• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PR AKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN SIROSIS HATI DI RUANG PERAWATAN UMUM LANTAI 6 RUMAH SAKIT

ANGKATAN DARAT GATOT SUBROTO

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

CHRISTAFENN Y 0906510722

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS

DEPOK

(2)

ii

(3)
(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjankan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatN ya, saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini.

Penulisan KIAN ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa banyak pihak yang membantu dalam proses penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ns. Mumahad Adam, M. Kep, Sp. Kep. MB sebagai dosen pembimbing KIAN yang selalu memberi bimbingan dan arahan dalam penyelesaian KIAN;

2. Ns. Siti Anisah, Skep., ETN selaku dosen penguji dan pembimbing klinik di lantai 6 PU RSPAD yang telah memberikan waktu, ilmu, dan tenaganya untuk membimbing saya.

3. Ibu Elfy Syahreni, SKp., selaku pembimbing akademik.

4. Orang tua saya, serta adik-adik saya yang telah mendukung dalam bentuk material dan doa;

5. Sahabat-sahabat saya yang telah banyak membantu, mendukung, dan menemani saya dalam suka duka menyelesaikan laporan ini;

6. Kakak senior perawat di lantai 6 PU RSPAD yang telah memberikan bimbingan selama praktik;

7. Seluruh pihak yang turut membantu dan mendukung proses penyelesaian KIAN ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Semoga Tuhan saja yang membalas segala kebaikan kalian

Akhir kata terima kasih untuk setiap motivasi dan dukungannya, semoga Tuhan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga KIAN ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu di dunia keperawatan.

Depok, Juli 2014 Penulis

(5)
(6)

vi ABSTRAK

Nama : Christafenny

Program Studi : Profesi Ners

Judul Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Sirosis Hati di Ruang Perawatan Umum Lantai 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto

Kebiasaan konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor risiko masalah kesehatan masyarakat perkotaan. Penyakit yang dapat timbul dari kebiasaan konsumsi alkohol adalah sirosis hati. Karya Ilmiah Akhir ini memberikan gambaran tentang analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien sirosis hati di ruang perawatan umum lantai 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto. Implementasi yang telah dilakukan meliputi implementasi manajemen nutrisi, manajemen cairan, dan hipertermia. Intervensi yang menjadi unggulan adalah asupan protein nabati adekuat sebagai upaya peningkatan status nutrisi pasien sirosis hati. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan lingkar lengan atas, peningkatan nilai hemoglobin dan albumin, peningkatan kondisi klinis, dan penurunan lingkar perut.

Kata kunci: protein nabati, sirosis hati

(7)

ABSTRACT

Name : Christafenny

Study program : Ners

Title Analysis of urban health nursing clinical practice at liver cirrhosis patients in floor 6 of general care Army Center Hospital Gatot Subroto

The habit of alcohol consumption is one of the risk factors of urban public health problem. The disease can arise from alcohol consumption habits is liver cirrhosis.

This final scientific paper provides an overview of the analysis of urban health nursing clinical practice at liver cirrhosis patients in floor 6 of general care Army Center Hospital Gatot Subroto. Implementation has been done include the implementation of nutrient management, fluid management, and hyperthermia.

Intervention that are seeded adequate intake of vegetable protein as an effort to improve the nutritional status of liver cirrhosis patient. Evaluation results show that an increase in upper arm circumference, hemoglobin and albumin increased value, improved clinical conditions, and a decrease in abdominal circumference.

Keywords: liver cirrhosis, vegetable protein.

(8)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii

HALAMAN PEN GESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan K husus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Bagi Pasien Sirosis hati ... 4

1.4.2 Bagi Pelayanan Keperawatan ... 5

1.4.3 Bagi Pendidikan Keperawatan... 6

1.4.4 Bagi Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Fungsi Metabolisme Hati... 7

2.2 Sirosis hati Alkaholik ... 8

2.3 Gangguan Status Nutrisi pada Sirosis Hati... 9

2.4 Evaluasi Status N utrisi Sirosis Hati ... 10

2.4.1 Data Subyektif ... 10

2.4.2 Data Obyektif ... 11

2.5 Komplikasi Sirosis hati ... 11

(9)

2.5.1 Hipertensi Porta ... 11

2.5.2 Encephalopathy Hepatic... 11

2.6 Upaya Peningkatan Status N utrisi Pasien dengan Sirosis Hati ... 12

2.6.1 Asupan Protein Nabati Adekuat ... 12

2.6.2 Suplemen Branched Chain Amino Acid... 13

BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ... 14

3.1 Pengkajian... 14

3.1.1 Identitas pasien ... 14

3.1.2 Alasan masuk ... 14

3.1.3 Keluhan Utama... 14

3.1.4 Riwayat keluhan utama ... 14

3.1.5 Aktivitas/ istirahat ... 14

3.1.6 Nutrisi ... 15

3.1.7 Cairan ... 16

3.1.8 Pernapasan... 16

3.1.9 Neurosensori... 17

3.1.10 Sirkulasi... 17

3.1.11 Keamanan ... 17

3.1.12 Eliminasi... 18

3.2 Analisis Data... 18

3.3 Prioritas Diagnosa Keperawatan... 19

3.4 Rencana Intervensi Keperawatan ... 20

3.5 Implementasi Keperawatan ... 21

3.6 Evaluasi... 22

BAB VI ANALISIS SITUASI ... 24

4.1 Profil Lahan Praktik... 24

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait ... 24

4.2.1 Sirosis hati alkaholik ... 24

(10)

x

4.2.3 Kelebihan volume cairan... 29

4.2.4 Hipertermia... 32

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait .... 33

4.4 Alternatif Pemecahan yang Dilakukan ... 33

BAB V PENUTUP ... 35

5.1 Simpulan ... 35

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Rencana Asuhan Keperawatan Lampiran 2: Implementasi dan Evaluasi

Lampiran 3: Pemantauan Keseimbangan Cairan Tubuh Harian Lampiran 4: Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Lampiran 5: Daftar Riwayat Hidup

(12)

1 Universi tas Indone sia

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sirosis hati merupakan salah satu masalah kesehatan serius di Indonesia dan dunia. Sirosis hati merupakan penyebab kematian urutan ketiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit kanker di dunia dengan angka kematian 150 ribu orang meninggal pada tahun 2012 karena sirosis hati. Survei yang dilakukan di Indonesia juga menunjukkan sirosis hati berada pada urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit infeksi dan penyakit paru dengan angka kematian 350 ribu orang meninggal pada tahun 2010 karena sirosis hati. Hal ini menunjukkan bahwa sirosis hati masih merupakan masalah kesehatan yang sulit dikendalikan.

Hal ini dapat terjadi karena banyaknya faktor risiko penyebab sirosis hati antara lain penggunaan jarum suntik, riwayat transfusi darah, komplikasi jangka panjang hepatitis B dan C, serta kebiasaan konsumsi alkohol (Kemenkes, 2013; Hadi, 1992; WHO, 2014; Saitz, 2005).

Sebagian besar sirosis hati terjadi sebagai komplikasi jangka panjang hepatitis B dan hepatitis C. Jarak waktu terjadinya infeksi hepatitis sampai pada sirosis hati berbeda-beda, jangka waktu paling cepat adalah 6 bulan (Tanurahardja, 1996).

Hasil survei di Indonesia di dapatkan data dari 13 juta penderita hepatitis B dan 7 juta penderita hepatitis C, 50% diantaranya mengalami sirosis hati sebagai komplikasi jangka panjang hepatitis. Perbandingan angka kejadian hepatitis di Indonesia pada tahun 2013 meningkat dua kali lipat dari angka kejadian hepatitis pada tahun 2007 dari angka 0,6% menjadi 1,2%. Peningkatan insiden angka kejadian sebesar 125% juga terjadi pada masyarakat perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan angka kejadian hepatitis yang signifikan pada masyarakat perkotaan berlangsung dengan cepat. Peningkatan angka hepatitis ini juga dapat menggambarkan kemungkinan peningkatan angka kejadian sirosis hati yang signifikan pada masyarakat perkotaan sebagai komplikasi jangka panjang hepatitis (Kemenkes, 2013; Riskesdas, 2013).

(13)

Angka kejadian yang tinggi pada sirosis hati menimbulkan pertanyaan tentang penyebab utama kejadian sirosis hati. Berdasarkan survei yang dilakukan WHO pada tahun 2012 di seluruh dunia termasuk Indonesia didapatkan hasil dari seluruh insiden sirosis hati terdapat 50% insiden merupakan insiden sirosis alkaholik. Hasil yang sama ditunjukkan pada penelitian Mendez dkk tahun 2005 di Inggris yaitu terdapat 70% insiden hepatitis merupakan hepatitis alkaholik yang berkembang menjadi sirosis alkaholik (Liana, 2006). Penelitian lebih rinci dilakukan oleh WHO pada tahun 2012 dan didapatkan hasil 52,7 laki- laki per 100.000 populasi dan 16,6 perempuan per 100.000 populasi yang mengalami sirosis alkaholik (WHO, 2014).

Salah satu masalah kesehatan utama pada pasien dengan sirosis hati adalah malnutrisi. Hati sebagai organ penting dalam proses metabolisme tubuh. Sirosis hati mengakibatkan gangguan pada metabolisme tubuh sehingga seluruh proses metabolisme tubuh terganggu karena proses sirosis. Akibat dari terganggunya metabolisme tubuh ini adalah penurunan berat badan, penurunan asupan nutrisi, peningkatan kerentanan terhadap infeksi, dan penurunan produksi energi.

Penurunan produksi energi yang didukung juga oleh penurunan asupan nutrisi ini dapat mengakibatkan penurunan produktivitas kerja. Penuruanan produktivitas kerja inilah yang dapat menjadi penyebab penurunan kualitas hidup sehingga penting bagi pasien dengan sirosis hati mengupayakan peningkatan status nutrisi dengan tujuan peningkatan produktivitas dan kualitas hidup. Salah satu sumber energi tubuh adalah protein atau asam amino. Akan tetapi sumber protein yang efektif untuk meningkatkan status nutrisi pasien dengan sirosis hati adalah dengan asupan nutrisi sumber protein nabati (Fauzi dkk, 2009; Bianchi dkk, 2009).

Pasien dengan sirosis hati yang diberikan protein sumber nabati menunjukkan peningkatan status nutrisi yang signifikan dibandingkan dengan pasien yang diberikan sumber protein hewani. Peningkatan status nutrisi ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai anthopometri, kondisi klinis, dan fungsi hati. Akan tetapi tidak menunjukkan peningkatan pada produksi amonia dan nitrogen.

Peningkatan status nutrisi tanpa peningkatan amonia dan nitrogen ini

(14)

Universita s Indone sia

menunjukkan bahwa asupan nutrisi protein nabati lebih efektif dan aman bagi pasien dengan sirosis hati. Peningkatan status nutrisi ini juga mendukung peningkatan produktivitas kerja ditandai dengan perbaikan kondisi pasien secara klinis (Bianchi dkk, 2009; Fowler, 2013)

Hasil observasi di ruang 6 PU RSPAD selama 7 minggu praktik menunjukkan jumlah pasien dengan sirosis hati mencapai 21.26% dari kapasitas total 12 tempat tidur ruang perawatan gastrointestinal. Hasil wawancara dan observasi yang dilakukan dengan pasien didapatkan data bahwa pasien mengalami sirosis hati sejak Februari 2013. Sirosis hati ini terjadi sebagai komplikasi dari hepatitis B yang telah diderita pasien selama 3 tahun terakhir. Sirosis hati yang dialami pasien termasuk sirosis hati alkaholik. Pasien mengatakan memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol sekitar sejak usia 20 tahun. Kemudian selama bekerja sebagai TNI 20 tahun yang lalu pasien mengatakan bahwa kebiasaan konsumsi alkohol tersebut semakin sering dilakukan sekitar 3-4 kali dalam seminggu.

Hal ini menujukkan selain sebagai komplikasi lanjut dari hepatitis B dan hepatitis C, faktor risiko utama sirosis hati adalah kebiasaan konsumsi alkohol. Kebiasaan konsumsi alkohol menjadi suatu aktivitas yang sering dijumpai pada masyarakat perkotaan. Sehingga sebagian besar kejadian sirosis hati merupakan masalah perkotaan di negara maju dan berkembang. Dari seluruh penderita sirosis alkaholik sebagian besar didominasi oleh laki- laki yang berusia produktif. O leh karena itu penting dilakukan upaya pengendalian kejadian sirosis hati jika insiden ini terus berkembang tidak menutup kemungkinan dapat mengganggu produktivitas masyarakat khususnya masyarakat perkotaan pada usia produktif yang menjadi sumber daya manusia terbesar dari suatu negara.

1.2. Rumusan Masalah

Kebiasaan konsumsi alkohol merupakan salah satu aktivitas yang sering dijumpai pada masyarakat perkotaan. Kebiasaan konsumsi alkohol ini merupakan salah satu faktor risiko perilaku kesehatan khususnya gangguan fungsi hati. Sirosis hati merupakan salah satu penyakit hati yang disebabkan oleh kebiasaan konsumsi

(15)

alkohol dengan angka kematian tinggi. Masalah kesehatan pasien dengan sirosis hati adalah malnutrisi yang dapat menyebabkan rendahnya produktivitas. Salah satu asupan nutrisi yang dianjurkan adalah sumber protein nabati. Akan tetapi pola asupan nutrisi dengan sumber protein nabati ini belum dilakukan secara optimal sebagai upaya peningkatan asupan nutrisi pada pasien dengan sirosis hati.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Menggambarkan analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien sirosis hati di ruang perawatan umum lantai 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto.

1.3.2. Tujuan Khusus

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan khusus penelitian, yaitu:

1. Menggambarkan analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan tentang status nutrisi pasien dengan sirosis hati di ruang perawatan umum lantai 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto 2. Menggambarkan analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat

perkotaan tentang manfaat asupan nutrisi protein nabati sebagai upaya peningkatan status nutrisi pasien dengan sirosis hati di ruang perawatan umum lantai 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Pasien Sirosis Hati

Laporan ini memberikan gambaran analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien sirosis hati di ruang perawatan umum lantai 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto. Laporan ini juga memberikan informasi kepada pasien dengan sirosis hati tentang gambaran status nutrisi dan manfaat asupan nutrisi protein nabati sebagai upaya peningkatan status nutrisi pasien dengan sirosis hati. Selanjutnya pasien dengan sirosis hati dapat menerapkan dalam pola hidup sehari- hari. Diharapkan setelah pasien mendapat informasi dari hasil analisis praktik ini, dapat diterapkan dalam pola makan

(16)

Universita s Indone sia

sehari- hari sehingga mendapatkan manfaat peningkatan status nutrisi. Peningkatan status nutrisi selanjutnya dapat meningkatkan produktivitas kerja dan peningkatan kualitas hidup pasien dengan sirosis hati.

1.4.2. Bagi Pelayanan Keperawatan

Laporan ini memberikan gambaran analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien sirosis hati di ruang perawatan umum lantai 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto. Laporan ini juga memberikan informasi kepada perawat tentang gambaran status nutrisi dan manfaat asupan nutrisi protein nabati sebagai upaya peningkatan status nutrisi pada pasien dengan sirosis hati. Selanjutnya setelah perawat mendapat informasi tentang manfaat asupan nutrisi protein nabati, perawat dapat melakukan asuhan keperawatan yang tepat dalam peningkatan status nutrisi pasien dengan sirosis hati. Pelayanan keperawatan yang tepat tentang asupan nutrisi pasien dengan sirosis hat dapat meningkatkan status nutrisi pasien tersebut dan mempercepat proses pemulihan pasien. Hal ini dapat menunjukkan peningkatan mutu dan pelayanan keperawatan khususnya perawatan pasien dengan sirosis hati.

Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai materi promosi kesehatan dan discharge planning bagi perawat yang bekerja di klinik. Sehingga dengan promosi kesehatan dan discharge planning yang tepat dapat mencegah terjadinya insiden rawat kembali pasien dengan sirosis hati atau rawat kembali pasien dengan komplikasi encephalopathy hepatic.

1.4.3. Bagi Pendidikan Keperawatan

Laporan ini memberikan gambaran analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien sirosis hati di ruang perawatan umum lantai 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto. Laporan ini juga memberikan informasi bagi pendidikan keperawatan tentang gambaran status nutrisi dan manfaat asupan nutrisi protein nabati sebagai upaya peningkatan status nutrisi pada pasien dengan sirosis hati. Penting bagi mahasiswa keperawatan mengetahui pola asupan nutrisi yang tepat bagi pasien dengan sirosis hati. Penting juga bagi

(17)

pendidikan keperawatan memasukkan materi manfaat asupan nutrisi protein nabati pasien dengan sirosis hati pada kurikulum mata ajar keperawatan.

1.4.4. Bagi Penelitian

Laporan ini memberikan gambaran analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien sirosis hati di ruang perawatan umum lantai 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto. Laporan ini juga memberikan informasi bagi pembaca tentang status nutrisi dan manfaat asupan nutrisi protein nabati sebagai upaya peningkatan status nutrisi pada pasien dengan sirosis hati.

Penelitian ini juga memperkaya penelitian keperawatan yang telah dilakukan.

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan penelitian lebih lanjut khususnya dalam topik nutrisi yang tepat pada pasien sirosis hati.

(18)

7 Universi tas Indone sia

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka merupakan bagian penelitian yang menguraikan teori- teori, temuan, maupun penelitian terkait yang menjadi dasar pembahasan masalah dalam penelitian. Tinjauan pustaka ini menguraikan konsep sirosis hati dan asuahan keparawatan khususnya asupan nutrisi protein nabati sebagai upaya peningkatan status nutrisi pasien dengan sirosis hati.

2.1 Fungsi Metabolisme Hati

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan memiliki peran penting dalam proses metabolisme tubuh. Hati terlibat dalam seluruh proses kimia metabolisme tubuh dengan memproduksi, mensekresi, mensintesis, dan menyimpan senyawa atau substansi yang digunakan dalam proses metabolisme. Proses metabolisme yang terjadi adalah metabolisme glukosa, protein, dan lemak. Selain itu hati juga berperan sebagai tempat penyimpanan mikronutrien (Smeltzer & Bare, 2002;

White, Duncan, & Baumle, 2012).

a. Glukosa yang masuk melalui traktus pencernaan, masuk ke hati melalui vena porta, kemudian diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hepatosit. Glikogen ini disimpan di hepatosit sebagai cadangan glukosa dan akan diubah kembali menjadi glukosa jika dibutuhkan oleh tubuh. Sintesis glukosa tambahan juga merupakan fungsi hati melalui proses glukoneogenesis, yaitu merubah asam amino atau asam lemak menjadi glukosa. Fungsi metabolisme glukosa dan tempat penyimpanan cadangan glukosa ini merupakan fungsi hati untuk menjaga kestabilan gula darah.

b. Hampir seluruh sintesis plasma protein di dalam tubuh dilakukan oleh hati.

Plasma protein tersebut antara lain albumin, faktor pembekuan darah, dan lipoprotein. Albumin berperan untuk menjaga tekanan onkotik intravaskular, sehingga cairan tetap berada di intravaskular. Sintesis faktor pembekuan darah juga dilakukan oleh hati dengan bantuan vitamin K.

Sintesis faktor pembekuan darah ini diperlukan untuk mencegah terjadinya

(19)

menghentikan perdarahan pada tubuh. Metabolisme protein menghasilkan asam amino yang berperan penting dalam perbaikan sel-sel tubuh. Hasil samping dari sintesis protein tersebut adalah amonia. Amonia juga diproduksi oleh bakteri yang hidup di intestinum. Amonia di dalam tubuh bersifat toksik, sehingga hati mensintesis amonia menjadi ureum yang dapat disekresikan melalui urin.

c. Metabolisme lemak dilakukan oleh hati dengan mengubah asam lemak menjadi energi dengan hasil samping badan keton. Badan keton merupakan senyawa-senyawa kecil yang terdiri dari aseton-asetat, asam beta hidroksibutirat, dan aseton yang dapat didistribusikan ke otot dan jaringan tubuh. Asam lemak dan hasil sintesis lipid lainnya disimpan dalam hepatosit. Asam lemak dan lipid yang ditimbun berlebih dalam hati dapat dinamakan fatty liver.

d. Hati juga berfungsi sebagai penyimpanan mikronutrien. Vitamin larut lemak seperti vitamin A, D, E, dan K serta vitamin B12 disimpan di hati. Selain vitamin, mineral penting seperti besi dan tembaga juga disimpan di hati.

e. Selain metabolisme makronutrien dan mikronutrien hati juga memiliki peran dalam metabolisme dan sintesis obat dan alkohol. Hati mengkonjugasi substansi obat dan alkohol dengan senyawa tubuh lainnya agar dapat disintesis menjadi senyawa lebih kecil sehingga dapat didistribusikan ke sel tertentu dan diserap oleh lebih mudah.

2.2 Sirosis Hati Alkaholik

Sirosis hati merupakan penyakit kronik dengan karakteristik pergantiaan jaringan normal hati dengan fibrosis yang difuse yang akan mengubah struktur dan fungsi hati. Sirosis hati merupakan pembentukan jaringan parut di hati sebagai gambaran stadium akhir fibrosis hepatik yang ditandai oleh penumpukan jaringan ikat, distorsi vaskular, dan regenerasi nodulus parenkim (Smeltzer & Bare, 2002;

White, Duncan, & Baumle, 2012). Sirosis hati alkaholik merupakan gangguan fungsi dan struktur hati yang disebabkan oleh konsumsi alkohol dalam waktu

(20)

Universita s Indone sia

menahun. Sirosis hati alkaholik merupakan sirosis yang paling sering ditemukan dari seluruh kasus sirosis hati.

Hati akan melakukan metabolisme 80%-90% alkohol yang masuk ke dalam tubuh.

Senyawa alkohol tersebut akan dimetabolisme oleh enzim alkoholdehirogenase (ADH) dan koenzim nikotinamid-adenin-dinokleotida (NAD) menjadi asetaldehid. Asetaldehid ini merupakan produk yang reaktif sehingga dapat merusak struktur sel hati dan merusak fungsi hati. Konsumsi alkohol menahun akan menyebabkan kerusakan hati yang parah sehingga mengurangi kapasitas hati melakukan oksidasi lemak. Hal ini akan menyebabkan penimbunan lemak dijaringan hati yang disebut fatty liver. Penumpukan lemak ini juga akan menyebabkan peregangan sel hati sehingga suplai oksigen dan nutrisi untuk perbaikan sel dan jaringan hati berkurang. Kegagalan perbaikan hati menyebabkan appotosis atau kerusakan hati yang parah dan pemebentukan jaringan ikat sampai terjadi sirotik pada hati.

2.3 Gangguan Status Nutrisi pada Sirosis Hati

Keluhan utama gangguan nutrisi pada sirosis hati adalah mual. Rasa mual tersebut dapat disebabkan oleh obstruksi portal dan juga dapat disebabkan oleh penumpukan cairan asites yang menekan lambung. Konsumsi alkohol menahun dapat menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi hati. Penurunan fungsi hati ini menyebabkan penurunan fungsi metabolisme lemak, sehingga terjadi penimbunan lemak di hati yang disebut fatty liver. Kondisi perlemakan hati menyebabkan kegagalan perbaikan struktur dan fungsi hati akibat penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke sel hati yang rusak. Jaringan parut akan terus terbentuk sebagai respon kerusakan hati yang parah. Semakin luas kerusakan hati maka akan semakin luas jaringan parut yang terbentuk, sehingga membuat ukuran hati semakin besar.

Perbesaran hati ini dapat dievaluasi dengan pengkajian fisik palpasi atau pengakajian dignostik USG abdomen (Fauzi dkk, 2009; Fowler, 2012).

Pada kondisi hati yang normal, maka darah yang membawa hasil nutrien dari traktus pencernaan masuk ke hati melalui vena porta. Akan tetapi karena hati

(21)

mengalami sirotik maka darah dari traktus pencernaan akan menumpuk pada vena porta. Penumpukan darah di vena porta ini akan membuat kompensasi dengan cara membuat pembuluh darah kolateral yang mengalirkan darah kembali ke traktus pencernaan. Akibatnya akan terjadi kongesti pasif yang kronis pada traktus pencernaan sehingga menimbulkan dispepsia atau rasa mual. Kongesti pasif ini juga dapat menimbulkan diare atau konstipasi (Smeltzer & Bare, 2002; White, Duncan, & Baumle, 2012).

Hati sebagai tempat sintesis protein termasuk sintesis albumin. Kerusakan pada struktur dan fungsi hati menyebabkan penuruanan sintesis protein albumin, sehingga kadar albumin tubuh menurun. Fungsi albumin tubuh adalah menjaga tekanan onkotik intravaskular. Penurunan kadar albumin tubuh akibat sirosis hati menyebabkan penurunan tekanan onkotik intravaskular. Penurunan tekanan onkotik mengakibatkan perpindahan cairan intravaskular ke ekstravaskular. Salah satu tempat penumpukan cairan estravaskular adalah rongga peritonium.

Penumpukan cairan dirongga peritoium akan menyebabkan asites yang ditandai dengn perbesaran abdomen dan shifting dullnes positif. Adanya asites dan perbesaran abdomen ini dapat menekan rongga lambung dan menimbulkan rasa mual.

Hati sebagai tempat penyimpanan mineral penting. Salah satu mineral yang disimpan dihati adalah besi. Kerusakan hati dapat menyebabkan defisiensi zat besi yang berakibat pada penurunan hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin ini disebut anemia. Anemia merupakan manifestasi klinis yang sering dijumpai pada pasien dengan sirosis hati. Anemia akibat defisiensi zat besi ini dapat menyebabkan kelelahan berat pada pasien sehingga menurunkan produktivitas pasien.

(22)

Universita s Indone sia

2.4 Evaluasi Status Nutrisi Sirosis Hati 2.4.1 Data Subyektif

Keluhan utama pasien dengan sirosis hati pada umumnya adalah mual dengan atau pun tidak disertai muntah. Rasa mual ini akan menyebabkan penurunan nafsu makan dan dalam waktu lama menyebabkan penurunan berat badan. Penurunan asupan nutrisi tersebut juga akan menyebabkan kelelahan berat dan penurunan produktifitas (Potter & Perry, 2009)

2.4.2 Data Obyektif

Evaluasi obyektif status nutrisi pasien dengan sirosis hati dilakukan dengan alat pengkajian nutrisi antropometri, biokimia darah, kondisi klinis, dan terapi dan diet. Pengkajian antropometri meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar perut, lingkar lengan atas, dan indeks massa tubuh (IMT). Pengkajian biokimia darah meiputi nilai serum protein albumin dan hematologi darah seperti hemoglobin dan hematokrit. Pengkajian kondisi klinis meliputi pengkajian jaundice, anemis, dan kelelahan yang tampak. Pengkajian terapi diet meliputi pengkajian asupan nutrisi, diet yang dianjurkan, dan terapi medikasi terkait (Potter & Perry, 2009).

2.5 Komplikasi Sirosis Hati 2.5.1 Hipertensi Porta

Didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang menetap.

Penyebabnya adalah peningkatan resistensi aliran darah melalui hati, dan peningkatan aliran arteri splanknikus. Saluran kolateral timbul akibat sorisis adalah esofagus bagian bawah. Adanya saluran ini menimbulkan varises esofagus.

Perdarahan pada varises ini sering menimbulkan kematian. Hemoroid juga akan terjadi bila hipertensi porta ini terus terjadi. Kemudian Asistes timbul karena peningkatan tekanan balik vena portal, tekanan hidrostatik meningkat pada usus, penurunan tekanan osmotik koloid (hipoalbumin), retensi natrium dan air.

(23)

2.5.2 Encephalopathy hepatic

Terjadi pada infeksi hati yang beratdan kegagalan fungsi hati. Penyebabnya adalah ketidakmampuan hati untuk memetabolisme amonia menjadi ureum, sehingga peningkatan kadar amonia dapat menekan sistem saraf pusat yang ditandai dengan peningkatan amonia di dalam darah dan cairan serebrospinal.

Setiap proses yang berpotensi meningkatkan kadar protein didalam usus seperti peningkatan intake protein/perdarahan saluran cerna akan meningkatkan amonia dalam darah. Manifestasi klinik yang mungkin pmuncul adalah perubahan kesadaran, perubahan memori, konsentrasi, respon, dan perubahan pola tidur.

Prinsip penatalaksanaan pada encephalopaty hepatic adalah mengurangi protein di interstitial, mencegah perdarahan saluran cerna, jika terjadi segera dikeluarkan, mengurangi bakteri yang memproduksi amonia dengan neomycin dan laktulosa (mengurangi absorbsi amonia), mengatasi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, hipoksia, dan infeksi, empertahankan keamanan dan kenyamanan pada klien yang tidak sadar, serta mencegah infeksi dan tidak menggunakan obat- obatan yang bersifat hepatotoksik (Smeltzer & Bare, 2002; White, Duncan, &

Baumle, 2012).

2.6 Upaya Peningkatan Status Nutrisi Pasien dengan Sirosis Hati 2.6.1 Asupan Protein Nabati Adekuat

Asupan protein yang adekuat merupakan sumber utama bagi pasien dengan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan asupan protein adekuat dapat meningkatkan status nutrisi yang ditandai dengan peningkatan berat badan, lingkar lengan, kondisi klinis, dan nilai biokimia darah. Sehingga penting bagi pasien dengan status nutrisi kuarang untuk mendapatkan asupan protein adekuat.

Akan tetapi bagi pasien sirosis hati dengan komplikasi encephalopathy hepatic asupan protein dapat meningkatkan risiko terjadinya encephalopathy hepatic.

Peningkatan asupan protein menyebabkan peningkatan kadar ammonia dalam darah sebagai hasil samping metabolism hati. Peningkatan ammonia darah meningkatkan risiko encephalopathy hepatic (Fauzi dkk, 2009).

(24)

Universita s Indone sia

Perkembangan penelitian menemukan cara yang efektif bagi pasien sirosis hati untuk meningkatkan status nutrisi. Asupan sumber protein nabati lebih efektif meningkatkan stsutus nutrisi pasien dengan sirosis hati dibandingkan asupan sumber protein hewani. Asupan sumber protein nabati dapat meningkatkan status nutrisi pasien dengan sirosis hati secara signifikan yang ditandai dengan peningkatan kadar albumin, hemoglobin, peningkatan berat badan, dan lingkar lengan. Akan tetapi pada pasien yang diberikan asupan sumber protein nabati tidak ditemukan peningkatan ammonia yang signifikan. Jika dibandingkan antara pasien yang diberikan asupan sumber protein nabati dengan pasien yang diberikan asupan sumber protein hewani ditemukan hasil peningkatan status nutrisi yang signifikan pada pasien yang diberikan asupan sumber protein nabati dan peningkatan ammonia yang lebih tinggi pada pasien yang diberikan asupan sumber protein hewani. O leh karena itu asupan sumber protein nabati lebih dianjurkan pada pasien sirosis hati (Bruijin dkk, 1993; Bianchi dkk, 2009).

2.6.2 Suple men Branched Chain Amino Acid

Peningkatan status nutrisi pada pasien dengan sirosis hati yang paling efektif yaitu dengan suplemen branched chain amino acid (BCAA). Suplemen ini adalah suplemen modifikasi dari rantai asam amino menjadi asam amino dengan cabang rantai lebih kompleks sehingga produksi ammonia sebagai hasil samping metabolisme protein dapat diminimallisasi. Jika dibandingkan dengan diet rendah protein dan asupan sumber protein nabati maka suplemen BCAA ini menunjukkan hasil lebih efektif. Pasien sirosis hati yang diberikan suplemen BCAA untuk meningkatkan asupan asam amino tubuh menunjukkan perubahan IMT, status biokimia darah, dan kondisi klinis yang signifikan, akan tetapi tidak menunjukkan peningkatan kadar ammonia dalam darah (Fauzi dkk, 2009).

(25)

3.1 Pengkajian 3.1.1 Identitas pasien

Pasien Y (47 tahun) masuk ke RS pada tanggal 12 Mei 2014 pada jam 17.00 WIB.

Pasien memeluk agama Islam dengan kesukuan Jawa. Pekerjaan pasien adalah seorang TNI AD di daerah Papua, dan tinggal di Papua bersama keluarganya. Saat dilakukan pengkajian pada pasien dan keluarga pasien sedang dirawat di ruangan 6 PU RSPAD hari ke tujuh belas.

3.1.2 Alasan mas uk

Pasien masuk IGD RSPAD dengan penurunan kesadaran, tubuh tampak menguning, sklera ikterik, demam, perut tampak membesar, dan keluhan mual dan penurunan nafsu makan.

3.1.3 Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah keluhan asupan nutrisi yaitu penurunan nafsu makan dan mual.

3.1.4 Riwayat keluhan utama

Penurunan nafsu makan yang dikeluhkan Tn. Y dirasakan sejak 3 tahun lalu, sejak Tn. Y menderita hepatitis. Akan tetapi sejak 1 minggu terakhir keluhan nafsu makannya semakin memberat karena ada keluhan tambahan mual.

3.1.5 Aktivitas/ istirahat

Sejak dirawat di RS pasien lebih sering berbaring di tempat tidur. Pasien tidur 2-4 jam pada siang hari, dan tidur 6-8 jam pada malam hari. Pasien mengeluhkan sulit tidur di malam hari karena demam dan menggigil. Tidak ada kebiasaan khusus yang perlu dilakukan Tn. Y sebelum tidur.

(26)

Universita s Indone sia

Selama pasien berada di RS pasien mengatakan bahwa dirinya dapat memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri. Pasien melakukan hygiene 2 kali sehari secara mandiri, makan 3 kali sehari dengan mandiri, dan eliminasi dengan mandiri. Akan tetapi jika pasien merasakan pusing atau lemas maka pasien akan meminta bantuan kepada keluarga dan perawat ruangan untuk membantu pasien memenuhi kebutuhannya.

3.1.6 Nutrisi

Pengkajian nutrisi dilakukan dengan pengkajian antropometri, status keseimbangan biokimia tubuh, kondisi klinis, dan pola diet pasien.

a. Antropometri

 Berat badan : 55 kg

 Tinggi badan : 168 cm

 IMT : 19,48 kg/m2

 Lingkar perut : 86 cm

 Lingkar lengan atas: 24,7 cm b. Biokimia

 Hb : 8.5 gr/dL (normal: 13-18 g/dL)

 Ht : 26% (normal: 40-52%)

 Alb : 2.4 g/dL (normal: 3.5-5.0 g/dL)

 Protein: 5.3 g/dL (6-8.5 g/dL)

 SGOT : 123 U/L (normal: < 35 U/L)

 SGPT : 50 U/L (normal: < 40 U/L) c. Kondisi klinis

Pasien tampak kurus, sklera kuning, konjungtiva anemis, dan mukosa bibir anemis. Kulit pasien tampak kuning. Postur tubuh tegap, asites, edema tungkai, dan tidak ditemukan edema paru. Riwayat varises esofagus, akan tetapi saat dilakukan pengkajian tidak ditemukan perdarahan perifer atau hematoma. Pasien juga mengatakan merasa mengalami penurunan berat badan yang signifikan dalam 3 bulan terakhir, akan tetapi pasien tidak dapat

(27)

mengatakan secara numerik penurunan berat badan yang dialami karena pasien tidak melakukan pengukuran berat badan secara rutin.

d. Pola diet

Pasien mengatakan tidak pernah menjalani diet khusus sebelum pasien masuk RS. Selama dirawat di RS pasien disediakan makan utama 3 kali sehari dengan jumlah kalori 1900 kkal per hari dan 2 kali snack. Selain makanan yang disediakan dari RS pasien juga kadang mengkonsumsi snack dari luar RS. Selama di RS pasien diberikan diet rendah protein dengan jumlah asupan protein 44.4 gram/ hari. Selama di RS pasien hanya menghabiskan ¼ - ½ porsi makan dikarenakan penurunan nafsu makan.

Berdasarkan hasil wawancara Tn. Y juga memiliki kebiasaan minum alkohol sejak usia 20 tahun dan mulai bertambah frekuensi konsumsi alkohol sejak 10 tahun terakhir.

3.1.7 Cairan

Pasien mengatakan keluhan haus sudah berkurang, asupan cairan Tn. Y 1500- 2000 cc per hari. Mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, adanya edema tungkai derajat 1, asites positif, shifting dullnes positif, JVP 5+2 cmH2O.Tidak ada edema paru, suara nafas vesikuler.

3.1.8 Pernapasan

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit pernapasan. Pasien juga tidak memiliki keluhan pada pernapasan. Frekuensi pernapasan yang terukur 24 kali per menit, suara napas vesikuler, dan tidak ada penggunaan otot bantu napas. Pasien juga mengatakan tidak memiliki kebiasaan merokok sejak sakit.

3.1.9 Neurosensori

Pasien memiliki riwayat encephalopathy hepatic, tidak memiliki riwayat stroke atau penyakit neurosensori lainnya. Pasien tidak memiliki riwayat jatuh dalam 1 tahun terakhir. Kekuatan otot pasien baik, dengan skala 5 disetiap sisi, tidak ada kelemahan satu sisi, respon refleks positif, kesadaran kompos mentis, orientasi

(28)

Universita s Indone sia

orang, waktu, dan tempat baik dengan nilai GCS 15. Pasien mengeluhkan adanya nyeri kepala dengan skala 2 frekuensi 1-2 menit, durasi 5-10 menit, dan tekanan darah pasien 90/ 60 mmHg.

3.1.10 Sirkulasi

Pasien memiliki riwayat varises esofagus dan tidak memiliki riwayat penyakit jantung dan sirkulasi lainnya. Hasil pengkajian jantung pasien terdengar bunyi jantung I dan bunyi jantung II, tidak ada gallop maupun murmur. Hasil pengkajian palpasi nadi didapatkan data nadi teraba kuat pada nadi karotis, radialis, brakialis dan dorsalis pedis.

3.1.11 Keamanan

Pasien tidak memiliki alergi makanan atau obat-obatan, tidak ada riwayat jatuh dalam 1 tahun terakhir dan tidak ada luka laserasi maupun dekubitus. Pasien mengeluhkan nyeri kepala, tanda vital yang terukur saat dilakukan pengkajian adalah tekanan darah 90/60 mmHg, frekuensi nadi 78 kali per menit, frekuensi pernapasan 24 kali per menit, suhu tubuh 37.7 celsius, skala nyeri 2 pada penusukan infus, frekuensi nyeri sering terutama pada saat medikasi melalui injeksi, durasi nyeri dirasakan selama kurang lebih 1 menit. Pada saat dilakukan pengkajian nyeri frekuensi nadi pasien meningkat hingga 88 kali per menit. Pasien juga mendapatkan terapi diuretik dan laksatif. Pasien hanya terpasang pemvlon sebagai akses medikasi injeksi dan tidak terpasang kateter. Hasil pengkajian fall morse scale pasien menunjukkan risiko rendah.

3.1.12 Eliminasi

Pasien dapat melakukan eliminasi secara mandiri. Pasien mengatakan tidak memiliki keluhan pada eliminasi BAK maupun BAB. Pola BAB pasien 1 kali sehari dengan medikasi laksatif. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan data karakteristik feses lunak, warna coklat, tidak ada perdarahan pada feses. Pola BAK pasien 4-6 kali sehari, jika pasien diberikan diuretik frekuensi BAK meningkat menjadi 6-8 kali perhari dengan jumlah volume urine lebih banyak.

(29)

Karakteristik urin pasien agak keruh, dengan bau khas obat-obatan, dan selalu tuntas jika BAK.

3.2 Analisis Data

Setelah dilakukan pengkajian maka peneliti membuat pengelompokan dan analisis data. Hasil pengelompokan dan analisis data didapatkan bahwa pasien mengalami masalah pada status nutrisi, status cairan dan sistim sirkulasi. Pengelompokan dan analisis data dilakukan berdasarkan data subyektif dan data obyektif yang kemudian menghasilkan rumusan masalah keperawatan.

Berdasarkan hasil wawancara pada pasien dan keluarganya didapatkan data subyektif keluhan utama pasien adalah penurunan nafsu makan dan mual.

Penurunan nafsu makan dan rasa mual yang dialami juga memberikan dampak penurunan berat badan pasien dalam 3 bulan terkahir. Pasien juga mengatakan hanya dapat menghabiskan ¼-½ porsi makan setiap kali makan. Berdasarkan hasil obyektif didapatkan data pengkajian fisik IMT pasien 19,48 kg/m2, nilai lingkar perut 86 cm, nilai lingkar lengan atas 24,7 cm, konjungtiva pucat, sklera ikterik, dan kulit jaundice. Hasil pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil nilai Hb: 8.5 gr/dL (normal: 13-18 g/dL), Ht :26% (normal: 40-52%), Alb : 2.4 g/dL (normal: 3.5-5.0 g/dL), Protein : 5.3 g/dL (6-8.5 g/dL), SGOT: 123 U/L (normal: < 35 U/L), SGPT : 50 U/L (normal: < 40 U/L). Berdasarkan pengelompokan dan analisis data tersebut maka didapatkan masalah keperawatan pasien gangguan pemenuhan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Berdasarkan hasil wawancara pada pasien dan keluarganya didapatkan data subyektif pasien mengeluhkan menggigiil, merasa sangat dingin. Hasil observasi menunjukkan pasien terlihat menggigil, memegang selimut dengan erat dan menutupi seluruh badannya dengan selimut. berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan data suhu tubuh pasien 38.50C (keterangan: data ini muncul pada hari kedua pengkajian), dan ekstrimitas teraba dingin. Berdasarkan pengelompokan

(30)

Universita s Indone sia

dan anlisis data tersebut maka didapatkan masalah keperawatan pasien adalah peningkatan suhu tubuh atau hipertemi.

Berdasarkan hasil wawancara pada pasien dan keluarganya didapatkan data subyektif pasien mengeluhkan bengkak pada tungkai. Hasil pemeriksaan fisik pasien menunjukkan adanya asites positif, shifting dullnes positif, tekanan darah 90/60 mmHg, keseimbangan cairan tubuh +200cc dalam 24 jam dan edema tungkai derajat I. Hasil pemeriksaan laboratorium darah pasien menunjukkan nilai albumin 2.4 g/dL. Bedasarkan hasil pengelompokan dan analisis data maka didapatkan masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan volume cairan tubuh lebih dari kebutuhan tubuh.

3.3 Prioritas Diagnosa

Setelah dilakukan analisis data pengkajian dan dirumuskan masalah keperawatan maka selanjutnya dirumuskan diagnosa keperawatan pasien sesuai dengan prioritas masalah. Perumusan diagnosa keperawatan ini ditulis menurut konsep Brunner&Suddart (Wilkinson, 2012)

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan intravaskular ke intertisial.

3. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis hati.

3.4 Rencana Asuhan Keperawatan

Pengakajian dilakukan pada tanggal 26 Mei 2014. Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan 3 diagnosa keperawatan utama selama pasien dirawat dari tanggal 26- 31 Mei 2014. Setelah menemukan 3 diagnosa keperawatan utama pada pasien maka langkah selanjutnya dilakukan perumusan rencana asuhan keperawatan.

Rencana asuhan keperawatan ini terdiri dari diagonsa keperawatan, tujuan intervensi, kriteria hasil intervensi keperawatan, dan rencana tindakan keperawatan.

(31)

Diagnosa pertama yang menjadi prioritas masalah keperawatan pasien adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal. Tujuan dari intervensi pada diagnosa ini adalah setelah dilakukan intervensi selama 6 x 24 jam maka pasien menunjukkan asupan nutrisi adekuat, yang ditandai oleh kriteria hasil selera makan meningkat, status nutrisi berdasarkan pengukuran fisik meningkat, status nutrisi berdasarkan pengukuran biokimia meningkat, status nutrisi berdasarkan kondisi klinis meningkat, dan asupan nutrisi dan diet adekuat. Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut yaitu manajemen gangguan makanan, manajemen elektrolit, manajemen nutrisi, dan manajemen perawatan diri: makan.

Diagnosa keperawatan yang kedua pada pasien adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan intravaskular ke intertisial. Tujuan dari intervensi diagnosa ini yaitu setelah dilakukan intervensi keperawatan 6 x 24 jam pasien menunjukkan keseimbangan volume cairan tubuh adekuat, yaitu ditandai oleh kriteria hasil keseimbangan intake dan output cairan, tidak ada edema, dan lingkar perut berkurang. Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tersebut yaitu manajemen elektrolit, manajemen cairan, dan terapi intravena.

Diagnosa keperawatan ketiga pada pasien yaitu hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis hati. Tujuan intervensi diagnosa ini adalah setelah dilakukan intervensi keperawatan 1 x 4jam pasien menunjukkan kondisi suhu tubuh dalam batas normal, yang ditandai oleh suhu tubuh dalam rentang 360C- 37.50C dan tanda-tanda vital stabil. Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut yaitu pemantauan termoregulasi, pemantauan tanda-tanda vital, dan terapi antipiretik.

3.5 Implementasi

Implementasi yang dilakukan untuk mencapai tujuan asupan nutrisi adekuat adalah manajemen gangguan makanan, manajemen nutrisi, dan manajemen

(32)

Universita s Indone sia

perawatan diri: makan. Implementasi manajemen gangguan meliputi mengkaji keluhan mual, muntah, dan nyeri tekan epigastrium yang dirasakan pasien serta pemberian terapi intravena ondansentron dan sucralfat. Implementasi manajemen nutrisi yang dilakukan meliputi mengkaji status nutrisi dengan antropometri, status biokimia darah, kondisi klinis, dan terapi diet yang diterima. Kemudian memberikan terapi diet asupan protein nabati, melakukan pemantauan lingkar lengan, dan pemeriksaan biokimia darah. Manajemen perawatan diri: makan dilakukan meliputi asupan nutrisi. Implementasi ini dilakukan selama 6 hari (tanggal 26-31 Mei 2014).

Diagnosa keperawatan kedua adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan intravaskular ke intertisial. Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tujuan keseimbangan vaolume cairan adekuat adalah dengan manajemen elektrolit, manajemen cairan, dan terapi intravena. Manajemen elektrolit meliputi pembatasan asupan natrium, dan pemantauan kadar elektrolit darah. Manajemen cairan meiputi pembatasan asupan cairan, pemantauan intake dan ouput cairan tubuh setiap hari, dan pengukuran lingkar perut dan pitting edema setiap hari. Selain manajemen cairan dan elektrolit dilakukan juga intervensi kolaborasi pemberian diuretic intravena. Manajemen elektrolit, manajemen cairan, dan terapi intravena ini dilakukan pada pasien setiap hari selama 6 hari (tanggal 26-31 Mei 2014).

Diagnosa keperawatan ketiga yang didapatkan pada saat pengkajian dilakukan yaitu hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis hati.

Intervensi untuk mencapai suhu tubuh normal dilakukan dengan pemantauan termoregulasi, pemantauan tanda-tanda vital, dan pemberian antipiretik.

Pemantauan termoregulasi dilakukan dengan pemantauan asupan cairan tubuh dan pemberian kompres air hangat. Pemantauan tanda-tanda vital dilakukan dengan pemantauan suhu tubuh setiap 2 jam, sebelum dan sesudah dilakukan kompres air hangat, atau sebelum dan sesudah pemberian antipiretik. Selain termoregulasi dan tanda-tanda vital dilakukan juga intervensi kolaborasi pemebrian antipiretik.

(33)

Implementasi ini dilakukan pada tanggal 26 Mei 2014, 27 Mei 2014, dan 29 Mei 2014.

3.6 Evaluasi

Setelah 6 hari dilakukan intervensi keperawatan pada pasien maka dilakukan evaluasi akhir pada tanggal31 Mei 2014. Sejak pengkajian tanggal 26 Mei sampai dengan evaluasi akhir tanggal 31 Mei ada 3 diagnosa utama yang ditemukan pada pasien yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal, kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan intravaskular ke intertisial, dan hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis hati. Selama 6 hari perawatan ditemukan juga diagnosa keperawatan lainnya dan dilakukan intervensi akan tetapi tidak dilakukan pendokumentasian dan pelaporan dalam laporan penelitian ini.

Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal adalah manajemen gangguan makan, manajemen elektrolit, manajemen nutrisi, dan perawatan diri: makan.

Implementasi dilakukan setiap hari selama 6 hari (tanggal 26-31 Mei 2014).

Evaluasi akhir menunjukkan bahwa pasien pasien mengalami peningkatan lingkar lengan sebanyak 1 cm, peningkatan aktivitas dan kondisi klinis, keluhan mual berkurang, peningkatan porsi makan, dan peningkatan kadar Hb dan albumin darah. Diagnosa teratasi sebagian karena pasien menunjukkan peningkatan status nutrisi akan tetapi masih mengalami malnutrisi.

Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan intravaskular ke intertisial adalah manajemen cairan, manajemen elektrolit, dan pemberian terapi intravena.

Implementasi dilakukan setiap hari selama 6 hari rawat tanggal 26-31 Mei 2014.

Evaluasi akhir menunjukkan bahwa pasien mengalami penurunan lingkar perut 17

(34)

Universita s Indone sia

cm dan edema tungkai berkurang. Asites dan edema tungkai masih ada. Pasien juga mengatakan keluhan haus berkurang dan sudah dapat membatasi asupan cairan. Diagnosa keperawatan ini teratasi sebagian karena pasien menunjukkan perbaikan volume cairan tubuh adekuat akan tetapi masih mengalami kelebihan volume cairan tubuh.

Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis hati adalah dengan pemantauan termoregulasi, tanda-tanda vital dan pemberian antipiretik. Implementasi ini dilakukan pada tanggal 26 Mei 2014, 27 Mei 2014, dan 29 Mei 2014. Evaluasi implementasi menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal 36,70C. Diagnosa keperawatan ini teratasi karena pasien menunjukkan suhu tubuh normal 36,70C.

Akan tetapi karena proses inflamasi sirosis hati masih berlangsung maka hipertemia berulang masih mungkin terjadi.

(35)

1.5. Profil Lahan Praktik

Rumah sakit pusat angkatan darat (RSPAD) Gatot Subroto merupakan rumah sakit rujukan pusat nasional khusus angkatan darat RI. RSPAD didirikan dengan visi menjadi rumah sakit kebanggaan prajurit. Misi utama RSPAD adalah menyelenggarakan fungsi perumahsakitan tingkat pusat dan rujukan tertinggi bagi rumah sakit TNI AD dalam rangka mendukung tugas pokok TNI AD. Upaya yang dilakukan untuk mencapai visinya, RSPAD menyelenggarakan pelayan medik dalam bentuk pelayanan 24 jam, pelayanan poliklinik spesialis dan sub spesialis, dan pelayanan rawat inap. Pelayanan medis 24 jam yang diberikan adalah ambulance, apotik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, bank darh, dan pelayanan instalansi gawat darurat. Pelayanan poliklinik spesialis dan sub spesialis yang diberikan adalah poliklinik anak, poliklinik bedah, poliklinik obstetri dan gynekologi, poliklinik penyakit dalam, poliklinik gigi dan mulut, poliklinik gizi, poliklinik ginjal, poliklinik kulit dan kelamin, poliklinik jantung, poliklinik kedoktera nuklir, poliklinik mata, poliklinik kesehatan jiwa, poliklinik rehabilitasi medik, poliklinik syaraf, poliklinik THT dan poliklinik paru.

Pelayanan rawat inap diberikan berdasarkan kelas dan fasilitas penunjang rawat inap tersebut. Pelayanan rawat inap dibagi menjadi kelas VIP, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Ruang perawatan inap dibagi menjadi perawatan umum, perawatan bedah, perawatan paru, perawatan anak, perawatan jiwa, perawatan jantung, perawatan obstetri dan gynekologi, unit stroke, dan kamar perawatan intensiv atau ICU.

1.6. Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait

4.2.1 Sirosis hati alkaholik

Tn. Y (47 tahun) mengalami sirosis hati sejak Februari 2013. Sirosis hati yang dialami pasien merupakan sirosis hati alkaholik. Sirosis hati alkaholik merupakan

(36)

Universita s Indone sia

sirosis hati yang disebabkan oleh kebiasaan konsumsi alkohol. Berdasarkan hasil pengkajian anamnesa pasien mengatakan memiliki kebiasaan konsumsi alkohol sejak usia 20 tahun. Kebiasaan konsumsi alkohol ini meningkat ketika pasien mulai berpindah dari daerah asal pasien yaitu Ambon ke tempat kerja pasien di Kota Sorong, Papua. Konsumsi alkohol merupakan salah satu kebiasaan yang umum ditemukan pada masyarakat perkotaan yang menjadi penyebab utama terjadinya sirosis hati. Dampak dari meningkatnya kebiasaan konsumsi alkohol pada masyarakat perkotaan yaitu meningkatnya angka kejadian sirosis hati alkaholik. Hal ini sesuai dengan hasil survei yang dilakukan WHO pada tahun 2012 bahwa 50% kasus sirosis hati merupakan kasus sirosis hati alkaholik. Sirosis hati alkaholik ini ditemukan paling banyak pada laki- laki dengan usia produktif dengan angka kejadian 52,7 laki- laki per 100.000 populasi di Indonesia (WHO, 2014)

Selain faktor risiko kebiasaan konsumsi alkohol yang ditemukan pada pasien, riwayat hepatitis B juga merupakan faktor risiko penyebab terjadinya sirosis hati.

Berdasarkan hasil anamnesa pasien mengalami hepatitis B sejak 3 tahun lalu, kemudian mengalami sirosis hati sejak Februari 2013. Hepatitis B merupakan faktor risiko utama dari komplikasi penyakit hati yang menyebabkan sirosis hati.

Hal ini sesuai dengan hasil survei yang dilakukan di Indonesia yaitu dari 13 juta penderita hepatitis B 50% diantaranya mengalami sirosis hati sebagai komplikasi jangka panjang. Peningkatan angka kejadian hepatitis pada masyarakat perkotaan juga meningkat sebesar 125% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

4.2.2 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh a. Analisis data

Keluhan utama yang dialami pasien dengan sirosis hati yaitu penurunan berat badan akibat rasa mual. Keluhan utama ini juga ditemukan pada kasus Tn. Y. Tn. Y mengeluhkan adanya rasa mual yang memberat sejak 1 bulan sebelum dirawat. Keluhan mual dan penurunan nafsu makan ini menyebabkan Tn. Y mengalami penurunan berat badan. Berdasarkan hasil

(37)

pengkajian teraba hati membesar, terdapat nyeri tekan epigastrium, dan perbesaran abdomen akibat asites. Perbesaran hati yang dialami klien merupakan manifestasi klinis dari perlemakan hati klien. Perbesaran hati akan mendorong lambung sehingga pasien mengeluhkan rasa mual. Rasa mual yang dialami pasien menyebabkan penurunan asupan nutrisi. Pasien mengatakan hanya dapat menghabiskan makanan ¼ - ½ porsi makan saja.

Penuruanan asupan nutrisi tersebut mengakibatkan penurunan berat badan pasien sela 3 bulan terakhir. Keluhan mual dan penurunan nafsu makan yang umumnya terjadi menyebabkan malnutrisi pada pasien sirosis hati. Hal ini juga terjadi Tn. Y. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan data IMT 19,48 kg/m2, dan lingkar lengan atas 24.7 cm (Smeltzer & Bare, 2002;

White, Duncan, & Baumle, 2012; Fowler, 2013).

Pasien dengan sirosis hati pada umumnya juga mengalami perubahan nilai Hb dan albumin. Perubahan biokimia darah ini juga terjadi pada Tn.Y. Hasil pemeriksaan diagnostik laboratoium darah menunjukkan nilai Hb 8.5 g/dL (normal: 13-18 g/dL). Kondisi anemis juga dapat dilihat dari konjungtiva Tn.Y yang pucat dan kelelahan yang dirasakan. Kondisi anemis ini dapat disebabkan oleh penurunan asupan nutrisi yang terjadi akibat penurunan nafsu makan. Selain itu anemia juga dapat terjadi karena kerusakan fungsi hati sehingga menyebabkan defisiensi asam folat dan zat besi yang menjadi bahan penting pembentukan sel darah merah. Kerusakan fungsi hati yang berat dapat menyebabkankan hati melakukan destruksi hemoglobin dalam jumlah besar sehingga menyebabkan kondisi anemia. Hal ini dapat dilihat dari penurunan nilai hemoglobin dan peningkatan nilai bilirubin dalam darah (Smeltzer & Bare, 2002; White, Duncan, & Baumle, 2012; Fowler, 2013).

Selain mengalami penurunan nilai hemoglobin, pasien dengn sirosis hati juga mengalami penurunan nilai albumin. Pasien Tn. Y mengalami penurunan albumin yang signifikan yaitu 2.4 g/dL (normal: 3.5-5.0 g/dL).

(38)

Universita s Indone sia

Penurunan nilai albumin ini dapat terjadi akibat penurunan asupan nutrisi yan disebabkan oleh penurunan nafsu makan. Akan tetapi pada umumnya penyebab utama penurunan nilai albumin pada pasien sirosis hati adalah kerusakan fungsi metabolisme protein hati. Albumin merupakan serum utama dalam plasma darah. Albumin memenuhi 60% jumlah serum darah.

Albumin merupakan hasil metabolisme protein yang dibentuk didalam retikulum endoplasma pada sel hati. Kerusakan hati yang berat menyebabkan penurunan produksi serum albumin (Smeltzer & Bare, 2002;

White, Duncan, & Baumle, 2012; Fowler, 2013).

b. Implementasi

Implementasi yang dilakukan pada Tn.Y selama 6 hari perawatan adalah manajemen gangguan makan, manajemen nutrisi, manajemen elektrolit, dan perawatan diri: makan. Implementasi manajemen nutrisi yang dilakukan meliputi mengkaji status nutrisi dengan antropometri, status biokimia darah, kondisi klinis, dan terapi diet yang diterima. Pengkajian antropometri dilakukan dengan pemantauan lingkar lengan atas setiap hari. pemantauan dilakukan dengan mengukur lingkar lengan atas karena dianggap lebih akurat dari pada pemantauan berat badan klien. Nilai lingkar lengan atas hanya dipengaruhi oleh status nutrisi pasien, sedangkan nilai berat badan pasien dipengaruhi status nutrisi dan status cairan pasien sehingga tidak akurat untuk menilai status nutrisi (Wilkinson, 2012).

Pemeriksaan biokimia darah dilakukan untuk mengetahui nilai albumin dan hemoglobin dalam darah. Pemantauan nilai albumin dan hemoglobin diperlukan sebagai indikator peningkatan status nutrisi. Peningkatan nilai hemoglobin dan albumin dapat terjadi karena peningkatan asupan nutrisi adekuat. Pemantauan nilai hemoglobin dapat meningkatkan aktivitas metabolisme tubuh sehingga energi yang diproduksi meningkat. Kesediaan energi yang adekuat dapat mendukung produktivitas kerja pasien.

Peningkatan nilai albumin juga menjadi indikator peningkatan status nutrisi

(39)

pasien. N ilai albumin normal akan mencegah perpindahan cairan intravaskular ke intertisial.

Manajemen perawatan diri: makan dilakukan meliputi pemantauan asupan nutrisi adekuat. Keluhan utama Tn.Y adalah penurunan nafsu makan, sehingga pemantauan asupan nutrisi dilakukan dengan memotivasi pasien memenuhi asupan nutrisi adekuat dengan porsi makan sedikit dan sering.

Pasien juga diberikan obat ondansentron untuk mengurangi rasa mual.

Ondansentron mengurangi produksi asam lambung yang menjadi penyebab timbulnya rasa mual. Motivasi pemenuhan asupan nutrisi dengan porsi sedikit dan sering dapat meningkatkan asupan nutrisi dan mengurangi rasa mual. Rasa mual dapat terjadi karena perbesaran hati atau asites yang mendorong lambung. Akibatnya timbul rasa ‘begah’ atau lambung terasa penuh. O leh karena makan dengan porsi sedikit dan sering dapat mengurangi rasa ‘begah’ tersebut. Cara kerja ondansentron mengurangi produksi asam lambung juga dapat mengurangi rasa mual pada pasien sirosis hati (Smeltzer & Bare, 2002; White, Duncan, & Baumle, 2012;

Fowler, 2013).

c. Evaluasi

Evaluasi peningkatan status nutrisi dilakukan dengan pemeriksaan antropometri, biokimia darah, kondisi klinis, dan terapi diet. Evaluasi akhir menunjukkan bahwa pasien pasien mengalami peningkatan nilai antropometri, nilai biokimia darah, kondisi klinis, dan asupan nutrisi adekuat. Nilai lingkar lengan meningkat sebanyak 1 cm dari nilai 24.7 cm menjadi 25.7 cm. Peningkatan nilai biokimia darah hemoglobin juga terlihat. N ilai hemoglobin meningkat dari nilai 8.5 g/dL menjadi 9.1 g/dL.

Nilai albumin darah juga meningkat dari nilai 2.4 g/dL menjadi 2.8 g/dL.

Peningkatan aktivitas dan kondisi klinis dapat dilihat pasien dapat melakukan aktivitas pemenuhan dasar secara mandiri. Keluhan mual berkurang sehingga terjadi peningkatan porsi makan. Pada awal pengkajian

(40)

Universita s Indone sia

pasien hanya mampu makan ¼ - ½ porsi makan, maka pada saat evaluasi pasien makan ½-1 porsi makan. Diagnosa teratasi sebagian karena pasien menunjukkan peningkatan status nutrisi akan tetapi masih mengalami malnutrisi.

4.2.3 Kelebihan volume cairan a. Analisis data

Penyebab utama diagnosa kelebihan volume cairan pada pasien sirosis hati disebabkan oleh perpindahan cairan intravaskular ke intertisial. Perpindahan cairan ini disebabkan oleh penurunan kadar albumin darah. Pada kasus Tn.Y didapatkan data nilai albumin 2.4 g/dL (normal: 3.5-5.0 g/dL). Albumin berfungsi untuk menjaga tekanan onkotik intravakular. Tekanan onkotik intravaskular ini adalah tekanan yang menjaga agar cairan di intravakular tidak pindah ke ekstravaskular. Akan tetapi akibat penurunan nilai albumin maka tekanan onkotik intravaskular menurun sehingga cairan intravaskular pindah ke intertisial. Perpindahan cairan intravaskular ke intertisial ini dapat dilihat pada asites dan edema tungkai. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik terdapat shifting dullnes pada abdomen Tn.Y dan edema tungkai tingkat 1.

Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan cairan intarvaskular ke intertisial sebagian besar mengisi rongga peritonial. Perpindahan cairan ini tidak terjadi pada rongga paru sehingga tidak ditemukannya edema paru yang ditandai oleh suara patologis paru (Smeltzer & Bare, 2002; White, Duncan,

& Baumle, 2012; Fowler, 2013).

Kelebihan volume cairan pada pasien sirosis hati juga dapat disebabkan karena kelebihan asupan cairan. Asupan cairan yang lebih dapat meningkatkan volume cairan intravaskular. Pasien sirosis hati yang mengalami penurunan nilai albumin darah akan terjadi perpindahan cairan intravaskular ke intertisial sehingga memperberat asites dan edema yang terjadi. Selain asupan cairan yang lebih dari kebutuhan tubuh, asupan natrium yang lebih dari kebutuhan tubuh juga menyebabkan retensi cairan di

(41)

intravaskular. Natrium didalam intravaskular akan mengikat air dan menyebabkan retensi cairan di intravaskular. Akan tetapi berdasarkan hasil pengkajian tidak ditemukan kelebihan asupan cairan tubuh maupun nilai natrium yang tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelebihan volume cairan pada Tn.Y terjadi di ruang intertisial akibat penurunan nilai albumin darah (Smeltzer & Bare, 2002; White, Duncan, & Baumle, 2012; Fowler, 2013).

Pada umumnya pasien dengan status cairan lebih dari kebutuhan tubuh akan mengalami peningkatan tekanan darah akibat peningkatan volume intravaskular. Akan tetapi hal ini tidak ditemukan pada kasus Tn.Y. Hasil pengukuran tekanan darah Tn.Y menunjukkan nilai 90/60 mmHg. Tn.Y mengalami penumpukan cairan di ruang intertisial sehingga mendapatkan diuretik. Perpindahan cairan dari intarvaskular ke intertisial bersamaan dengan efek pemberian diuretik ini dapat mengakibatkan penurunan volume cairan intravaskular. Penurunan cairan intravaskular secara cepat dapat menurunkan tekanan darah secara bermakna (Smeltzer & Bare, 2002;

White, Duncan, & Baumle, 2012; Fowler, 2013).

b. Implementasi

Implementasi perbaikan volume cairan mengacu pada perbaikan status nutrisi pasien. Hal ini disebaban karena kelebihan volume cairan diintertisial disebabkan oleh penurunan kadar albumin darah. O leh sebab itu upaya perbaikan volume cairan tubuh harus dilakukan bersamaan dengan upaya perbaikan kadar albumin darah. Implementasi perbaikan volume cairan yang dilakukan adalah pemantauan status cairan dan pencegahan faktor risiko yang memperberat kelebihan volume cairan intertisial. Implementasi yang dilakukan adalah manajemen elektrolit, manajemen cairan, dan terapi intravena. Manajemen elektrolit meliputi pembatasan asupan natrium, dan pemantauan kadar elektrolit darah. Pembatasan natrium ini dilakukan dengan pembatasan asupan makan dari luar terapi diet yang diberikan di

(42)

Universita s Indone sia

ruang rawat. Pembatasan natrium ini bertujuan untuk mencegah retensi cairan di intravaskular. Pemantauan pembatasan natrium ini dilakukan dengan pemeriksaan kadar elektrolit darah. Manajemen cairan meliputi pembatasan asupan cairan, pemantauan intake dan ouput cairan tubuh setiap hari, dan pengukuran lingkar perut dan pitting edema setiap hari.

Pembatasan asupan cairan dilakukan tidak dengan mengurangi asupan cairan tubuh pasien. Akan tetapi dengan pemenuhan asupan cairan sesuai kebutuhan tubuh. Kebutuhan cairan Tn.Y sejumlah 2350 cc setiap hari, maka pasien dianjurkan memenuhi asupan cairan 2000-2350 cc setiap hari.

Pemantauan pembatasan asupan cairan ini dilakukan dengan pemantauan inteke output cairan dan pengukuran lingkar perut pasien setiap hari.

Pemantauan intake output dilakukan untuk menilai efektivitas terapi diuretik yang diterima pasien dan kepatuhan pasien terhadap pembatasan cairan.

Pemantauan intake dan output cairan ini juga diperlukan untuk menilai fungsi eliminasi haluaran urin. Pemantauan perbaikan status volume cairan dilakukan dengan pengukuran lingkar perut. Pengukuran lingkar perut efektif menilai perbaikan status volume cairan karena penumpukan volume cairan pasien terjadi dirongga peritonium. Selain manajemen cairan dan elektrolit dilakukan juga intervensi kolaborasi pemberian diuretic intravena (Wilkinson, 2012).

c. Evaluasi

Evaluasi akhir menunjukkan bahwa pasien mengalami penurunan lingkar perut 17 cm dan edema tungkai berkurang. Pasien masih mengalami asites akan tetapi pasien juga mengalami penurunan lingkar perut dari nilai 86 cm menjadi 69 cm. Penurunan lingkar perut ini menujukkan bahwa terjadi perbaikan volume cairan tubuh. Penurunan lingkar perut ini juga dipengaruhi oleh peningkatan kadar albumin darah. Peningakatan kadar albumin dapat menujukkan perbaikan tekanan onkotik intravaskular.

Perbaikan tekanan intravaskular ini menyebabkan cairan intravaskular tidak pindah ke intertisial sehingga volume cairan intravaskular dapat

(43)

dipertahankan. Volume cairan intravasular yang adekuat meningkatkan tekanan darah sehingga dari hasil pengukuran tekanan darah didapatkan nilai tekanan darah normal 110/70 mmHg. Asites dan edema tungkai masih ada. Pasien juga mengatakan keluhan haus berkurang dan sudah dapat membatasi asupan cairan. Diagnosa keperawatan ini teratasi sebagian karena pasien menunjukkan perbaikan volume cairan tubuh adekuat akan tetapi masih mengalami kelebihan volume cairan tubuh.

4.2.4 Hiperte rmia a. Analisis data

Pasien dengan kerusakan sel hati biasanya mengalami sakit kepala, pusing, dan hipertermia dengan keluhan menggigil. Berat atau ringannya keluhan hipertermia tergantung pada luas kerusakan hati. Hipertermia dapat terjadi akibat reaksi viremia virus hepatitis. Hipertermia pada sirosis hati biasanya disertai dengan keluhan menggigil. Keluhan menggigil ini disebabkan oleh peningkatan suhu tubuh yang tinggi akibat infeksi berat pada hati.

Hipertermia yang terjadi pada sirosis hati dapat terjadi berulang selama proses infeksi masih berlangsung. Tn.Y mengalami hipertermia akibat proses infeksi hepatitis B yang masih berlangsung. Hal ini ditunjukkan dengan pemeriksaan HbsAg positif. Hipertermia ini juga dapat diperberat karena berpindahnya cairan intravaskular ke intertisial. Sehingga menyebabkan reaksi vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan meningkatnya metabolisme sel yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh (Smeltzer & Bare, 2002; White, Duncan, & Baumle, 2012; Fowler, 2013).

b. Implementasi

Hipertermia dalam waktu relatif lama dapat menyebabkan gangguan pada hipotalamus pusat vasomotor. Hipertermia dengan keluhan menggigil dalam yang tidak ditangani secara cepat akan menyebabkan kejang atau penurunan kesadaran. Implementasi hipertermia yang dilakukan adalah dengan

(44)

Universita s Indone sia

pemantauan termoregulasi dan pemantauan tanda-tanda vital serta pemberian antupiretik. Pemantauan termoregulasi dan tanda-tanda vital dilakukan dengan pemantauan suhu tubuh, pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi, dan pernapasan serta intervensi kompres air hangat.

Pemantauan dilakukan jika keluhan hipertemia muncul dan setelah dilakukan intervensi kompres air hangat (Wilkinson, 2012).

c. Evaluasi

Evaluasi implementasi menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal 36,70C. Diagnosa keperawatan ini teratasi karena pasien menunjukkan suhu tubuh normal 36,70C. Akan tetapi karena proses inflamasi sirosis hati masih berlangsung maka hipertemia berulang masih mungkin terjadi.

1.7. Analisis Salah Satu Intervensi Dengan Konsep dan Penelitian Terkait Asupan sumber protein nabati lebih efektif meningkatkan status nutrisi pasien dengan sirosis hati dibandingkan asupan sumber protein hewani. Asupan sumber protein nabati dapat meningkatkan status nutrisi pasien dengan sirosis hati secara signifikan yang ditandai dengan peningkatan kadar albumin, hemoglobin, peningkatan berat badan, dan lingkar lengan. Akan tetapi pada pasien yang diberikan asupan sumber protein nabati tidak ditemukan peningkatan ammonia yang signifikan. Hal ini sejalan dengan intervensi yang dilakukan pada Tn.Y. Tn.

Y diberikan asupan sumber protein nabati selama 3 hari dengan jumlah protein 44,4 gram protein per hari. Hasil yang diperoleh selama 6 hari sesuai dengan hasil penelitian terkait. Terdapat peningkatan kadar hemoglobin dan albumin pada Tn.Y. peningkatan status nutrisi juga ditunjukkan dengan peningkatan 1 cm lingkar lengan atas. Keterbatasan intervensi yang dilakukan adalah kurangnya koordinasi antara mahasiswa dengan ahli gizi atau mahasiswa dengan perawat.

Sehingga intervensi tidak dapat dilakukan dengan akurat (Fauzi dkk, 2009;

Bianchi dkk, 2009).

(45)

1.8. Alte rnatif Pe mecahan yang Dapat Dilakukan

Peningkatan status nutrisi pada pasien dengan sirosis hati yang paling efektif adalah dengan suplemen branched chain amino acid (BCAA). Suplemen ini adalah suplemen modifikasi dari rantai asam amino menjadi asam amino dengan cabang rantai lebih kompleks sehingga produksi ammonia sebagai hasil samping metabolisme protein dapat diminimallisasi. Jika dibandingkan dengan diet rendah protein dan asupan sumber protein nabati maka suplemen BCAA ini menunjukkan hasil lebih efektif. Pasien sirosis hati yang diberikan suplemen BCAA untuk meningkatkan asupan asam amino tubuh menunjukkan perubahan IMT, status biokimia darah, dan kondisi klinis yang signifikan, akan tetapi tidak menunjukkan peningkatan kadar ammonia dalam darah. Cara pemberian suplemen BCAA ini yaitu disesuaikan kebutuhan protein tubuh tiap kilogram berat badan per hari (Fauzi dkk, 2009; Bianchi dkk, 2009).

Referensi

Dokumen terkait

Indikator keberhasilan adalah; diharapkan kegiatan berupa bimbingan dan pelatihan ini akan meningkatkan kinerja /pemanfaatan pembangkit listrik energi baru terbarukan terpasang

Berdasarkan hasil tes siswa dapat disimpulkan bahwa kesulitan siswa dalam pembelajaran daring menulis teks eksposisi pada aspek pengetahuan terletak pada indikator

Dalam rangka membantu para calon bupati dan wakil bupati dan Caleg untuk maju dalam pemilihan kepala daerah dan legislative harus membangun kompetensi dan kapasitas

Sikap religius yang dianut masyarakat Kudus mengajarkan agar manusia hidup “pasrah” dan “ rela” menerima apa pun pemberian Tuhan, namun bukan tindakan fatalis

Penelitian yang berjudul “Pemertahanan Bahasa Jawa Krama di Desa Rowokangkung Kabupaten Lumajang: Kajian Sosiolinguistik” ini merupakan analisis terhadap bentuk

Definisi UM L Class Diagram menurut Jones dan Rama (2006,p181), is a diagram that can be used to document (a) tables in an AIS, (b) relationships between tables, and (c) attributes

PENGARUH JUMLAH SAHAM BEREDAR, HARGA SAHAM, DAN KINERJA PERUSAHAAN TERHADAP SAHAM TIDUR (Studi Empiris Pada Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftari. di Bursa Efek Indonesia

Hanya manusia yang diberi kuasa tersebut, bukan makhluk yang lainnya, karena manusia sebagai ciptaan Allah yang sempurna yang dilengkapi dengan akal budi, talenta atau kemmpuan