• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PARAMETER LINGKUNGAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA DI PERAIRAN PESISIR LABAKKANG KABUPATEN PANGKEP SULAWESI SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PARAMETER LINGKUNGAN TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA DI PERAIRAN PESISIR LABAKKANG KABUPATEN PANGKEP SULAWESI SELATAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PARAMETER LINGKUNGAN TERHADAP STRUKTUR

KOMUNITAS MOLUSKA DI PERAIRAN PESISIR LABAKKANG

KABUPATEN PANGKEP SULAWESI SELATAN

Hamsiah

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar

e-mail: [email protected]

Abstrak: Salah satu sumberdaya perikanan di pesisir Labakkang Kabupaten Pangkep adalah moluska yang banyak ditemukan pada daerah ekosistem lamun. Informasi tentang keanekaragaman jenis moluska pada daerah ini masih kurang bahkan belum ada sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah pesisir Labakkang Kabupaten Pangkep pada bulan Juli s/d Agustus 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas moluska kaitannya dengan parameter lingkungan perairan. Metode yang digunakan adalah metode transek kuadrat mulai dari tepi pantai menuju ke arah laut sampai tidak ditemukan lagi tumbuhan lamun. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 34 jenis moluska yang terdiri dari 17 jenis bivalvia (9 famili dan 323 individu) dan 17 jenis gastropoda (12 famili dan 157 individu). Jenis bivalvia yang mendominasi adalah jenis

Anadara sp (Famili Arcidae), Marcia hintina dan Anomalodiscus squamosus (Famili Veneridae) sedangkan jenis gastropoda adalah Famili Muricidae dan Nassariidae (dalam

jumlah species) dan dalam jumlah individu adalah Cerithidae cingulata (famili

Potamididae). Hasil analisis indeks ekologi menunjukkan keanekaragaman dan kekayaan

species tergolong sedang artinya kondisi lingkungan sudah mengalami tekanan, sedangkan indeks kemerataan termasuk cukup merata dan tidak ada organsime yang mendominasi walau ada beberapa species yang ditemukan dalam jumlah yang cukup tinggi. Nilai parameter lingkungan semuanya masih dapat ditolerir oleh hewan moluska dan lamun dan masih termasuk dalam baku mutu kualitas perairan untuk kehidupan biota laut.

Kata Kunci: Struktur komunitas, moluska, parameter lingkungan

Abstract: One of fishery resources in coastal Labakkang Pangkep regency is mollusk which is found in seagrass ecosystem area. Information on the diversity of mollusks in this area is still lacking even so there is a need for research. This research was conducted in coastal area of Labakkang of Pangkep Regency in July to August 2015. The purpose of this study is to determine the structure of the mollusc community in relation to the parameters of the aquatic environment. The method used is the quadratic transect method from the shoreline to the sea until no more seagrass plants are found. Based on the results of the study, there were 34 species of molluscs consisting of 17 species of bivalves (9 families and 323 individuals) and 17 species of gastropods (12 families and 157 individuals). The dominant bivalves are Anadara sp (Family Arcidae), Marcia hintina and Anomalodiscus squamosus (Family veneridae) while the gastropod species is the Muricidae Family (in number of species) and in the number of individuals is Cerithidae cingulata (family Potamididae). The results of ecological index analysis show that diversity of species richness is moderate, mean that environmental conditions have been under pressure, while evenness index is quite evenly distributed and no organsime dominate although there are some species found in high enough amount. The environmental parameter values are all still tolerable by mollusk and seagrass animals and are still included in the quality standards of marine life for marine life. Key Word: Community structure, molluscs, environmental parameters

(2)

PENDAHULUAN

Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem yang produktif yang terdapat di wilayah pesisir yang memegang peranan penting bagi berbagai kehidupan biota laut. Secara fisik, padang lamun berperan sebagai penahan abrasi dan stabilisator sedimen dan secara ekologis berfungsi sebagai tempat berlindung berbagai biota, menyiapkan berbagai jenis makanan serta merupakan daerah asuhan (nursery ground) bagi beberapa species biota laut seperti kelompok krustacea, polychaeta, echinodermata, moluska (kerang dan gastropoda) dan kelompok ikan-ikan baik juvenile maupun dewasa (Coles et al, 1993; Tomascik, et al., 1997).

Salah satu kelompok fauna yang umum dijumpai di padang lamun dan melimpah adalah moluska, baik yang hidup sebagai epifauna (merayap di permukaan) maupun infauna (membenamkan diri di dalam sedimen). Dalam rantai makanan, moluska epifauna merupakan komponen yang memanfaatkan biomassa epifit di daun lamun. Sedangkan moluska infauna menjadi komponen yang memanfaatkan serasah di permukaan sedimen (Tomascik, et al., 1997; Barros and Barreira, 2013). Sedangkan Nordlund (2006), salah satu kelompok yang paling melimpah dari golongan invertebrata di perairan pantai yang dangkal yang terkait dengan lamun adalah bivalvia yang bersifat suspensi feeding (makan dengan menyaring).

Kabupaten Pangkep memiliki wilayah perairan yang lebih luas dibandingkan daratannya dengan perbandingan darat (898,29 Km2) dan laut (11.464,44 Km2) sekitar 1:13 (hasil analisis Bakosurtanal) (Dishubkominfo Kabupaten Pangkep, 2012). Wilayah pesisir dan laut Kabupaten Pangkep dicirikan dengan produktivitas ekosistem yang tinggi sehingga dapat mendukung kegiatan perekonomian. Ekosistem pesisir utama Kabupaten Pangkep adalah terumbu karang, mangrove, dan padang lamun. Salah satu ekosistem lamun yang berada di wilayah pesisir Kabupaten Pangkep berada di wilayah pesisir Labakkang.

Seiring dengan tingginya aktivitas manusia di perairan tersebut seperti pembangunan industri, pelabuhan, pemukiman dan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bom dan bius dapat menyebabkan perubahan kualitas lingkungan perairan seperti perubahan sifat fisik kimia perairan sehingga dapat mempengaruhi keberadan ekosistem lamun. Menurunnya atau hilangnya fungsi-fungsi ekologi ekosistem lamun berdampak penurunan biodiversitas ekosistem (biota laut), dan penurunan produktivitas perikanan.

Masyarakat pesisir Labakkang Kabupaten Pangkep banyak memanfaatkan daerah padang lamun untuk mencari berbagai jenis moluska khususnya jenis kekerangan, penangkapan ikan, rajungan dan lain sebagainya. Secara umum moluska (kerang dan siput) mempunyai nilai penting bagi manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan dan secara tidak langsung sebagai salah satu sumber pendapatan nelayan. Pengetahuan tentang jenis-jenis moluska yang memiliki potensi di daerah padang lamun perlu diketahui sebagai upaya pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya laut khususnya moluska di wilayah pesisir tersebut.

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Pesisir Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep meliputi Desa Borimasunggu, Kelurahan Pundata Baji, dan Desa Bontomanai, yang berada di sepanjang pesisir (Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli s/d Agustus 2015. Analisis kualitas air dan sedimen/substrat serta hewan uji (moluska) di Laboratorium Oseanografi kimia dan Laboratorium Biologi Laut UNHAS Makassar.

(3)

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Stasiun Pengamatan

Adapun letak masing-masing stasiun adalah

Stasiun A (Selatan) : mewakili padang lamun yang berbatasan dengan pelabuhan semen tonasa

Stasiun B (Timur) : mewakili padang lamun yang berbatasan dengan pemukiman dan pelabuhan tempat penyeberangan ke pulau-pulau

Stasiun C (Utara) : mewakili padang lamun alami

Karakteristik wilayah pesisir Labakkang sepanjang pantai terdapat hutan mangrove, pertambakan dan pada setiap stasiun pengamatan terdapat sungai kecil.

METODE PENELITIAN

Pengambilan sampel moluska dilakukan dengan menggunakan metode transek kuadrat (1 m x 1 m) pada saat surut. Pada masing-masing stasiun ditarik garis tegak lurus dari arah pantai ke arah laut dengan jarak 20 m setiap transek. Semua jenis moluska di awetkan dengan formalin 10 % dan diidentikasi di laboratorium, Identifikasi moluska dengan menggunakan, (Macdonald (1982; Dharma 2005; Poppe and Poppe 1996;dan Carpenter and Niem 1998).

Parameter lingkungan

Untuk mendukung data lapangan, juga dilakukan pengukuran beberapa parameter fisika dan kimia oseanografi yaitu derajat keasaman/kebasaan (pH), kandungan garam (salinitas), suhu atau temperatur perairan, kekeruhan perairan serta kecepatan arus permukaan perairan. Semua pengukuran parameter oseanografi fisika dan kimia dilakukan secara in situ (langsung di lapangan). Kadar oksigen terlarut (DO), derajat keasaman/kebasaan (pH), suhu dan salinitas menggunakan DO meter tipe YSI 650MDS, dan kecepatan arus dengan menggunakan current meter kecuali kekeruhan dan sedimen dianalisis di Laboratorium Kimia Oseanografi UNHAS. Nilai parameter lingkungan yang layak untuk biota berdasarkan Chapman (1996) dan Kep.MenLH.No. 51 (2004) tentang Baku mutu air

(4)

laut untuk biota laut. Analisis Data

Data kepadatan moluska di tabulasikan ke dalam format excel spreadsheet yang akan diinput ke dalam software PRIMER (Plymouth Routines In Multivariate Ecological Research). Data tersebut kemudian dilakukan pre-treatment dengan square root transformation kemudian dihitung matriks kemiripan atau resemblance matrix berdasarkan indeks kemiripan Bray-Curtis sebagai dasar analisis selanjutnya (Clarckle & Warwick, 2001). Plot nMDS didasarkan pada persamaan matriks Bray-Curtis digunakan untuk menggambarkan komposisi kelompok ke dalam ruang dua dimensional. Hasil ini kemudian dilakukan uji ANOSIM untuk mendapatkan nilai statistik koefisien perbedaannya. Untuk mengetahui jenis-jenis apakah yang menyebabkan adanya perbedaan diantara stasiun tersebut dilakukan analisis SIMPER. Selain itu juga dilakukan perhitungan indeks keanekaragaman keanekaragaman jenis atau indeks Shannon (H), indeks kemerataan jenis atau indeks Pielou (J) dan indeks kekayaan jenis atau indeks Margalef (d). Semua analisis ini dilakukan dengan menggunakan program PRIMER V.6.1.6 (Clarke, 1993; Clarke and Gorley 2005).

HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Lingkungan Perairan

Kelimpahan organisme dalam suatu perairan sangat dipengaruhi oleh berbagai factor lingkungan disekitarnya. Allard and Moreu (1987) dalam APHA (2005), keberadaan hewan bentik pada suatu perairan dipengaruhi oleh berbagai factor lingkungan perairan seperti suhu, salinitas, arus, pH, kedalaman air dan substrat dasar. Adapun hasil pengukuran parameter lingkungan perairan dapat dilihat pada table 1 berikut:

Tabel 1. Nilai Rerata Parameter Lingkungan dan jenis substrat dasar di Pesisir Labakkang Parameter

Lingkungan

Stasiun Baku Mutu

A B C * ** Suhu (oC) 31,490±0,253 31,120±0,724 31,333±0,235 28-32 - Salinitas (o/oo) 34,213±0,519 33,870±0,234 33,487±0,332 ≤ 34 - Kecepatan Arus (m/det) 0,0532±0,058 0,0431±0,043 0,0501±0,013 - - Kekeruhan (NTU) 19,150±11,025 29,527±9,582 20,893±3,756 < 5 - pH 8,083±0,1872 8,290±0,0800 8,300±0,0265 7 – 8,5 6,0-9,0 DO (mg/l) 5,273±0,5918 5,900±0,4204 6,027±0,1266 >5 5,0-9,0 Jenis Sedimen Pasir

Berlempung Pasir Berlempung Pasir Berlempung - - *Kep.MenLH.No. 51 (2004) **Chapman (1996)

Berdasarkan hasil pengamatan parameter lingkungan perairan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Kisaran suhu yang diperoleh adalah 31,120 – 31,490 oC yang mana, nilai ini menurut baku mutu air laut untuk biota laut masih normal dan dapat ditolerir oleh hewan moluska. Suhu perairan berpengaruh langsung terhadap aktivitas hewan biota seperti pertumbuhan maupun metabolismenya bahkan dapat menyebabkan kematian organisme.

Kisaran nilai salinitas adalah 33,487 – 34,213 o/

oo dan nilai pH adalah 8,083 – 8,300, ini terrmasuk dalam kondisi yang optimal bagi kehidupan biota perairan. Riniatsih dan Widianingsih (2007), kisaran salinitas 5 – 35 o/

oo dan nilai pH > 5 dan < 9 merupakan kondisi yang optimal bagi kelangsungan hidup bivalvia.

(5)

Nilai kecepatan arus yang diperoleh berkisar 0,043 – 0,053 m/detik yang mana kecepatan arus masuk kategori lemah/lambat dan kondisi arus sangat terkait dengan jenis substrat perairan yang merupakan habitat berbagai jenis biota khususnya moluska. Pada umumnya ukuran partikel substrat memengaruhi kepadatan dan komposisi fauna moluska yang mana pada perairan yang arusnya kuat banyak ditemukan jenis substrat berukuran butiran yang besar (kasar) berupa pasir atau kerikil karena partikel berukuran kecil terbawa arus dan gelombang, sebaliknya partikel halus akan mengendap dan menjadi substrat bila arusnya lemah. Jenis substrat yang ditemukan di pesisir Labakkang pada umumnya pasir berlempung dan jenis ini cukup mendukung kehidupan moluska.

Nilai kekeruhan yang diperoleh berkisar 19,150 – 29,527 NTU dan nilai ini sudah melewati baku mutu untuk kehidupan biota (< 5) (Kep.MENLH No. 51 Tahun 2004). Hasil yang diperoleh Patang (2009) adalah 32,27 NTU pada daerah pesisir Labakang. Adanya perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan waktu dan stasiun pengamatan yang dilakukan. Tingginya kekeruhan pada daerah pesisir Labakkang terkait dengan kondisi substrat pasir berlempung yang mudah teraduk jika ada gerakan air karena perairan berada di pantai dan daerah pasang surut.

Kandungan oksigen terlarut berkisar 5,273 – 6,027 mg/l, Nilai tersebut masih berada dalam toleransi hidup biota bahari, karena masih berada dalam kisaran rata-rata di atas 5 mg/l (Kep. MENLH No. 51 Tahun 2004).

Pada dasarnya perairan pesisir Labakkang ditinjau parameter lingkungan menunjukkan nilai masih normal dan layak untuk kehidupan biota perairan walaupun ada sedikit perbedaan antar stasiun akibat adanya berbagai aktifitas seperti pelabuhan (semen tonasa dan penyeberangan ke pulau-pulau), aliran sungai yang masuk dan pemukiman.

Struktur Komunitas Moluska a. Komposisi Jenis dan Kepadatan

Hasil identifikasi jenis moluska yang ditemukan pada ketiga stasiun adalah 34 species dengan jumlah individu 480 yang terdiri dari dua kelas yaitu 17 species Kelasa Bivalvia (323 individu) dan 17 species Kelas Gastropoda (157 individu). Adapun komposisi dan kepadatan species setiap stasiun dapat dilihat ada Tabel 2 dan 3 berikut:

Tabel 2. Komposisi species Moluska berdasarkan Kelas pada setiap stasiun

Berdasarkan Tabel 2 diatas memperlihatkan bahwa umumnya persentase komposisi jenis setiap stasiun pada Kelas Bivalvia lebih besar daripada Kelas Gastropoda yang ditemukan pada ekosistem lamun. Hamsiah (2006), menemukan komposisi yang berbeda yang dilakukan di perairan Pulau Pannikiang yaitu dari 34 species moluska terdiri 20 species gastropoda dan 14 species bivalvia, sebaliknya penelitian makrozobentos yang diperoleh di perairan Tamo Sulawesi Barat yaitu 27 species yang terdiri dari 7 species gastropoda, 9 species bivalvia dan selebihnya adalah species lain (Hamsiah, 2011). Adanya perbedaan tersebut diduga antara lain kondisi substrat sebagai tempat hidup organisme yang golongan bivalvia lebih menyukai habitat yang tekstur sedimen lebih halus sedangkan golongan gastropoda pada be rbagai jenis substrat.

Kelas Stasiun Pengamatan Jumlah Species Jumlah Individu A B C Sp % Sp % Sp % Bivalvia 8 61,54 11 55 15 50 17 323 Gastropoda 5 38,46 9 45 15 50 17 157 Jumlah 13 100 20 100 30 100 34 480

(6)

Tabel 3. Rata-rata Kepadatan Moluska (Ind./m2) selama penelitian Kelas/Famili Species Stasiun Pengamatan Kepadatan (ind/m2) ∑ Individu A B C BIVALVIA Arcidae Anadara antiquata 1,889 1,444 1,333 42 Anadara granosa 0 0,333 0,556 8 Anadara gubernaculum 2,111 1 0,556 33 Anadara inaequivalvis 1,778 1 1,667 40

Cultellidae Siliqua winteriana 0 0,333 1,111 13

Mactridae Matra grandis 0 0 0,444 4

Mytilidae Mytilus edulis 0 0 0 0

Pinnidae

Atrina vexillum 0 0 0,555 5

Pinna bicolor 0 0 0,333 3

Pinna muricata 0 0 0,333 3

Psammobiidae Gari elongate 0 0 0 0

Semelidae Semele casta 0 0 0 0

Tellinidae Leporimetis ephippium 0 0 0,333 3 Tellina perplexa 0,333 0,333 0 6 Tellina timorensis 0 0,333 0 3 Veneridae Anomalodiscus squamosus 0,999 1,222 0,889 28 Dosonia subrosea 0 0 0,222 2 Gafrarium pectinatum 0,555 0,667 0,444 15 Marcia hiantina 3,444 3.444 4,222 100 Placemen chloroticum 0,556 0,556 0,556 15 Pitar citrinus 0 0 0 0 GASTROPODA

Architectonicidae Architectonica perspective 0 0,222 0,333 5

Columbellidae Euplica scripta 0 0 0,556 5

Costellariidae Vexillum caffrum 0 0,111 0,222 3

Vexillum rogusum 0 0,111 1,667 16

Cymatiidae Cymatium nicobaricum 0 0 0 0

Cypraeidae Cypraea milliaris 0 0 0,444 4

Melongenidae Hemifusus cariniferus 0 0,222 0,889 10

Pugilina cochlidium 0 0,111 0 1 Muricidae Chicoreus cichoreum 0 0 0,555 5 Favartia peasei 0,333 0 0,222 5 Thais carinifera 0 0 0,333 3 Nassariidae Nassarius castus 0 0 0 0 Nassarius livescens 0,667 0,556 0,778 18 Nassarius pullus 0,333 0,889 1 20

Neritidae Neritina violacea 0,445 0 0 4

Potamididae Cerithidea cingulata 1,667 1,444 1,778 44

Strombidae Strombus canarium 0 0,445 0,445 8

Strombus gibberulus 0 0 0,222 2

Volutidae Cymbiola innexa 0 0 0,444 4

Jumlah Species Bivalvia 8 11 15 17

Jumlah Species Gastropoda 5 9 15 17

Jumlah Total Species 34

Jumlah Total Individu 480

Catatan: Masing-masing stasiun ada 9 plot pengataman

Selain itu ada hubungan antara kepadatan kekerangan dengan kerapatan lamun menunjukkan korelasi positif artinya ada keeratan hubungan antara kepadatan kekerangan dan kerapatan lamun dan ada kecenderungan semakin tinggi kerapatan lamun maka semakin tinggi pula kepadatan moluska. Arbi (2011), jenis-jenis moluska yang menghuni suatu perairan memiliki

(7)

korelasi positif dengan substratnya, seperti pelecypoda lebih menyukai habitat relatif halus yang dikaitkan dengan prilaku makan dengan menyaring makanan (filter feeder). Penyaringan makanan lebih sering terjadi pada substrat yang memiliki tekstur yang lebih halus dibandingkan dengan tekstur yang kasar. Berdasarkan cara makannya jenis gastropoda memiliki jenis yang bervariasi antara lain, pemakan lumut (grazer), pemakan detritus (detritus/deposit feeder), pemakan bangkai (scavenger) dan lain-lain sehingga setiap jenis substrat lebih mudah menemukan jenis-jenis gastropoda.

Hasil identifikasi jenis bivalvia yang ditemukan selama penelitian terdiri atas 17 species termasuk dalam 9 famili yaitu: Arcidae, Cultellidae, Mactridae, Mytillidae, Pinnidae, Psammobidae, Semelidae, Tellinidae dan famili Veneridae yang mendominasi (Tabel 3). Hal serupa yang diperoleh Khade and Mane (2012) yang menemukan golongan bivalvia yang mendominasi di daerah hutan mangrove adalah famili Veneridae. Mikkelsen et al., (2006) menyatakan bahwa golongan bivalvia belakangan ini terbesar ditemukan khususnya di laut adalah famili Veneridae yang diperkirakan jumlah species sekitar 800. Sedangkan hasil identifikasi jenis gastropoda terdiri atas 17 species termasuk dalam 12 famili yaitu: Architectonicidae, Colummbellidae, Costellariidae, Cymatiidae, Cypraeidae, Melongenidae, Neritidae, Potamididae, Strombidae, Volutidae serta famili Nassaridae dan Muricidae yang mendominasi (Gambar 2).

Gambar 2. Persentase Jenis golongan bivalvia dan gastropoda berdasarkan famili selama penelitian

b. Karakteristik Biotik

Indeks ekologi moluska meliputi: Indeks keanekaragaman jenis (H’), Indeks kemerataan (J) dan indeks kekayaan (d) jenis dapat dilihat ada Tabel 4.

Tabel 4. Indeks Ekologi Pada masing-masing Stasiun Pengamatan Stasiun Parameter

H’ J D ∑ Species (S) ∑ Individu (N)

A 2,3863 0,9304 2,4538 13 136

B 2,6844 0,8961 3,8852 20 133

C 3,2030 0,9417 5,8852 30 211

Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) berkisar 2,3863 – 3,2030. Secara umum nilai indeks keanekaragaman moluska di perairan pesisir Labakkang tergolong kategori sedang artinya stabilitas kondisi moluska pada ekosistem lamun di pesisir Labakkang sedang dan sudah mulai terjadi tekanan ekologis. Hal ini disebabkan adanya berbagai aktifitas di sekitar pesisir Labakkang yang dapat berpengaruh terhadap ekosistem lamun sebagai habitat moluska baik dari daratan maupun di perairan itu sendiri seperti adanya pemukiman, pelabuhan semen tonasa dan penyeberangan ke pulau-pulau, daerah pertambakan, pertanian yang limbahnya masuk ke pesisir melalui sungai-sungai. Nilai indeks keaneragaman terendah ditemukan pada stasiun B, hal ini

(8)

diduga adanya pemukiman sehingga aktifitas penangkapan khususnya jenis kerang juga cukup tinggi selain itu adanya pelabuhan penyeberangan ke pulau-pulau yang dapat menyebabkan tingkat kekeruhan perairan juga cukup tinggi. Kekeruhan perairan berpengaruh terhadap keberadaan tumbuhan lamun sebagai habitat moluska terutama dalam proses fotosintesis. Namun umumnya parameter lingkungan lainnya masih dapat ditolerir organisme moluska untuk kelangsungan hidupnya. Arbi (2011)menyatakan bahwa tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain jumlah jenis atau individu, ada beberapa jenis yang ditemukan dalam jumlah yang melimpah, kondisi homogenitas substrat, kondisi dari tiga ekosistem penting di daerah pesisir (padang lamun, terumbu karang dan hutan mangrove) sebagai habitat dari fauna perairan.

Indeks kemerataan atau keseragaman jenis (J) berkisar 0,8961 – 0,9417, hal ini menunjukkan kondisi jenis relative merata dan tidak ada yang mendominasi. Arbi (2011), nilai indeks kemerataan jenis menggambarkan kestabilan suatu komunitas, jika nilai indeks komunitas mendekati angka satu maka komunitas dianggap stabil dan sebaliknya jika mendekati nol maka komunitas dianggap tidak stabil. Sedangkan Kharisma, et al (2012), nilai indeks keseragaman/kemerataan menggambarkan keseimbangan ekologis pada suatu komunitas, dimana semakin tinggi nilai keseragaman maka kualitas lingkungan semakin baik dan cocok untuk kehidupan biota walau ada beberapa species yang jumlahnya lebih besar dibandingkan jenis lainnya.

Indeks kekayaan jenis (d) 2,4538 – 5,8852 termasuk kategori moderat sampai baik. Berdasarkan kriteria nilai indeks kekayaan jenis bahwa nilai (<2,5) (buruk), nilai 2,5 sampai 4 (moderat) dan nilai lebih besar dari 4 (> 4,0) termasuk baik (Jorgensen et al., 2005). Hal ini berarti bahwa wilayah pesisir Labakkang kondisi perairan sudah mulai kurang stabil akibat adanya berbagai aktifitas yang dapat berpengaruh tehadap perairan tersebut. Arbi (2011), kekayaan jenis moluska dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkaitan terutama faktor kualitas lingkungan.

Hasil analisis dengan menggunakan matriks kemiripan berdasarkan indeks perhitungan Bray-Curtis di dapatkan model ordinasi NMDS dengan 2D stress 0.14 (Gambar 3).

Gambar 3. NMDS ordination antara stasiun

Model ordinasi ini menunjukkan sebaran plot ordinasi ketiga stasiun komunitas moluska ada yang mengelompok dan ada yang terpisah dengan jelas. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan dalam hal struktur dan komposisi jenis diantara ketiga stasiun tersebut. Clarke dan Gorley (2005) mengemukakan bahwa jika titiknya saling berdekatan menggambarkan sampel mempunyai kesamaan dalam komposisi spesies, dan jika titiknya saling berjauhan menggambarkan pengelompokan komunitas yang sangat berbeda.

Hasil uji Analysis of Similarity (ANOSIM) adalah 0,016 dengan tingkat perbedaan 29,9% (0,299) yang artinya nilai R mendekati 0, nilai global R yang diperoleh pada uji pasangan ANOSIM pada ketiga stasiun menunjukkan ketiga stasiun pengamatan tidak terdapat perbedaan yang nyata. Adapun rata-rata kesamaan (similarity) (%) dan spesies yng berkontribusi terhadap

Transform: Square root Resemblance: S17 Bray Curtis similarity

STASIUN

Sta A Sta B Sta C 2D Stress: 0,14

(9)

kesamaan antara stasiun dapat dilihat pada Tabel 5 sedangkan rata-rata perbedaan (dissimilarities) (%) dan spesies yang berkontribusi terhadap perbedaan antara stasiun dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 5. Rata-rata kesamaan (%) dan spesies yang berkontribusi terhadap kesamaan antar

Stasiun tentang kepadatan moluska. Stasiun Rata-rata

kesamaan (%)

Kontribusi Species (%)

A 40,61 Anadara antiquate (19,02), A.Inaequivalvis (15,32), A. gubernaculums (14,26), Marcia hiantina (13,18), Cerithidae cingulata (12,15)

B 27,10 Cerithidae cingulata (20,25), Anomalodiscus squamosus (18,76), Anadara antiquate (15,39), Marcia hiantina (12,70),

A.Inaequivalvis (10,94)

C 28,72 Marcia hiantina (17,06), A.Inaequivalvis (13,37), Anadara antiquate (11,53),Nassarius livescens (10,67), Chicoreus cichoreum (8,96)

Pada Tabel 5 menunjukkan persentase kesamaan (similarity) tertinggi pada stasiun A dengan spesies paling dominan antar stasiun adalah Anadara antiquate, A.Inaequivalvis, A. gubernaculums , Marcia hiantina dan Cerithidae cingulata. Hal ini diduga rata-rata kepadatan species ini jauh lebih besar dibandingkan dengan stasiun lainnya.

Tabel 6. Rata-rata perbedaan (%) dan species yang berkontribusi terhadap perbedaan antar stasiun tentang kepadatan moluska.

Stasiun Rata-rata Perbedaan (%)

Kontribusi Species (%)

A & B 64,04 Marcia hiantina (10,76), A. gubernaculums (9,96),

A.Inaequivalvis (8,61), Cerithidae cingulata (8,19), Anadara antiquate (8,02)

A & C 68,57 Marcia hiantina (8,94), A. gubernaculums (7,38), Cerithidae cingulata (7,29), A.Inaequivalvis (6,78), Anadara antiquate (6,20)

B & C 72,46 Marcia hiantina (9,18), A.Inaequivalvis (6,51), Cerithidae cingulata (6,43), Nassarius livescens (5,66), Anadara antiquate (5,59)

Pada Tabel 6 menunjukkan persentase perbedaan terbesar antar stasiun B dengan C. Hal ini berarti, dari ketiga stasiun pengamatan yang dibandingkan, antara stasiun B dan Stasiun C yang paling berbeda penyusun komunitas moluska. Hal ini diduga karena rata-rata kepadatan kedua stasiun sangat berbeda yaitu terendah pada stasiun B dan tertinggi pada stasiun C. Rendahnya kepadatan yang diperoleh pada stasiun B karena merupakan daerah pemukiman dan pelabuhan penyeberangan ke pulau-pulau sehingga aktifitas manusia ini dapat mempengaruhi kondisi moluska tersebut. Nordlund (2006) menyatakan bahwa dampakk antropogenik (aktifitas manusia) pada ekosistem lamun sebagai habitat biota dapat mengubah kepadatan dan komposisi spesies.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian moluska pada ekosistem lamun di wilayah pesisir Labakkang diperoleh 34 jenis moluska yang terdiri dari 17 jenis bivalvia (9 famili dan 323 individu) dan 17 jenis gastropoda (12 famili dan 157 individu). Jenis bivalvia yang mendominasi

(10)

adalah jenis Anadara sp (famili Arcidae), Marcia hintina dan Anomalodiscus squamosus (famili Veneridae) sedangkan jenis gastropoda adalah Famili Muricidae dan Nassariidae (dalam jumlah species) dan dalam jumlah individu adalah Cerithidae cingulata (famili Potamididae). Nilai parameter lingkungan semuanya masih dapat ditolerir oleh hewan moluska dan lamun serta masih termasuk dalam baku mutu kualitas perairan untuk kehidupan biota laut.

DAFTAR PUSTAKA

[APHA] American Public Health Association. 2005.Standard Methods For the Examination of Water and Wastewater. Amer. Publ. 17th Edition. New York Health Association.

Arbi.U.Y. 2011. Struktur Komunitas Moluska di Padang Lamun Perairan Pulau Talise, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2011) 37 (1): 71 – 89

Barros, K.V.S and C.A.R. Barreira. 2013. Responses of the molluscan fauna to environmental variations in a Halodule wrightii Ascherson ecosystem from Northeastern Brazil. Anais da Academia Brasileira de Ciencias 85 (4): 1397-1410

Carpenter, K.E and V.H. Niem. 1998. The Living Marine Resources of The Western Central Pacific. Volume 1. Seaweeds, Corals, Bivalvia and Gastropods. FAO Species

Identification Guide for Fishery Purposes. Rome. 686pp.

Chapman, D. 1996. Water Quality Assessment-A Guide to Use of Biota, Sediments and Water in Environmental Monitoring, Second Edition. UNESCO/WHO/UNEP. London. 609pp Coles, R.G., W.J. Lee Long., R.A. Watson and K.J. Derbyshire. 1993. Distribution of Seagrass

and Their Fish and Penaeid Prawn Communities in Cairns Harbour. A Tropical Estuary, Northern Queeland-Australia. Australian J. Mar. Freshw. Ress. 44: 183-210.

Clarcke, K.R. & R.M. Warwick. 2001. Change in marine communities: an approach to statistical analysis and interpretation. Bourne Press Ltd., Bournemouth. 176 pp

Clarke R.K., and R.N. Gorley. 2005. PRIMER: Plymouth Routines In Multivariate Ecological Research. PRIMER-E Ltd., Plymouth.

Dharma, B. 2005. Recent and fossil Indonesian shells. Conchbooks, Hackenheim, Germany. 424 pp.

Dishubkominfo Kabupaten Pangkep, 2012. Geografis dan Hidrologi Kabupaten Pangkep. http://www.pangkepkab.go.id/ dia kses pada tanggal 14 Agustus 2015

Hamsiah. 2006. Potensi Jenis Kekerangan yang Berasosiasi dengan Padang Lamun di Pulau Pannikiang Kabupaten Barru. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan dan Perikanan “Protein” Volume 13 No. 2: 172 – 180

_______2011. Inventarisasi Jenis Makrozobentos yang Berasosiasi dengan Padang Lamun di Perairan Tamo Kabupaten Majene. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan “Phinisi” volume VI No. 1/IV/2011: 190 – 202

Jorgensen, S. E., R. Contanza. dan F. L. Xu. 2005. Handbook of Ecological Indicators for Assesment of Ecosystem Healt. CRC Press. www.crcpress.com Khade, S.N and U.H. Mane. 2012. Diversity of Bivalvia and Gastropod, Molluscs of Some

Localities From Raigad District, Maharashtra, West Coast of India. Recent Research in Science and Technology, 4 (10): 43-48.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan.2004. Baku Mutu Air Laut. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 (Lampiran III. Baku mutu air laut untuk biota laut).

Kharisma, D., C. Adhi dan R. Azizah. 2012. Kajian Ekologis Bivalvia di perairan Semarang Bagian Timur pada bulan Maret-April 2012. Journal of Marine Research, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2012: 216-225.

Macdonald, 1982. Encyclopedia of Shell. Macdonald & Co (Publisher) Ltd. London & Sydney Mikkelsen, P., R. Bieler., I. Kappner and T. Rawlings. 2006. Phylogeny of Veneroidea

(Mollusca: Bivalvia) based on Morphology and Molecules. Zoological Journal of The Linnean Society, 148: 439-521

(11)

Nordlund, L. 2006. Human Impact on Invertebrate Abudance, Biomass and Community Structure in Seagrass Meadows. A case Study st Inhaca Island, Mozambique. Degree Project in Biology. Department of Animal Ecology, Uppsala University, Sweden.39 p.

Patang, 2009. Kajian Kualitas Air dan Sedimen di Sekitar Padang Lamun Kabupaten Pangkep. Jurnal Agrisistem, Volume 5 No. 2: 73 – 82

Poppe G.T & P. Poppe. 1996. Shell Encyclopedia. Conchology, Inc. Philipna, http://www.conchology.be/?t=1 diakses pada tanggal 20 Desember 2013

Riniatsih, I dan Widianingsih. 2007. Kelimpahan dan Pola Sebaran Kerang-kerangan (Bivalve) di Ekosistem Padang Lamun, Perairan Jepara. Jurnal Ilmu Kelautan, Volume 12 (1) : 53-58 Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji, and M.K. Moosa. 1997. The Ecology of Indonesian Seas

Gambar

Gambar 1.  Peta Lokasi Penelitian
Tabel 1.  Nilai Rerata Parameter Lingkungan dan jenis substrat dasar di Pesisir Labakkang  Parameter
Tabel 2.  Komposisi species Moluska berdasarkan Kelas pada setiap stasiun
Tabel 3.  Rata-rata Kepadatan Moluska (Ind./m 2 ) selama penelitian  Kelas/Famili  Species  Stasiun Pengamatan  Kepadatan (ind/m 2 )  ∑  Individu A  B  C  BIVALVIA                 Arcidae  Anadara antiquata   1,889  1,444  1,333  42 Anadara granosa  0 0,33
+4

Referensi

Dokumen terkait

BGLB merupakan media selektif yang mengandung asam empedu sehingga dapat menghambat bakteri Gram positif selain Coliform.terbentuknya gas dalam media Lactose Broth

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa siswa di SMA Negeri Kecamatan Tangerang Kota Tangerang memiliki kebutuhan yang tinggi akan layanan online self-help dengan menampilkan

berlaku. 6) Peraturan Pemerintah (PP) adalah Peraturan Perundang- undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. 7)

CP PP1 Menguasai konsep keilmuan biologi dan pola pikir biologis yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran di satuan pendidikan dasar dan menengah serta studi

Berdasarkan pernyataan di atas maka hal -hal yang harus diperhatikan oleh konselor dalam melakukan asesmen yang paling tepat adalah: 2) dan 4).. Perhatikan pernyataan

Hasil menunjukkan metode MEZW memiliki nilai PSNR lebih besar (walaupun tidak jauh berbeda) pada Q (2) (threshold 128) untuk setiap citra uji (kecuali lena yang

Pembaharuan pendidikan dengan pola Barat ini, mulanya timbul di Turkin Usmani pada akhir abad ke 11 H/17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa

Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai hubungan antara berat bayi lahir dan pelayanan KIA terhadap status gizi balita, hubungan status gizi akut dan kronis bayi lahir