawab persoalan yang terjadi di dunia pendidikan. HOTS merupakan bagian dari proses berpikir siswa pada level kognitif yang lebih tinggi dan dikembangkan dari berbagai konsep dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti metode problem solving, taksonomi Bloom dan pembelajaran, pengajaran, dan penilaian. Lebih lanjut diuraikan HOTS yaitu kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif yang mana termuat dalam RPP (Nisa dkk, 2018).

(5)

8

Salah satu bagian dari lesson planning (RPP) yaitu instrumen penilaian. Instrumen penilaian diisi berdasar pada bagaimana cara siswa dalam menjawab soal. Instrumen penilaian dibuat untuk mengukur kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran yang diterimanya. Instrumen penilaian yang baik bersumber dari penggunaan jenis soal yang baik pula (Yuniar dkk, 2017). Keselarasan ini bermanfaat agar kemampuan yang diukur bisa dilakukan dan dianalisis untuk dievaluasi secara baik. Soal yang baik adalah soal yang ketika siswa menjawabnya mampu merangsang pemikirannya. Salah satu jenis soal yang mampu merangsang pemikiran siswa yaitu soal yang berbasis HOTS.

Soal HOTS umumnya mengukur kemampuan siswa dalam ranah menganalisis (C4), mengevaluasi (C5) dan mencipta (C6) (Fanani, 2018). Karakteristik soal HOTS yaitu: (1) mampu mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, (2) kontekstual, (3) tidak rutin (tidak akrab), dan (4) soal beragam. Sintaks menyusun item soal HOTS yaitu: (1) analisis KD yang dapat dibuat soal berbasis HOTS, (2) membuat kisi-kisi, (3) memilih stimulus yang baik dan kontekstual, (4) menulis butir soal sesuai kisi-kisi, dan (5) membuat pedoman jawaban serta penilaian/instrumen penilaian secara baik dan benar. Pada penelitian ini, definisi soal HOTS yang digunakan adalah soal yang ketika pada proses penyelesaiannya siswa mampu mengeluarkan kemampuan berpikir tingkat tingginya baik pada ranah C4, C5 hingga C6. Berikut adalah adaptasi karakteristik materi, evaluasi dan instrumen untuk soal HOTS dari penelitian Julianingsih dkk (2017) yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 2. Karakteristik Materi, Evaluasi, Bahasa Instrumen

Materi

Materi untuk soal tes HOTS sesuai dengan: 1. KD HOTS

2. IPK KD HOTS 3. Tujuan pembelajaran

(6)

9 Konstruksi Soal

Soal dapat digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran dengan kriteria:

1. Kesesuaian soal dengan KD HOTS

2. Tingkat kesulitan dan keabstrakan konsep dengan perkembangan kognitif siswa

3. Mampu mengukur dimensi konseptual dan faktual 4. Disajikan dengan dimensi kognisi HOTS yaitu C4, C5

atau C6

Bahasa

Soal HOTS sesuai kaidah bahasa, dengan kriteria: 1. Sesuai dengan PUEBI

2. Soal tidak berbelit-belit

3. Batasan pertanyaan dan jawaban jelas 4. Menggunakan bahasa atau istilah umum

3. Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Kepribadian pada awalnya dikenal dengan istilah psyche. Psyche merupakan totalitas segala peristiwa psikis baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Jiwa manusia terdiri atas alam sadar dan alam tak sadar, yang mana mereka saling mengisi serta berhubungan secara kompensatoris. Fungsinya adalah untuk penyesuian diri, dimana alam sadar berfungsi untuk penyesuaian terhadap dunia luar, sedangkan alam tak sadar untuk penyesuaian dengan dunia dalam pribadi individu (Suminta, 2017). Hal ini berdampak pada keputusan yang dibuat oleh seseorang karena sangat ditentukan oleh bagaimana kepribadiannya. Kepribadian manusia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu manusia dengan (1) tipe kepibadian ekstrovert, introvert, (2) tipe koleris (choleric), sanguinis (sanguine), melankolis (melancholic), dan phlegmatis (phlegmatic) (Sari & Shabri, 2016). Tiap-tiap tipe kepribadian juga memiliki angket/alat yang berbeda-beda sehingga tidak adanya tipe kepribadian lain ketika suatu angket/alat untuk melihat tipe kepribadian tertentu. Pada penelitian ini tipe kepribadian yang diambil adalah orang dengan kepribadian ekstrovert dan introvert. Orang dengan kepribadian ekstrovert memiliki orientasi yang ditentukan oleh faktor-faktor objektif dan faktor-faktor luar. Orang dengan kepribadian introvert menghadapi sesuatu faktor-faktor yang berpengaruh adalah faktor subjektif atau yang berasal dari dalam diri orang tersebut. Orang dengan kepribadian ekstrovert memiliki ciri gembira, sering berbicara, terbuka dan

(7)

10

dapat bersosialisasi. Sisi lain, orang dengan kepribadian introvert memiliki kecenderungan pemalu, talkless, dan cenderung menjadikan diri sendiri sebagai pusat. Tipe kepribadian akan memengaruhi bagaimana individu menghadapi tuntutan beban yang menimbulkan stress (Rarasati dkk, 2019) Kepribadian ekstrovert pada seorang siswa adalah kepribadian berdasarkan pengaruh dari hasil orientasi luar diri yang ditetapkannya sebagai sebuah keputusan dan dijadikan sebuah kebiasaan. Aktivitas yang dilakukan sehari-hari oleh siswa dengan kepribadian ekstrovert cenderung aktif berpartisipasi di dalam kelas, spontan dan wajar dalam berekspresi, menguasai perasaan, cepat membuat keputusan, menguasai mood, dan responsif. Tipe kepribadian ini adalah tipe siswa yang berpraktik. Hal lain mengatakan bahwa tipe kepribadian ekstrovert adalah yang suka berbicara, cenderung mudah bergaul dan memiliki banyak teman di sekolah. Siswa dengan kepribadian introvert dari sudut pandang psikologi yaitu siswa yang mengarahkan pandangan dan pusatnya kepada dirinya sendiri (Hasanah & Sutrima, 2013). Artinya tingkah laku ditentukan oleh apa yang terjadi pada dirinya. Dunia luar kurang begitu penting oleh siswa dengan kepribadian ini. Siswa introvert cenderung pendiam, memiliki perasaan yang sangat halus, sensitif atas kritikan, pemalu, suka menyendiri dan bersikap tenang. Oleh karena itu, siswa dengan kepribadian introvert cenderung lebih sensitif dibandingkan dengan siswa berkepribadian ekstrovert dan dalam beberapa kondisi siswa introvert cenderung lebih mudah lelah (Satalina, 2014).

Kepribadian ekstrovert dan introvert yang didefinisikan pada penelitian ini adalah mengacu kepada bagaimana kerpibadian siswa pada umumnya ketika pembelajaran di kelas. Siswa dengan kepribadian ekstrovert akan cenderung ceria, ekspresif dan mudah bependapat. Kepribadian yang semacam ini adalah kerpibadian yang mudah bergaul dan bersosisaliasi. Kepribadian ekstrovert juga akan mudah melakukan sharing ilmu untuk dijelaskan kepada teman-temannya. Siswa dengan kepribadian introvert mengacu pada kemampuan bersosialiasi/mengekspresikan apa yang

(8)

11

dirasakannya. Siswa introvert sangat detail menganalisis sesuatu dan sulit untuk menyampaikannya apabila dalam suasana kelas sedang ramai. Kepribadian ini juga akan sulit berada dalam situasi/pergaulan yang bukan circle-nya dikarenakan harus menemukan teman dengan pemikiran yang sama. Kesulitan dalam mengajukan pertanyaan ketika belum memahami sesuatu juga akan terjadi apabila tidak dilakukan secara personal kepada gurunya (Ulfa, 2016).

Gambar

Tabel 1.  Indikator (I) Penalaran Matematis (P)

Referensi

Dokumen terkait

24 Ayoko Mie, “Japan, India sign civil pact on nuclear power after reassurances from Modi”, The Japan Times , 11 November 2016 , http: // www... clause” subject

Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk mengembangkan konsep Istiwa’aini ke perkembangan yang lebih modern yaitu penerapan ke dalam pemrograman aplikasi

4.2 Pengujian Variasi Keadaan pada Kontroler PI dan MRAS Berdasarkan hasil perancangan yang dihasilkan pada Bagian 3.4, dilakukan pengujian mengenai pengaruh variasi set

Analisis data juga diartikan sebagai proses transformasi sejumlah data (fakta) menjadi suatu informasi yang bermanfaat dalam mendukung keputusan, kegiatan mengubah

Berdasarkan kepada hasil percobaan dan analisa yang telah dilakukan untuk melakukan segmentasi bakteri pada dahak penderita TBC paru menggunakan metode watershed, maka

Pertumbuhan tinggi dan persentase jumlah daun tanaman cabai dan gulma yang diinokulasi dengan Colletotrichum capsici berbeda-beda dari minggu ke- 1 hingga minggu ke- 4..

Sediaan facial wash sebagai pembersih wajah merupakan produk yang umum digunakan pada kehidupan sehari-hari, namun dengan karakteristik ekstrak etanol kulit kayu

Berdasarkan tabel 3.5 tersebut diatas diperoleh 30 item pernyataan pada angket skala variabel X yaitu intensitas mengikuti pengajian, 28 item soal dinyatakan