• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMETAAN MODEL STUDENT CENTERED LEARNING UNTUK PEMBELAJARAN AUDITING PADA PENDIDIKAN TINGGI VOKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMETAAN MODEL STUDENT CENTERED LEARNING UNTUK PEMBELAJARAN AUDITING PADA PENDIDIKAN TINGGI VOKASI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN MODEL STUDENT CENTERED LEARNING

UNTUK PEMBELAJARAN AUDITING PADA

PENDIDIKAN TINGGI VOKASI

Yossi Septriani

1)

1)

Akuntansi, Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Padang, Padang

Kampus Limau Manis – Padang

email :

[email protected]

1)

Abstract

Student centered learning (SCL) model has been widely claimed as the most suitable learning model to be implemented in the classroom setting. However, the best practice of SCL model in vocational education and its effectiveness in achieving student competencies in auditing subject is still researchable. This research aimed to map the suitable SCL model to be implemented in auditing class as well as its effectiveness in improving student competencies in vocational education setting. Data was collected using questionnaire distributed to students and auditing lecturers from Accounting Department of 3 different Polytechnics in Sumatera and Java which are Politeknik Negeri Padang, Politeknik Negeri Jakarta and Politeknik Negeri Malang. Respondents were chosen using purposive random sampling. Data from questionnaires were analyzed using descriptive statistics. Focus group discussion with students taking auditing subjects and the auditing lecturers were conducted to confirm the result further. The perceived suitable SCL model for each audit competencies required in auditing subject was mapped and the complementary input were used to develop the auditing semester lesson plan and teaching materials. The results showed that only 5 of 9 SCL model proposed were considered suitable and effective to be implemented in auditing learning setting for vocational education. Each of the SCL models was perceived suitable for certain auditing competencies specifically.

Keywords: SCL, model, auditing, competencies, softskills

1. Pendahuluan

Beberapa skandal keuangan dan fraud oleh korporasi besar dalam 2 dekade terakhir yang melibatkan para akuntan menimbulkan banyak kritik yang mempertanyakan degradasi moral dan etika para perilaku akuntan profesional. Peran perguruan tinggi selaku penghasil akuntan pun disorot. Kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan tinggi dinilai terlalu fokus pada materi (content based) dan penguasaan teknis akuntansi bagi mahasiswa sehingga belum banyak memasukkan muatan etika, integritas dan softskills penting yang lebih dibutuhkan mahasiswa dalam perkuliahan (Albrecht dan Sacks, 2000). Di samping itu, perbedaan (gap) ekspektasi mengenai atribut kompetensi dan softskills penting yang harus dikuasai di antara mahasiswa, perguruan tinggi dan dunia bisnis juga masih lebar. Studi yang dilakukan oleh Kavanagh and Drennan, (2008) di Australia menemukan bahwa mayoritas mahasiswa akuntansi memiliki persepsi bahwa kemampuan teknis akuntansi merupakan atribut kompetensi yang paling penting untuk memasuki dunia kerja sementara industri berpendapat bahwa softskills seperti kemampuan bekerja dalam tim (teamwork), kepemimpinan (leadership), kemampuan berkomunikasi verbal (verbal communication) dan interpersonal

skills lebih dianggap penting. Dari sisi dosen, masih banyak yang harus dibenahi terkait kemampuan

pengajaran dosen akuntansi. Pendekatan pengajaran yang berpusat pada mahasiswa (Student Centered

Learning), kemudian disarankan untuk lebih banyak digunakan dalam pembelajaran akuntansi di kelas.,

menggantikan metode pembelajaran yang berpusat kepada dosen (Teacher Centered Learning).

Mata kuliah auditing merupakan salah satu mata kuliah dalam kurikulum pendidikan akuntansi yang menekankan pada penguasaan teknis, etika dan softskills bagi para calon akuntan professional dalam hal pemberian jasa audit dan assurance. Selain menguasai konsep dan teknis mengaudit, mahasiswa dilatih menggunakan pertimbangan profesional, berpikir kritis dan rasional. Namun, bagaimana model pembelajaran SCL yang sesuai untuk pencapaian kompetensi pengauditan (auditing) baik teknis mengaudit beserta atribut

(2)

pembelajaran SCL dalam mata kuliah auditing di perguruan tinggi juga belum tersedia. Sementara kebutuhan industri terhadap tenaga akuntan professional yang kompeten dan beretika seperti halnya auditor terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan model pembelajaran SCL yang sesuai untuk pembelajaran auditing pada pendidikan vokasi seperti halnya Politeknik. Pemetaan model SCL dalam penelitian ini didasarkan pada data survey persepsi menurut mahasiswa dan dosen pengampu mata kuliah auditing mengenai kompetensi pengauditan dan dan model pembelajaran SCL yang dipersepsikan paling sesuai untuk digunakan dalam perkuliahan. Pemetaan ini diharapkan dapat berkontribusi dalam mengatasi masalah pedagogik yang dihadapi dosen di kelas auditing melalui model pembelajaran yang sesuai untuk pencapaian kompetensi pengauditan oleh mahasiswa. Lebih lanjut, model SCL yang dipetakan ini dapat membantu memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai praktek penerapan model SCL di perguruan tinggi.

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Penelitian terdahulu

Dalam beberapa literatur tentang metode pembelajaran, metode pembelajaran secara garis besar terbagi dua, yaitu: (1) metode pembelajaran pasif dan (2) metode pembelajaran aktif. Metode pembelajaran pasif menitikberatkan pada peran pendidik di depan kelas sebagai satu-satunya sumber informasi (teacher centered

learning). Menurut Heron (2002), pembelajaran pasif ini merupakan pengumpulan informasi melalui

penjelasan secara lisan (metode ceramah) ataupun tulisan. Sedangkan metode pembelajaran aktif lebih menitikberatkan kepada keaktifan peserta didik dalam pembelajaran (student centered learning). Dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya tentang pembelajaran aktif, dijelaskan bahwa metode pembelajaran aktif tersebut dapat berupa diskusi kelas (Massey and Thorne, 2006; Sims, 2002; Heames and Services, 2003), studi kasus (Mintz, 1995; Hunt and Laverie, 2004), research project (Esmond-Kiger, 2004), role play (Loeb, 1988), games and simulation (Haywood, 2004; Murphy, 2005), dan presentasi oleh peserta didik (Heames and Service, 2003).

Kedua metode pembelajaran ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Metode pembelajaran pasif menjadi sangat penting sebagai pondasi belajar karena disampaikan oleh orang ahli di bidangnya (pendidik atau dosen tamu praktisi). Pembelajaran pasif dikritik karena dianggap tidak efektif dalam hal membentuk moral peserta didik (Le Clair et al, 1999). Selain itu, metode pembelajaran pasif juga membentuk peserta didik cenderung memiliki cara yang pandang yang sama terhadap suatu persoalan. Metode pembelajaran aktif memfasilitasi peserta didik dengan pengalaman belajar yang lebih menyenangkan daripada pembelajaran pasif (Blanthone et al, 2007). Kritikan terhadap pembelajaran aktif dikarenakan tidak semua peserta didik dapat merespon terhadap metode diskusi kelas ataupun presentasi. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka memiliki metode belajar mendengar/auditory learning style (O’Leary, 2012). Walaupun kedua pembelajaran tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tetapi banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa metode pembelajaran aktif sangat berguna dalam mengembangkan

communication skills, critical thinking, problem-solving skills, interpersonal skills, group work skills, independent learning skills dan lifelong-learning skills mahasiswa. (O’Leary, 2012). Lebih lanjut, penelitian

yang dilakukan oleh O’Leary (2012) di Australia, yang membahas tentang pendekatan pembelajaran aktif dalam pembelajaran etika profesi bagi akuntan, menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran aktif terbukti lebih berdampak pada pengambilan keputusan perilaku etis oleh akuntan, dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran pasif. Penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hunt and Laverie (2004).

Model pembelajaran SCL merupakan model pembelajaran aktif yang menitikberatkan kepada keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran. Dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya mengenai pembelajaran aktif, dijelaskan bahwa metode pembelajaran aktif tersebut dapat berupa diskusi kelas (Massey and Thorne, 2006; Sims, 2002; Heames and Services, 2003), studi kasus (Mintz, 1995; Hunt and Laverie, 2004), research project (Esmond-Kiger, 2004), role play (Loeb, 1988), games and simulation (Haywood, 2004; Murphy, 2005), dan presentasi oleh peserta didik (Heames and Service, 2003).

Penelitian terdahulu mengenai implementasi model pembelajaran Student Centered Learning (SCL) di perguruan tinggi menemukan bahwa model SCL berkontribusi positif terhadap peningkatan pemahaman mahasiswa. Penelitian yang dilakukan oleh Mutmainah (2008) dengan mengambil sampel mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, menemukan bahwa penerapan model case-based

learning dalam pembelajaran, berpengaruh signifikan terhadap meningkatnya pemahaman mahasiswa pada

materi akuntansi keprilakuan, namun penerapan cooperative learning dan student centered learning tidak mempengaruhi secara signifikan pemahaman mahasiswa pada materi kuliah. Penerapan case-based learning,

cooperative learning yang merupakan dua model dalam SCL, teruji mampu mengaktualkan potensi sosial

(3)

penelitian yang membahas penerapan model SCL dalam pembelajaran auditing pada pendidikan tinggi vokasi seperti halnya Politeknik belum pernah dilakukan.

2.1. Model Pembelajaran Dalam Student Centered Learning (SCL)

Dalam Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi (2012), dijelaskan bahwa ada beberapa model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan SCL (Student Centered Learning), yaitu:

1. Diskusi kelompok kecil (small-group discussion),

Diskusi merupakan salah satu elemen belajar secara aktif dimana dosen dapat meminta para mahasiswa untuk membuat kelompok kecil (misalnya 5 sampai 10 orang) untuk mendikusikan bahan yang dapat diberikan oleh dosen ataupun bahan yang diperoleh sendiri oleh anggota kelompok tersebut. Metode ini dapat digunakan ketika akan menggali ide, menyimpulkan poin penting, mengakses tingkat skill dan pengetahuan mahasiswa, mengkaji kembali topik di kelas sebelumnya, membandingkan teori, isu dan interprestasi, serta dapat juga dilakukan untuk menyelesaikan masalah.

2. Bermain peran dan simulasi (role-play & simulation),

Model pembelajaran ini berbentuk interaksi antara dua atau lebih mahasiswa tentang suatu topik atau kegiatan dengan menampilkan simbol-simbol atau peralatan yang menggantikan proses, kejadian, atau sistem yang sebenarnya. Jadi dengan model ini mahasiswa mempelajari sesuatu (sistem) dengan menggunakan model. Simulasi pada prinsipnya adalah model yang membawa situasi yang mirip dengan sesungguhnya ke dalam kelas. Simulasi ini dapat berbentuk permainan peran (role playing), permainan-permainan simulasi dan lain-lain.

3. Discovery learning (DL),

Discovery Learning adalah metode belajar mandiri dengan pemanfaatan informasi yang

tersedia, baik yang diberikan dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa. Discovery

Learning (DL) adalah metode belajar yang difokuskan pada pemanfaatan informasi yang tersedia,

baik yang diberikan dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa, untuk membangun pengetahuan dengan cara belajar mandiri.

4. Self Directed Learning (SDL)

Self Directed Learning adalah proses belajar yang dilakukan atas inisiatif individu mahasiswa

sendiri. Mahasiswa sendiri yang merencanakan, melaksanakan dan menilai sendiri terhadap pengalaman belajar yang telah dijalani, dilakukan semuanya oleh individu yang bersangku tan. Peran dosen dalam metode ini hanya bertindak sebagai fasilitator, yang memberi arahan, bimbingan dan konfirmasi terhadap kemajuan belajar yang telah dilakukan individu mahasiswa tersebut.

5. Belajar kooperatif (Cooperative Learning/CL)

Belajar kooperatif atau Cooperative Learning merupakan metode belajar berkelompok yang dirancang oleh dosen untuk memecahkan suatu masalah/kasus atau mengerjakan suatu tugas. Kelompok ini terdiri dari atas beberapa orang mahasiswa yang memiliki kemampuan akademik yang beragam. Metode ini sangat terstruktur, karena pembentukan kelompok, materi yang dibahas, langkah-langkah diskusi serta produk akhir yang harus dihasilkan, semuanya ditentukan dan dikontrol oleh dosen. Agar kelompok yang dibentuk dapat berjalan secara kohesif (kompak-partisipatif), biasanya tiap kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, mahasiswa yang terlibat dalam satu kelompok heterogen (kemampuan, gender, karekter). Mahasiswa hanya mengikuti prosedur diskusi yang dirancang oleh dosen. Dosen meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.

6. Belajar kolaboratif (collaborative learning/CbL),

Belajar kolaboratif (CbL) adalah metode belajar yang menitikberatkan pada kerjasama antar mahasiswa yang didasarkan pada kesepakatan yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok. Masalah/tugas/kasus memang berasal dari dosen dan bersifat open ended, tetapi pembentukan kelompok yang didasarkan pada minat, prosedur kerja kelompok, penentuan waktu dan tempat diskusi/kerja kelompok, sampai dengan bagaimana hasil diskusi/kerja kelompok ingin dinilai oleh dosen, semuanya ditentukan melalui kesepakatan/konsensus bersama antar anggota kelompok. Metode ini memungkinkan mahasiswa untuk mencari dan menemukan jawaban sebanyak mungkin, saling berinteraksi untuk menggali semua kemungkinan yang ada.

(4)

7. Pembelajaran kontekstual (Contextual L earning/CL)

Pembelajaran kontekstual adalah metode belajar dimana dosen menghubungkan materi kuliah dengan kehidupan nyata dan memotivasi mahasiswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan mahasiswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran mahasiswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas mahasiswa, mahasiswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.

8. Pembelajaran berbasis proyek (Project-based L earning/PjBL),

Project-based learning adalah metode belajar yang sistematis, dimana mahasiswa mencari dan

menggali secara terstruktur dan mendalam pertanyaan yang otentik dan kompleks. serta tugas dan produk yang dirancang dengan sangat hati-hati.

9. Pembelajaran dan penggalian berbasis masalah (Problem-based Learning/inquiry/ PBL/I).

Problem Based Learning adalah metode belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa

harus melakukan pencarian atau penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual mahasiswa, dan merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar mahasiswa dapat berpikir optimal. Pada umumnya, pengajar harus, (1) merangsang tugas belajar dengan berbagai alternatif metode penyelesaian masalah (2) berperan sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan mahasiswa harus (1) Melakukan pencarian data dan infromasi yang relevan untuk memecahkan masalah (2) menata data dan mengaitkan data dengan masalah (3) Menganalisis strategi pemecahan masalah.. Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melakukan 2 tahapan yaitu:

a. Pengumpulan data melalui survey persepsi mengenai kompetensi pengauditan/ kompetensi auditing dan model SCL yang sesuai untuk pencapaian kompetensi pengauditan tersebut dari 2 kelompok sampel yang diuji yaitu mahasiswa dan dosen pengampu mata kuliah auditing.

b. Pemetaan kompetensi pengauditan dan model SCL yang sesuai untuk pendidikan vokasi berdasarkan hasil survey persepsi, interview dan FGD.

Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling pada 2 kelompok sampel, dengan kriteria sebagai berikut:, (1) mahasiswa tahun 3 untuk Prodi D.III atau tahun 4 untuk Prodi D.IV Jurusan Akuntansi yang sedang atau telah mengambil mata kuliah auditing teori atau praktikum auditing, (2) dosen pengampu mata kuliah auditing di perguruan tinggi vokasi. Sampel berasal dari 3 Politeknik Negeri yang berada di Pulau Sumatera dan Jawa yaitu Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Padang, Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bandung dan Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Malang. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan teknik dan instrumen sebagai berikut :

1. Kuesioner,

Kuesioner digunakan dalam kegiatan survey persepsi mengenai kompetensi pengauditan dan model SCL yang dianggap sesuai. Model pembelajaran Student Centered Learning (SCL) yang digunakan dalam kuesioner ini diadopsi dari materi pembekalan SCL yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dengan mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Sedangkan kompetensi pengauditan yang ditanyakan, dirumuskan dari kompetensi utama dan pendukung dalam Rencana Pembelajaran Semester Auditing dan buku teks auditing yang relevan.

2. Observasi

Observasi digunakan untuk mengetahui fakta yang ditemui dalam wilayah pengamatan, baik dalam tahapan pengumpulan data saat survey ataupun benchmarking praktek SCL pada dua Politeknik Negeri yang sudah lebih dulu menerapkannya. Fakta yang diamati ataupun praktek yang

(5)

dibenchmark diantaranya sarana dan prasarana penunjang Proses Belajar Mengajar (PBM), materi ajar, media pengajaran, model pembelajaran yang digunakan, dan lain-lain.

3. Wawancara dan Focus Group Discussion (FGD)

Wawancara (interview) digunakan untuk mengkonfirmasi jawaban responden dan menggali informasi lebih jauh. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam dari responden sekaligus mengarahkan responden ke tujuan penelitian serta mengkonfirmasi beberapa pertanyaan penelitian yang ingin digali lebih jauh oleh peneliti. Focus Group Discussion (FGD) digunakan untuk mendapatkan jawaban yang lebih mendalam dan gambaran yang lebih menyeluruh atas isu yang ditanyakan kepada kelompok responden mahasiswa, sedangkan wawancara dengan dosen dilakukan untuk mengonfirmasi persepsi mereka mengenai kompetensi pengauditan yang dianggap penting dan harus dikuasai mahasiswa serta model pembelajaran SCL yang paling sesuai.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Persepsi mengenai kompetensi pengauditan yang penting

Kompetensi pengauditan yang diujikan dalam penelitian ini dirumuskan dari silabus atau Rencana Pembelajaran Semester mata kuliah auditing yang digunakan di jurusan akuntansi perguruan tinggi vokasi dan non vokasi. Kompetensi pengauditan tersebut meliputi kompetensi teori dan praktik pengauditan yang diadaptasi dari rumusan kompetensi utama pokok bahasan dalam buku teks wajib auditing. Persepsi responden mengenai kompetensi pengauditan yang dianggap penting untuk dikuasai, dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner survey persepsi. Persepsi tersebut diukur dengan menggunakan skala likert dengan nilai 1 untuk pernyataan yang dinilai sangat tidak penting hingga nilai 5 untuk pernyataan yang dinilai sangat penting sekali. Hasil olah data dari 176 kuesioner yang layak olah dengan menggunakan SPSS v.17.0 menyimpulkan bahwa secara umum, dilihat dari nilai modus dan sebaran frekuensi, dari 19 kompetensi auditing yang ditanyakan, 15 kompetensi dinilai sebagai kompetensi yang sangat penting sekali dikuasai oleh mahasiswa (79%), sedangkan 4 kompetensi lainnya (21%) dinilai penting oleh responden.

Mayoritas responden mahasiswa menyatakan bahwa kompetensi pengauditan berupa penguasaan konsep (teori) auditing dan teknik mengaudit (praktikum) dalam pengerjaan kertas kerja pemeriksaan (audit

working paper), seperti audit tickmark, index dan pengarsipan kertas kerja pemeriksaan merupakan

kompetensi pengauditan yang dipersepsikan paling penting. Alasannya, ilmu auditing pada prinsipnya adalah ilmu praktik di lapangan sehingga keterampilan teknis mengaudit (audit fieldwork) dinilai sangat penting untuk dikuasai. Meskipun demikian, penguasaan teori juga dinilai sebagai kompetensi utama oleh responden. Melalui Focus Group Discussion (FGD) terungkap bahwa keterampilan teknis mengaudit (audit fiedwork) dapat dikuasai oleh mahasiswa jika mereka memahami konsep-konsep dasar dalam teori auditing lebih dahulu. Di sisi lain, responden juga menyatakan bahwa kompetensi teori auditing secara tersendiri akan sulit dikuasai oleh mahasiswa jika dalam pembelajaran dosen tidak mengiringi dengan contoh praktek teknik auditnya.

4.2 Model Student Centered Learning (SCL).

Model SCL yang digunakan dalam survey persepsi pada penelitian ini adalah 9 model SCL yang terdiri atas (1) diskusi dalam kelompok kecil (small group discussion), (2) bermain peran dan simulasi (role play and

simulation), (3) discovery learning, (4) self directed learning, (5) cooperative learning, (6) collaborative learning, (7) contextual instruction, (8) project based learning dan (9) problem based learning and inquiry.

Untuk memudahkan responden memahami defenisi dari masing-masing model pembelajaran SCL yang digunakan, peneliti mencantumkan defenisi ringkas dari 9 model pembelajaran SCL tersebut di dalam kuesioner disertai dengan asistensi berupa penjelasan pada saat pengisian kuesioner oleh responden. Hal ini dilakukan karena tidak semua responden mengenal dengan baik model pembelajaran SCL, sehingga perlu dijelaskan dengan terminologi yang lebih sederhana dan akrab dengan bahasa sehari-hari. Agar kesimpulan yang dihasilkan dari data kuesioner dapat dijelaskan dengan lebih baik, peneliti juga melakukan Focus Group

Discussion singkat dengan kelompok responden mahasiswa. Tujuannya antara lain untuk memastikan bahwa

responden memahami isu penting yang ingin ditanyakan dalam kuesioner serta mengkonfirmasi beberapa isu yang ingin digali lebih jauh oleh tim peneliti.

Dalam penelitian ini responden diminta untuk memberikan penilaian mereka mengenai model pembelajaran SCL yang menurut mereka paling sesuai untuk mencapai kompetensi auditing tertentu. Responden diminta untuk meranking model berdasarkan tingkat kesesuaian model pembelajaran SCL yang dimaksud dengan kompetensi pengauditan yang ingin dicapai. Data peringkat dari responden tersebut kemudian diolah lagi oleh peneliti. Model yang mendapatkan ranking 1 terbanyak dari 9 model yang diujikan

(6)

akan diberikan label sebagai model yang paling sesuai menurut responden, demikian seterusnya hingga semua model per kompetensi auditing selesai diperingkat dari ranking 1 sampai ranking 3. Hasilnya kemudian dipetakan seperti terlihat dalam tabel 4.2 di bawah ini:

Tabel 4.2 Kesesuaian model pembelajaran SCL dengan kompetensi auditing (ranking tertinggi ke terendah)

No. Kompetensi Auditing Model Pembelajaran SCL

1 Penguasaan konsep dasar audit dan pengetahuan umum

tentang dunia dan profesi auditor 1. Small Group Discussion

2. Problem based learning 3. Self Directed Learning 2 Pemahaman akan Etika Profesi dan Perilaku Profesional

seorang auditor serta membedakan perilaku etis/tidak etis. 1. Self Directed Learning 2. Contextual Instruction 3. Small Group Discussion 3 Pemahaman mengenai standar audit yang berlaku.

1. Self Directed Learning 2. Small Group Discussion 3. Discovery Learning 4 Pengetahuan mengenai konsep dasar Pengendalian Internal

(PI) dan penilaian atas efektifitas PI klien 1. Problem based learning 2. Project based learning 3. Small group discussion 5 Pemahaman mengenai konsep materialitas dan resiko dalam

audit 1. Problem based learning

2. Small Group Discussion 3. Self Directed Learning 6 Pemahaman mengenai bahan bukti audit dan hubungannya

dengan konsep audit lainnya (PI, materialitas, lingkup audit, test transaksi, dst)

1. Problem based learning 2. Cooperative learning 3. Contextual Instruction 7 Pemahaman konsep perencanaan audit, tujuan audit,

prosedur serta teknik audit, serta tes transaksi yang sesuai. 1. Contextual instruction 2. Problem based learning 3. Cooperative learning 8 Pemahaman konsep dasar mengenai opini audit dan kondisi

yang melandasi diberikannya opini tersebut 1. Problem based learning 2. Self Directed learning 3. Small group discussion 9 Pemahaman mengenai laporan audit, format, dan fungsinya

1. Problem based learning 2. Small group discussion 3. Contextual Instruction 10 Penguasaan konsep dan teknik pekerjaan lapangan audit

(audit fieldwork) 1. Contextual instruction

2. Problem based learning 3. Project based learning 11 Penguasaan konsep, teknik pengerjaan KKP, tickmark,

Index dan pengarsipan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) 1. Contextual instruction 2. Problem based learning 3. Project based learning 12 Pemahaman mengenai manajemen letter dan tahapan

penyelesaian audit. 1. Contextual instruction

2. Problem based learning 3. Small group discussion 13 Pengetahuan mengenai perkembangan dalam bidang audit

seperti Audit/akuntansi forensik, IT Audit, Audit Sektor Publik, dll

1. Discovery learning 2. Cooperative learning 3. Problem based learning

Tabel 4.2 lanjutan

No. Kompetensi Auditing Model Pembelajaran SCL

14 Penguasaan konsep audit per siklus (audit penjualan dan

penerimaan kas, dst) 1. Problem based learning

2. Contextual Instruction 3. Cooperative learning 15 Kemampuan menganalisa temuan audit dan menilai

dampaknya pada penyajian laporan keuangan klien 1. Self directed learning 2. Problem based learning 3. Contextual Learning

(7)

16 Kemampuan melaksanakan audit dengan perilaku dan sikap

yang sesuai dengan etika profesi. 1. Problem based learning

2. Contextual Instruction 3. Small Group Discussion 17 Pengetahuan mengenai perkembangan profesi, standar,

peraturan dll yang terkait dengan bidang auditing baik nasional atau internasional.

1. Discovery Learning 2. Self Directed learning 3. Small Group Discussion 18 Penguasaan teknologi audit berbantuan computer atau

menggunakan software aplikasi yang relevan dalam pengauditan.

1. Contextual instruction 2. Problem based learning 3. Project based learning 19 Pemahaman atas Standar Akuntansi Keuangan selaku

pedoman penyajian laporan keuangan. 1. Self directed learning

2. Problem based learning 3. Small Group Discussion

Sumber : Data lapangan diolah; 2014

Pemetaan kompetensi auditing dan model SCL di atas, kemudian dikonfirmasi melalui Focus Group

Discussion dengan responden mahasiswa dan wawancara dengan dosen pengampu mata kuliah auditing.

Hasilnya dapat dinyatakan bahwa:

1. Model pembelajaran Small Group Discussion yang dilakukan dalam bentuk diskusi kelompok kecil (5-10 orang) sangat sesuai untuk kompetensi pengauditan berupa penguasaan konsep dasar audit dan pengetahuan awal tentang auditing dan profesinya.

2. Model Self Directed Learning merupakan model yang banyak dipersepsikan paling sesuai untuk beberapa kompetensi pengauditan, utamanya untuk beberapa materi yang sifatnya teori umum seperti pemahaman standar audit, etika profesi. Alasannya adalah materi seperti ini membutuhkan pemahaman awal yang bisa dipelajari dengan membaca buku teks rujukan atau dengan mencari sumber lain secara mandiri. Model ini dinilai sesuai untuk kompetensi pengauditan lanjutan dengan asumsi bahwa mahasiswa telah mampu menjadi individu yang belajar sendiri, sehingga dosen hanya menjadi fasilitator saja.

3. Model Problem based learning atau model pembelajaran berbasis masalah, merupakan model yang paling sesuai untuk kompetensi yang sifatnya memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai bagaimana proses audit yang penting dilakukan, mulai dari pemahaman atas pengendalian internal, pemahaman konsep materialitas dan penetapan resiko, jenis bahan bukti audit yang sesuai, dasar pemberian opini hingga pelaporan hasil audit. Model ini dinilai sangat sesuai karena kompetensi yang dituntut dari materi terkait proses audit membutuhkan pemahaman yang komprehensif dari mahasiswa. Hal ini karena materi ini terkait proses audit diajarkan secara bertahap dan berkelanjutan. Dengan demikian pemahaman akan materi sebelumnya sudah harus dikuasai oleh mahasiswa sebelum memasuki materi selanjutnya. Pemahaman seperti ini perlu diajarkan oleh dosen dengan menggunakan kasus/masalah nyata di lapangan, sehingga gambaran yang didapatkan mahasiswa lebih mendalam.

4. Model Contextual Instruction

Model ini dipersepsikan paling sesuai untuk kompetensi teknis audit, seperti penentuan tes transaksi, teknik audit fieldwork, penyiapan kertas kerja pemeriksaan (Audit Working Paper), management

letter, serta teknik audit berbantuan computer. Contextual Instruction dinilai sebagai model yang

paling sesuai karena dengan model pembelajaran ini dosen menghubungkan materi kuliah dengan kehidupan nyata melalui aplikasinya sehari-hari.Hal ini dimungkinkan karena prinsip pembelajaran kontekstual adalah mahasiswa melakukan dan mengalami. Dosen cukup menyiapkan serangkaian tugas lapangan yang harus dikerjakan mahasiswa, atau membahas teorinya dengan mengaitkannya dengan situasi kerja professional. Dengan demikian dapat dipahami alasan dipersepsikannya model ini sebagai model yang paling sesuai untuk pencapaian kompetensi pengauditan yang sifatnya teknis.

5. Model Discovery Learning

Model ini merupakan model yang dipersepsikan paling sesuai oleh responden untuk mencapai kompetensi auditing yang bersifat pengembangan wawasan dan pengetahuan terbaru dalam bidang auditing, perkembangan standar dan peraturan terbaru terkait bidang auditing. Model ini merupakan metode belajar mandiri dengan memanfaatkan informasi yang tersedia, baik yang dicari sendiri oleh mahasiswa atau diberikan oleh dosen. Model ini berfokus agar mahasiswa dapat mencari tahu sendiri tanpa bantuan dosen dalam mendeskripsikan sebuah pengetahuan baru. Dengan demikian model ini sesuai untuk kompetensi pendukung dalam pengauditan.

(8)

5. Kesimpulan dan Saran

Hasil survey persepsi kesesuaian model SCL dengan kompetensi auditing menyimpulkan bahwa tidak semua model SCL dapat diterapkan dalam pembelajaran. Untuk pembelajaran auditing pada pendidikan vokasi ada 5 model SCL yang dinilai sesuai untuk diterapkan oleh dosen dalam kelas yaitu (1) Small Group

Discussion (2). Self Directed Learning, (3). Problem based Learning, (4) Contextual Instruction dan (5) Discovery Learning. Namun, pemilihan model SCL yang akan digunakan, selain harus disesuaikan dengan

muatan materi dan karakteristik kompetensi yang ingin dicapai, juga harus memperhatikan kesiapan sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran, serta materi ajar yang digunakan oleh dosen.

Penelitian ini hanya memetakan model SCL menurut persepsi mahasiswa dan dosen dengan fokus pada pencapaian kompetensi keterampilan mengaudit. Isu yang dibahas dalam penelitian ini belum menggali kontribusi model SCL dalam mengasah softskills penting dalam pembelajaran auditing. Penelitian mendatang, diharapkan dapat mengkaji hal ini serta isu lain yang relevan dengan implementasi model SCL dalam pembelajaran, khususnya pada pendidikan akuntansi di perguruan tinggi.

Daftar Pustaka

Albrecht, S. and R. J. Sack. (2000), “Accounting Education: Charting the Course through A Perilous Future”, Accounting Education Series, Sarasota. FL

Blanthorne, C., Kovar, S.E and Fisher D.G. (2007), “Accounting Educators’ Opinions about Ethics in the Curriculum: an Extensive View”, Issues in Accounting Education, Vol. 9 No. 1

Ditjen Dikti (2012), “Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi (KPT)”, Jakarta.

Esmond-Kiger, C. (2004), “Making Ethics a Pervasive Component of Accounting Education”, Management Accounting

Quarterly, Vol. 5 No.4

Haywood, M.E., McMullen, D.A. and Wygal, D.E. (2004), “Using Games to Enhance Student Understanding of Professional and Ethical Responsibilities”, Issues in Accounting Education, Vol. 19 No. 1

Heames, J.T. and Service, R.W. (2003), “Dichotomies in Teaching, Application and Ethics”, Journal of Education for

Business, November/December.

Heron, J. (2002), The Complete Facilitator’s Handbook, Stylus, Sterling, VA

Hunt, S.D. and Laverie, D.A. (2004), “Experential Learning and the Hunt-Vitell Theory of Ethics: Teaching Marketing Ethics by Integrating Theory and Practice”, Marketing Education Review, Vol. 14 No. 3

Kavanagh, Marie H., and Lyndal Drennan (2008), “What Skills and Attributes Does an Accounting Graduate Need? Evidence from Student Perceptions and Employer Expectations”, Journal of International Accounting and Finance, Vol. 48

Le Clair, D.T., Ferrel, L., Montuori, L., and Willems, C. (1999), “The Use of a Behavioral Simulation to Teach Business Ethics”, Teaching Business Ethics, Vol 3 No. 3

Loeb, S.E. (1988), “Teaching Students Accounting Ethics: Some Crucial Issues”, Issues in Accounting Education, Vol. 3 No. 2

Massey, D.W. and Thorne, L. (2006), “The Impact of Task Information Feedback on Ethical Reasoning”, Behavioral

Research in Accounting, Vol. 18 No. 1

Mintz, S.M. (1995), “Virtue Ethics and Accounting Education”, Issues in Accounting Education, Vol. 10 No. 2

Murphy, E. (2005), Enhancing Student Learning with Governmental Accounting Jeopardy!”, Journal of Public Budgeting,

Accounting and Financial Management, Vol. 17 No. 2

Mutmainah, Siti. (2008), “Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif berbasis Kasus yang Berpusat pada Mahasiswa terhadap efektivitas Pembelajaran Akuntansi Keperilakuan”, disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi 11 (SNA 11) Pontianak.

O’Leary, Conor. (2012), “Semester-Specific Ethical Instruction for Auditing Students”, Managerial Auditing Journal, Vol. 6.

(9)

Biodata Penulis

Yossi Septriani, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Akuntansi (SE.Ak), dari Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, lulus pada tahun 2002. Tahun 2008 memperoleh gelar Master of Accounting (M.Acc) dari School of Economic and Business, University of Melbourne, Australia. Saat ini bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Padang.

Gambar

Tabel 4.2 lanjutan

Referensi

Dokumen terkait

Ini membawa kita pada kenyataan lain. Jelas bahwa tidak semua orang dipimpin oleh Roh Kudus. Dengan kata lain, mereka yang tidak dipimpin oleh Roh bukanlah anak-anak Allah.

ayam broiler memberikan hasil yang nyata lebih tinggi (P<0,05) dari pada ayam yang mendapat perlakuan ransum tanpa ampas tahu (perlakuan A), tetapi tidak

Kenaikan satu persen harga riil beras eceran akan disesuaikan setiap bulannya sebesar 1,39 persen oleh kenaikan harga riil gabah, (iv) variabel ECT_LHEbLHg 23 _N(-1)

Gambar Semua Konstruksi dengan skala 1:25 dan Detail Sambungan 1:10.4. MERENCANAKAN DIMENSI

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Pada luka insisi operasi dilakukan infiltrasi anestesi local levobupivakain pada sekitar luka karena sekresi IL-10 akan tetap dipertahankan dibandingkan tanpa

Perhitungan optimasi alokasi air berdasarkan alternatif prioritas pelayanan yang sama , pada kondisi eksisting simulasi dengan menggunakan WRMM pasok air tercukupi untuk

Kalimat pertama BUKU PUTIH menyatakan bahwa “Peristiwa Gerakan 30 September yang dilaksanakan dan didalangi oleh Partai Komunis Indonesia atau yang lebih dikenal