RANCANG BANGUN BUCK CONVERTER 12 VOLT 60 AMPERE
MENGGUNAKAN P-CHANNEL MOSFET DAN IGBT TIPE N
DESIGN OF 12 VOLT 60 AMPERE BUCK CONVERTER USING
P-CHANNEL MOSFET AND IGBT TYPE N
Khalif Ahadi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
Jl. Ciledug Raya Kav. 109 Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan lifahadi@yahoo.com
ABSTRAK
Pada tulisan ini akan dibahas proses perancangan dan pembuatan buck converter dengan tegangan keluaran 12 volt dan arus sebesar 60 ampere. Telah dibuat dua buah buck converter yang dilakukan dengan menggunakan P-Channel MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) dan IGBT (Insulated Gate Bipolar Transistor) tipe N sebagai switch. Pengujian dilakukan untuk melihat kinerja dan efisiensi daya dari kedua buck converter tersebut. Dari hasil pengujian, kedua
buck converter dapat menghasilkan arus sebesar 60 ampere pada seting tegangan 12,6 volt, namun
tegangan keluaran yang dihasilkan tersebut masih ikut berubah mengikuti perubahan tegangan masukan dan beban yang terpasang. Efisiensi daya yang dihasilkan berfluktuasi namun berada diatas 60% pada beban penuh.
Kata kunci: buck converter, penurun tegangan dc
ABSTRACT
This paper explains designing and developing process of a 12 volt 60 ampere buck converter. Two units of buck converter using P-Channel MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) and N-type IGBT (Insulated Gate Bipolar Transistor) as a switch are already built. Test and measurement are done to see performances and power efficiencies of the buck converters. Experimental results show both buck converters are able to flow a current as high as 60 amperes on adjusted voltage of 12.6 volt, but this output voltage is still fluctuating influenced by input voltage and load. The efficiencies are also fluctuated but they can reach above 60% under maximum load.
Keywords: buck converter, step down dc voltage
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu kendala dalam pembangkitan listrik dari energi terbarukan adalah adanya fluktuasi tegangan akibat perubahan dari sumber energi terbarukan tersebut. Sebagai contoh adalah perubahan kecepatan angin pada
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), perubahan intensitas cahaya matahari pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atau karakteristik proses kimia yang terjadi pada
fuel cell. Pada pembangkit listrik yang
menghasilkan tegangan DC, fluktuasi tegangan dapat diatasi menggunakan dc votage
regulator. Hal ini dimaksudkan agar listrik
yang dihasilkan dapat disimpan pada batere atau diubah menjadi tegangan AC menggunakan inverter yang biasanya mempunyai tegangan kerja 12 V.
Terdapat 2 jenis dc voltage regulator yaitu tipe linier dan switching. Untuk tipe
switching dikelompokkan menjadi pulse-width modulated (PWM) DC–DC converters, resonant DC–DC converters dan switched-capacitor atau dikenal juga sebagai charge-pump voltage regulators[1]. Secara umum,
terdapat tiga topologi dasar PWM DC-DC
converter, yaitu buck converter, boost converter dan buck-boost converter[2].
Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan proses perancangan dan pembuatan 2 buah
buck converter sederhana dengan arus keluaran
mencapai 60 ampere pada tegangan 12 volt menggunakan P-Channel MOSFET dan IGBT tipe N serta hasil uji kinerjanya. Perancangan ini dititikberatkan pada pencapaian daya keluaran sekitar 700 watt pada tegangan di bawah 13 volt dengan mempertimbangkan biaya yang murah dan komponen yang mudah didapatkan.
Teori
Buck converter merupakan salah satu
jenis switching converter yang berfungsi menurunkan tegangan masukan sehingga tegangan keluaran akan bernilai lebih rendah. Seperti yang tampak pada Gambar 1, buck
converter terdiri atas bagian switching dan
filter. Bagian switching berupa switch
semikonduktor dan diode flywheel atau freewheeling atau catch [1] bekerja sebagai
pemotong tegangan DC menjadi gelombang kotak yang biasa disebut sebagai DC chopper[1]
sedangkan induktor dan kapasitor membentuk
low pass filter [3] akan membuat gelombang
kotak ini menjadi tegangan DC.
Gambar 1. Rangkaian buck converter[1,3]
Sebagai penggerak semikonduktor agar bekerja sebagai switch, digunakan pengendali yang berfungsi mengkalkulasi sinyal error antara tegangan keluaran DC dengan set point dan bagian pulse width modulator yang mengubah sinyal kendali analog menjadi pulsa digital dengan duty cycle tertentu. Untuk kondisi ideal, membuka dan menutupnya
switch akan membuat induktor L mengalami
pengisian dan pelepasan muatan.
Penentuan besarnya nilai induktansi L dilakukan dengan memperhatikan arus pada induktor dimana agar buck converter bekerja pada mode kontinyu sehingga besarnya induktansi harus memenuhi[1]:
L > (1 − D)R2f (1)
dimana: D = duty cycle = tON/TS [3]
R = resistansi beban f = frekuensi switching
Sedangkan untuk menentukan nilai kapasitansi pada kapasitor C, dapat dilakukan dengan memperhatikan ripple yang terjadi pada
tegangan keluaran. Dari hubungan definisi kapasitansi, didapatkan hubungan faktor ripple yaitu[1]:
∆
=( ) (2)
Dengan demikian besarnya nilai kapasitor dapat dihitung yaitu:
C =(1 − D)V
8Lf ∆V (3)
dimana: Vo = tegangan keluaran
∆Vo = tegangan ripple
D = duty cycle
L = nilai induktansi induktor f = frekuensi switching
C = nilai kapasitansi dari kapasitor Dari persamaan (3) dapat diturunkan menjadi [3]: ∆V V = (1 − D) 8LCf = π 2(1 − D) f f (4) dimana fc adalah frekuensi cut-off dari low pass
filter yang didefinisikan sebagai [3]:
f = 1
2π√LC (5)
yang berarti bahwa tegangan ripple dapat diminimalisasi dengan memilih frekuensi
cut-off dari low pass filter sehinggga fc <<
frekuensi switching [3]. Selain itu, pada buck
converter ideal juga berlaku persamaan
hubungan tegangan keluaran terhadap tegangan masukan yang dinyatakan sebagai[3]:
V = V . D (6)
dimana: Vo = tegangan output
Vi = tegangan input
D = duty cycle
Karena besarnya arus rata-rata pada kapasitor pada kondisi tunak adalah 0, maka besarnya arus rata-rata pada induktor sama dengan
besarnya arus rata-rata keluaran atau arus beban yaitu[3]:
I = I =VR (7)
dimana: IL = arus pada induktor
IR = arus pada beban
R = resistansi beban Vo = tegangan keluaran
Toroid merupakan induktor berbentuk donat. Pada induktor toroid, medan magnet ditahan pada inti sehingga menyebabkan lebih sedikit radiasi magnetik yang terpancar ke luar dan juga lebih tahan terhadap gangguan medan magnet eksternal. Pada suatu induktor dapat terjadi pemborosan daya akibat resistansi kawat. Pemborosan daya juga terjadi di dalam inti akibat efek histeresis. Pada arus tinggi, induktor juga dapat mengalami nonlinearitas karena jenuh. Untuk menghitung nilai induktansi induktor toroid dapat digunakan persamaan berikut [4]: L =μN A 2πR = μ μ N r D (8) dimana:
L = nilai induktansi dari induktor toroid μ0 = permeabilitas vakum = 4π ×10−7 H/m
μr = permeabilitas relatif bahan inti
μ = permeabilitas =μr .μ0
N = jumlah lilitan
r = jari-jari gulungan kawat D = diameter toroid
R = jari-jari toroid
A= luas penampang iris toroid
Pada regulator switching biasanya
menunjukkan rangkaian snubber yang
terpasang pada switch semikonduktor.
Gambar 2. Rangkaian snubber pada rangkaian
switch MOSFET [1]
Rangkaian snubber berfungsi sebagai pengaman suatu switch semikonduktor
terhadap stress saat terjadi transisi dari kondisi ON ke OFF ataupun sebaliknya. Stress tersebut terjadi akibat belum sempurnanya arus terputus saat tegangan mulai naik dan hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada switch
semikonduktor. Disamping itu, kenaikan arus yang ditimbulkan saat switching dengan frekuensi tinggi dapat menyebabkan EMI (Electromagnetic Interference) yang dapat mengganggu peralatan lain.
Dioda Ds untuk rangkaian snubber harus mampu dilalui arus saat switch bertransisi dari ON ke OFF dan mampu menahan lonjakan tegangan yang terjadi. Selain itu, dioda harus dipilih agar mempunyai recovery time yang sangat cepat sehingga dapat ON dan OFF lebih cepat dari frekuensi switching pada switch. Dioda yang digunakan sebaiknya menggunakan jenis fast switching diode dengan tegangan rating yang sama dengan kapasitor
snubber dan rating arus yang sama dengan arus
keluaran maksimum buck converter [5]. Sedangkan untuk kapasitor snubber Cs dapat dihitung dengan persamaan berikut[1]:
IL tf
Cs= 2Vf (9)
dimana: IL = arus saat switching
tf = waktu yang diperlukan saat
tegangan mulai mencapai VS
hingga arus yang lewat mencapai nilai 0
Vf = tegangan yang diinginkan ketika
arus mencapai nilai 0
Resistor pada rangkaian snubber
digunakan untuk membuang muatan pada kapasitor. Nilai resistansinya dapat dihitung dengan asumsi 3 atau 5 kali time constant [1]
agar kapasitor benar-benar ter-discharge. Persamaannya adalah [1]:
Rs < ton Rs
2Cs
(10) dimana: RS = nilai resistansi dari resistor
CS = nilai kapasitansi dari kapasitor
tON = waktu saat switch ON
Besarnya energi yang tersimpan pada kapasitor dapat dihitung dengan persamaan berikut[1]:
W =1 Cs Vs2
2 (11)
dimana:
W = energi yang tersimpan pada kapasitor CS = nilai kapasitansi dari kapasitor
VS = tegangan masukan
Energi tersebut akan dipindahkan hampir seluruhnya ke resistor, sehingga besarnya daya yang diserap oleh resistor[1] adalah:
PR = 1/2CSV2 = 1/2CSV32f
T (12)
dimana: PR = daya yang diserap resistor
CS = nilai kapasitansi dari kapasitor
VS = tegangan masukan
METODOLOGI
Penelitian dilakukan di laboratorium Teknik Elektro Universitas Indonesia. Tahapan penelitian secara garis besar meliputi studi literatur, perancangan, pembuatan dan pengujian dua buah buck converter dengan menggunakan P-Channel MOSFET dan IGBT tipe N sebagai switch. Kedua jenis switch dipilih agar dapat dibandingkan baik dari segi kinerja, kemudahan dalam pembuatan dan juga efisiensinya.
Spesifikasi Desain
Penentuan spesifikasi desain awal dilakukan berdasarkan ketersediaan komponen yang mudah didapatkan di Indonesia. Spesifikasi desain buck converter yang dibuat adalah sebagai berikut:
· Tegangan input: 18 – 72 volt · Tegangan output: 12 volt
· Arus output maksimum: 60 ampere · Tegangan ripple maksimum 120 mV · Frekuensi switching: 20 kHz
Pembuatan Induktor
Agar buck converter bekerja pada mode kontinyu, nilai induktansi dihitung menggunakan persamaan (1). Nilai duty cycle D dicari menggunakan persamaan (6) dan ditentukan pada nilai tegangan input maksimal yaitu 72 volt sehingga nilai duty cycle adalah:
D =VV =1272 = 0,167
Nilai R ditentukan agar saat tanpa beban,
buck converter masih bekerja pada mode
kontinyu. Pada rangkaian yang dibuat, nilai R adalah besarnya nilai resistansi pembagi
tegangan sebagai feedback tegangan keluaran yang bernilai 1200Ω. Dengan demikian induktansi minimal dapat dihitung menggunakan persamaan (1) sebagai berikut: L = (1 − D)R2f =(1 − 0,167)12002 X 20000 = 25 mH
Pembuatan induktor dilakukan dengan memilih inti induktor berbentuk toroid agar radiasi magnetik yang terpancar lebih sedikit. Karena tidak tersedianya data sheet inti toroid yang ada di pasaran, maka dilakukan pengukuran dan perhitungan agar didapatkan nilai permeabilitas relatifnya.
Gambar 3. Inti toroid yang dihitung permeabilitasnya
Dari 5 buah inti toroid yang didapat dari pasaran, masing-masing diukur dimensinya dan diberi nama seperti pada Gambar 3. Masing-masing inti toroid dililit sebuah kawat email tembaga dengan jumlah lilitan dipilih secara acak lalu diukur nilai induktansinya menggunakan LCR meter dan dihitung nilai permeabilitas relatif dari inti toroid tersebut menggunakan persamaan (13) yang diturunkan dari persamaan (8) yaitu:
L =μπ = μ μ
Nilai permeabilitas relatif ditetapkan saat nilai induktansi perhitungan mendekati nilai induktansi pengukuran. Hasil pengukuran dimensi, jumlah lilitan, hasil pengukuran induktansi dan nilai permeabilitas relatif dari masing-masing inti toroid yang didapat dari hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari beberapa inti toroid tersebut, yang memungkinkan untuk digunakan adalah toroid
‘A’, ‘B’ dan ‘E’ karena dimensinya yang lebih besar. Toroid ‘A’ mempunyai dimensi dan nilai permeabilitas yang paling memungkinkan untuk digunakan, namun pada saat akan dibuat, toroid ‘A’ tersebut sulit ditemukan kembali dipasaran. Dengan demikian dipilihlah toroid ‘E’ karena mempunyai permeabilitas yang lebih besar dibandingkan dengan toroid ‘B’.
Tabel 1. Hasil perhitungan dan pengukuran untuk mendapatkan nilai permeabilitas relatif inti toroid sebagai dasar pembuatan induktor
Nama Toroid
Jumlah Lilitan
Dimensi Toroid (m) L ukur (H) Permeabilitas Relatif
L hitung
r coil d1 d2 tinggi tebal keliling 100Hz 120Hz 1KHz mH
A 12 0.009549 0.056 0.036 0.02 0.01 0.06 1.38m 1.39m 1.27m 4725 1.392287 B 11 0.007958 0.048 0.028 0.015 0.01 0.05 132u 132u 127u 675 0.135406 C 10.5 0.006525 0.031 0.02 0.015 0.0055 0.041 1.05m 1.05m 0.9m 5520 1.050446 D 10 0.005411 0.025 0.015 0.012 0.005 0.034 167u 167u 165u 1200 0.176624 E 13 0.011937 0.05 0.035 0.03 0.0075 0.075 2.02m 2.02m 1.92m 3350 2.027375 E 33 0.011937 0.05 0.035 0.03 0.0075 0.075 13.1m 13.13m 11.8m 3350 13.06397
Perhitungan dan pengukuran ulang pada inti toroid ‘E’ lain dengan jumlah lilitan 33 lilit dilakukan untuk memastikan bahwa nilai permeabititas relatif inti toroid tersebut sama.
Pemilihan besarnya diameter kawat email didasarkan atas frekuensi maksimum yang dapat dilalui kawat tersebut agar tidak menimbulkan panas akibat skin depth efect yaitu arus hanya melewati bagian luar dari suatu kawat akibat frekuensi yang terlalu tinggi. Untuk itu, dipilih kawat berukuran diameter 0,8 mm yang mempunyai spesifikasi frekuensi maksimum 27kHz [6] karena frekuensi switching yang akan digunakan dalam pembuatan buck converter ini adalah 20 kHz. Ukuran kawat dengan diameter 0,8 mm tersebut berdasarkan standar AWG dapat
menghantarkan arus hingga 11 ampere [6]
sehingga agar dapat dilalui arus sebesar 60 ampere tanpa menimbulkan panas, lilitan kawat berdiameter 0,8 mm tersebut dirangkap hingga 6 rangkap. Namun ternyata penambahan kawat tersebut masih kurang karena saat dilalui arus sekitar 40 A, kawat lilitan pada induktor masih menimbulkan panas hingga kisaran 60oC.
Selain itu ada dugaan bahwa luas penampang iris inti toroid juga kurang sehingga ikut menambah panasnya induktor saat dilalui arus besar.
Pembuatan induktor dilakukan dengan 2 buah inti toroid ‘E’ disusun bertumpuk untuk mendapatkan luas penampang iris yang lebih besar serta merangkap kawat untuk dililit sebanyak 16 rangkap. Kemudian dilakukan
perhitungan ulang untuk mendapatkan jumlah lilitan yang diperlukan agar didapatkan nilai induktansi sebesar 25mH sebagai berikut: L =μπ = μ μ N =μL . D.μ .r N = 25. 10 . 50. 10 4π. 10 . 3350. (2.7,5 . 10 + 2.60. 102π ) =4π . 3350 . 462 = 643,031250. 10 N = 25,36
Dari hasil perhitungan tersebut, dibuatlah induktor dengan jumlah lilitan sebanyak 26 lilit. Konstruksi pembuatan induktor tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Konstruksi pembuatan induktor
Gambar 5. Induktor yang dibuat dan contoh inti toroid yang digunakan
Pada Gambar 5 dapat dilihat induktor yang telah dibuat dan disandingkan dengan contoh inti toroid yang digunakan. Setelah dibuat, induktor diukur menggunakan LCR meter dan nilai induktansinya 25,1 mH.
Penentuan Nilai Kapasitor
Penentuan nilai kapasitor dihitung dengan menggunakan persamaan (3) dimana nilai tegangan ripple ∆VO ditentukan pada
spesifikasi awal yaitu sebesar 120 mV sedangkan nilai duty cycle D, seperti halnya dalam penghitungan nilai induktor, dicari menggunakan persamaan (6) dan ditentukan pada nilai tegangan input maksimal yaitu 72 volt sehingga nilai kapasitor adalah sebagai berikut:
C = (8)(1,25X10 )(20000 )(120X10 )(1 − 0,167)(12) = 20,83 μF
Pengendali dan Pembangkit PWM
TL494 merupakan rangkaian terintegrasi yang berfungsi sebagai rangkaian pembangkit PWM. Didalamnya sudah terdapat komparator yang dapat digunakan untuk membandingkan nilai tegangan keluaran dengan set point yang diinginkan [5]. Pada perancangan dan
pembuatan buck converter ini, hasil komparasi nilai tegangan keluaran dengan set point berupa nilai kesalahan (error) dikuatkan dengan gain 100 kali membentuk pengendali proporsional. Pengendali proporsional dipilih karena sangat sederhana, sekalipun mempunyai steady state
error (kesalahan tunak).
Gambar 6. Rangkaian IC TL494 sebagai pembangkit PWM untuk buck converter yang
menggunakan IGBT tipe N [9]
Gambar 6 memperlihatkan rangkaian pengendali dan pembangkit PWM
menggunakan IC TL494 untuk buck converter yang menggunakan IGBT tipe N. Sedangkan untuk buck converter yang menggunakan P-Channel MOSFET, transistor QPS dihilangkan dan jalur PULSE langsung terhubung ke kaki 8 dan 11 dari IC tersebut.
Pada Gambar 6, tegangan VO yang masuk ke kaki 1 sebelumnya telah melewati rangkaian pembagi tegangan yang dapat diatur menggunakan resistor variabel sehingga untuk tegangan keluaran 12 volt akan dihasilkan tegangan sekitar 0,8 volt. Untuk pembandingnya diambil dari tegangan referensi internal sebesar 5 volt yang dilewatkan pada resistor pembagi tegangan Ra dan Rb sehingga didapatkan tegangan sekitar 0,8 volt.
Untuk pembatas arus, tegangan yang dihasilkan oleh sensor arus akan langsung dibandingkan dengan tegangan yang diatur oleh resistor variabel RI sehingga jika terjadi arus berlebih, duty cycle PWM akan bernilai 0.
Rangkaian Driver MOSFET / IGBT
Untuk rangkaian driver P-Channel
MOSFET yang akan ON jika tegangan VGD
bernilai -10 volt hingga -20 volt, digunakan rangkaian seperti tampak pada Gambar 7.
Gambar 7. Rangkaian driver P-channel MOSFET
Saat kondisi PULSE bernilai tinggi, T4 akan ON, T3 akan OFF sehingga T2 dan T1
akan ON dan membuat VGD = 0 volt sehingga
MOSFET akan OFF. Sedangkan saat kondisi PULSE bernilai rendah, T4 akan OFF, T3 akan ON sehingga T2 dan T1 akan OFF dan membuat VGD= -18 volt sehingga MOSFET
akan ON.
Jalur PULSE akan langsung terhubung pada kaki 8 dan 11 IC TL494 yang merupakan kolektor dari transistor internal sehingga saat terjadi ‘duty cycle positif’, transistor tersebut akan ON dan tegangan keluaran kolektor akan menjadi 0 volt. Sedangkan rangkaian driver untuk IGBT tipe N menggunakan IC bootstrap IR2110 seperti pada Gambar 8.
Rangkaian Snubber
Pengukuran awal dilakukan untuk melihat bentuk gelombang tegangan VCE saat
pengaturan frekuensi switching. Gambar 9 merupakan data pengukuran tegangan AC oleh osiloskop digital Tetronic dimana channel 1 merupakan tegangan VCE dengan penguatan
probe 10 kali, sedangkan channel 2 merupakan
tegangan yang dihasilkan oleh sensor arus ACS706ELC-20A dengan sensitifitas 100 mV/A.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada frekuensi 20 kHz untuk tegangan masukan Vs sebesar 44 volt dan arus beban sekitar 15 ampere, terjadi spike pada tegangan VCE yang mencapai sekitar 140 volt pada saat
IGBT transisi dari ON ke OFF. Agar IGBT yang hanya mempunyai rating tegangan maksimum 600 volt tidak rusak saat diberi beban penuh, maka ditambahkan rangkaian
Gambar 9. Bentuk gelombang tegangan VCE
Gambar 10. Bentuk gelombang tegangan VCE
(CH1) dan arus IE (CH2) pada IGBT saat
switching menggunakan snubber dengan nilai
Cs 330nF dan Rs 100Ω.
Uji coba awal dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan rangkaian snubber dimana nilai kapasitor dan resistor dipilih acak. Hasilnya tampak pada Gambar 10 yang menunjukkan bahwa rangkaian snubber yang akan digunakan dapat mengurangi spike yang terjadi.
Gambar 8. Rangkaian driver untuk IGBT tipe N [8]
LO 1 COMVCC 2 3 VS 5 VB 6 HO 7 NC 8 VDD 9 HIN 10 SD 11 LIN 12 VSS 13 NC 14 U1 IR2110-1 10uF C1 3.3uF C2 3.3uF C3 Dz 18V 1 2 3 4 Pout D1 1N4007 GND G_H E_H 1 2 3 Pin In_H +18V +15V
Untuk mendapatkan nilai kapasitor yang tepat, digunakan persamaan (9) dimana nilai tf
ditentukan berdasarkan Gambar 9 yaitu sekitar 10µS. Penghitungan untuk nilai Vf =300 volt
adalah sebagai berikut: C = =( )( ) = 1μF
Sehingga nilai resistansi maksimal untuk resistor
snubber adalah:
R =8,33. 103(10 ) = 2,78Ω
Daya yang harus dapat diserap oleh resistor dapat dihitung sebagai berikut:
P = 0,5(10 )(72 )(20000) = 51,84 W Rangkaian snubber direalisasikan dengan nilai kapasitor 1µF dan 4 buah resistor 10Ω/20W yang dipasang paralel sehingga menghasilkan nilai resistansi 2,5Ω dan daya yang dapat diserap mencapai 80 W.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian dilakukan dengan menggunakan 3 buah power supply switching yang disusun seri agar didapatkan tegangan masukan yang tinggi.
Power supply yang digunakan terdiri dari 2 buah power supply 700 watt dengan tegangan
keluaran 8,5 volt – 14,5 volt dan 1 buah power
supply 700 watt dengan tegangan keluaran 15
volt seperti yang tampak pada Gambar 11. Pada pengujian ini, tegangan keluaran
buck converter saat tanpa beban di-set pada 12,6
volt yang diukur menggunakan multimeter. Sebagai beban digunakan 4 buah lampu head mobil dengan tegangan kerja 12 volt dan masing-masing mempunyai 2 filamen yang dapat mendisipasi daya sebesar 90 watt dan 100 watt. Disamping itu juga digunakan larutan elektrolit dengan elektroda tembaga yang dapat
mendisipasi daya antara 300 watt hingga 500 watt yang dipengaruhi oleh temperatur larutan dan banyaknya katalis (KOH) yang terlarut. Kedua jenis beban ini dikombinasikan dalam pengujian yang dilakukan.
Gambar 11. Foto pengujian 2 buah buck
converter yang dibuat
Pengambilan data dilakukan secara
real-time menggunakan data acquisition system
National Instrument PCI-6024E/CB-68LP yang dapat terintegrasi dengan program Simulink dari MATLAB sehingga hasil pengujian ditampilkan dalam bentuk grafik seperti yang dapat dilihat pada Gambar 12 sampai Gambar 15.
Untuk melihat pengaruh perubahan tegangan masukan saat buck converter dibebani, dilakukan pengujian dengan memberi beban tetap berupa lampu dengan nominal 100 dan 90 watt yang disusun paralel sehingga menjadi 190 watt dan merubah tegangan masukan.
Gambar 12. Hasil pengujian terhadap buck
converter yang menggunakan P-Channel
MOSFET dengan beban tetap saat tegangan masukan diubah
Untuk buck converter dengan P-Channel MOSFET hasil percobaan tampak pada Gambar 12. Pada detik ke-10, tegangan masukan diubah dari 28 volt menjadi 44 volt dan tegangan keluaran berubah sekitar 0,3 volt. Sedangkan pada detik ke-30, tegangan diturunkan hingga dibawah 18 volt yaitu 14 volt, sehingga MOSFET bekerja pada daerah linier sebagai
emitter follower sehingga keluaran dari buck konverter sama dengan tegangan masukan
dikurangi drop pada filter. Sedangkan Gambar 13 memperlihatkan hasil percobaan pada buck
converter yang menggunakan IGBT tipe N.
Gambar 13. Hasil pengujian terhadap buck
converter yang menggunakan IGBT tipe N
dengan beban tetap saat tegangan masukan diubah-ubah
Untuk melihat kemampuan buck converter menghasilkan arus sesuai spesifikasi desain, diberikan beban berupa lampu dan larutan elektrolit. Hasil percobaan untuk buck converter yang menggunakan P-Channel MOSFET dapat dilihat pada Gambar 14 yang menunjukkan arus telah dapat mencapai di atas 60 ampere. Tegangan keluaran relatif tetap sekalipun tegangan masukan turun menjadi sekitar 42 volt.
Sedangkan untuk buck converter yang menggunakan IGBT tipe N, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 15 dimana nilai arus juga sudah dapat mencapai di atas 60 ampere dan tegangan keluaran yang relatif konstan. Namun
demikian, terdapat noise yang terjadi baik pada arus masukan maupun pada arus keluaran.
Gambar 14. Hasil pengujian buck converter dengan P-Channel MOSFET saat pemberian
beban hingga arus keluaran dapat mencapai spesifikasi desain
Gambar 15. Hasil pengujian buck converter dengan IGBT tipe N saat pembebanan hingga
arus keluaran mencapai spesifikasi desain
Dengan keterbatasan power supply yang ada, rentang tegangan masukan yang dapat teruji pada beban penuh hanya berkisar dari 28 V hingga 44 V. Saat beban diberikan, dimana arus keluaran mencapai 60 A pada tegangan 28 V, tegangan yang dihasilkan power supply turun seperti yang terlihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Perubahan tegangan masukan pada saat arus keluaran mencapai 60 ampere
Untuk menguji rentang tegangan masukan yang lebih lebar, digunakan fuel cell sebagai penyedia daya. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 17. Pada arus beban mencapai 40 A, tegangan keluaran fuel cell turun hingga 16 V dan menyebabkan tegangan keluaran buck
converter ikut turun hingga 11,2 V. Untuk arus
beban yang sama, pada tegangan masukan mencapai 20 volt, tegangan keluaran buck
converter 12 V. Pada tegangan masukan 18 V,
tegangan keluaran 11,6 volt. Namun pada tegangan masukan 25 volt, tegangan keluaran
buck converter masih 12,6 V.
Gambar 17. Perubahan tegangan keluaran buck
converter saat terjadi perubahan tegangan
masukan akibat pembebanan pada fuel cell sebagai penyedia daya
Efisiensi Daya
Daya dan efisiensi untuk buck converter yang menggunakan P-Channel MOSFET dapat dilihat pada Gambar 18. Pada saat pemberian beban hingga arus mencapai spesifikasi desain (detik ke-20 sampai detik ke-45), efisiensi buck
converter yang menggunakan P-Channel
MOSFET dapat mencapai sekitar 75%.
Sedangkan daya dan efisiensi untuk buck
converter yang menggunakan IGBT tipe N dapat
dilihat pada Gambar 19. Pada saat pemberian beban hingga arus mencapai spesifikasi desain
(detik ke-30 sampai detik ke-50), efisiensinya mencapai sekitar 65%.
Gambar 18. Daya dan efisiensi buck converter yang menggunakan P-Channel MOSFET
Gambar 19. Daya dan efisiensi buck converter yang menggunakan IGBT tipe N
Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada
setting tegangan keluaran 12,6 volt dan frekuensi switching sekitar 20 kHz, kedua buck converter
menghasilkan tegangan keluaran yang masih ikut berubah sekitar 0,3 volt saat terjadi perubahan tegangan masukan dan pembebanan.
Hal ini kemungkinan akibat tipe pengendali proporsional yang digunakan sehingga menyisakan steady state error.
Pada arus beban 40 ampere, range tegangan masukan buck converter adalah 25-63 volt agar keluarannya tetap pada tegangan 12,6 volt. Sedangkan untuk arus beban 60 ampere,
range tegangan masukan yang teruji berada pada
kisaran 28-44 volt.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
· Perancangan dan pembuatan dua buah buck
converter dengan menggunakan P-Channel
MOSFET dan IGBT tipe N sebagai swicth telah dapat dilakukan.
· Pada tegangan masukan 44 volt dengan tegangan keluaran 12,6 volt, kedua buck
converter dapat mensuplai arus beban
hingga 60 ampere.
· Efisiensi daya untuk buck converter yang menggunakan P-Channel MOSFET dapat mencapai 75%, sedangkan untuk buck
converter yang menggunakan IGBT tipe N
dapat mencapai 65%.
Saran
· Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengurangi noise yang terjadi serta untuk mengetahui adanya EMI yang ditimbulkan, maupun perancangan filter untuk mengatasinya.
· Perlu penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan efisiensi daya pada kedua
buck converter tersebut. Hal ini dapat
dilakukan mulai dari pemilihan komponen, perancangan driver yang lebih baik, juga rangkaian snubber yang lebih efisien.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Hart, Daniel W., 1997. Introduction to
Power Electronics International Edition.
Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall Inc. [2] Dahono, Pekik Argo., Topologi Konverter
DC-DC, [online].http://konversi. wordpress.com/ 2009/01/07/topologi-konverter-dc-dc [23 Desember 2011]. [3] Mohan, Ned., Undeland, Tore M. &
Robbins, William P., 2003. Power Electronics: Converters, Applications, and Design Third Edition. John Wiley &Sons.
[4] Nave, Carl R., Approximate Inductance of
a Toroid, Hyper Physic, Department of
Physics and Astronomy - Georgia State University, [online]. http://hyperphysics. phy-astr.gsu.edu/hbase/magnetic/
indtor.html#c1 [3 November 2011]. [5] Kazimierczuk, Marian K., 2008.
Pulse-width Modulated DC–DC Power Converters. West Sussex: John Wiley &
Sons, Ltd.
[6] PowerStream Technology, Inc., Wire
Gauge and Current Limits, [online].
www.powerstream.com/Wire_Size.htm [10 Juni 2011].
[7] Boylestad, R. & Nashelsky, L., 1999.
Electronic Devices And Circuit Theory 7th Edition. New Jersey: Prentice-Hall
[8] International Rectifier., IR2110/IR2113(s)
High and Low Side Driver Datasheet,
2003.
[9] Griffith, Patrick., Designing Switching
Voltage Regulators with the TL494,
Application Report, Texas Instruments Incorporated, Dallas, 2005