• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI ANALISIS SITUASI

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep

4.2.1 Sirosis hati alkaholik

Tn. Y (47 tahun) mengalami sirosis hati sejak Februari 2013. Sirosis hati yang dialami pasien merupakan sirosis hati alkaholik. Sirosis hati alkaholik merupakan

Universita s Indone sia

sirosis hati yang disebabkan oleh kebiasaan konsumsi alkohol. Berdasarkan hasil pengkajian anamnesa pasien mengatakan memiliki kebiasaan konsumsi alkohol sejak usia 20 tahun. Kebiasaan konsumsi alkohol ini meningkat ketika pasien mulai berpindah dari daerah asal pasien yaitu Ambon ke tempat kerja pasien di Kota Sorong, Papua. Konsumsi alkohol merupakan salah satu kebiasaan yang umum ditemukan pada masyarakat perkotaan yang menjadi penyebab utama terjadinya sirosis hati. Dampak dari meningkatnya kebiasaan konsumsi alkohol pada masyarakat perkotaan yaitu meningkatnya angka kejadian sirosis hati alkaholik. Hal ini sesuai dengan hasil survei yang dilakukan WHO pada tahun 2012 bahwa 50% kasus sirosis hati merupakan kasus sirosis hati alkaholik. Sirosis hati alkaholik ini ditemukan paling banyak pada laki- laki dengan usia produktif dengan angka kejadian 52,7 laki- laki per 100.000 populasi di Indonesia (WHO, 2014)

Selain faktor risiko kebiasaan konsumsi alkohol yang ditemukan pada pasien, riwayat hepatitis B juga merupakan faktor risiko penyebab terjadinya sirosis hati.

Berdasarkan hasil anamnesa pasien mengalami hepatitis B sejak 3 tahun lalu, kemudian mengalami sirosis hati sejak Februari 2013. Hepatitis B merupakan faktor risiko utama dari komplikasi penyakit hati yang menyebabkan sirosis hati.

Hal ini sesuai dengan hasil survei yang dilakukan di Indonesia yaitu dari 13 juta penderita hepatitis B 50% diantaranya mengalami sirosis hati sebagai komplikasi jangka panjang. Peningkatan angka kejadian hepatitis pada masyarakat perkotaan juga meningkat sebesar 125% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

4.2.2 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh a. Analisis data

Keluhan utama yang dialami pasien dengan sirosis hati yaitu penurunan berat badan akibat rasa mual. Keluhan utama ini juga ditemukan pada kasus Tn. Y. Tn. Y mengeluhkan adanya rasa mual yang memberat sejak 1 bulan sebelum dirawat. Keluhan mual dan penurunan nafsu makan ini menyebabkan Tn. Y mengalami penurunan berat badan. Berdasarkan hasil

pengkajian teraba hati membesar, terdapat nyeri tekan epigastrium, dan perbesaran abdomen akibat asites. Perbesaran hati yang dialami klien merupakan manifestasi klinis dari perlemakan hati klien. Perbesaran hati akan mendorong lambung sehingga pasien mengeluhkan rasa mual. Rasa mual yang dialami pasien menyebabkan penurunan asupan nutrisi. Pasien mengatakan hanya dapat menghabiskan makanan ¼ - ½ porsi makan saja.

Penuruanan asupan nutrisi tersebut mengakibatkan penurunan berat badan pasien sela 3 bulan terakhir. Keluhan mual dan penurunan nafsu makan yang umumnya terjadi menyebabkan malnutrisi pada pasien sirosis hati. Hal ini juga terjadi Tn. Y. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan data IMT 19,48 kg/m2, dan lingkar lengan atas 24.7 cm (Smeltzer & Bare, 2002;

White, Duncan, & Baumle, 2012; Fowler, 2013).

Pasien dengan sirosis hati pada umumnya juga mengalami perubahan nilai Hb dan albumin. Perubahan biokimia darah ini juga terjadi pada Tn.Y. Hasil pemeriksaan diagnostik laboratoium darah menunjukkan nilai Hb 8.5 g/dL (normal: 13-18 g/dL). Kondisi anemis juga dapat dilihat dari konjungtiva Tn.Y yang pucat dan kelelahan yang dirasakan. Kondisi anemis ini dapat disebabkan oleh penurunan asupan nutrisi yang terjadi akibat penurunan nafsu makan. Selain itu anemia juga dapat terjadi karena kerusakan fungsi hati sehingga menyebabkan defisiensi asam folat dan zat besi yang menjadi bahan penting pembentukan sel darah merah. Kerusakan fungsi hati yang berat dapat menyebabkankan hati melakukan destruksi hemoglobin dalam jumlah besar sehingga menyebabkan kondisi anemia. Hal ini dapat dilihat dari penurunan nilai hemoglobin dan peningkatan nilai bilirubin dalam darah (Smeltzer & Bare, 2002; White, Duncan, & Baumle, 2012; Fowler, 2013).

Selain mengalami penurunan nilai hemoglobin, pasien dengn sirosis hati juga mengalami penurunan nilai albumin. Pasien Tn. Y mengalami penurunan albumin yang signifikan yaitu 2.4 g/dL (normal: 3.5-5.0 g/dL).

Universita s Indone sia

Penurunan nilai albumin ini dapat terjadi akibat penurunan asupan nutrisi yan disebabkan oleh penurunan nafsu makan. Akan tetapi pada umumnya penyebab utama penurunan nilai albumin pada pasien sirosis hati adalah kerusakan fungsi metabolisme protein hati. Albumin merupakan serum utama dalam plasma darah. Albumin memenuhi 60% jumlah serum darah.

Albumin merupakan hasil metabolisme protein yang dibentuk didalam retikulum endoplasma pada sel hati. Kerusakan hati yang berat menyebabkan penurunan produksi serum albumin (Smeltzer & Bare, 2002;

White, Duncan, & Baumle, 2012; Fowler, 2013).

b. Implementasi

Implementasi yang dilakukan pada Tn.Y selama 6 hari perawatan adalah manajemen gangguan makan, manajemen nutrisi, manajemen elektrolit, dan perawatan diri: makan. Implementasi manajemen nutrisi yang dilakukan meliputi mengkaji status nutrisi dengan antropometri, status biokimia darah, kondisi klinis, dan terapi diet yang diterima. Pengkajian antropometri dilakukan dengan pemantauan lingkar lengan atas setiap hari. pemantauan dilakukan dengan mengukur lingkar lengan atas karena dianggap lebih akurat dari pada pemantauan berat badan klien. Nilai lingkar lengan atas hanya dipengaruhi oleh status nutrisi pasien, sedangkan nilai berat badan pasien dipengaruhi status nutrisi dan status cairan pasien sehingga tidak akurat untuk menilai status nutrisi (Wilkinson, 2012).

Pemeriksaan biokimia darah dilakukan untuk mengetahui nilai albumin dan hemoglobin dalam darah. Pemantauan nilai albumin dan hemoglobin diperlukan sebagai indikator peningkatan status nutrisi. Peningkatan nilai hemoglobin dan albumin dapat terjadi karena peningkatan asupan nutrisi adekuat. Pemantauan nilai hemoglobin dapat meningkatkan aktivitas metabolisme tubuh sehingga energi yang diproduksi meningkat. Kesediaan energi yang adekuat dapat mendukung produktivitas kerja pasien.

Peningkatan nilai albumin juga menjadi indikator peningkatan status nutrisi

pasien. N ilai albumin normal akan mencegah perpindahan cairan intravaskular ke intertisial.

Manajemen perawatan diri: makan dilakukan meliputi pemantauan asupan nutrisi adekuat. Keluhan utama Tn.Y adalah penurunan nafsu makan, sehingga pemantauan asupan nutrisi dilakukan dengan memotivasi pasien memenuhi asupan nutrisi adekuat dengan porsi makan sedikit dan sering.

Pasien juga diberikan obat ondansentron untuk mengurangi rasa mual.

Ondansentron mengurangi produksi asam lambung yang menjadi penyebab timbulnya rasa mual. Motivasi pemenuhan asupan nutrisi dengan porsi sedikit dan sering dapat meningkatkan asupan nutrisi dan mengurangi rasa mual. Rasa mual dapat terjadi karena perbesaran hati atau asites yang mendorong lambung. Akibatnya timbul rasa ‘begah’ atau lambung terasa penuh. O leh karena makan dengan porsi sedikit dan sering dapat mengurangi rasa ‘begah’ tersebut. Cara kerja ondansentron mengurangi produksi asam lambung juga dapat mengurangi rasa mual pada pasien sirosis hati (Smeltzer & Bare, 2002; White, Duncan, & Baumle, 2012;

Fowler, 2013).

c. Evaluasi

Evaluasi peningkatan status nutrisi dilakukan dengan pemeriksaan antropometri, biokimia darah, kondisi klinis, dan terapi diet. Evaluasi akhir menunjukkan bahwa pasien pasien mengalami peningkatan nilai antropometri, nilai biokimia darah, kondisi klinis, dan asupan nutrisi adekuat. Nilai lingkar lengan meningkat sebanyak 1 cm dari nilai 24.7 cm menjadi 25.7 cm. Peningkatan nilai biokimia darah hemoglobin juga terlihat. N ilai hemoglobin meningkat dari nilai 8.5 g/dL menjadi 9.1 g/dL.

Nilai albumin darah juga meningkat dari nilai 2.4 g/dL menjadi 2.8 g/dL.

Peningkatan aktivitas dan kondisi klinis dapat dilihat pasien dapat melakukan aktivitas pemenuhan dasar secara mandiri. Keluhan mual berkurang sehingga terjadi peningkatan porsi makan. Pada awal pengkajian

Universita s Indone sia

pasien hanya mampu makan ¼ - ½ porsi makan, maka pada saat evaluasi pasien makan ½-1 porsi makan. Diagnosa teratasi sebagian karena pasien menunjukkan peningkatan status nutrisi akan tetapi masih mengalami malnutrisi.

4.2.3 Kelebihan volume cairan

Dokumen terkait