TETES EMBUN
renungan kehidupan
Sumardiono 2004
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku
(Pengantar: artikel ini adalah pemahaman dan penyerapan pribadi penulis atas pengajaran Ruhul Kudus di Eden (dulu disebut Salamullah). Segala materi dan isi tulisan menjadi tanggung jawab penulis. Artikel ini pertama kali dipublikasikan pada bulan Mei 2004, kemudian
direproduksi dalam format digital di situs: http://www.detaknurani.com)
K E B E N A R A N
“Guru, ajari aku tentang kebenaran agar hidupku menjadi tenang dan tenteram,” kata seorang tamu.
“Jika kamu mengenal kebenaran, kamu tak lagi dapat hidup tenang karena tersengat oleh gairahnya,” jawab Guru.
*****
S O M B O N G
”Agama X itu salah. Mereka pernah ditegur Tuhan karena menyombongkan agamanya dan mengatakan bahwa hanya pengikutnya yang masuk Surga sedangkan pengikut agama lain masuk Neraka. Agama Y juga sama saja. Tuhan menolak klaim mereka yang menyatakan bahwa mereka adalah kekasih-kekasih-Nya yang pasti masuk Surga sementara pemeluk agama lain masuk Neraka,” kata seorang pendakwah agama.
“Sesungguhnya,“ lanjutnya, “agama kitalah yang paling benar. Agama kita dijamin kesempurnaannya oleh Tuhan dan pemeluknya pasti masuk Surga. Sedangkan agama lain itu salah sebagaimana dinyatakan oleh Tuhan.”
Mendengar uraian itu, seorang pendengar berbisik, ”Apakah itu bukan kesombongan juga?”
*****
M E N G A L A M I
“Untuk menuju Tuhan, seseorang harus mengalami sendiri interaksi dengan-Nya. Apa yang Guru maksudkan?”
“Kamu tidak hidup bersama-Nya dalam waktu-waktu ibadahmu saja, tetapi setiap detik sepanjang waktu hidupmu. Hati nuranimu lebih kamu menangkan daripada kekhawatiran, keinginan, dan kepentingan pribadimu.”
B A H A S A T U H A N
Seorang murid sedang memperdengarkan bacaan Kitab Suci dengan sangat indah. Banyak orang yang terhanyut menikmati lantunan bacaan Kitab Suci yang disampaikan dalam bahasa Arab itu. Setelah selesai, seorang murid berkata:
“Sungguh luar biasa bahasa Arab. Tak ada bahasa lain yang dapat mengungkapkan pesan Tuhan seindah dan semendalam bahasa Arab. Itulah sebabnya Tuhan berbahasa Arab.” “Jangan bodoh, “kata Guru. “Tuhan tak berbahasa Arab, Sanskrit, Aramaik, ataupun Ibrani. Semua itu adalah bahasa manusia. Tuhan hanya berbicara dalam bahasa kalbu.”
*****
T A N P A T E O R I
“Guru, jelaskan padaku tentang kesabaran,” pinta seorang murid.
Alih-alih menjawab pertanyaan, Guru mengajak Murid untuk menggali tanah dan membuat lubang tempat sampah. Karena tak terbiasa dengan pekerjaan kasar, tangan Murid lecet-lecet dan peluhnya bercucuran. Tengah hari, penggalian tanah itu selesai dan mereka beristirahat sembari makan siang.
“Guru belum menjawab pertanyaanku tadi pagi,” kata Murid mengingatkan. “Sebentar,”kata Guru. ”Kita harus memasang atap ijuk sebelum hari hujan.”
Lalu sibuklah mereka bersusah payah menjalin ijuk dan memasangnya untuk menutupi atap tempat tinggal mereka. Gerimis tiba ketika mereka baru menyelesaikannya.
Belum pulih tenaga mereka, seorang laki-laki datang berlari dari arah kampung sambil berteriak minta tolong karena rumahnya terbakar sambaran petir. Tergopoh-gopoh, mereka lari ke kampung membantu memadamkan rumah yang terbakar itu.
Menjelang larut malam, ketika semuanya sudah selesai dan Guru hendak kembali ke kamarnya, Murid berkata:
“Apakah Guru tak mau memberikan jawaban atas pertanyaanku yang tadi pagi?” Guru menjawab:
“Pertanyaan yang mana? Bukankah aku telah mengajarimu sepanjang hari?”
“Tapi Guru hanya mengajakku bekerja seharian dan tak memberikan penjelasan apapun tentang kesabaran,” kata Murid.
“Mengapa harus memakai kata-kata? Mengalami jauh lebih penting daripada mengetahui. Mengalami berarti melampaui segala kata dan teori.”
*****
P E N G A R U H T U H A N Apa contoh pengaruh Tuhan dalam kehidupan?
Dia membuat hatimu tak tergores oleh peristiwa apapun yang menimpamu karena hatimu membumbung tinggi bersama-Nya.
B E R T U H A N E G O I S
Seorang murid menceritakan kepada orang lain tentang pengalaman bertuhannya dan mengharapkan agar orang lain mempercayainya. Ketika orang-orang tak mempercayainya, dia terheran-heran. Dia tak habis pikir, bagaimana mungkin orang tak mempercayai kebenaran Tuhan yang telah dialaminya dan disampaikannya.
Orang egois seringkali mengira dan menganggap orang lain berfikir dengan cara yang sama dengan dirinya. Ketika dia menceritakan pengalamannya, dia sering lupa apakah dia sedang mengajak orang untuk mempercayai-Nya atau mempercayai dirinya. Dan manusia tidak pernah menyukai kebenaran yang egois.
*****
T U H A N
Orang bodoh mengatakan ‘Tuhan adalah kebenaran’ sementara yang dimaksudkannya sebagai Tuhan adalah pemikirannya.
Orang bijak mengatakan ”Kebenaran adalah Tuhan” karena itu membuatnya rendah hati dan dapat menerima kebenaran dari mana pun datangnya.
*****
M E N G E N A L - N Y A
Seorang pendakwah dengan berapi-api menjelaskan tentang Tuhan dan sifat-Nya di dalam ceramahnya. Dengan keyakinan penuh, dia ungkapkan teori tentang Dia. Setiap ada pertanyaan dan sanggahan dijawabnya dengan argumentasi yang kukuh dan tak lupa menukilkan firman-firman Tuhan di dalam Kitab Suci untuk mendukungnya.
Di dalam keheningan otoritas pengetahuan yang dimilikinya, tiba-tiba ada seorang yang bertanya. Yang bertanya adalah seorang laki-laki yang berpenampilan sederhana, tapi kelihatan tahu benar akan apa yang ditanyakannya.
Dia bertanya, “Apakah Anda mengenal Tuhan secara pribadi atau mengenal Dia hanya dari firman-Nya?”
Dan gemparlah keheningan majelis karena sang pendakwah itu murka akibat dipertanyakan otoritas pengetahuannya. Sementara itu, laki-laki tersebut hanya tersenyum mendengarkan kemarahan yang ditumpahkan kepadanya.
*****
P I N D A H A G A M A
“Guru, saya mau pindah agama dari agama saya saat ini,” kata seorang murid. “Ada apa?” tanya Guru dengan menyelidik.
“Saya merasa malas melakukan ibadah agama saya saat ini. Saya ingin pindah ke agama yang ritualnya lebih ringan.”
“Apakah kamu tak menemui kebenaran Tuhan di dalam agamamu saat ini?” tanya Guru “Saya menemuinya, Guru.”
“Tentu saja saya mendapatinya. Saya ingin pindah karena bagi saya semua agama sama-sama jalan menuju Dia. Tapi saya ingin mendapatkan agama yang ibadahnya tak memberatkan bagi saya.”
“Maka carilah agama yang hatimu menemui kebenaran di sana. Jika kamu mencari agama dengan pertimbangan mencari kemudahan, niscaya tak teguh tempatmu berpijak dan takkan sampai kamu kepada-Nya. Karena Dia berada bersama kebenaran, bukan kemudahan.”
*****
M E L U P A K A N “Bagaimana cara bergaul yang baik?” tanya seorang murid.
“Lupakan kebajikan yang kamu perbuat dan ingatlah kebajikan yang dilakukan orang lain kepadamu.”
*****
M U S Y R I K
Konon, para murid rajin dan bersikap baik karena takut dimarahi Guru jika tidak melakukannya. Ketika Guru sedang tidak ada, mereka kembali pada sikap semula.
Dalam suatu majelis, Guru berkata,” Berbuatlah dengan dorongan kesadaranmu sendiri. Jangan melakukan sesuatu karena orang lain termasuk karena aku. Perbuatan yang dilakukan karena dorongan dari luar dirimu takkan meningkatkan kualitas spiritualmu. Bahkan itu hanya menjadi beban bagimu. Itulah salah satu contoh kemusyrikan.”
*****
S U R G A
Kepada seorang hamba, Tuhan memanggil dan menyatakan:
“Masuklah ke dalam Surga-Ku karena kamu telah banyak berbuat baik kepada-Ku.” Lalu, Tuhan memanggil seorang hamba yang lain.
“Masuklah ke dalam Surga-Ku karena kamu telah banyak berbuat baik kepada-Ku,” kata Tuhan.
Melihat hamba kedua masuk ke dalam Surga, hamba yang pertama bertanya:
“Tuhan mengapa dia masuk Surga, padahal lidahnya suka menyakiti hati orang lain?” “Apakah menurutmu dia tak layak masuk Surga-Ku?” tanya Tuhan.
“Tentu saja tidak, Tuhan” katanya, “Bukankah Engkau tak membolehkan untuk menyakiti hati orang lain?”
“Apakah menurutmu kamu layak masuk Surga-Ku?”
“Aku mendedikasikan seluruh hidupku untuk-Mu. Aku mengerjakan perbuatan baik. Dan aku menjauhi perbuatan dosa. Tentu saja aku berhak untuk masuk surga-Mu.”
“Karena kamu sudah mencicipi surga, maka sekarang kembalilah ke bumi,” kata Tuhan. “Surga-Ku tak Kuperuntukkan bagi orang yang merasa lebih baik dari orang lain. Tak pula bagi mereka yang membanggakan perbuatannya.”
“Temanmu tetap di surga-Ku, karena dia merasa dirinya tak suci dan selalu datang memohon pengampunan-Ku atas dosanya. Dan Aku berkenan mengampuni kesalahannya.”
*****
K E B A H A G I A A N
Kata Guru, “Banyak orang mencari kebahagiaan dengan mencari segala sesuatu untuk memenuhi keinginannya. Padahal yang dicari itu berada di luar kontrolnya. Mengapa tak berfokus saja pada sesuatu yang bisa dikontrol dengan menyederhanakan keinginannya? Bukankah itu bisa dikerjakan oleh semua orang?”
*****
K E S A B A R A N
Seorang murid menceritakan penderitaan yang dialaminya. Di dalam ceritanya, dia menceritakan tentang pertolongan Tuhan yang senantiasa menyertainya ketika dia berada dalam kesulitan karena selalu saja ada orang yang menolongnya. Terselip di dalam cerita itu masalah yang sedang dihadapinya, betapa di rumahnya tak ada televisi sementara anaknya terus merengek minta dibelikan televisi. Di akhir cerita dia bertanya, ”Apakah Anda mempunyai televisi bekas yang dapat diberikan kepada saya?”
Murid-murid terharu mendengar penderitaannya dan memuji kesabarannya, tetapi Guru justru menasihatinya, ”Kesabaran dan kelapangan yang sejati itu tanpa pretensi. Jangan memaksakan keikhlasan seseorang sementara kamu menjual nilai kesabaranmu.”
*****
P E N D E R I T A A N
Seorang yang sedang mengalami penderitaan ditanya temannya, bagaimana dia dapat bersabar dengan penderitaannya.
Dia mengutip perkataan Ayub, ”Kalau kamu bersedia menerima yang baik dari Tuhanmu, mengapa kamu tak bersedia menerima yang buruk dari Tuhanmu?”
*****
K E T E N A N G A N
“Guru, bimbing aku dan berilah nasihat agar hidupku menjadi tenang.”
“Menjadi tenang hanya akan menjadi obat bius dan pelarianmu terhadap masalah. Ketenangan adalah akibat, bukan tujuan. Jika hidupmu benar, maka hatimu akan menjadi tenang”
I K H L A S
Seorang murid merasa capek dalam memperjuangkan kebenaran. Tanggapan orang-orang yang menerima pesannya tak seperti yang diperkirakannya. Dia bertanya kepada Guru mengapa hal itu sampai terjadi padanya.
“Fokuslah dirimu pada niat dan perbuatanmu, jangan mengharap respon dari orang lain. Kamu dapat menjelaskan, tapi kamu tak dapat membuat orang lain percaya kepadamu. Kamu dapat melayani, tapi tak dapat membuat orang mengikutimu. Kamu dapat menepati janjimu, tapi tak dapat membuat orang mencintaimu.”
*****
P E N C E R A H A N
“Pencerahan adalah mengetahui misi pribadi dari Tuhan yang harus kamu selesaikan dalam kehidupanmu saat ini,” kata Guru. “Dan itu bukanlah suatu hal yang mudah.”
“Mengapa tak mudah, Guru?” tanya seorang murid.
“Karena manusia cenderung larut dalam lingkungannya serta tertutupi oleh keinginan dan ketakutannya.”
*****
B E K E R J A
Seorang pekerja mendatangi Guru dan bertanya “Mengapa banyak orang yang stres di dalam kerja?”
“Karena mereka bekerja untuk mencari uang, bukan mencari kebebasan. Mereka dikendalikan oleh pekerjaan, bukan mengendalikan pekerjaan.”
*****
T A A T S U A M I
Seorang suami marah kepada istrinya karena istrinya aktif mengikuti Jalan Tuhan sementara dia sendiri sibuk dengan urusan pekerjaannya. Dia kecewa karena jalan Tuhan yang ditempuh istrinya tidak populer di masyarakat sehingga dia mendapat gunjingan di kantornya.
“Apakah di tempatmu tidak diajarkan untuk menaati suami?” tanya suami kepada istrinya. “Tentu saja. Tuhan memerintahkan kami untuk taat kepada suami,” kata sang istri.
“Kalau begitu, kamu tak boleh aktif lagi. Kamu harus lebih mementingkan urusan keluarga dan suami.”
“Apakah engkau menyuruhku bertaat kepada suami dengan cara meninggalkan-Nya?” tanya sang istri.
M A R A H
Seorang ayah memarahi anaknya. Di dalam kemarahannya, dia menyebut-nyebut tentang nama baiknya dan kehormatan keluarga yang ternodai. Tak sekalipun dia bertanya kepada anaknya apa yang terjadi, alasannya, ataupun masa depan anaknya.
Yang terlintas dan langsung terlontar dengan spontan, itulah Diri yang sejati. Yang terlontar kemudian adalah Diri yang terkendali.
*****
O R A N G B A I K
“Apakah orang yang baik di mata Tuhan mengenakan pakaian tertentu atau mempunyai penampilan fisik tertentu sehingga dapat dikenali?” tanya seorang murid.
“Jika demikian, alangkah sederhananya penilaian itu dan betapa mudahnya manusia menipu manusia lain?” kata Guru dengan heran mendengar pertanyaan muridnya.
*****
T E L A D A N
“Jadilah teladan yang baik bagi sekitarmu,” nasihat Guru kepada para muridnya.
Seorang murid berusaha menunjukkan kepada masyarakat bahwa dia adalah seorang yang salih. Dia kenakan atribut-atribut tanda kesalihan dalam dirinya dan dia berusaha keras agar dapat dicontoh oleh sekitarnya.
“Tapi waspadalah terhadap keteladanan,” kata Guru dalam pertemuan berikutnya. “Keteladanan palsu adalah kemampuan memberi kesan kepada orang lain. Dia berbuat baik, padahal sebenarnya dia khawatir orang berpaling darinya dan tak menghormatinya lagi.”
*****
B E R D O A
Seorang hamba meniru gurunya dan berdoa kepada Tuhan dalam bahasa yang tak dimengertinya. Tuhan heran dan bertanya kepadanya, ”Apa yang kamu minta dari-Ku?”
*****
P E R T O L O N G A N
Seorang murid mengalami penderitaan yang bertubi-tubi. Belum selesai satu penderitaan, telah datang penderitaan dan kesengsaraan yang lain. Tapi anehnya, walaupun penderitaan itu semakin berat, murid itu masih dapat tersenyum dan tertawa dengan tulus. Dan Guru pun bertanya kepadanya:
“Bagaimana keadaanmu, anakku?”
“Saya dalam keadaan baik, Guru,” jawabnya
“Apakah masalah-masalahmu sudah terselesaikan?”
“Belum, Guru. Bahkan ada masalah baru lagi yang datang kepadaku.” “Apakah kamu tak berdoa memohon pertolongan dari Tuhan?” “Tentu saja aku berdoa memohon pertolongan-Nya.”
“Apakah Dia menjawab doamu?” “Tentu, Guru.”
“Apakah Dia mengambil alih masalah-masalahmu?’ “Bukan, Guru.”
“Lalu?”
“Dia menjawab doaku dengan membuka mataku bahwa masalah yang kuhadapi adalah masalah yang ringan dan dapat kuselesaikan.”
“Bagaimana caranya?”
“Dia mendatangkan kepadaku masalah yang lebih berat. Dengan datangnya masalah yang lebih berat, aku dapat lebih ringan melihat masalahku sebelumnya.”
*****
I B A D A H
“Guru, Tuhan menyatakan bahwa ada umat yang hanya menyembah-Nya di dalam bibirnya dan tak melalui hatinya. Bagaimana mengetahuinya padahal kita tak mengetahui isi hati orang lain?” tanya seorang murid.
“Jika seseorang rajin beribadah tetapi segala kedurjanaan tetap dilakukannya, itu berarti pemujaannya kepada Tuhan hanya sekedar di bibir. Jika dia menyembah dengan hatinya, niscaya kebaikan Tuhan memancar dari dalam dirinya.”
*****
K E I N G I N A N
Seorang Guru sedang berbicara dengan murid-muridnya tentang keinginan.
“Saya tak mengerti penjelasan Guru. Guru mengajarkan kepada kami untuk tak mempunyai keinginan. Bukankah keinginan adalah sesuatu yang wajar dan Tuhan memerintahkan manusia berdoa untuk masa depannya?”
“Jika kamu mempunyai keinginan, jangan masukkan keinginanmu ke dalam hatimu. Sampaikanlah keinginanmu kepada Tuhan. Sesudahnya, lupakan dan serahkan pada semesta-Nya. Itulah yang kusebut tak mempunyai keinginan, “ kata Guru.
Lalu ditambahkannya, “Jika kamu terus memendam keinginanmu dan tak sanggup melupakannya, maka keinginanmu menjadi kepemilikanmu. Itu berarti, ada selain-Nya yang berada di dalam hatimu. Bukankah kamu suka menyebut itu sebagai berhala?”
L U P A T U J U A N
Sebuah negeri dikenal sebagai negeri yang penduduknya rajin melakukan ibadah kepada Tuhan. Tetapi anehnya, negeri itu juga terkenal sebagai sarang korupsi dan kejahatan. Semua penduduk dunia terheran-heran, tapi hal itu tidak aneh bagi Tuhan.
Kata Tuhan,”Tuhan mereka bukan Aku, tapi ibadah yang Kuajarkan kepada mereka. Mereka hendak menyeberangi sungai, sibuk berjalan menuju jembatan, sesampai di jembatan mereka berhenti dan lupa tujuannya di seberang sungai.”
*****
M E M B A C A
Seorang murid yang hafal seluruh isi Kitab Suci bertemu dengan Guru. Dengan bangga dinyatakannya prestasinya itu. Selidik punya selidik, ternyata dia hanya hafal tapi tak tahu arti ayat-ayat suci yang dihafalnya itu.
Guru heran dan bertanya, ”Bukankah Tuhan berfirman untuk menjadi petunjuk hidupmu? Mengapa kamu menghafal resep dokter dan mengharapkan kesembuhan dengan hanya membacanya?”
*****
H A R I S U C I
Majalah-majalah ramai membicarakan tips pakaian untuk memeriahkan bulan suci. Menu-menu makanan yang khas juga terus disajikan di layar televisi untuk menyambut hari suci. Tentu saja lagu-lagu tak lupa diputar dan dinyanyikan. Selama sebulan penuh acara di media massa padat dengan ceramah-ceramah agama. Banyak orang yang gembira dan menyebutnya sebagai kebangkitan agama.
Tapi ada seorang murid yang tampak bersedih, “Rasanya ada yang aneh dengan semua keramaian ini. Agama ternyata tak ada bedanya dengan festival dan mode. Hiruk pikuk dengan segala atribut dan simbol selama satu bulan. Dan setelah itu berganti tema dengan kebingaran festival dan mode yang lain.”
*****
P E R J U A N G A N
“Aku berjuang untuk Tuhan agar agamaku berjaya dan pemeluknya paling banyak di dunia,” kata seorang murid.
“Aku berjuang untuk Tuhan agar kebenaran Tuhan yang ada di semua agama berjaya sehingga kebenaran berjaya di muka dunia,” kata murid yang lain.
K E S A L E H A N
Seorang murid minta ditunjukkan kepada Guru seorang yang saleh karena dia ingin belajar kepadanya. Guru menunjukkan seorang tukang sampah yang biasa mengangkut sampah di depan rumah mereka. Memenuhi petunjuk Guru, murid itu mendatangi tukang sampah dan minta agar dia diijinkan untuk tinggal bersamanya. Tetapi setelah beberapa hari tinggal bersama, murid kembali ke Guru dan menumpahkan kekecewaannya.
“Guru, orang itu tidak saleh seperti yang Guru katakan. Dia tak rajin ibadahnya bahkan tak mempunyai pengetahuan agama yang dapat saya pelajari darinya. Dia pun hanya bekerja seharian tanpa menyempatkan diri ikut pengkajian agama,” kata murid.
“Apakah kamu pernah mendengarkan dia mengeluh tentang hidupnya?” tanya Guru. “Tidak, bahkan dia selalu bangun pagi dengan riang hati.”
“Apakah kamu pernah mendengar dia membicarakan keburukan orang lain?” “Tidak karena dia sibuk bekerja dari pagi sampai malam.”
“Apakah dia merasa rendah diri dan menganggap pekerjaannya hina?”
“Tidak. Bahkan dia bangga dan senang bisa menolong orang lain membersihkan rumahnya.” “Lalu, kesalehan macam apa lagi yang masih kamu harapkan?”
*****
P A K A I A N K E S A L E H A N
Ketika bulan suci, seorang murid mengubah penampilannya. Dia mengenakan pakaian khusus, dia memanjangkan cambangnya, dan dia mengenakan tutup kepala ke mana pun dia pergi. Kepada teman-temannya, dia mengajarkan agar meniru penampilannya karena itu adalah tanda kesalehan.
“Alangkah mudahnya menjadi orang saleh,” kata Guru. “Jika seperti itu kriterianya, seorang koruptor tentu paling mampu membeli atribut-atribut kesalehan.”
*****
M U R I D S P I R I T U A L
Ada dua macam murid yang belajar tentang pendakian gunung. Yang pertama belajar agar mempunyai pengetahuan tentang pendakian gunung. Yang kedua mencari bekal agar pendakiannya lebih mudah dijalani. Murid pertama berkhayal membayangkan perjalanan mendaki gunung dan kebahagiaan ketika sampai di puncaknya. Murid yang kedua mendaki dan merasakan sendiri pendakian menuju puncak gunung. Itulah murid yang sesungguhnya.
*****
G U R U S P I R I T U A L
Ada dua macam guru yang dapat mengajari kita mendaki ke puncak gunung. Yang pertama adalah guru yang menghafal peta pendakian dan rajin membaca literatur tentang perjalanan menuju puncak gunung. Yang kedua adalah pendaki yang menceritakan pengalamannya meniti jalan pendakian.
M E L A M P A U I
Seorang murid yang membulatkan diri menempuh jalan Tuhan sedang berdialog dengan-Nya. Dia sedang ditegur Tuhan karena tak dapat meninggalkan kebiasaannya makan diiringi sambal. Kalau tak ada sambal, dia tak bernafsu untuk makan dan memaksakan orang lain untuk menyediakan sambal baginya.
“Mengapa kamu masih tak dapat meninggalkan apa-apa yang kau cintai?” tanya Tuhan. Murid menjawab dengan sedih,” Tuhan. Bukankah aku sudah meninggalkan apa-apa yang Kau larang? Mengapa aku harus meninggalkan apa-apa yang kucintai dan kusukai?”
“Bukankah engkau sedang menjadi tangan dan kaki-Ku? Bagaimana kamu dapat menjadi tangan-Ku manakala kamu masih memberhalakan sambalmu?”
“Lalu, apakah aku harus menanggalkan semua kesukaanku? Bagaimana dengan rasa cintaku kepada keluargaku?” tanya murid dengan khawatir.
“Tak kuperkenankan itu jika menghalangi keadilan kepada sesamamu.”
Dan menangislah dia mendapati pernyataan dari Tuhannya. Setelah reda dari tangisnya, dia pun berkata: “Jika begitu, ijinkanlah aku agar Malaikat Jibril menjadi satu-satunya yang kucintai selain-Mu.”
“Tak Kuperkenankan pula hal itu,” kata Tuhan. Lalu menjadi marah dan meledaklah dia.
“Mengapa Engkau demikian kejam dan pencemburu? Mengapa Engkau demikian tak berperasaan?”
Dan tak dapat dikendalikannya dirinya. Tak lagi didengarnya suara-Nya oleh emosi yang memenuhi dirinya. Setelah reda, baru dia mendengar kembali ucapan Tuhan yang penuh mesra dan kasih kepadanya.
“Adakah Aku pernah berlaku seperti persangkaan dan pernyataanmu itu?”
Kemarahan itu segera berubah menjadi ketakutan. Hanya suara merintih yang terdengar. “Ampunilah aku ya, Tuhan atas prasangka dan perkataanku. Lalu, apa yang harus kuperbuat untuk cintaku kepada-Mu?”
“Cintailah Aku”
“Hanya Engkau ya, Tuhan?” suaranya mulai tertata diantara sesenggukan tangisnya. “Ya, hanya Aku” kata Tuhan dengan lugas.
“Mengapa hanya kepada-Mu, Tuhan?” tanyanya dengan perlahan dan kepasrahan.
“Karena Aku akan memberikan segala-Nya untukmu. Apakah kamu bersedia melakukannya untuk-Ku, Sayang?” Tuhan bertanya dengan mesra.
Diam. Murid tak berkata apa-apa. Seluruh emosi dan tangisnya telah meluluhlantakkannya. Yang tertinggal hanya sebuah kepasrahannya.
“Baik Tuhan. Aku datang dengan semua kecintaan yang kumiliki hanya kepada-Mu. Dan Tuhan berkata:
“Aku pun mengijinkan Engkau mencintai yang lain selain-Ku di dalam Aku.” *****
B E L A J A R
“Guru, ceritakan padaku bagaimana beragama dan meniti perjalanan spiritual itu,” tanya seorang murid.
“Beragama itu ibarat berenang. Aku dapat mengajarimu teori berenang. Jika kamu pandai menghafalnya, maka kamu disebut pandai teori berenang. Untuk bisa berenang, kamu harus masuk air dan mencobanya sendiri. Demikian juga agama dan meniti jalan Tuhan”
*****
T E M P A T B E L A J A R Kepada siapa saya harus belajar tentang jalan Tuhan?
“Belajarlah dari orang yang menempuhnya,” kata Guru.
“Kalau kamu akan mendaki gunung, kamu tak belajar dari orang yang sekedar mengetahui teori mendaki gunung. Dan kamu tak akan sampai ke puncak gunung dengan hanya membaca peta, tetapi harus melakukan pendakian sendiri ke sana.”
*****
P E M B E S A R B E L A J A R
Seorang pembesar datang menemui Guru. Dia minta diajari tentang jalan Tuhan. Alih-alih memberikan ceramah, Guru memintanya untuk pergi ke dapur dan mencuci piring-piring yang kotor. Mendapati perintah itu, sang pembesar menolak perintah itu.
“Aku datang ke sini untuk belajar tentang jalan Tuhan. Aku orang mulia yang tak layak mencuci piring-piring kotor itu. Aku dapat membayar orang untuk mencuci piring itu.” “Di situlah masalahmu. Kamu pembesar di hadapan manusia, tapi kamu tak ada bedanya dengan manusia lain di hadapan Tuhan. Kamu tak akan mencapai Dia jika tak dapat merendahkan dirimu di hadapan-Nya.”
*****
P E L A J A R
Seorang terpelajar datang menemui Guru dan minta diajari jalan menuju Tuhan.
“Tuhan membimbingkan jalan pelayanan cinta. Ayo kita temui orang-orang sakit di sana yang sedang menunggu pertolongan kita,” ajak Guru.
“Kalau yang itu aku sudah tahu. Silakan Guru berjalan duluan, aku ada urusan di tempat lain,” Pelajar menolak dengan sopan ajakan Guru.
Keesokan harinya, Pelajar datang lagi dan bertanya pada Guru. “Adakah pelajaran lain tentang jalan Tuhan yang kau ajarkan, Guru?”
“Kalau yang itu aku juga sudah tahu. Aku ingin sesuatu yang lain. Dan aku tidak bisa tinggal di sini karena aku mau terus mencari ilmu-Nya”
“Maukah kamu kutunjukkan sesuatu yang lain yang belum kamu ketahui?”
Didorong oleh keingintahuannya yang besar, sang Pelajar menjawab dengan mata berbinar: “Tentu saja, Guru. Justru itulah tujuan perjalananku. Aku sudah mempunyai banyak pengetahuan dan aku ingin mendapatkan pengetahuan yang belum kuketahui.”
“Sudahkah kamu mempraktekkan apa-apa yang kamu ketahui?” tanya Guru. ”Jalan Tuhan bukanlah jalan pengetahuan, tetapi jalan mengalami dan menjalani. Di sanalah asal pengetahuan yang sejati.”
*****
K E B E N A R A N S E J A T I
Seorang yang tak setuju dengan pendapat Guru mendatanginya dan telah menyiapkan segala argumentasi untuk mendebatnya. Ketika sampai di hadapan Guru, dia menantang Guru untuk berdebat tapi Guru menolaknya.
“Kita dapat bertukar pikiran tapi tidak berdebat untuk mencari pemenang. Kebenaran sejati tak dapat hadir jika ada pihak yang merasa menang dan kalah.”
*****
S O L I D A R I T A S
Murid-murid mendapat pengaduan dari seseorang tokoh agama tertentu yang sedang mendapat tuduhan korupsi. Dengan berapi-api, dia bercerita bahwa ada orang agama lain yang hendak menjelek-jelekkan agama. Menurutnya, tuduhan itu adalah persekongkolan untuk meruntuhkan citra agama dan oleh karenanya harus dilawan. Solidaritas seagama harus ditegakkan, katanya. Murid-murid kemudian mengadukannya kepada Guru.
“Solidaritas (ukhuwah) tak ada hubungannya dengan tuduhan korupsi” kata Guru. “Jika dia bersih dari korupsi, kebersihannya itu yang akan menyelamatkannya.”