PORGRAM NASIONAL STANDAR 4
PENYELENGARAAN PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA
STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI 1
No Standar EP
1 PPRA.4 5
2 PPRA.4.1 5
2 Std 10 EP
Penyelenggaraan Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)
GAMBARAN UMUM
Resistensi terhadap antimikroba (disingkat: resistensi antimikroba, dalam bahasa Inggris
antimicrobial resistance,AMR) telah menjadi masalah
kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak merugikan yang dapat menurunkan mutu dan meningkatkan risiko pelayanan kesehatan khususnya biaya dan keselamatan pasien.
Yang dimaksud dengan resistensi antimikroba adalah ketidak mampuan antimikroba membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba sehingga penggunaannya sebagai terapi penyakit infeksi menjadi tidak efektif lagi.
GAMBARAN UMUM
Meningkatnya masalah resistensi antimikroba terjadi akibat penggunaan antimikroba yang tidak bijak dan bertanggung jawab dan penyebaran mikroba resisten dari pasien ke lingkungannya karena tidak dilaksanakannya praktik pengendalian dan pencegahan infeksi dengan baik.
Dalam rangka mengendalikan mikroba resisten di rumah sakit, perlu dikembangkan program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit Pengendalian resistensi antimikroba adalah aktivitas yang ditujukan untuk mencegah dan/atau menurunkan adanya kejadian mikroba resisten.
GAMBARAN UMUM
Dalam rangka pengendalian resistensi antimikroba secara luas baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun di komunitas di tingkat nasional telah dibentuk Komite Pengendalian Antimikroba yang selanjutnya disingkat KPRA oleh Kementerian Kesehatan. Disamping itu telah ditetapkan program aksi nasional / national action plans on antimicrobial
resistance (NAP AMR) yang didukung oleh WHO.
Program pengendalian resistensi antimikroba (PPRA) merupakan upaya pengendalian resistensi antimikroba secara terpadu dan paripurna di fasilitas pelayanan kesehatan.
Report
Working Group
Antimicrobial Use
Human & Animal Health
National workshop on NAP development to combat AMR 30 May – 1 June 2016
GAMBARAN UMUM
Implementasi program ini di rumah sakit dapat berjalan baik apabila mendapat dukungan penuh dari pimpinan/direktur rumah sakit berupa penetapan regulasi pengendalian resistensi antimikroba, pembentukan organisasi pengelola, penyediaan fasilitas, sarana dan dukungan finansial untuk mendukung pelaksanaan PPRA
Penggunaan antimikroba secara bijak ialah penggunaan antimikroba yang sesuai dengan penyakit infeksi dan penyebabnya dengan rejimen dosis optimal, durasi pemberian optimal, efek samping dan dampak munculnya mikroba resisten yang minimal pada pasien.
GAMBARAN UMUM
Oleh sebab itu diagnosis dan pemberian antimikroba harus disertai dengan upaya menemukan penyebab infeksi dan kepekaan mikroba patogen terhadap antimikroba.
Penggunaan antimikroba secara bijak memerlukan regulasi dalam penerapan dan pengendaliannya.
Pimpinan rumah sakit harus membentuk komite atau tim PPRA sesuai peraturan perundang-undangan sehingga PPRA dapat dilakukan dengan baik
STANDAR 4 - PPRA
Rumah sakit menyelenggarakan pengendalian
resistensi antimikroba
sesuai peraturan
MAKSUD DAN TUJUAN STD PPRA 4
Tersedia regulasi pengendalian resistensi antimikroba di RS yang meliputi:
Pengendalian resistensi antimikroba
Panduan penggunaan antibiotik untuk terapi dan profilaksis pembedahan
Organisasi pelaksana, Tim/ Komite PPRA terdiri dari tenaga kesehatan yang kompeten dari unsur:
• Staf Medis
• Staf Keperawatan • Staf Instalasi Farmasi
• Staf Laboratorium yang melaksanakan pelayanan mikrobiologi klinis
• Komite Farmasi dan Terapi • Komite PPI
MAKSUD DAN TUJUAN STD PPRA 4
Organisasi PRA dipimpin oleh staf medis yang sudah mendapat sertifikat pelatihan PPRA
Rumah sakit menyusun program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit terdiri dari :
a) peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf, pasien dan keluarga tentang masalah resistensi antimikroba
b) pengendalian penggunaan antibiotik di rumah sakit c) surveilans pola penggunaan antibiotik di rumah sakit d) surveilans pola resistensi antimikroba
Rumah sakit membuat laporan pelaksanaan program/ kegiatan PRA meliputi:
a)kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf tenaga kesehatan tentang pengendalian resistensi antimikroba
b)surveilans pola penggunaan antibiotik di RS (termasuk laporan pelaksanaan pengendalian antibiotik)
c) surveilans pola resistensi antimikroba d)forum kajian penyakit infeksi terintegrasi
ELEMEN PENILAIAN STANDAR 4
1. Ada regulasi dan program tentang pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit sesuai peraturan perundang-undangan. (R)
2. Ada bukti pimpinan rumah sakit terlibat dalam menyusun program. (D,W)
3. Ada bukti dukungan anggaran operasional, kesekretariatan, sarana-prasarana untuk menunjang kegiatan fungsi, dan tugas organisasi PPRA. (D,O,W)
4. Ada bukti pelaksanaan penggunaan antibiotik terapi dan profilaksis pembedahan pada seluruh proses asuhan pasien sesuai panduan. (D,O,W)
5. Direktur melaporkan kegiatan PPRA secara berkala kepada KPRA . (D,W)
Forum Kajian Kasus Infeksi Sulit
Kajian Kasus MDRO di SMF Bedah
Atresia esofagus + post transposition colon (Klebsiella pneu + ESBL)
STANDAR 4.1 - PPRA
Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) melaksanakan
kegiatan pengendalian resistensi antimikroba.
Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan evaluasi dan analisis indikator mutu PPRA sesuai peraturan
perundang-undangan meliputi:
a)perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik b)perbaikan kualitas penggunaan antibiotik
c) peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan terintegrasi
d)penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba resisten
e)indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP
Rumah sakit melaporkan perbaikan pola sensitivitas antibiotik dan penurunan mikroba resisten sesuai
indikator bakteri multi-drug resistant organism
(MDRO), antara lain: bakteri penghasil extended
spectrum beta-lactamase (ESBL), Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA),
Carbapenemase resistant enterobacteriaceae (CRE) dan bakteri pan-resisten lainnya. (Lihat juga PPI.6)
Standar 4.1
Rumah sakit melaksanakan kegiatan pengendalian resistensi antimikroba.
Elemen Penilaian 4.1
1. Ada organisasi yang mengelola kegiatan pengendalian resistensi antimikroba dan melaksanakan program pengendalian resistensi antimikroba rumah sakit meliputi a) sampai dengan d) di maksud dan tujuan. (R)
2. Ada bukti kegiatan organisasi yang meliputi a) sampai dengan d) di maksud dan tujuan. (D,W)
3. Ada penetapan indikator mutu yang meliputi a) sampai dengan e) di maksud dan tujuan. (D,W)
Standar 4.1 (lanjutan)
Rumah sakit melaksanakan kegiatan pengendalian resistensi antimikroba.
Elemen Penilaian 4.1
4. Ada monitoring dan evaluasi terhadap program pengendalian resistensi antimikroba yang mengacu pada indikator pengendalian
resistensi antimikroba (D,W)
5. Ada bukti pelaporan kegiatan PPRA secara berkala dan meliputi butir a) sampai dengan e) di maksud dan tujuan.(D,W)
Indikator mutu PPRA
1. Penggunaan AB: jumlah dan jenis antibiotik
2. Mutu penggunaan antibiotik: indikasi, pilihan, dosis, durasi penggunaan kategori Gyssens
3. Pola kepekaan mikroba & mikroba multiresisten (tahunan) 4. Angka infeksi oleh mikroba multiresisten: MRSA & ESBL
producers
5. Mutu tata laksana kasus infeksi: kajian terintegrasi, multidisiplin
Evaluasi Penggunaan Antibiotik
Di Rumah Sakit
Audit “Kuantitatif “
(
DDD)Audit “Kualitatif”
(Metode Gyssens)
Multiple reviewer 291. Data Instalasi Farmasi
– Lembar resep
– Laporan penjualan/ pengeluaran
2. Rekam Medik Pasien
– Catatan instruksi terapi oleh Dokter – Catatan pemberian obat
Pengkajian kuantitatif dengan metode DDD
Defined daily dose (DDD) adalah dosis harian rata-rata antibiotika yang
digunakan pada orang dewasa untuk indikasi utamanya.
Setiap antibiotika mempunyai nilai DDD yang ditentukan oleh WHO
berdasarkan dosis pemeliharaan rata-rata, untuk indikasi utama pada orang dewasa BB 70 kg.
Data yang berasal dari Instalasi Farmasi berbentuk data kolektif, maka rumusnya sebagai berikut:
Perhitungan nominator :
Jumlah DDD =
jml kemasan x jml tablet per kemasan x jml gram per tablet x 100 DDD antibiotika (gram)
Perhitungan denominator :
Jumlah hari-pasien = jumlah hari perawatan seluruh pasien dalam suatu periode studi Data yang berasal dari pasien menggunakan rumus untuk setiap pasien
jumlah konsumsi antibiotika (dalam DDD) = jumlah konsumsi antibiotika (gram)
DDD antibiotika (gram)
DDD/100 patient days = total DDD x 100 Total jumlah hari-pasien
33 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 Amikacin Amoxicillin Amoxiclav Cefadroxil Cefazolin Cefixime Cefo-sulbactam Cefotaxime Ceftazidime Ceftriaxone Cefuroxim Ciprofloxacin Fosfomycin Meropenem Metronidazol 33.10 0.21 1.03 0.10 1.38 2.24 2.27 1.17 0.21 19.56 2.24 0.96 0.46 6.28 8.26 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 Amoxiclav Amoxicillin Cefadroxil Cefotaxim ceftazidime Ceftriaxone Ciprofloxacin Cotrimoxazol Metronidazol 8.11 2.83 0.28 1.42 0.94 35.28 5.36 1.89 3.02
Pola Konsumsi Antibiotik IRNA OBGYN
Kategori Kualitas Antibiotik
VI = Rekam medik tidak lengkap/ tidak dapat dievaluasi
V = Tidak ada indikasi
IVA = Ada antibiotik lebih efektif
IVB = Ada antibiotik kurang toksik/lebih aman IVC = Ada antibiotik lebih murah
IVD = Ada antibiotik spektrum lebih sempit
IIIA = Pemberian terlalu lama IIIB = Pemberian terlalu singkat
II A = Tidak tepat dosis
II B = Tidak tepat interval pemberian II C = Tidak tepat rute pemberian
I = Tidak tepat saat pemberian antibiotik (AB profilaksis)
0 = Penggunaan antibiotik tepat (appropriate)
Kualitas Penggunaan Antibiotik (Gyssens) 36 0 10 20 30 40 50 60
VI V IVa IIIa IIIb IIb 0 6.52 10.87 2.17 21.74 2.17 2.17 54.35 IRNA Anak 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00
VI V IVa IIIa IIIb 0 16.13 25.81 6.45 4.84 9.68 37.10 IRNA Medik SMF Peny.Dalam 0 10 20 30 40 50 60 VI V 0 7.14 59.52 33.33 IRNA Bedah
GLOSARY
• R = Regulasi (Kebijakan,Panduan, SPO)
• D = Dokumen bukti implementasi (Rekam Medis,form alur pelayanan,form laporan dll )
• O = Observasi pelaksanaan regulasi oleh civitas Hospitalia
• W = Wawancara dengan pelaksana asuhan dan pasien atau keluarga
REFERENSI
1. Antimicrobial Resistance,Antibiotic Usage and Infection Control, A Self
Improvement Program (AMRIN Study). Directorate General of Medical Care, Ministry of Health, Republic of Indonesia, 2005.
2. Gyssens IC. Audit for monitoring the quality of antimicrobial prescription. In: Gould IM and Van Der Meer JWM (eds). Antibiotic Policies: Theory and
Practice. Kluwer Academic Publsher. New York 2005: 197-226
3. WHO. Guidelines for ATC classification and DDD assignment. In; Oslo: Norsk Medisinaldepot, 2005
4. Hadi U, Gyssens IC, Lestari ES, Duerink DO, Keuter M, Soewondo ES, et al.
Quantity and Quality of Hospital Antibiotik Usage in Indonesia. In preparation 2006.
5. Hadi U, Keuter M, van Asten H, van den Broek PJ. (2008). Optimizing antibiotic usage In adults admitted with fever by a multifaceted intervention in an
Indonesian governmental hospital. Tropical Medicine and International Health, 13(7):888-99
6. Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.
REFERENSI
7. Kuntaman K, Hadi U, Paraton H, Qibtiyah M, Wasito EB, Koendhori EB,
Santosaningsih D, Erikawati D, \Fatmawati NND, Budayanti NNS, Priyambodo Y, Saptawati L, Mulyani UA. 2013. The Development of Effective Antimicrobial Resistance Surveillance Model in Hospital: Focusing on Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Producing Bacteria (Indicators: Klebsiella pneumoniae and Escherichia coli). Research support by WHO. Unpublish
8. Bari, PS. 2012. Multidrugs-Resistant Organisms and Antibiotic Management. Surg Clin N. Am.; (92): 345–391)
9. Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 8 tahun 2015
tentang Pedoman Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit.
10. Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN), Antibiotic Prophylaxis in Surgery, A national Clinical Guideline, 2014.
11. Cunha BA. Antibiotic essentials. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Pvt, Ltd. 2015.