• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUBLIKASI KARYA ILMIAH. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Derajat S-1 Program Studi Geografi Dan Memperoleh Gelar Sarjana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PUBLIKASI KARYA ILMIAH. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Derajat S-1 Program Studi Geografi Dan Memperoleh Gelar Sarjana"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 PEMODELAN ARAHAN FUNGSI KAWASAN LAHAN

UNTUK EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI

SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI OPAK HULU

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Derajat S-1 Program Studi Geografi Dan Memperoleh Gelar Sarjana

Diajukan Oleh :

MOUSAFI JUNIASANDI RUKMANA NIM : E100110023

FAKULTAS GEOGRAFI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012

(2)
(3)
(4)

3 PEMODELAN ARAHAN FUNGSI KAWASAN LAHAN

UNTUK EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI

SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI OPAK HULU

The Modelling Of Referrals Function Of Land Areas For Existing Landuse Evaluation Using Remote Sensing Data In Opak Hulu Sub-Watershed

Mousafi Juniasandi Rukmana1, Kuswaji Dwi Priyono2, Jumadi2 1

Mahasiswa Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta 2

Staf Pengajar Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAK

Penelitan ini bertujuan untuk membuat peta penggunaan lahan sub DAS Opak Hulu dengan menggunakan citra penginderaan jauh ALOS AVNIR-2 dan WorldView-2, membuat peta arahan fungsi kawasan di sub DAS Opak Hulu untuk mengetahui dan mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan eksisting di sub DAS Opak Hulu terhadap arahan fungsi pemanfaatan lahan yang telah dibuat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif berjenjang dengan mengoverlaykan parameter kemiringan lereng, jenis tanah, intensitas curah hujan, sempadan sungai dan mata air serta kawasan rawan bencana lahar dingin. Survey lapangan untuk uji sampel sebanyak 28 titik dan uji ketelitian terhadap hasil interpretasi. Arahan Fungsi Kawasan dihasilkan dari overlay parameter dengan penggunaan lahan eksisting di sub DAS Opak Hulu,, untuk mengetahui kesesuaian dan arahan fungsi kawasannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sub DAS Opak Hulu, fungsi kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman memiliki luas wilayah terbesar yaitu 69,62 km2 atau 49% dari luas total sub DAS Opak Hulu. Fungsi kawasan budidaya tanaman tahunan memiliki luasan terendah, yaitu 0,38 km2 atau 0,27% dari luas total. Sebanyak 97,58 km2 atau 69% dari luas total sub DAS, penggunaan lahan di sub DAS Opak Hulu telah sesuai dengan arahan fungsi kawasan lahannya. Penggunaan lahan di sub DAS Opak Hulu yang tidak sesuai dengan Arahan Fungsi Kawasan Lahan mencapai 31% atau seluas 44,83 km2.

Kata kunci: Arahan Fungsi Kawasan Lahan, Penggunaan Lahan, Daerah Aliran Sungai (DAS)

ABSTRACT

This research aims are to make a landuse map of Opak Hulu sub-watershed using ALOS AVNIR-2 and WorldView-2 image satellite and to make the map of referrals function of land areas in Opak Hulu Sub Watershed. It can be used to know and to evaluate the suitability of existing landuse in research area.

The method that used in this research area is quantitative with overlay technique several parameters of referrals function land areas map such as slope, soil type, rainfall intensity, the border river and spring, and vulnerability area of lahar flood from Merapi Volcano. As much as 28 points were checked to prove the accuracy of image interpretation. The suitability evaluation map is produced by overlaying the existing land use map in Opak Hulu sub-watershed with its referral function area.

(5)

4

This research show the cultivation of crops and settlements are the largest area. It has 69,62 Km2 (49%) of total research area. While the smallest area is annual crops in the amount of 0,38 Km2 (0,27%) of total research area. For the suitability landuse, the research show that as big as 97,58 km2 (69%) landuse in Opak Hulu Subwatershed was appropriate with referrals function land areas. Meanwhile, the landuse that was not appropriate with referrals function land areas as amount as 44,83 Km2 (31%) of research area.

Keywords: Referrals Function Land Areas, Landuse, Watershed

PENDAHULUAN

Lahan merupakan sumber daya yang sangat penting, di mana makhluk hidup menggunakan lahan untuk tinggal dan bertahan hidup di atasnya. Lahan merupakan komponen fisik, yang terdiri dari iklim, topografi, tanah, hidrologi, dan vegetasi di atasnya di mana komponen tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya (FAO, 1976). Penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara permanen ataupun secara skill terhadap suatu sekumpulan sumber daya alam dan sumber daya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan manusia baik secara spirituil ataupun secara kebendaan ataupun keduanya (Malingreau, 1982).

Seiring dengan berjalannya waktu, kebutuhan masyarakat akan lahan semakin besar. Jumlah penduduk yang semakin meningkat secara signifikan, mengakibatkan berkembangnya kegiatan pembangunan yang dilakukan semakin pesat. Masalah yang sering terjadi saat ini adalah terbatasnya lahan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan lahan. Hal ini mengakibatkan banyak masyarakat membuka lahan baru atau disebut dengan alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan fungsi lahannya. Terbatasnya lahan yang baik membuat petani-petani terpaksa harus membuka lahan pertanian di lahan marjinal.

Alih fungsi lahan ini dapat memicu proses geomorfik yang mengakibatkan degradasi atau kerusakan lahan (Sutikno, 1993). Permasalahan tersebut muncul ketika alih fungsi lahan terus menerus terjadi. Lahan hutan yang terus dirubah menjadi lahan permukiman maka kandungan hara di lapisan tanah atas (top soil) akan hilang, akibatnya keadaan kimia, fisik dan juga semakin berkurang. Adanya fungsi dan degradasi lahan ini disebabkan oleh lemahnya manajemen lahan (FAO, 2008), sehingga diperlukan adanya arahan fungsi kawasan lahan.

Arahan fungsi kawasan lahan di Indonesia telah diatur dalam UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990, dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.41/PRT/M/2007. Peraturan-peraturan tersebut mengatur sedemikian rupa tentang pemanfaatan ruang dan lahan. UU Penataan Ruang khusus mengatur penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dari skala nasional hingga detil perkotaan. Salah satu acuan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang adalah arahan fungsi kawasan dan pemanfaatan lahan wilayahnya. Setiap pemerintah daerah perlu memperhatikan karakteristik daerahnya dalam pembuatan arahan fungsi kawasan lahan untuk penyusunan RTRW.

Salah satu daerah yang perlu diawasi dengan ketat pemanfaatan lahannya adalah di daerah aliran sungai atau yang biasa disingkat menjadi DAS. DAS merupakan ekosistem yang mencakup komponen lingkungan secara menyeluruh, di dalam DAS terdapat keempat

(6)

5 fungsi kawasan, yaitu kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan budidaya tanaman tahunan, kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman. DAS terbagi menjadi tiga bagian, yaitu hulu, tengah dan hilir. Setiap bagian-bagiannya mempunyai fungsi penting dan saling berkaitan satu sama lain. Daerah hulu berfungsi sebagai daerah tangkapan hujan dan mempunyai fungsi perlindungan dari keseluruhan DAS. Daerah tengah merupakan daerah peralihan dari hulu ke hilir dan biasanya mempunyai fungsi kawasan budidaya. Daerah hilir merupakan output dari sistem DAS, menjadi cerminan dari proses atau fenomena yang terjadi di hulu dan di tengah DAS. Membuat arahan fungsi kawasan saat ini memanfaatkan teknologi sistem informasi geografis dan penginderaan jauh, agar lebih tepat dan efisien dalam menata arahan fungsi kawasan lahan.

Sistem Informasi Geografis dibutuhkan dalam pemodelan arahan fungsi kawasan lahan, dengan menggunakan metode pengharkatan dan teknik overlay beberapa parameter arahan fungsi kawasan lahan, maka arahan fungsi kawasan yang akan dibuat lebih tepat dan cepat. Teknologi penginderaan jauh digunakan untuk membuat peta penggunaan lahan saat ini (eksisting) yang akan disesuaikan dengan pemodelan arahan fungsi kawasan yang dibuat untuk menganalisis apakah penggunaan lahan yang ada saat ini telah sesuai dengan arahan fungsi kawasan yang dibuat.

Penelitian ini terletak di sub DAS Opak Hulu yang mengalir membujur dari lereng selatan Gunungapi Merapi hingga selatan Bantul, Yogyakarta. Bagian hulu dari DAS tersebut merupakan daerah tangkapan hujan yang berfungsi sebagai kawasan lindung (konservasi) dan resapan air. Perkembangan kota Yogyakarta yang cenderung mengarah ke utara kota (Sleman) membutuhkan perhatian khusus. Terutama untuk daerah aliran sungai Opak Hulu yang menjadi kawasan lindung bagi daerah lain di sekitarnya.

Berdasarkan dari latar belakang permasalahan penelitian yang telah dirumuskan maka penelitian ini diharapkan mampu menjawab pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengolahan pemodelan arahan fungsi kawasan lahan menggunakan sistem informasi geografis dan data penginderaan jauh?

2. Bagaimana data penginderaan jauh dapat membantu menyadap informasi penggunaan lahan eksisting di sub DAS Opak Hulu?

3. Bagaimana kesesuaian penggunaan lahan eksisting terhadap arahan fungsi kawasan lahan di sub DAS Opak Hulu?

Penelitian tentang evaluasi penggunaan lahan eksisting terhadap arahan fungsi kawasan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. memberikan masukan berupa informasi spasial bagi para stakeholder atau pemerintah setempat dalam mengelola dan memantau rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan; dan

2. memberi gambaran tentang bagaimana data penginderaan jauh dan analisa spasial sistem informasi geografis dapat membantu membuat arahan fungsi kawasan lahan.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kuantitatif berjenjang, yaitu menggunakan harkat yang sudah ditetapkan. Pengharkatan berjenjang ini, tiap unsur pada tiap parameter diberi harkat (skor) yang berjenjang, sesuai dengan besarnya kontribusi tiap unsur terhadap model yang dikembangkan.

(7)

6 Parameter fisik yang dibutuhkan dalam penyusunan arahan fungsi kawasan adalah beberapa parameter yaitu intensitas curah hujan, kemiringan lereng, jenis tanah, sempadan sungai dan kawasan rawan bencana.

a. Faktor Kemiringan Lereng

Tabel 1. Harkat Kemiringan Lereng Kelas Kemiringan Lereng

(%) Keterangan Skor 1 0-8 Datar 20 2 8-15 Landai 40 3 15-25 Agak Curam 60 4 25-45 Curam 80 5 >45 Sangat Curam 100

Sumber: Departemen Kimpraswil (2007)

b. Faktor Jenis Tanah

Tabel 2. Harkat Jenis Tanah

Kelas Jenis Tanah Keterangan Bobot

1 Aluvial, tanah glei, planosol, hidromorf kelabu,

laterik tanah Tidak peka 15

2 Latosol Agak peka 30

3 Brown forest soil, non-calcic brown, mediteran Peka 45

4 Andosol, laterit, grumusol podsol, podsolic Kurang peka 60

5 Regosol, litosol, organosol, renzina Sangat peka 75

Sumber: Departemen Kimpraswil (2007)

c. Faktor Intensitas Curah Hujan

Tabel 3. Harkat Intensitas Curah Hujan

Kelas Curah Hujan (mm/hari) Keterangan Bobot

1 <13,60 Sangat rendah 10

2 13,61 – 20,70 Rendah 20

3 20,71 – 27,70 Sedang 30

4 27,71 – 34,80 Tinggi 40

5 >34,80 Sangat tinggi 50

Sumber: Departemen Kimpraswil (2007)

d. Faktor Sempadan Sungai dan Mata Air Tabel 4. Harkat Sempadan Sungai

Kelas Sempadan Sungai (m) Keterangan Bobot

1 15 Pemukiman 175

2 50 Sungai Kecil 175

3 100 Sungai Besar 175

Sumber: Keputusan Presiden nomor 32 (1990)

Tabel 5. Harkat Sempadan Mata Air

Kelas Sempadan Mata Air (m) Keterangan Bobot

1 15 Pemukiman 175

2 200 Non Pemukiman 175

(8)

7 e. Faktor Rawan Bencana Lahar Dingin

Tabel 6. Harkat Kawasan Rawan Bencana

Kelas Kawasan Rawan Bencana (m) Keterangan Bobot

1 KRB I Rawan Bencana

Lahar Dingin 175

f. Kelas Fungsi Kawasan Lahan

Tabel 7. Kelas Fungsi Kawasan Lahan

Kelas Fungsi Kawasan Skor Total Lereng

I Kawasan Lindung ≥175 -

II Kawasan Penyangga ≥125 - <175 -

III Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan <125 >8%

IV Kawasan Budidaya Tanaman Semusim <125 ≤ 8%

Sumber: Pedoman Penyusunan Pola RLKT (2007)

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengintegrasikan hasil pengolahan data penginderaan jauh dengan analisis sistem informasi geografis menggunakan teknik overlay atau tumpang susun beberapa parameter yaitu intensitas curah hujan, kemiringan lereng, jenis tanah, sempadan sungai dan kawasan rawan bencana. Data penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra ALOS AVNIR-2 dan citra WorldView2. Citra tersebut menghasilkan informasi berupa penggunaan lahan eksisting yang nantinya akan digunakan sebagai bahan utama evaluasi dalam penelitian ini. Sistem informasi geografis digunakan untuk melakukan analisis data setiap parameter sehingga dihasilkan peta fungsi kawasan lahan dan peta evaluasi kesesuaian penggunaan lahan.

Kriteria arahan fungsi kawasan sebagai berikut, a. Kawasan Fungsi Lindung

Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi lindung, apabila besar skor fungsi kawasan lahannya ≥175, atau memenuhi beberapa syarat yaitu mempunyai lereng lebih dari 45%, jenis tanah sangat peka terhadap erosi, merupakan jalur pengaman aliran sungai yaitu sekurang-kurangnya 100 meter di kanan-kiri sungai, merupakan pelindung mata air, radius 200 meter di sekeliling mata air, mempunyai ketinggian (elevasi) 2000 mdpal atau lebih, sempadan pantai < 200 meter dari garis pantai, dan kepentingan khusus sebagai kawasan lindung (flora, fauna, cagar budaya). b. Kawasan Fungsi Penyangga

Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi penyangga apabila besarnya nilai skor fungsi kawasannya lahannya sebesar 125-174 dan atau memenuhi kriteria umum yaitu keadaan fisik lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara ekonomis, lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga, dan tidak merugikan segi-segi ekologi atau lingkungan hidup apabila dikembangkan sebagai kawasan penyangga.

(9)

8 c. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Tahunan

Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan dengan fungsi budidaya tanaman tahunan apabila besarnya nilai skor fungsi kawasan lahannya ≤ 125 serta mempunyai tingkat kemiringan lahan >8% dan memenuhi kriteria umum seperti pada kawasan fungsi penyangga.

d. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman

Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan dengan fungsi budidaya tanaman tahunan apabila besarnya nilai skor fungsi kawasan lahannya ≤ 125 serta mempunyai tingkat kemiringan lahan ≤8% dan memenuhi kriteria umum seperti pada kawasan fungsi penyangga.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fungsi kawasan sesuai dengan Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) ada 4 fungsi kawasan. Fungsi kawasan tersebut yaitu kawasan lindung, kawasan penyangga, kawasan budidaya tanaman tahunan serta kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman. Empat fungsi kawasan lahan memiliki kriteria atau syarat-syarat tersendiri. Kriteria dari masing-masing fungsi kawasan disesuaikan dengan karakteristik lahannya, atau dalam hal ini sesuai dengan faktor pembobot tiap parameter dari klasifikasi yang digunakan.

Teknik overlay dilakukan pada seluruh parameter arahan fungsi kawasan di sub DAS Opak Hulu untuk mengetahui karakteristik lahannya. Karakteristik lahan yang memenuhi syarat dari suatu fungsi kawasan, lahan tersebut dapat dikelaskan fungsi kawasan lahannya. Pengolahan seluruh parameter menghasilkan daerah sub DAS Opak Hulu terbagi dalam seluruh fungsi kawasan. Tabel 8 menunjukkan luasan wilayah fungsi kawasan per kecamatan di sub DAS Opak Hulu.

Tabel 8 Luas Wilayah Fungsi Kawasan per Kecamatan di Sub DAS Opak Hulu

No Kabupaten *) Kecamatan *) Luas (km2) Jumlah KL KP KBTT KBTSP 1 Sleman Berbah 2,31 - - 9,17 11,48 Cangkringan 14,8 19,85 - 2,46 37,11 Kalasan 6,94 - 0,01 23,53 30,48 Ngemplak 4,7 0,11 - 10,87 15,68 Pakem 3,54 0,48 - - 4,02 Prambanan 0,89 0,14 0,37 4,01 5,41 2 Bantul Piyungan 0,52 - - 2,41 2,93 3 Klaten Kemalang 2,78 8,12 - - 10,9 Manisrenggo 3,02 3,12 - 9,06 15,2 Prambanan 0,64 0,43 - 8,11 9,18 Jumlah 40,14 32,25 0,38 69,62 142,39

(10)

9 *) = kabupaten dan kecamatan yang dilalui oleh sub DAS Opak Hulu

Sumber tabel: Pengolahan data atribut sempadan sungai sub DAS Opak Hulu (2012) Keterangan: KL = Kawasan Lindung

KP = Kawasan Penyangga

KBTT = Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan

KBTSP= Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman

Pola dari sebaran fungsi kawasan di sub DAS Opak Hulu lebih cenderung mengikuti kemiringan lereng. Kawasan hutan lindung yang ada di sub DAS Opak Hulu, lebih didominasi oleh faktor kriteria khusus sempadan sungai dan mata air. Bagian utara atau puncak Gunungapi Merapi termasuk kedalam fungsi kawasan lindung. Kawasan penyangga juga lebih dipengaruhi faktor kemiringan lereng, yaitu pada topografi datar hingga agak curam. Sub DAS Opak Hulu yang didominasi oleh topografi datar, jenis tanah regosol dan intensitas curah hujan sangat rendah menjadikan sub DAS Opak Hulu ini lebih memenuhi kriteria fungsi kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman. Gambar 1 menampilkan kawasan DAS Opak Hulu yang terbagi dalam 4 kawasan fungsi yang telah ditetapkan.

Gambar 1. Peta Fungsi Kawasan di Sub DAS Opak Hulu

Hasil evaluasi penggunaan lahan eksisting terhadap Arahan Fungsi Kawasan menunjukkan penggunaan lahan yang sesuai dengan fungsi kawasan di tiap kecamatan lebih mendominasi sub DAS Opak Hulu. Penggunaan lahan sesuai fungsi kawasan memiliki luasan

(11)

10 sebesar 61.761 km2. Kecamatan yang berada di dalam batas sub DAS Opak Hulu, memiliki penggunaan lahan yang telah sesuai dengan fungsi kawasan lahannya.

Penggunaan lahan yang belum sesuai dengan fungsi kawasan di tiap kecamatan lebih sedikit luasannya jika dibandingkan dengan penggunaan lahan yang sesuai dan yang tidak sesuai. Penggunaan lahan belum sesuai fungsi kawasan memiliki luasan sebesar 19.18 km2. Kecamatan dengan penggunaan lahan yang belum sesuai dengan fungsi kawasan yaitu kecamatan Cangkringan, yaitu seluas 13,85 km2. Kecamatan Pakem yang tertutup pasir berbatu seluruhnya adalah lahan yang belum sesuai dengan fungsi kawasan. Kecamatan yang paling kecil luasan penggunaan lahan belum sesuainya adalah kecamatan Kalasan sebesar 0,015 km2. Penggunaan lahan yang belum sesuai di kecamatan Berbah, Piyungan, Manisrenggo dan Prambanan (Klaten).

Penggunaan lahan di sub DAS Opak Hulu yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan mencapai 38% atau seluas 58,89 km2. Jumlah ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan lahan yang belum sesuai dengan arahan fungsinya. Penggunaan lahan tidak sesuai fungsi kawasan terluas terdapat di kecamatan Cangkringan yaitu seluas 22.38 km2. Luasan penggunaan lahan yang tidak sesuai fungsi kawasan yaitu daerah kecamatan Piyungan sebesar 0,48 km2. Penggunaan lahan tidak sesuai fungsi jika terdapat jenis penggunaan lahan yang berada dalam kawasan fungsi yang tidak sesuai dengan peraturan, seperti terdapat penggunaan lahan sawah yang berada di dalam kawasan fungsi lindung ataupun penyangga. Penggunaan lahan yang tidak sesuai harus dikaji ulang agar ke depan kawasan akan sesuai dengan fungsi yang sudah ditetapkan.

Penggunaan lahan sesuai di sub DAS Opak Hulu didominasi oleh jenis sawah di fungsi kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman. Daerah dengan kemiringan lereng yang datar hingga landai, cocok untuk dimanfaatkan untuk penggunaan lahan permukiman. Fungsi kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman umumnya diperbolehkan untuk jenis penggunaan lahan yang bervariasi. Eksplorasi sumber daya dan rehabilitasi lahan harus tetap dijaga, jika kedua hal tersebut dapat dijaga dengan baik, maka penggunaan lahan sesuai di sub DAS Opak Hulu tidak akan berkurang luasannya, dan tidak menutup kemungkinan akan bertambah luasannya.

DAS memiliki fungsi penting dan saling mempengaruhi satu sama lain. Arahan fungsi kawasan lahan suatu DAS harus diperhatikan, dan pemanfaatannya harus tegas hanya untuk penggunaan lahan yang sesuai dengan fungsi kawasan lahannya. Bagian hulu yang sangat sensitif sebaiknya dimanfaatkan untuk kawasan lindung. Hulu DAS sebagai kawasan lindung berarti memiliki fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup sebagai sumber alam. Tabel 9 menunjukkan hasil overlay peta penggunaan lahan eksisting dengan peta arahan fungsi kawasan lahan, diketahui luasan penggunaan lahan sesuai dan yang tidak sesuai dan gambar 2 menunjukkan peta evaluasi penggunaan lahan eksisting terhadap arahan fungsi kawasan.

(12)

11 Gambar 2. Peta Evaluasi penggunaan Lahan terhadap Arahan Fungsi Kawasan Sub DAS

Opak Hulu

Tabel 9 Tabel Luas Wilayah Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Fungsi Kawasan per Kecamatan di DAS Opak Hulu

No

Kabupaten Kecamatan Luas (km2)

Jumlah *) *) PL Sesuai PL Belum Sesuai PL Tidak Sesuai 1 Sleman Berbah 9,359 - 2,12 11,479 Cangkringan 0,86 13,85 22,388 37,098 Kalasan 23,83 0,015 6,636 30,48 Ngemplak - 0,118 6,927 7,045 Pakem - 4,02 - 4,02 Prambanan 4,38 0,039 0,99 5,409 2 Bantul Piyungan 2,44 - 0,48 2,92 3 Klaten Kemalang 2,78 1,14 70,857 110,057 Manisrenggo 9,887 - 5,31 15,197 Prambanan 8,225 - 0,958 9,18 Jumlah 61,761 191,819 528,952 142,39

(13)

12 Sumber: Pengamatan empiris di lapangan (2012)

*) = kabupaten dan kecamatan yang dilalui oleh sub DAS Opak Hulu

Penggunaan lahan belum sesuai di sub DAS Opak Hulu didominasi oleh penggunaan lahan pasir berbatu. Jenis penggunaan lahan ini ada akibat letusan gunung Merapi tahun 2010. Jenis penggunaan lahan pasir berbatu ini muncul secara alami dari faktor alam, maka dalam matriks penggunaan lahan penggunaan lahan ini termasuk pada kelas penggunaan lahan yang belum sesuai dengan fungsi kawasannya. Upaya yang dapat dilakukan agar penggunaan lahan ini di masa depan menjadi penggunaan lahan yang sesuai dengan fungsi kawasannya, yaitu dengan melakukan rehabilitasi dan reboisasi. Penanaman kembali lahan pasir tersebut dengan tanaman-tanaman berkayu keras agar tetap terlindung. Kawasan pasir berbatu ini harus tetap menjadi kawasan lindung, untuk menghindari risiko bahaya awan panas atau banjir lahar dingin akibat letusan Merapi di masa depan.

Penggunaan lahan yang tidak sesuai fungsi kawasan banyak ditemukan pada wilayah sempadan sungai dan mata air. Penggunaan lahan yang dibuat oleh masyarakat sekitar sungai yang tidak sesuai, seperti sawah, permukiman, tegalan atau kebun campuran menibulkan permasalahan di Sub DAS Opak Hulu. Masalah di sub DAS Opak Hulu, di mana kawasan lindung sempadan sungai dan mata airnya sudah mulai dimanfaatkan untuk penggunaan lahan yang tidak sesuai. Perhatian khusus dari berbagai pihak diperlukan untuk memperbaiki lingkungan di sub DAS dan mengatasi masalah tersebut.

Jenis penggunaan lahan kebun campuran, permukiman, sawah dan lapangan golf banyak ditemukan di kawasan lindung. Upaya untuk mengatasinya dapat berupa rehabilitasi lahan atau penyesuaian penggunaan lahan terhadap kesesuaian lahannya. Lahan di kawasan budidaya tanaman tahunan telah dimanfaatkan oleh penduduk untuk penggunaan lahan jenis sawah, cara mengatasinya yaitu dengan membuat terasering sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi jenis penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasannya yaitu dengan pemantapan tata batas, agroforestri, peningkatan komposisi tanaman keras, pengendalian pemanfaatan sumber daya alam, pemulihan fungsi kawasan serta konservasi sumber daya alam.

DAS yang bersifat multidisiplin, multisektor dan multidaerah. Pengelolaan komponen didalamnya melibatkan banyak komponen masyarakat pula. Seluruh komponen masyarakatlah yang harus bersatu menjaga kelestarian sebuah DAS untuk menghindari adanya masalah kekritisan DAS seperti kekeringan, lahan kritis dan banjir di muara.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian evaluasi penggunaan lahan eksisting terhadap fungsi kawasan di sub DAS Opak Hulu yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Fungsi kawasan yang terdapat di sub DAS Opak Hulu yaitu kawasan lindung seluas 40,14 km2 atau 28% dari luas keseluruhan sub DAS. Kawasan penyangga sebesar 23% dari luas total atau seluas 32,25 km2. Kawasan budidaya tanaman tahunan memiliki luasan terendah, yaitu 0,38 km2 atau 0,27% saja dari luas total. Fungsi kawasan budidaya tanaman semusim dan permukiman memiliki luas wilayah terbesar yaitu 69,62 km2 atau 49% dari luas total sub DAS.

(14)

13 2. Jenis penggunaan lahan kebun campuran, permukiman, sawah dan lapangan golf banyak ditemukan di kawasan lindung. Upaya untuk mengatasinya dapat berupa rehabilitasi lahan atau penyesuaian penggunaan lahan terhadap kesesuaian lahannya. Lahan di kawasan budidaya tanaman tahunan telah dimanfaatkan oleh penduduk untuk penggunaan lahan jenis sawah, cara mengatasinya yaitu dengan membuat terasering sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi jenis penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasannya yaitu dengan pemantapan tata batas, agroforestri, peningkatan komposisi tanaman keras, pengendalian pemanfaatan sumber daya alam, pemulihan fungsi kawasan serta konservasi sumber daya alam.

3. Penggunaan lahan tidak sesuai fungsi kawasan terluas terdapat di kecamatan Cangkringan yaitu seluas 22.38 km2. Luasan penggunaan lahan yang tidak sesuai fungsi kawasan yaitu daerah kecamatan Piyungan sebesar 0,48 km2. Penggunaan lahan tidak sesuai fungsi jika terdapat jenis penggunaan lahan yang berada dalam kawasan fungsi yang tidak sesuai dengan peraturan, seperti terdapat penggunaan lahan sawah yang berada di dalam kawasan fungsi lindung ataupun penyangga.

Berdasarkan penelitian evaluasi penggunaan lahan eksisting terhadap fungsi kawasan di sub DAS Opak Hulu yang telah dilakukan, dapat disarankan sebagai berikut:

1. Penggunaan lahan di sub DAS Opak Hulu yang sesuai dengan fungsi kawasan perlu dipertahankan dan dijaga kelestariannya. Seluruh pihak baik pemerintah maupun masyarakat setempat saling membantu untuk menjaga sub DAS Opak Hulu dari kekritisan yang mungkin saja terjadi apabila penggunaan lahan di sub DAS tidak dijaga.

2. Daerah sempadan sungai dan mata air harus diawasi dengan ketat pemanfaatan lahannya, karena penggunaan lahan yang paling banyak tidak sesuai dengan fungsi kawasan adalah wilayah di sekitar sempadan sungai dan mata air.

3. Jenis penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan arahan fungsi kawasannya dilakukan beberapa kegiatan yaitu dengan pemantapan tata batas lahan, agroforestri, peningkatan komposisi tanaman keras, pengendalian pemanfaatan sumber daya alam, pemulihan fungsi kawasan serta konservasi sumber daya alam.

4. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai arahan fungsi pemanfaatan lahan, agar hasil penelitian evaluasi terhadap arahan fungsi kawasan lahan ini dapat mendapat hasil yang diharapkan, berupa daerah yang telah sesuai dengan arahan fungsi kawasannya.

DAFTAR PUSTAKA

Aronoff. 1989. Geographic Information systems: A Management Perspective. WDL Publication Ottawa. Canada.

Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(15)

14 Amri La Bantase. 2007. Degradasi Lahan Sebagian Daerah Aliran Sungai (DAS) Loano Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah. Thesis. Sekolah Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

DigitalGlobe. 2009. The DigitalGlobe Constellation. Chiswick High Road London W4 5YA. United Kingdom.

Direktorat Vulkanologi. 2010. Karakteristik Gunung Merapi. BPPTK. Yogyakarta.

Dony Purnomo. 2010. Peta Fungsi Kawasan. http://dony.blog.uns.ac.id. Diakses pada tanggal 23 Maret 2012. Pukul 12.18 WIB.

FAO. http://fao.org Diakses pada tanggal 1 Juni 2012. Pukul 14.49 WIB.

Hadi Sabari Yunus. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Harjadi. dkk. 2007. Analisis Karakteristik Kondisi Fisik Lahan DAS dengan PJ dan SIG di

DAS Benain-Noelmina, NTT. http://soil.faperta.ugm.ac.id. Diakses tanggal 14 Maret

2012. Pukul 8.06 WIB

Hendrik Boby. 2010. Penentuan Fungsi Kawasan Lahan dan Arahan Fungsi Lahan DAS

Grompol Bagian Hulu di Kabupaten Karanganyar Tahun 2010.

http://geoenviron.blogspot.com. Diakses pada tanggal 27 Juli 2012. Pukul 14.24 WIB. Lillesand T.M, Kiefer. R.W. 1979. Remote Sensing And Image Interpretation. John Wiley &

Sons Inc. New York.

Malingreau, JP. & Rosalia Christiani. 1982. A land cover / land use classification for

Indonesia. PUSPICS UGM. Yogyakarta.

Malingreau, JP. 1977. A Proposed Land Cover / Land Use Classification and Its Use With Remote Sensing. Journal of Geography, volume VII bulan Juli. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Muryono. 2008. Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2007. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Nugraha, S., dkk. 2006. Potensi dan Tingkat Kerusakan Sumberdaya Lahan di Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah Tahun 2006. Laporan Penelitian. LPPM UNS. Surakarta.

Puguh Dwi Raharjo. 2010. Seputar Hidrologi. http://hydrospatial.wordpress.com. Diakses pada tanggal 27 Juli 2012. Pukul 14.49 WIB

(16)

15 Ratih F Putri. 2007. Evaluasi Kemampuan Lahan dan Tekanan Penduduk terhadap Lahan Pertanian dalam Penentuan Potensi Degradasi Lahan di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo. Skripsi. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Saminingsih. 2002. Pemanfaatan citra Landsat TM dan Sistem Informasi Geografis Untuk

Menentukan Arahan Fungsi Kawasan Lahan. Skripsi. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Short, Nicholas M. 1982. The Landsat Tutorial Workbook, NASA. New York.

Sri Sugiyati. 2001. Pemanfaatan Citra Digital Landsat Thematic Mapper dan Sistem Informasi Geografis Untuk Penentuan Arahan Fungsi Kawasan di Kabupaten Purworejo. Skripsi. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Star, Jeffrey & Estes, John. 1990. Geographic Information System: An Introduction. Prentice Hall. Englewood Cliffs, New Jersey.

Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Dasar I. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sutanto. 1987. Penginderaan Jauh Dasar II. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Suti Ratmini. 1998. Prediksi Limpasan Permukaan Akibat Perubahan Penggunaan Lahan di Daerah Aliran Sungai Opak Hulu dengan Metode Thronwaite-Mather Modifikasi.

Skripsi. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sutikno., dkk. 1993. Degradasi Lahan Akibat Perpindahan Pemukiman Baru ke Daerah

Tangkapan Hujan Waduk Kedungombo Grobogan, Jawa tengah. Fakultas Geografi.

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2007. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007.

Gambar

Gambar 1. Peta Fungsi Kawasan di Sub DAS Opak Hulu
Tabel  9  Tabel  Luas  Wilayah  Kesesuaian  Penggunaan  Lahan  terhadap  Fungsi  Kawasan  per  Kecamatan di DAS Opak Hulu

Referensi

Dokumen terkait

Alasan yang dikemukakan organisasi – organisasi yang mendukung penegakan hak azasi manusia atas kaum LGBT pada intinya dalah menginginkan kelompok pecinta sesama

Walaupun tidak mampu menjawab hujjah-hujjah yang mantap dari pemuda-pemuda beriman ini, raja yang kufur dan zalim itu tetap berkeras mahu mereka murtad dari

Gejala: (1) umur 2-3 minggu daun runcing, kecil, kaku, pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih; (2) umur 3-5

Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa karakteristik perpindahan panas pada hairpin double pipe heat exchanger , dapat dilihat dari laju perpindahan panas dan

Segala puja dan puji penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan anugrahnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul

Berkenaan dengan permasalahan yang penulis akan jelaskan, bahwa sajian Tari Ratu Graeni sebagai simbol perempuan Sunda yang berjiwa patriotik dapat dilihat dari karakter

Tahap Perencanaan Siklus I; Kegiatan yang dilakukan dalam tahap siklus I: Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah : a. Menelaah kurikulum Bahasa