• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSFORMASI GENETIK Nicotiana benthamiana L. DAN KEDELAI DENGAN GEN MaMt2 PENYANDI METALLOTHIONEIN TIPE II DARI Melastoma malabathricum L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TRANSFORMASI GENETIK Nicotiana benthamiana L. DAN KEDELAI DENGAN GEN MaMt2 PENYANDI METALLOTHIONEIN TIPE II DARI Melastoma malabathricum L."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

TRANSFORMASI GENETIK Nicotiana benthamiana L.

DAN KEDELAI DENGAN GEN MaMt2

PENYANDI METALLOTHIONEIN TIPE II

DARI Melastoma malabathricum L.

YUSTINUS ULUNG ANGGRAITO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Transformasi Genetik Nicotiana benthamiana L. dan Kedelai dengan gen MaMt2 Penyandi Metallothionein Tipe II dari Melastoma malabathricum L. adalah karya saya bersama komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan, maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Yustinus Ulung Anggraito NIM G361060071

(3)

ABSTRACT

YUSTINUS ULUNG ANGGRAITO. Genetic Transformation of Nicotiana benthamiana L. and Soybean with MaMt2 Gene Encoding Metallothionein Type II from Melastoma malabathricum L. Supervised by SUHARSONO, SAPTOWO J. PARDAL, and DIDY SOPANDIE.

The low pH and high concentration of aluminum (Al) are major limiting factors for crops production. The capability of crops to cope those stresses can be improved by expressing genes controlling adaptation to low pH and high concentration of Al. One of these genes was MaMt2 encoding for metallothionein type II which isolated from Melastoma malabathricum. The objectives of the research were 1) to construct overexpression vector of MaMt2 gene with pIG6 plasmid, 2) to transform Nicotiana benthamiana and soybean with MaMt2 gene, and to analyze the transgenic plants. The MaMt2 gene were successfully fused with the strong promoter pUbiquitin in the pIG6 plasmid, and the recombinant plasmid was introduced into Escherichia coli DH5α by electroporation method. The pIG6-MaMt2 recombinant vector was successfully introduced into A. tumefaciens LBA4404 by triparental mating method (TPM). Genetic transformation was performed by co-cultivating A. tumefaciens LBA4404-pIG6-MaMt2 with N. benthamiana leaf explants and half seed explants of soybean cv. Lumut. The T0 and T1 generations of transgenic plants were already obtained. The integration of MaMt2 transgene into the genom of T0 transgenic plants was confirmed by PCR. Segregation analysis in the T1 generation of N. benthamiana showed that hpt gene was inherited to the offspring in Mendelian pattern and all samples of transgenic plants were heterozygote containing one functional hpt gene. Transformation of cv. Lumut half seed explants with MaMt2 gene was succesful, based on PCR by UbiF and NosTR primer combination. PCR analysis of T1 generation of transgenic soybean showed that MaMt2 gene was transmitted into the offspring indicating that this transgene is integrated in the genome of transgenic soybean plants.

Keywords: transformation, MaMt2 gene, metallothionein, Nicotiana benthamiana, soybean

(4)

RINGKASAN

YUSTINUS ULUNG ANGGRAITO. Transformasi Genetik Nicotiana benthamiana L. dan Kedelai dengan Gen MaMt2 Penyandi Metallothionein Tipe II dari Melastoma malabathricum L. Dibimbing oleh SUHARSONO, SAPTOWO J. PARDAL, dan DIDY SOPANDIE.

Cekaman pH rendah dan kandungan aluminium yang tinggi pada tanah masam, khususnya tanah Ultisol, merupakan faktor-faktor pembatas produksi dan kualitas tanaman pangan. Kemampuan beberapa tanaman pangan penting dalam mengatasi toksisitas logam dapat ditingkatkan dengan cara mengekspresikan gen-gen yang terkait dengan toleransi pH rendah dan aluminium (Al) tinggi. Melastoma malabathricum merupakan salah satu tanaman yang mampu hidup di tanah ber- pH rendah dan kelarutan Al tinggi. Sejumlah gen yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman pH rendah dan aluminium tinggi pada M. malabathricum sebagian sudah berhasil diisolasi dan dikarakterisasi. Salah satu gen tersebut adalah gen MaMt2 yang menyandi metallothionein tipe II. Protein ini banyak mengandung sistein yang mampu mengikat berbagai macam logam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi vektor ekspresi berlebih gen MaMt2 menggunakan plasmid pIG6, mentransformasi tanaman Nicotiana benthamiana dan kedelai dengan gen MaMt2, dan menganalisis tanaman transgenik secara molekular.

Gen MaMt2 diisolasi dari plasmid pGEMT-Easy yang mengandung sisipan gen MaMt2 dengan teknik PCR. Gen MaMt2 kemudian dipotong dengan enzim restriksi BamH1 dan Spe1, kemudian diligasikan ke dalam situs pengklonan ganda pada plasmid pIG6 yang sudah dipotong dengan enzim restriksi yang sama. Plasmid rekombinan pIG6-MaMt2 selanjutnya dimasukkan ke dalam bakteri Escherichia coli DH5α dengan metode elektroporasi. Vektor rekombinan pIG6-MaMt2 diintroduksikan ke dalam A. tumefaciens LBA4404 menggunakan metode triparental mating (TPM), dengan bantuan E. coli DH1 yang membawa plasmid pembantu pRK2013. Transformasi genetik N. benthamiana dan kedelai dilakukan dengan kokultivasi menggunakan eksplan potongan daun untuk N. benthamiana dan eksplan setengah biji untuk kedelai. Keberhasilan setiap tahap penelitian diperiksa melalui PCR. Keberadaan gen hptII, diperiksa dengan menggunakan primer-primer spesifik hptIIF dan hptIIR, sedangkan keberadaan gen MaMt2 diperiksa dengan menggunakan kombinasi primer spesifik UbiF-SM2UR dan UbiF-NosTR.

Gen MaMt2 telah berhasil difusikan dengan promoter Ubiquitin dengan penyisipan ke dalam situs BamHI-SpeI dari pIG6 yang kemudian disebut dengan pIG6-MaMt2. Plasmid rekombinan ini telah berhasil dimasukkan ke dalam E. coli DH5α. Keberhasilan penyisipan gen MaMt2 dibuktikan dengan hasil PCR terhadap hasil ligasi antara plasmid pIG6 dengan gen MaMt2 yang ada di dalam E. coli DH5α menggunakan kombinasi primer UbiF-SMt2UR dan menghasilkan fragmen berukuran 960 pb. PCR dengan kombinasi primer UbiF-NosT menghasilkan fragmen berukuran 1160 pb.

Introduksi plasmid pIG6-MaMt2 ke dalam A. tumefaciens LBA4404 telah berhasil dilakukan berdasarkan hasil amplifikasi PCR pada plasmid yang diisolasi dari A. tumefaciens hasil transformasi. PCR dengan kombinasi primer spesifik

(5)

UbiF- SMt2UR dan UbiF-NosTR, masing-masing menghasilkan fragmen DNA berukuran 960 pb dan 1160 pb. Ukuran fragmen-fragmen ini sama dengan ukuran sisipan di dalam vektor rekombinan pIG6-MaMt2 yang ada dalam E. coli DH5α. Efisiensi transformasi N. benthamiana berdasarkan jumlah eksplan yang mampu menghasilkan menghasilkan tunas pada pada medium seleksi II sebesar 79.03%. Uji integrasi gen MaMt2 pada genom N. benthamiana generasi T0 dengan PCR menunjukkan bahwa 16 tanaman adalah transgenik yang mengandung gen MaMt2. Uji resistensi tanaman N. benthamiana T1 terhadap higromisin menunjukkan bahwa gen hpt diwariskan ke generasi berikutnya mengikuti pewarisan Mendel dengan perbandingan 3 resisten: 1 sensitif. Pola ini menunjukkan bahwa tanaman transgenik T0 adalah heterozigot dan mengandung satu gen hpt fungsional.

Transformasi genetik eksplan setengah biji kedelai cv. Lumut dengan gen MaMt2 diperantarai A. tumefaciens yang membawa plasmid rekombinan pIG6-MaMt2 berhasil dilakukan. Regenerasi kedelai pascatransformasi mengalami penundaan, dari 20.33 hari untuk eksplan yang tidak ditransformasi menjadi 23.76 hari untuk eksplan yang ditransformasi. Jumlah tunas yang terbentuk adalah 3.61 tiap eksplan untuk non-transgenik dan 3.26 tunas per eksplan untuk transgenik putatif. Persentase eksplan yang mampu membentuk tunas pascatransformasi masing-masing adalah 76.67% dan 12.5%, untuk eksplan yang tidak ditransformasi dan yang ditransformasi. Analisis molekular terhadap 14 contoh tanaman kedelai transgenik putatif generasi T0 berdasarkan PCR menunjukkan bahwa sembilan tanaman adalah transgenik yang mengandung gen MaMt2. Analisis PCR terhadap sembilan tanaman generasi T1 yang merupakan keturunan dari sembilan tanaman T0 transgenik menunjukkan bahwa hanya empat tanaman T0 yang mewariskan gen MaMt2 ke generasi T1. Hal ini menunjukkan bahwa MaMt2 terintegrasi di dalam genom T0 dan diwariskan ke generasi berikutnya. Kata-kata kunci: transformasi, gen MaMt2, metallothionein, Nicotiana bentha-miana, kedelai

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

TRANSFORMASI GENETIK Nicotiana benthamiana L.

DAN KEDELAI DENGAN GEN MaMt2

PENYANDI METALLOTHIONEIN TIPE II

DARI Melastoma malabathricum L.

YUSTINUS ULUNG ANGGRAITO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(8)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup: Tanggal 24 Januari 2012 1. Dr. Ir. Miftahudin 2. Dr. Ir. Nurul Khumaida Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka: Tanggal 30 Januari 2012

1. Dr. Ir. Muhamad Yunus, M.Si.

(9)

Judul Disertasi: Transformasi Genetik Nicotiana benthamiana L. dan Kedelai dengan Gen MaMt2 Penyandi Metallothionein Tipe II dari Melastoma malabathricum L.

Nama : Yustinus Ulung Anggraito NIM : G361060071

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA. Ketua

Dr. Saptowo J. Pardal, M.S. Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Pemurah atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2008 sampai September 2011 ini ialah cekaman pH rendah dan aluminium, dengan judul Transformasi Genetik Nicotiana benthamiana L. dan Kedelai dengan Gen MaMt2 Penyandi Metallothionein Tipe II dari Melastoma malabathricum L. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, konstruksi vektor ekspresi dilakukan di Laboratorium Gene Research Center, College of Agriculture Ibaraki University Japan. Tahap kedua, transformasi genetik Nicotiana benthamiana dan Kedelai dilakukan di Laboratorium Biotechnology Research Indonesia-The Netherland (BIORIN) dan Laboratorium Biologi Molekular dan Selular Tanaman (BMST) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB Bogor.

Penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak dalam melakukan penelitian. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA., sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Saptowo J. Pardal, M.S. dan Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas segala bimbingan dan bantuan pada penulis selama penelitian dan penyelesaian disertasi ini. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Prof. Hiroyuki Anzai Ph.D., atas fasilitas yang diberikan selama melakukan konstruksi vektor ekspresi di Gene Research Center College of Agriculture Ibaraki University Japan. Kepada Tim Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS), Program Sandwich-like Ditjen Dikti, Program Hibah Doktor Ditjen Dikti, Program KKP3T Kementan dengan judul „Ekspresi Gen Penyandi Metallothionein di Tumbuhan Harendong (Melastoma) dan Kedelai‟ dengan Kontrak No: 748/LB.620/I.1/3.2008 dan Program Hibah Kompetensi Kemendiknas dengan judul „Isolasi dan Ekspresi Gen dalam Rangka Perakitan Tanaman yang Toleran terhadap Cekaman Asam dan Aluminium‟ dengan Kontrak No: 219/PH2H/PP/DP2M/V/2009, atas nama Dr. Ir. Suharsono DEA. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Rektor Universitas Negeri Semarang atas bantuan biaya pendidikan dan penelitian yang telah diberikan.

(11)

Kepada Rektor, Dekan FMIPA, Ketua Jurusan Biologi Universitas Negeri Semarang, atas izin tugas belajar yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor; Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan FMIPA, Ketua Departemen Biologi, Ketua Program Biologi SPs IPB Bogor penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti pendidikan di SPs IPB Bogor. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan administrasi SPs IPB dan Departemen Biologi atas ilmu dan bantuan administrasi yang diberikan.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan di Lab. BIORIN, Lab. BMST, dan semua staf PPSHB IPB Bogor atas segala bantuan, dukungan semangat dan doa, serta persahabatan selama penulis melakukan penelitian. Masih banyak pihak yang telah membantu kelancaran penelitian, namun tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada istriku Vita dan anak-anakku (Aga, Asti, dan Abi), serta seluruh keluarga besar Y. Soetiarto dan Y. Soemadi Soerowiyoto atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2012 Yustinus Ulung Anggraito

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 27 April 1964 sebagai anak ke-4 dari pasangan Johanes Soetiarto dan Yustina Sutini. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Pendidikan Biologi IKIP Semarang, lulus pada tahun 1988. Pada tahun 1998 penulis menamatkan studi S2 di Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta. Pada tahun 2006 mendapatkan beasiswa BPPS dari Departemen Pendidikan Republik Indonesia untuk melanjutkan studi S3 di Program Studi Biologi Program Pascasarjana IPB Bogor.

Penulis bekerja sebagai pengajar di Jurusan Biologi Universitas Negeri Semarang sejak tahun 1990 hingga sekarang. Mata kuliah yang menjadi tanggung jawab penulis adalah Genetika Dasar dan Biologi Molekular.

Selama mengikuti program S3, penulis berkesempatan mengikuti program Sandwich-like dari Depertemen Pendidikan Nasional selama empat bulan di Gene Research Center Ibaraki University Japan.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….. xiii

DAFTAR GAMBAR ………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xv PENDAHULUAN Latar Belakang ……… 1 Tujuan Penelitian ……… 4 Manfaat Penelitian ……….. 5 TINJAUAN PUSTAKA Toksisitas Tanah Asam ………... 6

Toksisitas Aluminium terhadap Tanaman………... 7

Gen-Gen yang Ekspresinya Diinduksi oleh Cekaman Aluminium …… 10

Cekaman Logam dan Metallothionein ………... 11

Metallothionein pada Tumbuhan, Yeast, dan Bakteri……….. 12

Metallothionein pada Hewan dan Manusia ……… 17

Transformasi Diperantarai Agrobacterium ………..………. 20

Mekanisme Transfer DNA-T ke Sel Tanaman ………... 23

Seleksi terhadap Sel Tanaman Transgenik ………. 25

Transformasi Kedelai Diperantarai Agrobacterium tumefaciens……… 26

Rekayasa Genetik Kedelai ……….. 27

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ………. 29

Bahan Penelitian ………. 29

Metode Penelitian……… 30

HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Vektor Ekspresi pIG6-MaMt2………... 38

Introduksi vektor ekspresi ke dalam A. tumefaciens LBA4404 ….. 39

Perakitan N. benthamiana dan Kedelai Transgenik ……… 40

Transformasi genetik N. benthamiana dengan gen MaMt2……… 40

Transformasi genetik kedelai dengan gen MaMt2…... ……… 42

Analisis Tanaman Transgenik ……… 44

Uji integrasi transgen MaMt2 di dalam N. benthamiana T0….….. 44

Uji segregasi tanaman N. benthamiana T1……….. 47

Uji integrasi transgen MaMt2 di dalam kedelai T0 dan T1 transgenik ………. 48

(14)

SIMPULAN DAN SARAN ..………. 55

DAFTAR PUSTAKA ……… 57

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perkembangan jumlah eksplan N. benthamiana pascatransformasi pada

generasi T0 ……… 41 2 Respon regenerasi kedelai cv. Lumut pascatransformasi pada generasi T0.. 42 3 Hasil uji keturunan T1 N. benthamiana dalam media seleksi MS-50 mg/l

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Peta fisik plasmid Ti helper dan vektor biner ………... 22 2 Tahapan proses transfer DNA-T dari Agrobacterium ke sel tanaman 24 3 Peta fisik plasmid pIG6 sebagai vektor ekspresi ……… 30 4 Alur kerja perakitan N. benthamiana dan kedelai transgenik ……… 30 5 Hasil PCR terhadap plasmid rekombinan pIG6-MaMt2 dari E. coli

DH5α menggunakan primer UbiF dan SMt2UR, serta UbiF dan NosT.. 38 6 Hasil PCR terhadap plasmid yang dibawa A. tumefaciens LBA4404

setelah proses TPM……… ………. 39

7 Perkembangan N. benthamiana pascatransformasi dengan gen MaMt2.. 41 8 Regenerasi kedelai pasca transformasi kedelai cv. Lumut……….. 43 9 Hasil PCR terhadap tanaman N. benthamiana transgenik T0 dengan

primer UbiF dan NosTR. ……..………... 45 10 Uji resistensi N.benthamiana generasi T1 terhadap higromisin……... 46 11 Analisis molekular tanaman kedelai generasi T0 dengan gen MaMt2.. . 48 12 Analisis molekular tanaman kedelai generasi T1 dengan gen MaMt2… 49

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Media pertumbuhan bakteri...………... 72 2 Media transformasi N. benthamiana ……… 72 3 Media transformasi kedelai ……… . ……… 73

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah penduduk dan kesadaran tentang pentingnya gizi yang meningkat, menyebabkan meningkatnya kebutuhan pangan. Peningkatan kebutuhan pangan ini harus diantisipasi dengan peningkatan produksi tanaman pangan, melalui dua pendekatan, yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Pendekatan pertama, dihadapkan pada kendala semakin meningkatnya konversi tanah pertanian yang subur menjadi kawasan perumahan, perkantoran, maupun industri. Tanah marjinal memiliki potensi sebagai salah satu alternatif pelaksanaan ekstensifikasi pertanian. Namun sebagian besar tanah marjinal di Indonesia berupa tanah dengan pH rendah dan kelarutan aluminium (Al) tinggi, padahal keduanya merupakan faktor pembatas produksi tanaman. Mulyani et al. (2003) memperkirakan ada sekitar 18.2 juta ha tanah dengan kemiringan <15o yang sesuai untuk budidaya tanaman pangan tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Tanah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia (Subagyo et al. 2004). Tanah Ultisol (terutama Podsolik Merah kuning) yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua ini, potensial untuk dijadikan tanah pertanian, namun tanahnya bereaksi masam dengan kejenuhan basa rendah sehingga memiliki potensi peracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Toksisitas Al merupakan kendala utama untuk pengembangan tanah ber-pH rendah, selain defisiensi unsur hara tertentu seperti P, Ca, Mg, N, dan K (Sopandie 2006, Prasetyo & Suriadikarta 2006).

Tanah ber-pH rendah, secara teknis dapat diatasi dengan pemberian kapur, namun menyebabkan tingginya biaya produksi sehingga tidak ekonomis. Kelemahan lainnya adalah kapur yang telah ditebar mudah mengalami pencucian (leaching) oleh air dan tidak efektif untuk lapisan sub-soil. Oleh karena itu sangat diperlukan benih yang mampu tumbuh optimal dan berproduksi pada tanah ber-pH rendah dan kelarutan Al tinggi. Pada dasarnya ada dua cara yang dapat ditempuh untuk merakit kultivar unggul. Pertama, melalui penapisan genotip-genotip toleran pH rendah dan Al tinggi, diikuti dengan persilangan dan seleksi

(19)

untuk mendapatkan genotip-genotip yang diharapkan. Cara kedua adalah melalui rekayasa genetik tanaman dengan menyisipkan gen toleransi terhadap pH rendah dan kelarutan Al tinggi. Gen yang disisipkan pada tanaman pertanian bisa berasal dari tanaman spesies yang sama atau berbeda.

Kedelai merupakan salah satu komoditas penting yang digunakan sebagai bahan pangan dan pakan karena kandungan protein nabati yang tinggi. Peningkatan kebutuhan kedelai yang tidak diimbangi oleh produksi dalam negeri menyebabkan Indonesia harus mengimpor kedelai dari Negara lain seperti Amerika Serikat dan Argentina. Oleh karena itu sangat diperlukan usaha untuk meningkatkan produksi kedelai nasional. Salah satu cara adalah dengan merakit tanaman kedelai toleran pH rendah dan cekaman Al, yang merupakan salah satu karakteristik tanah marjinal di Indonesia. Perakitan ini bisa dilakukan dengan mengintroduksikan gen untuk toleransi terhadap pH rendah dan Al ke dalam tanaman kedelai sehingga mampu berproduksi pada tanah marjinal tersebut. Oleh sebab itu perbaikan genetik ke arah toleransi tanaman kedelai terhadap pH rendah dan cekaman Al sangat menunjang program peningkatan produksi kedelai nasional.

Melastoma (harendong) merupakan salah satu spesies yang mampu tumbuh baik di tanah ber-pH rendah dengan kelarutan Al tinggi, sehingga potensial digunakan sebagai sumber gen toleransi terhadap cekaman pH rendah dan Al. Melastoma malabathricum pada percobaan kultur air tidak mengalami gangguan pertumbuhan pada pH 4.0, namun pertumbuhannya mulai terganggu pada pH 3.0 (Muhaemin 2008). Melastoma banyak terdapat di daerah hutan hujan tropis di Asia Tenggara. Tanaman ini memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap dan mengakumulasi Al di daun, terutama pada sel-sel epidermis atas dan mesofil, serta pada seluruh jaringan akar, khususnya pada epidermis dan endodermis sehingga tanaman ini disebut akumulator Al (Watanabe et al. 2005). Menurut Xie et al. (2001) dalam setiap kg daun Melastoma dapat terakumulasi Al sebanyak 9932 mg/kg daun. Tanaman ini mampu menyediakan P di daerah rizosfer karena meningkatnya oksalat yang diinduksi oleh Al, sehingga meningkatkan pertumbuhan tanaman (Watanabe et al. 2003). Mutiasari (2008), menunjukkan

(20)

bahwa M. affine D. Don. (sin: M. malabathricum) pada media cair dengan pH 4.0 dan 3.2 mM Al, mampu mengakumulasi 8.81 g Al/kg daun tua selama dua bulan.

Sejumlah gen yang diduga terkait dengan toleransi Melastoma terhadap cekaman pH rendah dan Al sudah berhasil diisolasi dan diklon, meskipun sebagian belum utuh, misalnya MaMrp (multidrug resistance protein), MaMFs (major facilitator superfamily), MaSOD (super oxide dismutase), dan MaMt2 (metallothionein) dari M. affine (Suharsono & Jusuf 2006; Widyartini 2006, Suharsono et al. 2008; Suharsono et al. 2009), dan H+-ATPase membran plasma (Muzuni et al. 2010). Gen-gen tersebut diisolasi dari mRNA yang telah dibuat cDNAnya dengan reaksi transkripsi balik, sehingga gen yang diperoleh merupakan daerah penyandi (coding region). Gen-gen tersebut sangat penting untuk perakitan tanaman kedelai toleran terhadap pH rendah dan konsentrasi Al tinggi.

Metallothionein (MT) merupakan protein dengan berat molekul rendah yang kaya sistein, diperlukan dalam mengatasi ion-ion metal toksik dalam konsentrasi tinggi. Zhou & Goldsbrough (1994) telah mengisolasi MT1 dan MT2 dari Arabidopsis yang homolog dengan MT hewan dan jamur. Transkripsi MT2 meningkat dengan perlakuan CuSO4, ZnSO4, dan CdSO4. Cu merupakan logam yang paling efisien dalam menginduksi ekspresi MT2 yaitu dapat meningkatkan ekspresi (transkripsi) sebesar 5.5 kali lipat. MT tanaman tingkat tinggi berfungsi untuk detoksifikasi logam non esensial, selain untuk homeostasis logam-logam transisi penting, detoksifikasi logam-logam toksik, dan melindungi dari cekaman oksidatif interselular (Adams et al. 2002; Coyle et al. 2002; Wong et al. 2004; Akashi et al. 2004, Merrifield et al. 2006; Guo et al. 2008). Suharsono et al. (2008) sudah berhasil mengisolasi dan mengkarakterisasi gen MaMt2 dari cDNA M. affine yang terdiri dari 246 pb dan mengkode 81 asam amino, dan memiliki 14 residu sistein dengan motif Cys-Cys, Cys-X-Cys, dan Cys-X-X-Cys. Trisnaningrum (2009) menunjukkan bahwa cekaman Al terhadap M. affine pada konsentrasi 3.2 mM menyebabkan kenaikan ekspresi MaMt2 pada akar, tetapi tidak pada daun. Dalam penelitian ini gen MaMt2 akan diintroduksikan serta dianalisis integrasinya pada N. benthamiana dan kedelai.

(21)

Bila isolasi, identifikasi, dan analisis molekuler gen-gen toleransi kedelai terhadap cekaman pH rendah dan kelarutan Al tinggi berhasil dilakukan, maka akan membuka jalan bagi pengembangan dan rekayasa tanaman yang toleran terhadap cekaman abiotik. Selain itu isolasi gen ini akan memberikan pengetahuan dasar tentang fisiologi dan molekuler toleransi tanaman kedelai terhadap cekaman pH rendah dan Al tinggi. Di Indonesia, kajian toleransi tanaman bernilai penting seperti kedelai belum banyak dilakukan pada aras molekuler.

Untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri yang semakin tinggi, Indonesia mengimpor kedelai sekitar 1-1.6 juta ton setiap tahun (BPS 2009). Pada sisi yang lain masih banyak tanah yang tersedia untuk pertanaman kedelai. Namun pada umumnya tanah tersebut berupa tanah ber-pH rendah dengan kelarutan Al tinggi, akibatnya tanaman tidak mampu tumbuh secara optimal. Untuk itu diperlukan usaha perakitan varietas kedelai yang mampu beradaptasi terhadap tanah ber-pH rendah dengan kelarutan Al tinggi. Perakitan verietas tersebut bisa dilakukan dengan melakukan seleksi dan persilangan, atau dengan memanfaatkan teknologi DNA rekombinan, yaitu dengan cara menyisipkan gen untuk toleransi terhadap pH rendah dan kelarutan Al tinggi. Gen MaMt2 yang diperoleh dari hasil transkripsi balik mRNA dari M. malabathricum telah berhasil diisolasi, dikarakterisasi, dan diklon dalam plasmid pGEMT-Easy. Dalam penelitian ini, gen tersebut difusikan dengan promoter kuat yaitu pUbiquitin di dalam plasmid pIG6 sebagai vektor ekspresi, kemudian dimasukkan ke dalam Agrobacterium tumefaciens LBA4404. Tranformasi genetik tanaman N. benthamiana dan kedelai dilakukan dengan bantuan A. tumefaciens LBA4404 yang membawa vektor rekombinan pIG6-MaMt2.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan: 1. Konstruksi vektor ekspresi untuk gen MaMt2.

2. Transformasi genetik tanaman N. benthamiana dan kedelai dengan gen MaMt2.

(22)

Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan A. tumefaciens yang mengandung vektor ekspresi gen Mt2 yang dapat digunakan untuk melakukan transformasi genetik berbagai spesies tanaman.

2. Memperoleh tanaman N. benthamiana dan kedelai transgenik generasi T0 dan T1 yang membawa gen Mt2.

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Toksisitas Tanah Asam

Faktor utama yang menyebabkan pH tanah menjadi rendah adalah dekomposisi bahan organik dan curah hujan yang tinggi (Salisbury & Ross 1995). Karbondioksida yang dilepaskan dari proses dekomposisi bahan organik bereaksi dengan molekul air yang akan melepaskan ion-ion H+. Selanjutnya ion-ion H+ akan menggantikan ion-ion K+, Mg2+, dan Mn2+ dari kompleks pertukaran kation. Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan ion-ion tersebut hilang dari permukaan tanah, sehingga terbentuklah tanah asam. Pada pH rendah pertumbuhan tanaman dapat terhambat yang disebabkan oleh Al bebas dan Al dapat ditukar dalam jumlah berlebihan, keracunan Mn, dan kekurangan P, Ca, dan Mg, serta ketersediaan N sangat rendah (Marschner 1995).

Salah satu jenis tanah ber-pH rendah yang banyak tersebar di Indonesia adalah tanah Ultisol. Menurut Prasetyo & Suriadikarta (2006), reaksi tanah Ultisol pada umumnya masam hingga sangat masam (pH 5.0-3.1), kecuali tanah Ultisol dari batu gamping yang mempunyai reaksi netral hingga agak masam (pH 6.80-6.50). Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi.

Tanah ber-pH rendah kurang baik untuk pertumbuhan tanaman karena mempunyai pH, kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa yang rendah, serta kejenuhan Al yang tinggi (Mansur & Koko 2000). Menurut Djayusman (1993) pembentukan asam yang melampaui daya sangga tanah dapat menghancurkan kisi mineral liat sehingga semakin banyak ion Al3+ yang menjauhi kompleks jerapan. Pada lahan ber-pH rendah, keracunan terutama disebabkan oleh kandungan Al yang tinggi dan Al dalam bentuk Al3+ sangat toksik karena dapat mengkelat unsur hara sehingga menghambat penyerapan unsur terkelat itu oleh akar tanaman. Akibatnya tanaman kekurangan unsur hara dan pertumbuhannya terhambat.

(24)

Toksisitas Aluminium terhadap Tanaman

Aluminium merupakan unsur nomer tiga dalam hal kemelimpahannya di bumi setelah oksigen dan silikon (Pilon-Smits et al. 2009). Aluminium yang dilepaskan ke larutan tanah akan berpengaruh buruk pada taraf tertentu bagi tanaman dan merupakan faktor pembatas pertumbuhan pada berbagai tanah masam di dunia (Harjadi & Yahya 1988; Horst et al. 2004). Bentuk Al dalam tanah sangat dipengaruhi pH tanah. Pada pH tanah <4.0, bentuk Al yang paling dominan adalah Al3+ yang sangat toksik bagi tanaman. Bentuk Al(OH)2+ terdapat pada kisaran pH 4.0-5.5. Sedangkan pada pH di atas nilai tersebut, Al akan lebih banyak terdapat dalam bentuk gibsit [Al(OH)3], yang dapat mengikat fosfat meskipun tidak sekuat ion-ion Al dan tidak meracuni tanaman, sehingga pengaruhnya dapat diabaikan (Kinraide et al. 1985; Kochian et al. 2004).

Pada tanah ber-pH rendah umumnya ketersediaan hara sangat terbatas dan kemampuan tanaman untuk menyerap hara juga dibatasi oleh adanya kandungan Al yang tinggi. Tanaman barley yang ditanam pada media mengandung Al, hanya mengandung Ca2+ dan K+ setengahnya, dibandingkan dengan kontrol (Matsumoto et al. 1992). Kekurangan P pada umumnya juga diinduksi oleh kandungan Al yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan terbentuknya kompleks Al-fosfat, baik di dalam larutan tanah maupun di dalam sel tanaman sehingga Al tidak tersedia bagi tanaman. Kemampuan tanaman untuk dapat memanfaatkan kandungan P yang rendah secara efisien selalu dihubungkan dengan sifat toleransi terhadap Al. Kation trivalen Al3+ menghambat transpor Ca2+ secara efektif ke dalam akar, protoplas, dan membran vesikel. Hasil kajian pada lipida dua lapis menunjukkan bahwa Al dapat memblok saluran Ca2+ dan K+ (Ryan et al. 1997; Buchanan et al. 2006). Pada akar barley, perlakuan Al menurunkan kandungan Ca pada membran sampai 50% dan menyebabkan penurunan aktivitas H+-ATPase dalam menghidrolisis ATP (Matsumoto et al. 1992).

Aluminium bukan hara tanaman penting, meskipun banyak dilaporkan dalam sejumlah kecil menguntungkan tanaman. Kadar Al yang tinggi dapat meracuni tanaman, namun sangat bergantung pada jenis maupun varietas tanaman. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa target utama keracunan Al adalah jaringan akar tanaman (Sasaki et al. 1992; Delhaize & Ryan 1995; Ryan

(25)

et al. 1997; Horst et al. 2004; Buchanan et al. 2006). Gejala yang tampak dari keracunan Al adalah sistem perakaran yang tidak berkembang (tebal dan pendek) sebagai akibat penghambatan perpanjangan sel. Selain itu juga terjadi gangguan penyerapan hara mineral, penggabungan Al dengan dinding sel, dan penghambatan pembelahan sel (Matsumoto et al. 1992; Horst et al. 2004).

Gejala keracunan Al yang paling mudah dilihat adalah penghambatan pertumbuhan akar. Menurut Marschner (1995) dan Horst et al. (2004), gejala awal yang tampak dari toksisitas Al adalah sistem perakaran tidak berkembang sebagai akibat penghambatan pemanjangan sel. Pada tanaman yang sensitif, menurut Marschner (1995), Al ditemukan dalam nukleus dan dinding sel. Pada dinding sel, penghambatan terjadi karena Al menggantikan kedudukan Ca2+ pada lamela tengah. Ikatan Al dengan gugus karboksil akan menimbulkan ikatan yang kuat sehingga sel tidak dapat membesar. Dalam nukleus, Al berikatan dengan DNA sehingga menghentikan proses pembelahan meristem apikal. Al dalam bentuk polimer memiliki muatan positif yang besar serta memiliki banyak situs pengikatan. Polimer ini dapat mengikat P yang ada pada kedua utas DNA, mengakibatkan gagal berpisahnya utas ganda DNA.

Marschner (1995) menyatakan bahwa kerusakan pada sel tudung akar yang berfungsi sebagai sensor terhadap cekaman lingkungan menyebabkan akumulasi Al yang tinggi pada nukleus tudung akar sehingga menghambat pemanjangan akar. Karakteristiknya adalah permukaan akar berwarna coklat kekuningan, berbintik, dan mudah patah. Matsumoto et al. (1992), menunjukkan bahwa pembelahan sel pada ujung akar bawang putih berhenti setelah diberi perlakuan 10-3 M AlCl3 selama 10 hari. Sivaguru et al. (1999) dan Horst et al. (2004) membuktikan bahwa pada kultivar jagung sensitif Al, bagian zona transisi distal (DTZ, 1-2 mm) merupakan zona ujung akar yang sensitif Al. Pendedahan Al pada daerah ini mengurangi pemanjangan sel pada daerah pemanjangan akar.

Pengaruh Al pada membran sel lebih banyak disebabkan oleh adanya perubahan atau kerusakan sifat permeabilitas. Pada membran sel barley, Al berikatan dengan gugus fosfolipid membran sehingga menyebabkan kerusakan struktur membran atau perubahan permeabilitas membran. Akibatnya penyerapan hara yang dikatalisis oleh pompa proton akan terpengaruh. Ion Al yang bermuatan

(26)

positif dapat berikatan dengan gugus fosfat dari ATP atau fosfolipid pada membran yang akan mempengaruhi efektivitas transpor proton.

Menurut Taylor (1991) mekanisme toleransi tanaman terhadap Al terbagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1) dengan mencegah Al masuk ke dalam simplas dan sampai daerah metabolik yang peka di dalam sel tanaman (mekanisme ekslusi), dan 2) dengan detoksikasi, imobilisasi atau pengubahan dalam metabolisme saat Al telah masuk ke dalam simplas sehingga memungkinkan tanaman melanjutkan proses tumbuhnya (mekanisme internal).

Mekanisme (eksklusi) berhubungan dengan: imobilisasi Al dalam dinding sel, sifat selektif permeabel membran plasma, meningkatkan pH di sekitar perakaran, dan kelatisasi Al oleh asam organik. Mekanisme internal berhubungan dengan: kelatisasi Al dalam sitosol oleh asam organik atau protein, kompartementasi Al dalam vakuola, evolusi enzim pada tanaman toleransi Al.

Aluminium dapat berinteraksi baik dengan senyawa organik maupun anorganik. Interaksi dengan senyawa (anion) organik paling kuat terjadi dengan asam-asam dikarboksilat seperti asam sitrat dan asam malat. Asam-asam dikarboksilat tersebut sangat efektif sebagai bahan amelioran untuk mendetoksikasi Al. Sedangkan interaksi Al dengan senyawa (anion) anorganik seperti sulfat, fosfat, fluor, dan silikat membentuk suatu kompleks yang memiliki afinitas tinggi terhadap oksigen atau air. Interaksi Al dengan anion tersebut berpotensi untuk meningkatkan pH perakaran sekaligus dapat membuat rancu pengaruh toksisitas Al dengan defisiensi unsur tertentu seperti fosfat, karena terbentuk kompleks Al-P sehingga P tidak tersedia bagi tanaman.

Selain itu beberapa peneliti melaporkan bahwa toleransi terhadap Al juga dipengaruhi oleh mucilage pada tanaman. Mucilage adalah bahan seperti gel yang dihasilkan pada bagian ujung akar yang sedang berkembang. Mucilage merupakan partikel penting pada tanah mineral asam untuk melindungi meristem akar. Pada Vigna unguiculata, tanaman yang toleransi terhadap Al mampu menghasilkan lebih banyak mucilage jika dibandingkan dengan yang sensitif (Suthipradit et al. 1990). Watanabe et al. (2008) menyebutkan bahwa mucilage akar berperan dalam imobilisasi kation-kation logam misalnya Al pada rizofer. Akar M. malabathricum mengeksudasi mucilage dalam jumlah besar.

(27)

Kemampuan apoplas sel akar menyerap Al dianggap sebagai salah satu mekanisme toleransi terhadap Al, semakin kecil kemampuan akar untuk menyerap Al, semakin peka tanaman terhadap Al (Duncan & Baligar 1990). Marschner (1995) menambahkan bahwa tanaman yang toleran terhadap Al akan meningkatkan pH pada daerah perakaran sehingga menurunkan kelarutan dan keracunan Al. Selain apoplas, membran plasma dianggap mampu menghalangi penyerapan Al secara selektif. Duncan & Baligar (1990) menyatakan bahwa perbedaan permeabilitas membran terhadap Al merupakan salah satu mekanisme toleransi terhadap Al. Sistem dalam membran harus mampu mendeteksi status Al di luar dan di dalam akar.

Gen-Gen yang Ekspresinya Diinduksi oleh Cekaman Al

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang gen yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman Al untuk mengetahui mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman Al. Snowden & Gardner (1993), Richards et al. (1994), dan Snowden et al. (1995) telah mengisolasi tujuh klon cDNA. Ezaki et al. (1995) telah mengisolasi gen-gen yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman Al pada kultur sel tembakau. Richards et al. (1998) telah mempelajari gen yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman Al pada A. thaliana.

Kajian genetik dan fisiologi tanaman kedelai yang mendapat cekaman pH rendah dan Al tinggi, telah dilakukan oleh Sopandie et al. (1996) dan Jusuf et al. 1999). Sedangkan kajian tentang biologi molekuler kedelai yang mendapat cekaman abiotik seperti kekeringan, pH rendah, dan Al tinggi telah dilakukan oleh Anwar (1999) dan Jusuf et al. (1999).

Gen-gen yang diisolasi dari cDNA tanaman gandum yang mendapat cekaman Al dinamai wali (wheat aluminum induced), yaitu wali1-wali7. Gen wali1 berukuran 700 bp menyandi suatu protein yang mirip dengan metallothionein yang kaya sistein, berukuran 7.4 kD. Protein tersebut mempunyai daerah hidrofobik pusat yang memisahkan 2 cys-rich domain, masing-masing mengandung 3 motif cys-x-cys. Transkripsi wali1 meningkat pada perlakuan 50 M Al selama 24 jam dan mencapai puncaknya pada 96 jam (Snowden & Gardner 1993).

(28)

Gen-gen yang ekspresinya diinduksi oleh cekaman pH rendah dan aluminium pada Melastoma sudah berhasil diisolasi, dikarakterisasi, dan diklon, di antaranya adalah MaMrp (multidrug resistance protein) (Suharsono et al. 2008), MaMFs (major facilitator superfamily), MaSOD (super oxide dismutase), dan MaMt2 (metallothionein) dari M. affine (Suharsono & Jusuf 2006; Widyartini 2006, Suharsono et al. 2008; Suharsono et al. 2009), H+-ATPase membran plasma (Muzuni et al. 2010), dan MmCu/Zn-SOD (Hannum 2011).

Cekaman Logam dan Metallothionein

Logam-logam ditemukan di lingkungan berasal dari pelapukan alami perut bumi, erosi tanah, pembuangan industri pertambangan, limbah buangan, agen-agen pembasmi hama dan penyakit, dsb. Menurut Singh et al. (2003), pada dekade terakhir penglepasan logam berat di seluruh dunia mencapai 22.000 ton Cd, 93.000 ton Cu,783.000 ton Pb, dan 1.350.000 ton Zn. Akumulasi logam dan peredarannya dalam biosfer menjadi perhatian karena efek lingkungan dan kesehatan yang berkaitan dengan toksisitas logam-logam esensial (Cu, Cr, Zn, Mn, Fe, Ni, dan Mo), maupun non-esensial (Cd, Pb, dan Hg). Logam-logam penting untuk struktur dan fungsi banyak protein mulai dari zinc-finger binding protein pengikat DNA, hingga protein untuk respirasi yang memerlukan Fe atau Cu. Diperkirakan hampir setengah dari semua enzim yang ada adalah metalloprotein (Waldron et al. 2009). Dalam konsentrasi memadai keberadaan ion-ion logam sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan organisme, namun dalam konsentrasi tinggi keberadaan logam-logam ini akan bersifat toksik bagi sel, jaringan, ataupun organisme. Mekanisme toksisitas umum ion-ion logam dibagi dalam tiga kategori: (1) menghambat gugus fungsional yang penting secara biologis dari biomolekul khususnya protein dan enzim, (2) menggantikan ion-ion logam esensial dalam biomolekul, dan (3) memodifikasi konformasi aktif biomolekul yang menyebabkan hilangnya aktivitas pesifik.

Menurut Valls et al. (2000), organisme menanggapi cekaman logam menggunakan sistem pertahanan yang berbeda-beda misalnya, eksklusi, kompartementalisasi, pembentukkan kompleks-kompleks, serta sintesis protein-protein pengikat, seperti MT dan fitokelatin. Sistein merupakan unsur struktural

(29)

tetap dari matallothionein pada spesies hewan. Sifat elektrofilik dari sulfur pada gugus sulfhidril dari asam amino bertanggungjawab untuk afinitasnya yang tinggi terhadap ion-ion logam. Metallothionein menunjukkan afinitas tertinggi terhadap logam dari kelompok transisi (misalnya Zn, Cd, Hg, Cu dan Ag). Logam yang terikat membentuk struktur tetrahedral, dengan empat residu sistein mengambil bagian dalam mengkoordinasi pengikatan logam. Afinitas metallothionein terhadap logam dengan urutan sebagai berikut: Ag > Hg > Cu > Cd > Zn > Co = Ni (Bremner & Beattie 1990).

Protein metallothionein berperan penting dalam memetabolisme logam-logam penting untuk pertumbuhan dan perkembangan pada organisme (Philcox et al. 1994). MT merupakan cadangan ion-ion Zn dan Cu, protein ini mampu memulihkan kemampuannya ketika didedah dengan Cd, jika diinkubasi dengan metallothionein-zinc (ZnMT).

Gen Metallothionein pada Tumbuhan, Yeast, dan Bakteri

Tanaman tingkat tinggi memiliki dua tipe utama peptida pengikat logam kaya sistein, metallothionein (MT) dan fitokelatin (PC). Metallothionein (MT) merupakan protein dengan masa molekul rendah (4-15 kDa), mengandung 26-33% asam amino sistein (Cys) dan tidak mengandung histidin (Binz & Kagi 1999; Cobbett & Goldsbrough 2002; Zhigang et al. 2006; Zhou et al. 2006; Thirumoorthy et al. 2007). Menurut Cobbet & Goldsbrough (2002), protein MT tersusun dengan motif pengikat logam Cys-Cys, Cys, atau Cys-Xaa-Xaa-Cys, yang memberikan ligan-ligan sulfhidril untuk mengkordinasi ion-ion logam bivalen. Pada angiospermae, MT dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe berdasarkan posisi residu-residu Cys yang terkonservasi. Tipe I, mengandung enam motif Cys-Xaa-Cys, tersebar secara merata dalam dua domain. Kedua domain dipisahkan oleh sekitar 40 asam amino. Tipe II, pasangan pertama Cys memiliki motif Cys pada asam amino ke-3 dan 4 dari protein ini. Motif Cys-Gly-Gly-Cys ada di ujung-N domain kaya Cys. Tipe III, hanya terdiri dari empat asam amino Cys pada ujung-N. Tiga Cys pertama membentuk motif Cys-Gly-Asn-Cys-Asp-Cys. Sedangkan Cys ke-4 membentuk motif sendiri yaitu

(30)

Gln-Cys-X-Lys-Lys-Gly. MT tipe IV memiliki tiga domain kaya Cys, masing-masing memiliki 5 atau 6 residu Cys yang terkonservasi.

Protein MT terdiri dari dua domain pengikatan (α, β), yang tersusun dari sekelompok sistein. Bagian ujung-N dari protein ini ditandai sebagai domain-α, yang memiliki tiga tempat pengikatan untuk ion-ion divalent. Domain-β (bagian ujung-C) memiliki kemampuan untuk mengikat empat ion-ion divalen logam berat (Capasso et al. 2006). Dalam kasus ion-ion logam berat monovalen, MT mampu mengikat dua ion logam. Asam amino sistein berperan penting dalam mengatasi ion-ion metal toksik dalam konsentrasi tinggi. Menurut Simpkins (2000), ada tiga proses fundamental yang terkait dengan protein MT, di antaranya: (1) melepaskan gas perantara seperti radikal hidroksil atau oksida nitrit; (2) apopotosis; (3) pengikatan dan pertukaran logam berat, seperti Zn, Cd, atau Cu.

MT tipe I, II, dan III diduga berfungsi dalam homeostasis dan toleransi Cu (Murphy & Taiz 1995; van Hoof et al. 2001; Guo et al. 2003; Roosens et al. 2004; Guo et al. 2008), sedangkan MT tipe 4 berfungsi dalam homeostasis Zn (Lane et al. 1987; Guo et al. 2008). Meskipun demikian, semuanya dapat mengikat berbagai ion logam dan metaloid, termasuk ion-ion nonesensial (Cobbett & Goldsbrough 2002). Data-data tersebut menunjukkan bahwa MT tumbuhan memiliki fungsi yang terkait dengan detoksifikasi logam-logam nonsesensial, selain homeostasis logam-logam esensial (Guo et al. 2008).

Protein MT pada tanaman paling banyak dipelajari pada Arabidopsis dan hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman ini yang memiliki lebih dari satu famili gen Mt. Menurut Guo et al. (2003), Arabidopsis mengandung famili gen dengan tujuh gen Mt yang aktif. Pada padi ditemukan ada 11 gen yang menyandikan OsMt yang masing-masing memiliki urutan dan pola ekspresi jaringan yang berbeda (Zhou et al. 2006).

Zhou & Goldsbrough (1994) berhasil mengisolasi dua tipe MT (MT1 dan MT2) dari Arabidopsis yang homolog dengan MT hewan dan jamur. Transkripsi MT2 meningkat dengan perlakuan CuSO4, ZnSO4, dan CdSO4. Dari ketiga logam berat tersebut, Cu paling efisien dalam menginduksi ekspresi MT2 yaitu dapat meningkatkan ekspresi (transkripsi) sebesar 5.5 kali lipat. Arabidopsis yang

(31)

mendapat perlakuan 50 M Cu menunjukkan peningkatan transkripsi MT2 sampai 72 jam perlakuan.

Richards et al. (1998) telah mengisolasi beberapa klon cDNA dari tanaman Arabidopsis yang diberi nama gen-gen EARLI (early Arabidopsis alumnium induced). Klon pEARLI menyandikan gen yang termasuk ke dalam kelompok hidrofobik yang belum diketahui fungsinya dan dihasilkan dari perlakuan Al yang sangat cepat. Sivaguru et al. (2003) melaporkan bahwa Al menginduksi ekspresi gen wak1 (cell wall-associated receptor kinase 1) pada organ spesifik. Hasil analisis RT-PCR membuktikan bahwa ekspresi gen wak1 pada akar diinduksi oleh Al. Puncak ekspresi terjadi pada 3 jam setelah pemberian cekaman Al, diikuti dengan penurunan ekspresi pada 6 jam setelah perlakuan dan ekspresinya terus menurun hingga pada 9 jam setelah pemberian cekaman Al, ekspresi gen tersebut benar-benar tidak ada. Gen wak1 diduga kspresinya diinduksi oleh Al. Tanaman transgenik yang mengekspresikan gen tersebut secara berlebihan menunjukkan peningkatan toleransi terhadap Al.

Berdasarkan penelitian pada sejumlah leguminosa (kedelai, kacang merah, kidney bean), diketahui bahwa cDNA Mt tipe-1 memiliki ukuran 530-550 pb, sedangkan cDNA Mt tipe-2 berukuran 540-570 bp. Menurut Sun et al. (2004), kedua cDNA tersebut memiliki susunan Cys pada setiap ujung-N dan ujung-C dari masing-masing urutan. Beberapa kandidat cDNA yang ekspresinya diduga diinduksi oleh cekaman Al telah diisolasi melalui konstruksi pustaka cDNA dari tanaman kedelai kultivar Lumut yang peka terhadap cekaman Al dan penapisan diferensial terhadap pustaka genom tersebut (Jusuf et al. 1999; Anwar et al. 2000). Klon kandidat tersebut adalah gmali1 (GenBank No. AF901303) yang diduga menyandi H+-ATPase membran plasma, gmali4 yang menyandi Histon H3, gmali20 yang menyandi katalase, gmali49 yang menyandi NADH dehidrogenase, gmali50 (GenBank No. AF169830) yang menyandi auxin-induced protein. Anwar (1999) berhasil mengisolasi gen sapali (GenBank No. AF 901304) yang menyandi aminoasilpeptidase.

Ekspresi gen MT tanaman diregulasi oleh berbagai faktor, termasuk cekaman yang berbeda-beda misalnya pelukaan (Choi et al. 1996), infeksi patogen (Choi et al. 1996; Butt et al. 1998), interaksi simbiotik (Laplaze et al.

(32)

2002), senesensi daun (Bhalerao et al. 2003; Andersson et al. 2004), dan logam-logam berat (Usha et al. 2007; Huang et al. 2009; Huang et al. 2010). Hal ini menunjukkan bahwa MT kemungkinan diekspresikan sebagai tanggap cekaman umum seperti disebutkan oleh Cobbett & Goldsbrough (2002). Diduga kuat MT berfungsi sebagai juga sebagai antioksidan dan berperan penting dalam perbaikan membran plasma (Hall 2002). Selain tanggap terhadap cekaman logam toksik, gen Mt juga dapat terinduksi oleh cekaman kadar garam. Analisis ekspresi yang dilakukan oleh Yang et al. (2011) pada tanaman Tamarix hispida, menunjukkan bahwa mRNA dari ThMT3 diatur meningkat oleh salinitas tinggi dan juga ion-ion logam berat, dan ThMT3 dominan diekspresikan dalam daun. Yeast transgenik (Saccharomyces cerevisiae) yang mengekspresikan ThMT3 menunjukkan peningkatan toleransi terhadap cekaman Cd2+, Zn2+, Cu2+, dan NaCl. Selain itu, analisis ekspresi yang dilakukan oleh Yang et al. (2009), menunjukkan bahwa OsMT1a diekspresikan dominan pada akar, dan diinduksi oleh dehidrasi. Ekspresi OsMT1a juga diinduksi secara spesifik oleh perlakuan Zn2+. Tanaman padi dan yeast transgenik yang membawa OsMT1a mengakumulasi Zn2+ lebih banyak dibandingkan kontrol tipe liar, menunjukkan bahwa OsMT1a tampaknya terlibat dalam homeostasis Zn. Tanaman padi transgenik yang mengekspresikan berlebih OsMT1a menunjukkan peningkatan toleransi terhadap kekeringan.

Gen-gen Mt tanaman diekspresikan spesifik jaringan (Garcia-Hernandez et al. 1998; Charbonnel-Campaa et al. 2000; Goldsbrough 2000). Ekspresi MT tipe 1 cenderung lebih tinggi di akar dibandingkan di tajuk, sedangkan MT tipe 2 cenderung dieskpresikan lebih tinggi di tajuk dibandingkan di akar. MT tipe 3 diekspresikan pada aras tinggi di daun dan buah yang matang, sedangkan MT tipe 4 diekspresikan terbatas pada biji yang sedang berkembang (Cobbett & Goldsbrough 2002). Pada padi, beberapa gen MT Tipe 1 dan Tipe 2 sudah diidentifikasi pada famili MT padi, dengan ekspresi nyata di akar dan kecambah, dan satu (ricMT) yang tidak biasa pada batang (Hsieh et al. 1995; Yu et al. 1998; Zhou et al. 2005). Trisnaningrum (2009), menunjukkan bahwa MT2 diekspresikan lebih tinggi pada akar dibandingkan pada daun M. Affine pada konsentrasi 3.2 mM Al.

(33)

Peran berbagai gen Mt juga dipelajari dengan melakukan transformasi, ekspresi berlebih ataupun dengan melakukan pembungkaman gen pada sejumlah organisme. Zhigang et al. (2006), mengekspresikan fusi TrxA::BjMT2 pada sel-sel Escherichia coli sehingga lebih toleran terhadap pendedahan Cu2+ dan Cd2+ dibandingkan galur kontrol. Kecambah A. thaliana menunjukkan peningkatan toleransi terhadap Cu2+ dan Cd2+ berdasarkan pertumbuhan pucuk dan kandungan klorofil, ketika cDNA BjMT2 diekspresikan dalam pengaturan promoter 35S. Zhang et al. (2006) menunjukkan bahwa sel-sel yeast yang ditransformasi dengan AsMT2b mengalami peningkatan resistensi terhadap Cd. Arabidopsis yang mengekspresikan berlebih AsMT2b menunjukkan toleransi Cd lebih kuat dan akumulasi Cd lebih tinggi dibandingkan tanaman tipe liar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa di masa yang akan datang AsMT2b dapat digunakan untuk fitoremidiasi tanah tercemar Cd. Zimeri et al. (2005), menyatakan bahwa tanaman dengan MT1 terbungkam semuanya menjadi hipersensitif terhadap Cd dan mengakumulasi As, Cd, dan Zn beberapa kali lebih tinggi dibandingkan tipe liar, sedangkan aras Cu dan Fe tidak terpengaruh. Urutan protein MT1 pada genom tanaman memiliki sifat pengikatan logam yang berbeda, memberikan toleransi terhadap Cd, dan membantu homeostasis Zn.

Waatrud (2006), mengekspresikan gen metallothionein manusia (hMT) pada alfalfa. Tanaman yang diperlakukan dengan 1.5 mM CuSO4, tajuk tanaman transgenik yang mengekspresikan gen hMT mengakumulasi Cu dengan aras lebih tinggi pada jaringan tajuk. Pemberian NO menginduksi transkripsi MT dan akumulasinya dalam daun. Tomat transgenik antisense-MT lebih sensitif terhadap cekaman Cu. Diusulkan bahwa NO menginduksi toleransi tomat terhadap cekaman Cu, melalui aktivitas enzim antioksidan dan akumulasi metallothionein berperan sebagai pensinyalan NO ke arah hilir (Wang et al. 2010). Sementara itu, Grispen et al. (2011), menyatakan bahwa galur T2 tembakau AtMT2b digunakan untuk ditransformasi ulang dengan AtHMA4 untuk mendapatkan transforman ganda. Transforman ganda menunjukkan peningkatan toleransi Cd, peningkatan transport Cd dan Zn dari akar ke tajuk, tetapi tidak mengubah toleransi Zn dan pengambilan Cd dan Zn, dibandingkan dengan tipe liar. Peran MT sebagai antioksidan ditunjukkan oleh Shestivska et al. (2011) dalam eksperimennya

(34)

dengan menyisipkan gen MT ke dalam tanaman tembakau. Tanaman tembakau transgenik menunjukkan peningkatan kemampuan antioksidan dibandingkan dengan tanaman nontransgenik. Amiard et al. (2006), tanaman tembakau (Nicotiana tabaccum) transgenik yang mengekspresikan berlebih GhMT3a menunjukkan peningkatan toleransi terhadap cekaman abiotik dibandingkan tanaman tipe liar. Ekspresi GhMT3a diinduksi oleh cekaman garam, kekeringan, dan suhu rendah, dapat dihambat oleh adanya antioksidan. Aras H2O2 pada tanaman tembakau transgenik hanya setengah dari tanaman tipe liar (WT) dalam kondisi cekaman semacam itu.

Murthy et al. (2011) mendapatkan bahwa konsentrasi metallothionein pada Bacillus cereus yang diperlakukan dengan berbagai konsentrasi Pb meningkat seiring meningkatnya konsentrasi Pb, berbeda jauh dibandingkan dengan bakteri kontrol. Su et al. (2009), menunjukkan bahwa kemampuan bioakumulasi senyawa As(III) oleh E. coli rekombinan meningkat lebih dari tiga kali dari 76.3 menjadi 319.6 μg/g sel kering dibandingkan dengan kontrol. Bioakumulasi mencapai 70% dari nilai jenuh dalam 1 jam. E. coli rekombinan akan berguna dalam bioremidiasi arsenik atau logam berat lain yang mencemari air. Sel-sel yeast yang ditransformasi dengan AsMT2b dari Allium sativum mengalami peningkatan resistensi terhadap Cd (Zhang et al. 2006). Hasil penelitian Ruiz et al. (2011), menunjukkan bakteri transgenik MT-1 mengakumulasi hingga 100.2 ± 17.6 μM Hg dari media yang mengandung 120 μM Hg.

Metallothionein pada Hewan dan Manusia

Protein MT selain bekerja pada sistem tumbuhan, yeast, atau bakteri, juga banyak diteliti pada manusia dan hewan. Pada mamalia, ditemukan ada empat isoform MT, yaitu MT-1, 2, 3, dan 4 (Vasak & Hasler 2000). MT-1 dan 2 diekspresikan pada hampir semua organ, khususnya pada ginjal dan hati dan keduanya menunjukkan sifat yang serupa terkait dengan karakteristik pengikatan logamnya. MT-3 diekspresikan terutama di otak, meskipun beberapa kajian melaporkan penemuan MT-3 pada sel-sel ginjal dan kanker (Garrett et al. 1999). MT-4 diekspresikan dalam jaringan berstrata tertentu (Quaife et al. 1994) Thirumoorthy et al. (2007), menyatakan bahwa protein MT merupakan salah satu

(35)

penanda biologi yang diekspresikan pada berbagai tumor pada manusia, meskipun masih sedikit laporan yang terjadi pada karsinoma. Peran MT tidak hanya terbatas pada peristiwa apoptosis dan sebagai antioksidan pada organ-organ tertentu, sekarang eksplorasi berbagai isoform MT misalnya I, II, III dan MT-IV ataupun isoform lain dalam berbagai sistem biologi diketahui memodulasi penyakit kompleks dan sistem imun dalam tubuh, meskipun peran utamanya tetap masih belum diketahui (Thirumoorthy et al. 2011),

Metallothionein pada manusia terlibat dalam proses proliferasi dan diferensiasi. Sejumlah besar gugus thiolat dalam molekul MT dengan sifat-sifat nukleofilik membuatnya tidak hanya mampu mengikat ion-ion logam tetapi juga ROS dan radikal-radikal organik, selain unsur sulfur dengan mudah berikatan dengan unsur yang memiliki kekurangan elektron. Sejumlah kajian menunjukkan MT terlibat dalam proses apoptosis (Floriańczyk 2007). Sedangkan Carpene et al. (2007), menyebutkan bahwa bahwa isoform MT-1/MT-2 mamalia terlibat dalam homeostasis Zn serta perlindungan terhadap toksisitas logam berat dan cekaman oksidatif. MT-3 diekspresikan terutama pada neuron tetapi juga pada glia. MT-4 sebagian besar ada dalam sel-sel epitel squamousa berlapis yang berdiferensiasi. Moluska laut dapat mengakumulasi logam-logam trace dengan tingkat besaran lebih tinggi dari konsentrasi yang ada dalam air laut. Dengan demikian, moluska sudah digunakan secara luas sebagai indicator polusi logam pada eksositem laut. Logam berat tertentu, misalnya Cd, Cu dan Hg diasumsikan sebagai penginduksi kuat biosintesis MT. Artinya Mt dianggap sebagai suatu penanda biologis yang valid untuk pendedahan logam pada moluska laut (Carpene et al. 2007).

Dalam sistem syaraf pusat (central nervous system, CNS), dikenal tiga isoform MT, yang dinamai MT-I, MT-II, dan MT-III (Penkowa 2002). MT-I dan MT-II (MT-I+II) diatur dan diekspresikan secara terkoordinasi dan telah terkarakterisasi dengan baik. MT-I+II berimplikasi pada berbagai fungsi fisiologis dan patofisiologis, mialnya metabolism ion logam, pengaturan tanggap peradangan CNS, perlindungan terhadap ROS dan cekaman oksidatif, pengurangan kematian sel apoptotis, dan stimulasi regenerasi syaraf dan perbaikan jaringan otak in vivo.

(36)

Peran metallothioenin (MT) sebagai protein anticekaman yang diinduksi oleh cekaman fisiologis dinyatakan oleh Kondoh et al. (2004), yang menunjuk-kan bahwa bau kamfer menstimulir peningkatan aras MT pada hati tikus yang diberi perlakuan kamfer selama tiga hari. MT juga berperan penting dalam homeostasis Zn dan Cu pada Phocoena phocoena. Peningkatan konsentrasi Zn hepatik menyebabkan peningkatan Zn yang terikat pada MT, menunjukkan bahwa protein ini mengambil alih kelebihan Zn. Metallothionein mampu mengikat 50% konsentrasi Zn hepatik total dan 36% konsentrasi Cu hepatik total. MT ginjal juga berperan dalam detoksifikasi Cd, karena mampu mengikat 56% dari Cd total ginjal (Das et al. 2006). Ren et al. (2003), menemukan bahwa induksi mRNA MT1 lebih rendah dibandingkan dengan mRNA MT2 pada hati tikus yang diperlakukan dengan Cd, tetapi hasil yang berlawanan ditemukan pada sel-sel interstisial. Pendedahan Cd meningkatkan MT hepatis (3.9 kali), tetapi tidak meningkatkan translasi MT pada sel-sel interstisial. Ekspresi isoform MT yang diinduksi Cd tidak hanya bergantung pada tipe jaringan tetapi juga bergantung waktu. Dalam eksperimennya menggunakan toksin dari jamur pada gandum, Vasatkova et al. (2009), membuktikan bahwa MT terlibat dalam proses ketahanan terhadap mikotoksin penyebab cekaman oksidatif pada jaringan hati tikus. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya aras MT sesuai dengan peningkatan kandungan gandum yang berjamur. Sementara itu, Hawse et al. (2007) menemukan bahwa ekspresi berlebih MTIIa pada sel-sel epitel lensa menyebabkan perlindungan terhadap cekaman oksidatif yang diinduksi Cd dan TBHP. Hasil menunjukkan bahwa MTIIa, dan/atau gen-gen antioksidan penting lainnya kemungkinan berperan dalam mengatur ekspresi terhadap cekaman oksidatif.

Kemampuan MT dalam mengikat Cu dan Cd pada siput Helix pomatia ditunjukkan oleh Palacios et al. (2011). HpCuMT dan HpCdMT disintesis dengan adanya Cd2+, Zn2+ atau Cu2+. Kedua isoform MT hanya mampu membentuk dua kompleks unik homometalik dan stabil (Cd6-HpCdMT dan Cu12-HpCuMT), tetapi tidak terbentuk kompleks HpMT dengan Zn. Huska et al. (2008), dalam eksperimennya dengan cacing tanah mendapatkan bahwa cacing tanah yang diperlakukan dengan Cd, menunjukkan peningkatan kandungan MT dibandingkan cacing tanah yang tidak diperlakukan dengan Cd. Sementara itu, Mihailovic et al.

(37)

(2010), menemukan bahwa induksi MT pada Merluccius merluccius dan Mullus barbatus berkorelasi dengan peningkatan konsentrasi Cu dan Pb pada lingkungan perairan tempat hidupnya. Hal ini juga menunjukkan potensi MT sebagai indikator pencemaran lingkungan.

Transformasi diperantarai Agrobacterium

Menurut Glick & Pasternak (2010), ada tiga alasan utama untuk mengembangkan tanaman transgenik: 1) Penambahan sebuah gen seringkali mampu meningkatkan nilai agrikultur, hortikultur, atau ornamental tanaman budidaya. 2) Tanaman transgenik dapat berperan sebagai bioreaktor untuk produksi protein atau metabolit yang penting secara ekonomi dengan biaya produksi lebih murah 3) Tranformasi genetik tanaman menjadi alat yang kuat untuk mempelajari aksi gen selama proses perkembangan dan proses biologis lainnya.

Sejumlah sifat ditentukan secara genetik yang dapat dimasukkan ke dalam tanaman melalui gen tunggal atau kelompok kecil gen, misalnya gen untuk proteksi terhadap infeksi virus, resistensi herbisida, penundaan senesensi, toleransi terhadap cekaman lingkungan, pengubahan pigmentasi bunga, dan peningkatan kualitas protein biji. Sekarang sejumlah besar tanaman transgenik sudah dihasilkan termasuk banyak spesies tanaman budidaya misalnya tomat, kentang, kapas kedelai, jagung, wortel, ketimun, strawberry, terong, pear, apel, anggur, asparagus, padi, dsb. (Tzfira & Chitovsky 2008; Glick & Pasternak 2010).

Teknik transfer DNA bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan penembakan projektil mikro, vektor virus, transfer langsung gen ke dalam protoplas tanaman, injeksi mikro, elektroporasi, fusi liposom, ataupun transformasi yang diperantarai A. tumefaciens. Transfer gen dengan perantaraan Agrobacterium, merupakan salah satu metode yang efektif untuk mentransformasi sejumlah besar spesies dikotiledon. Namun tidak semua spesies dapat ditransformasi dengan cara ini, terutama dari monokotiledon. Hingga saat ini, beberapa famili dari tanaman monokotil telah berhasil dilakukan pada kelompok Liliaceae, Amaryllidaceae, dan Graminae, terutama padi dan jagung. Transformasi diperantarai Agrobacterium memiliki beberapa keunggulan, di

(38)

antaranya adalah relatif mudah dilakukan, lebih ekonomis, dan memberikan transgen dengan jumlah salinan rendah. Untuk meningkatkan efisiensi transformasi beberapa faktor harus diperhatikan, yaitu umur dan tipe jaringan tanaman, galur Agrobacterium, penambahan senyawa fenolik, pH, senyawa antioksidan (Paz et al. 2004; Tzfira & Chitovsky 2008; Glick & Pasternak 2010).

Biologi Agrobacterium tumefaciens

Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri tanah yang termasuk dalam famili Rhizobiaceae. Bakteri ini berbentuk batang, bersifat gram negatif, dan bersifat obligat aerob. Suhu optimal pertumbuhan bakteri Agrobacterium adalah pada 28-30oC. Bakteri ini mampu menginfeksi sejumlah besar tanaman dikotil dan sejumlah kecil tanaman monokotil. A. tumefaciens merupakan spesies yang dapat menginfeksi tanaman dan menyebabkan penyakit tumor mahkota (crown gall) yaitu suatu gumpalan atau jaringan kalus yang tumbuh pada tempat infeksi.

Dasar-dasar molekular transformasi genetik sel-sel tanaman oleh Agrobacterium adalah transfer suatu plasmid berukuran besar penginduksi tumor (tumour inducing, Ti) atau penginduksi akar (rhizogenic inducing, Ri) yang ada dalam Agrobacterium dari bakteri dan integrasinya ke dalam genom nuklear tanaman target. Ti plasmid berukuran dari 200 hingga 800 kpb (Paulus et al. 1991; Porter 1991; Suzuki et al. 2000). DNA yang ditransfer (transferred DNA, T-DNA) dirujuk sebagai daerah-T yang terletak pada Ti atau Ri plasmid. DNA-T pada plasmid Ti dan Ri alami, berukuran sekitar 10 hingga 30 kpb (Suzuki et al. 2000; Opabode 2008). Plasmid Ti membawa gen-gen yang menyandikan penginduksi tumor, penginduksi sintesis opin, dan kemampuan untuk memetabolisir opin. Bila ada plasmid Ti di dalam sel, maka bakteri pembawanya akan memiliki kemampuan untuk membentuk tumor pada tanaman inangnya. Sebaliknya bila plasmid Ti tersebut dihilangkan, maka kemampuan untuk menginfeksi tanaman akan hilang.

Ada lima bagian penting dalam plasmid Ti. Dua bagian pertama berperan dalam pembentukan tumor yaitu DNA-T (transferred DNA) dan daerah vir (virulence). Tiga bagian lainnya berperan untuk katabolisme opin, transfer konjugatif, dan replikasi plasmid tersebut (Draper et al. 1993). Bagian-bagian

(39)

plasmid Ti yang berperan pada pembentukan tumor adalah: (1) DNA-T yang akan ditransmisikan ke sel tanaman inang. DNA-T mengandung gen-gen yang bertanggungjawab untuk biosintesis hormon tumbuh tanaman dan opin; (2) daerah vir berukuran 30-40 kb yang tidak ditransfer ke sel tanaman inang, berperan dalam transfer DNA-T (Hood et al. 1987; Draper et al. 1993). Tumbuhnya jaringan tumor disebabkan terjadinya transfer dan integrasi segmen DNA-T dari A. tumefaciens ke dalam sel tanaman. Kemampuan bakteri ini digunakan sebagai vektor untuk memasukkan gen-gen asing ke dalam sel tanaman. Menurut Hinchee et al. (1988), Paz et al. (2004) dan Travella et al. (2005), transformasi menggunakan A. tumefaciens merupakan salah satu metode transfer DNA terbaik ke jaringan tanaman.

Plasmid Ti sebagai vektor

Plasmid Ti merupakan vektor yang potensial untuk memindahkan gen-gen asing ke dalam sel tanaman. Pewarisan DNA-T yang terintegrasi pada kromosom tanaman dari satu generasi ke generasi berikutnya mengikuti hukum Mendel (Gelvin 2003). Plasmid Ti dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu plasmid ko-integrasi dan plasmid biner. Plasmid ko-ko-integrasi merupakan turunan plasmid Ti tipe liar yang gen-gen onc-nya diganti dengan gen-gen dari vektor intermedier yang memiliki daerah homologi dengan gen-gen onc. Gen-gen yang menggantikan gen-gen onc merupakan penanda seleksi dari bakteri lain. Plasmid biner memiliki dua plasmid (Gambar 1). Plasmid pertama terdiri dari urutan pembatas daerah T, „multiple cloning site‟, titik awal replikasi, dan gen penanda seleksi. Plasmid kedua tidak memiliki DNA-T tetapi memiliki daerah vir (Draper et al. 1993).

Gambar 1 Peta fisik plasmid Ti helper dan vektor biner (Hooykaas & Schilperoort 1992)

(40)

DNA-T

Daerah DNA-T adalah segmen dari plasmid Ti yang homolog dengan urutan target yang ada pada sel tanaman yang mengalami transformasi. Ukuran DNA-T bervariasi bergantung pada plasmid Ti-nya. Daerah DNA-T diapit oleh urutan pembatas (right border, RB dan left border, LB) yang berukuran 25 pb yang ikut berperan dalam memobilisasi DNA-T ke sel tanaman (Gambar 2). Urutan pembatas kanan sangat diperlukan untuk proses dan integrasi DNA-T ke kromosom sel tanaman (Gelvin 2003).

Somers et al. (2003) dan Opabode (2006), menyatakan bahwa segmen DNA-T memiliki gen-gen yang menyandi dua enzim untuk biosintesis auksin yaitu triptofan monooksigenase (iaaM) dan indolasetamid hidrolase (iaaH). Kedua enzim ini mampu mengubah triptofan menjadi asam indol asetat (IAA). Selain kedua enzim tersebut, DNA-T juga mempunyai gen yang menyandi enzim isopentenil transferase (ipt) yang akan mengubah adenosin monofosfat menjadi sitokinin isopentenil adenosin. Produksi kedua macam fitohormon ini dalam jumlah berlebihan menyebabkan sel-sel yang terinfeksi akan membentuk tumor mahkota. Meskipun demikian proses transmisi DNA-T ke sel tanaman tidak memerlukan enzim-enzim tersebut.

Mekanisme Transfer DNA-T ke Sel Tanaman

Proses transfer gen dari A. tumefaciens ke sel tanaman terjadi dalam beberapa tahap, yaitu: 1) kolonisasi bakteri; 2) induksi sistem virulensi bakteri; 3) pembangkitan kompleks transfer T; 4) transfer T dan integrasi DNA-T ke dalam genom tanaman (Riva et al. 1998). Pertukaran isyarat kimia antara mikroba dan tanaman inang serta tanggapan kedua pihak atas isyarat-isyarat tersebut merupakan faktor penting terjadinya interaksi mikroba dengan tanaman (Winans 1992). Saat proses transfer DNA-T ke kromosom sel tanaman, Agrobacterium berperan aktif karena kemampuan motilitasnya, sedangkan sel tanaman menjadi pihak yang pasif. Sel tanaman menjadi peka terhadap infeksi Agrobacterium bila mengalami luka (Gelvin 2003). Luka pada sel tanaman ini memiliki tiga fungsi, yaitu: 1) menjadi jalan masuknya bakteri ke tempat yang dikenalinya pada permukaan sel; 2) menyebabkan sel tanaman menjadi kompeten

Gambar

Gambar 2 Tahapan proses transfer DNA-T dari Agrobacterium ke sel  tanaman (Buchanan et al
Gambar 4 Tahap perakitan tanaman N. benthamiana dan kedelai transgenik  Perakitan tanaman  transgenik Introduksi PCR Analisis kedelai transgenik *molekular pIG6 Analisis Nb transgenik  *molekular *segregasi hpt Fragmen MaMt2 pIG6-MaMt2 A
Tabel  1  Perkembangan  jumlah  eksplan  N.  benthamiana  selama  proses  transformasi  Galur  tanaman  Jumlah  eksplan  ditanam  Seleksi I  (MS, 30 mg/L hig)*  Seleksi II  (MS, 50 mg/L hig)*  Jumlah  tanaman yang  menghasil kan biji Kalus (+) Mati** Tunas
Tabel  2  Respon  regenerasi  kedelai  cv.  Lumut  pascatransformasi  dengan  gen  MaMt2 pada generasi T0
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepuasan pelanggan, kualitas jasa, citra dan rintangan untuk berpindah secara simultan dan parsial terhadap loyalitas

Keberadaan siswa, di laboratorium, kelas Guru, penanganan dalam pembelajaran Materi pelajaran, pengaturan2. Materi pelajaran, pengaturan Peralatan/sarana pendidikan, Hasil

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah perlakuan secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, penyediaan petugas pendamping khusus anak, penyediaan

Rencana strategis memerlukan komitmen keterlibatan, tersedianya saluran komunikasi dan koordinasi yang efektif dalam organisasi serta tersedianya tim penyusun yang

Helaian bunga pita membentang ke luar (straight), bertekstur lunak, berbentuk lonjong, berwarna putih, memiliki tepi yang rata, ujung bunga pita meruncing, pada permukaan

Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak konsumen yang mengonsumsi buah lokal, baik itu karena jenisnya lebih banyak maupun selera konsumen yang lebih menyukai rasa

slaughtered the house of the land of Unug in the dust as if it were a mighty bull, and then Enlil had given the rulership and kingship from the south as far as the highlands to

Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 28 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT.. HIPERTENSI DI PUSKESMAS KUOK