BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konfigurasi Sistem Komunikasi Satelit
Satelit merupakan bagian perangkat telekomunikasi space segment yang bergerak mengitari bumi dan berada pada orbit tertentu. Satelit dapat disebut
repeater karena berfungsi sebagai penguat sinyal komunikasi, sehingga sistem ini dikatakan sebagai sistem komunikasi satelit [1]. Pada umumnya sistem komunikasi satelit memiliki konfigurasi yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
High Power
Gambar 2.1 Konfigurasi Sistem Komunikasi Satelit [2]
Pada Gambar 2.1 terlihat bahwa sinyal yang dikirim dari Stasiun Bumi
Transmit akan diterima dan diperkuat kembali oleh satelit yang kemudian dikirimkan ke Stasiun Bumi Receive.
Segmen angkasa merupakan satelit yang terletak di orbit bumi sedangkan segmen bumi adalah seluruh perangkat-perangkat yang ada pada sebuah stasiun bumi.
2.1.1 Keunggulan dan Kelemahan Sistem Komunikasi Satelit
Adapun keunggulan dari sistem komunikasi satelit dapat dijelaskan sebagai berikut [3] :
1. Cakupan areanya yang sangat luas 2. Bandwidth yang cukup besar
3. Independen dari infrastruktur teresterial 4. Instalasi jaringan yang cepat
5. Biaya relatif rendah
6. Karakteristik layanan yang seragam 7. Layanan total hanya dari satu provider
8. Layanan mobile/wireless yang independen terhadap lokasi
Sementara itu, kelemahan dari sistem komunikasi satelit adalah sebagai berikut [3] :
1. Delay propagasi besar
2. Rentan terhadap pengaruh atmosfir dan lainnya
3. Up Front Cost tinggi : contoh untuk Satelit GEO : Spacecraft, Groun Segment & Launch = US $ 200 jt, Asuransi : $ 50 jt
4. Distance Insensitive : biaya komunikasi untuk jarak pendek maupun jauh relatif sama
5. Hanya ekonomis jika jumlah user besar dan kapasitas digunakan secara intensif
2.2 Orbit Satelit
Orbit satelit adalah posisi satelit pada ketinggian tertentu yang mengelilingi bumi dan tetap pada tempatnya disebabkan adanya gaya grafitasi bumi. Orbit satelit berdasarkan jaraknya dibagi atas tiga jenis yaitu : Low Earth Orbit (LEO),
2.2.1 Low Earth Orbit (LEO)
Satelit ini mengorbit pada ketinggian 500-1500 km dari permukaan bumi. Dengan ketinggian ini, satelit ini dapat digunakan untuk komunikasi suara tanpa menimbulkan delay propagasi dan power yang digunakan juga relatif kecil [4].
2.2.2 Medium Earth Orbit (MEO)
Satelit ini mengorbit pada ketinggian antara 9000-20000 km dari permukaan bumi. Satelit ini memiliki cakupan yang lebih sempit dan memiliki delay yang lebih kecil dibandingkan GEO [4].
2.2.3 Geosynchronous Earth orbit (GEO)
Satelit ini mengorbit pada ketinggian ± 36000 km dari permukaan bumi, sehingga diperlukan waktu 0.25 detik dalam mentransmisikan sinyal. Satelit ini disebut juga Geosynchronous karena waktu yang dibutuhkan satelit untuk mengitari bumi sama dengan waktu bumi berotasi pada porosnya. Jangkauan satelit ini dapat mencapai 1/3 luas permukaan bumi. Sedangkan kekurangan dari satelit ini adalah membutuhkan power dan delay yang besar [4].
Adapun Orbit Satelit berdasarkan jaraknya dapat dilihat pada Gambar 2.2.
2.3 Sistem Akses Jamak Satelit (Satellite Multiple Access)
Umumnya, setiap stasiun bumi dalam mengakses transponder satelit tidak sama satu sama lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan ukuran, kapasitas maupun frekuensi operasi dalam melayani node jaringan. Sebuah stasiun bumi dapat mengakses satu atau lebih transponder satelit. Hal ini memungkinkan untuk memanfaatkan satu carrier per transponder atau multi carrier per transponder. Akibatnya, tiap-tiap transponder satelit dapat diakses oleh satu carrier atau beberapa carrier. Sementara itu, tiap transponder adalah repeater non linear
dengan daya dan bandwidth yang terbatas, sehingga diperlukan suatu teknik untuk mengakses transponder satelit ke masing-masing stasiun bumi. Teknik ini disebut dengan Satellite Multiple Access [5]. Ada tiga jenis teknik yang digunakan pada sistem komunikasi satelit yaitu Frequency Division Multiple Access (FDMA),
Time Division Multiple Access (TDMA) dan Code Division Multiple Access
(CDMA). Sementara itu teknik multiple access yang digunakan di PSN Medan untuk jaringan VSAT IP adalah RTDMA (Random Time Division Multiple Access).
2.3.1 Frequency Division Multiple Access (FDMA)
FDMA merupakan teknik multiple access yang paling sederhana dimana setiap stasiun bumi telah ditentukan frekuensi kerjanya berdasarkan bandwidth
total dan dapat mengakses ke satelit dalam waktu yang bersamaan. Setiap sinyal
carrier dari stasiun bumi akan dipancarkan secara simultan. Apabila transponder
SB SB SB SB f1
f1 f1 f1 f1
Transponder
Gambar 2.3 Konsep FDMA [7]
2.3.2 Time Division Multiple Access (TDMA)
Pada TDMA, setiap stasiun bumi mendapat alokasi bandwidth yang sama tetapi diberikan alokasi waktu untuk mengakses ke satelit. Pembagian alokasi waktu dilakukan dalam selang waktu tertentu yang disebut kerangka TDMA (TDMA frame). Setiap frame dibagi atas sejumlah celah waktu (time slot). Dimana informasi dimasukkan dalam time slot yang berbeda dan dipancarkan secara priodik dengan selang waktu yang sama [6]. Gambar 2.4 mengilustrasikan konsep dari TDMA.
SB SB SB
f1
f2 f3
Transponder f1 f2 f3
2.3.3 Code Division Multiple Access (CDMA)
CDMA merupakan teknik multiple access bersama ke satelit yang membagi
bandwidth transponder satelit dengan memberikan kode-kode alamat tujuan dan pengenal untuk setiap data yang akan dikirimkan. Sinyal informasi memiliki kode tujuan dan pengenal masing-masing dan dipancarkan secara acak dan hanya stasiun tujuan yang dapat menerima informasi tersebut [6]. CDMA memiliki dua divisi utama, Spread-Spectrum Multiple-Access (SSMA) dan Pulse-Address Multiple-Access (PAMA). SSMA memanfaatkan angle-modulation coding dan PAMA memanfaatkan amplitude-modulation coding. CDMA dapat dicirikan sebagai teknik random-access sementara FDMA dan TDMA menggunakan teknik
controll-access[5]. Gambar 2.5 mengilustrasikan konsep CDMA.
SB SB SB SB
f1 f1
f1 f1 Transponder
- - - XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Gambar 2.5 Konsep CDMA [7]
2.3.4 Random Time Division Multiple Access (RTDMA)
RTDMA merupakan pengembangan dari TDMA. Sistem ini dapat mengirimkan paket data secara acak/ random dan mencari slot yang kosong dimana dalam melakukan komunikasi datanya terdapat sebuah hub dan banyak
remote client tidak bisa langsung berkomunikasi. Adapun penggambaran mengenai sistem RTDMA dapat dilihat pada Gambar 2.6 [4].
Uplinks
Collision due to 100 % overlap Time
Gambar 2.6 memperlihatkan urutan proses transmisi dari protokol slotted aloha, yaitu tabrakan dari paket dalam time slot yang sama dan rate transmisi dari paket setelah waktu delay acak. Dengan slotted aloha, VSAT mengirimkan paket dalam time slot yang artinya terjadi sinkronisasi tetapi tidak terjadi koordinasi dalam arti, ketika mengirimkan paket pada time slot yang diberikan tidak perduli walaupun ada VSAT lain mengirimkan paket atau tidak pada time slot yang sama.
2.4 Alokasi Band Frekuensi Satelit
Pengalokasian band frekuensi untuk layanan satelit merupakan suatu proses rumit yang memerlukan koordinasi dan perencanaan Internasional. Hal ini dilakukan di bawah naungan International Telecommunication Union (ITU). Untuk memfasilitasi perencanaan frekuensi tersebut, maka dunia membaginya menjadi tiga wilayah [8] :
Wilayah 1 : Eropa, Afrika, dimana sebelumnya Uni Soviet dan Mongolia. Wilayah 2 : Amerika Utara dan Selatan maupun Greenland.
Dalam wilayah ini, band frekuensi dialokasikan ke berbagai layanan satelit, meskipun layanan yang diberikan memungkinkan dialokasikan band frekuensi yang berbeda pada wilayah yang berbeda. Beberapa layanan yang disediakan oleh satelit adalah :
1. Fixed Satellite Service (FSS)
2. Broadcasting Satellite Service (BSS) 3. Mobile Satellite Service
4. Navigational Satellite Service
5. Meteorological Satellite Service
Adapun Tabel 2.1 merupakan pembagian band frekuensi yang umum digunakan untuk layanan satelit.
Tabel 2.1 Alokasi Band Frekuensi Satelit [8] Rentang Frekuensi
(GHZ) Band Frekuensi Layanan
0.1 - 0.3 VHF Messaging
0.3 – 1.0 UHF Military, navigation mobile
1.0 – 2.0 L Mobile, radio broadcast
2.0 – 4.0 S Mobile navigation
4.0 - 8.0 C Fixed
8.0 – 12.0 X Military
12.0 – 18.0 Ku Fixed video broadcast
18.0 – 27.0 K Fixed
27.0 - 40.0 Ka Fixed, audio broadcast,
intersatellite
40.0 – 75 V Intersatellite
75 – 110 W Intersatellite
110 – 300 Mn Intersatellite
Frekuensi band yang sering digunakan untuk komunikasi VSAT adalah C-Band, Ku-Band dan Ka-Band. Pada masing-masing frekuensi ini, dibagi lagi alokasi frekuensi masing-masing untuk uplink dan downlink yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 [9].
Tabel 2.2 Alokasi Link Frekuensi Komunikasi Satelit [9]
Band Frekuensi Frekuensi Uplink (GHZ) Frekuensi Downlink (GHZ)
C 5,925 – 7,075 3,7 – 4,2
Ku 14,0 – 14,5 11,7 – 12,2
Ka 27,5 – 31,0 17,7 – 21,2
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Sistem Komunikasi Satelit
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sistem komunikasi satelit adalah sebagai berikut [10] :
1. Efek propagasi dari atmosfer
2. Efek Sun Outage, disebabkan oleh naiknya level noise dari sistem penerimaan karena arah antena dan datangnya sinar matahari berada pada satu garis lurus.
3. Kehandalan perangkat dan sistem 4. Redaman hujan, terutama pada Ku-Band
5. Ketepatan arah antenna 6. Interferensi jaringan
2.6 Sistem Komunikasi VSAT
VSAT merupakan perangkat sistem komunikasi satelit ground segment
dengan antena berbentuk parabola berdiameter hingga 4 meter yang digunakan untuk melakukan pengiriman data, gambar maupun suara via satelit [11].
komunikasi online seperti ATM (Automated Teller Machine). Infrastruktur jaringan telekomunikasi VSAT dirasakan lebih efektif apabila dibandingkan dengan jaringan kabel. Hal ini disebabkan, jaringan kabel kurang efesien karena instalasinya memakan waktu lama dan menelan biaya besar. Disamping itu, sangat rentan terhadap gangguan dan cakupan area yang terbatas karena kendala goegrafis. VSAT juga menawarkan value added service berbasis satelit seperti :
Internet, data, LAN, voice/fax dan dapat menyediakan jaringan komunikasi
private/public serta layanan multimedia [11].
Pada umumnya, VSAT berada di site pengguna, dimana dalam melakukan komunikasinya dibutuhkan perangkat untuk menghubungkan komputernya dengan antena luar yang mempunyai transceiver. Tranceiver berfungsi untuk menerima dan mengirim sinyal informasi ke transponder satelit yang kemudian akan dikuatkan untuk dikirimkan kembali menuju bumi [11].
2.7 Konfigurasi Jaringan VSAT
Antar stasiun VSAT terhubung dengan satelit melalui Radio Frequency
(RF). Link komunikasi dari stasiun VSAT ke satelit disebut Uplink, sedangkan dari satelit ke stasiun VSAT disebut Downlink, seperti pada Gambar 2.7 [6].
Satelit
Uplink Downlink
Gambar 2.7 Uplink dan Downlink Stasiun VSAT ke Satelit [6]
Gambar 2.8 Satelit Geostasioner [6]
2.8 Arsitektur Jaringan VSAT
Adapun arsitektur jaringan VSAT terdiri dari [12] : 1. Ground Segment (Segmen Bumi)
Adapun bagian-bagian dari segmen bumi meliputi : Hub Station / Master Earth Station, Network Management System (NMS) dan Remote Earth Station.
2. Space Segment (Segmen Angkasa)
Adapun bagian dari segmen angkasa berupa Transponder Satelit
Gambar 2.9 memperlihatkan tentang bagaimana arsitektur jaringan VSAT tersebut.
VSAT memiliki kemampuan untuk menerima maupun mengirimkan sinyal melalui satelit kepada VSAT lain pada jaringan tersebut. Dimana sinyal akan dikirimkan lewat satelit ke hubstation yang juga berfungsi sebagai pusat monitor, atau sinyal langsung dikirimkan ke VSAT lain dan hub digunakan hanya untuk mengawasi dan mengontrol, atau juga sinyal dikirimkan dari VSAT yang satu ke VSAT lainnya secara langsung tanpa menggunakan hub.
2.9 Komponen Jaringan VSAT
Adapun komponen jaringan VSAT terdiri dari Hub Station, Remote Station
dan Satelit yang dapat dijelaskan sebagai berikut [11].
2.9.1 Hub Station
Hub Station berfungsi mengontrol seluruh operasi jaringan komunikasi. Terdapat sebuah server Network Management System (NMS) yang berfungsi untuk memonitor dan mengontrol jaringan komunikasi yang terintegrasi dengan perangkat keras maupun perangkat lunak. Operator dapat mengakses server NMS untuk memonitor, memodifikasi dan men-download informasi konfigurasi individual ke masing-masing VSAT. Dimana NMS workstation terletak pada user
data center.
Stasiun ini mengatur multiple channel dari inbound dan outbound data. Pada jaringan private terdedikasi, hub ditempatkan bersama dengan fasilitas data-processing yang dimiki user. Pada jaringan hub yang dibagi-bagi, hub
dihubungkan ke data center atau peralatan user dengan menggunakan sirkuit
backhoul terrestrial.
Hub Station terdiri atas Radio Frequency (RF), Intermediate Frequency
(IF) dan peralatan Baseband. Peralatan RF meliputi antena, HPA (High Power Amplifier), LNA (Low Noise Amplifier) dan Up-Down Converter. Sementara peralatan IF dan Baseband meliputi IF Combiner/Devider, Modulator dan
Gambar 2.10 Sistem Hub VSAT [11]
2.9.2 Remote Station
Remote Station merupakan perangkat yang terdapat di site pelanggan yang meliputi unit outdoor (ODU), unit indoor (IDU) dan Inter Facility Link (IFL). Adapun komponen remote VSAT dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Antenna
Circulator
2nd Up Converter 2nd Down
Converter
1st Down
Converter 1st Up Converter
Modulator Demodulator
Tx Filter Rx
Filter
LNA SSPA
a. Outdoor Unit (ODU)
Adapun bagian dari Outdoor Unit terdiri atas [11] : 1. Antena
Antena berfungsi untuk memancarkan dan menerima gelombang radio RF. Antena yang dipakai berupa solid dish antenna yang memiliki bentuk parabola. Fungsi antena pada komunikasi VSAT adalah sebagai berikut :
a. Memancarkan gelombang radio RF dari stasiun bumi ke satelit dengan frekuensi 5,925 GHz sampai 6,425 GHz.
b. Menerima gelombang radio RF dari satelit ke stasiun bumi dengan frekuensi 3,7 GHz sampai 4,2 GHz.
Bagian antena terdiri atas reflektor, feedhorn, lengan penyangga, LNA, SSPA dan Up-Down Converter. Ukuran piringan antena atau dish VSAT berkisar antara 0,6 – 3,8 meter. Ukuran dish sebanding dengan kemampuan antena untuk menguatkan sinyal. Adapun bentuk dari antena VSAT dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Feedhorn dipasang pada frame antena pada titik fokusnya dengan bantuan lengan penyangga. Feedhorn mengarahkan tenaga yang ditransmisikan ke arah piringan antena atau mengumpulkan tenaga dari piringan tersebut.
2. Radio Frequency Transmitter (RFT)
RFT dipasang pada frame antena dan dihubungkan secara internal ke
feedhorn. RFT terdiri atas : a. Low Noise Amplifier (LNA)
LNA befungsi memberikan penguatan terhadap sinyal yang datang dari satelit melalui antena dengan noise yang cukup rendah dan bandwidth yang lebar (500 MHz). Lemahnya sinyal dari satelit yang diterima oleh LNA disebabkan oleh faktor berikut :
- Jauhnya letak satelit, sehingga mengalami redaman yang cukup besar disepanjang lintasannya.
- Keterbatasan daya yang dipancarkan oleh satelit untuk mencakup wilayah yang luas.
Untuk dapat memberikan sensitivitas penerimaan sinyal yang baik, maka LNA harus memiliki noise temperatur yang rendah dan mempunyai penguatan /
gain yang cukup tinggi (Gain LNA = 50 dB). LNA harus sanggup bekerja pada
band frekuensi antara 3,7 GHz sampai dengan 4,2 GHz (Bandwidth-nya 500 MHz).
b. Solid State Power Amplifier (SSPA)
SSPA berfungsi untuk memperkuat daya sehingga sinyal dapat dipancarkan pada jarak yang jauh. SSPA ini merupakan penguat akhir dalam rangkaian sisi pancar (transmite side) yang merupakan penguat daya frekuensi sangat tinggi dalam orde Giga Hertz.
menghasilkan daya pancar (EIRP) yang dikehendaki ke satelit. Ada hal yang perlu diperhatikan dalam mengoperasikan penguat daya frekuensi tinggi, diantaranya : - Besar daya output yang dihasilkan
- Lebar band frekuensi yang harus dicakup - Pengaruh intermodulasi yang muncul - Input dan outputBack-off
c. Up/Down Converter
Perangkat ini dikemas dalam satu kemasan tetapi memiliki dua fungsi yaitu sebagai up converter dan down converter.
Up Converter berfungsi untuk mengkonversi sinyal IF atau sinyal frekuensi menengah dengan frekuensi center-nya sebesar 70 MHz menjadi sinyal RF Up link (5,925 – 6,425). Gambar 2.13 memperlihatkan diagram up converter.
UP CONVERTER Sinyal IF
Dari Modem
Sinyal RF
Ke SSPA
Gambar 2.13 Up Converter[11]
Down converter berfungsi untuk mengkonversi sinyal RF Down link (3,7 MHz – 4,2 MHz) menjadi sinyal Intermediate Frequency dengan frekuensi center
sebesar 70 MHz. Adapun Gambar 2.14 memperlihatkan diagram dari down converter.
DOWN CONVERTER Sinyal RF
Dari LNA
Sinyal IF
Ke Modem
b. Indoor Unit (IDU)
Modem VSAT merupakan perangkat IDU yang berfungsi sebagai modulator
dan demodulator. Modulasi adalah proses penumpangan sinyal informasi kedalam sinyal IF pembawa yang dihasilkan oleh syntheisiser. Frekuensi IF besarnya mulai dari 52 MHz sampai 88 MHz dengan frekuensi center 70 MHz. Sedangkan demodulasi adalah proses memisahkan sinyal informasi digital dari sinyal IF dan meneruskannya ke perangkat teresterial yang ada. Teknik modulasi yang dipakai dalam modem satelit yaitu sistem Phase shift Keying (PSK). Adapun Gambar 2.15 memperlihatkan contoh dari modem satelit.
Gambar 2.15 Modem Satelit [11]
c. Inter Facility Link (IFL)
IFL merupakan media penghubung antara ODU dan IDU. Fisiknya biasanya berupa kabel dengan jenis koaksial dan biasanya menggunakan konektor jenis BNC (Bayonet Neill-Concelman).
2.9.3 Satelit
Satelit merupakan perangkat space segment yang berfungsi sebagai
repeater dalam melakukan komunikasinya dengan perangkat ground segment
Gambar 2.16 Gambaran Visual Satelit Indonesia [12]
Fungsi Transponder yang terdapat pada satelit adalah sebagai berikut : 1. Penerima sinyal
2. Translasi frekuensi 3. Penguatan
Jumlah transponder menentukan kapasitas satelit. Dimana setiap
transponder terdiri atas polarisasi vertikal dan horizontal. Umumnya tiap
transponder memiliki bandwith 40 MHz, untuk operasi lebar bidang frekuensi sebesar 36 MHz sementara 4 MHz berada di kiri maupun kanan satelit yang merupakan frekuensi gap (guard band frequency) untuk pengaman agar tidak terjadi interferensi antar transponder.
Di dunia Internasional, Ku-Band adalah band frekuensi yang populer.
Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Band Frekuensi Satelit [12]
Frekuensi Keunggulan Kekurangan
C-Band
· World wide availability
· Teknologi yang termurah · Tahan dari redaman hujan
· Antena berukuran relatif lebih besar · Rentan terhadap interferensi dari satelit tetangga dan terrestrial
microwave
Ku-Band
· Kapasitas relatif besar
· Antena berukuran relatif lebih kecil (0,6 – 1,8 m)
· Rentan dari redaman hujan
·Availability terbatas (faktor regional)
2.10 Topologi Jaringan VSAT
Topologi VSAT ditentukan dari trafik jaringan VSAT yang digunakan dimana untuk setiap lokasi yang berbeda digunakan topologi yang berbeda pula. Topologi jaringan VSAT dapat berupa star atau mesh[10].
2.10.1 Topologi Star
VSAT HUB VSAT VSAT
VSAT
VSAT VSAT
VSAT VSAT
Gambar 2.17 Topologi Star[10]
2.10.2 Topologi Mesh
Pada topologi mesh, setiap VSAT dapat berkomunikasi secara langsung dengan VSAT lainnya tanpa harus melalui hub station terlebih dahulu. Dalam hal ini, hub station hanya berfungsi memonitor dan mengontrol jaringan saja. Topologi ini cocok digunakan untuk aplikasi telephony, disebabkan menggunakan
link komunikasinya bersifat point to point berkecepatan tinggi. Adapun bentuk dari topologi mesh dapat dilihat pada Gambar 2.18.
VSAT
VSAT
VSAT
VSAT
VSAT
VSAT
2.10.3 Perbandingan Topologi Star dan Mesh
Topologi star memiliki sifat-sifat sebagai berikut [10] : - Delay propagasi lebih besar
- Investasi besar untuk central hub
- VSAT antena lebih kecil (1,8 meter) - Biaya instalasi VSAT lebih murah - Cocok untuk aplikasi data interaktif
Sedangkan topologi mesh memiliki sifat-sifat sebagai berikut [10]: - Propagasi delay lebih kecil (250 ms)
- Dapat digunakan pada PAMA/DAMA - Investasi central hub lebih murah - Antena VSAT berukuran lebih besar - Biaya instalasi besar
- Cocok untuk komunikasi data dengan trafik tinggi
2.11 Jenis-Jenis Jasa VSAT
Adapun jenis-jenis jasa yang ada pada teknologi VSAT adalah sebagai berikut [13] :
1. VSAT Link
Merupakan jenis komunikasi yang langsung (point-to-point) berhubungan antara dua buah stasiun bumi tanpa ada stasiun pusat sebagai pengontrol.
2. VSAT Net
Dapat digunakan untuk berhubungan antara terminal VSAT (remote) yang satu ke terminal VSAT yang lainnya dengan menggunakan stasiun pusat bumi atau disebut stasiun hub.
3. VSAT Frame Relay
VSAT ini biasanya disebut juga dengan Sky Frame menggunakan topologi
poin- to-multipoint menggunakan media akses frame relay. 4. VSAT Teleport
5. VSAT IP
Sebagai layanan jasa telekomunikasi, dimana VSAT ini menerapkan teknologi TDM/TDMA dengan IP sebagai protokol komunikasi.
2.12 Link Budget Pada Jaringan VSAT
Dalam sistem komunikasi satelit, link budget menjadi hal yang sangat penting dalam perencanaan instalasi jaringan VSAT. Secara sederhana, link budget adalah jumlah total kerugian (losses) antara media pengirim (transmitter) dengan satelit dan kembali lagi ke penerima (receiver). Losses ini memberi penguatan negatif pada setiap media, apakah itu transmitter, satelit maupun juga pada receiver. Berikut ini akan dijelaskan komponen penting dalam perhitungan
link budget sebagai berikut [1].
2.12.1 Sudut Pandang Antena (Look Angles)
Dalam mengarahkan antena baik itu Stasiun Bumi (Hub) maupun VSAT (Remote Station) ke satelit diperlukan look angles (keterarahan sudut pandang antena). Look angles ini terdiri atas sudut azimuth (A), sudut elevasi (E) dan polarisasi offset berdasarkan data posisi lintang antena (θi), posisi bujur antena
(θL) serta bujur satelit (θS).
Polarisasi offset adalah derajat arah dudukan feedhorn pada sisi Tx antena yang menentukan keterarahan sinyal dari sebuah antena terhadap arah polarisasi pada satelit tujuan, polasisasi offset ini dapat dirumuskan sebagai berikut [1] : b. Untuk Site Longitude < Satellite Longitude
Polarisasi Offset = (sudut azimuth – 1/10 site latitude) c. Untuk Site Longitude > Satellite Longitude
Polarisasi Offset = - (3600 - sudut azimuth) + 1/10 site latitude)
berkisar antara 00
– 3600 tergantung pada lokasi stasiun bumi/ VSAT, sedangkan
besarnya sudut elevasi berkisar antara 00
– 900 tergantung dari posisi satelit [1].
Dimana :
A = Sudut Azimuth
E = Sudut Elevasi
r = Jari-jari orbit geostasioner satelit (Km)
Re = Jari-jari ekuator bumi (Km)
θi = Posisi lintang stasiun bumi / VSAT (derajat utara)
θS = Posisi bujur satelit (derajat)
Posisi Bujur Satelit θS
Posisi Bujur Stasiun Bumi θL
Kutub Utara
Berdasarkan Gambar 2.19, maka diperoleh suatu persamaan untuk menyelesaikan perhitungan keterarahan (look angles) dari antena stasiun bumi / VSAT.
A0 = tan -1�𝑀𝑃
= tan -1�𝑀𝑂 tan(θS−θL)
𝑅𝑒tan θi �
= tan -1��𝑅 𝑒
cos θi
� � tan(θS−θL)
𝑅𝑒tan θi �
= tan -1�tan(θS− θL)
sin θi � (2.1)
Sedangkan untuk perhitungan sudut elevasi, maka berdasarkan Gambar 2.18 dapat dibuat sebuah proyeksi untuk segitiga TSO yang memudahkan dalam perhitungan sudut elevasi yang dapat dilihat pada Gambar 2.20.
T
S
Re
O
r B δ
ω
γ
Gambar 2.20 Segitiga Pengganti untuk Perhitungan Sudut Elevasi [1]
Berdasarkan Gambar 2.20 maka didapatkan suatu persamaan untuk menghitung sudut elevasi (E) yaitu :
E = (𝜔+ 𝛿 − 900)
= �(900− 𝛾) + 𝛿 − 900�
= (𝛿 − 𝛾 ) (2.2)
Sedangkan sudut 𝛾 sendiri dapat dihitung berdasarkan segitiga TPO berikut :
γ = cos -1�𝑅𝑒
Dengan : OP = 𝑀𝑂⁄cos|θS− θL| = 𝑅𝑒⁄cosθicos|θS− θL| seperti yang ditunjukkan dari segitiga MPO dan TMO, sehingga :
γ = cos -1 ( cosθicos|θS− θL| ) (2.3b)
Sedangkan untuk perhitungan sudut δ berdasarkan Gambar 2.19
didapatkan persamaan sebagai berikut :
δ = tan -1�𝑆𝐵
𝑇𝐵�
= tan -1�𝑟− 𝑅𝑒cos γ
𝑅𝑒sin γ �
= tan -1� 𝑟−𝑅𝑒𝑐𝑜𝑠θicos(θS−θL)
𝑅𝑒sin�𝑐𝑜𝑠−1(𝑐𝑜𝑠θicos(θS−θL))�� (2.4)
Selanjutnya berdasarkan Persamaan 2.3 dengan memasukkan δ pada Persamaan 2.4 dan γ pada Persamaan 2.3b maka akan dapat diperoleh sudut elevasi E yang diekspresikan sebagai berikut :
E = tan-1� 𝑟−𝑅𝑒𝑐𝑜𝑠θicos(θS−θL)
𝑅𝑒sin�𝑐𝑜𝑠−1(𝑐𝑜𝑠θicos(θS−θL))�� − 𝑐𝑜𝑠
−1(𝑐𝑜𝑠θ
i cos(θS− θL))
(2.5)
2.12.2 Slant Range
Satellite
H α max
α
d E
Re
ψ
Gambar 2.21 Penentuan Slant Range[1]
Berdasarkan Gambar 2.21 maka perhitungan slant range (d) dapat ditulis perumusannya sebagai berikut :
d2 = (Re + H)2 + Re2 - 2 Re (Re + H) cos ψ
= (Re + H)2 + Re2 - 2 Re (Re + H) sin �𝐸+𝑠𝑖𝑛−1� 𝑅𝑒
𝑅𝑒+𝐻cos𝐸�� (2.6) Dimana :
Re = Jari-jari bumi pada bidang ekuator (km) E = Sudut elevasi (derajat)
H = Ketinggian orbit satelit dari bumi pada bidang ekuator (km) r = Jari-jari orbit geostasioner (km)
2.12.3 Gain Antena
Gain atau penguatan adalah perbandingan antara daya pancar antena terhadap antena referensinya. Persamaan untuk antena parabolik adalah sebagai berikut [1] :
G (dBi) = 𝜂 �𝜋2𝑑2
𝜆2 �= �
𝜋𝑓𝑑
𝑐 �
2
Atau secara logaritmis dapat ditulis sebagai berikut :
G (dB) = 20.45 + 20 log f + 20 log d + 10 log 𝜂 (2.8) Dimana :
η = efesiensi antena d = diameter antena (m)
c = kecepatan cahaya = 3 x 108 (m/s) f = frekuensi (GHz)
2.12.4 Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)
EIRP digunakan untuk menyatakan daya pengiriman dari stasiun bumi atau satelit. Adapun rumus EIRP adalah sebagai berikut [1] :
EIRP (Watt) = PTX . GTX (2.9) EIRP (dBW) = PTX (dBW) + GTX (dB) (2.10) Dimana :
PTX = Daya pancar Pengirim dalam Watt atau dBW GTX = Gain Antena Pemancar dalam dB
2.12.5 Rugi-Rugi Lintasan
Rugi-rugi pada lintasan transmisi adalah redaman yang terjadi pada proses pentransmisian sinyal dari Tx (Pengirim) ke Rx (Penerima). Rugi-rugi transmisi tersebut antara lain [1] :
1. Rugi-Rugi Saluran (LSAL)
Rugi-rugi pada saluran merupakan besarnya redaman yang terjadi sepanjang saluran yang dipergunakan. Dalam konfigurasinya redaman yang terjadi pada pengkoneksian konektor kabel dapat disimpulkan sebagai berikut :
LSAL kabel IF (BNC Kabel) 1.3 dB/30 meter LSAL kabel RF (IFL Kabel) 0.7 dB/meter
2. Rugi-Rugi Pancaran Antena (LANT)
tidak pas pada arah pancar posisinya, sehingga menyebabkan loss pada daya maksimum yang diperlukan dalam pancaran, umumnya besar rugi pancaran sebesar 0.5 dB.
3. Rugi-Rugi Atmosfir (LATM)
Rugi-rugi atmosfir adalah rugi-rugi yang disebabkan akibat dari hasil proses absorbsi energi dengan gas atmosfir, proses absorbsi tersebut terjadi karena pengaruh cuaca. Nilai rugi-rugi atmosfir sangat kecil dan terjadi pada elevasi 100.
4. Rugi-Rugi Redaman Hujan (LRAIN)
Redaman hujan merupakan redaman yang memiliki pengaruh besar terhadap propagasi gelombang pada frekuensi di atas 10 GHz. Redaman ini adalah fungsi dari frekuensi dan curah hujan dalam mm/jam yang dapat dihitung dengan tahapan sebagai berikut yang dapt dilihat pada Gambar 2.22 [1].
ICE
LG
El
h0
LS
Rain
hr
Gambar 2.22 Sketsa Penentuan Redaman Hujan [1]
Dimana :
- R = Rain rate point, dimana nilai R dapat dilihat berdasarkan Tabel 2.5 titik laju hujan.
- Persamaan kuantitas koefisien empiris polarisasi :
ac = 𝑎𝐻+𝑎𝑉
bc = 𝑎𝐻𝑏𝐻+𝑎𝑉𝑏𝑉
2𝑎𝑐 (2.12) - Sehingga redaman hujan spesifik (dB/Km) dapat dinyatakan sebagai :
α = 𝑎𝐶𝑅𝑏𝐶 (2.13) - Tinggi atmosfir terjadinya hujan (hr) :
hr (km) = �3 + 0.028 𝑗𝑖𝑘𝑎 0 < 𝑙𝑎𝑡𝑖𝑡𝑢𝑑𝑒 < 36
0
4−0.075 𝑗𝑖𝑘𝑎𝑙𝑎𝑡𝑖𝑡𝑢𝑑𝑒 ≥ 360 (2.14)
- Panjang lintasan hujan efektif (LS) untuk sudut elevasi antena ≥ 100 :
LS = (ℎ𝑟− ℎ0)�sin𝐸 (2.15)
- rP = rain rate reduction factor, dimana p (reduction factor) bergantung pada
kondisi daerah masing-masing :
- faktor reduksi lintasan hujan pada wilayah Indonesia, memiliki persentase
unavailability 0.01 % sehingga dapat ditulis :
𝑟0.01= 90 + 4 𝐿90
𝐺 (2.17) - Maka besarnya redaman hujan total persentase curah hujan sebesar 0.01 %
adalah :
LRain (dB)( r =0.01 % ) = 𝛼𝐿𝑆𝑟0.01 (2.18)
Adapun Specific Attenuation Rain Parameters dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Rainfall Climatic Region, Rainfall Intensity Exceeded (mm/H) dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.4 Specific Attenuation Rain Parameters[1]
Frequency GHz aH aV bH bV
Tabel 2.5 Rainfall Climatic Region, Rainfall Intensity Exceeded (mm/H) [1]
Redaman ruang bebas (LFS) merupakan hilangnya daya yang dipancarkan pada ruang bebas saat pemancaran sehingga tidak seluruh daya dapat diterima oleh antena penerima. Adapun besar redaman ini dapat ditulis sebagai berikut [1] :
LFS = �
Pada d Uplink = dDownlink , maka secara logaritmis LFS dapat ditulis sebagai berikut :
LFS (dB) = 92.45 + 20 log fU/D + 20 log dU/D (2.20)
Dimana :
C = kecepatan cahaya = 3 x 108 m/s
dU/D = jarak antar stasiun bumi / VSAT ke satelit baik Uplink maupun
Downlink (km)
fU/D = frekuensi baik Uplink maupun Downlink (Ghz)
2.12.7 Figure Of Merit / Gain To Temperature (G/T)
Merupakan parameter yang digunakan untuk menunjukkan performansi antena VSAT dan LNA dalam hubungan sensitifitas carrier pada saat downlink
G/T (dB/0K) = G / T (2.21)
Atau secara logaritmis dapat ditulis sebagai berikut :
G/T (dB/0K) = G (dB) – 10 log Tsys (2.22)
Dimana :
G = Gain antena (dB)
T = Temperatur sistem penerima (0K)
2.12.8 Carrier to Noise Ratio (C/N)
Carrier to Noise Ratio merupakan parameter untuk menentukan nilai kualitas seluruh link. C/N dapat dituliskan sebagai berikut [1] :
[C/N]up (dB) = EIRPSB – LTotal + [G/T]SAT – K – 10 log BW (2.23) [C/N]down (dB) = EIRPSAT – LTotal + [G/T]VSAT – K - 10 log BW (2.24)
Dimana :
LTotal = redaman total (dB) = LFS + LRAIN + LSAL + LANT + LATM K = Konstanta Bolzman = -228,6 dBW
BW = Bandwidth yang digunakan (Hz)
Pada dasarnya kualitas keseluruhan link komunikasi tidak hanya berasal dari (C/N) uplink dan downlink saja, namun interferensi juga mempengaruhi kualitas keseluruhan link komunikasi yaitu :
a. Interferensi akibat Intermodulation Product
b. Interferensi akibat Adjacent Satellite
Interferensi yang diakibatkan oleh jarak antar satelit yang berdekatan (jarak satelit normalnya 2º), Pattern dari antenna yang tidak baik, daerah cakupan (coverage) dari satelit yang saling overlaping, dan beroperasi pada frekuensi yang sama. Adapun persamaan Adjacent Satellite adalah sebagai berikut [15] :
(C/N)Req = �𝐸𝑏
Interferensi ini akibat oleh gerakan antena akibat dari adanya angin atau gangguan lain. Masalah crosspolarization ini timbul karena munculnya
power/energi yang dipancarkan pada salah satu polarisasi di polarisasi sebaliknya. Untuk menghindarinya, maka sebelum mengakses ke satelit, stasiun bumi harus melakukan test cross polarisasi dengan referensi stasiun bumi standar yang telah ditetapkan oleh operator satelit. Dimana besar Interferensi akibat
Crosspolarization sebesar 30 dB [15].
Maka dari parameter-parameter di atas, nilai C/N total adalah sebagai berikut :
2.12.9 Lebar Pita Frekuensi / Bandwidth
Perhitungan Bandwidth untuk suatu carrier ditentukan dari besarnya bit informasi yang dikirim. Hal ini dapat ditulis sebagai berikut [1] :
FEC = Forward Error Correction N = kecepatan symbol modulasi
α = roll of factor
2.12.10 Energy Bit to Noise Ratio (Eb/No)
Kualitas sinyal yang diterima ditentukan oleh perbandingan energi sinyal pembawa per bit per hertz yang diterima terhadap derau temperatur. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut [16] :
�𝐸𝑏𝑁𝑜� (𝑑𝐵) = �𝐶
𝑁�𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 + 10 log 𝐵𝑊
𝑅𝑏 (2.29)
Secara umum BER (bir error rate) terhadap Eb/No dapat diketahui pada modulasi yang digunakan yang dapat dilihat pada Gambar 2.23. Pada PT. PSN Medan, BER yang digunakan sebesar 10-9 dengan Modulasi QPSK.
2.12.11 Energy Symbols per Noise (Es/No)
Kualitas sinyal juga dapat dinyatakan dalam energy symbol per noise
yang dinyatakan dalam persamaan [16] :
�𝑁𝑜𝐸𝑠�(𝑑𝐵) = �𝐸𝑏
𝑁𝑜�+ 10 log𝑁+ 10 log𝐹𝐸𝐶 (2.30)
Dimana :
N = kecepatan symbol modulasi FEC= Forward Error Control
2.12.12 Link Availability
Link availability menunjukkan besar persentase kehandalan sistem dalam menjaga link margin agar tetap berjalan. Link availability dinyatakan dalam persamaan berikut [16] :
𝑙𝑖𝑛𝑘𝑎𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 (%) = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙𝑙𝑖𝑛𝑘−𝑙𝑖𝑛𝑘𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑖𝑛𝑘𝑡𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑢𝑠 × 100 % (2.31)
Dimana total link menunjukkan total waktu saat link komunikasi dapat berjalan dengan baik. Link terputus menunjukkan total waktu saat link komunikasi terganggu atau putus.
2.12.13 Latency
Latency dapat juga disebut delay, adalah waktu yang dibutuhkan data untuk menempuh jarak dari asal ke tujuan. Latency dapat dipengaruhi oleh jarak, media fisik atau juga waktu proses yang lama. Persamaan perhitungan delay[17] :
td (ms) = 𝑑𝐶 (2.32)
dimana :
td = latency (ms)
2.13 Profil PT. Pasifik Satelit Nusantara
PT. Pasifik Satelit Nusantara (PSN) adalah perusahaan telekomunikasi satelit swasta pertama di Indonesia dan terkemuka di Asia yang menyediakan berbagai layanan telekomunikasi berbasis satelit meliputi layanan telepon tetap (fixed telephone) dan bergerak (mobile telephone) [18]. Disamping itu, PSN juga mengembangkan strategi bisnis yang berfokus pada kawasan Asia-Pasifik seperti : 1. Menggunakan satelit untuk memberikan solusi komunikasi yang inovatif 2. Membangun basis pelanggan dengan memasarkan produk dan jasa secara
langsung kepada pengguna akhir
3. Mengembangkan dan memasarkan berbagai layanan multimedia telekomunikasi
4. Membangun hubungan dengan mitra strategis, termasuk pemegang saham dan co-investor
PSN juga memfokuskan diri menjadi penyelenggara secara langsung untuk produk dan jasa telekomunikasi berbasis satelit di Asia, termasuk penyewaan grosir transponder satelit. Disamping itu pula, PSN memiliki saham di Cellular Satellite (ACeS) jaringan Asia, yang merupakan penyedia layanan telepon seluler berbasis satelit di Asia Tenggara. Dimana pemegang saham perusahaan termasuk negara yang dikendalikan oleh operator PT Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom).
2.14.1 Product & Services PT. Pasifik Satelit Nusantara
Adapun produc & services PT. Pasifik Satelit Nusantara adalah sebagai berikut [18] :
1. Voice
Voice terbagi dua jenis yaitu Mobile Aplication dan Fixed Aplication. Mobile Aplication meliputi :
a. BYRU
Sementara itu untuk Fixed Aplication meliputi : a. PASTI
b. PASTI TELUM
2. Data
Adapun Data dibagi atas empat macam yaitu : a. Virtual Private Network (VPN)
b. Cellular Backhaul
c. Multicast
d. Data Center
3. Internet
Internet terbagi atas empat jenis layanan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Satellite
b. Terrestrial
c. Web Hosting
d. IP-Transit
4. Integrated Solution
Integrated Solution terbagi atas dua jenis layanan yaitu : a. Asset Tracking