• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.4 Bagi Penelitian

Laporan ini memberikan gambaran analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien sirosis hati di ruang perawatan umum lantai 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto. Laporan ini juga memberikan informasi bagi pembaca tentang status nutrisi dan manfaat asupan nutrisi protein nabati sebagai upaya peningkatan status nutrisi pada pasien dengan sirosis hati.

Penelitian ini juga memperkaya penelitian keperawatan yang telah dilakukan.

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan penelitian lebih lanjut khususnya dalam topik nutrisi yang tepat pada pasien sirosis hati.

7 Universi tas Indone sia

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka merupakan bagian penelitian yang menguraikan teori- teori, temuan, maupun penelitian terkait yang menjadi dasar pembahasan masalah dalam penelitian. Tinjauan pustaka ini menguraikan konsep sirosis hati dan asuahan keparawatan khususnya asupan nutrisi protein nabati sebagai upaya peningkatan status nutrisi pasien dengan sirosis hati.

2.1 Fungsi Metabolisme Hati

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan memiliki peran penting dalam proses metabolisme tubuh. Hati terlibat dalam seluruh proses kimia metabolisme tubuh dengan memproduksi, mensekresi, mensintesis, dan menyimpan senyawa atau substansi yang digunakan dalam proses metabolisme. Proses metabolisme yang terjadi adalah metabolisme glukosa, protein, dan lemak. Selain itu hati juga berperan sebagai tempat penyimpanan mikronutrien (Smeltzer & Bare, 2002;

White, Duncan, & Baumle, 2012).

a. Glukosa yang masuk melalui traktus pencernaan, masuk ke hati melalui vena porta, kemudian diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hepatosit. Glikogen ini disimpan di hepatosit sebagai cadangan glukosa dan akan diubah kembali menjadi glukosa jika dibutuhkan oleh tubuh. Sintesis glukosa tambahan juga merupakan fungsi hati melalui proses glukoneogenesis, yaitu merubah asam amino atau asam lemak menjadi glukosa. Fungsi metabolisme glukosa dan tempat penyimpanan cadangan glukosa ini merupakan fungsi hati untuk menjaga kestabilan gula darah.

b. Hampir seluruh sintesis plasma protein di dalam tubuh dilakukan oleh hati.

Plasma protein tersebut antara lain albumin, faktor pembekuan darah, dan lipoprotein. Albumin berperan untuk menjaga tekanan onkotik intravaskular, sehingga cairan tetap berada di intravaskular. Sintesis faktor pembekuan darah juga dilakukan oleh hati dengan bantuan vitamin K.

Sintesis faktor pembekuan darah ini diperlukan untuk mencegah terjadinya

menghentikan perdarahan pada tubuh. Metabolisme protein menghasilkan asam amino yang berperan penting dalam perbaikan sel-sel tubuh. Hasil samping dari sintesis protein tersebut adalah amonia. Amonia juga diproduksi oleh bakteri yang hidup di intestinum. Amonia di dalam tubuh bersifat toksik, sehingga hati mensintesis amonia menjadi ureum yang dapat disekresikan melalui urin.

c. Metabolisme lemak dilakukan oleh hati dengan mengubah asam lemak menjadi energi dengan hasil samping badan keton. Badan keton merupakan senyawa-senyawa kecil yang terdiri dari aseton-asetat, asam beta hidroksibutirat, dan aseton yang dapat didistribusikan ke otot dan jaringan tubuh. Asam lemak dan hasil sintesis lipid lainnya disimpan dalam hepatosit. Asam lemak dan lipid yang ditimbun berlebih dalam hati dapat dinamakan fatty liver.

d. Hati juga berfungsi sebagai penyimpanan mikronutrien. Vitamin larut lemak seperti vitamin A, D, E, dan K serta vitamin B12 disimpan di hati. Selain vitamin, mineral penting seperti besi dan tembaga juga disimpan di hati.

e. Selain metabolisme makronutrien dan mikronutrien hati juga memiliki peran dalam metabolisme dan sintesis obat dan alkohol. Hati mengkonjugasi substansi obat dan alkohol dengan senyawa tubuh lainnya agar dapat disintesis menjadi senyawa lebih kecil sehingga dapat didistribusikan ke sel tertentu dan diserap oleh lebih mudah.

2.2 Sirosis Hati Alkaholik

Sirosis hati merupakan penyakit kronik dengan karakteristik pergantiaan jaringan normal hati dengan fibrosis yang difuse yang akan mengubah struktur dan fungsi hati. Sirosis hati merupakan pembentukan jaringan parut di hati sebagai gambaran stadium akhir fibrosis hepatik yang ditandai oleh penumpukan jaringan ikat, distorsi vaskular, dan regenerasi nodulus parenkim (Smeltzer & Bare, 2002;

White, Duncan, & Baumle, 2012). Sirosis hati alkaholik merupakan gangguan fungsi dan struktur hati yang disebabkan oleh konsumsi alkohol dalam waktu

Universita s Indone sia

menahun. Sirosis hati alkaholik merupakan sirosis yang paling sering ditemukan dari seluruh kasus sirosis hati.

Hati akan melakukan metabolisme 80%-90% alkohol yang masuk ke dalam tubuh.

Senyawa alkohol tersebut akan dimetabolisme oleh enzim alkoholdehirogenase (ADH) dan koenzim nikotinamid-adenin-dinokleotida (NAD) menjadi asetaldehid. Asetaldehid ini merupakan produk yang reaktif sehingga dapat merusak struktur sel hati dan merusak fungsi hati. Konsumsi alkohol menahun akan menyebabkan kerusakan hati yang parah sehingga mengurangi kapasitas hati melakukan oksidasi lemak. Hal ini akan menyebabkan penimbunan lemak dijaringan hati yang disebut fatty liver. Penumpukan lemak ini juga akan menyebabkan peregangan sel hati sehingga suplai oksigen dan nutrisi untuk perbaikan sel dan jaringan hati berkurang. Kegagalan perbaikan hati menyebabkan appotosis atau kerusakan hati yang parah dan pemebentukan jaringan ikat sampai terjadi sirotik pada hati.

2.3 Gangguan Status Nutrisi pada Sirosis Hati

Keluhan utama gangguan nutrisi pada sirosis hati adalah mual. Rasa mual tersebut dapat disebabkan oleh obstruksi portal dan juga dapat disebabkan oleh penumpukan cairan asites yang menekan lambung. Konsumsi alkohol menahun dapat menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi hati. Penurunan fungsi hati ini menyebabkan penurunan fungsi metabolisme lemak, sehingga terjadi penimbunan lemak di hati yang disebut fatty liver. Kondisi perlemakan hati menyebabkan kegagalan perbaikan struktur dan fungsi hati akibat penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke sel hati yang rusak. Jaringan parut akan terus terbentuk sebagai respon kerusakan hati yang parah. Semakin luas kerusakan hati maka akan semakin luas jaringan parut yang terbentuk, sehingga membuat ukuran hati semakin besar.

Perbesaran hati ini dapat dievaluasi dengan pengkajian fisik palpasi atau pengakajian dignostik USG abdomen (Fauzi dkk, 2009; Fowler, 2012).

Pada kondisi hati yang normal, maka darah yang membawa hasil nutrien dari traktus pencernaan masuk ke hati melalui vena porta. Akan tetapi karena hati

mengalami sirotik maka darah dari traktus pencernaan akan menumpuk pada vena porta. Penumpukan darah di vena porta ini akan membuat kompensasi dengan cara membuat pembuluh darah kolateral yang mengalirkan darah kembali ke traktus pencernaan. Akibatnya akan terjadi kongesti pasif yang kronis pada traktus pencernaan sehingga menimbulkan dispepsia atau rasa mual. Kongesti pasif ini juga dapat menimbulkan diare atau konstipasi (Smeltzer & Bare, 2002; White, Duncan, & Baumle, 2012).

Hati sebagai tempat sintesis protein termasuk sintesis albumin. Kerusakan pada struktur dan fungsi hati menyebabkan penuruanan sintesis protein albumin, sehingga kadar albumin tubuh menurun. Fungsi albumin tubuh adalah menjaga tekanan onkotik intravaskular. Penurunan kadar albumin tubuh akibat sirosis hati menyebabkan penurunan tekanan onkotik intravaskular. Penurunan tekanan onkotik mengakibatkan perpindahan cairan intravaskular ke ekstravaskular. Salah satu tempat penumpukan cairan estravaskular adalah rongga peritonium.

Penumpukan cairan dirongga peritoium akan menyebabkan asites yang ditandai dengn perbesaran abdomen dan shifting dullnes positif. Adanya asites dan perbesaran abdomen ini dapat menekan rongga lambung dan menimbulkan rasa mual.

Hati sebagai tempat penyimpanan mineral penting. Salah satu mineral yang disimpan dihati adalah besi. Kerusakan hati dapat menyebabkan defisiensi zat besi yang berakibat pada penurunan hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin ini disebut anemia. Anemia merupakan manifestasi klinis yang sering dijumpai pada pasien dengan sirosis hati. Anemia akibat defisiensi zat besi ini dapat menyebabkan kelelahan berat pada pasien sehingga menurunkan produktivitas pasien.

Universita s Indone sia

2.4 Evaluasi Status Nutrisi Sirosis Hati 2.4.1 Data Subyektif

Keluhan utama pasien dengan sirosis hati pada umumnya adalah mual dengan atau pun tidak disertai muntah. Rasa mual ini akan menyebabkan penurunan nafsu makan dan dalam waktu lama menyebabkan penurunan berat badan. Penurunan asupan nutrisi tersebut juga akan menyebabkan kelelahan berat dan penurunan produktifitas (Potter & Perry, 2009)

2.4.2 Data Obyektif

Evaluasi obyektif status nutrisi pasien dengan sirosis hati dilakukan dengan alat pengkajian nutrisi antropometri, biokimia darah, kondisi klinis, dan terapi dan diet. Pengkajian antropometri meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar perut, lingkar lengan atas, dan indeks massa tubuh (IMT). Pengkajian biokimia darah meiputi nilai serum protein albumin dan hematologi darah seperti hemoglobin dan hematokrit. Pengkajian kondisi klinis meliputi pengkajian jaundice, anemis, dan kelelahan yang tampak. Pengkajian terapi diet meliputi pengkajian asupan nutrisi, diet yang dianjurkan, dan terapi medikasi terkait (Potter & Perry, 2009).

2.5 Komplikasi Sirosis Hati 2.5.1 Hipertensi Porta

Didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang menetap.

Penyebabnya adalah peningkatan resistensi aliran darah melalui hati, dan peningkatan aliran arteri splanknikus. Saluran kolateral timbul akibat sorisis adalah esofagus bagian bawah. Adanya saluran ini menimbulkan varises esofagus.

Perdarahan pada varises ini sering menimbulkan kematian. Hemoroid juga akan terjadi bila hipertensi porta ini terus terjadi. Kemudian Asistes timbul karena peningkatan tekanan balik vena portal, tekanan hidrostatik meningkat pada usus, penurunan tekanan osmotik koloid (hipoalbumin), retensi natrium dan air.

2.5.2 Encephalopathy hepatic

Terjadi pada infeksi hati yang beratdan kegagalan fungsi hati. Penyebabnya adalah ketidakmampuan hati untuk memetabolisme amonia menjadi ureum, sehingga peningkatan kadar amonia dapat menekan sistem saraf pusat yang ditandai dengan peningkatan amonia di dalam darah dan cairan serebrospinal.

Setiap proses yang berpotensi meningkatkan kadar protein didalam usus seperti peningkatan intake protein/perdarahan saluran cerna akan meningkatkan amonia dalam darah. Manifestasi klinik yang mungkin pmuncul adalah perubahan kesadaran, perubahan memori, konsentrasi, respon, dan perubahan pola tidur.

Prinsip penatalaksanaan pada encephalopaty hepatic adalah mengurangi protein di interstitial, mencegah perdarahan saluran cerna, jika terjadi segera dikeluarkan, mengurangi bakteri yang memproduksi amonia dengan neomycin dan laktulosa (mengurangi absorbsi amonia), mengatasi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, hipoksia, dan infeksi, empertahankan keamanan dan kenyamanan pada klien yang tidak sadar, serta mencegah infeksi dan tidak menggunakan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik (Smeltzer & Bare, 2002; White, Duncan, &

Baumle, 2012).

2.6 Upaya Peningkatan Status Nutrisi Pasien dengan Sirosis Hati 2.6.1 Asupan Protein Nabati Adekuat

Asupan protein yang adekuat merupakan sumber utama bagi pasien dengan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan asupan protein adekuat dapat meningkatkan status nutrisi yang ditandai dengan peningkatan berat badan, lingkar lengan, kondisi klinis, dan nilai biokimia darah. Sehingga penting bagi pasien dengan status nutrisi kuarang untuk mendapatkan asupan protein adekuat.

Akan tetapi bagi pasien sirosis hati dengan komplikasi encephalopathy hepatic asupan protein dapat meningkatkan risiko terjadinya encephalopathy hepatic.

Peningkatan asupan protein menyebabkan peningkatan kadar ammonia dalam darah sebagai hasil samping metabolism hati. Peningkatan ammonia darah meningkatkan risiko encephalopathy hepatic (Fauzi dkk, 2009).

Universita s Indone sia

Perkembangan penelitian menemukan cara yang efektif bagi pasien sirosis hati untuk meningkatkan status nutrisi. Asupan sumber protein nabati lebih efektif meningkatkan stsutus nutrisi pasien dengan sirosis hati dibandingkan asupan sumber protein hewani. Asupan sumber protein nabati dapat meningkatkan status nutrisi pasien dengan sirosis hati secara signifikan yang ditandai dengan peningkatan kadar albumin, hemoglobin, peningkatan berat badan, dan lingkar lengan. Akan tetapi pada pasien yang diberikan asupan sumber protein nabati tidak ditemukan peningkatan ammonia yang signifikan. Jika dibandingkan antara pasien yang diberikan asupan sumber protein nabati dengan pasien yang diberikan asupan sumber protein hewani ditemukan hasil peningkatan status nutrisi yang signifikan pada pasien yang diberikan asupan sumber protein nabati dan peningkatan ammonia yang lebih tinggi pada pasien yang diberikan asupan sumber protein hewani. O leh karena itu asupan sumber protein nabati lebih dianjurkan pada pasien sirosis hati (Bruijin dkk, 1993; Bianchi dkk, 2009).

2.6.2 Suple men Branched Chain Amino Acid

Peningkatan status nutrisi pada pasien dengan sirosis hati yang paling efektif yaitu dengan suplemen branched chain amino acid (BCAA). Suplemen ini adalah suplemen modifikasi dari rantai asam amino menjadi asam amino dengan cabang rantai lebih kompleks sehingga produksi ammonia sebagai hasil samping metabolisme protein dapat diminimallisasi. Jika dibandingkan dengan diet rendah protein dan asupan sumber protein nabati maka suplemen BCAA ini menunjukkan hasil lebih efektif. Pasien sirosis hati yang diberikan suplemen BCAA untuk meningkatkan asupan asam amino tubuh menunjukkan perubahan IMT, status biokimia darah, dan kondisi klinis yang signifikan, akan tetapi tidak menunjukkan peningkatan kadar ammonia dalam darah (Fauzi dkk, 2009).

3.1 Pengkajian 3.1.1 Identitas pasien

Pasien Y (47 tahun) masuk ke RS pada tanggal 12 Mei 2014 pada jam 17.00 WIB.

Pasien memeluk agama Islam dengan kesukuan Jawa. Pekerjaan pasien adalah seorang TNI AD di daerah Papua, dan tinggal di Papua bersama keluarganya. Saat dilakukan pengkajian pada pasien dan keluarga pasien sedang dirawat di ruangan 6 PU RSPAD hari ke tujuh belas.

3.1.2 Alasan mas uk

Pasien masuk IGD RSPAD dengan penurunan kesadaran, tubuh tampak menguning, sklera ikterik, demam, perut tampak membesar, dan keluhan mual dan penurunan nafsu makan.

3.1.3 Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah keluhan asupan nutrisi yaitu penurunan nafsu makan dan mual.

3.1.4 Riwayat keluhan utama

Penurunan nafsu makan yang dikeluhkan Tn. Y dirasakan sejak 3 tahun lalu, sejak Tn. Y menderita hepatitis. Akan tetapi sejak 1 minggu terakhir keluhan nafsu makannya semakin memberat karena ada keluhan tambahan mual.

3.1.5 Aktivitas/ istirahat

Sejak dirawat di RS pasien lebih sering berbaring di tempat tidur. Pasien tidur 2-4 jam pada siang hari, dan tidur 6-8 jam pada malam hari. Pasien mengeluhkan sulit tidur di malam hari karena demam dan menggigil. Tidak ada kebiasaan khusus yang perlu dilakukan Tn. Y sebelum tidur.

Universita s Indone sia

Selama pasien berada di RS pasien mengatakan bahwa dirinya dapat memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri. Pasien melakukan hygiene 2 kali sehari secara mandiri, makan 3 kali sehari dengan mandiri, dan eliminasi dengan mandiri. Akan tetapi jika pasien merasakan pusing atau lemas maka pasien akan meminta bantuan kepada keluarga dan perawat ruangan untuk membantu pasien memenuhi kebutuhannya.

3.1.6 Nutrisi

Pengkajian nutrisi dilakukan dengan pengkajian antropometri, status keseimbangan biokimia tubuh, kondisi klinis, dan pola diet pasien.

a. Antropometri

 Berat badan : 55 kg

 Tinggi badan : 168 cm

 IMT : 19,48 kg/m2

 Lingkar perut : 86 cm

 Lingkar lengan atas: 24,7 cm b. Biokimia

 Hb : 8.5 gr/dL (normal: 13-18 g/dL)

 Ht : 26% (normal: 40-52%)

 Alb : 2.4 g/dL (normal: 3.5-5.0 g/dL)

 Protein: 5.3 g/dL (6-8.5 g/dL)

 SGOT : 123 U/L (normal: < 35 U/L)

 SGPT : 50 U/L (normal: < 40 U/L) c. Kondisi klinis

Pasien tampak kurus, sklera kuning, konjungtiva anemis, dan mukosa bibir anemis. Kulit pasien tampak kuning. Postur tubuh tegap, asites, edema tungkai, dan tidak ditemukan edema paru. Riwayat varises esofagus, akan tetapi saat dilakukan pengkajian tidak ditemukan perdarahan perifer atau hematoma. Pasien juga mengatakan merasa mengalami penurunan berat badan yang signifikan dalam 3 bulan terakhir, akan tetapi pasien tidak dapat

mengatakan secara numerik penurunan berat badan yang dialami karena pasien tidak melakukan pengukuran berat badan secara rutin.

d. Pola diet

Pasien mengatakan tidak pernah menjalani diet khusus sebelum pasien masuk RS. Selama dirawat di RS pasien disediakan makan utama 3 kali sehari dengan jumlah kalori 1900 kkal per hari dan 2 kali snack. Selain makanan yang disediakan dari RS pasien juga kadang mengkonsumsi snack dari luar RS. Selama di RS pasien diberikan diet rendah protein dengan jumlah asupan protein 44.4 gram/ hari. Selama di RS pasien hanya menghabiskan ¼ - ½ porsi makan dikarenakan penurunan nafsu makan.

Berdasarkan hasil wawancara Tn. Y juga memiliki kebiasaan minum alkohol sejak usia 20 tahun dan mulai bertambah frekuensi konsumsi alkohol sejak 10 tahun terakhir.

3.1.7 Cairan

Pasien mengatakan keluhan haus sudah berkurang, asupan cairan Tn. Y 1500-2000 cc per hari. Mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, adanya edema tungkai derajat 1, asites positif, shifting dullnes positif, JVP 5+2 cmH2O.Tidak ada edema paru, suara nafas vesikuler.

3.1.8 Pernapasan

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit pernapasan. Pasien juga tidak memiliki keluhan pada pernapasan. Frekuensi pernapasan yang terukur 24 kali per menit, suara napas vesikuler, dan tidak ada penggunaan otot bantu napas. Pasien juga mengatakan tidak memiliki kebiasaan merokok sejak sakit.

3.1.9 Neurosensori

Pasien memiliki riwayat encephalopathy hepatic, tidak memiliki riwayat stroke atau penyakit neurosensori lainnya. Pasien tidak memiliki riwayat jatuh dalam 1 tahun terakhir. Kekuatan otot pasien baik, dengan skala 5 disetiap sisi, tidak ada kelemahan satu sisi, respon refleks positif, kesadaran kompos mentis, orientasi

Universita s Indone sia

orang, waktu, dan tempat baik dengan nilai GCS 15. Pasien mengeluhkan adanya nyeri kepala dengan skala 2 frekuensi 1-2 menit, durasi 5-10 menit, dan tekanan darah pasien 90/ 60 mmHg.

3.1.10 Sirkulasi

Pasien memiliki riwayat varises esofagus dan tidak memiliki riwayat penyakit jantung dan sirkulasi lainnya. Hasil pengkajian jantung pasien terdengar bunyi jantung I dan bunyi jantung II, tidak ada gallop maupun murmur. Hasil pengkajian palpasi nadi didapatkan data nadi teraba kuat pada nadi karotis, radialis, brakialis dan dorsalis pedis.

3.1.11 Keamanan

Pasien tidak memiliki alergi makanan atau obat-obatan, tidak ada riwayat jatuh dalam 1 tahun terakhir dan tidak ada luka laserasi maupun dekubitus. Pasien mengeluhkan nyeri kepala, tanda vital yang terukur saat dilakukan pengkajian adalah tekanan darah 90/60 mmHg, frekuensi nadi 78 kali per menit, frekuensi pernapasan 24 kali per menit, suhu tubuh 37.7 celsius, skala nyeri 2 pada penusukan infus, frekuensi nyeri sering terutama pada saat medikasi melalui injeksi, durasi nyeri dirasakan selama kurang lebih 1 menit. Pada saat dilakukan pengkajian nyeri frekuensi nadi pasien meningkat hingga 88 kali per menit. Pasien juga mendapatkan terapi diuretik dan laksatif. Pasien hanya terpasang pemvlon sebagai akses medikasi injeksi dan tidak terpasang kateter. Hasil pengkajian fall morse scale pasien menunjukkan risiko rendah.

3.1.12 Eliminasi

Pasien dapat melakukan eliminasi secara mandiri. Pasien mengatakan tidak memiliki keluhan pada eliminasi BAK maupun BAB. Pola BAB pasien 1 kali sehari dengan medikasi laksatif. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan data karakteristik feses lunak, warna coklat, tidak ada perdarahan pada feses. Pola BAK pasien 4-6 kali sehari, jika pasien diberikan diuretik frekuensi BAK meningkat menjadi 6-8 kali perhari dengan jumlah volume urine lebih banyak.

Karakteristik urin pasien agak keruh, dengan bau khas obat-obatan, dan selalu tuntas jika BAK.

3.2 Analisis Data

Setelah dilakukan pengkajian maka peneliti membuat pengelompokan dan analisis data. Hasil pengelompokan dan analisis data didapatkan bahwa pasien mengalami masalah pada status nutrisi, status cairan dan sistim sirkulasi. Pengelompokan dan analisis data dilakukan berdasarkan data subyektif dan data obyektif yang kemudian menghasilkan rumusan masalah keperawatan.

Berdasarkan hasil wawancara pada pasien dan keluarganya didapatkan data subyektif keluhan utama pasien adalah penurunan nafsu makan dan mual.

Penurunan nafsu makan dan rasa mual yang dialami juga memberikan dampak penurunan berat badan pasien dalam 3 bulan terkahir. Pasien juga mengatakan hanya dapat menghabiskan ¼-½ porsi makan setiap kali makan. Berdasarkan hasil obyektif didapatkan data pengkajian fisik IMT pasien 19,48 kg/m2, nilai lingkar perut 86 cm, nilai lingkar lengan atas 24,7 cm, konjungtiva pucat, sklera ikterik, dan kulit jaundice. Hasil pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil nilai Hb: 8.5 gr/dL (normal: 13-18 g/dL), Ht :26% (normal: 40-52%), Alb : 2.4 g/dL (normal: 3.5-5.0 g/dL), Protein : 5.3 g/dL (6-8.5 g/dL), SGOT: 123 U/L (normal: < 35 U/L), SGPT : 50 U/L (normal: < 40 U/L). Berdasarkan pengelompokan dan analisis data tersebut maka didapatkan masalah keperawatan pasien gangguan pemenuhan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Berdasarkan hasil wawancara pada pasien dan keluarganya didapatkan data subyektif pasien mengeluhkan menggigiil, merasa sangat dingin. Hasil observasi menunjukkan pasien terlihat menggigil, memegang selimut dengan erat dan menutupi seluruh badannya dengan selimut. berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan data suhu tubuh pasien 38.50C (keterangan: data ini muncul pada hari kedua pengkajian), dan ekstrimitas teraba dingin. Berdasarkan pengelompokan

Universita s Indone sia

dan anlisis data tersebut maka didapatkan masalah keperawatan pasien adalah peningkatan suhu tubuh atau hipertemi.

Berdasarkan hasil wawancara pada pasien dan keluarganya didapatkan data subyektif pasien mengeluhkan bengkak pada tungkai. Hasil pemeriksaan fisik pasien menunjukkan adanya asites positif, shifting dullnes positif, tekanan darah 90/60 mmHg, keseimbangan cairan tubuh +200cc dalam 24 jam dan edema tungkai derajat I. Hasil pemeriksaan laboratorium darah pasien menunjukkan nilai albumin 2.4 g/dL. Bedasarkan hasil pengelompokan dan analisis data maka didapatkan masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan volume cairan tubuh lebih dari kebutuhan tubuh.

3.3 Prioritas Diagnosa

Setelah dilakukan analisis data pengkajian dan dirumuskan masalah keperawatan maka selanjutnya dirumuskan diagnosa keperawatan pasien sesuai dengan prioritas masalah. Perumusan diagnosa keperawatan ini ditulis menurut konsep Brunner&Suddart (Wilkinson, 2012)

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan intravaskular ke intertisial.

3. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis hati.

3.4 Rencana Asuhan Keperawatan

Pengakajian dilakukan pada tanggal 26 Mei 2014. Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan 3 diagnosa keperawatan utama selama pasien dirawat dari tanggal 26-31 Mei 2014. Setelah menemukan 3 diagnosa keperawatan utama pada pasien maka langkah selanjutnya dilakukan perumusan rencana asuhan keperawatan.

Rencana asuhan keperawatan ini terdiri dari diagonsa keperawatan, tujuan

Rencana asuhan keperawatan ini terdiri dari diagonsa keperawatan, tujuan

Dokumen terkait