• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

II-1

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanah

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) material- material padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut. Sedangkan dalam ilmu mekanika tanah yang disebut dengan tanah ialah semua endapan alam yang berhubungan dengan teknik sipil, kecuali batuan tetap. Endapan alam tersebut

mencakup semua bahan, dari tanah lempung (clay) sampai berangkal (boulder).

Istilah- istilah seperti kerikil, pasir, lanau, dan lempung digunakan dalam Teknik Sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat terdiri dari dua atau lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan organik. Material campurannya kemudian dipakai sebagai nama tambahan di belakang material unsur utamanya. Sebagai contoh, lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan material

(2)

Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Tanah kering adalah tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol.

2.1.1 Komposisi Tanah

Tanah menurut Braja M. Das didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral- mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Maka diperlukan tanah dengan kondisi kuat

menahan beban di atasnya dan menyebarkannya merata.

Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah angka pori (void ratio), porositas (porosity), dan derajat kejenuhan (degree

(3)

1. Angka Pori

Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara

volume pori dan volume butiran padat.

2. Porositas

Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume

pori dan volume tanah total.

3. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai

perbandingan antara volume air dengan volume pori.

4. Kadar Air

Kadar air atau water content (w) didefinisikan sebagai perbandingan antara

berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki.

5. Berat Volume

Berat volume (γ) didefinisikan sebagai berat tanah per satuan volume.

6. Berat spesifik

Berat spedifik atau Specific gravity (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan

(4)

2.1.2 Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah sangat diperlukan untuk memberikan gambaran sepintas mengenai sifat-sifat tanah didalam perencanaan dan pelaksanaan suatu konstruksi. Sistem klasifikasi tanah memiliki beberapa versi, hal ini disebabkan karena tanah memiliki sifat-sifat yang bervariasi. Adapun beberapa metode klasifikasi tanah

yang ada antara lain :

1. Klasifikasi tanah berdasarkan tekstur. 2. Klasifikasi tanah sistem AASHTO. 3. Klasifikasi tanah sistem UNIFIED.

A. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur

Pengaruh daripun ukuran tiap-tiap butir tanah yang ada di dalam tanah tersebut merupakan pembentuk tekstur tanah. Tanah tersebut dibagi dalam beberapa kelompok berdasarkan ukuran butir: pasir (sand), lanau (silt), lempung (clay). Departemen pertanian AS telah mengembangkan suatu sistem klasifikasi ukuran butir melalui prosentase pasir, lanau dan lempung.

Cara ini tidak memperhitungkan sifat plastisitas tanah yang disebabkan adanya kandungan (baik dalam segi jumlah dan jenis) mineral lempung yang terdapat pada tanah. Untuk dapat menafsirkan ciri-ciri suatu tanah perlu memperhatikan

(5)

jumlah dan jenis mineral lepung yang dikandungnya.

B. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO

Sistem klasifikasi tanah sistem AASHTO pada mulanya dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Guna mengklasifikasikan tanah untuk pemakaian lapisan dasar jalan raya. Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam delapam kelompok, A-1 sampai A-7. Setelah diadakan beberapa kali perbaikan, sistem ini dipakai oleh The American Association of State Highway Official (AASHTO) dalam tahun 1945. Bagan

pengklasifikasiam sistem ini dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2 dibawah ini.

Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri kekanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya. K husus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus di identifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya. Indeks

(6)

Tabel 2.1Klasifikasi tanah sistem AASHTO

Klasifikasi Umum

Tanah Berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200)

Klasifikasi ayakan

A-1 A-3 A-2

A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7

Analisis Ayakan (% Lolos) No.10 Maks 50 No.40 Maks 30 Maks 50 Min 50 No.200 Maks 15 Maks 25 Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Maks 6 NP Batas Cair (LL) Maks 40 Min 41 Maks 40 Min 41 Indeks Plastisitas (PI) Maks 10 Maks 10 Min 11 Min 11 Tipe material yang paling dominan Batu pecah krikil pasir Pasir halus

Krikil dan pasir yang berlanau

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar

Baik sekali sampai baik

(7)

Tabel 2.2Klasifikasi tanah sistem AASHTO Ta na h La na u- Le m p u n g

Klasifikasi Umum

(lebih dari 35% au kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan

N o. 2 0 0)

A-7

Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7-5

A-7-6

Analisis Ayakan (% Lolos)

No. 10 No. 40

No.200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36

Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40

Batas Cair (LL) Maks 40 Maks 41 Maks 40 Min 41

Indeks Plastisitas (PI) Maks 10 Maks 10 Min 11 Min 11 Tipe material yang paling

dominan Tanah Berlanau Tanah Berlempung

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Biasa sampai jelek

(8)

C. Klasifikasi tanah sistem UNIFIED

Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Cassagrande dalam tahun 1942 untuk digunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan ternagn yang dilaksanakan oleh The Army Corps Engineers. Sistem ini telah dipakai dengan sedikit modifikasi oleh U.S. Bureau of Reclamation dan U.S. Corps of Engineers dalam tahun 1952. Dan pada tahun 1969 Ammerican Society for

Testing and Material telah menjadikan sistem ini sebagai prosedur standart

guna mengklasifikasikan tanah untuk tujuan rekayasa. Sistem UNIFIED

membagi tanah ke dalam dua kelompok:

1. Tanah berbutir kasar adalah tanah yang lebih dan 50% bahannya tertahan oleh ayakan No. 200. Tanah butir kasar terbagi atas krikil dengan simbol G (gravel), dan pasir dengan simnol S (sand).

2. Tanah butir halus adalah tanah yang lebih dan 50% bahannya lewat pada saringan No.200. tanah butir halus terbagi atas lanau dengan simbol M (silt), dan lempung dengan simbol C (clay), serta lanau dan lempung organik dengan simbol O, tergantung pada tanah itu terletak pada grafik plastisitas. Tanda L untuk plastisitas rendah dan tanda H untuk plastisitas tinggi.

(9)

Adapun simbol-simbol lain yang digunakan dalam klasifikasi tanah ini adalah :

W = well graded (tanah dengan gradasi baik)

P =poorly graded (tanah dengan gradsi buruk)

L =low plasticity (plastisitas rendah) (LL<50)

H =high plasticity (plastisitas tinggi)(LL>50)

Untuk lebih jelasnya klasifikasi sistem UNIFIED dapat dilihat pada bagan Tabel

(10)

Tabel 2.3Klasifikasi tanah sistem UNIFIED (Hary Christady, 2002)

(11)

2.2.Penyelidikan Tanah

Penyelidikan tanah sangat perlu untuk menganalisa keamanan atau kasus keruntuhan pekerjaan – pekerjaan yang ada, untuk memilih bahan – bahan dan menentukan metode konstruksi untuk direncanakan yang kemudian dilaksanakan Penyelidikan tanah dilakukan untuk mengetahui parameter – parameter tanah yang dalam hal ini antara lain adalah komposisi tanah (soilproperties), sifat–sifat teknis tanah (soil engineering) serta kandunganmineralogi dalam tanah. Pengetahuan akan parameter – parameter tanah tersebut sangat diperlukan untuk

perencanaan awal struktur bangunan – bangunan sipil.

2.2.1 Pengujian Sondir

Pekerjaan sondir dilakukan untuk mendapatkan data tingkat kekuatan tanah/ kekerasan tanah lapisan tanah, pekerjaan ini dilakukan dengan alat sondir atau Cone Penetrometer Tes (CPT). Hasil cone penetration test disajikan dalam

bentukdiagram sondir yang mencatat nilai tahan konus dan friksi selubung, tes ini dapat menentukan lapisan lapisan tanah berdasarkan pada korelasi tahanan ujung konus dan daya lekat tanah setiap kedalam sondir, kemudian dapat digunakan untuk mengetahui elevasi tanah lapisan keras dan menghitung daya dukung pondasi yang diletakkan pada tanah tersebut.

(12)

Interpretasi hasil sondir didapat dengan mengkorelasikan nilai nilai tahanan konus (qc) dan friction dengan konsistensi tanah lempung dan kepadatan suatu lapiasn pasir seperti yang disajikan pada tabel 2.4

Tabel 2.4Hubungan Antara Ko nsistensi Tanah dengan Tekanan Ko nus dan Undrained Cohesion (Terzaghi et al, 1996)

Konsistensi tanah Tekanan Ko nus qc Undrained Cohesion ( kg/cm2 ) ( T/m2 ) Ve r y S o ft < 2, 5 0 < 1, 2 5 S oft 2, 5 0 – 5, 0 1,25 – 2,50 Medium Stiff 5,0– 10,0 2, 5 0 – 5, 0 Stiff 1 0,0 – 2 0, 0 5, 0 – 10, 0 Ve r y S tif f 2 0,0 – 4 0, 0 10,0 – 20,0 Ha r d > 4 0, 0 > 2 0, 0 2.2.2 Pengeboran

Pengeboran dapat dilakukan dengan mesin atau manual, pemboran dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan sampel tanah undistrubed (tidak terganggu). Sedangkan maksud dilakukan pekerjaan pemboran adalah guna mengidentifikasi kondisi lapisan tanah sampai pada kedalaman yang ditetapkan, sehingga dapat

(13)

digunakan dalam perencanan pondasi pada suatu bangunan. Sampel tanah yang didapat pada pemboran ini digunakan untuk mencari parameter-parameter tanah melalui serangkaian tes laboratorium. Selain itu juga dilakukan tes SPT atau Standart Penetration Test yang diperlukan untuk menentukan konsistensi atau

density tanah dilapangan, berikut disajikan korelasi nilai N-SPT dan properties

tanah.

Tabel 2.5Hubungan antara N-SPT dan Properties tanah (Terzaghi et al, 1996)

Sand Clay

N-SPT Relative Density N-SPT Konsistensi

0-4 Very Loose < 2 Very Soft

4-10 Loose 2-4 Soft

10-30 Medium 4-8 Medium

30-50 Dense 8-15 Stiff

>50 Very Dense 15-30 Very Stiff

>30 Hard

2.3.Pengujian Laboratorium

Pengujian laboratorium dari sampel tanah yang dilakukan untuk menghasilkan penggolongan tanah, indeks properti, satuan berat, dan kekuatan. Tabel 2.6 menunjukan pengujian laboratorium yang biasa digunakan untuk menghasilkan parameter indeks dan properti lain yang digunakan untuk merancang bangunan tanah. Tabel 2.6 sesuai dengan ASTM dan AASHTO pengujian standar. Apalagi tabel 2.6 juga memberikan metode lain dalam pengujian, seperti untuk

(14)

mengevaluasi galian yang dipadatkan, mencairkan kepekaan, potensi keruntuhan,

dan potensi mengembang yang mungkin ada untuk beberapa kasus proyek.

(15)

2.3.1 Index Properties Tanah

A. Satuan Unit Berat Tanah

Satuan unit berat tanah merupakan parameter yang penting menganalisa karena kekuatan ketidakstabilan secara langsung dipengaruhi unit berat. Unit berat pada tanah berbiji-biji dan beberapa tanah berbutir halus dapat diperkirakan dari uraian tanah dalam hubungan dengan uraian dari kepadatan relatif (Dr) (Gambar 2.1) atau korelasi lain (Kulhawy dan Maine, 1990). Dalam Gambar 2.1, γd/γw adalah perbandingan unit berat kering tanah dengan unit berat air. Untuk tanah jenuh, kandungan air di tempat (wn) harus disatukan untuk perhitungan unit berat jenuh (γsat) [γsat = γd ( 1 + wn )]. Unit berat tanah tanpa kohesi dapat d iperkirakan dari korelasi dengan nilai N-SPT.

Gambar 2.1Korelasi dari sudut geser efektif sebagai fungsi klasifikasi tanah,kepadatan relatif dan unit berat. (U.S. Navy, 1982, Kullhawy and Mayne,

(16)

B. Batas Konsistensi Tanah

Atterberg adalah seorang ilmuwan dari Swedia yang berhasilmengembangkan

suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi, sehingga batas konsistensi tanah disebut Atterberg Limits. Kegunaan batas atterberg dalam perencanaan adalahmemberikan gambaran secara garis besar akan sifat-sifat tanah yang bersangkutan. Bilamana kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek. Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah, sedangkan compressiblitynya tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatanya. Batas-batas konsistensi tanah dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.2Batas Ko nsistensi Tanah (Terzaghi et al, 1996)

1. Batas cair (LL) adalah kadar air tanah antara keadaan cair dan keadaan plastis.

(17)

2. Batas plastis ( PL) adalah kadar air pada batas bawah daerah plastis.

3. Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis, dimana tanah tersebut dalam keadaan plastis, atau :

PI = LL-PL

Indeks Plastisitas (IP) menunjukkan tingkat keplastisan tanah. Apabila nilai Indeks Plastisitas tinggi, maka tanah banyak mengandung butiran lempung. Klasifikasi jenis tanah menurut Atterberg berdasarkan nilai Indeks Plastisitas

dapat dilihat pada tabel 2.7 dibawah ini.

Tabel 2.7Hubungan nilai Indeks Plastisitas dengan jenis tanah menurut Atterberg (Terzaghi et al, 1996)

IP Jenis Tanah Pl astisitas Kohesi

0 Pa si r N on Pla stis N o n K o he si f < 7 Lanau R e nda h A ga k K o he sif 7- 17 Le m pu n g be rla na u Se da n g K o he si f

> 1 7 Le m pu n g m ur ni Ti ng gi K o he si f

C. Analisa Saringan dan Hidrometer

Analisa saringan dan hidrometer diperlukan untuk klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butirnya. Pemeriksaan analisis saringan dan hidrometer ini untuk menentukan penyebaran butiran / gradasi dari suatu sampel tanah dengan menggunakan saringan dan hidrometer sehingga dapat diketahui

(18)

jenis tanah berdasarkan diameter butirnya. Analisa saringan dilakukan dengan cara mengayak dan menggetarkan contoh tanah melalui satu set alat ayakan. Dimana lubang lubang ayakan tersebut makin kecil secara berurutan, kemudian hasil dari analisa saringan tersebut diplotkan pada kurva distribusi ukuranbutiran. Diameter butiran digambarkan dalam skala logaritmik, dan persentase dari butiran yang lolos ayakan digambarkan dalam skala hitung biasa.

Sedang pada analisis hidrometer pemeriksaan ini untuk memperpanjang atau melanjutkan batas kurva distribusi ukuran butiran / gradasi dan untuk memperkirakan ukuran yang lebih kecil dari saringan No.200, pemeriksaaan dengan analisa hidrometer didasarkan pada prinsip sedimentasi butir butir tanah dalam air, tiap partikel partikel tanah akan mengendap dengan

kecepatan yang berbeda-beda.

D. Modulus Elastisitas Tanah

Nilai modulus Young menunjukkan besarnya nilai elastisitas tanah yang merupakan perbandingan antara tegangan yang terjadi terhadap regangan. Nilai ini bisa didapatkan dari Triaxial Test. N ilai Modulus elastisitas (Es) secara empiris dapat ditentukan dari jenis tanah dan data sondir seperti terlihat pada

(19)

Tabel 2.8Nilai perkiraan Modulus Elastisitas Tanah (Bowles,1977) Jenis Tanah Es ( kg/cm2 ) Lempung Sangat lunak 3- 30 Lunak 20– 40 Sedang 45– 90 Keras 70-200 Berpasir 300– 425 Pasir Berlanau 50-200 Tidak padat 100– 250 Padat 500-1000

Pasir dan Kerikil

Padat 800-2000

Tidak padat 500-1400

Lanau 20-200

Loses 150– 600

(20)

E. Poisson’s Ratio

Nilai poisson’s ratio ditentukan sebagai rasio kompresi poros terhadap regangan pemuaian lateral. N ilai poisson’s ratio dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah.

2.3.2 Engineering Prope rties Tanah

1. Kuat Geser Tanah Tanpa Kohesi

Kuat geser tanah tanpa kohesi dapat diwakili dengan terdrainase, sudut efektif dari pergeseran internal (Φ’). N ilai dari sudut pergeseran biasanya diperkirakan dari korelasi hasil pengujian tanah (SPT dan CPT). Nilai dari sudut pergeseran sebagai

fungsi dari parameter ditentukan dari SPT dan CPT pada tabel 2.10

Tabel 2.9Korelasi hasil sudut geser antara SPT dan CPT pada tanah tanpa kohesi(Kullhawy and Maine, 1990)

(21)

2. Kuat Geser Tanah Berbutir Halus

Pada tanah berbutir halus, kuat yang dikerahkan adalah fungsi dari ukuran pembebanan dalam hubungannya dengan kemampuan tanah untuk mengalirkan kelebihan tekanan pori-pori air dan sifat dasar tanah. Tanah berbutir halus dapat memperlihatkan kuat geser dalam kondisi terdrainase dan tak terdrainase. K uat tanah terdrainase terjadi ketika tidak ada kelebihan tekanan pori-pori air yang dihasilkan selama pembebanan (pori-pori air dibuang selama pembebanan) dan perubahan volume diijinkan untuk terjadi. K uat geser tak terdrainase pada saat jenuh, tanah berbutir halus terjadi ketika terdapat kelebihan tekanan pori-pori air selama pembebanan (tidak terjadi pengeringan pori-pori air selama tanah dibebani) dan tanah tidak mengalami perubahan volume. Untuk konsolidasi normal, tanah berbutir halus jenuh, terjadi peningkatan tekanan pori selama pembebanan, pengurangan tekanan efektif dalam tanah dan hingga pengurangan kuat tanah tak terdrainase, sedangkan pengurangan tekanan pori-pori air selama pembebanan peningkatan tekanan efektif dalam tanah dan bersesuaian dengan

(22)

Tabel 2.10Korelasi antara hasil SPT dan CPT dan kekuatan kondisi tak terdrainase tanah berbutir halus (Sumber: Kulhawy dan Maine, 1990)

(23)

Tabel 2.12Korelasi dengan parameter indeks dan sejarah preconsolidation untuklempung. (Sumber: Kulhawy dan Maine, 1990)

2.4.Konsolidasi

Konsolidasi merupakan proses berkurangnya kadar air pada lapisan tanah lempung yang jenuh tanpa pergantian air oleh udara (Terzaghi, 1946), (E. Wahls dan Smith, 1969). Ko nsolidasi juga merupakan proses kecepatan berkurangnya volume akibat keluarnya air pada rongga yang merupakan fungsi waktu (Crawford, 1964, (Tuma dan Hadi, 1973), (Cernica, 1982). Holzs dan Ko vacs (1981), menyatakan jika tanah lempung mengalami pembebanan dengan permeabilitas yang rendah dimana tekanannya di kontrol dengan kecepatan sejauh mana air dapat tersembul keluar melalui ruang pori. Dengan demikian mekanisme

(24)

konsolidasi merupakan respon dari tegangan-regangan-waktu (visco elastic).

Proses berkurangnya volume yang terjadi selama proses konsolidasi disebabkan oleh salah satu atau rangkaian keseluruhan dari faktor berikut (Tuma dan Hadi,

1973), (Holtz dan Ko vacs, 1981), (Cernica, 1982) :

a. Penyusunan kembali butiran-butiran lempug b. Deformasi dari butiran lempung

c. Deformasi air pori dan udara d. Keluarnya air pori dan udara.

2.4.1. Pemampatan Awal, Konsolidasi Prime r, dan Konsolidasi Sekunder

Prosedur untuk melakukan uji konsolidasi satu dimensi pertama-tama diperkenalkan oleh Terzaghi, dan menghasilkan grafik yang menunjukkan hubungan antara pemampatan dan waktu. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa

ada tiga tahapan yang berbeda yang dapat dijalankan sebagai berikut:

Tahap I : Pemampatan Awal (initial Compression), yang pada umumnya

adalah disebabkan oleh pembebanan awal (preloading).

(25)

selama tekanan air pori secara lambat laun dipindahkan ke dalam tegangan

efektif, sebagai akibat dari keluarnya air dari pori-pori tanah.

Tahap III : Ko nsolidasi sekunder (secondary Consolidation), yang terjadi setelah tekanan air pori hilang seluruhnya. Pemantapan yang terjadi disini adalah disebabkan oleh penyesuaian yang bersifat plastis dari butir-butir tanah.

• Penurunan konsolidasi prime r

Penurunan konsolidasi primer terjadi ketika gradien tekanan pori berlebihan akibat perubahan tegangan didalam stratum yang ditinjau. Pada akhir konsolidasi primer kelebihan tekanan pori mendekati nol dan perubahan tegangan telah beralih dari keadaan total ke keadaan efektif. Penurunan tambahan ini disebut penurunan sekunder yang terus berlanjut untuk suatu waktu tertentu, hal ini dapat

(26)

Sumber : Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah ( Mekanika Tanah ) Edisi kedua,

Joseph E. Bowles

Gambar 2.3Grafik penyajian penurunan konsolidasi primer dansekunder Penurunan konsolidasi primer dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :

Tanah normal konsolidasi

Apabila lengkungan bertambah secara tajam (patah) mendekati tekanan tanah efektif akibat beban yang berada diatasnya (Po), maka dapat dianggap bahwa tanah tersebut terkonsolidasi normal. Artinya struktur tanah terbentuk akibat akumulasi tekanan pada saat deposit yang ada bertambah dalam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ada gambar 2.4. Tanah terkonsolidasi normal adalah tanah yang tidak pernah menderita beban tegangan efektif yang lebih besar dari

(27)

Sumber : Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah ( Mekanika Tanah ) Jilid 2, Joseph E. Bowles

Gambar 2.4MetodeCassagrandeuntuk menentukan jeniskonsolidasi

Adapun syarat yang harus diperhatikan dalam perhitungan penurunan (settlement)

pada kondisi tanah normal konsolidasi, adalah sebagai berikut :

Pc ≤ Po Scp = Cc . H ( log Po +∆P ) 1 + eo Po Tv = C v . t prime r H 2 Tv = ¼ .π .U2

(28)

Dimana:

Scp = penurunan / Settlement ( cm ) Cc = indeks kompresi

tanah

eo = angka pori

Tv =ttotal = waktu perencanaan

Tprimer = waktu terjadinya penurunan konsolidasi H = tebal lapisan tanah

Cv = koefisien konsolidasi ( cm2/detik ) U = derajat konsolidasi

∆P = tambahan tegangan Po = Effective overburden layer Pc = Preconsolidation pressure

Tanah over konsolidasi

Sedangkan apabila patahan yang terjadi pada tekanan yang lebih besar dari Po, maka dapat dianggap tanah tersebut mengalami over konsolidasi. Tanah over konsolidasi adalah tanah yang pernah menderita beban tekanan efektif yang lebih besar daripada tegangan yang sekarang. Adapun syarat yang harus diperhatikan dalam perhitungan penurunan (settlement) pada kondisi tanah over konsolidasi,

adalah sebagai berikut :

Pc > Po

(29)

Dimana:

∆P = tambahan tegangan

Po = effective overburden layer

Cr = compression index pada kondisi over konsolidasi

H = tinggi lapisan yang mengalami konsolidasi

Pc = preconsolidation pressure

• Penurunan konsolidasi sekunder

Penurunan sekunder terjadi setelah penurunan konsolidasi terjadi. Penurunan sekunder didefinisikan sebagai tekanan yang terjadi pada saat terdapatnya tekanan pori yang berlebih pada lapisan yang ditinjau (atau pada contoh di laboratorium). Pada tanah yang jenuh tidak akan mungkin terdapat pengurangan angka pori tanpa terbentuknya sejumlah tekanan pori yang berlebih. Tingkat penurunan sekunder biasanya sedemikian sangat rendah sehingga tekanan pori yang berlebih tidak dapat diukur. Tekanan sekunder merupakan penyesuaian kerangka tanah yang berlangsung untuk beberapa saat lamanya sesudah tekanan pori yang berlebih

(30)

menghilang. Karena itu, penurunan sekunder tergantung pada waktu dan dapat

berlangsung untuk waktu yang lama bahkan sampai ratusan tahun.

Penurunan akibat konsolidasi sekunder dapat dihitung dengan persamaan sebagai

berikut :

Scs = Cα . H ( log t total + t primer )

1 + eo t primer

Dimana:

Scs = penurunan / Settlement ( cm ) eo = angka pori

H = tebal lapisan tanah

Cα = indeks pemampatan sekunder Jadi penurunan total (St) yang terjadi adalah :

St = Si + Scp + Scs

Dimana:

St = penurunan total

Si = penurunan seketika

Scp = penurunan konsolidasi primer

(31)

Koefisien Konsolidasi Vertikal (Cv)

Koefisien konsolidasi vertikal (Cv) menentukan kecepatan pengaliran air pada

arah vertikal dalam tanah. Karena pada umumnya konsolidasi berlangsung satu

arah saja, yaitu arah vertikal, maka koefisien konsolidasi sangat berpengaruh

terhadap kecepatan konsolidasi yang akan terjadi.

Harga Cv dapat dicari mempergunakan persamaan berikut ini : 2

Cv = .

dimana :

Cv = koefisien konsolidasi ( cm2/dtk )

Tv = faktor waktu tergantung dari derajat konsolidasi

T = waktu yang dibutuhkan untuk mencapai derajat konsolidasi U% (dtk)

H = tebal tanah (cm)

Derajat Konsolidasi

Derajat konsolidasi tanah (U) adalah perbandingan penurunan tanah pada waktu

(32)

Untuk U ≤ 60% maka : = 4( % 100) Untuk U > 60% maka : Tv = 1,781 – 0,933 log ( 100 – U% ) • Waktu Konsolidasi

Pada tanah yang tidak dikonsolidasi dengan penggunaan PVD, pengaliran

yang terjadi hanyalah pada arah vertikal saja. Perhitungan lamanya waktu

konsolidasi dilapangan dapat mempergunakan rumus sebagai berikut :

= .

dimana :

Tv = Faktor waktu, tergantung dari derajat konsolidasi (U)

H = panjang maksimum lintasan drainase (cm)

Cv = koefisien konsolidasi ( cm2/dtk )

(33)

2.5.Metode Perbaikan Tanah

Dalam konstruksi sipil biasanya ditentukan syarat tertentu terhadap tanah yang digunakan. Sering kali dijumpai keadaan tanh di lapangan tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan. Keadaan ini mengharuskan dilakukan perbaikan tanah

sampai memenuhi syarat.

2.5.1. Stabilisasi Tanah (Soil Stabilization)

Stabilisasi tanah adalah suatu cara yang ditempuh untuk memperbaiki mutu tanah yang tidak baik atau dapat juga untuk meningkatkan mutu tanah yang sebenarnya sudah tergolong baik. Tujuan dari stabilisasi tanah adalah untuk meningkatkan kemampuan daya dukung tanah dalam menahan beban serta untuk meningkatkan

kestabilan tanah.

2.5.2. Penggantian Material

Mengganti material yang jelek dengan material yang baik, misal : tanah dengan gradasi sama diganti dengan tanah bergradasi beragam, tanah bergradasi kecil diganti dengan tanah bergradasi besar dan lain sebagainya. Dari segi ekonomis

(34)

2.5.3. Pemadatan (Compaction)

Pemadatan merupakan usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel. Tujuan pemadatan adalah untuk memperbaiki sifat-sifat teknis massa tanah. Beberapa

keuntungan yang didapat dari pemadatan adalah :

1. Berkurangnya penurunan permukaan tanah (subsidence), yaitu gerakan vertikal di dalam massa tanah itu sendiri akibat berkurangnya angka pori.

2. Bertambahnya kekuatan tanah.

3.Berkurangnya penyusutan, berkurangnya volume akibat berkurangnya kadar air dari nilai patokan pada saat pengeringan. Kerugian utamanya adalah pemuaian (bertambahnya kadar air dari nilai patokannya) dan kemungkinan pembekuan tanah akan membesar. O leh karena itu, diperlukan pengendalian pemadatan agar diperoleh sifat-sifat teknis yang diinginkan dari suatu massa tanah. Uji Proctor (dikembangkan oleh R.R Proctor) dilakukan sebagai kontrol terhadap pemadatan tanah. (Joseph E.

(35)

2.5.4. Pra Pembebanan (Pre Loading)

Perbaikan tanah dengan cara memberikan pembebanan sementara sebelum beban yang sebenarnya diberikan. Pra pembebanan dimaksudkan untuk mengurangi

terjadinya penurunan (settlement) dan menambah kekuatan geser tanah.

2.5.5. Pengaliran (Drainase)

Dilakukan dengan memanfaatkan pengaliran horizantal radial yang menyebabkan disipasi air yang cepat dan gaya kapilaritas air sehingga mempercepat laju

konsolidasi di bawah pra pembebanan dan menambah kekuatan geser tanah.

2.5.6. Penyuntikan (Grouting)

Adalah dengan menyuntikan adonan semen atau sejenis bahan stabilisasi lainnya ke dalam tanah yang sebelumnya telah di bor dan kemudian dibersibersihkan terlebih dahulu.Grouting bertujuan untuk meningkatkan ketahanan tanah terhadap air, meningkatkan kekuatan tanah, dan mencegah penurunan (settlement) yang

berlebihan. Sehingga diperoleh tanah yang sesuai dengan persyaratan.

2.5.7. Penggunaan Geotextile

(36)

meningkatkan nilai kohesi dan sudut geser tanah. Fungsi geotextile disini adalah

sebagai :

a.Pemisah (separation)

b.Drainase, mempunyai kemampuan mengalirkan air yang tinggi.

c.Perkuatan (reinforcement)

♦Sebagai jangkar pengikat dinding muka dan menahan tekanan tanah aktif

(Pa).

♦Interaksi dengan tanah melalui gesekan antara tanah dengan geotextile.

d.Moisture barrier, yaitu mengekang kondisi alami dari kadar air (water content) yang ada.

2.6.Preloading

Pada tanah lunak, mudah mampat dan tebal, kadang-kadang dibutuhkan untuk mengadakan pembebanan sebelum pelaksanaan bangunannya sendiri. Cara ini disebut prapembebanan (preloading). Maksud dari pembebanan ini adalah untuk meniadakan atau mereduksi penurunan konsolidasi primer, yaitu dengan membebani tanah lebih dulu sebelum pelaksanaan bangunan. Keuntungan dari

(37)

Bila dalam pelaksanaan dibutuhkan pembebanan terbagi rata dengan tambahan intesitas dengan sebesar pf (Gamba 2.5) akibat pembebanan, penurunan

konsolidasi primer total diperkirakan akan sama dengan Sc(f) . Jika diinginkan

untuk menghilangkan penurunan konsolidasi primer, maka harus dikerjakan

intensitas beban terbagi rata total sebesar p = pf + ps .

Gambar 2.5Konsep mempercepat penurunan dengan cara prapembebanan

Derajat konsolidasi pada kedalaman tertentu (Uz) akan berubah sepanjang

kedalamannya dan akan minimum pada bagian tengah, yaitu pada kedalaman z = H. Jika derajat konsolidasi rata-rata (Ur) digunakan sebagai kriteria untuk pembongkaran beban terbagi ratanya, maka sesudah pembongkaran, lempung yang terletak pada bagian tengah akan tetap diam dan lempung yang terletak

didekat lapisan- lapisan lolos air akan cenderung untuk mengembang.

(38)

tanah lempung mula- mula. Kekuatan geser tanah lempung, dalam hal ini kohesi tanah, akan mempengaruhi tinggi timbunan yang akan pergunakan. Daya dukung tanah lempung dalam perencanaan beban preloading dihitung sebagai berikut:

qu = 2 . cu ,

qu = γ timb . Hcr

maka :

H = .

dimana :

cu = kohesi tanah dasar (t/m2)

γtimb = berat volume tanah timbunan (t/m3)

Hcr = tinggi timbunan kritis (m)

Besarnya beban preloading yang akan diberikan dapat ditentukan terlebih dahulu, kemudian dibandingkan dengan tinggi timbunan atau beban yang mampu diterima oleh tanah dasar yaitu H kritis (Hcr). Apabila ternyata tinggi timbunan sebagai

(39)

2.7.Prefabricated Vertical Drains (PVD)

Tanah lempung memiliki permeabilitas yang sangat kecil, oleh karena itu memerlukan waktu yang sangat lama untuk terkonsolidasi sempurna bahkan dengan preloading yang sangat besar sekalipun. Agar konsolidasi berjalan sesuai jadwal proyek yang ada maka salah satu cara yang lazim digunakan untuk

mengatasinya adalah dengan menggunakan vertical drains yang dikombinasikan dengan preloading, sehingga tegangan air pori berlebih yang terdisipasi keluar dapat bergerak ke atas lebih cepat, dan waktu konsolidasi dapat berjalan lebih singkat dibandingkan dengan preloading tanpa vertical drain, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6Perbandingan waktu dan penurunan tanpa preloading, dengan preloading, dan dengan vertical drains.

(40)

Gambar 2.7Proses Preloading dengan Vertical Drains.

Vertical drains pada awalnya berupa kolom-kolom pasir vertikal yang mudah

mengalirkan air yang dikenal dengan nama sand drains. Dalam perkembangan lebih lanjut, ditemukan prefabricated vertical drains yang merupakan salah satu produk geosintetik yang dikenal juga dengan sebutan ”wick drain”.

Penggunaan prefabricated vertical drains akhir-akhir ini lebih sering digunakan karena miliki banyak keuntungan dibandingkan dengan menggunakan sand drains, diantaranya:

• Gangguan pada tanah yang diakibatkan pada saat pemasangan lebih kecil.

• Waktu yang dibutuhkan saat kontrol kualitas lebih cepat.

Kualitas dari prefabricated vertical drains cenderung seragam, karena dibuat di pabrik.

• Kontaminasi butiran halus tanah asli yang menyebabkan terhambatnya aliran air jauh lebih kecil.

(41)

• Tahan terhadap deformasi besar tanpa terlalu banyak kehilangan fungsi drainase.

• Pemasangan lebih cepat dan lebih ekonomis.

Gambar 2.8Preloading dengan Prefabricated Vertical Drains.

Gambar 2.8 menunjukkan sistem perbaikan tanah lunak menggunakan preloading dengan prefabricated vertical drains. Lapisan hamparan pasir diperlukan untuk mengalirkan air pori berlebih yang keluar melalui vertical drain dari dalam tanah

di antara preloading dengan tanah dasar.

2.7.1 Teori dan Perencanaan Vertical Drains

a. Waktu Konsolidasi pada Tanah dengan Vertical Drains

Tanpa vertical drains waktu konsolidasi tanah lempung lunak dihitung

(42)

= .

H yang merupakan panjang drainase merupakan fungsi kuadrat, sehingga apabila panjang drainase dapat diperpendek maka konsolidasi makin cepat. Adanya vertical drains waktu konsolidasi menjadi lebih pendek, karena vertical drains

memperpendek panjang drainase yang ditempuh air pori menuju lapisan porous, yaitu air pori terutama akan mengalir ke arah horizontal untuk menuju vertical drains selain ke arah vertikal. Oleh karena itu rumus waktu konsolidasi menjadi

seperti berikut:

= .

dimana :

tc = waktu konsolidasi yang dipengaruhi oleh drainase arah radial

Th = faktor waktu untuk drainase arah radial (horizontal)

D = diameter zona pengaruh satu drain

Ch = koefisien konsolidasi dengan drainase arah radial b. Derajat Konsolidasi pada Vertical Drains

Derajat konsolidasi digunakan sebagai salah satu kriteria dalam menilai keefektifan pekerjaan perbaikan tanah dengan menggunakan timbunan. Hal ini juga sering digunakan sebagai spesifikasi desain. Derajat konsolidasi biasanya

(43)

dihitung sebagai perbandingan penurunan yang terjadi saat ini dengan penurunan akhir. Apabila proses konsolidasi selesai maka dikatakan derajat konsolidasinya telah mencapai 100% atau Uv = 100%. Pada saat itu secara teoritis penurunan telah berhenti dan besarnya penurunan telah maksimum sebesar Sc. Jika suatu saat pada waktu (t) diketahui besarnya penurunan konsolidasi adalah St, maka derajat konsolidasinya adalah:

= 100%

Jadi, Uv = 50% memiliki artian pada saat itu penurunan baru mencapai St = Sc 50% , sedangkan waktu untuk mencapai St = Sc 50% disebut t50. Dengan

adanya Vertical Drains, maka tegangan air pori berlebih akan terdisipasi dalam dua arah, yaitu arah vertikal dan arah horizontal, sehingga Derajat Konsolidasi, U, dapat dikalkulasi melalui persamaan berikut:

U = 1 – (1 – Uh)(1 – Uv)

dimana :

Uv = derajat konsolidasi berdasarkan drainase arah vertikal (dalam desimal)

Uh = derajat konsolidasi berdasarkan drainase arah horizontal (dalam

(44)

Pada pendesainan penentuan besarnya derajat konsolidasi berdasarkan drainase

arah vertikal (Uv) dapat diperoleh dengan cara berikut:

Cara Terzaghi (Gouw, 2008)

Untuk 0% ≤ Uv ≤ 53% maka digunakan persamaan,

Tv = 0,25 π (Uv/100)2

sedangkan untuk 53% ≤ Uv ≤ 100% digunakan persamaan,

Tv = 1,781 – 0,933 {log(100-Uv)}

Nilai Uv yang didapat dalam persen (%)

2.7.2 Diameter Zona Pengaruh D rain

Pada umumnya sampai saat ini diketahui ada dua macam pola pemasangan vertical drains yang efektif digunakan yaitu pola persegi dan pola segitiga. Besar

diameter zona pengaruh drain berdasarkan pola pemasangan vertical drains

(45)

Gambar 2.9Zona pengaruh Drain berdasarkan pola pemasangan persegi dan segitiga

Gambar 2.9 menunjukkan zona pengaruh drain berdasarkan pola pemasangan persegi dan segitiga. Jarak antar drain disebut S, sedangkan R menunjukkan jari-jari dari zona pengaruh drain, sehingga untuk mengatur zona pengaruh drain dapat dilakukan dengan memperpendek maupun memperpanjang jarak antar drain. Zona pengaruh drain ke arah radial diasumsikan berbentuk silinder (penampang berbentuk lingkaran). Berikut adalah persamaan dari perhitungan diameter zona pengaruh drain berdasarkan pola pemasangan drain:

• Pola Persegi

(46)

Bila diasumsikan,

jarak antar drain : s

luas antar drain yang saling berdekatan : Apersegi = s2

luas lingkaran : Alingkaran =

jika dilakukan pendekatan Apersegi = Alingkaran, maka diameter zona

pengaruh drain yang didapat adalah:

Apersegi = Alingkaran S2 = D = D = 4 D = 1,13 S • Pola Segitiga

(47)

Bila diasumsikan,

jarak antar drain : S

lihat segitiga yang diarsir: a = . tan 30 = 0,289 S

maka, luas segitiga yang diarsir :

Asegitiga = . .

Asegitiga = . .

Asegitiga = . 0,289 .

Asegitiga = 0,1445 S2

Sedangkan luas segienam :

Asegienam = 12 x Asegitiga

Asegienam = 0,867 S2

Jika dilakukan pendekatan Asegienam = Alingkaran , maka diameter zona pengaruh

drain yang didapat adalah :

Asegienam = Alingkaran

(48)

D = , 4

D = 1,1

D = 1,05 S

Pola persegi lebih mudah dari segi presisi instalasi dan kontrol lapangannya. Namun demikian, pola segitiga pada umumnya lebih banyak digunakan karena

menghasilkan konsolidasi yang lebih seragam (Holtz et al., 1991).

Untuk penggunaan PVD di Indonesia sudah tidak asing lagi. Dapat kita lihat dari proyek-proyek sebelumnya yang menggunakan PVD sebagai metode perbaikan tanah. Secara garis besar PVD umum digunakan pada lempung tanah lunak karena relatif lebih murah dari segi biaya dibandingkan dengan metode lain. Metode ini terbukti lebih efektif dalam mempercepat proses konsolidasi akibat adanya pengaruh drainase arah radial. Dalam aplikasinya, metode ini digabungkan dengan menggunakan beban awal yang bekerja pada tanah (Preloading) agar mencapai penurunan yang diinginkan dan tanah akan mengalami peningkatan kuat geser.

(49)

2.8.Program Plaxis

PLAXIS (Finite Element Code For Soil and Rock Analysis) adalah program pemodelan dan postprocessing metode elemen hingga yang mampu melakukan analisa masalah- masalah geoteknik dalam perencanaan sipil. Program PLAXIS menyediakan berbagai analisa teknik tentang displacement, tegangan-tegangan yang terjadi pada tanah, dan lain- lain. Program ini dirancang untuk dapat melakukan pembuatan geometri yang akan dianalisa.Parameter tanah yang

digunakan dalam program PLAXIS diantaranya ,yaitu :

a) Berat Volume Tanah Kering / dry soil weight (γ dry) b) Berat Volume Tanah Basah / wet soil weight (γ wet)

c) Permeabilitas Arah Horizontal / horisontal permeability (kx)

d) Permeabilitas Arah Vertikal / vertical permeability (ky)

e) Modulus Young / Young’s Modulus (Eref), f) Poisson’s Ratio (v)

g) Kohesi / Cohesion (c)

h) Sudut Geser / Friction Angle (φ) i) Sudut Dilatasi / Dilatancy Angle (ψ)

Program komputer ini menggunakan elemen segitiga dengan pilihan 6 nodal atau 15 nodal. Pada analisis ini digunakan elemen segitiga dengan 15 nodal agar dapat

(50)

dilakukan interpolasi dan peralihan nodal dengan menggunakan turunan berderajat dua. Dengan menggunakan elemen ini akurasi hasil analisis sudah cukup teliti dan dapat diandalkan.

PLAXIS terdiri dari 4 program :

1. Input program 2. Calculation program 3. Output program 4. Curve program

2.9.Pemodelan Material Tanah pada Program Plaxis

Program Plaxis mendukung material berbagai model konstitutif untuk memodelkan prilaku dari material tanah maupun material kontinum lainnya.

2.9.1. Model Mohr Coulomb

Model yang sangat dikenal ini digunakan untuk pendekatan awal terhadap prilaku tanah secara umum. Model mohr coulomb merupakan model elastisyang terdiri dari lima buah parameter yaitu E dan v untuk memodelkan elastisitas tanah dan φ sebagai sudut dilatansi ψ dan c untuk memodelkan plastisitas tanah. Model ini merupakan suatu pendekatan ordo pertama dari prilaku tanah dan batuan. Model ini disarankan untuk digunakan dalam analisis awal dari masalah yang dihadapi.

(51)

Setiap lapisan dimodelkan dengan sebuah nilai kekakuan rata – rata yang konstan. Karena kekakuan yang konstan maka perhitungan cenderung cepat dan dapat diperoleh perkiraan awal dari bentuk deformasi model. Disamping kelima parameter dari model tersebut, kondisi tegangan awal dari tanah memegag peranan yang penting dan hampir selu ruh deformasi tanah. Tegangan horizontal awal tanah harus ditentukan terlebih dahulu dengan menggunakan nilai ko yang tepat. Model ini membutuhkan total lima buah parameter yang umum digunakan oleh para praktisi geoteknik dan dapat diperoleh dari uji –uji dilaboratorium yang

meliputi :

a) Modulus Young (E) b) Angka Poisson (v) c) Sudut geser (φ) d) Kohesi (c)

e) Sudut dilatansi (ψ)

2.9.2. Model Soft Soil

Model ini merupakan model cam – clay yang digunakan untuk memodelkan prilaku tanah lunak seperti lempung terkonsolidasi norma dan gambut. Model ini paling baik digunakan untuk situasi kompresi primer. Model soft soil adalah jens

(52)

model tanah yang ditujukan khusus untuk analisis kompresi primer dari tanah lempungan yang terkonsolidasi normal. Meskipun kemampuan dari model tanah ini berada dibawah model hardening soil, namun model soft soil tetap dipertahankan dalam versi Plaxis ini. Parameter model soft soil serupa dengan parameter dalam model soft soil creep. Namun demikian karena model soft soil

tidak melibatkan waktu maka indeks rangkak termodifikasi µ* tidak diikutsertakan. Rentang rasio λ*/ K* pada umumnya berkisar antara 3 dan 7.

2.9.3. Model Hardening Soil

Model ini merupakan model hiperbolik yang bersifat elastoplastis, yang diformulasikan dalam lingkup plastisitas dari pengerasan akibat friksi (friction hardening plasticity). Model ini telah mengikutsertakan kompresi hardening

untuk memodelkan pemampatan tanah yang tidak dapat kembali seperti semula (irreversible) saat menerima pembebanan yang bersifat kompresif. Model ini dapat digunakan untuk memodelkan prilaku tanah pasiran, kerikil serta jenis tanah yang lebih lunak seperti lanau dan lempung. Model hardening soil merupakan model tingkat lanjut untuk memodelkan prilaku tingkat lanjut untuk memodelkan prilaku dari tanah. Seperti pada model mohr coulomb, kondisi tegangan batas

dideskripsikan oleh sudut geser φ, kohesi c dan sudut dilatansi ψ. Namun demikian, kekakuan tanah dideskripsikan lebih akurat dengan menggunakan tiga

(53)

kekakuan yang berbeda yaitu kekakuan pembebanan triaksial E 50, kekakuan pengurangan beban (unloading) triaksial E ur dan kekakuan pembebanan satu arah E oed. Untuk nilai tipikal dari berbagai jenis tanah dapat digunakan E ur = 3. E 50 dan E oed = E 50. Berbeda dengan model mohr coulomb, model hardening soil mengikutsertakan modulus kekakuan yang tergantung pada tegangan. Hal ini

berarti bahwa kekakuan akan meningkat terhadap tegangan. Ketiga kekakuan merupakan nilai yang berhubungan dengan sebuah tegangan acuan yang umumnya diambil sebesar 100 Kpa. Beberapa parameter dasar dari model ini

adalah

1. Kekakuan bergantung pada tegangan secara eksponensial (m) 2. Peregangan plastis akibat beban deviator utama (E reff 50) 3. Peregangan plastis akibat beban kompresi primer (E reff oed) 4. Pengurangan/ pemberian beban elastis (E reff ur, v ur)

5. Keruntuhan sesuai model mohr coulomb ( C, φ,ψ)

Dalam kasus khusus pada tanah lunak, penggunaan m =1 adalah cukup realistis.

2.9.4. Model Soft Soil Creep

Model ini merupakan model yang diformulasikan dalam lingkup viskoplastisitas. Model ini dapat digunakan untuk memodelkan prilaku tanah lunak yang

(54)

tergantung pada waktu ( time – dependent ) Seperti lempung terkonsolidasi normal dan gambut. Model hardening soil diatas dapat digunakan untuk semua jenis tanah tetapi model tersebut tidak mengikutsertakan efek viskositas yaitu rangkak/creep dan relaksasi tegangan. Kenyataannya, semua jenis tanah mengalami rangkak dan kompresi primer yang diikuti oleh kompresi sekunder. Kompresi sekunder sangat dominan pada tanah – tanah lunak yaitu lempung yang terkonsolidasi normal, tanah lanau serta gambut sehingga model ini disebut model

soft soil creep. Seperti pada model mohr coulomb, kondisi awal tanah yang benar

juga merupakann hal yang penting saat menggunakan model soft soil creep. Untuk model hardening soil dan soft soil creep, penentuan kondisi awal tanah juga melibatkan data masukkan berupa tekanan prakonsolidasi karena model – model ini mengikutsertakan efek dari konsolidasi yang berlebih. Seluruh jenis tanah akan mengalami rangkak, dan kompresi primer yang selalu diikuti oleh kompresi sekunder tertentu. Dengan mengambil asumsi bahwa kompresi sekunder (misalnya selama rentang waktu 10 atau 30 tahun ) sebesar presentase dari kompresi primer, jelas bahwa rangkak akan menjadi penting pada permasalahan yang melibatkan kompresi primer yang besar. Hal ini merupakan situasi yang sangat berbahaya karena kompresi sekunder yang cukup besar tidak didahului oleh peringatan berupa kompresi primer yang besar. Karena hal ini maka

(55)

perhitungan dengan model rangkak ingin dilakukan. Parameter kekakuan dasar

meliputi tiga buah parameter yaitu :

1. K* = Indeks Muai Termodifikasi = (2/2.3) x Cr (1+e) 2. λ* = Indeks Kompresi Termodifikasi = Cc/ 2.3(1+e) 3. µ* = Indeks Rangkak Termodifikasi = Ca/ 2.3(1+e)

Rentang rasio λ*/ K* pada umumnya berkisar antara 5 dan 10 dan. Rentang rasio λ*/µ * pada umumnya berkisar antara 15 dan 25.

Gambar

Tabel 2.1Klasifikasi tanah sistem AASHTO   Klasifikasi
Tabel 2.2Klasifikasi tanah sistem AASHTO   Ta na h La na u- Le m p u n g
Tabel 2.3Klasifikasi tanah sistem UNIFIED (Hary Christady, 2002)
Tabel 2.4Hubungan Antara Ko nsistensi Tanah dengan Tekanan Ko nus dan  Undrained Cohesion (Terzaghi et al, 1996)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, tingginya konsumsi uni oleh masyarakat Jepang dan juga penangkapan bulu babi secara berlebihan yang telah berlangsung dari sekitar 100 tahun yang lalu membuat

Perhitungan dengan metode Admiralty saat ini dapat dilakukan dengan bantuan komputer dimana masalah tabel yang semula terbatas untuk data sampai dengan tahun 2000 telah dapat

Mutasi C → T pada posisi 2713 (Gambar 3a) akan merobah sisi pemotong enzim AciI (C↓CCG) sehingga jika tidak ada mutasi sekuen akan terpotong jika direstriksi dengan enzim

Guru PJOK bersama siswa telah mengawali program pembinaan yang matang dengan kegiatan yang cukup bearti untuk membina prestasi siswa yang diikuti dengan

Hasil penelitian seperti tampak pada Tabel 1, menunjukkan bahwa setelah pemberian teh kombucha sebagai air minum dengan konsentrasi yang semakin meningkat pada

12 Kesepakatan untuk meningkatkan harga setinggi-tingginya demi mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya akan merugikan konsumen dikarenakan diantara pelaku usaha

Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan karakter positif anak akan dapat terlihat, seperti yang digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial dan

rangkaian alat bantu tunanetra di dapati pada sensor ultrasonic HC-SR04 ketika membaca keadaan menagalami delay sekitar 5 detik, kemudian untuk membaca keadaan jarak