• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fahrudin Proses Pendidikan Nilai Moral kasih sayang dan mendidiknya dengan secara baik dengan harapan anak-anaknya tumbuh dan berkembang menjadi manus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fahrudin Proses Pendidikan Nilai Moral kasih sayang dan mendidiknya dengan secara baik dengan harapan anak-anaknya tumbuh dan berkembang menjadi manus"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

DI LINGKUNGAN KELUARGA SEBAGAI UPAYA

MENGATASI KENAKALAN REMAJA

Oleh: Fahrudin

Abstrak

Agar anak-anak memiliki moral yang baik dan terhindar dari pelanggaran-pelanggaran moral, maka perlu adanya pembinaan nilai moral sejak dini kepada anak-anak dalam keluarga. Lingkungan keluarga merupakan tempat di mana anak-anak dibesarkan dan merupakan lingkungan yang pertama kali dijalanai oleh seorang anak di dalam mengarungi hidupnya, sehingga apa yang dilihat dan dirasakan oleh anak-anak dalam keluarga akan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa seorang anak.

Agar anak-anak memiliki moral yang baik, langkah pertama yang harus ditanamkan kepada anak-anak adalah nilai-nilai keimanan supaya anak-anak memiliki keimanan yang kuat. Proses pembinaan nilai-nilai keimanan yang harus ditanamkan kepada anak-anak, dapat dimulai sejak anak lahir sampai ia dewasa. Ketika lahir diperkenalkan dengan kaliamah thoyyobah, kemudian setelah mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak, maka yang pertama harus ditanamkan ialah nilai-nilai agama yang berkaitan dengan keimanan, sehingga anak meyakini adanya Allah dan dapat mengenal Allah dengan seyakin-yakinnya (ma’rifatullah).

Bersamaan dengan itu, anak-anak juga dibimbing mengenai nilai-nilai moral itu sendiri, seperti cara bertutur kata yang baik, berpakaian yang baik, bergaul dengan baik, dan lain-lainnya. Kepada anak-anak juga ditanamkan sifat-sifat yang baik, seperti nilai-nilai kejujuran, keadilan, hidup serderhana, sabar dan lain-lainnya. Selain itu, agar anak-anak memiliki nilai-nilai moral yang baik, juga di dalam keluarga, khususnya antara ibu dan bapak harus menjaga harmonisasi hubungan antara keduanya dan harus menjadi suri tauladan bagi anak-anaknya.

Kata kunci : Pendidikan nilai, kenakalan remaha, pendidikan keluarga

A. PENDAHULUAN

Keluarga merupakan institusi pendidikan utama dan pertama bagi anak. Karena anak untuk pertama kalinya mengenal pendidikan di lingkungan keluarga, sebelum mengenal masyarakat yang lebih luas. Di samping itu keluarga dikatakan sebagai peletak pondasi untuk pendidikan selanjutnya. Pendidikan yang diterima anak dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah (MI.Soelaeman, 1978:23). Orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam mendidik anaknya. Baik buruknya anak-anak di masa yang akan datang banyak ditentukan oleh pendidikan dan bimbingan orang tuanya. Karena, di dalam keluarga itulah anak-anak pertama kali memperoleh pendidikan sebelum pendidikan-pendidikan yang lain. Sejak anak-anak lahir dari rahim ibunya, orang tua tua selalu memelihara anak-anak mereka dengan penuh

(2)

kasih sayang dan mendidiknya dengan secara baik dengan harapan anak-anaknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang baik. Pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga berbeda dengan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah, karena pendidikan dalam keluarga bersifat informal yang tidak terikat oleh waktu dan program pendidikan secara khusus.

Pendidikan dalam keluarga berjalan sepanjang masa, melalui proses interaksi dan sosialisasi di dalam keluarga itu sendiri. Esensi pendidikannya tersirat dalam integritas keluarga, baik di dalam komunikasi antara sesama anggota keluarga, dalam tingkah laku keseharian orang tua dan anggota keluarga lainnya juga dalam hal-hal lainnya yang berjalan dalam keluarga semuanya merupakan sebuah proses pendidikan bagi anak-anak. Oleh karena itu, orang tua harus selalu memberikan contoh tauladan yang baik kepada anak-anak mereka, karena apa pun kebiasaan orang tua di rumah akan selalu dilihat dan dicerna oleh anak-anak.

Sebagai lingkungan pendidikan yang pertama keluarga memainkan peran yang sangat besar dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada anak. Karena itu orangtua sebagai penanggungjawab atas kehidupan keluarga harus memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anaknya dengan menanamkan ajaran agama dan akhlakul karimah.

Sejalan dengan semakin pesatnya arus globalisasi yang dicirikan dengan derasnya arus informasi dan teknologi ternyata dari satu sisi memunculkan persoalan-persoalan baru yang kerap kita temukan pada diri individu dalam suatu masyarakat. Munculnya kenakalan remaja, tawuran antar pelajar, narkoba, penyimpangan seksual, kekerasan serta berbagai bentuk penyimpangan penyakit kejiwaan, seperti stress, depresi, dan kecemasan, adalah bukti yang tak ternafikan dari adanya dampak negatif dari kemajuan peradaban kita. Hal ini kemudian secara tidak langsung berpengaruh tidak baik pula pada kemapanan dan tatanan masyarakat damai seperti kita semua harapkan (Zakiyah Darajat, 1971:12). Fenomena ini dalam rumusan yang sederhana dapat dikatakan bahwa semakin moderen dan maju sebuah masyarakat akan semakin kompleks dan beragam problematika kehidupan yang akan dijumpai.

Masalah moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju, maupun dalam masyarakat yang masih terbelakang. Karena kerusakan moral seseorang mengganggu ketenteraman yang lain. Jika dalam suatu masyarakat banyak yang rusak moralnya, maka akan goncanglah keadaan masyarakat itu.

Jika kita tinjau keadaan masyarakat di Indonesia terutama di kota-kota besar sekarang ini akan kita dapati bahwa moral sebagian anggota masyarakat telah rusak atau mulai merosot. Kalau kita bagi gejala-gejala yang menunjukkan kemerosotan moral pada anak-anak muda, menurut Zakiyah Darajat, 1971:13) dapat digolongkan kepada beberapa bagian sebagai berikut:

(3)

1. Kenakalan ringan, misalnya keras kepala, tidak mau patuh kepada orang tua dan guru, lari (bolos) dari sekolah, tidak mau belajar, sering berkelahi, suka mengeluarkan kata-kata yang kurang sopan, cara berpakaian, dan lain sebagainya.

2. Kenakalan yang mengganggu ketenteraman dan keamanan orang lain, misalnya mencuri, menfitnah, merampok, menodong, menganiaya, merusak milik orang lain, membunuh, kebut-kebutan dan lain-lainnya.

3. Kenakalah seksual, baik terhadap jenis lain (betero-seksual) maupun terhadap orang sejenis (homo-seksual).

Kenakalan-kenakalan atau kerusakan-kerusakan moral yang disebutkan di atas adalah di antara macam-macam kelakuan anak-anak yang menggelisahkan orang tuanya sendiri dan juga ada yang menggelisahkan dirinya sendiri. Tidak sedikit orang tua yang mengeluh kebingungan menghadapi anak-anak yang tidak bisa lagi dikendalikan baik oleh orang tua itu sendiri maupun oleh guru-gurunya. Contoh-contoh dalam hal ini sangat banyak, dapat kita rasakan, kita saksikan dan kita perhatikan sendiri, dan kiranya tidak perlu dikemukakan di sini.

Berdasarkan uraian di atas, perlu kiranya kita memikirkan tentang proses pendidikan moral bagi anak-anak, khususnya dalam keluarga, sehingga anak-anak remaja kita saat memiliki moral yang baik yang akan berdampak pula terhadap kehidupan bangsa ini.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi masalah dalam tulisan ini yaitu: ”Bagaimana proses pendidikan nilai moral keagamaan di lingkungan keluarga agar anak-anak terhindar dari penyimpangan moral”? Sedangkan tujuan yang diharapkan diperoleh dari pembahasan makalah ini yaitu untuk mengetahui proses pendidikan nilai moral di lingkungan keluarga agar anak-anak terhindar dari penyimpangan moral.

B. PERANAN KELUARGA BAGI ANAK-ANAK

Keluarga secara etimologis berasal dari rangkaian kata “kawula” dan “warga”. Kawula artinya abdi yakni hamba sedangkan warga berarti anggota . Sebagai abdi di dalam keluarga, seseorang wajib menyerahkan segala kepentingan kepada keluarganya dan sebagai warga atau anggota, ia berhak untuk ikut mengurus segala kepentingan di dalam keluarganya. Dalam Ensyclopedi Umum (MI. Soelaiman, 1978:8) bahwa yang dimaksud dengan keluarga yaitu kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan yang terdiri dari ibu, ayah, anak–anaknya (yang belum memisahkan diri sebagai keluarga). Dalam bahasa Inggris kata keluarga diartikan dengan Family. Everet Wilson mengartikan family (keluarga ) adalah ” the face to face group (kelompok tatap muka) Dia mengartikan lebih ke arah fungsi keluarga. Keluarga yaitu merupakan “Satu persekutuan hidup yang dijalin kasih

(4)

sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri.

Keluarga juga sering diartikan sebagai unit terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri atas ayah, ibu, anak-anak dan kerabat lainnya. Lingkungan keluarga merupakan tempat di mana anak-anak dibesarkan dan merupakan lingkungan yang pertama kali dijalanai oleh seorang anak di dalam mengarungi hidupnya, sehingga apa yang dilihat dan dirasakan oleh anak-anak dalam keluarga akan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa seorang anak.

Keluarga merupakan unit pertama dan institusi pertama dalam masyarakat di mana hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya, sebahagian besarnya bersifat hubungan langsung dan di situlah berkembang individu dan di situ pulalah terbentuknya tahap-tahap awal proses sosialisasi bagi anak-anak. Dari interaksi dalam keluarga inilah anak-anak memperoleh pengetahuan, keterampilan, minat, nilai-nilai, emosi dan sikapnya dalam hidup dan dengan itu pulalah mereka memperoleh ketenteraman dan ketenangan.

Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi setiap individu di mana ia berinteraksi. Dari interaksi dengan lingkungan pertama inilah individu memperoleh unsur-unsur dan ciri-ciri dasar daripada kepribadiannya. Juga dari situlah ia memperoleh akhlak, nilai-nilai, kebiasaan dan emosinya dan dengan itu ia merobah banyak kemungkinan-kemungkinan, kesanggupan-kesanggupan dan kesedian-nya menjadi kenyataan dalam hidup dan tingkah laku yang tampak. Jadi keluarga itu bagi seorang individu merupakan simbol atas nilai-nilai yang mulia, seperti keimanan yang teguh kepada Allah, pengorbanan, kesediaan berkorban untuk kepentingan kelompok, cinta kepada kebaikan, kesetiaan dan lain-lain lagi nilai mulia yang dengannya keluarga dapat menolong individu untuk menanamkannya pada dirinya.

Individu itu perlu pada keluarga bukan hanya pada tingkat awal hidupnya dan pada masa kanak-kanak, tetapi ia memerlukannya sepanjang hidupnya, sebab di dalam keluargalah, baik anak-anak, remaja, orang dewasa, orang tua maupun manula mendapatkan rasa kasih sayang, rasa tenteram dan ketenangan.

Keberadaan keluarga bukan hanya penting bagi seorang individu, tetapi juga bagi masyarakat, sehingga masyarakat menganggap keluarga sebagai institusi sosial yang terpenting dan merupakan unit sosial yang utama melalui individu-individu yang telah dipersiapkan di dalamnya, baik berupa nilai-nilai, kebudayaan, kebiasaan maupun tradisi yang ada di dalamnya. Dari segi inilah, maka keluarga dapat menjadi ukuran dalam sebuah masyarakat, dalam arti apabila masing-masing keluarga itu berada dalam keluarga yang sehat, maka akan sehatlah suatu masyarakat. Dan sebaliknya, jika masing-masing keluarga itu tidak sehat, dampaknya terhadap masyarakat pun akan menjadi tidak sehat.

Keluarga sebagai tempat di mana anak-anak dibesarkan memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak, karena pertama-pertama yang akan dilihat

(5)

dan dirasakan oleh anak sebelum orang lain adalah keluarga. Peranan pendidikan keluarga tidak akan tergeser oleh banyaknya institusi-institusi dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada, seperti Taman Kanak-kanak, Sekolah-sekolah, Akademi-akademi dan lain-lainnya. Begitu juga dengan bertambahnya lembaga-lembaga kebudayaan, kesehatan, politik, agama tidak akan menggeser fungsi pendidikan keluarga.

Walaupun begitu tingginya tingkat perkembangan dan perubahan yang berlaku disebahagian besar masyarakat modern, termasuk masyarakat muslim sendiri, tetapi keluarga tetap memelihara fungsi pendidikannya dan menganggap bahwa hal itu merupakan sebagian tugasnya, khususnya dalam rangka menyiapkan sifat cinta mencintai dan keserasian di antara anggota-anggotanya. Begitu juga ia harus memberi pemeliharaan kesehatan, psikologikal, spiritual, akhlak, jasmani, intelektual, emosional, sosial di samping menolong mereka menumbuhkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kebiasaan yang diingini yang berguna dalam segala lapangan hidup mereka serta sanggup mengambil manfaat dari pelajaran lembaga-lembaga lain.

Peranan pendidikan yang sepatutnya dipegang oleh keluarga bagi anggota-anggotanya secara umum adalah peranan yang paling pokok dibanding dengan peranan-peranan lain. Lembaga-lembaga lain dalam masyarakat, misalnya lembaga politik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain tidak dapat memegang peranan itu. Walaupun lembaga-lembaga lain dapat menolong keluarga dalam tindakan pendidikan, akan tetapi ia tidak sanggup menggantikan, kecuali dalam keadaan-keadaan luar biasa, seperti ketika ibu bapak meninggal atau karena ibu bapak rusak akhlak dan menyeleweng dari kebenaran, atau mereka acuh tak acuh dan tidak tahu cara-cara yang betul dalam mendidik anak. Orang tua semacam ini tidak akan sanggup mendidik anak-anaknya menjadi orang yang baik dan terhormat, karenanya akan menjadi mashlahat apabila anak-anak itu dididik di luar keluarga mereka, misalnya dalam institusi-institusi yang yang baik, teratur dan bertanggungjawab atas baik dan buruknya kepribadian.

Apabila fungsi keluarga dalam kajian psikologikal modern menekankan pendidikannya kepada pembinaan jiwa mereka dengan rasa cinta, kasih sayang dan ketenteraman, justeru para ahli ilmu jiwa Muslim jauh sebelum itu telah menekankan perkara ini dalam berbagai tulisannya. Ulama-ulama Muslim dahulu kala menekankan pentingnya peranan pendidikan keluarga itu pada tahun-tahun pertama usia anak-anak yang berdasar kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Di samping itu, nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah banyak yang menekankan pentingnya pendidikan dalam keluarga, di antaranya: Allah berfirman: “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (Q.S.(66):6). Juga Rasulullah bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka ibu bapaknyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nashrani atau Majusi (H.R.Tabrani dan Baihaqi). Dalam

(6)

sabdanya yang lain, Rasulullah menjelaskan: “Awasilah anak-anakmu dan perbaikilah adabnya” (H.R.Ibnu Majah).

Dari bukti-bukti yang dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa mendidik anak dalam keluarga kewajiban paling utama. Kewajiban ini tidak dapat ditinggalkan kecuali karena udzur, dan juga tidak akan membebaskan ia dari tanggungjawab ini dengan adanya institusi-institusi pendidikan yang didirikan khusus untuk anak-anak dan generasi muda. Sebab, institusi itu tidak akan sanggup menggantikan keluarga dalam menanamkan rasa cinta dan kasih sayang kepada anak-anak.

Keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama, pertama karena keluarga merupakan lingkungan awal sebelum anak itu mengenal luar dan utama karena keluarga menjadi lingkungan sosial dan emosional dimana hal itu sangat memberikan kualitas pengalaman sehingga menjadi faktor determinan untuk pembentukan kepribadian seorang anak.

Menurut M.I Silaeman (1978: 84), fungsi keluarga itu ada delapan jenis, yaitu: (1) fungsi edukasi, (2) fungsi sosialisasi, (3) fungsi proteksi, (4) fungsi afeksi, (5) fungsi religius, (6) fungsi ekonomi, (7) fungsi rekreasi, (8) fungsi biologis.

Berdasarkan kepada beberapa fungsi keluarga di atas terlihat bahwa salah satu fungsi keluarga ialah fungsi pendidikan. Hal ini berarti bahwa orangtua sebagai pendidik pertama dan utama mempunyai kewajiban dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya termasuk pendidikan nilai moral.

C. PERANAN NILAI MORAL BAGI ANAK-ANAK

Ada beberapa istilah yang sering digunakan secara bergantian untuk menunjukkan maksud yang sama, istilah moral, akhlak, karakter, etika, budi pekerti dan susila. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “moral” diartikan sebagai keadaan baik dan buruk yang diterima secara umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti dan susila. Moral juga berarti kondisi mental yang terungkap dalam bentuk perbuatan. Selain itu moral berarti sebagai ajaran Kesusilaan. Kata moral sendiri berasal dari bahasa Latin “mores” yang berarti tata cara dalam kehidupan, adat istiadat dan kebiasaan.

Dengan demikian pengertian moral dapat dipahami dengan mengklasifikasikannya sebagai berikut:

1. Moral sebagai ajaran kesusilaan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dan meningalkan perbuatan jelek yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam suatu masyarakat. 2. Moral sebagai aturan, berarti ketentuan yang digunakan oleh masyarakat untuk

menilai perbuatan seseorang apakah termasuk baik atau sebaliknya buruk.

3. Moral sebagai gejala kejiwaan yang timbul dalam bentuk perbuatan, seperti berani, jujur, sabar, gairah dan sebagainya Sofyan Sauri, 2010: 34).

(7)

Dalam terminology Islam, pengertian moral dapat disamakan dengan pengertian “akhlak” dan dalam bahasa Indonesia moral dan akhlak maksudnya sama dengan budi pekerti atau kesusilaan. Kata akhlak berasal dari kata “khulq” yang berarti perangai, tabi’at dan adat istiadat. Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu perangai (watak/tabi’at) yang menetap dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan tanpa dipikirkan atau direncanakan sebelumnya (Sofyan Sauri, 2010: 37).

Pengertian akhlak seperti ini hampir sama dengan yang dikatakan oleh Ibn Maskawih. Akhlak menurutnya adalah suatu keadaan jiwa yang menyebabkan timbulnya perbuatan tanpa melalui pertimbangan dan dipikirkan secara mendalam (Ibn Maskawaih, 1994: 56). Apabila dari perangai tersebut timbul perbuatan baik, maka perbuatan demikian disebut akhlak baik. Demikian sebaliknya, jika perbuatan yang ditimbulkannya perbuatan buruk, maka disebut akhlak jelek. Pendapat lain yang menguatkan persamaan arti moral dan akhlak adalah pendapat Muslim Nurdin (Abd majid, dkk, 2008: 43) )yang mengatakan bahwa akhlak adalah seperangkat nilai yang dijadikan tolok ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau suatu sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia .

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang mendasar antara akhlak dan moral. Keduanya bisa dikatakan sama, kendatipun tidak dipungkiri ada sebagian pemikir yang tidak sependapat dengan mempersamakan kedua istilah tersebut.

Moral sangat penting bagi tiap-tiap orang, tiap bangsa. Karena pentingnya moral tersebut ada yang mengungkapkan bahwa ukuran baik buruknya suatu bangsa tergantung kepada moral bangsa tersebut. Apabila bangsa tersebut moralnya hancur, maka akan hancurlah bangsa tersebut bersama moralnya.

Moral sangat penting bagi anak-anak, masyarakat, bangsa dan ummat. Kalau moral rusak, ketenteraman dan kehormatan bangsa itu akan hilang. Oleh karena itu, untuk memelihara kelangsungan hidup sebagai bangsa yang terhormat, maka perlu sekali memperhatikan pendidikan moral, baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMEROSOTAN

MORAL

Banyak sekali faktor penyebab terjadinya kenakalan pada anak-anak yang dapat menyeret mereka pada dekadensi moral. Betapa banyak sumber kejahatan dan kerusakan yang menyeret mereka terhadap kehancuran moral. Oleh karena itu, jika orang tua dalam keluarga tidak dapat memikul tanggungjawab dan amanat yang dibebankan kepada mereka, dan juga tidak mengetahui faktor-faktor yang

(8)

menyebabkan kelainan pada anak-anak dan upaya penanggulangannya, maka akan terlahir suatu generasi yang bergelimang dosa dan penderitaan di dalam masyarakat.

Apabila kita analisis faktor-faktor yang menyebabkan merosotnya moral pada masyarakat sangat banyak sekali. Menurut Zakiyah Darajat (1971: 45-46), di antara faktor-faktor kemerosotan moral tersebut, yang terpenting adalah:

1. Kurang tertanamnya nilai-nilai keimanan pada anak-anak.

Keimanan yang kuat yang tertanam dalam jiwa anak-anak merupakan benteng moral yang paling kokoh. Apabila keyakinan beragama itu betul-betul telah menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang, maka keyakinannya itulah yag akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Jika terjadi tarikan orang kepada sesuatu yang tampaknya menyenangkan dan menggembirakan, maka keimanannya cepat bertindak meneliti apakanhal tersebut boleh atau terlarang oleh agamanya. Andaikan termasuk hal yang terlarang, betapapun tarikan luar itu tidak akan diindahkannya, karena ia takut melaksanakan yang terlarang dalam agama.

Jika setiap orang kuat keyakinannya kepada Tuhan, mau menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, maka tidak perlu polisi, tidak perlu pengawasan yag ketat, karena setiap orang dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan Tuhannya. Semakin jauh masyarakat dari agama, semakin susah memelihara moral orang dalam masyarakat itu, dan semakin kacaulah suasana, karena semakin banyaknya pelanggaran-pelanggaran atas hak dan hukum.

2. Lingkungan masyarakat yang kurang sehat.

Faktor kedua yang ikut mempengaruhi moral anak-anak ialah kurang stabilnya keadaan, baik ekonomi, sosial, maupun politik. Kegoncangan atau ketidakstabilan suasana yang melingkungi seseorang menyebabkan gelisah dan cemas, akibat tidak dapatnya mencapai rasa aman dan ketenteraman dalam hidup. Demikian juga dengan keadaan sosial dan politik, jika tidak stabil, maka akan menyebabkan orang merasa takut, cemas dan gelisah, dan keadaan seperti ini akan mendorong pula kepada kelakuan-kelakuan yang mencari rasa aman yang kadang-kadang menimbulkan kecurigaan, tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan, kebencian kepada orang lain, adu domba, fitnah dan lain sebagainya. Hal ini semua mudah terjadi pada orang yang kurang keyakinannya kepada agama, dan mudah menjadi gelisah.

3. Pendidikan moral tidak terlaksana menurut mestinya, baik di rumah tangga, sekolah maupun masyarakat.

(9)

Faktor ketiga yang juga penting adalah tidak terlaksananya pendidikan moral dengan baik dalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Pembinaan moral seharusnya dilaksanakan sejak anak kecil sesuai dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap-sikap yang dianggap baik untuk pertumbuhan moral, anak-anak aka dibesarkan tanpa mengenal moral itu.

Juga perlu diingat bahwa pemahaman tentang moral belum dapat menjamin tindakan moral. Moral bukanlah suatu pelajaran atau ilmu pengetahuan yang dapat dicapai dengan mempelajari, tanpa membiasakan hidup bermoral dari kecil, karena moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian. Di sinilah peranan orangtua, guru dan lingkungan yang sangat penting. Jika anak dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua yang tidak bermoral atau tidak mengerti cara mendidik, ditambah pula dengan lingkungan masyarakat yang goncang dan kurang mengindahkan moral, maka sudah barang tentu hasil yang akan terjadi tidak menggembirakan dari segi moral.

4. Suasana rumah tangga yang kurang baik.

Faktor yang terlihat pula dalam masyarakat sekarang ialah kerukunan hidup dalam rumah tangga kurang terjamin. Tidak tampak adanya saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mencintai di antara suami isteri. Tidak rukunnya ibu-bapak menyebabkan gelisahnya aak-anak, mereka menjadi takut, cemas dan tidak tahan berada ditengah-tengah orangtua yang tidak rukun. Maka anak-anak yang gelisah dan cemas itu mudah terdorong kepada perbuatan-perbuatan yang merupakan ungkapan dari rasa hatinya, biasanya akan mengganggu ketenteraman orang lain. Demikian juga halnya dengan anak-anak yang merasa kurang mendapat perhatian, kasih saying dan pemeliharaan orang tua akan mencari kepuasan di luar rumah.

5. Diperkenalkannya secara populer obat-obat terlarang dan alat-alat anti hamil.

Suatu hal yang sementara pejabat tidak disadari bahayanya terhadap moral anak-anak muda adalah diperkenalkanya secara populer obat-obatan dan alat-alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan.

Seperti kita ketahui bahwa usia muda adalah usia yang baru mengalami dorongan seksuil akibat pertumbuhan biologis yang dilaluinya, mereka belum mempunyai pengalama, dan jika mereka juga belum mendapat didikan agama yang mendalam, merka akan dengan mudah dapat dibujuk oleh orang-orang yag tidak baik, yang hanya melampiaska hawa nafsunya. Dengan demikian, akan terjadilah

(10)

obat atau alat-alat itu digunakan oleh anak muda yang tidak terkecuali anak-anak sekolah atau mahasiswa yang dapat dibujuk oleh orang yang tidak baik itu oleh kemauan mereka sendiri yang mengikuti arus darah mudanya, tanpa terkendali. Orang tidak ada yang tahu, karena bekasnya tidak terlihat dari luar.

6. Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran,

kesenian-kesenian yang tidak mengindahkan dasar-dasar dan tuntunan moral.

Suatu hal yang belakangan ini kurang mendapat perhatian kita ialah tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, kesenian-kesenian, dan permainan-permainan yang seolah-olah mendorong aak muda untuk mengikuti arus mudanya. Segi-segi moral dan mental kurang mendapat perhatian, hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi begitu saja. Lalu digambarka dengan sangat realistis, sehingga semua yang tersimpan di dalam hati anak-anak muda diungkap dan realisasinya terlihat dalam cerita, lukisan atau permainan tersebut. Ini pun mendorong aak-anak muda ke jurang kemerosotan moral.

7. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang (leisure time) dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan moral.

Suatu faktor yang juga telah ikut memudahkan rusaknya moral anak-anak muda ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu luang dengan yang baik dan sehat. Umur muda adalah umur suka berkhayal, melamunkanhal yang jauh. Kalau mereka dibiarkan tanpa bimbingan dalam mengisi waktunya, maka akan banyak lamunan dan kelakuan yang kurang sehat timbul dari mereka.

8. Tidak ada atau kurangnya markas-markas bimbingan dan penyuluhan bagi anak-anak dan pemuda-pemuda.

Terakhir perlu dicatat, bahwa kurangnya markas bimbingan dan penyuluhan yang akan menampung dan menyalurkan aak-aak kea rah mental yang sehat. Dengan kurangnya atau tidak adanya tempat kembali bagi anak-anak yang gelisah dan butuh bimbingan itu, maka pergilah mereka berkelompok dan bergabung dengan aak-anak yang juga gelisah. Dari sini akan keluarlah model kelakuan yang kurang menyenangkan.

9. Pengaruh westernisasi, yaitu berupa yahudinisasi dan kristenisasi.

Ada minimal tiga program westernisasi yang sangat berpengaruh terhadap moral anak-anak, yaitu fun, food, dan fashion atau hura-hura untuk mencari kesenangan, makanan-makanan dan minuman-minuman beralkohol, gaya hidup, gaya berpakaian,

(11)

gaya pergaulan dan lain-lainnya. Tiga hal ini telah banyak merasuk ke dalam masyarakat kita dan telah banyak menghancurkan moral.

E. PROSES PENDIDIKAN NILAI MORAL UNTUK MENGATASI

KENAKALAN REMAJA DALAM KELUARGA

Setelah kita mengetahui penyebab merosotnya moral seperi yang diuraikan di atas, menunjukkan betapa pentingnya pendidikan moral bagi anak-anak kita, dan betapa pula besarnya bahaya yang terjadi akibat kurangnya moral itu, serta telah kita ketahui pula faktor-faktor yang menimbulkan kemerosotan moral di tanah air kita belakangan ini. Untuk itu, perlu kiranya kita mencari jalan yang dapat mengantarkan kita kepada terjaminnya moral anak yang kita harapkan menjadi warga Negara yang cinta akan bangsa dan tanah airnya, dapat menciptakan dan memelihara ketenteraman dan kebahagiaan masyarakat dan bangsa di kemudian hari.

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan nilai moral bagi anak-anaknya, termasuk nilai dan moral dalam beragama. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa keluarga mempunyai fungsi religious, artinya keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lainnya kepada kehidupan beragama. Untuk melaksanakannya, orang tua sebagai tokoh-tokoh inti dalam keluarga itu terlebih dulu harus menciptakan iklim religius dalam keluarga itu, yang dapat dihayati seluruh anggotanya, terutama anak-anaknya.

Agar anak-anak memiliki moral yang baik dan terhindar dari pelanggaran moral dalam kehidupannya sehari-hari, maka perlu adanya pembinaan agama sejak dini dalam keluarga. Pembinaan agama yang dapat ditanamkan kepada anak-anak adalah sebagai berikut:

1. Penanaman pendidikan keimanan sejak dini kepada anak-anak. Yang dimaksud dengan pendidikan iman menurut Abdullah nasih Ulwan (2007, jl.1:165) ialah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan sejak ia mengerti, membiasakannya dengan rukun Islam sejak ia memahami, dan mengajarkan kepadanya dasar-dasar syari’at sejak usia tamyiz. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dalam penanaman nilai-nilai keimanan, ada empat hal yang harus diberikan kepada anak-anak, yaitu: (1) membuka kehidupan anak dengan kalimah “la ilaha illa Allah”, (2) mengenalkan hukum halal haram sejak dini kepada anak-anak, (3) menyuruh anak-anak untuk beribadah ketika telah memasuki usia tujuh tahun, (4) mendidik anak agar mencintai Rasul, keluarganya, dan senang membaca al-Qur’an.

Proses penanaman nilai-nilai iman itu harus dilaksanakan sejak anak lahir, misalnya dalam agama Islam setiap bayi lahir diadzankan. Ini berarti bahwa pengalaman pertama yang diterimanya diharapkan kalimah suci dari Tuhan. Kemudian, setelah anak lahir dan berkembang menjadi anak-anak, maka

(12)

nilai-nilai iman yang harus dikembangkan menanamkan keyakinan tentang adanya Allah. Dalam tahapan ini, anak-anak dituntut agar mereka meyakini akan keberadaan Allah. Setelah mereka tumbuh menjadi remaja, mereka dibimbing agar mereka memiliki keimanan yang mendalam kepada Allah SWT, sehingga mereka betul-betul mengenal Allah dengan seyakin-yakinnya dan dapat melihat Allah dengan mata hatinya, sehingga merasakan kedekatan dan kehadiran Allah dalam dirinya (ma’rifatullah).

2. Menanamkan pendidikan moral kepada anak-anak. Orang tua harus memperhatikan pendidikan moral serta tingkah laku anak-anaknya. Menurut Zakiyah Darajat (1971) bahwa pendidikan yang diterima dari orang tuanyalah yang akan menjadi dasar dari pembinaan mental dan moralnya. Jangan sampai orang tua membiarkan pertumbuhan anaknya berjalan tanpa bimbingan atau diserahkan saja kepada guru di sekolah. Karena, pendidikan yang diterima oleh anak dari orang tuanya, baik dalam pergaulan hidup maupun dalam cara mereka berbicara, bertindak, bersikap dan lain sebagainya akan menjadi teladan atau pedoman yang akan ditiru oleh anak-anaknya.

Proses penanaman nilai-nilai moral kepada anak-anak dalam keluarga, orang tua dapat memulainya dari hal-hal yang kecil, seperti cara-cara berbicara yang baik, cara berpakaian yang baik, adab sopan santun kepada orang tua, guru, sesama, dan lain-lainnya. Agar anak-anak memiliki sifat atau karakter yang baik, maka orang tua harus menanamkan sifat-sifat baik kepada anak-anak sejak dini. Yang dimaksud sifat-sifat baik di sini ialah sifat dan watak (tabi’at) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa pemula hingga ia menjadi seorang remaja, yakni siap mengarungi lautan kehidupan. Sifat-sifat dan watak tersebut, di antaranya kejujuran, keadilan, rendah hati, hidup sederhana, sabar dan lain-lainnya. Sifat-sifat tersebut harus diawali dari kedua orang tuanya, sehingga orang tua betul-betul akan menjadi teladan bagi anak-anaknya. Dan anak-anak akan mendapatkan pengalaman langsung yang akan dirasakan akibatnya dalam kehidupannya sehari-hari. Sifat-sifat tersebut di atas, merupakan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh anak-anak. Dengan memiliki sifat-sifat tersebut, anak akan tumbuh menjadi orang yang berpribadi muslim yang baik. Agar anak-anak terhindar dari pengaruh-pengaruh westernisasi, maka orang tua harus selalu mengontrol dan mengawasi anak-anaknya, dalam menonton televisi, bermain internet, pergaulan dan lain-lainnya.

3. Menciptakan suasana rumah tangga yang harmonis, khususnya hubungan Ibu-Bapak dan anggota keluarga lainnya, sehingga pergaulan dan kehidupan mereka dapat menjadi contoh bagi anak-anak, terutama anak yang belum berumur enam tahun, di mana mereka belum dapat memahami kata-kata dan symbol yang

(13)

abstrak. Pendidikan moral tidak berarti pengertian tentang apa yang benar dan menghindari cara yang dipandang salah oleh nilai moral. Karena itu, orang tua harus tahu cara mendidik, mengerti serta melaksanakan nilai moral dalam kehidupannya sehari-hari.

Proses yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam menciptakan harmonisasi dalam keluarga, di antaranya yaitu: tidak bertengkar di hadapan anak-anak, selalu berkomunikasi dengan bahasa yang santun, dan selalu memberikan teladan terhadap hal-hal yang positif.

F. KESIMPULAN

Dari apa yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Lingkungan keluarga sangat besar peranannya dalam pendidikan nilai moral keagamaan, karena di lingkungan keluargalah anak-anak pertama kali menerima pendidikan yang dapat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemerosotan moral pada anak, di antaranya: (1) Kurang tertanamnya nilai-nilai keimanan pada anak-anak, (2) lingkungan masyarakat yang kurang baik, (3) Pendidikan moral tidak berjalan menurut semestinya, baik di keluarga, sekolah dan masyarakat, (4) Suasana rumah tangga yag kurang baik, (5) Banyak diperkenalkannya obat-obat terlarang dan alat-alat anti hamil, (6) Banyak tulisan-tulisan, gambar-gambar, saran-siaran yang tidak sejalan dengan nilai-nilai moral, (7) Kurang adanya bimbingan dalam mengisi waktu luang dengan cara yang baik yang membawa kepada pembinaan nilai moral, (8) Kurangnya markas-markas bimbingan da penyuluhan bagi anak-anak.

Agar anak-anak memiliki moral yang baik dan terhindar dari pelanggaran-pelanggaran moral, maka perlu adanya pembinaan sejak dini kepada anak-anak dalam keluarga dan adanya kerjasama antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebaik apa pun pendidikan moral dalam keluarga tanpa adanya dukungan dari sekolah dan masyarakat, sulit bagi anak-anak untuk memiliki moral yang baik. Begitu juga pendidikan moral di sekolah, tanpa adanya dukungan dari keluarga dan masyarakat sulit bagi anak untuk memiliki moral yang baik. Dengan demikian, ketiga jenis lembaga ini tidak bisa dipisahkan dan harus saling mendukung.

Proses pembinaan nilai-nilai moral keagamaan yang harus ditanamkan kepada anak-anak, dapat dimulai sejak anak lahir sampai ia dewasa. Ketika lahir diperkenalkan dengan kaliamah thoyyobah, kemudian setelah mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak, maka yang pertama harus ditanamkan ialah nilai-nilai agama yang berkaitan dengan keimanan, sehingga anak meyakini adanya Allah dan dapat mengenal Allah dengan seyakin-yakinnya (ma’rifatullah.

(14)

Bersamaan dengan itu, anak-anak juga dibimbing mengenai nilai-nilai moral, seperti cara bertutur kata yang baik, berpakaian yang baik, bergaul dengan baik, dan lain-lainnya. Kepada anak-anak juga ditanamkan sifat-sifat yang baik, seperti nilai-nilai kejujuran, keadilan, hidup serderhana, sabar dan lain-lainnya. Selain itu, agar anak-anak memiliki nilai-nilai moral yang baik, juga di dalam keluarga, khususnya antara ibu dan bapak harus menjaga harmonisasi hubungan antara keduanya dan harus menjadi suri tauladan bagi anak-anaknya.

G. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Nasih Ulwan (2007), Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta: Pustaka Imani.

Daradjat, Zakiah (1971), Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang

Ibn Maskawaih (1994), Menuju Kesempurnaan Akhlak (terj. Helmi Hidayat), Mizan: Bandung.

M.I. Soelaeman (1978), Pendidikan dalam Keluarga, Diktat Kuliah.

Abd. Majid, dkk. (2008), Islam: Tuntunan dan pedoman Hidup, Bandung: Value Press.

Safyan Sauri (2010), Meretas Pendidikan Nilai, Bandung: Arfino Raya. ... (2011), Filsafat dan Teosofat Akhlak, Bandung: Rizqi Press.

Referensi

Dokumen terkait

Antoni Halim, SH., sebagai pengganti dari Misahardi Wilamarta, SH., Notaris di Jakarta menyatakan perubahan Nama manjadi PT Asia Kapitalindo Securities. Akta ini telah

 Melalui Whattsapp group, Zoom, Google Classroom, Telegram atau media daring lainnya, Peserta didik mempresentasikan hasil kerjanya kemudian ditanggapi peserta didik

Dalam menjalankan salah satu fungsi pengawasan, Dewan Komisaris telah menerima dengan baik Laporan Keuangan Perseroan yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014 yang telah

Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan upaya penganggulangan dan kewaspadaan terhadap ancaman separatisme, sejumlah kajian telah dilakukan, di antaranya adalah kajian tindak

Oleh karena itu, dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi ragi dan lama fermentasi terbaik pada pembuatan kopi bubuk Robusta asal Tulungrejo

Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa perendaman selama 3 jam dalam aliran air sungai sudah dapat menyamai perlakuan perendaman selama 5 dan 7 jam, sehingga perendaman selama 3

Merupakan suatu penghayatan baru yang muncul dan dialami oleh pasien, tentang ada sesuatu yang terjadi si dekelilingnya oleh pasien, tentang ada sesuatu yang terjadi

Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan LKS dengan pendekatan STEM dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis.. Grafik Peningkatan Kemampuan