• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Stastistik (BPS) bulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Stastistik (BPS) bulan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 ALASAN PEMILIHAN JUDUL

1.1.1 Orisinalitas

Program pengangkatan kemiskinan masih menjadi prioritas utama bagi pemerintah dalam proses pembangunan. Hal ini cukup masuk akal mengingat masih banyaknya penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan, yaitu sebesar 28,28 juta jiwa berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Stastistik (BPS) bulan Maret tahun 2014. Dari keseluruhan program pengangkatan kemiskinan yang ada, pemberian bantuan secara langsung masih menjadi opsi yang diambil oleh pemerintah karena dianggap opsi inilah yang bisa membantu mengurangi angka kemiskinan dengan cara yang mudah dan tidak membutuhkan waktu serta upaya yang besar. Salah satu contoh dari program pengangkatan kemiskinan dengan cara memberikan dana langsung adalah melalui pemberian dana Program Keluarga Harapan (PKH).

PKH adalah salah satu program yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Kementrian Sosial dengan cara memberikan sejumlah uang tunai yang besarannya disesuaikan dengan kebutuhan keluarga penerima yang merupakan golongan Keluarga Sangat Miskin (KSM). Keluarga yang berhak mendapat bantuan ini adalah keluarga yang memenuhi salah satu dari kriteria tertentu yaitu keluarga dengan anggota keluarga anak berusia 0 – 6 tahun, anak dibawah usia 18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar, dan ibu hamil. Bantuan PKH ini disalurkan kepada penerima selama 4 kali dalam setahun dan akan dihentikan apabila dalam keluarga

(2)

2

tersebut sudah tidak ada lagi anggota keluarga yang memenuhi kriteria yang telah disebutkan sebelumnya. Namun berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan, masih ada beberapa kekurangan yang dirasa perlu untuk mendapat evaluasi. Memang selama ini sudah ada evaluasi yang dilakukan oleh Kementrian Sosial selaku penyelenggara program, namun hasil evaluasi tersebut tidak dipublikasikan sehingga publik tidak mengetahui bagaimana penilaian atas program yang telah dilaksanakan tersebut. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian evaluatif terhadap pelaksanaan PKH dengan metode komparasi kondisi Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) sebelum dan sesudah terlibat dalam program.

Ada beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, baik penelitian yang terkait dengan pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) ataupun penelitian terkait dengan jaminan sosial lainnya. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Benedictus Hari K, selaku mahasiswa Ilmu Sosiatri yang mengangkat judul penelitian “Dinamika Program Keluarga Harapan Sebagai Upaya Penanggulangan Kemiskinan”. Penelitian tersebut berisikan mengenai deskripsi dinamika pelaksanaan PKH yang dilaksanakan di Kabupaten Bantul. Penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya ialah penelitian dengan judul “Efektivitas Program Keluarga Harapan (PKH) Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan di Kota Gorontalo” oleh Claudio Usman yang meneliti tentang relasi antara efektivitas pemberiand ana PKH terhadap penanggulangan kemiskinan. Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh International Policy Centre for Inclusive Growth yang meneliti mengenai PKH sebagai bagian dari program

(3)

3

penanggulangan kemiskinan dengan sistem Conditional Cash Transfer (CCT) pertama di Indonesia. Studi serupa juga pernah dilakukan oleh ProQuest yang membandingkan pelaksanaan CCT di Indonesia dan Filipina. Dari keseluruhan penelitian yang pernah dilakukan tersebut, belum ada yang membahas mengenai apakah pemberian dana PKH tersebut sudah efektif atau belum dengan menggunakan perspektif perbandingan antara kondisi sebelum menerima dana dan selama menerima dana, karenanya dengan penelitian ini diharapkan mampu memberikan perspektif yang berbeda dalam menilai efektivitas Program Keluarga Harapan (PKH).

1.1.2 Aktualitas

Kemiskinan masih menjadi masalah sosial yang dominan di Indonesia. Maslaah kemiskinan sendiri merupakan permasalahan yang sangat kompleks karena melibatkan berbagai aspek diluar aspek ekonomi itu sendiri. Pemerintah selaku pihak yang memiliki mandat untuk masalah pengentasan kemiskinan sudah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka penduduk miskin melalui berbagai program. Program yang dikeluarkan pemerintah sendiri ada beragam jensinya seperti Bantuan Langsuung Tunai (BLT), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), program Raskin, Progrsam Keluarga Harapan (PKH), dan lain sebagainya. PKH merupakan program pengentasan kemiskinan dari pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan jangkauan dan aksesibilitas masyarakat yang tergolong dalam golongan Rumah Tangga Sangat Msikin (RTSM) terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan. PKH sendiri tergolong dalam program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan model Conditional Cash Transfer (CCT). Program Keluarga Harapan telah

(4)

4

dilaksanakan sejak tahun 2007 atau lebih tepatnya mulai disosialisasikan pda tanggal 23 Juli 2007 dan diresmikan oleh presiden pada tanggal 25 Juli 2007. Program PKH ini diluncurkan dalam rangka mencapai goal dalam Millenium Development Goals (MDGs) di tahun 2015. Ada 5 komponen yang berusaha dicapai melalui pelaksanaan PKH yaitu penanggulangan kemiskinan ekstrim dan kelaparan, pencapaian pendidikan dasar untuk semua, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, pengurangan angka kematian anak, dan peningkatan kesehatan ibu. Rancangan awal dari PKH ini akan berakhir di tahun 2015 sesuai dengan tahun yang ditargetkan dalam MDGs, namun Kementrian Sosial selaku pelaksanan sendiri sudah menyiapkan rancangan kerja setidaknya hingga tahun 2018 dengan jumlah penerima yang akan terus ditingkatkan. Mengingat bahwa tahun 2015 adalah tahun yang ditargetkan untuk mencapai goals dalam MDGs, maka evaluasi menajadi hal yang penting utnuk mengetahui apakah target tersebut sudah tercapai atau belum atau sudah sejauh mana perubahan yang dihasilkan dari pelaksanaan PKH sejauh ini.

1.1.3 Relevansi dengan Studi Pembangunan Sosial

Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) merupakan cabang dari ilmu sosial yang mempelajari berbagai aspek kehidupan sosial dalam masyarakat yang begitu kompleks dengan berbagai permasalahan serta bagaimana mendapatkan solusinya. Salah satu konsentrasi dalam Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan adalah mengenai kebijakan sosial. Penelitian ini adalah penelitian terkait dengan evaluasi dari pelaksanaan PKH dimana PKH itu sendiri juga merupakan bagian dari kebijakan sosial untuk menanggulangi kemiskinan. Evaluasi sendiri memegang peranan penting dalam proses pengambilan kebijakan. Evaluasi

(5)

5

bisa menjadi masukan bagi keberlanjutan program atau bisa menjadi masukan bagi program yang akan datang sehingga kesalahan yang sama tidak akan terulang kembali. Lebih spesifiknya lagi, evaluasi terhadap pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) ini diharapkan mampu memberi hasil yang obyektif terhadap pelaskanaan PKH sehingga bisa menjadi pertimbangan untuk pengambilan kebijakan yang selanjutnya.

1.2 LATAR BELAKANG

Kemiskinan masih menjadi masalah yang menghantui setiap negara yang ada. Semua negara pasti bergulat dengan masalah kemiskinan mengingat tidak ada negara yang bisa mendeklarasikan dirinya sebagai negara yang bebas kemiskinan. Bahkan untuk negara dengan status negara maju pun masih belum bisa menghilangkan kemiskinan sama sekali, masih berkutat dengan penekanan angka kemiskinan saja seperti yang dialami negara lain dengan status negara berkembang sekalipun. Kemiskinan sendiri didefinisikan oleh BPS dan Kementrian Sosial sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (Nurhadi,2007:13). Urgensi untuk segera menangani masalah kemiskinan ini disebabkan karena dampak yang ditimbulkan bisa menimbulkan efek domino atau dengan kata lain kemiskinan merupakan masalah yang multidimensi. Munculnya efek domino disebabkan oleh kurangnya kemampuan masyarakat yang tergolong dalam kelompok miskin untuk bisa mengakses berbagai jenis sumber daya. Sumber daya yang tidak bisa diakses ini menyebabkan terbatasnya ruang gerak yang bisa dimasuki oleh masyarakat miskin sehingga banyak dari mereka yang bahkan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

(6)

6

Menurut Kuncoro (2000:107) lingkaran setan kemiskinan disebabkan karena beberapa faktor diantaranya; secara mikro, perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia, dan akibat perbedaan akses dalam modal. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Secara mikro, kemiskinan minimal karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitas yang rendah.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan.

3. Kemiskinan muncul akibat adanya perbedaan akses dalam modal

Dari ketiga faktor tersebut akan memunculkan teori lingkaran setan kemiskinan yang menyebutkan bahwa kemiskinan disebabkan oleh adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal.

(7)

7

Tabel 1.1 : Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan, 1970 - 2013

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin (Juta Orang)

Persentase Penduduk Miskin Garis Kemiskinan (Rp / Kapita / Bulan) Kota Desa Kota + Desa Kota Desa Kota + Desa Kota Desa 2010 11,1 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33 232989 192354 Maret 2011 11,05 18,97 30,02 9,23 15,72 12,49 253016 213395 Sep 11 10,95 18,94 29,89 9,09 15,59 12,36 263594 223181 Maret 2012 10,65 18,49 29,13 8,78 15,12 11,96 267408 229226 Sep 12 10,51 18,09 28,59 8,6 14,7 11,66 277382 240441 Maret 2013 10,33 17,74 28,07 8,39 14,32 11,37 289042 253273 Sep 13 10,63 17,92 28,55 8,52 14,42 11,47 308826 275779 Sumber : Data BPS

Di Indonesia sendiri mandat untuk pengentasan kemiskinan dibebankan kepada pemerintah, walaupun tidak menutup adanya pengentasan kemiskinan oleh aktor lain seperti swasta dan lain sebagainya. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergolong dalam negara berkembang, berdasarkan Data BPS mengenai Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), DAN Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi Sepetember 2013, masih memiliki presentase jumlah penduduk miskin yang cukup tinggi yaitu sejumlah 11,47 % atau sejumlah 28.550.000 jiwa dari total keseluruhan penduduk yang tersebar di kota dan desa.

(8)

8

Dengan jumlah yang sebanyak itu tentu berat beban yang harus ditanggung oleh pemerintah dalam hal pengentasan kemiskinan. Memang sudah ada tren penurunan angka penduduk miskin dari tahun ke tahun, namun yang perlu diwaspdai adalah dengan menurunnya presentase masyarakat miskin maka akan dibarengi dengan peningkatan presentase masyarakat dalam kategori menengah. Bahayanya adalah kelompok masyarakat ini bisa jatuh sewaktu – waktu dalam jurang kemiskinan. Untuk mengantisipasi hal ini maka selain menekan angka kemiskinan, maka pemerintah juga wajib memastikan agar mereka yang tergolong dalam golongan menengah ke bawah mampu mempertahankan tingkat akses yang dimilikinya.

Sehubungan dengan tanggung jawab yang dimiliki oleh negara terkait kesejahteraan warganya wajib dilaksanakan berdasarkan amanat Undang Undang Dasar 1945 Bab XIV yang mengatur mengenai kehidupan perekonomian dan kesejahteraan sosial khususnya dalam pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) yang masing – masing berisikan sebagai berikut : (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Dari kedua ayat tersebut disebutkan bahwa negara memliki tanggung jawab penuh dalam hal memberikan jaminan bagi layaknya kehidupan rakyat. Khususnya bagi mereka yang tergolong dalam kategori miskin, mereka berhak untuk mendapatkan serangkaian program pemberdayaan sehingga derajat kehidupan mereka bisa terangkat. Disamping itu berdasarkan ayat tersebut juga disebutkan

(9)

9

bahwa pemberian fasilitas pelayanan kesehatan menjadi kebutuhan yang mutlak harus disediakan oleh negara. Hal ini menunjukkan kesadaran negara bahwa menjamin kesehatan warganya memiliki peranan yang cukup penting dalam pengentasan kemiskinan. Untuk masyarakat yang tergolong dalam kelompok miskin, sering kali kesehatan menjadi masalah yang paling rentan mendapatkan masalah. Penyebabnya adalah bagi masyarakat miskin, kesehatan tidak dijadikan prioritas utama. Prioritas utama bagi mereka adalah bagaimana caranya agar mereka mampu bertahan hidup dengan sumber daya yang terbatas dan apa adanya sehingga masalah kesehatan terdorong dan kurang mendapat perhatian. Ditambah dengan adanya kondisi keterbatasan akses terhadap fasilitas kesehatan yang disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan semakin menambah alasan bagi masyarakat miskin untuk “menomorduakan” masalah kesehatan.

Salah satu indikator dari rendahnya kualitas kesehatan yang biasa diterapkan baik di Indonesia maupun skala internasional adalah dengan menggunakan tingkat kematian ibu saat hamil atau melahirkan serta tingkat kematian bayi di suatu wilayah. Indikator ini digunakan karena berkaitan dengan ketersediaan fasilitas serta tenaga medis di lingkungan sekitar ibu hamil serta terkait dengan tingkat kesadaran ibu hamil atau ibu yang memiliki anak usia balita akan pentingnya pemenuhan gizi, sanitasi, dan perawatan yang layak bagi kandungan serta anak untuk mendukung proses tumbuh kembang anak. Mengutip data hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup. Melengkapi hal tersebut, data laporan

(10)

10

dari daerah yang diterima Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan tahun 2013 adalah sebanyak 5019 orang. Sedangkan jumlah bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estimasi SDKI 2012 mencapai 160.681 anak.

Sedangkan untuk indikator dalam pendidikan penilain yang digunakan adalah seseorang tidak mengalami buta huruf, telah atau sedang menempuh pendidikan dasar 8 tahun, memiliki akses terhadap fasilitas pendidikan, dan lain sebagainya. Pendidikan menjadi penting karena semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin banyak ilmu pengetahuan yang diketahui sehingga semakin terbuka akses terhadap sumber daya untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Contoh sederhananya adalah semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seseorang maka akan semakin memudahkan dalam hal mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang bisa digunakan unutk mengangkat derajat kehidupan seseorang.

Sama halnya dengan kesehatan, pendidikan bagi masyarakat miskin belum menajdi prioritas utama. Seperti yang diungkapkan dalam annual report yang dikeluarkan oleh The United Nation Children’s Fund atau yang biasa dikenal dengan sebutan UNICEF pada tahun 2012 menyebutkan bahwa masih ada 42 % anak yang mengalami putus sekolah di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur saja. Jumlah tersebut cukup miris mengingat ketiga provinsi tersbeut adalah provinsi yang cukup maju karena lokasinya tidak terlalu jauh dengan pusat pemerintahan serta tidak adanya hambatan alam yang besar seperti yang terjadi di Indonesia bagian Timur. Penyebab dominan dari banyaknya anak putus sekolah adalah karena kondisi

(11)

11

keuangan keluarga yang kurang mendukung sehingga si anak terpaksa berhenti bersekolah untuk bekerja ala kadarnya demi membantu keuangan keluarga. Pekerjaan yang didapat oleh anak yang berhenti sekolah tentunya adalah “pekerjaan kasar” karena itulah satu – satunya kemampuan yang dimiliki oleh anak mengingat ia tidak memiliki pondasi pengetahuan yang cukup tinggi untuk bisa bekerja secara formal.

Kompleksnya permasalahan yang ditimbulkan dari masalah kemiskinan, mendesak pemerintah untuk mengeluarkan berbagai macam kebijakan dan program penekanan angka masyarakat miskin. Bentuk dari kebijakan ataupun program penanggulangan kemiskinan itu sendiri terdiri dari dua pendekatan yaitu peningkatan pendapatan dan pengurangan beban seperti melalui pemberian bantuan langsung, pemberian perlindungan sosial, pemberdayaan, dan lain sebagainya (Soetomo,2006:40). Dari keseluruhan program pengangkatan kemiskinan yang ada, pemberian bantuan secara langsung masih menjadi opsi yang diambil oleh pemerintah karena dianggap opsi inilah yang bisa membantu mengurangi angka kemiskinan dengan cara yang mudah dan tidak membutuhkan waktu serta upaya yang besar. Anggapan yang tumbuh dalam masyarakat cenderung menganggap bahwa bantuan langsung ini kurang baik karena tidak melatih masyarakat untuk mandiri. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar karena apabila pemberian bantuan tersebut bisa direncanakan, dikelola, dan diawasi dengan baik sesuai dengan tujuan awal pemberian bantuan, tentu hasilnya bisa memunculkan perbedaan.

Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan dengan cara pemberian bantuan langsung di Indonesia adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan

(12)

12

Operasional Sekolah), program Raskin, Program Keluarga Harapan (PKH), dan lain sebagainya. PKH adalah salah satu program yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Kementrian Sosial dengan cara memberikan sejumlah uang tunai yang besarannya disesuaikan dengan kebutuhan keluarga penerima yang merupakan golongan Keluarga Sangat Miskin (KSM). Keluarga yang berhak mendapat bantuan ini adalah keluarga yang memenuhi salah satu dari kriteria anggota keluarga terdiri dari anak berusia 0 – 6 tahun, anak dibawah usia 18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar, dan ibu hamil. Bantuan PKH ini disalurkan kepada penerima selama 4 kali dalam setahun dan akan dihentikan apabila dalam keluarga tersebut sudah tidak ada lagi anggota keluarga yang memenuhi kriteria yang telah disebutkan. PKH sendiri tergolong dalam pendekatan pengentasan kemiskinan berupa pemberian bantuan sosial dan memadukannya dengan perluasan akses terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan (Soeharto,2009:48). Walaupun berbentuk pemberian bantuan langsung, PKH memberi penekanan pada aspek pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat miskin sehingga masyarakat miskin bisa mendapatkan pelayanan yang setara dalam kedua aspek tersebut.

Metode pengangkatan kemiskinan yang digunakan dalam PKH ini tergolong unik apabila dibandingkan dengan program bantuan sosial lain yang hanya bertujuan untuk peningkatan daya beli. Pendekatan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dipercaya mampu memberikan hasil yang lebih berkelanjutan karena dianggap mampu mengeluarkan masyarakat miskin dari lingkaran setan kemiskinan dengan menyentuh langsung ke akar permasalahan. Dengan menyentuh aspek pendidikan, diharapkan anak dari keluarga miskin mampu memiliki tingkat

(13)

13

pendidikan yang lebih baik sehingga bisa menunjang masa depannya terutama dalam hal pencarian lapangan kerja. Sedangkan pemberian tunjangan kesehatan bagi ibu hamil ditujukan untuk memperbaiki gizi dari ibu hamil serta bayi yang dikandungnya sehingga diharapkan tidak lagi ada kasus kematian ibu dan bayi saat melahirkan ataupun kasus dimana ada bayi yang lahir dengan penyakit atau cacat fisik karena masalah kurangnya asupan gizi.

Namun sayangnya banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki dari pembagian dana PKH ini. Hasil dari pengamatan serta wawancara sementara atau observasi awal yang telah saya lakukan dalam proses pembagian dana PKH di Kota Malang kepada beberapa penerima dana PKH serta pendamping di tingkat kelurahan, menunjukkan bahwa adanya indikasi yang menunjukkan bahwa program ini kurang efektif dalam hal pemanfaatan bantuan yang diberikan. Sebab yang pertama adalah, seleksi penerima dana PKH dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Kementrian Sosial sedangkan tugas dari pendamping yang ada di tiap kelurahan hanya sebatas memberikan daftar Kepala Keluarga (KK) yang layak mendapat PKH. Dari poin ini saja dampak yang ditimbulkan adalah, adanya penerima yang kurang tepat sasaran dimana ada keluarga yang kondisinya sangat miskin namun tidak terdaftar sebagai penerima dana PKH sedangkan ada keluarga yang kondisinya lebih mampu dan terdaftar sebagai penerima dana PKH. Poin selanjutnya adalah dari beberapa penerima dana PKH yang telah saya wawancarai, kebanyakan dari mereka tidak menggunakan dana yang diterima sebagaimana semestinya sesuai tujuan awal diberikannya dana tersebut. Dana yang mereka dapatkan malah dipergunakan untuk keperluan membayar hutang, membeli baju, dan

(14)

14

lain sebagainya sehingga bisa dikatakan tujuan dari pemberian dana ini sedikit melenceng dari tujuan awalnya. Dampaknya adalah mereka merasa dana yang diberikan oleh pemerintah melalui skema PKH masih kurang untuk menutupi kebutuhan mereka. Ditambah dengan lemahnya mekanisme pengawasan di tingkat kelurahan atau pendamping menjadikan penggunaan dana ini menjadi tidak efektif sehingga tujuan awalnya tidak tercapai.

Permasalahan – permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program itulah yang membuat perlu adanya suatu evaluasi program untuk mengetahui kelemahan program yang harus diperbaiki serta kelebihan program yang harus dipertahankan untuk masa depan program yang lebih baik dan lebih berdaya guna. Evaluasi dapat diartikan sebagai upaya menilai secara keseluruhan sejumlah hasil dari sebuah kegiatan atau program. Evaluasi juga dapat digambarkan sebagai upaya menilai capaian tertentu sebuah program atau kegiatan. Tujuan utama dari evaluasi sendiri adalah untuk memastikan bahwa program yang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang dibuat serta tujuan akhir yang hendak dicapai. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan program dapat turut menentukan “keabsahan sosial” lembaga pelaksana. Secara teknis, evaluasi atas kinerja program yang telah diimplementasikan merupakan sebuah keharusan bagi manajemen guna melihat seberapa tepat tujuan yang akan dicapai dan seberapa besar capaian yang telah dihasilkan sebagai luaran atau hasil dari program.

Evaluasi tidak hanya dilakukan untuk mengetahui keefektifan ketika suatu program atau kegiatan sudah berakhir saja. Pelaksanaan evaluasi secara berkala selama kegiatan atau program masih berjalan juga memegang peranan penting

(15)

15

supaya ada perbaikan sehingga tujuan program masi bisa dicapai. Evaluasi yang dilakukan ketika program masih berjalan adalah evaluasi yang digunakan untuk menilai proses, sedangkan evaluasi uang dilakukan ketika program sudah selesai adalah evaluasi untuk menilai hasil. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, evaluasi dilakukan ketika program masih berjalan. Evaluasi ini digunakan untuk menilai apakah sudah ada tujuan dari pelaksanaan PKH yang telah tercapai dalam pelaksanaannya atau sebaliknya. Melalui penelitian ini diharapkan akan memunculkan perspektif baru mengenai sejauh mana PKH ini berjalan secara efektif berdasarkan komparasi antara kondisi sebelum dan selama terlibat dalam PKH.

1.3 RUMUSAN MASALAH

Apakah ada peningkatan yang dirasakan oleh Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dari berjalannya Program Keluarga Harapan ?

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari evaluasi yang dilakukan antara lain untuk : Tujuan Outcome :

1. Memberikan sumbangan pemikiran dan referensi untuk evaluasi selanjutnya yang lebih baik lagi.

2. Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu PSdK dalam mengembangkan program pengangkatan kemiskinan bagi masyarakat.

3. Sebagai referensi bagi pelaksaan evaluasi untuk program – program lainnya. 4. Memberi masukan dalam pengembangan program.

(16)

16 Tujuan Output :

1. Mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah adanya Program Keluarga Harapan bagi masyarakat yang tergolong dalam kelompok rumah tangga sangat miskin. 2. Mengetahui tingkat kebermanfaatan program keluarga harapan bagi masyarakat

penerima manfaat.

1.5 REFERENSI TEORITIS

1.5.1 Teori Fungsionalisme Struktural

Evaluasi ini didasarkan pada kerangka berpikir dengan menggunakan teori fungsionalisme struktural yang dikemukakan oleh Robert K Merton. Sebagai salah satu tokoh sentral dalam teori fungsionalisme struktural, pemikirannya didasari oleh kritik terhadap pendahulunya yaitu Talcott Parsons. Menurut Merton, fungsi adalah akibat – akibat yang dapat diamati dalam upaya menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem (Ritzer,2010:20). Berbeda dengan pemikiran Parsons yang menyatakan bahwa semua yang bertahan adalah fungsional, Merton berpendapat bahwa fungsi adalah sesuatu yang bersifat netral. Dikarenakan kenetralannya tersebut maka ada fungsi yang bersifat positif, ada pula yang bersifat negatif. Fungsi yang bersifat negatif ini disebut dengan disfungsi. Disfungsi selalu ada dalam setiap sistem, karena sesuatu yang bersifat “menguntungkan” bagi suatu pihak, bisa membawa ‘kerugian” bagi pihak lainnya. Baik disfungsi maupun fungsi, keduanya sama – sama berkedudukan sebagai fungsi hanya saja sifatnya yang berbeda. Fungsi yang bisa berjalan secara normal adalah fungsi manifes, yaitu fungsi yang diharapkan. Sebaliknya, disfungsi adalah bagian dari fungsi laten, yaitu fungsi yang

(17)

17

tidak diharapkan. Dalam berjalannya suatu sistem, munculnya disfungsi ini tidak bisa dihindari, namun harus disikapi sebagai suatu konsekuensi.

Dalam sistem sosial yang berjalan dalam suatu negara, kemiskinan berkedudukan sebagai disfungsi dimana tidak ada orang yang menghendaki kemiskinan itu ada. Kemiskinan tersebut akan lenyap apabila kemiskinan itu sudah tidak memiliki fungsi bagi kemakmuran atau apabila ada upaya dari orang miskin untuk mengubah sistem yang dominan dalam stratifikasi sosial. Implikasi dari opsi penanggulangan kemiskinan yang kedua Gans mengatakan bahwa untuk bisa menyelesaikan masalah kemiskinan maka diperlukan proses yang disebutnya sebagai “otomatisasi”. Otomatisasi sendiri adalah upaya menggantikan fungsi yang dimiliki si miskin yang hanya bisa mengerjakan pekerjaan kasar untuk kemudian dialihkan kepada fungsi lain yang memberikan upah yang lebih tinggi.

Dalam kaitannya dengan evaluasi terhadap pelaksanaan PKH, tujuan awal dari berjalannya program ini adalah untuk mengurangi dampak dari disfungsi dalam sistem sosial berupa kemiskinan. Karena kemiskinan ini tergolong dalam fungsi laten, maka kemiskinan berpeluang untuk menghambat perkembangan sistem secara keseluruhan. Hambatan – hambatan tersebut bisa berupa tingginya angka pengangguran, tidak meratanya kemampuan untuk mengakses sumber daya, munculnya ketergantungan terhadap pemerintah, dan lain sebagainya. Apabila fungsi laten pengaruhnya lebih besar daripada fungsi manifesnya maka keseimbangan sistem akan terganggu, sehingga masalah – masalah yang bisa mengganggu keseimbangan sistem harus ditekan sedemikian rupa. Sesuai dengan prinsip otomatisasi dari Gans, maka kemiskinan harus dihilangkan dengan cara memberikan

(18)

18

penghidupan yang lebih layak kepada masyarakat miskin. PKH sendiri sudah berupaya melakukan hal tersebut dengan cara menyentuh aspek pendidikan sehingga diharapkan anak – anak dari keluarga miskin nantinya bisa memiliki pengetahuan yang lebih sehingga bisa terlepas dari lingkaran setan kemiskinan. Dampaknya sendiri belum bisa dirasakan saat ini karena target sasarannya adalah anak usia sekolah dasar sehingga dampaknya baru bisa diketahui ketika si anak tersbeut sudah memasuki usia kerja apakah si anak tersebut tetap berada dalam lingkaran setan kemiskinan dan melakukan pekerjaan kasar atau sudah ada perbaikan.

1.5.2 Teori Evaluasi

Evaluasi diartikan sebagai kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data atau informasi yang diperlukan sebagai masukan untuk pengambilan keputusan. Melihat batasan tersebut terdapat unsur penting dalam evaluasi, yaitu: 1) kegiatan sistematis, berarti kegiatan dilakukan melalui prosedur yang tertib; 2) data atau informasi yang diperoleh melalui upaya pengumpulan, pengolahan, dan penyajian dengan menggunakan metode dan teknik ilmiah; 3) pengambilan keputusan menekankan bahwa data yang disajikan memberikan nilai berguna sebagai masukan pengambilan keputusan tentang alternatif yang akan diambil.

Teori Evaluasi dan teori ilmu sosial sangat mempunyai pengaruh penting terhadap evaluasi program modern. Semua evaluator harus mengetahui teori evaluasi, sebab teori adalah sentral untuk identitas profesional kita. Menurut Marvin C. Alkin dan Chrsitina A. Christie, Pohon Teori Evaluasi terdiri dari tiga cabang

(19)

19

besar, yaitu : metode-metode (methods), menilai (valuing), dan pemakaian (use) (Wirawan,2011:48). Evaluasi program yaitu evaluasi yang menaksir kegiatan pendidikan yang memberikan pelayanan pada suatu dasar yang kontinu dan sering melibatkan tawaran-tawaran kurikuler (Commitee,1991:13).

Teori evaluasi digunakan untuk mengerangkai proses penelitian yang akan dilakukan. Ada beragam model evaluasi yang bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu program atau kebijakan, salah satunya adalah model yang dikembangkan oleh Michael Scriven. Michael Scriven mengembangkan proses evaluasi menjadi 2 model yaitu model evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (Rochyati,2015). Model evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan ketika program atau kegiatan masih berlangsung, sedangkan model evaluasi sumatif adalah evalasi yang dilakukan ketika program atau kegiatan sudah berakhir. Evaluasi yang dilakukan ketika program masih berjalan adalah evaluasi yang digunakan untuk menilai proses sedangkan evaluasi yang dilakukan ketika program sudah selesai adalah evaluasi untuk menilai hasil, sudah tercapai atau tidaknya tujuan dari dilaksanakan program tersebut. Evaluasi proses sendiri adalah evaluasi yang digunakan untuk memberikan gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan memastikan ada dan terjangkaunya elemen-elemen fisik dan struktural daripada program. Evaluasi ini menilai apakah elemen-elemen spesifik seperti fasilitas, staf, tempat atau pelayanan sedang dikembangkan atau diberikan sesuai rencana (Cipta,2015).

Dalam kaitannya dengan teori fungsionalisme struktural, pelaksanaan program pengangkatan kemiskinan memiliki tujuan untuk mengurangi disfungsi

(20)

20

yang terjadi dalam struktur masyarakat dimana disfungsi tersebut adalah kemiskinan atau yang biasa dikenal dengan kemiskinan struktural karena struktur masyarakat yang semakin mencipatakn disfungsi bagi si miskin. Kemiskinan sendiri adalah masalah yang cukup kompleks sehingga dibutuhkan proses yang berkelanjutan untuk menanganinya. Berdasarkan konsep dari Robert Gans, cara untuk menanggulangi disfungsi ini adalah dengan melakuan suatu proses yang disebut dengan otomatisasi. PKH sendiri termasuk dalam proses tersebut mengingat bahwa pendekatan yang digunakan adalah menangani kemiskinan dengan cara meningkatkan kualitas yang dimiliki oleh peserta supaya bisa mendapat penghidupan yang lebih layak. Dikarenakan penekanannya yang berada dalam ranah proses maka evaluasi yang dilakukan juga harus berorientasi proses. Evaluasi proses dilakukan untuk menilai apakah proses yang dilaksanakan sudah tepat untuk menunjang pencapaian tujuan dilaksanakannya program atau belum. Evaluasi formatif yang dilaksanakan ditengah berjalannya program diharapkan mampu menghasilkan perbaikan program supaya bisa menekan efek dari terjadinya disfungsi yang ada.

(21)

21

Gambar 1.1 : Kerangka Berpikir Teori Fungsionalis Struktural dan Teori Evaluasi

Maka berdasarkan kedua teori yang digunakan dalam penelitian ini, dirumuskan bahwa relasi antar variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Adapun berdasarkan konsep otomatisasi dan cetak biru PKH yang digunakan dalam penelitian ini maka dirumuskan variabel bebas (X) adalah otomatisasi yang dalam hal ini merupakan PKH dengan efektifitas program sebagai variabel terikat (Y). Untuk variabel bebas otomatisasi terdiri dari 5 sub – variabel yang diantaranya adalah sebagai berikut :

(22)

22 a) X 1 (Kategori Jenis Bantuan)

Sebagaimana telah diketahui bersama, fokus dari pelaksanaan otomatisasi adalah berada pada peningkatan kualitas manusia dengan cara memberikan bantuan bagi mereka yang mengalami disfungsi. PKH sebgaai salah satu perwujudan dari otomatisasi sendiri memilih untuk menyentuh aspek pendidikan dan kesehatan sebagai fokus utamanya untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia. Karenanya variabel ini digunakan untuk mengetahui pada aspek mana responden dibantu untuk meningkatkan kualitasnya dan apakah perbedaan jenis bantuan yang ada menimbulkan perbedaan dalam hal penerimaan program atau tidak.

b) X 2 (Kategori Profesi Kepala Keluarga)

Menurut Gans, cara dalam mengatasi kemiskinan adalah mengalihkan mereka yang berada dalam status “pekerja kasar” yang cenderung tidak memiliki keterampilan khusus untuk beralih ke pekerjaan yang lebih baik dengan cara meningkatkan kualitas pribadi. Sedangkan pada PKH sendiri yang berusaha diubah kondisinya adalah anak yang ada dalam satu keluarga sehingga konteksnya sedikit berbeda karena anak yang dianggap sebagai pemutus lingkaran kemiskinan dengan memberi anak pendidikan dasar supaya si anak bisa memiliki keterampilan. Namun profesi orangtua atau yang dalam hal ini adalah peserta PKH memengaruhi pengambilan sikap terkait program apakah nantinya anak dalam keluarga tersebut masih tergolong dalam “pekerja kasar” ataukah program ini sudah mampu memperbaiki kualitas anak seperti dalam tujuan program.

(23)

23

c) X 3 (Kategori Jumlah Tanggungan)

Kategori ini digunakan untuk mencari tahu jumlah tanggungan yang dimiliki oleh responden serta seberapa banyak komponen yang dimilikinya. Semakin banyak jumlah tanggungan yang ada dalam satu keluarga tentunya memberikan pemaknaan yang berbeda terhadap program yaitu penilaian responden apakah program yang diberikan sudah dirasa cukup membantu atau belum dengan membandingkan jumlah anggota keluarga yang dimilikinya dengan jumlah anggota keluarga yang masukk dalam lingkup program.

d) X 4 (Kategori Pendidikan Terakhir)

Pada kategori ini tingkat pendidikan terakhir digunakan untuk mengetahui apakah kualitas SDM yang dalam hal ini adalah peserta memengarui pencapaian otomatisasi atau tidak. Disamping itu melalui kategori ini pula juga diketahui terkait tingkat penerimaan program yang berbeda – beda di tiap golongan yang ada karena tingkat pendidikan yang dimiliki oleh responden memengaruhi pengambilan keputusan dan keaktifan yang dimilikinya.

e) X 5 (Kategori jumlah dana diterima)

Kategori ini digunakan untuk mengetahui kebermanfaatan sejauh mana program ini membantu mengurangi beban responden dan pengelolaan dana bantuan yang didapat dari PKH. Keduanya merupakan kunci penting terhadap keberhasilan PKH sebagai otomatisasi untuk menangani kemiskinan yang banyak terjadi di Indonesia. Pasalnya apabila bantuan sudah diberikan namun tidak termanfaatkan

(24)

24

dengan baik tentunya tidak akan menghasilkan apapun sehingga angka kemiskinan menjadi semakin sulit untuk diturunkan.

Untuk bisa melakukan evaluasi tersebut maka dibutuhkan beberapa indikator yang menjadi dasar dalam menyusun kuesioner dan berposisi sebagai indikator penilai variabel terikat (Y) yang terdiri dari Y1 yaitu kondisi selama responden belum terlibat dalam program dan Y2 untuk kondisi setelah responden terlibat dalam program. Adapun acuan yang digunakan dalam menyusun indikator tersebut selain menggunakan refernsi teoritis yang telah disebutkan sebelumnya, juga mengacu pada indikator yang ada cetak biru pelaksanaan PKH yang dikeluarkan oleh Kementrian Sosial selaku pelaksana.Indikator penilaian yang digunakan oleh Kementrian Sosial terdiri dari beberapa poin sebagai berikut

1. Membantu memutus mata rantai kemiskian melaluui upaya peningkatan kualitas SDM dari anak RTSM/KSM di Indonesia

2. Meningkatnya akses dan pemanfaatan upaya kesehatan bagi anak usia 0-6 tahun, ibu hamil, serta ibu menyusui

3. Meningkatnya status pendidikan anak dari rumah tangga peserta PKH 4. Terbentuknya kerangka institusi program jaminan sosial

5. Tersusunnya rancangan program monitoring dan evaluasi, dan rancangan tersebut siap untuk dilaksanakan

6. Terbentuk dan berfungsinya sistem kapasitas administratif dan Sistem Informasi Manajemen (SIM)

Melihat poin – poin evaluasi yang ada pada blueprint tersebut, bisa ditari kesimpulan bahwa penerima program dalam hal ini berlaku pasif arena tidak

(25)

25

dilibatkan dalam proses peniaian yang ada. Maka untuk bisa melakukan evaluasi proses pelaksanaan PKH, pada penelitian ini fokus lebih ditekankan pada penerima dengan menggunakan indikator yang didasarkan pada proses pelaksanaan PKH, bukan berdasar pada indikator yang dikeluarkan oleh pihak pelaksana. Berdasarkan referensi teoritis yang digunakan dalam penelitian ini, maka ada beberapa indikator yang digunakan dalam kegiatan evaluasi dalam proses pelaksanaan Program Keluarga Harapan, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pengawasan di fasilitas terkait oleh penyelenggara, sesama penerima, dan masyarakat non-penerima

2. Sosialisasi pemanfaatan fasilitas terkait

3. Pengawasan oleh pendamping dan ketua kelompok dari rumah ke rumah 4. Pemberian motivasi kepada peserta

5. Sharing dengan pendamping dan sesama penerima

6. Pengawasan terhadap keefektifan proses distribusi dan pemanfaatan bantuan

(26)

26 1.6 HIPOTESIS

Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini dilihat dari kategori variabel X yang digunakan semuanya diharapkan menunjukkan tingkat penerimaan Program Keluarga Harapan yang berbeda – beda. Untuk kategori jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden diharapkan membawa derajat kebermanfaatan yang berbeda karena jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi tingkat pengeluaran dalam keluarga tersebut. Selain itu semakin banyak anggota keluarga yang terdaftar dalam komponen PKH maka kebermanfaatan yang dirasakan tentunya akan berbeda dengan peserta yang lebih sedikit memiliki komponen.

Pada kategori jenis bantuan juga seharusnya membuat perbedaan dalam penerimaan program oleh masing – masing responden. Asumsinya adalah jenis bantuan yang diterima oleh peserta akarn mempengaruhi kebermanfaatan yang dirasakan dilihat dari jangka waktu penerimaannya. Untuk peserta dengan bantuan pendidikan tentunya memiliki jangka waktu penerimaan yang lebih panjang dibandingkan penerima bantuan kesehatan.

Kategori profesi kepala keluarga juga membawa pengaruh terhadap perbedaan penyerapan program oleh peserta. Hal tersebut disebabkan profesi yang dimiliki oleh kepala keluarga akan mempengaruhi tingkat pendapatan dan stabilitas keuangan dalam keluarga. Dampaknya adalah untuk keluarga dengan pemasukan yang lebih rendah dan kurang stabil tentu merasakan kebermanfaatan yang lebih dari adanya PKH dibandingkan dengan keluarga lain yang lebih stabil dalam segi ekonomi.

(27)

27

Kategori selanjutnya, yaitu pendidikan terakhir peserta, juga akan menentukan derajat kebermanfaatan yang dirasakan oleh peserta. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh peserta mempengaruhi pola pikir atau sudut pandang yang dimilikinya sehingga berpengaruh langsung terhadap tingkat pengambilan keputusan yang dimilikinya. Semakin tinggi pendidikan peserta maka akan menambah pengetahuan dan pertimbangan logis terkait pengambilan keputusan dalam pengelolaan dana yang didapat.

Pada kategori terakhir yaitu kategori besaran dana, juga akan menentukan kebermanfaatan yang dirasakan oleh masing – masing responden. Semakin besar dana yang didapat tentunya akan mempengaruhi tingkat pemanfaatan dari bantuan tersebut. Semakin besar dana yang didapat seharusnya semakin bisa meningkatkan taraf hidup dari penerima, khususnya pada aspek pendidikan dan kesehatan.

Hipotesis secara keseluruhan dalam hal efektifitas dalam Program Keluarga Harapan (PKH) menyatakan ada perbedaan kondisi yang dirasakan oleh peserta dari kondisi sebelum hingga terlibat dalam program. Asumsinya adalah program ini menyasar kepada masyarakat yang berada dalam kondisirentan dengan menyentuh aspek pendidikan dan kesehatan. Ditengah makin melonjaknya dana yang dibutuhkan untuk bisa mengakses fasilitas pendidikan dan kesehatan, maka dengan adanya bantuan ini diharapkan bisa mengurangi beban yang dimiliki oleh masyarakat sehingga bisa menghasilkan generasi penerus yang memiliki kualitas yang lebih baik.

Gambar

Tabel 1.1 : Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis  Kemiskinan, 1970 - 2013
Gambar 1.1 : Kerangka Berpikir Teori Fungsionalis Struktural dan Teori  Evaluasi

Referensi

Dokumen terkait

pcrangkat pembelajaran , heberapa simpulan pcnting dan mcndesak untuk ditanggulangi dalam upaya peningkatan kualitas proses _dan capaian kompetensi fisika umum I di

Apakah memang penggunaan media sosial di kalangan para pemuda tani dapat menjadi subsitusi atau hanya komplementer bagi saluran komunikasi politik berbasis

bahwa berdasarkan Keputusan DPRD Kabupaten Hulu Sungai Utara, Nomor 8 Tahun 2011, tanggal 6 April 2011 terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Reklame dapat

Menurut Dirasutisna & Hasan (2005), litologi di Pulau Weh terdiri dari batuan Tersier dan Kuarter yang dibedakan menjadi 4 kelompok batuan utama, yaitu Kelompok Batuan

Hal ini sesuai dengan ITB World Travel Trend Report tahun 2015/2016 mengungkapkan bahwa 30% wisatawan internasional yang menggunakan internet mendapatkan informasi

Persiapan  Guru mengarahkan peserta didik untuk menuju ke Modul pembelajaran GOOGLE CLASSROOM  Peserta didik membuka Modul pembelajaran GOOGLE CLASSROOM dan

Selanjutnya, analisis dilakukan untuk mengetahui sejuahmana kecenderungan dari berbagai hasil uji coba tersebut, yang nantinya akan menentukan apakah hipotesis pada

Bila dibandingkan dengan efektivitas menurut skor PANSS-EC, keduanya tidak terdapat perbedaan yang bermakna (Octaviany, 2016), efektivitasnya sama sehingga jika dilakukan