• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Upaya Peningkatan Status N utrisi Pasien dengan Sirosis Hati

2.6.2 Suplemen Branched Chain Amino Acid

Peningkatan status nutrisi pada pasien dengan sirosis hati yang paling efektif yaitu dengan suplemen branched chain amino acid (BCAA). Suplemen ini adalah suplemen modifikasi dari rantai asam amino menjadi asam amino dengan cabang rantai lebih kompleks sehingga produksi ammonia sebagai hasil samping metabolisme protein dapat diminimallisasi. Jika dibandingkan dengan diet rendah protein dan asupan sumber protein nabati maka suplemen BCAA ini menunjukkan hasil lebih efektif. Pasien sirosis hati yang diberikan suplemen BCAA untuk meningkatkan asupan asam amino tubuh menunjukkan perubahan IMT, status biokimia darah, dan kondisi klinis yang signifikan, akan tetapi tidak menunjukkan peningkatan kadar ammonia dalam darah (Fauzi dkk, 2009).

3.1 Pengkajian 3.1.1 Identitas pasien

Pasien Y (47 tahun) masuk ke RS pada tanggal 12 Mei 2014 pada jam 17.00 WIB.

Pasien memeluk agama Islam dengan kesukuan Jawa. Pekerjaan pasien adalah seorang TNI AD di daerah Papua, dan tinggal di Papua bersama keluarganya. Saat dilakukan pengkajian pada pasien dan keluarga pasien sedang dirawat di ruangan 6 PU RSPAD hari ke tujuh belas.

3.1.2 Alasan mas uk

Pasien masuk IGD RSPAD dengan penurunan kesadaran, tubuh tampak menguning, sklera ikterik, demam, perut tampak membesar, dan keluhan mual dan penurunan nafsu makan.

3.1.3 Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah keluhan asupan nutrisi yaitu penurunan nafsu makan dan mual.

3.1.4 Riwayat keluhan utama

Penurunan nafsu makan yang dikeluhkan Tn. Y dirasakan sejak 3 tahun lalu, sejak Tn. Y menderita hepatitis. Akan tetapi sejak 1 minggu terakhir keluhan nafsu makannya semakin memberat karena ada keluhan tambahan mual.

3.1.5 Aktivitas/ istirahat

Sejak dirawat di RS pasien lebih sering berbaring di tempat tidur. Pasien tidur 2-4 jam pada siang hari, dan tidur 6-8 jam pada malam hari. Pasien mengeluhkan sulit tidur di malam hari karena demam dan menggigil. Tidak ada kebiasaan khusus yang perlu dilakukan Tn. Y sebelum tidur.

Universita s Indone sia

Selama pasien berada di RS pasien mengatakan bahwa dirinya dapat memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri. Pasien melakukan hygiene 2 kali sehari secara mandiri, makan 3 kali sehari dengan mandiri, dan eliminasi dengan mandiri. Akan tetapi jika pasien merasakan pusing atau lemas maka pasien akan meminta bantuan kepada keluarga dan perawat ruangan untuk membantu pasien memenuhi kebutuhannya.

3.1.6 Nutrisi

Pengkajian nutrisi dilakukan dengan pengkajian antropometri, status keseimbangan biokimia tubuh, kondisi klinis, dan pola diet pasien.

a. Antropometri

 Berat badan : 55 kg

 Tinggi badan : 168 cm

 IMT : 19,48 kg/m2

 Lingkar perut : 86 cm

 Lingkar lengan atas: 24,7 cm b. Biokimia

 Hb : 8.5 gr/dL (normal: 13-18 g/dL)

 Ht : 26% (normal: 40-52%)

 Alb : 2.4 g/dL (normal: 3.5-5.0 g/dL)

 Protein: 5.3 g/dL (6-8.5 g/dL)

 SGOT : 123 U/L (normal: < 35 U/L)

 SGPT : 50 U/L (normal: < 40 U/L) c. Kondisi klinis

Pasien tampak kurus, sklera kuning, konjungtiva anemis, dan mukosa bibir anemis. Kulit pasien tampak kuning. Postur tubuh tegap, asites, edema tungkai, dan tidak ditemukan edema paru. Riwayat varises esofagus, akan tetapi saat dilakukan pengkajian tidak ditemukan perdarahan perifer atau hematoma. Pasien juga mengatakan merasa mengalami penurunan berat badan yang signifikan dalam 3 bulan terakhir, akan tetapi pasien tidak dapat

mengatakan secara numerik penurunan berat badan yang dialami karena pasien tidak melakukan pengukuran berat badan secara rutin.

d. Pola diet

Pasien mengatakan tidak pernah menjalani diet khusus sebelum pasien masuk RS. Selama dirawat di RS pasien disediakan makan utama 3 kali sehari dengan jumlah kalori 1900 kkal per hari dan 2 kali snack. Selain makanan yang disediakan dari RS pasien juga kadang mengkonsumsi snack dari luar RS. Selama di RS pasien diberikan diet rendah protein dengan jumlah asupan protein 44.4 gram/ hari. Selama di RS pasien hanya menghabiskan ¼ - ½ porsi makan dikarenakan penurunan nafsu makan.

Berdasarkan hasil wawancara Tn. Y juga memiliki kebiasaan minum alkohol sejak usia 20 tahun dan mulai bertambah frekuensi konsumsi alkohol sejak 10 tahun terakhir.

3.1.7 Cairan

Pasien mengatakan keluhan haus sudah berkurang, asupan cairan Tn. Y 1500-2000 cc per hari. Mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, adanya edema tungkai derajat 1, asites positif, shifting dullnes positif, JVP 5+2 cmH2O.Tidak ada edema paru, suara nafas vesikuler.

3.1.8 Pernapasan

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit pernapasan. Pasien juga tidak memiliki keluhan pada pernapasan. Frekuensi pernapasan yang terukur 24 kali per menit, suara napas vesikuler, dan tidak ada penggunaan otot bantu napas. Pasien juga mengatakan tidak memiliki kebiasaan merokok sejak sakit.

3.1.9 Neurosensori

Pasien memiliki riwayat encephalopathy hepatic, tidak memiliki riwayat stroke atau penyakit neurosensori lainnya. Pasien tidak memiliki riwayat jatuh dalam 1 tahun terakhir. Kekuatan otot pasien baik, dengan skala 5 disetiap sisi, tidak ada kelemahan satu sisi, respon refleks positif, kesadaran kompos mentis, orientasi

Universita s Indone sia

orang, waktu, dan tempat baik dengan nilai GCS 15. Pasien mengeluhkan adanya nyeri kepala dengan skala 2 frekuensi 1-2 menit, durasi 5-10 menit, dan tekanan darah pasien 90/ 60 mmHg.

3.1.10 Sirkulasi

Pasien memiliki riwayat varises esofagus dan tidak memiliki riwayat penyakit jantung dan sirkulasi lainnya. Hasil pengkajian jantung pasien terdengar bunyi jantung I dan bunyi jantung II, tidak ada gallop maupun murmur. Hasil pengkajian palpasi nadi didapatkan data nadi teraba kuat pada nadi karotis, radialis, brakialis dan dorsalis pedis.

3.1.11 Keamanan

Pasien tidak memiliki alergi makanan atau obat-obatan, tidak ada riwayat jatuh dalam 1 tahun terakhir dan tidak ada luka laserasi maupun dekubitus. Pasien mengeluhkan nyeri kepala, tanda vital yang terukur saat dilakukan pengkajian adalah tekanan darah 90/60 mmHg, frekuensi nadi 78 kali per menit, frekuensi pernapasan 24 kali per menit, suhu tubuh 37.7 celsius, skala nyeri 2 pada penusukan infus, frekuensi nyeri sering terutama pada saat medikasi melalui injeksi, durasi nyeri dirasakan selama kurang lebih 1 menit. Pada saat dilakukan pengkajian nyeri frekuensi nadi pasien meningkat hingga 88 kali per menit. Pasien juga mendapatkan terapi diuretik dan laksatif. Pasien hanya terpasang pemvlon sebagai akses medikasi injeksi dan tidak terpasang kateter. Hasil pengkajian fall morse scale pasien menunjukkan risiko rendah.

3.1.12 Eliminasi

Pasien dapat melakukan eliminasi secara mandiri. Pasien mengatakan tidak memiliki keluhan pada eliminasi BAK maupun BAB. Pola BAB pasien 1 kali sehari dengan medikasi laksatif. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan data karakteristik feses lunak, warna coklat, tidak ada perdarahan pada feses. Pola BAK pasien 4-6 kali sehari, jika pasien diberikan diuretik frekuensi BAK meningkat menjadi 6-8 kali perhari dengan jumlah volume urine lebih banyak.

Karakteristik urin pasien agak keruh, dengan bau khas obat-obatan, dan selalu tuntas jika BAK.

3.2 Analisis Data

Setelah dilakukan pengkajian maka peneliti membuat pengelompokan dan analisis data. Hasil pengelompokan dan analisis data didapatkan bahwa pasien mengalami masalah pada status nutrisi, status cairan dan sistim sirkulasi. Pengelompokan dan analisis data dilakukan berdasarkan data subyektif dan data obyektif yang kemudian menghasilkan rumusan masalah keperawatan.

Berdasarkan hasil wawancara pada pasien dan keluarganya didapatkan data subyektif keluhan utama pasien adalah penurunan nafsu makan dan mual.

Penurunan nafsu makan dan rasa mual yang dialami juga memberikan dampak penurunan berat badan pasien dalam 3 bulan terkahir. Pasien juga mengatakan hanya dapat menghabiskan ¼-½ porsi makan setiap kali makan. Berdasarkan hasil obyektif didapatkan data pengkajian fisik IMT pasien 19,48 kg/m2, nilai lingkar perut 86 cm, nilai lingkar lengan atas 24,7 cm, konjungtiva pucat, sklera ikterik, dan kulit jaundice. Hasil pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil nilai Hb: 8.5 gr/dL (normal: 13-18 g/dL), Ht :26% (normal: 40-52%), Alb : 2.4 g/dL (normal: 3.5-5.0 g/dL), Protein : 5.3 g/dL (6-8.5 g/dL), SGOT: 123 U/L (normal: < 35 U/L), SGPT : 50 U/L (normal: < 40 U/L). Berdasarkan pengelompokan dan analisis data tersebut maka didapatkan masalah keperawatan pasien gangguan pemenuhan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Berdasarkan hasil wawancara pada pasien dan keluarganya didapatkan data subyektif pasien mengeluhkan menggigiil, merasa sangat dingin. Hasil observasi menunjukkan pasien terlihat menggigil, memegang selimut dengan erat dan menutupi seluruh badannya dengan selimut. berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan data suhu tubuh pasien 38.50C (keterangan: data ini muncul pada hari kedua pengkajian), dan ekstrimitas teraba dingin. Berdasarkan pengelompokan

Universita s Indone sia

dan anlisis data tersebut maka didapatkan masalah keperawatan pasien adalah peningkatan suhu tubuh atau hipertemi.

Berdasarkan hasil wawancara pada pasien dan keluarganya didapatkan data subyektif pasien mengeluhkan bengkak pada tungkai. Hasil pemeriksaan fisik pasien menunjukkan adanya asites positif, shifting dullnes positif, tekanan darah 90/60 mmHg, keseimbangan cairan tubuh +200cc dalam 24 jam dan edema tungkai derajat I. Hasil pemeriksaan laboratorium darah pasien menunjukkan nilai albumin 2.4 g/dL. Bedasarkan hasil pengelompokan dan analisis data maka didapatkan masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan volume cairan tubuh lebih dari kebutuhan tubuh.

3.3 Prioritas Diagnosa

Setelah dilakukan analisis data pengkajian dan dirumuskan masalah keperawatan maka selanjutnya dirumuskan diagnosa keperawatan pasien sesuai dengan prioritas masalah. Perumusan diagnosa keperawatan ini ditulis menurut konsep Brunner&Suddart (Wilkinson, 2012)

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan intravaskular ke intertisial.

3. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis hati.

3.4 Rencana Asuhan Keperawatan

Pengakajian dilakukan pada tanggal 26 Mei 2014. Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan 3 diagnosa keperawatan utama selama pasien dirawat dari tanggal 26-31 Mei 2014. Setelah menemukan 3 diagnosa keperawatan utama pada pasien maka langkah selanjutnya dilakukan perumusan rencana asuhan keperawatan.

Rencana asuhan keperawatan ini terdiri dari diagonsa keperawatan, tujuan intervensi, kriteria hasil intervensi keperawatan, dan rencana tindakan keperawatan.

Diagnosa pertama yang menjadi prioritas masalah keperawatan pasien adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal. Tujuan dari intervensi pada diagnosa ini adalah setelah dilakukan intervensi selama 6 x 24 jam maka pasien menunjukkan asupan nutrisi adekuat, yang ditandai oleh kriteria hasil selera makan meningkat, status nutrisi berdasarkan pengukuran fisik meningkat, status nutrisi berdasarkan pengukuran biokimia meningkat, status nutrisi berdasarkan kondisi klinis meningkat, dan asupan nutrisi dan diet adekuat. Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut yaitu manajemen gangguan makanan, manajemen elektrolit, manajemen nutrisi, dan manajemen perawatan diri: makan.

Diagnosa keperawatan yang kedua pada pasien adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan intravaskular ke intertisial. Tujuan dari intervensi diagnosa ini yaitu setelah dilakukan intervensi keperawatan 6 x 24 jam pasien menunjukkan keseimbangan volume cairan tubuh adekuat, yaitu ditandai oleh kriteria hasil keseimbangan intake dan output cairan, tidak ada edema, dan lingkar perut berkurang. Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tersebut yaitu manajemen elektrolit, manajemen cairan, dan terapi intravena.

Diagnosa keperawatan ketiga pada pasien yaitu hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis hati. Tujuan intervensi diagnosa ini adalah setelah dilakukan intervensi keperawatan 1 x 4jam pasien menunjukkan kondisi suhu tubuh dalam batas normal, yang ditandai oleh suhu tubuh dalam rentang 360 C-37.50C dan tanda-tanda vital stabil. Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut yaitu pemantauan termoregulasi, pemantauan tanda-tanda vital, dan terapi antipiretik.

3.5 Implementasi

Implementasi yang dilakukan untuk mencapai tujuan asupan nutrisi adekuat adalah manajemen gangguan makanan, manajemen nutrisi, dan manajemen

Universita s Indone sia

perawatan diri: makan. Implementasi manajemen gangguan meliputi mengkaji keluhan mual, muntah, dan nyeri tekan epigastrium yang dirasakan pasien serta pemberian terapi intravena ondansentron dan sucralfat. Implementasi manajemen nutrisi yang dilakukan meliputi mengkaji status nutrisi dengan antropometri, status biokimia darah, kondisi klinis, dan terapi diet yang diterima. Kemudian memberikan terapi diet asupan protein nabati, melakukan pemantauan lingkar lengan, dan pemeriksaan biokimia darah. Manajemen perawatan diri: makan dilakukan meliputi asupan nutrisi. Implementasi ini dilakukan selama 6 hari (tanggal 26-31 Mei 2014).

Diagnosa keperawatan kedua adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan intravaskular ke intertisial. Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tujuan keseimbangan vaolume cairan adekuat adalah dengan manajemen elektrolit, manajemen cairan, dan terapi intravena. Manajemen elektrolit meliputi pembatasan asupan natrium, dan pemantauan kadar elektrolit darah. Manajemen cairan meiputi pembatasan asupan cairan, pemantauan intake dan ouput cairan tubuh setiap hari, dan pengukuran lingkar perut dan pitting edema setiap hari. Selain manajemen cairan dan elektrolit dilakukan juga intervensi kolaborasi pemberian diuretic intravena. Manajemen elektrolit, manajemen cairan, dan terapi intravena ini dilakukan pada pasien setiap hari selama 6 hari (tanggal 26-31 Mei 2014).

Diagnosa keperawatan ketiga yang didapatkan pada saat pengkajian dilakukan yaitu hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis hati.

Intervensi untuk mencapai suhu tubuh normal dilakukan dengan pemantauan termoregulasi, pemantauan tanda-tanda vital, dan pemberian antipiretik.

Pemantauan termoregulasi dilakukan dengan pemantauan asupan cairan tubuh dan pemberian kompres air hangat. Pemantauan tanda-tanda vital dilakukan dengan pemantauan suhu tubuh setiap 2 jam, sebelum dan sesudah dilakukan kompres air hangat, atau sebelum dan sesudah pemberian antipiretik. Selain termoregulasi dan tanda-tanda vital dilakukan juga intervensi kolaborasi pemebrian antipiretik.

Implementasi ini dilakukan pada tanggal 26 Mei 2014, 27 Mei 2014, dan 29 Mei 2014.

3.6 Evaluasi

Setelah 6 hari dilakukan intervensi keperawatan pada pasien maka dilakukan evaluasi akhir pada tanggal31 Mei 2014. Sejak pengkajian tanggal 26 Mei sampai dengan evaluasi akhir tanggal 31 Mei ada 3 diagnosa utama yang ditemukan pada pasien yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal, kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan intravaskular ke intertisial, dan hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis hati. Selama 6 hari perawatan ditemukan juga diagnosa keperawatan lainnya dan dilakukan intervensi akan tetapi tidak dilakukan pendokumentasian dan pelaporan dalam laporan penelitian ini.

Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal adalah manajemen gangguan makan, manajemen elektrolit, manajemen nutrisi, dan perawatan diri: makan.

Implementasi dilakukan setiap hari selama 6 hari (tanggal 26-31 Mei 2014).

Evaluasi akhir menunjukkan bahwa pasien pasien mengalami peningkatan lingkar lengan sebanyak 1 cm, peningkatan aktivitas dan kondisi klinis, keluhan mual berkurang, peningkatan porsi makan, dan peningkatan kadar Hb dan albumin darah. Diagnosa teratasi sebagian karena pasien menunjukkan peningkatan status nutrisi akan tetapi masih mengalami malnutrisi.

Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan intravaskular ke intertisial adalah manajemen cairan, manajemen elektrolit, dan pemberian terapi intravena.

Implementasi dilakukan setiap hari selama 6 hari rawat tanggal 26-31 Mei 2014.

Evaluasi akhir menunjukkan bahwa pasien mengalami penurunan lingkar perut 17

Universita s Indone sia

cm dan edema tungkai berkurang. Asites dan edema tungkai masih ada. Pasien juga mengatakan keluhan haus berkurang dan sudah dapat membatasi asupan cairan. Diagnosa keperawatan ini teratasi sebagian karena pasien menunjukkan perbaikan volume cairan tubuh adekuat akan tetapi masih mengalami kelebihan volume cairan tubuh.

Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis hati adalah dengan pemantauan termoregulasi, tanda-tanda vital dan pemberian antipiretik. Implementasi ini dilakukan pada tanggal 26 Mei 2014, 27 Mei 2014, dan 29 Mei 2014. Evaluasi implementasi menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal 36,70C. Diagnosa keperawatan ini teratasi karena pasien menunjukkan suhu tubuh normal 36,70C.

Akan tetapi karena proses inflamasi sirosis hati masih berlangsung maka hipertemia berulang masih mungkin terjadi.

1.5. Profil Lahan Praktik

Rumah sakit pusat angkatan darat (RSPAD) Gatot Subroto merupakan rumah sakit rujukan pusat nasional khusus angkatan darat RI. RSPAD didirikan dengan visi menjadi rumah sakit kebanggaan prajurit. Misi utama RSPAD adalah menyelenggarakan fungsi perumahsakitan tingkat pusat dan rujukan tertinggi bagi rumah sakit TNI AD dalam rangka mendukung tugas pokok TNI AD. Upaya yang dilakukan untuk mencapai visinya, RSPAD menyelenggarakan pelayan medik dalam bentuk pelayanan 24 jam, pelayanan poliklinik spesialis dan sub spesialis, dan pelayanan rawat inap. Pelayanan medis 24 jam yang diberikan adalah ambulance, apotik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, bank darh, dan pelayanan instalansi gawat darurat. Pelayanan poliklinik spesialis dan sub spesialis yang diberikan adalah poliklinik anak, poliklinik bedah, poliklinik obstetri dan gynekologi, poliklinik penyakit dalam, poliklinik gigi dan mulut, poliklinik gizi, poliklinik ginjal, poliklinik kulit dan kelamin, poliklinik jantung, poliklinik kedoktera nuklir, poliklinik mata, poliklinik kesehatan jiwa, poliklinik rehabilitasi medik, poliklinik syaraf, poliklinik THT dan poliklinik paru.

Pelayanan rawat inap diberikan berdasarkan kelas dan fasilitas penunjang rawat inap tersebut. Pelayanan rawat inap dibagi menjadi kelas VIP, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Ruang perawatan inap dibagi menjadi perawatan umum, perawatan bedah, perawatan paru, perawatan anak, perawatan jiwa, perawatan jantung, perawatan obstetri dan gynekologi, unit stroke, dan kamar perawatan intensiv atau ICU.

1.6. Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait

4.2.1 Sirosis hati alkaholik

Tn. Y (47 tahun) mengalami sirosis hati sejak Februari 2013. Sirosis hati yang dialami pasien merupakan sirosis hati alkaholik. Sirosis hati alkaholik merupakan

Universita s Indone sia

sirosis hati yang disebabkan oleh kebiasaan konsumsi alkohol. Berdasarkan hasil pengkajian anamnesa pasien mengatakan memiliki kebiasaan konsumsi alkohol sejak usia 20 tahun. Kebiasaan konsumsi alkohol ini meningkat ketika pasien mulai berpindah dari daerah asal pasien yaitu Ambon ke tempat kerja pasien di Kota Sorong, Papua. Konsumsi alkohol merupakan salah satu kebiasaan yang umum ditemukan pada masyarakat perkotaan yang menjadi penyebab utama terjadinya sirosis hati. Dampak dari meningkatnya kebiasaan konsumsi alkohol pada masyarakat perkotaan yaitu meningkatnya angka kejadian sirosis hati alkaholik. Hal ini sesuai dengan hasil survei yang dilakukan WHO pada tahun 2012 bahwa 50% kasus sirosis hati merupakan kasus sirosis hati alkaholik. Sirosis hati alkaholik ini ditemukan paling banyak pada laki- laki dengan usia produktif dengan angka kejadian 52,7 laki- laki per 100.000 populasi di Indonesia (WHO, 2014)

Selain faktor risiko kebiasaan konsumsi alkohol yang ditemukan pada pasien, riwayat hepatitis B juga merupakan faktor risiko penyebab terjadinya sirosis hati.

Berdasarkan hasil anamnesa pasien mengalami hepatitis B sejak 3 tahun lalu, kemudian mengalami sirosis hati sejak Februari 2013. Hepatitis B merupakan faktor risiko utama dari komplikasi penyakit hati yang menyebabkan sirosis hati.

Hal ini sesuai dengan hasil survei yang dilakukan di Indonesia yaitu dari 13 juta penderita hepatitis B 50% diantaranya mengalami sirosis hati sebagai komplikasi jangka panjang. Peningkatan angka kejadian hepatitis pada masyarakat perkotaan juga meningkat sebesar 125% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

4.2.2 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh a. Analisis data

Keluhan utama yang dialami pasien dengan sirosis hati yaitu penurunan berat badan akibat rasa mual. Keluhan utama ini juga ditemukan pada kasus Tn. Y. Tn. Y mengeluhkan adanya rasa mual yang memberat sejak 1 bulan sebelum dirawat. Keluhan mual dan penurunan nafsu makan ini menyebabkan Tn. Y mengalami penurunan berat badan. Berdasarkan hasil

pengkajian teraba hati membesar, terdapat nyeri tekan epigastrium, dan perbesaran abdomen akibat asites. Perbesaran hati yang dialami klien merupakan manifestasi klinis dari perlemakan hati klien. Perbesaran hati akan mendorong lambung sehingga pasien mengeluhkan rasa mual. Rasa mual yang dialami pasien menyebabkan penurunan asupan nutrisi. Pasien mengatakan hanya dapat menghabiskan makanan ¼ - ½ porsi makan saja.

Penuruanan asupan nutrisi tersebut mengakibatkan penurunan berat badan pasien sela 3 bulan terakhir. Keluhan mual dan penurunan nafsu makan yang umumnya terjadi menyebabkan malnutrisi pada pasien sirosis hati. Hal ini juga terjadi Tn. Y. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan data IMT 19,48 kg/m2, dan lingkar lengan atas 24.7 cm (Smeltzer & Bare, 2002;

White, Duncan, & Baumle, 2012; Fowler, 2013).

Pasien dengan sirosis hati pada umumnya juga mengalami perubahan nilai Hb dan albumin. Perubahan biokimia darah ini juga terjadi pada Tn.Y. Hasil pemeriksaan diagnostik laboratoium darah menunjukkan nilai Hb 8.5 g/dL (normal: 13-18 g/dL). Kondisi anemis juga dapat dilihat dari konjungtiva Tn.Y yang pucat dan kelelahan yang dirasakan. Kondisi anemis ini dapat disebabkan oleh penurunan asupan nutrisi yang terjadi akibat penurunan nafsu makan. Selain itu anemia juga dapat terjadi karena kerusakan fungsi hati sehingga menyebabkan defisiensi asam folat dan zat besi yang menjadi bahan penting pembentukan sel darah merah. Kerusakan fungsi hati yang berat dapat menyebabkankan hati melakukan destruksi hemoglobin dalam jumlah besar sehingga menyebabkan kondisi anemia. Hal ini dapat dilihat dari penurunan nilai hemoglobin dan peningkatan nilai bilirubin dalam darah (Smeltzer & Bare, 2002; White, Duncan, & Baumle, 2012; Fowler, 2013).

Selain mengalami penurunan nilai hemoglobin, pasien dengn sirosis hati juga mengalami penurunan nilai albumin. Pasien Tn. Y mengalami penurunan albumin yang signifikan yaitu 2.4 g/dL (normal: 3.5-5.0 g/dL).

Universita s Indone sia

Penurunan nilai albumin ini dapat terjadi akibat penurunan asupan nutrisi yan disebabkan oleh penurunan nafsu makan. Akan tetapi pada umumnya penyebab utama penurunan nilai albumin pada pasien sirosis hati adalah kerusakan fungsi metabolisme protein hati. Albumin merupakan serum utama dalam plasma darah. Albumin memenuhi 60% jumlah serum darah.

Albumin merupakan hasil metabolisme protein yang dibentuk didalam retikulum endoplasma pada sel hati. Kerusakan hati yang berat menyebabkan penurunan produksi serum albumin (Smeltzer & Bare, 2002;

White, Duncan, & Baumle, 2012; Fowler, 2013).

b. Implementasi

Implementasi yang dilakukan pada Tn.Y selama 6 hari perawatan adalah

Implementasi yang dilakukan pada Tn.Y selama 6 hari perawatan adalah

Dokumen terkait