• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATA KULIAH PENUNJANG DISERTASI TEKNIK NANOPARTIKEL DAN APLIKASINYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MATA KULIAH PENUNJANG DISERTASI TEKNIK NANOPARTIKEL DAN APLIKASINYA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

MATA KULIAH PENUNJANG DISERTASI

TEKNIK NANOPARTIKEL

DAN APLIKASINYA

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2020

(2)

TEKNIK NANOPARTIKEL DAN APLIKASINYA

PENDAHULUAN

Nanosains dan nanoteknologi adalah studi perilaku benda-benda dan struktur pada skala

yang sangat kecil yaitu sekitar 1 nanometer (10-9 m) sampai 100 nanometer (100x10-9 m = 10-7

m). Istilah nano berasal dari kata Yunani yang berarti kerdil. Satuan nano merupakan ukuran

panjang sebesar sepermiliar meter atau 1/1.000.000.000 meter. Panjang 1 nanometer merupakan

panjang dari barisan 10 atom hidrogen, suatu ukuran yang sangat kecil (Fahmi, 2019).

Gambar 1.1. Skala dari milimeter menuju nanometer.

Tabel 1.1. Satuan ukuran dan ilustrasi besar yang relevan dari masing-masing satuan

Unit/Satuan Dalam Eksponensial Dalam Desimal Seberapa Besar ?

(3)

Centimeter 10-2 0,01 Selebar kuku tangan Milimeter 10-3 0,001 Setebal uang logam Mikrometer 10-6 0,000001 Sebuah sel tunggal Nanometer 10-9 0,000000001 Sepuluh baris atom H Angstrum 10-10 0,0000000001 Sebuah atom besar

Peneliti terus mencari material baru yang memiliki keunggulan dari aspek fisika dan

kimia, pada beberapa era dikenal beberapa zaman yaitu zaman batu dengan peralatan terbuat dari

batu. Setelah itu adapun zaman alloy atau campuran logam atau lebih dikenal zaman perunggu.

Abad ke 8-15 berkembang penemuan gelas, perselen, dan keramik. Pada zaman modern tepatnya

pada tahun 1937-1947 mulai berkembang material baru yaitu plastic nilon bahan semikonduktor.

Era teknologi material yang akan datang ialah era nanopartikel. Banyak ilmuan berpendapat

bahwa akan terjadi revolusi industri dari material konvensional seperti saat ini ke arah material

baru produk material yang memiliki partikel dalam ukuran nanometer. Diperkirakan perubahan

besar itu akan berdampak luas terhadap produk teknologi saat ini (Abdassah, 2019).

Nanosains menggabungkan aspek-aspek fisika, kimia, dan biologi dalam satu teknologi

dengan tujuan tertentu, peralatan elektronik di bidang kedokteran yang dibuat dengan ukuran

sangat kecil bahkan lebih kecil daripada sel darah merah. Sel darah merah berukuran 2-5 mikron

atau seukuran diameter sehelai rambut yang dibelah 25. Banyak ahli berpendapat bahwa jika kita

mampu membuat alat seukuran itu maka alat tersebut bisa dimasukkan ke dalam pembuluh darah

dan diarahkan pada lokasi tertentu untuk membunuh virus, sel-sel kanker, atau tujuan lainnya

(Batra et al, 2019).

Nanoteknologi atau teknologi rekayasa zat berskala nanometer atau sepermiliar meter

masa pengembangannya belumlah tergolong lama. Pengembangan nanopartikel di Indonesia

dilakukan sejak sekitar tahun 2000. Selama 10 tahun terakhir muncul berbagai aplikasinya. Orang

yang pertama kali menciptakan istilah nanopartikel adalah Profesor Nario Taniguchi dari Tokyo

(4)

dari kristal kuarsa, silicon, dan keramik alumina dengan menggunakan mesin ultrasonic (Fahmi,

2019).

Komersialisasi potensi penerapan nanopartikel sesungguhnya tidak hanya pada piranti

mikroelektronik saja tetapi juga pada berbagai industri, sehingga membuka peluang aplikasi

bahan dan teknologi nano di berbagai bidang, yakni pada produk makanan, mainan anak,

peralatan rumah, peralatan kebun, kesehatan, kebugaran, obat-obatan/farmasi, tekstil, keramik,

dan kosmetik, serta perkembangan nanopartikel di alam dan nanomagnetik (Kurniasari dan Atun,

2017).

Nanosains (nanoscience) maupun nanoteknologi (nanotechnology), saat ini banyak diteliti oleh para ilmuwan. Seorang ahli fisika bernama Richard Phillips Feynman pada tanggal 29 Desember 1959 dalam pertemuan tahunan Masyarakat Fisika Amerika (American Physical Society) di California Institute of

Technology (Richard Phillips Feynman merupakan Pemenang Hadiah Nobel Fisika tahun 1965). Pada

pertemuan tersebut, Richard Phillips Feynman memberikan gambaran dari istilah nanosains yang kita kenal sekarang ini dalam pidatonya yang berjudul “There’s Plenty of Room at the Bottom” (Fahmi, 2019).

(5)

A. KLASIFIKASI STRUKTUR NANOPARTIKEL

Nanosains atau Nanoteknologi menjadi spesial adalah bahwa pada jenis material yang

sama, apabila material tersebut mempunyai ukuran beberapa nanometer, seringkali material

tersebut menunjukkan sifat yang sangat berbeda dan unik. Menariknya, perbedaan ukuran skala

besar pada material yang sama tidak menunjukkan hal tersebut. Sebagai contoh, unsur Au

mempunyai warna indah coklat kekuningan yang kita ketahui sebagai “emas”. Akan tetapi, jika kita hanya mempunyai 100 atom Au yang kemudian disusun menjadi sebuah kubus, warnanya

akan jauh lebih merah dan sangat berbeda dengan warna emas. Dimana faktanya, partikel Au

menghasilkan warna berbeda seperti merah, biru, kuning, atau warna lain tergantung dari ukuran

partikel (Tarhan et al, 2019.

(6)

Gambar 2.2. Nanogold: beda ukuran partikel menghasilkan warna yang berbeda.

Warna merupakan salah satu sifat optik yang berbeda pada material berskala nano. Sifat

lainnya, seperti fleksibilitas/kekuatan (sifat mekanik) dan konduktivitas, juga merupakan sifat

yang sering sangat berbeda pada material skala nano. Hal inilah yang membuat material skala

nano mempunyai sifat yang unik. Nanopartikel secara umum mempunyai karakteristik yakni

ringan, kecil, serta mempunyai properti unggul dan super (Tarhan et al, 2019).

Nanopartikel merupakan material yang dikarakterisasi oleh ukuran butiran ultra halus (<

50 nm) atau dengan dimensi hingga 50 nm. Nanopartikel dapat dihasilkan melalui berbagai

modulasi dimensi seperti yang didefinisikan oleh Richard W. Siegel yaitu zero (atomic clusters,

filamens, atau cluster assemblies), dimensi satu (multilayer), dimensi dua (ultra-graind overlayer), dan dimensi tiga (material nanophase yang tersusun dari butiran dengan ukuran nano)

(7)

Gambar 2.3. Klasifikasi nanomaterial menurut Siegel

Nanopartikel terdiri dari kristalin berukuran nanometer atau grain (butiran) dan interface

dapat dikelompokkan sesuai dengan komposisi kimia dan bentuknya seperti yang telah

dipaparkan di atas. Sesuai dengan bentuk kristalin atau butirannya nanopartikel dapat

diklasifikasikan menjadi empat yaitu :

1. Clusters atau powder (MD = 0)

2. Multilayer (MD = 1)

3. Ultrafine grained atau buried layer (dimana ketebalan masing-masing layer atau diameter nya

< 50 nm) (MD=2)

(8)

Gambar 2.4. Skema klasifikasi nanopartikel sesuaI dengan komposisi kimianya

Selanjutnya terdapat tiga katagori yang diturunkan dari keempat kelompok di atas, yaitu ;

1. Pada kebanyakan kasus yang sederhana (kelompok 1), seluruh grains dan interfacial (antar

muka) memiliki komposisi yang sama, contohnya polimer semikristalin (tersusun dari

lamellae ditumpuk yang dipisahkan oleh daerah nonkristalin), multilayer dari lapisan tipis

kristalin yang dipisahkan oleh lapisan amorf ( Si:N:H/nc-Si)

2. Pada kasus kedua, ilmuwan mengklasifikasikan material berdasarkan komposisi kimia yang

berbeda dari grainnya. Kemungkinan struktur kuantum sebagai contoh terbaik dari kelompok

ini.

3. Pada kelompok yang ketiga, melibatkan seluruh material yang memiliki komposisi kimia

berbeda dari materi yang terbentuk (meliputi antar muka yang berbeda), contohnya keramik

dari alumina dengan Ga pada interfacenya.

4. Kelompok keempat, meliputi semua nanopartikel yang terbentuk dari grains berskala

nanometer (layers, rod atau kristalin) yang terdispersi dalam matrik yang komposisi kimianya

(9)
(10)

B. MENGAPA NANOPARTIKEL SANGAT MENARIK?

Material ini sangat menarik karena sifat mekanik, listrik, optik, dan sifat magnetik yang

sangat menjanjikan. Kombinasi dari efek-efek tersebut menimbulkan munculnya sifat fisis yang

berbeda dari sifat yang dimiliki oleh banyak materialnya. Fenomena unik yang dapat diamati pada

sifat-sifat magnetik, mekanik, listrik, termal, optik, kimia, dan biologi (Fahmi, 2019) yaitu :

1. Sifat elektrik

Nanopartikel dapat mempunyai energi lebih besar dari pada material ukuran biasa karena

memiliki luas permukaan yang besar. Hal ini berkaitan dengan resistivitas elektrik yang

mengalami kenaikan dengan berkurangnya ukuran partikel.

Contohnya : material yang bersifat isolator dapat bersifat konduktor ketika berskala nano.

Contoh aplikasinya : Baterai logam nikel hibrida terbuat dari nanokristalin nikel dan logam

hibrida yang membutuhkan sedikit recharging dan memiliki masa hidup yang lama.

Efisiensi efek termoelektrik akan meningkat pada bahan beskala nano. Partikel

logam/semikonduktor berukuran nano memiliki warna emisi berbeda dibandingkan partikel

tersebut dengan ukuran skala mikro.

2. Sifat magnetik

Tingkat kemagnetan akan meningkat dengan penurunan ukuran butiran partikel dan kenaikan

spesifik luas permukaan persatuan volume partikel sehingga nanopartikel memiliki sifat yang

bagus dalam peningkatan sifat magnet (ketika ukuran butir bahan magnetik diperkecil hingga

skala nano, bahan feromagnetik berubah menjadi bahan superparamagnetik).

Contohnya: Magnet nanokristalin yttrium-samarium-cobalt memiliki sifat magnet yang luar

biasa dengan luas permukaan yang besar.

Sifat mekanik lebih besar bila dibandingkan dengan material dengan ukuran biasa. Salah satu

sifat mekanik bahan adalah kekuatan luluh yaitu batas maksimum kekuatan suatu bahan

(11)

keramik lebih kecil dari ukuran butir kritis (<100 nm), sifat mekanik bahan berubah dari keras

menjadi lunak.

Contoh aplikasinya : Apabila material nano digunakan pada cat, akan berefek antigores,

antiluntur, dan memantulkan panas. Cat berpartikel nano akan membuat rumah atau kendaraan

tetap sejuk meski terpapar sinar matahari.

3. Sifat optik

Sistem nanopartikel memiliki sifat optik yang menarik, yang mana berbeda dengan sifat

kristal konvensional. Kunci penyumbang faktor masuknya quantum tertutup dari pembawa

elektrikal pada nanopartikel, energi yang efisien dan memungkinkan terjadinya pertukaran

karena jaraknya dalam skala nano serta memiliki sistem dengan interface yang tinggi.

Dengan perkembangan teknologi dan material mendukung perkembangan sifat nanofotonik.

Dengan sifat optik linier dan nonlinier material nano dapat dibuat dengan mengontrol dimensi

kristal dan surface kimia, teknologi pembuatan menjadi faktor kunci untuk mengaplikasikan.

Contoh : Electrochromik untuk liquid crystal display (LCD)

4. Sifat kimia

Merupakan faktor yang penting untuk aplikasi kimia nanopartikel yaitu penambahan luas

permukaan yang mana akan meningkatkan aktivitas kimia dari material tersebut.

Contoh aplikasi : Teknologi fuel cell dimana dalam fuel cell digunakan logam Pt dan Pt-Ru

5. Sifat katalisis

Nanopartikel cenderung memiliki aktivitas katalisis yang lebih baik. Hal ini disebabkan luas

permukaan yang bertambah dan atom di ujung-ujung permukaan semakin banyak,

(12)

C. TEKNIK NANOPARTIKEL

Miniaturisasi material hingga orde molekuler itu dilakukan, antara lain, dipicu oleh

tuntutan pengecilan ukuran perangkat elektronik dan komputer. Dengan adanya partikel nano itu,

rangkaian terpadu atau IC berukuran 1 sentimeter persegi, dapat dijejali miliaran transistor

sehingga rangkaian tersebut berkapasitas terabyte, bukan lagi gigabyte.

Potensi penerapan nanoteknologi sesungguhnya lebih besar, tidak sebatas untuk membuat

nanopartikel bagi peranti mikroelektronik, tetapi juga bagi industri lain. Penerapan material nano

bukan hanya pada barang teknik, melainkan juga pada produk makanan, obat-obatan, dan

kosmetik (Martien et al, 2012).

Penerapan teknologi nano pada berbagai bidang akan mengubah kehidupan masyarakat

modern. Dengan membuat partikel berskala nanometer, kemudian menyusupkannya di antara

partikel berukuran mikron, sehingga dihasilkan jenis material baru bersifat super, antara lain

tingkat kekerasan, pengantaran listrik, dan sifat magnetnya. Dengan kelebihan itu akan dihasilkan

produk berkualitas, yaitu tidak mudah aus, hemat energi karena tahan panas, dan tidak

memerlukan pendinginan. Dengan demikian, akan menghemat biaya operasional dan

pemeliharaan serta ramah lingkungan (Maryam et al, 2018).

Sintesis nanopartikel dapat dilakukan dalam fasa padat, cair, maupun gas. Secara garis

besar, sintesis nanopartikel dapat dilakukan dengan metode bottom up (kimia) dan metode top

down (Fisika) (Fahmi, 2019).

Metode top-down, penggilingan/penggerusan adalah salah satu ciri khas dalam membuat

nanopartikel. Sedangkan dispersi koloid adalah contoh metode yang digunakan dengan

pendekatan bottom-up. Sementara metode litografi dapat dianggap sebagai pendekatan hibrid,

(13)

karakteristik dari top-down, sedangkan nanolithography dan nanomanipulation umumnya

merupakan pendekatan bottom-up.

Kedua pendekatan ini memainkan peran yang sangat penting dalam industri modern

nanopartikel. Ada kelebihan dan kekurangan dari kedua pendekatan ini. Untuk metode top-down,

ketidaksempurnaan struktur permukaan menjadi kendalanya. Teknik top-down konvensional

seperti litografi dapat menyebabkan kerusakan kristalografi yang signifikan pada proses fabrikasi

dan cacat tambahan dapat terjadi bahkan selama proses etsa. Misalnya, kawat nano yang dibuat

dengan teknik litografi tidak mulus dan mungkin mengandung banyak kotoran dan cacat

struktural di permukaan. Ketidaksempurnaan seperti itu akan memiliki dampak yang signifikan

pada sifat fisik dan kimia permukaan struktur nano dan material nano, karena rasio volume

permukaan atas dalam struktur nano dan material nano sangat besar. Ketidaksempurnaan

permukaan akan menyebabkan konduktivitas berkurang karena hamburan permukaan inelastik,

yang pada akhirnya menghasilkan panas yang berlebihan dan dengan demikian perlu inovasi

ekstra pada desain dan fabrikasi perangkat. Terlepas dari ketidaksempurnaan permukaan dan cacat

lain yang mungkin dihasilkan dengan pendekatan top-down, Teknik ini akan terus memainkan

peran penting dalam sintesis dan pembuatan struktur nano dan material nano.

Pendekatan bottom-up sering muncul dalam berbagai literatur nanopartikel. Sintesis

material yang umum adalah untuk membangun atom demi atom dalam skala yang sangat besar,

dan telah digunakan di industri selama lebih dari seabad. Contohnya produksi garam dan nitrat

dalam industri kimia, pertumbuhan kristal tunggal dan pengendapan film dalam industri

elektronik. Untuk sebagian besar bahan, tidak ada perbedaan dalam sifat fisik bahan terlepas dari

metode sintesis, asalkan komposisi kimia, kristalinitas, dan mikrostruktur bahan tersebut identik.

Pendekatan bottom-up mengacu pada penumpukan material dari bawah: atom demi atom, molekul

demi molekul, atau cluster by cluster. Dalam ilmu kimia organik, kita tahu polimer disintesis

dengan menghubungkan masing-masing monomer. Pada penumbuhan kristal, atom, ion dan

(14)

substrat.

Tantangan dalam Teknik nanopartikel meliputi integrasi struktur nano dan material nano

dengan sistem makroskopik. Ukurannya yang kecil dan kompleksitas struktur skala nano

membuat pengembangan teknologi pengukuran baru lebih menantang dari sebelumnya.

Teknik pengukuran perlu dikembangkan pada skala nanometer dan memerlukan inovasi

baru dalam teknologi metrologi. Pengukuran sifat fisik material nano memerlukan instrumentasi

yang sangat sensitif, sedangkan tingkat kesalahnya harus dijaga sangat rendah. Meskipun sifat

material seperti konduktivitas listrik, konstanta dielektrik, kekuatan tarik, tidak tergantung pada

dimensi dan berat material (Sani, 2019).

Tantangan lain yang muncul dalam skala nanometer, namun tidak ditemukan di tingkat

makro, misalnya fluktuasi doping dalam semikonduktor. Fluktuasi doping acak menjadi sangat

penting pada skala nanometer, karena fluktuasi konsentrasi doping tidak lagi dapat ditoleransi

dalam skala nanometer. Fluktuasi distribusi dopan akan menghasilkan perbedaan yang signifikan

antara perangkat dalam kisaran ukuran tersebut. Yang membuat persoalan ini kompleks adalah

lokasi atom-atom dopan. Atom permukaan tentu akan berperilaku berbeda dari atom yang

terpusat. Tantangannya adalah tidak hanya untuk mencapai distribusi atom dopan yang dapat

direproduksi dan seragam dalam skala nanometer, tetapi juga untuk mengontrol secara tepat

lokasi atom dopan. Untuk menghadapi tantangan seperti itu, kemampuan untuk memantau dan

memanipulasi proses material di tingkat atom sangat penting (Martien et al, 2012).

Tantangan berikut harus diperhatikan pada pembuatan dan pemrosesan nanopartikel dan

struktur nano yaitu :

1. Mengatasi energi permukaan yang sangat besar, akibat dari luas permukaan yang sangat besar

atau rasio permukaan terhadap volume yang besar.

2. Memastikan distribusi ukuran yang seragam, morfologi, kristalinitas, komposisi kimia, dan

(15)

3. Mencegah nanopartikel dan struktur nano dari penggumpalan/aglomerasi seiring waktu

fabrikasinya.

Oleh karena itu maka pengembangan di bidang instrumentasi untuk mengendalikan,

mengontrol, dan mengukur setiap tahapan pembuatan nanopartikel sampai tahap identifikasi

sangat diperlukan perangkat yang mampu mendeteksi partikel dalam ukuran nano sehingga bisa

(16)

D. ANALISIS NANOPARTIKEL

1. Potensial Zeta

Potensial Zeta dalam sistem koloid didefinisikan sebagai suatu potensial elektrokinetik

yang berasal dari akumulasi muatan elektrik pada permukaan partikel ketika tersuspensi dalam

medium polar yang menyebabkan pembentukan lapisan ganda elektrik akibat fenomena ionisasi,

adsorpsi ion, atau dissolusi ion.

Potensial zeta digunakan untuk memprediksi dan mengontrol stabilitas koloid. Kestabilan

sistem koloid dijelaskan oleh Derjaguin, Landau, Verwey, dan Overbeek pada tahun 1940 yang

dikenal dengan teori DLVO. Teori ini menyebutkan bahwa stabilitas koloid dari partikel-partikel

dalam suspensi bergantung pada gaya tolak-menolak (gaya lapisan rangkap elektrik) untuk

melawan gaya tarik-menarik (gaya Van der Walls) yang dapat menyebabkan agregasi ireversibel

(Sani, 2019).

Besarnya potensial zeta mengindikasikan stabilitas potensial sistem koloid. Apabila semua

partikel dalam suspensi memiliki potensial zeta lebih positif dari +30 mV atau lebih negatif dari

-30 mV, maka secara normal dinyatakan stabil, karena setiap partikel akan saling tolak menolak

satu sama lain sehingga tidak terjadi kecenderungan untuk beragregasi.

Analisis potensial zeta merupakan salah satu teknik untuk menentukan muatan permukaan

nanopartikel dalam larutan atau pada fase koloid. Nanopartikel memiliki muatan permukaan yang

menarik lapisan tipis dari ion yang muatannya berlawanan ke permukaan nanopartikel. Lapisan

ganda (double layer) ion mengelilingi nanopartikel sama seperti terdifusi ke dalam larutan (

(17)

Gambar 4.1. Lapisan ganda listrik di sekitar nanopartikel

Potensial listrik pada daerah batas dari double layer dikenal dengan potensial zeta dari

partikel yang memiliki nilai dengan rentangan tertentu berkisar dari +100Mv sampai dengan

-100Mv. Besarnya nilai potensial zeta dapat memprediksi stabilitas koloid. Nanopartikel dengan

nilai potensial zeta yang lebih besar dari +25 Mv atau lebih kecil dari -25mV memiliki derajat

stabilitas yang tinggi.

Lapisan ganda elektrik terdiri atas dua bagian yaitu compact layer pada region dalam dan diffuse layer pada region luar yang mengelilingi compact layer. Compact layer (Stern

layer atau fixed layer) yaitu suatu lapisan kation yang menempel kuat pada permukaan anion dan

tidak dapat bergerak (immobile) secara normal karena kekuatan gaya elektrostatik, sedangkan diffuse layer merupakan suatu lapisan dengan kation yang kurang kuat menempel pada permukaan anion sehingga dapat bergerak atau berpindah-pindah dan bergabung dengan anion disekitarnya. Dalam diffuse layer, ion-ion yang terpisah dari kation-kation compact layer disebut shear plane atau slipping plane. Potensial pada shear plane diketahui sebagai potensial zeta (Fahmi, 2019).

Potensial zeta tidak terukur secara langsung tetapi dapat dihitung dengan menggunakan

(18)

dinamis. Fenomena elektrokinetik dan fenomena elektroakuostik merupakan sumber data yang

selalu digunakan untuk menghitung potensial zeta.

Elektroforesis digunakan untuk memperkirakan potensial zeta partikulat, sedangkan

streaming potensial digunakan untuk materi berpori dan permukaan datar. Dalam prakteknya

potensial zeta dari disperse diukur dengan menggunakan medan listrik di seluruh dispersi. Partikel

dalam dispersi dengan potensial zeta akan bermigrasi ke arah elektroda yang muatannya

berlawanan dengan kecepatan yang sebanding dengan besarnya potensial zeta. Kecepatan ini

diukur dengan menggunakan teknik Laser Doppler Anemometer. Pergeseran frekuensi atau fase

pergeseran dari sinar laser yang disebabkan oleh pergerakan partikel diukur sebagai mobilitas

partikel, dan mobilitas ini diubah menjadi potensial zeta dengan memasukkan viskositas

dispersant dan permitivitas dielektrikum, dan penerapan teori Smaluchowski.

Kecepatan elektroforesis sebanding dengan mobilitas elektroforesis yang merupakan

parameter yang terukur. Dari sudut pandang instrument, ada dua teknik eksperimental yang

berbeda yakni mikroelektroforesis dan elektroforesis hamburan cahaya. Mikroelektroforesis

memiliki keuntungan karena menghasilkan gambar partikel bergerak. Di sisi lain ini rumit untuk

elektroosmosis pada dinding sel sampel. Elektroforesis hamburan cahaya berdasarkan pada

hamburan cahaya dinamis. Hal ini memungkinkan pengukuran dalam sel terbuka yang

meniadakan aliran elektro osmotik untuk kasus Uzgris, tetapi tidak untuk sel kapiler dan hal

tersebut dapat digunakan untuk mengkarakterisasi partikel yang sangat kecil, namun tidak dapat

menampilkan gambar dari partikel bergerak. Kedua teknik pengukuran tersebut memerlukan

pengenceran sampel yang kadang-kadang dapat mempengaruhi sifat-sifat sampel dan perubahan

potensial zeta. Untuk mengatasi efek pengenceran tersebut, pengukuran dilakukan pada

kesetimbangan supernatan. Pada keadaan keseimbangan, antar muka antara permukaan partikel

dan cairan akan dipertahankan sehingga potensial zeta akan sama untuk semua fraksi volume

partikel pada suspensi.

(19)

yaitu aliran vibrasi koloid (colloid vibration current) dan amplitude sonic elektrik (electric sonic

amplitude). Terdapat instrument yang tersedia secara komersial yang mengeksploitasi kedua efek

tersebut untuk mengukur mobilitas elektroforesis dinamis yang bergantung pada potensial zeta.

Teknik elektrokaustik memiliki keuntungan untuk dapat melakukan pengukuran pada sampel utuh

tanpa pengenceran. Perhitungan potensial zeta dari mobilitas elektroforesis dinamis membutuhkan

informasi tentang kepadatan untuk partikel dan cairan.

Metode yang paling banyak digunakan untuk menghitung potensial zeta dari data

eksperimental adalah yang dikembangkan oleh Marian Smoluchowski pada tahun 1903. Teori ini

awalnya dikembangkan untuk elektroforesis namun sekarang untuk elektroakustik juga bisa. Teori

Smoluchowski cukup kuat karena valid untuk partikel terdispersi untuk semua bentuk dan

konsentrasi. Teori ini juga memiliki keterbatasan (Fahmi, 2019) antara lain:

1. Analisis teoritis rinci membuktikan bahwa teori Smoluchowski ini hanya berlaku untuk

lapisan ganda yang sangat tipis, ketika panjang Debye , 1/ĸ jauh lebih kecil dari jari-jari partikel α.

ĸ.α >> 1

model lapisan tipis ganda menawarkan penyederhanaan yang luar biasa tidak hanya untuk teori

elektroforesis tapi bagi banyak teori elektrokinetik dan elektrokaustik lainnya. Model ini

berlaku untuk sebagian besar model sistem berair karena panjang debye biasanya hanya

beberapa nanometer dalam air. Model break hanya untuk nanokoloid dalam larutan dengan

kekuatan ion mendekati air murni.

2. Teori Smoluchowski mengabaikan kontribusi konduktivitas permukaan. Hal ini diungkapkan

dalam teori modern sebagai kondisi Dukhin nomor kecil:

Ɗư << 1

(20)

2. X-Ray Diffraction (XRD)

Salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan struktur suatu padatan kristalin

adalah metode difraksi sinar-X serbuk (X ray powder diffraction). Sampel berupa serbuk padatan

kristalin yang memiliki ukuran kecil dengan diameter butiran kristalnya sekitar 10-7–10-4 m ditempatkan pada suatu plat kaca. Sinar-X diperoleh dari elektron yang keluar dari filamen panas

dalam keadaan vakum pada tegangan tinggi, dengan kecepatan tinggi menumbuk permukaan

logam. Sinar-X tersebut menembak sampel padatan kristalin, kemudian mendifraksikan sinar ke

segala arah dengan memenuhi Hukum Bragg Rahmi et al, 2013).

Detektor bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan untuk mendeteksi berkas sinar-X

yang didifraksikan oleh sampel. Sampel serbuk atau padatan kristalin memiliki bidang-bidang kisi

yang tersusun secara acak dengan berbagai

kemungkinan orientasi, begitu pula partikel kristal yang terdapat di dalamnya. Setiap kumpulan

bidang kisi tersebut memiliki beberapa sudut orientasi tertentu, sehingga difraksi sinar-X

memenuhi Hukum Bragg Sani, 2019) :

n λ = 2 d sin θ

dengan; n : orde difraksi ( 1,2,3,…), λ adalah panjang sinar-X, d adalah jarak antara dua bidang kisi, dan θ adalah sudut difraksi.

Bentuk keluaran dari difraktometer dapat berupa data analog atau digital. Rekaman data

analog berupa grafik garis-garis yang terekam per menit sinkron, dengan detektor dalam sudut 2θ

per menit, sehingga sumbu-x setara dengan sudut 2θ. Sedangkan rekaman digital

menginformasikan intensitas sinar-X terhadap jumlah intensitas cahaya per detik.

Pola difraktogram yang dihasilkan berupa deretan puncak-puncak difraksi dengan intensitas relatif bervariasi sepanjang nilai 2θ tertentu. Besarnya intensitas relatif dari deretan puncak-puncak tersebut bergantung pada jumlah atom atau ion yang ada, dan distribusinya di dalam sel satuan material tersebut. Pola difraksi setiap padatan kristalin sangat khas, yang bergantung pada kisi kristal, unit parameter dan panjang gelombang sinar X yang digunakan. Dengan demikian, sangat kecil kemungkinan dihasilkan pola difraksi yang sama untuk suatu padatan kristalin yang berbeda

(21)

(Sani, 2019).

3. Scanning Electron Microscope (SEM)

Morfologi suatu material dapat diobservasi dengan Teknik mikroskopi. Mikroskopi adalah

Teknik yang digunakan untuk melihat sebuah benda yang tidak dapat diamati dengan mata

telanjang (Kwon et al, 2019).

Perbedaan utama antara mikroskop optik dengan mikroskop elektron adalah jenis

gelombang yang digunakan untuk mengamati benda. Mikroskop optik menggunakan cahaya,

sedangkan mikroskop elektron menggunakan elektron. Mikroskop elektron dikembangkan karena

memiliki perbesaran yang jauh lebih besar daripada mikroskop optik. Oleh karena itu, mikroskop

elektron dapat digunakan untuk mengamati morfologi benda dalam skala nano meter (Sani, 2019).

Resolusi peralatan mikroskop bergantung pada panjang gelombang yang digunakan.

Resolusi adalah jarak minimum antara dua titik yang masih dapat dilihat dan dibedakan sebagai

dua titik. Mikroskop elektron menggunakan elektron dengan panjang gelombang sesuai teori de

Broglie, yaitu :

λe = h/p λe = h/me.ν

Panjang gelombang elektron bergantung pada tegangan sumber elektron yang digunakan.

Beda tegangan elektron berkaitan dengan energi kinetik elektron. Jika digunakan pertimbangan

non-relativistik, energi kinetik elektron dapat dihitung dengan persamaan berikut :

EK = e.V

EK = p2/2me

EK = (h/ λe)/2me

dengan demikian, panjang gelombang elektron adalah :

(22)

Teknik mikroskopi dengan berkas elektron harus menggunakan lensa magnetik untuk

memfokuskan berkas elektron. Lensa magnetik dibuat dengan kumparan berbentuk bulat

(solenoida) yang dialiri arus listrik sehingga medan magnet dapat digunakan untuk membelokkan

berkas elektron. Berkas elektron yang melewati medan magnet akan dibelokkan secara konsentrik

(sepusat) sehingga solenoida tersebut berfungsi sebagai sebuah lensa bagi electron (Sani, 2019).

Peralatan SEM memiliki beberapa lensa magnetik yang digunakan untuk mengarahkan

berkas elektron menuju sampel. Lensa kondenser digunakan untuk mengurangi diameter

crossover dari berkas elektron. Adapun lensa objektif digunakan untuk memfokuskan berkas

elektron sebagai peraba (probe) dengan diameter dalam sekala nanometer (Kwon et al, 2019).

Pemindaian (scanning) untuk perabaan dilakukan dengan sistem pembelokan berkas

elektron yang digabungkan dengan lensa objektif. Sistem pembelokan tersebut dikontrol

menggunakan dua pasang kumparan elektromagnetik yang disebut kumparan pemindai (scan

coils). Sistem pembelokan tersebut meraba permukaan sampel dalam garis lurus kemudian

memindahkan posisi perabaan pada proses pemindaian berikutnya sehingga semua permukaan

sampel dapat dipindai. Sinyal elektron yang diemisikan dari sampel akan dikumpulkan oleh

detektor, diperkuat, dan digunakan untuk merekontruksi bayangan permukaan sampel.

Rekontruksi bayangan tersebut dilakukan berdasarkan korelasi posisi pemindaian dengan posisi

pada layar komputer.

Deteksi sinyal pada SEM dilakukan dengan mendeteksi elektron sekunder dan elektron

terhambur balik. Jika berkas elektron dengan energi tinggi menumbuk sebuah sampel, maka akan

dihasilkan hamburan elastik dan hamburan tidak elastik. Hamburan elastik menghasilkan elektron

terhambur balik yakni elektron datang yang dihamburkan oleh atom sampel. Sementara itu,

hamburan tidak elastik menghasilkan elektron sekunder. Pada umumnya elektron terhambur balik

dihamburkan oleh sampel dengan sudut yang besar dan hanya sedikit energi yang hilang. Elektron

sekunder dihamburkan dengan sudut yang kecil dan memiliki energi yang lebih kecil daripada

(23)

Selama terjadinya hamburan tidak elastik, elektron datang akan mentrasfer energi kinetik pada elektron dalam sampel. Elektron dalam atom sampel yang memiliki energi kinetik yang cukup besar akibat menyerap energi tumbukan tersebut akan keluar dari sampel dan menjadi elektron sekunder. Sinyal dari deteksi elektron sekunder digunakan untuk keperluan tofografi, sedangkan elektron terhambur balik digunakan untuk mengetahui komposisi unsur-unsur pada sampel.

(24)

E. APLIKASI NANOPARTIKEL

Perkembangan nanoteknologi digolongkan menjadi tiga bagian yakni (i) nanoteknologi

bertahap, (ii) nanoteknologi evolusioner, (iii) nanoteknologi radikal. Nanoteknologi bertahap

adalah aplikasi nanoteknologi yang bersifat jangka pendek. Berbagai penemuna terjadi sangat

cepat dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, dengan demikian masih dalam tahap penelitian.

Nanoteknologi evolusioner adalah aplikasi nanoteknologi yang belum terwujud dalam jangka

pendek. Dengan demikian, saat ini masih dalam tahap penelitian. Sedangkan nanoteknologi

radikal adalah berbagai kemungkinan aplikasi yang di masa depan juga tampak tidak

memungkinkan (Fahmi, 2019).

1. Bidang Pertanian dan Pangan (Maryam et al, 2018)

1. Pembibitan/benih tanaman

 Penggunaan carbon nanotube untuk mempercepat perkecambahan dan pertumbuhan bibit tanaman,

 Penggunaan nano TiO2 (titanium oxide) untuk meningkatkan laju fotosintesis dan indeks vigor,

 Penggunaaan teknologi nanoenkapsulasi untuk memproduksi benih pintar (smart seeds) yang dapat beradaptasi dengan lingkungan ekstrem,

 Rekayasa genetik untuk memperoleh bibit tanaman unggul. 2. Pembibitan Hewan

 Penggunaaan nanofluidics untuk mempermudah proses fertilisasi melalui proses seleksi sperma dan telur,

 Rekayasa genetik untuk memperoleh bibit hewan unggul. 3. Industri Pupuk

 Penggunaan teknologi nanoenkapsulasi untuk mengendalikan pelepasan hara pupuk sehingga meningkatkan efisiensi,

(25)

 Penggunaan carbon nanotube untuk mempercepat pertumbuhan tanaman. 4. Industri pestisida, herbisida, dan fungisida

 Pengembangan pestisida, herbisida, dan fungisida dalam bentuk emulsi nano dan kapsul nano untuk meningkatkan kelarutan, stabilitas, dan efektivitas.

5. Alat dan Mesin Pertanian

 Pengembangan sensor nano untuk : o deteksi mutu benih,

o memantau kondisi tanah dan pertumbuhan tanaman, o memantau mutu hasil panen,

o deteksi kontaminan dan masa kedaluwarsa produk pertanian.

 Pengembangan alat dan mesin pertanian berbahan material maju berbasis nano untuk meningkatkan umur dan kemudahan pemakaian,

 Pengembangan dye-sensitized nanosolar cells pada alat dan mesin pertanian untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi.

6. Pakan

 Penggunaan partikel besi nano untuk meningkatkan laju pertumbuhan ternak,

 Penggunaan teknologi nanoenkapsulasi untuk meningkatkan efisiensi penghantaran nutrisi pakan,

 Penggunaan partikel nano untuk regenerasi sel ternak dan mengikat patogen-patogen berbahaya bagi manusia.

7. Obat Hewan

 Pengembangan sistem penghantar obat hewan berbasis nano (nano-drug delivery systems) untuk meningkatkan solubilitas, stabilitas, dan efektivitas bahan aktif obat hewan,

 Penggunaan selenium nano untuk membasmi virus pada ternak. 8. Pangan

(26)

 Pengembangan produk emulsi nano dan kapsul nano untuk meningkatkan kelarutan, stabilitas, penyerapan dan aktivitas biologis zat gizi (fortifikan) dan senyawa aktif,

 Penggunaan partikel nano pada produk pangan untuk menghambat penyerapan lemak dan gula,

 Nano strukturisasi pangan untuk memperpanjang rasa kenyang,

 Imobilisasi perisa, enzim, atau pewarna alami dalam partikel nano untuk meningkatkan cita rasa, sifat fungsional, dan penampilan pangan.

9. Obat Herbal

 Pengembangan sistem penghantar obat herbal berbasis nano (nano-drug delivery systems) untuk meningkatkan kelarutan, stabilitas, penyerapan, dan aktivitas farmakologi bahan

aktif.

10. Kemasan Pangan

 Penggunaan nanopartikel sebagai filler untuk memperbaiki sifat mekanis dan permeabilitas kemasan pangan,

 Penggunaan nanokapsul antimikroba pada kemasan pangan untuk mempertahankan mutu,  Penggunaan sensor nano untuk deteksi kontaminan dan masa kedaluwarsa pangan.

2. Bidang Farmasi

1. Nano Sensor

Salah satu kegunaannya mengobati penyakit kanker. Caranya, obat kanker dimasukkan ke

dalam nano robot kecil, lalu ditusukkan ke jari si penderita, dengan remote control, robot bisa

diarahkan untuk mencari sendiri sel-sel kanker yang menyebar di dalam tubuh. Begitu sampai di

tempat sel-sel kanker tersebut, robot akan melepaskan bom, kemudian sel kanker akan mati dan

hancur. Sel itu akan ke luar melalui pembuangan kotoran manusia bersama Nano Robot. Selain

(27)

mengubah air limbah atau air laut menjadi air tawar yang bersih, Nano Device dan lain-lain

(Esfandiarpour-Boroujeni et al, 2017).

2. Nano Partikel sebagai Penghantar Obat

Kelebihan dari nanopartikel adalah kemampuan dalam menembus ruang-ruang antarsel

yang hanya ditembus oleh ukuran partikel koloida pembentukan nanopartikel dapat dicapai

dengan berbagai teknik, pada sediaan farmasi nanopartikel dapat berupa system obat dalam

matriks seperti nanosfer dan nanokapsul, nanopolisom, nanoemulsi, dan sebagai sistem yang

dikombinasikan dalam perancah (scaffold) dan penghantaran transdermal (Martien, et al, 2012).

3. Nanopartikel Berbasis Biopolimer

Polimer merupakan molekul rantai dengan molekul gabungan monomer yang berulang.

Keberulangan monomer ini membuat polimer memiliki sifat kimiawi khas yang kuat. Sifat

kimiawi dari satu buah monomer utamanya gugus fungsi spesifik yang berperan pada berbagai

keperluan interaksi kimiawi, tersedia dalam jumlah yang banyak dan membuka peluang untuk

dimanfaatkan pada banyak keperluan yang membutuhkan interaksi kimiawi spesifik dalam jumlah

yang melimpah, misalnya sebagai fase diam dalam pemisahan pada kromatografi, serta dalam

pengembangan sediaan farmasi sebagai eksipien dalam formulasi dan sebagai matriks (Yopianto

et al, 2016).

Polimer yang cukup popular digunakan dalam sistem nanopartikel adalah Kitosan. Kitosan

memiliki beberapa sifat khas yaitu kemampuan membuka kaitan antarsel (tight junction) pada

membran usus sehingga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pembuatan

nanopartikel untuk aplikasi per oral. Biokompatibilitas kitosan dikarenakan kitosan merupakan

polimer yang diperoleh dari hidrolisis polimer kitin yang berasal sumber alam yang sudah

menjadi konsumsi umum pada cangkang hewan laut, sehingga cenderung tidak menimbulkan

ketoksikan pada dosis terapi, selain dari sifatnya yang sekaligus biodegradable

(Sorasitthiyanukara et al, 2019).

(28)

Efektivitas nanoliposom dalam penghantaran obat salah satunya ditunjukkan pada

formulasi nanoliposom ticarcillin sebagai obat antibiotika, yang diproduksi dengan menggunakan

metode tekanan (ekstrusi). Nanoliposom dapat dimanfaatkan sebagai perlindungan terhadap obat

dari degradasi biologis sebelum sampai pada tempat yang diharapkan (Sriwidodo et al, 2019).

Secara konseptual, nanoemulsi berbeda dengan nanoliposom meskipun sama-sama

memiliki kelebihan pada keberadaan fase hidrofob. Fase hidrofob ini yang berpengaruh cukup

signifikan pada kemampuan penetrasi formula menembus membran biologis yang berkarakter

lipid-bilayer. Peningkatan efek obat pada dosis yang sama sebagai hasil positif juga dapat

diperoleh dari formulasi nanoemulsi. Pengembangan terkini sistem nanoemulsi untuk aplikasi oral

melalui saluran gastrointestinal adalah teknologi auto-emulsifikasi (Self-nanoemulsifying drug

delivery systems/SNEDDs). Konsep dari teknologi ini adalah formulasi antara minyak, surfaktan,

dan kosurfaktan yang mengandung obat. Sistem ini selanjutnya akan masuk ke saluran cerna dan

bercampur dengan cairan usus yang mengandung air. Ketika formula bercampur dengan cairan

usus, maka akan terjadi emulsifikasi spontan yang menghasilkan globul berukuran nanometer

(Sari dan Herdiana, 2018).

Ilustrasi konsep sistem penghantaran obat auto-nanoemulsifikasi (self-nanoemulsifying

drug delivery system / SNEDDS). Sediaan diberikan dalam kombinasi obat, minyak, surfkatan,

dan kosurfaktan, kemudian akan mengalami proses emulsifikasi spontan di dalam cairan cerna

saat mengalami pencampuran dengan cairan usus. Nanoemulsi selanjutnya mengalami proses

absorpsi.

Nanoemulsi telah diterapkan dalam berbagai industri farmasi, diantaranya untuk sistem

penghantar transdermal, bahan atau unsur yang potensial dalam beberapa produk perawatan

tubuh, dan pembawa yang baik pada obat sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas obat

dalam tubuh (Adi et al., 2019).

Berdasarkan uraian diatas, maka penerapan nanoemulsi memiliki keuntungan-keuntungan

(29)

- Ukuran tetesan sangat kecil menyebabkan penurunan pada gaya gravitasi dan gerak brown

yang mungkin cukup untuk mengatasi gravitasi. Hal ini berarti tidak terjadi creaming selama

penyimpanan.

- Ukuran tetesan yang kecil mencegah terjadinya flokulasi dan memungkinkan sistem untuk

tetap tersebar tanpa adanya pemisahan, serta dapat mencegah koalesens.

- Nanoemulsi cocok untuk penghantaran bahan aktif. Luas permukaan yang besar dari sistem

emulsi memungkinkan penetrasi yang cepat dari bahan aktif.

- Ukuran nanoemulsi yang kecil memudahakan penyebarannya dan penetrasi mungkin dapat

ditingkatkan karena tegangan permukaan dan tegangan antarmuka yang rendah

- Penggunaan nanoemulsi sebagai sistem penghantaran obat dapat meningkatkan efektivitas

obat, sehingga dosis total dapat dikurangi dan dengan demikian meminimalkan efek samping.

5. Nanopartikel sebagai sistem penghantar tertarget

Pengembangan penghantaran obat tertarget berfungsi untuk meningkatkan efektivitas dan

efisiensi obat yang diaplikasikan, sekaligus keamanan penggunaan obat karena mencegah obat

untuk bereaksi pada tempat yang tidak diharapkan. Penghantaran obat jenis ini secara umum

dipahami sebagai hubungan ligan dengan ligan, ligan dengan protein, atau protein dengan protein,

karena kesesuaian interaksi spesifik dapat diketahui dari fenomena kimiawi tersebut. Pemanfaatan

protein sebagai konjugat sistem nanopartikel adalah memanfaatkan kekhasan dari polimer protein.

Polimer ini tidak terbentuk atas monomer yang terus berulang seperti halnya pada polimer secara

umum. Asam amino penyusun suatu protein dapat membentuk kombinasi urutan yang tak

terbatas, membentuk sifat yang sangat spesifik dari tiap protein, sehingga dapat mengadakan suatu

interaksi yang sangat spesifik pula. Oleh karena itu, protein banyak digunakan sebagai konjugat

dalam sistem penghantaran obat. Polimer lain seperti derivat gula juga cukup banyak

dipresentasikan karena gula merupakan komponen membran seluler yang dapat juga secara

(30)

3. Sebagai Anti Virus

Sekitar 15 juta manusia di dunia meninggal dunia karena terinfeksi virus, barteri dan

fungi. Penyebab paling utama kematian tersebut adalah virus HIV (human immunodeficiency

virus) atau lebih dikenal sebagai HIV/AIDS. Penularan virus terjadi sangat cepat karena

ukurannya yang sangat kecil, diameter : 20-300 nm. Sehingga dapat dengan mudah masuk ke

tubuh manusia, menyebar dalam tubuh selanjutnya akan menginfeksinya.

Gambar 5.1. Skematik ukuran virus, bakteri dan sel darah merah

Ukuran virus yang kecil ini memberikan masalah tersendiri pada dunia farmasi. Untuk

mengatasi persebaran virus dalam tubuh, diperlukan ukuran obat yang memiliki ukuran sama

dengan virus. sehingga dapat bekerja secara spesifik terhadap virus yang diinginkan. Proses

pengobatan dapat berjalan dengan efektif dan efisien pada pasien. Obat berukuran nano menjadi

rujukan yang sangat mungkin untuk diaplikasikan. Karena ukuran obat yang mendekati ukuran

(31)

Perkembangan nanosains dan nanoteknologi di abad 20 ini berkembang dengan pesat, baik

dalam bidang industri, material, hingga kesehatan. Penggunaan partikel nano di bidang kesehatan,

utamanya di bidang farmasi didasarkan pada keunikan-keunikan yang dimiliki partikel tersebut.

Ukuran partikel yang kecil dapat dengan mudah mengantarkan obat menuju titik tertentu dalam

tubuh manusia dan volume obat yang terbawa dapat lebih besar, sehingga obat dapat bekerja

secara optimum.

Berbagai jenis partikel nano telah diciptakan untuk keperluan medis, seperti nano kapsul,

nanosphere, liposom, misel, dendrimer, dan nano partikel emas. Partikel nano kapsul berbentuk

bola berongga layaknya bola sepak dengan ukuran 50-300 nm. Rongga di tengah kapsul diisi oleh

obat yang akan digunakan untuk menyerang virus. Nano kapsul memiliki densitas yang rendah

serta dapat memuat obat dalam jumlah banyak. Nanospheres merupakan partikel nano dengan

system matriks dengan diameter 100-200 nm. Pemanfaatan dari partikel ini yaitu sebagai terapi

pada penderita virus hepatitis B, HIV, dan influenza. Selanjutnya adalah partikel liposom yang

berbentuk bola pada rentang diameter 20-30 nm. Liposom terdiri dari 2 lapis fosfolipid, sebagai

membrane sel tiruan dan membrane yang langsung berinteraksi dengan target (Sriwidodo et al,

2019).

Misel adalah salah satu jenis nano partikel dengan ukuran 10-100 nm. Struktur pada misel

menyerupai struktur pada detergen, yaitu memiliki sisi hidrofilik dan hidrofobik. Polimer ini

sering digunakan sebagai penghantar obat dengan sisi hidrofilik di bagian luar. Oleh karena itu

dapat larut baik dalam air. Sedangkan sisi hidrofobik berada di sisi dalam polimer yang berfungsi

sebagai pengikat obat. Dendrimer merupakan makromolekul yang simetris dan memiliki struktur

cabang yang rumit. Sehingga dapat berinteraksi dengan target dan terkontrol oleh terminal grup

yang sudah tersistem. Fungsi dendrimer dapat ditingkatkan dengan cara enkapsulasi dendrimer

oleh beberapa materi kimia. Partikel nano terakhir yang sering digunakan adalah partikel nano

emas. Partikel ini berupa partikel anorganik dengan berbagai ukuran diameter (1-2 nm, 1.5-5 nm,

(32)

kandungan senyawa emas yang bersifat innert dan tidak beracun. Sehingga aman untuk digunakan

dalam bidang kesehatan.

Gambar 5.2. Nanopartikel sebagai penghantar obat antivirus, (a) nanokapsul, (b) nanosphere, (c) liposom, (d) misel, (e) dendrimer, (f) nano partikel emas

Terapi menggunakan nano partikel sebagai antivirus sudah banyak dikembangkan oleh

berbagai industri farmasi. Untuk terapi terhadap virus HIV, dapat ditinjau dari siklus hidup virus

tersebut. Terapi yang dilakukan menggunakan campuran 3 atau lebih obat antiretroviral (ARV),

atau yang lebih dikela sebagai terapi HAART (highly active ARV therapy). Cara lain yang dapat

dilakukan adalah pembuatan vaksin terhadap virus HIV.

Virus lain yang sering dijumpai adalah influenza. Virus ini menyerang organ pernafasan.

Pergantian antigen dan mutase pada genome influenza menyebabkan virus tersebut memiliki

berbagai variasi. Hal ini menyebabkan sulitnya memperoleh obat yang tepat terhadap penderita

influenza. Salah satu metode yang digunakan yaitu penggunaan partikel nanotrap. Partikel ini

peka terhdap perubahan suhu yang dapat merekam siklus hidup virus dalam tubuh. Selanjutnya

digunakan liposom sebagai nano partikel untuk menghantarkan obat. Sehingga persebaran virus

(33)

4. Nano di Alam dan Nanomagnetik

1. Nanomagnetik, pada otak binatang mengandung sensor nanomagnetik yang khusus. Inilah

yang menyebabkan mereka mampu merasakan medan magnet.

2. Kupu-kupu, warna dari sayap kupu dihasilkan dari hamburan cahaya. Pada sayap

kupu-kupu disusun oleh materi berstruktur nano. Cahaya sayapnya menciptakan inferensi cahaya

(seperti minyak didalam air), karenanya dihasilkan pelangi ketika cahaya mengenai sayap

kupu-kupu.

3. Kunang-kunang, cahaya yang dihasilkan oleh kunang-kunang termasuk nanosains yang

disebut dengan bioluminescence. Cahaya yang dihasilkan disebabkan oleh adanya elektron

yang dihasilkan oleh enzim dari kunang-kunang, ketika elektron menuju stabil mereka

menghasilkan cahaya.

4. Serangga air, diselimuti oleh banyak sekali rambut berukuran sangat kecilberukuran nano.

Udara terjebak di celah-celahrambut kecilnya. Sehingga mencegah kakinya agar tidak basah.

5. Laba-laba, Laba-laba menggunakan struktur dengan ukuran nano. Di bawah rambutnya yang

tebal, pada kaki laba-laba, adalah serat dengan ukuran nano. Setiap seratnya tertutup banyak

rambut. Ketika rambut-rambut ini menempel pada sebuah permukaan, dapatmenahan 170 kali

berat badannya.

5. Beberapa Fokus Pengembangan Nanopartikel

1. Untuk pembuatan nanopartikel yang ditargetkan untuk pensuplai bahan baku produk nano

untuk aplikasi di bidang TI, transportasi, elektronik, dll

2. Untuk nano-bioteknologi yang ditargetkan untuk peningkatan hasil pangan dan pertanian

3. Bidang farmasi dan kesehatan yang ditargetkan untuk peningkatan kualitas obat Indonesia

(34)

5. Terobosan dalam bidang ini adalah penggunaan material cerdas yang diimplantasi dalam

tubuh manusia untuk kepentingan pendeteksian penyakit yaitu terobosan dalam perkembangan

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Abdassah,.M. 2010. Nanopartikel Dengan Gelasi Ionik. Farmaka. 15(1) : 45-52

Adi, A.C., Setiawaty, N., Anindya, A.L., Rachmawati, H. 2019. Formulasi dan Karakterisasi Sediaan Nanoemulsi Vitamin A. Media Gizi Indonesia. 14(1):1-13

Batra, H., Pawar, S., and Bahl, D. 2019. Curcumin In Combination With Anti-Cancer Drugs: A Nanomedicine Review. Pharmacological Research 139:91-105.

Cary, J., Pierson, F.W., and Whittington, A.R. 2019. Simple and Customizable Gelatin Nanoparticle Encapsulation System for Biomedical Applications. J Nanomater Mol

Nanotechnol. 8(3):1-7.

Esfandiarpour-Boroujeni, S., Bagheri-Khoulenjani, S., Mirzadeh, H., and Amanpour, S. 2017. Fabrication and Study of Curcumin Loaded Nanoparticles Based on Folate-Chitosan for Breas Cancer Therapy Application. J. Carbohydrate Polymers. 168(2017):14-21.

Fahmi, M. Z. 2019. Nano Teknologi Dalam Perspektif Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press.

Kurniasari, D. dan Atun, S. 2017. Pembuatan dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Etanol Temu Kunci (Boesnbergia pandurata) Pada Berbagai Variasi Komposisi Kitosan. J. Sains

Dasar. 6(1):31-35.

Kwon, Y-E, Kim, J-K, Kim, Y-j, Kim, J-G, and Kim, Y-J. 2019. Development of SEM and STEM-in-SEM Grid Holders for EDS Analysis and Their Applications to Apatite Phases.

Journal of Analytical Science and Technology. 2019:1-8.

Liu, Q., Jing, Y., Han, C., Zhang, H., and Tian, Y. 2019. Encapsulation of Curcumin in Zein/Caseinate/Sodium Alginate Nanoparticles with Improved Physicochemical and Controlled Release Properties. Food Hydrocolloids. 93(2):432-442.

Martien, R., Adhyatmika, Irianto, I.D.K., Farida, V., dan Sari, D.P. 2012. Perkembangan Teknologi Nanopartikel Sebagai Sistem Penghantaran Obat. Majalah Farmaseutik, 8(1):133-144.

Maryam, Kasim, A., Novelina, dan Emriadi. 2018. Review : Teknologi Preparasi Pati Nanopartikel dan Aplikasinya Dalam Pengembangan Komposit Bioplastik. Majalah

Ilmiah Teknologi Industri (SAINTI), 15(1) : 36-56

Rahmi, D., Yunilawatidan, R., dan Ratnawati, E. 2013. Pengaruh Nanopartikel Terhadap Aktifitas Antiageing Pada Krim. Jurnal Sains Materi Indonesia. 14(3) : 235-238

Sani, R.A. 2019. Karakterisasi Material. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sari, A.I. dan Herdiana, Y. 2018. Review: Formulasi Nanoemulsi Terhadap Peningkatan Kualitas Obat. Farmaka. 6(1):247-254

Sauraj, S., Kumar, U., Kuma, V., Priyadarshi, R., Gopinath, P., and Negi, Y.S. 2018. pH-Responsive Prodrug Nanoparticles Based on Xylan-Curcumin Conjugate for The Efficient

(36)

Delivery of Curcumin in Cancer Therapy. J. Carbohydrate Polymers. 188(2018):252-259.

Sorasitthiyanukarn, F.N., Bhuket, P.R.N., Muangnoi, C. Rojsitthisak, P., and Rojsitthisak, P. 2019. Chitosan/Alginate Nanoparticles as a Promising Carrier of Novel Curcumin Diethyl Diglutarate. International Journal of Biological Macromolecules. 131(3):1125-1136.

Sriwidodo, Subroto, T., Maksum, I.P., dan Subarnas, A. 2019. Riset dan Pengembangan Sediaan

Obat Nanopartikel Penyembuhan Ulkus Diabetikum Yang Mengandung hEGF Hasil Teknologi Protein Rekombinan Menggunakan E. Coli BL21 Secara Ekstraseluler.

Yogyakarta: Penerbit Deepublish.

Tarhan, T., Tural, B., and Tural, S. 2019. Synthesis and Characterization of New Branched Magnetic Nanocomposite for Loading and Release of Topotecan Anticancer Drug.

Journal of Analytical Science and Technology. 2019:1-13.

Yopianto, D., Sipangkar, M.J., Budiyanto, R., dan Siahaan, P. 2016. Studi Interaksi Antara Segmen Dimer Kitosan Dengan Peptida Ac-CA-NH2 dan Ac-TP-NH2 Secara Komputasi Ab-Inito. Jurnal Kimia

Gambar

Gambar 1.1. Skala dari milimeter menuju nanometer.
Gambar 2.2. Nanogold: beda ukuran partikel menghasilkan warna yang berbeda.
Gambar 2.3. Klasifikasi nanomaterial menurut Siegel
Gambar 2.4. Skema klasifikasi nanopartikel sesuaI dengan komposisi kimianya
+4

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penjadwalan perawatan yang tepat yang akan dikerjakan pada Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk meminimalkan total biaya operasi bagi sistem

Boeke (1983), mengungkapkan bahwa terdapat delapan tingkat yang dilalui produksi industri dalam proses pengembangan bentuk organisasi usaha yaitu (1) industri rumah

Penelitian Preparat Darah natif bertujuan untuk melihat bentuk-bentuk dari komponen darah melalui pengamatan langsung, waktu koagulasi bertujuan untuk melihat waktu

Jika node coordinator telah menerima 5 data pH dan 5 data suhu dari node router 2 yang melaui node router 1 ke coordinator maka selanjutnya node coordinator

Hasil percobaan memperlihatkan bahwa tetua P2 (US- 605) lebih bersifat toleran dan mampu mempertahankan daya hasil secara nyata dibandingkan tetua P1 (Kelinci) yang peka.

&amp;ejala ADHD lebih jelas terlihat pada akti'itas-akti'itas yang membutuhkan usaha mental yang ter1okus. Agar dapat didiagnosa dengan ADHD tanda dan gejalanya harus

RaudhatulJennah, M.Pd., as The Vice Dean 1 of Faculty of education and Teacher Training of State Islamic Institute of Palangka Raya, thanks for the permission

Petugas sirkulasi mencap kembali pada kartu peminjam, slip tanggaal dan kartu buku.Anggota diminta memberi paraf pada kartu buku disamping nomor buku dan kartu anggota