• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN ARIMA DENGAN MAXIMAL OVERLAP DISCRETE WAVELET TRANSFORM. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN ARIMA DENGAN MAXIMAL OVERLAP DISCRETE WAVELET TRANSFORM. Abstrak"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN ARIMA DENGAN MAXIMAL OVERLAP DISCRETE WAVELET TRANSFORM

Rezzy Eko Caraka1

1) Departement Statistika, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro Rezzyekocaraka@gmail.com

Abstrak

Penggunaan dekomposisi wavelet untuk pemodelan statistika khususnya pada data time telah mengala mi perkembangan yang pesat. Transformasi wavelet yang dipandang lebih sesuai untuk data time series adalah Maximal Overlap Discrete Wavelet Transform (MODWT) karena dalam setiap level dekomposisi terdapat koefisien wavelet dan skala sebanyak panjang data. Kelebihan ini mereduksi kelemahan pemfilteran dengan Discrete Wavelet Transform (DWT) yang tidak dapat dilakukan pada sebarang ukuran sampel. Penentuan level dekomposisi dan koefisien yang digunakan sebagai input model menggunakan dekomposisi multi skala. Dari analisis dapat disimpulkan data pasang surut Kota Semarang model yang terbaik digunakan adalah ARIMA ([3,12],1,0) karena mendapatkan nilai MSE minimal 40.90766. untuk permasalahan data surat keterangan asal (SKA) MSE minimal diperoleh pada dekomposisi level 1 dan banyaknya koefisien pada level tersebut adalah 3 dengan nilai MSE 150.4789.

Kata Kunci: MODWT, time series 1. Pendahuluan

Peramalan adalah suatu kegiatan memperkirakan apa yang terjadi pada masa yang akan datang berdasarkan nilai sekarang dan masa lalu dari suatu peubah (Makridakis, 1999). Peramalan merupakan suatu unsur yang sangat penting terutama dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Adanya tenggang waktu antara suatu peristiwa dengan peristiwa yang terjadi mendatang merupakan alasan utama bagi peramalan dan perencanaan. Dalam situasi tersebut peramalan merupakan alat yang penting dalam perencanaan yang efektif serta efisien.Pemilihan metode dalam peramalan tergantung pada beberapa aspek penilitian yaitu aspek waktu, pola data, tipe model sistem yang diamati, dan tingkat keakuratan peramalan. Penggunaan metode tersebut dalam peramalan harus memenuhi asumsi-asumsi yang digunakan. Analisis dekomposisi wavelet merupakan fungsi basis yang memberikan alat baru sebagai pendekatan yang dapat digunakan dalam merepresentasikan data atau fungsi-fungsi yang lain (Banakar dan Azeem, 2006). Algoritma wavelet mampu memproses data pada skala atau resolusi yang berbeda. Beberapa kajian yang berkaitan dengan transformasi wavelet telah banyak dibahas, diantaranya oleh Khashman dan Dimililer (2008) dan Mallat (1998). Beberapa kajian tentang transformasi wavelet pada data time series juga telah dilakukan, diantaranya oleh Murguia dan Canton (2006) serta Kozlowski (2005). Transformasi Wavelet akan menghasilkan himpunan koefisien Wavelet yang dihitung dari titik (lokasi) observasi pada level (skala) dan lebar range yang berbeda (Kozlowzki, 2005). Penghitunga n koefisien wavelet dapat dilakukan dengan Discrete Wavelet Transform (DWT) sebagaimana dikemukakan oleh Mallat (1998) atau Maximal Overlap Discrete Wavelet Transform (MODWT) seperti dalam Percival dan Walden (2000).

(2)

2. Analisis Runtun Waktu

George E.P.Box dan Gwilym M. Jenkins dalam Makridakis et.al (1999) memperkenalkan analisis runtun waktu, yaitu pengamatan sekarang (Zt) tergantung pada satu atau beberapa pengamatan sebelumnya

(Zt-k). Metode peramalan yang sering digunakan antara lain adalah metode ARIMA Box-Jenkins yang

digunakan untuk mengolah runtun waktu yang univariat.

Menurut Wei (2006), suatu runtun waktu harus memenuhi syarat stasioneritas, yaitu nilai meanE(Zt) dan varians  2 2

t t E Z

Z

Var konstan.

Uji stasioneritas data dalam mean digunakan UjiDickey Fuller. Jika data tidak stasioner dalam mean maka dilakukan differensi. Untuk melihat dan mengatasi ketidakstasioneran dalam varian dapat digunaka n transformasi Box-Cox (Wei, 2006).

𝑇(𝑍𝑡) = 𝑍𝑡 (𝜆)

= 𝑍𝑡

𝜆− 1

𝜆

Salah satu model runtun waktu non-musiman adalah ARIMA (p,d,q). Bentuk umum model ini sebagai berikut : t q t d p(B)(1 B) Z  (B)a   

dimana (B)(11B...pBp) merupakan operator AR(p) yang stasioner dan (B)(11B...qBq)

merupakan operator MA(q) yang invertible dengan at independen dan berditribusi normal dengan mean 0 dan

varians 2

a

 (Soejoeti, 1987).

Model Subset ARIMA merupakan bagian dari model ARIMA tergeneralisasi (Tarno, 2013). Contoh model subset ARIMA([1,5],0,[1,12]) dapat ditulis sebagai:

(1 − 𝜙1𝐵 − 𝜙5𝐵5)𝑍

𝑡 = (1 − 𝜃1𝐵 − 𝜃12𝐵12)𝑎𝑡

Sedangkan model SARIMA (p,d,q)(P,D,Q)sdalam Wei (2006) adalah

 

 

t q Q

 

s t D s d s P p(B) B 1B 1B Z  (B) B a  dimana ) (B p  = 11B2B2...pBp ) (Bs P  = Ps P s s B ... B B 11 2 2  

d B

1 = tingkat differencing non-musiman

 

s D

B

1 = tingkat differencing musiman

) (B q  = 11B2B2...qBq

 

s Q B  = Qs Q s s B ... B B 1 2 2 1     

dengan at independen dan berditribusi normal dengan mean 0 dan varian .a2 3. Dekomposisi Wavelet

Fungsi wavelet adalah suatu fungsi matematika yang mempunyai sifat-sifat tertentu diantaranya berosilasi di sekitar nol (seperti fungsi sinus dan cosinus) dan terlokalisasi dalam domain waktu, artinya pada saat nilai domain relatif besar, fungsi wavelet berharga nol. Wavelet merupakan fungsi basis yang dapat digunakan dalam merepresentasikan data atau fungsi-fungsi yang lain. Fungsi Wavelet mempunyai nilai yang berbeda dari nol dalam interval waktu yang relatif pendek. Dalam hal ini wavelet berbeda dengan fungsi normal, ataupun fungsi gelombang seperti sinusoida, yang semuanya ditentukan dalam suatu domain waktu (-1,1). Wavelet dibedakan menjadi dua jenis, yaitu wavelet ayah (ϕ) dan wavelet ibu (ψ) yang mempunya i sifat:

(3)

Keluarga wavelet dihasilkan dari wavelet ayah dan wavelet ibu melalui dilatasi diadik dan translasi integer yaitu : ϕj,k(x) = (2j) 1 2⁄ ϕ(2jx − k) (2) ψj,k(x) = (2j)1 2⁄ ψ(2jx − k) (3)

dengan j dan k masing-masing adalah parameter dilatasi dan parameter translasi.

Wavelet dengan bentuk dilatasi dan translasi dengan j = 0 dan k = 0 dapat dipandang sebagai wavelet dasar. Indeks dilatasi j dan translasi k berpengaruh terhadap perubahan support dan range dari wavelet dasar. Indeks translasi k berpengaruh terhadap pergeseran posisi pada sumbu mendatar tanpa mengubah lebar support sedangkan pada indeks dilatasi j, jika support menyempit maka range akan melebar.

Karena wavelet terlokalisasi dalam domain waktu (artinya pada saat nilai domain relatif besar, fungsi wavelet berharga nol) maka representasi fungsi dengan wavelet menjadi lebih efisien. Hal ini dikarenakan banyaknya koefisien wavelet yang tidak nol dalam rekonstruksi fungsi dengan wavelet relatif sedikit (Suparti dan Subanar, 2005). Selain itu, wavelet juga mampu merepresentasikan fungsi yang bersifat tidak mulus maupun fungsi dengan lonjakan atau volatilitas tinggi. Pada bagian fungsi yang tidak mulus, representasi wavelet akan menggunakan panjang support yang sempit.

Fungsi wavelet dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari basis yang dibangun oleh wavelet atau dapat dituliskan dalam persamaan berikut.

f(x) = ∑k∈ZcJ,kϕJ ,k(x)+ ∑j<𝐽k∈Zdj,kψj,k(x) (4) dengan

cJ,k = ∫ f(x)ϕJ,k(x)dx

dj,k = ∫ f(x)ψj,k(x)dx

Transformasi pada persamaan (4) merupakan transformasi wavelet kontinu atau Continue Wavelet

Transform (CWT) dimana koefisien-koefisien wavelet diperoleh melalui proses integrasi sehingga nilai

wavelet harus terdefinisi pada setiap x∈ ℝ. Bentuk transformasi yang lain adalah Discrete Wavelet Transform (DWT) dimana nilai-nilai wavelet hanya terdefinisi pada titik-titik diskret. Vektor yang memuat nilai-nila i wavelet disebut filter wavelet. Ada dua jenis filter pada DWT yaitu filter wavelet (filter detil) dinotasika n dengan h dan filter skala yang dinotasikan dengan g. Panjang suatu filter dinotasikan dengan L. Suatu filter wavelet harus memenuhi tiga sifat dasar berikut:

∑𝐿−1𝑙 =0 ℎ𝑙 = 0 (5a)

∑𝐿−1ℎ𝑙2

𝑙 =0 = 1 (5b)

∑𝐿−1ℎ𝑙𝑙+2𝑛

𝑙 =0 = ∑∞𝑙=−∞ℎ𝑙ℎ𝑙+2𝑛 = 0 (5c)

Jika diberikan filter wavelet {hl} maka filter skala didefinisikan sebagai berikut :

𝑔𝑙 ≡ (−1)𝑙+1

𝐿−1−𝑙 (6)

Filter skala diasumsikan memenuhi kondisi berikut : ∑𝐿−1𝑔𝑙

𝑙 =0 = √2 (7a)

∑𝐿−1𝑔𝑙2

(4)

∑∞ 𝑔𝑙𝑔𝑙 +2𝑛

𝑙 =−∞ = 0 dan ∑∞𝑙 =−∞𝑔𝑙ℎ𝑙+2𝑛′ = 0 (7c)

Syarat yang harus dipenuhi untuk memenuhi sifat-sifat tersebut adalah panjang filter L bernilai genap. Misalkan diberikan filter wavelet h = (h0, h1, ..., hL-1) dan 𝒳 = (𝒳1, … , 𝒳𝑛) adalah nilai fungsi 𝒳 pada x1, ... ,

xn. Syarat yang harus dipenuhi adalah n=2J dengan J suatu bilangan bulat positif. Transformasi wavelet dengan

DWT dapat dituliskan sebagai :

W = 𝒲𝒳 (8)

dengan W = hasil transformasi dengan DWT dan 𝒲 = matriks transformasi berukuran nxn. Dalam hal ini elemen-elemen dari vektor W didekomposisi menjadi J+1 sub vektor. Transformasi dengan DWT akan memetakan vektor 𝒳 = (𝒳1, … , 𝒳𝑛) ke vektor koefisien W = (W1, W2, ..., WJ, VJ) dengan Wj, j = 1, 2, ..., J

memuat koefisien wavelet dj,k dan VJ memuat koefisien skala cJ,k. Koefisien wavelet yang bernilai besar

mempunyai kontribusi besar dalam rekonstruksi fungsi sedangkan koefisien yang kecil mempunyai kontribusi yang kecil sehingga dapat diabaikan (dianggap nol). Dengan mengabaikan koefisien-koefisien wavelet yang dianggap kecil, transformasi dengan DWT dapat digunakan untuk proses denoising.

4. Maximal Overlap DWT

Pemfilteran dengan DWT sebagaimana pada persamaan (8) tidak dapat dilakukan jika sampel yang diamati berukuran sebarang yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk 2J dengan J bilangan bulat positif.

Sebagai alternatif, penghitungan koefisien dj,k dan cJ,k dapat dilakukan dengan Maximal Overlap Discrete

Transform (MODWT). Keuntungan MODWT adalah dapat mengeliminasi reduksi data menjadi setengahnya

(down-sampling) sehingga dalam setiap level akan terdapat koefisien wavelet dan skala sebanyak panjang data (Percival dan Walden, 2000). Misalkan data time series dengan panjang N, transformasi MODWT akan memberikan vektor kolom w1, w2, ..., wJ0 dan vJ0 masing-masing dengan panjang N.

Misalkan dipunyai filter wavelet MODWT ℎ̃𝑙 dengan ℎ̃𝑙 ≡ ℎ𝑙⁄√2 dan filter skala 𝑔̃𝑙 dengan 𝑔̃𝑙 ≡ 𝑔𝑙⁄√2, maka filter wavelet dan filter skala MODWT harus memenuhi kondisi berikut :

∑𝐿−1𝑙 =0ℎ̃𝑙 = 0, ∑𝐿−1𝑙 =0ℎ̃𝑙2 =1 2 , dan ∑ ℎ̃𝑙ℎ̃𝑙+2𝑛 = 0 ∞ 𝑙 =−∞ (9) ∑𝐿−1𝑔̃𝑙 = 1 𝑙 =0 , ∑𝐿−1𝑙 =0 𝑔̃𝑙2= 1 2 , dan ∑ 𝑔̃𝑙𝑔̃𝑙 +2𝑛 = 0 ∞ 𝑙=−∞ (10)

Hubungan antara 𝑔̃𝑙 dan ℎ̃𝑙 dapat dirumuskan sebagai berikut : ∑∞ 𝑔̃𝑙ℎ̃𝑙+2𝑛 = 0

𝑙 =−∞ (11)

Pada MODWT koefisien wavelet pada setiap level selalu sama sehingga lebih sesuai untuk pemodelan pada time series dibandingkan dengan DWT. Prediksi data time series satu langkah ke depan dimodelkan secara linear berdasarkan koefisien wavelet hasil dekomposisi pada waktu-waktu sebelumnya.

Misalkan dipunyai sinyal X=(X1, ..., Xt). Prediksi satu langkah ke depan dari proses autoregresif order

p atau AR(p) dapat dituliskan sebagai 𝑋̂𝑡+1= ∑𝑝𝑘 =1𝜙̂𝑘𝑋𝑡−(𝑘−1). Pada pemodelan wavelet untuk proses ini, Renaud dkk (2003) dan Murtagh dkk (2004) menyusun prosedur penentuan lag-lag yang menjadi variabel input untuk prediksi multiskala autoregresif. Koefisien wavelet (detil) dan koefisien skala hasil transformasi

(5)

MODWT yang dianggap mempunyai pengaruh untuk prediksi pada waktu t+1 akan berbentuk 𝑤𝑗,𝑡 −2𝑗(𝑘−1)

dan 𝑐𝐽,𝑡−2𝐽(𝑘−1) atau dapat dituliskan dalam persamaan (12) berikut :

𝑋̂𝑡+1= ∑ ∑ 𝑎̂𝑗,𝑘𝑤𝑗,𝑡−2𝑗(𝑘−1) 𝐴𝑗 𝑘=1 𝐽 𝑗=1 + ∑ 𝑎̂𝐽+1,𝑘 𝐴𝐽 +1 𝑘=1 𝑐𝐽,𝑡−2𝐽(𝑘−1) (12)

Simbol J menyatakan level dekomposisi sedangkan Aj menjelaskan banyaknya koefisien yang terpilih pada setiap level dekomposisi. Misalkan jika dipilih Aj = 1 untuk semua level resolusi j, maka bentuk persamaan

(12) akan menjadi :

𝑋̂𝑡+1= ∑𝐽𝑗=1𝑎̂𝑗𝑤𝑗,𝑡+ 𝑎̂𝐽+1𝑐𝐽,𝑡 (13)

Gambar 1 menunjukkan pixel dari sinyal input yang digunakan untuk menghitung koefisien wavelet terakhir pada skala yang berbeda sedangkan gambar 2 memperlihatkan koefisien wavelet yang digunaka n untuk prediksi menggunakan Aj = 2 untuk semua level resolusi j, dan J = 4 atau transformasi wavelet dengan

lima skala (empat koefisien wavelet + koefisien skala). Pada kasus ini dapat dilihat bahwa hanya terdapat sepuluh koefisien yang digunakan.

Gambar 1. Pixel dari sinyal input yang digunakan untuk menghitung koefisien wavelet terakhir pada skala

yang berbeda

Gambar 2. Koefisien wavelet yang digunakan untuk prediksi data time series 5. Terapan pada Data Time Series

Data yang digunakan dalam tugas ini adalah berupa data sekunder yang diambil dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Maritim Kota Semarang mengenai data tinggi pasang surut air laut tahun 2004-2013 sebanyak 120 dan data yang digunakan diambil di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah. Data yang diambil adalah data bulanan jumlah penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) dari periode Januari 2007 sampai dengan Februari 2011 sebanyak 50 data.Pengolaha n data dilakukan dengan menggunakan software R dengan package toolkit wmtsa, software minitab 16, dan software SAS Jenis wavelet yang digunakan adalah wavelet Haar.

level 1 • • • • • • • • • • • • • • • • • level 2 • • • • • • • • • • • • • • • • • level 3 • • • • • • • • • • • • • • • • • level 4 • • • • • • • • • • • • • • • • • skala • • • • • • • • • • • • • • • • • Transforma si Wavelet Sinyal • • • • • • • • • • • • • • • • • level 1 • • • • • • • • • • • • • • • • • level 2 • • • • • • • • • • • • • • • • • level 3 • • • • • • • • • • • • • • • • • level 4 • • • • • • • • • • • • • • • • • skala • • • • • • • • • • • • • • • • • Transforma si Wavelet Sinyal • • • • • • • • • • • • • • • • •

(6)

Tabel 1. Hasil perhitungan statistik nilai prediksi data pasang surut kota Semarang dengan wavelet Kriteria Nilai MSE 855.0568 R-Squared 0.997 Min -18.7815 1Q -4.5952 Median 0.0716 3Q 3.570 Max 16.1931

Dari tabel 1 nampak bahwa nilai MSE minimal diperoleh pada dekomposisi level 1 dan banyaknya koefis ie n pada level tersebut adalah 3. Model yang diperoleh dapat dituliskan dalam persamaan berikut :

𝑍̂𝑛+1= 2.1𝑤1,𝑛+ 1.05488𝑤1,𝑛−2− 0.05677𝑤2,𝑛

Tabel 2. Hasil perhitungan statistik nilai prediksi data surat keterangan asal (SKA) dengan wavelet

Kriteria Nilai MSE 150.4788 R-Squared 0.9747 Min -4659.0 1Q -521.6 Median -95.3 3Q 564.2 Max 1686.0

Dari tabel 2 nampak bahwa nilai MSE minimal diperoleh pada dekomposisi level 1 dan banyaknya koefis ie n pada level tersebut adalah 3. Model yang diperoleh dapat dituliskan dalam persamaan berikut :

𝑍̂𝑛+1= 95.01𝑤1,𝑛+ 18.21𝑤1,𝑛−2+ 33.61𝑤2,𝑛

Tabel 3. Hasil perhitungan statistik nilai prediksi data pasang surut Kota SemarangdenganARIMA Model Uji Normalitas Residual Independensi Residual Signifikansi Paramete r MSE

SARIMA

([3],1,0)(0,0,1)12 Berdistribusi normal Tidak terdapat korelasi antar lag signifikan 41.19381

SARIMA (0,1,[3])(1,0,0)12

Berdistribusi normal Tidak terdapat korelasi antar lag

signifikan 41.24415

SARIMA

(0,1,[3])(0,0,1)12 Berdistribusi normal Tidak terdapat korelasi antar lag signifikan 41.14681

ARIMA ([3,12],1,0)

Berdistribusi normal Tidak terdapat korelasi antar lag

signifikan 40.90766

ARIMA

(0,1,[3,12]) Berdistribusi normal Tidak terdapat korelasi antar lag signifikan 41.41818 Dari tabel 3 nampak bahwa nilai MSE minimal diperoleh model ARIMA ([3,12],1,0) Kemudian dibentuk model ARIMA ([3,12],1,0)dengan

𝑍𝑡 = (1 − 0.25680𝐵

3)𝑎 𝑡

(1 − (−0.20717𝐵12)(1 − 𝐵)

(7)

Model Arima Uji Normalitas Residual Independensi Residual Signifikansi

Parameter MSE

ARIMA (0,1,1) Berdistribusi normal Terdapat korelasi antar lag signifikan 290.849 ARIMA (1,1,1) Berdistribusi normal Tidak terdapat korelasi

antar lag

signifikan 300.065

ARIMA (2,1,1) Berdistribusi normal Terdapat korelasi antar lag signifikan 338.017 Dari tabel 4 nampak bahwa nilai MSE minimal model ARIMA (0,1,1) Kemudian dibentuk model ARIMA ARIMA (0,1,1) dengan

𝑍𝑡 = 𝑍𝑡−1 + 𝑎𝑡+ 1.0316𝑎𝑡−1

Sehingga model yang terbaik dan layak untuk dilakukan peramalan adalah model ARIMA (0,1,1) dengan model 𝑍𝑡 = 𝑍𝑡 −1+ 𝑎𝑡 + 𝜃1𝑎𝑡 −1 . Dengan parameter hasil estimasi 𝜃̂=1.0316 maka model ARIMA (0,1,1) 1 menjadi 𝑍𝑡 = 𝑍𝑡 −1+ 𝑎𝑡 + 1.0316𝑎𝑡−1

6. Penutup

Dari analisis dapat disimpulkan bahwa untuk permasalahan data pasang surut Kota Semarang model yang terbaik digunakan adalah ARIMA ([3,12],1,0) karena mendapatkan nilai MSE minimal 40.90766. untuk permasalahan data surat keterangan asal (SKA) MSE minimal diperoleh pada dekomposisi level 1 dan banyaknya koefisien pada level tersebut adalah 3 dengan nilai MSE 150.4789.

Daftar Pustaka

Caraka, R.E., Yasin,H and Suparti. 2015. Pemodelan Tinggi Pasang Surut Air Laut Di Kota Semarang Dengan Menggunakan Maximal Overlap Discrete Wavelet Transform (MODWT). Climate Knowledge for climate action, Indonesian Agency for Meteorological, Climatological and Geophysics (BMKG). Vol.2 No.2 ISSN:2355-7206 pp.104-114

Khashman, A. and Dimililer, K., 2008, Image Compression using Neural Networks and Haar Wavelet, Wseas Transactions On Signal Processing, ISSN: 1790-5022, 330 Issue 5, Volume 4, May

Kozlowski, B., 2005, Time Series Denoising with Wavelet Transform, Journal of Telecommunications and Information Technology, Warsawa, Polandia

Makridakis, S., Wheelwright, S.C., and McGee, V.E. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jilid satu edisi kedua, Terjemahan Ir. Hari Suminto.Jakarta. Bina Rupa Aksara.

Mallat, S., 1998, A Wavelet Tour of Signal Processing. New York: Academic Press

Murguia, J.S. and Canton, E.C., 2006, Wavelet Analysis of Chaotic Time Series, Revista Mexicana de Fisica 52 (2) 155162

Murtagh, F., Stark, J.L., and Renaud, O., 2004, On Neuro-Wavelet Modelling, Decision Support System, 37, 475-484

Percival, D.,B. and Walden, A.,T., 2000,Wavelet Methods for Time Series Analysis, Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom

Renaud, O., Starcx, J.L., and Murtagh, F., 2003, Prediction Based on a Multiscale Decomposition, Int. Journal of Wavelets, Multiresolution and Information Processing, Vol. 1., No. 2, pp 217-232

Suparti dan Subanar, H., Estimasi Regresi dengan Metode Wavelet Shrinkage, Jurnal Sains dan Matematika, 2000, 8/3:105-113

Suparti.,Caraka,R.E.,Warsito,B and Yasin,H.2016. THE SHIFT INVARIANT DISCRETE WAVELET TRANSFORM (SIDWT) WITH INFLATION TIME SERIES APPLICATION. Journal of Mathematics

(8)

Research. Vol.8, No.4; Agustus. Published by Canadian Center of Science and Education. ISSN 1916-9795 E-ISSN 1916-9809

Tarno. 2013. Kombinasi Prosedur Pemodelan Subset Arima dan DeteksiOutlier untuk Prediksi Data Runtun

Waktu. Prosiding Seminar Nasional Statistika UNDIP 2013. Semarang.

Warsito,B., Sunamar., dan Aburakhman.,2013, Pemodelan Time Series Dengan Maximal Overlap Discrete Wavelet Transform, Prosiding Seminar Nasional Statistika, ISBN:9788-602-14387-0-1

(9)

LAMPIRAN:

SYNTAX PERMASALAHAN PERMASALAHAN PASANG SURUT KOTA SEMARANG

(10)

OUTPUT WAVELET PERMASALAHAN PASANG SURUT KOTA SEMARANG

(11)
(12)

Model ARIMA (0,1,1)

Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 21067905 0.100 6.876 1 18885909 0.250 9.004 2 17215023 0.400 11.018 3 16038598 0.550 12.053 4 15341782 0.700 11.128 5 15197982 0.755 9.568 6 15145771 0.784 8.958 7 15119631 0.803 8.505 8 15103766 0.817 8.169 9 15092725 0.828 7.899 10 15084168 0.837 7.672 11 15076910 0.845 7.470 12 15070238 0.853 7.285 13 15063632 0.860 7.109 14 15056607 0.868 6.935 15 15048587 0.876 6.761 16 15038746 0.884 6.580 17 15025716 0.893 6.388 18 15006965 0.903 6.182 19 14977299 0.915 5.959 20 14924680 0.931 5.724 21 14816414 0.952 5.516 22 14539749 0.984 5.523 23 14106126 1.016 6.165 24 14069053 1.034 6.865 25 13847033 1.032 6.447

** Convergence criterion not met after 25 iterations ** Final Estimates of Parameters

Type Coef SE Coef T P MA 1 1.0316 0.0347 29.74 0.000 Constant 6.447 4.190 1.54 0.131 Mean 6.447 4.190

Number of observations: 49

Residuals: SS = 13669906 (backforecasts excluded) MS = 290849 DF = 47

Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48

Chi-Square 14.8 31.1 44.7 59.6 DF 10 22 34 46 P-Value 0.141 0.095 0.105 0.086 Uji Normalitas Residual Model ARIMA (0,1,1)

RESI2 P e rc e n t 1500 1000 500 0 -500 -1000 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean >0.150 2.435 StDev 533.7 N 49 KS 0.065 P-Value

Uji Normalitas Residual ARIMA(0,1,1)

Normal

(13)

ARIMA ([3,12],1,0)

The SAS System The ARIMA Procedure

Conditional Least Squares Estimation

Standard Approx

Parameter Estimate Error t Value Pr > |t| Lag AR1,1 -0.20717 0.09406 -2.20 0.0298 3 AR1,2 0.25680 0.09837 2.61 0.0104 12 Variance Estimate 41.68685 Std Error Estimate 6.456536 AIC 704.7638 SBC 710.1095 Number of Residuals 107 * AIC and SBC do not include log determinant. Correlations of Parameter Estimates Parameter AR1,1 AR1,2 AR1,1 1.000 0.151 AR1,2 0.151 1.000 Autocorrelation Check of Residuals To Chi- Pr >

Lag Square DF ChiSq ---Autocorrelations--- 6 2.89 4 0.5763 0.102 -0.020 0.018 -0.002 -0.109 -0.052 12 7.03 10 0.7226 0.047 -0.088 -0.101 -0.119 -0.000 -0.016 18 9.57 16 0.8882 -0.031 0.110 -0.014 -0.039 0.055 0.048 24 13.08 22 0.9310 0.099 0.041 0.010 -0.006 0.100 -0.064 Model for variable y

Period(s) of Differencing 1 Autoregressive Factors

Factor 1: 1 + 0.20717 B**(3) - 0.2568 B**(12) The UNIVARIATE Procedure

Variable: RESIDUAL (Residual: Actual-Forecast) Moments

N 107 Sum Weights 107 Mean 0.08127735 Sum Observations 8.69667658 Std Deviation 6.42548922 Variance 41.2869117 Skewness -0.5687708 Kurtosis 1.97302129 Uncorrected SS 4377.11949 Corrected SS 4376.41264 Coeff Variation 7905.63315 Std Error Mean 0.62117549 Basic Statistical Measures

Location Variability

Mean 0.081277 Std Deviation 6.42549 Median 0.349644 Variance 41.28691 Mode . Range 41.48868 Interquartile Range 8.51378 Tests for Location: Mu0=0

Test -Statistic- ---p Value--- Student's t t 0.130844 Pr > |t| 0.8961 Sign M 1.5 Pr >= |M| 0.8468 Signed Rank S 101 Pr >= |S| 0.7552 Tests for Normality

Test --Statistic--- ---p Value--- Shapiro-Wilk W 0.970288 Pr < W 0.0168 Kolmogorov-Smirnov D 0.056814 Pr > D >0.1500 Cramer-von Mises W-Sq 0.040891 Pr > W-Sq >0.2500 Anderson-Darling A-Sq 0.394445 Pr > A-Sq >0.2500 Quantile Estimate

(14)

99% 12.667766 95% 9.600000 90% 8.232071 75% Q3 4.387846 50% Median 0.349644 25% Q1 -4.125936 10% -7.067769 5% -8.365701 1% -17.221892 0% Min -26.328963 Extreme Observations ---Lowest--- ---Highest--- Value Obs Value Obs -26.3290 84 11.6277 39 -17.2219 83 11.9300 37 -12.6860 86 12.5482 58 -10.7974 98 12.6678 16 -9.4056 8 15.1597 96 Missing Values ---Percent Of--- Missing Missing Value Count All Obs Obs . 3 2.73 100.00 The AUTOREG Procedure

Dependent Variable RESIDUAL Residual: Actual-Forecast Ordinary Least Squares Estimates

SSE 4377.11949 DFE 107 MSE 40.90766 Root MSE 6.39591 SBC 700.763797 AIC 700.763797 Regress R-Square 0.0000 Total R-Square 0.0000 Durbin-Watson 1.7846

Q and LM Tests for ARCH Disturbances

Order Q Pr > Q LM Pr > LM 1 4.4400 0.0351 4.3381 0.0373 2 5.5569 0.0621 4.7061 0.0951 3 5.5758 0.1342 4.7646 0.1899 4 6.4235 0.1697 5.7322 0.2201 5 7.7722 0.1692 6.3426 0.2743 6 7.7774 0.2549 6.7317 0.3464 7 7.7775 0.3526 6.7324 0.4573 8 8.5344 0.3831 7.7441 0.4589 9 8.7224 0.4633 7.8089 0.5535 10 8.9463 0.5372 7.8323 0.6452 11 10.1845 0.5139 8.3737 0.6795 12 14.3083 0.2815 13.6554 0.3232

Gambar

Gambar  1. Pixel  dari  sinyal  input  yang  digunakan  untuk  menghitung  koefisien  wavelet  terakhir  pada skala  yang  berbeda
Tabel 1. Hasil  perhitungan  statistik  nilai  prediksi  data pasang  surut  kota Semarang  dengan  wavelet  Kriteria  Nilai  MSE   855.0568  R-Squared   0.997  Min  -18.7815  1Q  -4.5952  Median  0.0716  3Q  3.570  Max  16.1931

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa selain daging, bagian tubuh ikan tuna yang lain juga memiliki potensi gizi yang baik, kulit ikan tuna

Pada Pilar tiga Learning to be (belajar untuk menjadi pribadi yang utuh) yaitu belajar menjadi sesuatu atau berkembang menjadi pribadi yang seutuhnya, yang

“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?” “Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara

Berdasarkan pendapat dari Polya (2004) bahwa ada 4 fase pemecahan masalah yaitu: 1) memahami masalahnya, 2) melihat bagaimana berbagai hal terhubung dan hal yang tidak diketahui

bagi guru-guru di sekolah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa; 2) guru dapat memberikan feed- back dengan cara menginformasikan

Berdasarkan tabel 2.1 dari ke 4 (empat) program prioritas hanya 2 (dua) program yang rasio capaian kinerja sesuai dengan Renstra 2009 – 2013 yaitu Program Perencanaan dan

Secara umum, pengaruh awal campuran boraks dan asam borat sebagai bahan pengawet kayu khususnya untuk perlakuan A, B, dan C mempunyai pengaruh yang baik terhadap

Peralatan dan instrumen yang terkait dengan pelaksanaan unit kompetensi ini MATERI POKOK PEMELAJARAN SUB KOMPETENSI KRITERIA KINERJA LINGKUP BELAJAR.. SIKAP