• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. GAMBARAN UMUM USAHATANI TEMBAKAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. GAMBARAN UMUM USAHATANI TEMBAKAU"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

V. GAMBARAN UMUM USAHATANI TEMBAKAU

5.1. Karakteristik Petani Tembakau di Kabupaten Pamekasan

Tembakau bukan tanaman yang asing dan merupakan tanaman idola bagi masyarakat atau petani Madura. Tanaman tembakau memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga hampir seluruh masyarakat Kabupaten Pamekasan memprioritaskan usahatani tembakau sebagai mata pencarian utama di musim kemarau. Komoditas tersebut sebagian besar dipasarkan pada pasar lokal, Nasional maupun Internasional, khususnya pada pabrik rokok Gudang Garam, Sampoerna, Djarum, dan lain-lain. Hal ini karena tembakau Pamekasan memiliki cita rasa tersendiri dan biasanya digunakan sebagai bahan campuran dari tembakau yang ada di tempat lain.

Usahatani tembakau di Kabupaten Pamekasan terdapat pada tiga lokasi yang berbeda yaitu di sawah, tegalan dan pegunungan dan dimasing-masing lokasi terdapat dua sistem usahatani yaitu dengan ITRS dan ITRK. Berdasarkan kondisi tersebut, masing-masing petani tembakau memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sebaran umur petani tembakau sampel dapat dilihat dalam Tabel 7, dalam tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar petani-petani tembakau di Kabupaten Pamekasan masih berada dalam usia yang produktif, kondisi ini sangat menguntungkan karena dengan tingkat usia ini petani-petani akan lebih mudah untuk menerima inovasi-inovasi yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan produktivitas tembakau mereka. Masih banyaknya petani yang berusia produktif, menunjukkan bahwa usahatani tembakau dianggap sebagai usahatani yang secara ekonomi sangat menjanjikan. Hal ini berkebalikan dengan

(2)

71

usahatani komoditas lain terutama usahatani padi, dimana sebagian besar petani-petaninya berusia diatas 55 tahun. Pada daerah-daerah sentra produksi padi masyarakat yang berusia produktif lebih memilih untuk bekerja pada sektor non pertanian, karena mereka menganggap bahwa usahatani padi merupakan usahatani yang tidak banyak memberikan keuntungan.

Tabel 7. Sebaran Umur Petani pada Setiap Sistem Usahatani Tembakau di Kabupaten Pamekasan Tahun 2009

Umur Petani (Tahun)

Jumlah Petani pada Setiap Sistem Usahatani

PK PS TK TS SK SS Persentase (%) (Orang) 20-40 23 26 40 19 31 28 37.11 41-60 43 46 30 51 32 37 53.11 >60 9 3 5 5 12 10 9.78

Keterangan : PK (pegunungan kemitraan), PS (pegunungan swadaya), TK (tegal kemitraan), TS (tegal swadaya), SK (sawah kemitraan), SS (sawah swadaya)

Apabila dilihat dari tingkat pendidikan, sebagian besar petani hanya berpendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Dasar. Petani ini sebagian besar terdapat pada daerah pegunungan, karena pada areal pegunungan jumlah Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas sangat terbatas. Sedangkan petani di areal sawah rata-rata memiliki pendidikan Sekolah Menengah Pertama. Menurut sejumlah hasil penelitian, ditunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani menjadi salah satu faktor yang dapat mereduksi inefisiensi teknis atau dengan kata lain tingkat inefisiensi berhubungan negatif dengan tingkat pendidikan (Bravo dan Pinhiero, 1997 ; Myusa et al., 2005). Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin mudah untuk memahami inovasi-inovasi yang disampaikan kepada mereka dan mereka lebih mudah tertarik untuk mencoba inovasi baru yang ditawarkan. Gambaran tingkat pendidikan petani Tembakau dapat dilihat dalam Tabel 8.

(3)

72

Tabel 8. Sebaran Pendidikan Petani pada Setiap Sistem Usahatani Tembakau di Kabupaten Pamekasan Tahun 2009

Tingkat Pendidikan

Jumlah Petani pada Setiap Sistem Usahatani

PK PS TK TS SK SS Persentase (%) (Orang) SD 46 39 34 35 22 24 44.44 SLTP atau sederajat 17 20 21 25 35 29 32.67 SLTA atau sederajat 12 16 20 15 18 22 22.89

Penguasaan luas lahan yang digunakan oleh petani untuk usahatani tembakau sebagian besar kurang dari satu hektar dan sebagian besar status kepemilikannya adalah milik sendiri (Tabel 9). Penguasaan lahan atau ukuran usahatani akan mempengaruhi tingkat produktivitas yang dicapai oleh petani. Semakin luas ukuran usahatani, maka semakin kecil ukuran produktivitasnya. Menurut Ellis (1988), terdapat enam alasan yang dapat menjelaskan kondisi ini yaitu : pertama, intensitas penggunaan lahan yaitu semakin luas lahan yang dimiliki maka semakin rendah intensitas penggunaannya. Kedua, komoditas yang diusahakan pada usahatani luas cenderung lebih bersifat ekstensifikasi. Ketiga, petani pada umumnya akan berlomba-lomba untuk bermukim di lahan yang subur, sehingga konsentrasi petani yang tinggi pada lahan subur menyebabkan semakin rendahnya penguasaan lahan. Dengan kata lain, petani kecil banyak terkonsentrasi pada lahan yang subur. Keempat, akses petani kecil terhadap irigasi umumnya besar. Kelima, hasil empiris menyatakan bahwa petani kecil banyak melakukan tumpang sari guna menjamin kepastian pendapatan atau mengantisipasi bila terjadi kegagalan panen pada salah satu komoditas yang ditanam. Keenam, intensitas penggunaan tenaga kerja seringkali berhubungan negatif dengan luas areal usahatani dalam artian usahatani kecil menggunakan

(4)

73

faktor produksi tenaga kerja yang lebih besar per satuan luas dibandingkan dengan usahatani besar.

Tabel 9. Sebaran Kepemilikan Luas Lahan Petani pada Setiap Sistem Usahatani Tembakau di Kabupaten Pamekasan Tahun 2009

Luas Lahan (Ha)

Jumlah Petani Sampel Pada Setiap Sistem Usahatani

PK PS TK TS SK SS Persentase (%) (Orang) < 0.5 17 4 17 34 6 21 22.00 0.5 – 1 58 20 53 41 23 38 51.78 > 1 0 51 5 0 46 16 26.22

5.2. Usahatani Tembakau di Pegunungan dan Dataran Rendah

Tembakau Madura dapat ditanam pada beberapa tipe tanah, tetapi mutu yang baik diperoleh pada tanah Grumusol dan Regosol dengan PH 6-6.5, pada ketinggian 50-250 m dpl. Tembakau Madura sesuai dengan dataran rendah yang beriklim kering, dengan curah hujan rata-rata 1 200 sampai 1 800 mm/th. Disamping itu tembakau Madura juga menghendaki bulan kering yang tegas selama empat sampai enam bulan. Menurut Suwarso(1991) tembakau madura lebih sesuai ditanam di tegalan dibandingkan dengan di tanah sawah, karena di tegalan menghasilkan tembakau yang lebih aromatis. Tembakau madura ditanam diakhir musim hujan, sehingga pada saat panen tidak terkena hujan. Usahatani tembakau di Kabupaten Pamekasan dilakukan pada musim kemarau yaitu satu kali dalam setahun, sedangkan pada musim hujan lahannya digunakan untuk usahatani komoditas lain seperti : padi, jagung, palawija, dan lain-lain.

Dari waktu ke waktu usahatani tembakau selalu menghasilkan produktivitas yang lebih rendah daripada rata-rata produktivitas tembakau di daerah lain di Jawa Timur (1.75 Ton/Ha). Berdasarkan data yang diperoleh dari responden, rata-rata produktivitas usahatani di dataran rendah sebesar 0.43

(5)

74

Ton/Ha, sedangkan didataran tinggi dapat menghasilkan produktivitas yang lebih besar yaitu rata-rata 0.79 Ton/Ha. Dari enam sistem usahatani yang dilakukan oleh petani, usahatani di Pegunungan dengan pola kemitraan memberikan tingkat produktivitas yang paling tinggi yaitu 0.861 Ton/Ha dan usahatani di sawah dengan pola swadaya menghasilkan produktivitas yang paling rendah yaitu 0.33 Ton/Ha. Keadaan ini menjadi gambaran bahwa usahatani dengan pola kemitraan masih jauh lebih baik dibandingkan dengan pola swadaya. Ini dapat disebabkan karena dengan adanya kemitraan petani dapat melakukan teknik budidaya yang lebih baik, ada jaminan ketersediaan input, dan ada pendampingan dari pabrik rokok yang menjadi mitra petani.

Kegiatan usahatani tembakau dengan pola swadaya yang terdapat di area sawah menggunakan beberapa input diantaranya : lahan yang luas penguasaanya bervariasi, bibit dengan varietas yang berbeda-beda seperti Cangkreng, manila, Bukabuh dan Bojonegoro. Sedangkan pupuk yang digunakan meliputi : pupuk urea, pupuk ZA, pupuk kandang, dan pestisida. Dalam usahatani ini, rata-rata petani tidak melaksanakan teknik budidaya sesuai dengan anjuran yang ada. Rata-rata penggunaan input pada petani tembakau dengan berbagai pola usahatani dijelaskan dalam Tabel 10.

Kegiatan usahatani tembakau dengan pola kemitraan yang dilakukan dengan Pabrik rokok Sampoerna, di daerah pegunungan rata-rata memiliki produktivitas yang tertinggi dibandingkan dengan pola lainnya. Dalam kegiatan ini digunakan beberapa input diantaranya : lahan yang luas penguasaanya berkisar antara 0.5 sampai dengan 1 hektar, bibit dengan varietas Cangkreng 95, Sedangkan pupuk yang digunakan meliputi : pupuk ZK dan pupuk NPK, selain itu

(6)

75

juga digunakan pestisida dan fungisida. Beberapa kelebihan yang diperoleh petani dengan pola kemitraan antara lain : petani mendapatkan pembinaan yang intensif mulai dari pembibitan sampai dengan pasca panen dari penyuluh yang ditugaskan oleh pabrik, petani mendapatkan pinjaman modal tanpa bunga dan sarana produksi (saprodi), kualitas tembakau yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan oleh pihak pabrik, dan terdapat jaminan pemasaran dengan harga yang tinggi.

Tabel 10. Rata-Rata Penggunaan Berbagai Macam Input dalam Usahatani Tembakau pada Berbagai Agroekosistem dan Sistem Swadaya di Kabupaten Pamekasan Tahun 2009

PU LL BB TK Urea ZK ZA TSP NPK PK PD FD (Ha) (btng) (HKSP) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) (Lt) (Lt) TS 0.41 1600 96.335 0 0 81.5 28.2 10 372 0 0 SS 0.91 1504 151.075 87.12 0 71 0 0 375 1 0 PS 1.72 2332 156.475 157.9 0 26 26 0 342 6.74 0 TK 0.61 7126 140.095 69.54 56.3 0 60.3 0 288 0 0 SK 1.59 30700 359.494 157.5 172 0 154 0 690 0 0 PK 0.61 16084 216.285 0 20.8 0 0 75.6 0 0.66 0.6 Keterangan : PU : Pola Usahatani TS : Tegal Swadaya SS : Sawah Swadaya PS : Pegunungan Swadaya TK : Tegal Kemitraan SK : Sawah Kemitraan PK : Pegunungan Kemitraan LL : Luas Lahan BB : Bibit TK : Tenaga Kerja

Tingkat produktivitas, ragam dan simpangan baku pada masing-masing agroekosistem dengan sistem usahatani kemitraan dan swadaya ditunjukkan dalam Tabel 11. Berbeda dengan kemitraan yang terdapat di area pegunungan, kemitraan didataran rendah (sawah dan tegalan) dilakukan dengan pabrik rokok Gudang Garam. Jika dilihat dari tingkat produktivitas yang dihasilkan, petani

PK : Pupuk Kandang PD : Pestisida FD : Fungisida LL : Luas Lahan BB : Bibit TK : Tenaga Kerja PK : Pupuk Kandang PD : Pestisida FD : Fungisida

(7)

76

yang tergabung dalam kemitraan ini memiliki produktivitas yang lebih rendah daripada kemitraan yang terdapat di daerah pegunungan. Hal ini disebabkan karena kegiatan pembinaan pada petani tidak dilakukan secara intensif (penyuluhan dilakukan hanya tiga kali mulai dari pembibitan sampai dengan pasca panen) dan seringkali petani menerima harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga di tingkat tengkulak. Ini merupakan permainan dari para tengkulak, dimana pada saat terdapat program kemitraan mereka akan menawar tembakau dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang ditetapkan oleh pabrik, tetapi pada saat petani tidak lagi bermitra dengan pabrik rokok, para tengkulak membeli tembakau dengan harga yang rendah. Tabel 11. Rata-Rata Produktivitas Tembakau, Ragam, dan Simpangan Baku pada

Agroekosistem Pegunungan, Tegalan dan Sawah dengan Sistem Usahatani Kemitraan dan Swadaya di Kabupaten Pamekasan Tahun 2009 Agroekosistem dan Lokasi Rata-Rata Produktivitas (kg/ha) Ragam Simpangan Baku Pegunungan Kemitraan 861.22 8 543.78 92.43 Pegunungan Swadaya 206.14 7 298.72 85.73 Tegalan Kemitraan 367.42 9 934.17 99.67 Tegalan Swadaya 180.37 17 792.12 133.38 Sawah Kemitraan 772.98 12 339.66 108.84 Sawah Swadaya 289.57 8 281.80 91.00

Nilai ragam produksi tembakau pada masing-masing agroekosistem sangat besar, hal ini menunjukkan bahwa risiko usahatani tembakau di Kabupaten Pamekasan cukup besar. Usahatani tembakau pada agroekosistem tegalan yang menggunakan sistem swadaya memiliki risiko yang tertinggi. Ini disebabkan karena usahatani tembakau tidak dijalankan secara intensif dalam artian banyak sekali teknik budidaya rekomendasi yang tidak dilakukan, sebagian besar waktu

(8)

77

petani tersita untuk melakukan kegiatan off farm, dan banyak petani yang tidak bergabung dalam kelompok tani.

5.3. Pola Tanam dan Diversifikasi Usahatani pada Kondisi Aktual

Berdasarkan diskusi kelompok (Focus on Group Discussion) dengan berbagai pihak (stake holders) antara lain adalah Dinas-Dinas Teknis (Dinas Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, dan Dinas Koperasi), pelaku ekonomi swasta (perwakilan pabrik rokok/pabrik rokok skala kecil-menengah, supplier pabrik rokok, pedagang tembakau, lembagaan mitra Bank Indonesia), dan beberapa elemen lembaga swadaya masyarakat (LPK-NU, tokoh masyarakat), dan kelembagaan petani (Asosiasi Petani Tembakau Pamekasan/APTP, kelompok tani, tokoh petani, seperti kontak tani) dicoba untuk memetakan persepsi masyarakat, berdasarkan keuntungan dan risiko komoditas yang diusahakan. Tabel 12. Pengelompokan Komoditas Menurut Tingkat Risiko Usahatani dan

Profitabilitas Menurut Persepsi Petani di Kabupaten Pamekasan Tahun 2009

Profitabilitas Risiko

Usahatani

Rendah Sedang Tinggi

Rendah Jagung lokal

Kacang tanah Kacang hijau Kacang tunggak Semangka Belewah Cabai rawit Cabai jamu Kacang Panjang Timun Jagung hibrida Wijen Sedang Padi Tinggi Kedelai Terong Tebu Tembakau Bawang Merah Cabe merah Sumber : Data Hasil FDG.

(9)

78

Komoditas pertanian yang diusahakan petani dapat dipetakan dalam beberapa kelompok (Tabel 12) yaitu :

1. Kelompok komoditas yang diidentifikasi sebagai tanaman yang memiliki keuntungan rendah dan risiko usahatani rendah terdiri dari komoditas jagung lokal, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang tunggak.

2. Kelompok komoditas yang diidentifikasi sebagai tanaman yang memiliki keuntungan tinggi dan risiko usahatani relatif rendah terdiri dari komoditas semangka, belewah, cabai rawit, cabai jamu, kacang panjang, timun, dan wijen dikategorikan

3. Kelompok komoditas yang diidentifikasi sebagai tanaman yang memiliki keuntungan rendah dan risiko usahatani relatif tinggi terdiri dari komoditas kedelai, terung, dan tebu.

4. Kelompok komoditas yang diidentifikasi sebagai tanaman yang memiliki keuntungan dan risiko usahatani tinggi terdiri dari komoditas tembakau, bawang merah, cabai merah, dan melon.

Berdasarkan hasil FGD dengan stakeholders terdapat beragam pendapat tentang prospek tanaman tembakau dan alternatif solusi pemecahannya. Beberapa pendapat tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu : (1) kelompok yang mempertahankan bahwa tanaman tembakau harus tetap diusahakan apapun risikonya, karena sulit menggantikan komoditas tembakau dengan komoditas lain dan (2) kelompok yang bisa menerima bahwa tanaman tembakau diganti dengan alternatif tanaman lain yang juga memberikan keuntungan paling tidak mendekati

(10)

79

keuntungan tembakau. Berdasarkan kedua pendapat tersebut diperoleh kesepakatan cara mengatasi permasalahan tembakau di Pamekasan yaitu :

1. Secara kolektif misalnya melalui Asosiasi Petani Tembakau Pamekasan (APTP) mengurangi luas areal tanaman tembakau, langkah ini ditujukan untuk mengurangi kondisi kelebihan pasokan.

2. Secara simultan harus ada upaya terobosan peningkatan produktivitas tembakau.

3. mengembangkan pola tanam yang memasukkan komoditas bernilai ekonomi tinggi (high economic value commodity), sehingga dapat memberikan tingkat, stabilitas, dan kontinyuitas pendapatan rumah tangga petani secara lebih baik.

4. Bagi petani yang modalnya kecil, maka beberapa komoditas dapat dijadikan pilihan seperti komoditas Semangka, Belewah, Cabai rawit, Cabai jamu, Kacang Panjang, Timun, Jagung hibrida, dan Wijen.

Dalam pembahasan pola tanam dibedakan menurut agroekologi lahan sawah dan tegalan di dataran rendah dan dataran tinggi. Kajian terhadap komoditas komersial penyusun pola tanam potensial di lahan sawah dan di lahan kering dataran tinggi (pegunungan) didasarkan atas wawancara dengan staholders pengambil kebijakan terkait pertanian, khususnya tembakau, serta para pelaku ekonomi. Dengan demikian dapat terjadi ada jenis komoditas komersial atau pola tanam yang potensial yang muncul hanya dengan frekuensi kecil, padahal mungkin merupakan pola tanam yang potensial alternatif, namun perlu modal besar dan risiko tinggi.

(11)

80

Hasil kajian lapang tentang berbagai pola tanam pada pedesaan contoh di Kabupaten Pamekasan ditunjukkan dalam Tabel 13. Terdapat kesamaan pola tanam dominan di areal sawah dan tegalan. Sementara di daerah pegunungan sebagian besar pola tanamnya adalah Bawang Merah – Tembakau – Jagung. Di daerah tegalan tidak pernah dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hortikultura, hal ini berkebalikan dengan di wilayah pegunungan.

Tabel 13. Berbagai Pola Tanam di berbagai Areal Usahatani di Kabupaten Pamekasan Tahun 2009

No. Pola Tanam Pegunungan

(%)

Sawah (%)

Tegalan (%)

1. Padi – Tembakau – Jagung - 60 60

2. Padi – Hortikultura – Jagung 14 -

3. Bawang Merah – Tembakau – Jagung

50 4. Padi – Tembakau – Kacang

Tanah/kedelai

10 15 20

5. Padi – Horkultura – Kedelai - 9.5 -

6. Bawang Merah – Tembakau/Cabai Rawit – Jagung

5 -

7. Bawang Merah – Tembakau/Cabai Merah – Jagung

10 -

8. Cabai merah-Tembakau-Jagung 20 -

9. Sayuran lain – Tembakau – Jagung 5 -

10. Padi – Tembakau – Ubi Kayu / Palawija

- 20

11. Padi – Sayuran lain – Jagung 1.5

Sumber : Data Hasil FGD

Siklus tanam untuk sebagian besar pola tanam yang ada di Kabupaten Pamekasan baik pada lahan sawah, tegalan, dan lahan kering gunung adalah satu tahun. Proporsi pola tanam ini diperoleh dari informasi kualitatif dengan wawancara FGD dan didukung data luas arel panen yang ada. Berdasarkan informasi tersebut dan hasil analisis usahatani beberapa komoditas penyusun pola tanam maka dapat dilakukan beberapa alternatif usahatani diantaranya : (1) tetap menanam komoditas tembakau dengan luas areal tanam yang dikurangi, (2) mengusahakan tanaman komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi yang

(12)

81

banyak disebut oleh petani yaitu bawang merah, cabai merah, melon, jagung hibrida, semangka, belewah, wijen dan (3) melakukan integrasi tanaman ternak terutama tanaman padi dengan sapi potong, jagung dengan sapi potong, padi dengan itik dan antara tanaman jagung dengan unggas komersial (broiler dan layer).

Berdasarkan proporsi pola tanam dan potensi hasil atau keuntungan usahatani yang didapat, maka komoditas yang dapat diintroduksikan adalah tembakau jenis lain (virginia), jagung hibrida, bawang merah, cabai merah, tomat, semangka, melon, wijen, dan sayuran jenis lainnya (kacang panjang, paria, ceisin). Keunggulan jagung hibrida ini menurut petani adalah disatu sisi tingkat produktivitas yang dicapai relatif sama atau lebih tinggi dengan padi, biaya produksi lebih rendah, dan harga cukup stabil. Penggunaan pola tanam padi-tembakau–jagung tidak dapat digunakan secara berturut-turut sepanjang waktu, oleh karena itu jagung hibrida dalam periode 3-4 tahun dapat digunakan untuk mensubtitusi tanaman tembakau MK I.

Sementara itu, komoditas hortikultura semusim (bawang merah, cabai merah, tomat, semangka, melon, wijen, dan sayuran jenis lainnya) memiliki beberapa keunggulan antara lain : memberikan tingkat keuntungan yang jauh lebih tinggi, stabilitas pendapatan juga baik, karena beberapa tanaman seperti cabai merah, tomat, kacang panjang berumur pendek dan kontinyuitas pendapatan juga lebih terjamin, karena beberapa komoditas dapat dipanen beberapa kali, sehingga kontinyuitas pendapatan lebih terjamin. Sedangkan kelemahan komoditas alternatif ini adalah bahwa teknologi belum sepenuhnya dikuasai oleh petani (teknologi pembibitan, budidaya, panen dan pasca panen), memerlukan

(13)

82

modal besar karena umumnya bersifat padat modal, petani belum menguasai sistem pemasaran dengan baik, dan rentan terhadap fluktuasi harga.

5.4. Persepsi Petani terhadap Beberapa Pola Tanam Alternatif Unggulan dikaitkan dengan Pendapatan Usahatani

Tingkat pendapatan rumah tangga petani ditentukan oleh banyak faktor antara lain : jumlah anggota keluarga yang bekerja, jenis pekerjaan atau usaha yang dijalankan, luas penguasaan lahan, jenis komoditas yang diusahakan, tingkat teknologi yang diterapkan, pola tanam yang dipilih, dan intensitas usahatani dalam waktu satu tahun.

Hasil FGD dengan beberapa stakeholders di Kabupaten Pamekasan tentang tingkat keuntungan usahatani beberapa komoditas adalah sebagai berikut : 1. Usahatani padi sebesar Rp 4-5 juta/Ha/musim

2. Usahatani jagung hibrida sebesar Rp 3-4 juta/Ha/musim 3. Usahatani jagung lokal sebesar Rp 2-2,5 juta/Ha/musim 4. Usahatani kedelai sebesar Rp 1,5-2 juta,-/Ha/musim

5. Usahatani tembakau rajangan sebesar Rp 6-9 juta/Ha/musim 6. Usahatani bawang merah Rp 31,25 juta/Ha/musim

7. Usahatani cabai merah besar sebesar Rp 15,35 juta/Ha/musim 8. Usahatani tomat sebesar Rp 7,41 juta/Ha/musim

9. Usahatani semangka sebesar Rp 11,5 juta/Ha/musim 10. Usahatani melon sebesar Rp 13,5 juta/Ha/musim

Pangsa pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Pamekasan yang bersumber dari kegiatan pertanian diperkirakan mencapai pangsa lebih besar dari 60 persen. Sumbangan terbesar berasal dari kegiatan usahatani tembakau diperkirakan sebesar 40 persen, kemudian usahatani padi dengan pangsa 20

(14)

83

persen, usahatani jagung sekitar 15 persen, dan usahatani lainnya dengan pangsa 15 persen. Di samping usahatani yang bersifat land based, maka kegiatan usahaternak diperkirakan memberikan sumbangan terhadap pendapatan rumah tangga kurang lebih 10 persen. Namun pada daerah-daerah yang telah mengusahakan tanaman hortikultura bernilai ekonomi tinggi, pangsa pendapatan dari usahatani tersebut bisa mencapai 70 persen dari total pendapatan rumah tangga. Nampak bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola tanam yang diterapkan petani dengan struktur pendapatan, dimana tembakau (dalam kondisi normal), hortikultura, padi dan jagung, serta usahaternak sapi potong memberikan sumbangan yang besar terhadap pendapatan rumah tangga.

Dari hasil tersebut nampak bahwa usahatani tembakau masih memberikan sumbangan yang paling besar kemudian disusul usahatani padi. Hal ini disebabkan kedua komoditas tersebut telah diusahakan secara massal oleh masyarakat petani. Untuk usahatani palawija, komoditas jagung baik jagung lokal maupun hibrida memberikan tingkat keuntungan yang rendah hingga sedang. Komoditas ini juga telah ditanam secara meluas oleh petani, karena merupakan komoditas pangan terpenting kedua setelah padi.

Usahatani hortikultura semusim ternyata memberikan tingkat keuntungan usahatani paling tinggi. Berdasarkan informasi kualitatif dilapang variasi pendapatan untuk komoditas tembakau dan hortikultura semusim adalah sangat tinggi terutama disebabkan risiko jatuhnya harga pada saat panen.

Implikasi kebijakan dari temuan ini adalah : (1) tidak disarankan secara frontal menggeser komoditas yang secara tradisional telah diusahakan oleh petani, seperti padi, tembakau, dan jagung, (2) introduksi tanaman komoditas hortikultura

(15)

84

semusim yang jauh lebih menguntungkan sebaiknya dilakukan dalam skala terbatas, hal ini karena teknologi belum sepenuhnya dikuasai oleh petani, dayaserap pasar produk hortikultura yang terbatas, dan penanaman komoditas hortikultura semusim ditujukan untuk mengurangi terjadinya over supply pada produk tembakau rajangan, dan (3) implementasi pola tanam yang memasukka n komoditas hortikultura bernilai ekonomi tinggi tidak mudah sehingga harus ada beberapa kebijakan pendukung.

5.5. Perilaku Petani di Pamekasan dalam Menentukan Pilihan Komoditas dan Pola Tanam

Secara umum perilaku petani di Kabupaten Pamekasan dalam menentukan pilihan komoditas dan pola tanam dipengaruhi faktor teknis, faktor ekonomi, faktor sosial-kelembagaan, dan aspek demografi.

Beberapa faktor teknis yang mempengaruhi perilaku petani antara lain : 1. Tingkat kemampuan pengendalian, volume dan kontinuitas ketersediaan air,

baik yang bersumber dari air irigasi maupun dari air hujan. Sumber air didapat dari sungai (30 persen), irigasi teknis/semi teknis (15 persen), sumur pompa (5 persen), serta tadah hujan (50 persen). Secara umum pada lahan sawah dengan pengendalian, ketersediaan, dan kontinuitas air yang baik mempunyai fleksibilitas yang tinggi dalam memilih komoditas dan pola tanam. Sementara itu, di lahan tegal dan gunung sangat tergantung pada curah hujan dan distribusinya.

2. Kondisi fisik lahan (topografi, kesuburan, struktur, tekstur, dan sifat tanah) akan menentukan komoditas dan pola tanam yang dipilih. Kondisi lahan di Pulau Madura yang kandungan batu, kapur, dan pasirnya yang tinggi memerlukan pemupukan baik anorganik maupun organik secara berimbang.

(16)

85

Penggunaan pupuk yang tidak sesuai rekomendasi, ditinggalkannya penggunaan pupuk organik oleh sebagian besar petani, serta pola tanam yang sama dari waktu ke waktu diduga sebagai penyebab utama menurunnya produktivitas tembakau.

3. Musim atau kondisi iklim yang dibutuhkan. Komoditas tembakau dan hortikultura semusim paling baik diusahakan pada MK-I, karena kondisi kering dan air masih cukup tersedia.

4. Ketersediaan teknologi baik yang menyangkut teknologi budidaya, panen dan pasca panen, serta teknologi tata air mikro (pompa air, teknologi drainase) akan menentukan komoditas dan pola tanam yang dipilih.

5. Penguasaan teknologi oleh petani, petani akan mengusahakan jenis dan pola tanam baru apabila petani sudah mendapatkan pengetahuan dan informasi awal tentang komoditas yang mau ditanam. Secara umum penguasaan teknologi budidaya untuk padi, tembakau dan jagung sudah cukup baik, namun penguasaan teknologi budidaya hortikultura semusim masih kurang. 6. Ketersediaan alat dan mesin pertanian terutama alat pengolahan tanah (traktor)

dan pompa air, serta alat panen dan pasca panen (perajangan secara mekanik), jelas akan mempengaruhi pilihan terhadap komoditas dan pola tanam. Ketersediaan traktor akan mempengaruhi kecepatan waktu pengolahan lahan, yang terkadang terkait dengan jadwal pengairan yang ketat, pompa air akan mempengaruhi ketersediaan air waktu dibutuhkan, serta perajangan baik manual dan mekanik yang telah dikuasai mendorong petani tetap menanam tembakau.

(17)

86

Beberapa faktor ekonomi yang mempengaruhi pilihan petani terhadap komoditas dan pola tanam antara lain :

1. Ekpektasi petani terhadap harga jual output. Sebagai contoh informasi kualitatif yang diperoleh oleh beberapa petani yang menanam tanaman hortikultura (bawang merah dan cabai merah) di musim hujan salah satunya adalah ekpektasi harga yang tinggi pada waktu panen. Sementara itu, fluktuasi harga yang tajam dan cenderung jatuh pada saat panen menjadi faktor penghambat petani mengusahakan tanaman hortikultura semusim. 2. Tingkat harga beberapa input utama seperti harga benih, harga pupuk, harga

obat-obatan (pestisida, insektisida, fungisida, dan herbisida), dan harga mulsa akan mempengarui pilihan petani terhadap jenis komoditas dan pola tanam, karena setiap komoditas yang diusahakan memerlukan tingkat masukan yang berbeda. Besarnya modal yang diperlukan untuk mengusahakan tanaman hortikultura semusim karena komoditas tersebut bersifat padat modal, menjadi salah satu penghambat petani untuk mengusahakan tanaman tersebut.

3. Tingkat upah, baik untuk tenaga kerja manusia, mesin, maupun tenaga kerja ternak. Biasanya usahatani komoditas tembakau dan hortikultura memerlukan penggunaan tenaga kerja manusia yang lebih intensif serta memiliki keterampilan khusus. Usahatani komoditas padi memerukan tenaga kerja mesin dan ternak, sedangkan usahatani komoditas palawija lebih memerlukan tenaga kerja manusia dengan ketrampilan biasa dan tenaga ternak.

4. Kemampuan permodalan petani, akan menentukan pilihan komoditas dan pola tanam. Petani yang bermodal besar mempunyai kesempatan yang lebih besar

(18)

87

dalam mengusahakan komoditas-komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi.

5. Ketersediaan dan aksesibilitas terhadap sumber kredit, beberapa petani bawang merah dan cabai merah telah dapat mengakses sumber kredit formal, demikian juga petani tembakau khususnya yang memiliki ukuran lahan yang luas juga telah dapat mengakses kredit perbankan.

6. Ketersediaan dan aksesibilitas terhadap pasar bagi komoditas yang dihasilkan. Petani cenderung memilih menanam tembakau karena pasarnya tersedia, di mana terdapat empat pabrik rokok skala besar yang siap menampung hasil produksi tembakau (PT. Gudang Garam, PT. Sampurna, PT. Jarum, PT. Bentoel) serta industri-industri rokok skala kecil. Namun dalam perkembangannya pabrik rokok tumbuh semacam oligopsony, empat pabrik rokok berhadapan dengan banyak sekali petani, sehingga posisi tawar petani lemah. Beberapa petani dan pedagang bawang merah dan cabai merah, serta semangka dan melon sudah mulai merintis pasar baik untuk pasar lokal, surabaya, maupun antar pulau.

Beberapa faktor sosial kelembagaan dan demografi (karakteristik rumah tangga) juga turut menentukan perilaku petani memilih jenis komoditas dan pola tanam, antara lain :

1. Rata-rata luas penguasaan lahan petani di Pamekasan adalah 0,50 Ha yang bervariasi antara 0,25-1,00 Ha. Diperkirakan petani lahan luas mempunyai fleksibilitas yang lebih tinggi dalam melakukan pilihan komoditas dan pola tanam khusnya untuk menanam tembakau dan hortikultura semusim.

(19)

88

Sementara itu, petani lahan sempit akan cenderung menanam padi dan jagung lokal untuk kebutuhan subsistennya.

2. Status penguasaan lahan, pada status lahan sewa diperkirakan penyewa akan cenderung mengekploitasi lahan sewaan tersebut dalam durasi waktu penyewaan, biasanya mereka memilih mengusahakan komoditas komersial, seperti tembakau, bawang merah, cabai merah, serta semangka atau melon. Sementara itu, pada lahan sakap atau bagi hasil pilihan komoditas dan pola tanam tergantung kesepakatan antara pemilik lahan dan penggarap yang sebagian besar menanam padi.

3. Adanya kesepakatan bersama diantara anggota kelompok atau asosiasi petani tembakau pamekasan (APTP) dalam menentukan jenis komoditas dan pola tanam yang biasanya terkait dengan pengaturan air irigasi, pada jaringan irigasi teknis dan pengendalian produksi, akan menentukan pilihan komoditas dan pola tanam, dalam hal ini petani secara individu tidak bebas menentukan pilihannya.

4. Kelembagaan tebasan pada kasus pada komoditas padi dan tembakau di mana menurut petani bahwa sistem tebasan mampu meningkatkan efisisensi biaya panen, hal ini mendorong petani tetap mempertahankan dalam menanam padi dan tembakau.

5. Status pekerjaan, status pekerjaan utama petani diperkirakan akan mempunyai keterikatan yang tinggi terhadap pengusahaan komoditas padi dan tanaman yang secara tradisional diusahakan (tembakau), sehingga bersikap kurang berani mengambil risiko, di lain pihak status pekerjaan sebagai pengusaha (industri pengolahan hasil pertanian) dan pedagang hasil pertanian akan

(20)

89

mendorong mengusahakan komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi. Namun hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

6. Jumlah anggota keluarga akan menentukan ketersediaan tenaga kerja keluarga, meskipun variabel ini sering tidak berdiri secara tunggal, diperkirakan semakin besar ketersediaan tenaga kerja keluarga akan mendorong petani melakukan kegiatan-kegiatan usahatani yang padat karya seperti padi. Namun apabila ketersediaan ini juga didukung oleh kemampuan permodalan akan mendorong petani mengusahakan komoditas yang padat karya dan sekaligus padat kapital, seperti tembakau dan hortikultura semusim.

7. Umur kepala keluarga rumah tangga petani, berdasarkan informasi kualitatif dengan wawancara FGD menunjukkan bahwa petani-petani muda (25-45 tahun) lebih memilih menanam tanaman yang lebih menguntungkan dari padi (tembakau, jagung hibrida dan hortikultura semusim), tetapi petani-petani yang lebih tua akan tetap memilih padi dan jagung lokal yang telah diusahakan secara tradisional dan untuk mendukung kebutuhan subsistensi pangan keluarga.

8. Pendidikan secara umum makin tinggi tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat adopsi teknologi dan arus informasi, sehingga mudah menerima perubahan (teknologi), lebih rasional (perhitungan untung rugi), dan akses terhadap pasar. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan lebih terbuka untuk memilih komoditas komersial penyusun pola tanam optimal.

Terdapat beberapa komoditas hortikultura yang dapat memberikan keuntungan sangat tinggi dibandingkan dengan komoditas tembakau. Namun dalam implementasinya akan menghadapi kendala-kendala pokok baik kendala

(21)

90

teknis, ekonomi, maupun sosial kelembagaan. Beberapa kendala teknis antara lain : pertama, kondisi topografi lahan dan iklim akan membatasi terhadap pilihan pola tanam alternatif, khususnya masalah ketersediaan air irigasi pada musim kering dan pengendalian air pada musim hujan. Kedua, adanya indikasi menurunnya kualitas lahan yang disebabkan tidak dipraktekannya penggunaan pupuk berimbang dan pupuk organik oleh petani. Ketiga, tidak tersedianya teknologi tepat guna (spesific location) dan rendahnya penguasaan teknologi baik pembibitan, budidaya, dan pascapanen komoditas alternatif (bawang merah, cabai merah, semangka, melon, serta sayuran lainnya). Keempat, sifat komoditas alternatif penyusun pola tanam khususnya kelompok komoditas hortikultura yang mempunyai risiko produktivitas, risiko mudah rusak, dan risiko jatuhnya harga. Kelima, belum dapat dipenuhinya volume, kualitas, dan kontinyuitas pasokan hasil, terutama untuk memasok super market dan industri pengolahan, serta perdagangan antar pulau.

Beberapa kendala ekonomi yang di pandang sebagai penghambat dalam penerapan pola tanam alternatif, antara lain : pertama, lemahnya permodalan petani, karena sebagian besar komoditas kompetitor padi atau tembakau yang lebih menguntungkan adalah padat modal dan sekaligus padat tenaga kerja. Kedua, fluktuasi harga produk hortikultura yang tajam, sehingga ada kekhawatiran dalam pemasarannya. Ketiga, kecenderungan meningkatnya harga-harga input pertanian (benih, pupuk, dan obat-obatan), sementara pada sisi lain harga output stagnan. Keempat, meningkatnya tingkat upah, baik tenaga kerja manusia maupun mesin pertanian. Kelima, terbatasnya infrastruktur pasca panen,

(22)

91

dan daya serap pasar, serta belum berkembangnya industri pengolahan, khususnya untuk komoditas hortikultura.

Beberapa kendala sosial dalam pengembangan komoditas dan pola tanam alternatif, antara lain : pertama, luas penguasaan lahan yang relatif kecil (0,25-1,00), sehingga komoditas padi dan jagung lokal dipandang sebagai komoditas utama. Kedua, sebagian petani berstatus sebagai penggarap dengan sistem bagi hasil (yang awalnya berkembang hanya untuk komoditas padi), sehingga akan menghambat pengembangan komoditas dan pola tanam alternatif. Ketiga, budaya masyarakat petani di Pamekasan adalah padi dan tembakau sehingga tidak mudah untuk merubah komoditas dan pola tanam yang sudah diterapkan selama bertahun-tahun. Keempat, kurangnya jiwa kewirausahaan (enterpreneurship), sehingga sebagian besar petani kurang berani mengambil risiko dan mengubah pilihan komoditas dan pola tanamnya. Kelima, semakin rendah tingkat pendidikan semakin sulit menerapkan pola tanam alternatif, karena belum diadopsinya dengan baik komoditas alternatif padi.

5.6. Risiko Produksi Dan Risiko Pemasaran

Hampir dalam setiap produksi terutama produksi pertanian, risiko memainkan peranan yang sangat penting dalam pembuatan keputusan penggunaan input dan produksi output. Kegagalan dalam berproduksi dapat disebabkan karena adanya hama, penyakit, ketidakpastian cuaca, dan teknik budidaya yang dilakukan tidak sesuai dengan teknik anjuran.

Hama merupakan salah satu jasad pengganggu pada tanaman tembakau Madura, yang dapat merusak tanaman mulai dari proses pembibitan, pertanaman dan penyimpanan di gudang. Berdasarkan informasi dari penyuluh ada beberapa

(23)

92

jenis hama diantaranya berupa : (1) ulat daun seperti : Helicoverpa spp, Spodoptera litura F, (2) kutu tembakau seperti : Myzus persicae, (3) ulat penggerek batang seperti Agrotis ipsilon hufn, (4) belalang Cina Oxya chinensis dan (5) semut api merah Selenopsis germinate.

Menurut Dalmadiyo et al. (2000) penyakit juga merupakan salah satu kendala dalam usahatani tembakau karena pada umumnya dapat menurunkan kualitas dan kuantitasnya. Namun dalam tembakau rajangan Madura penyakit masih belum menimbulkan masalah yang serius. Penyakit baru menimbulkan masalah jika terjadi epidemic, sehingga pengendalian yang dilakukan menjadi tidak efektif karena sudah terlambat, dengan demikian informasi mengenai penyakit tanaman dan pengendaliannya sangat penting untuk menghindari epidemic. Berdasarkan pengamatan di lapang, menemukan gejala penyakit antara lain : lanas (layu), virus mozaik, lebah kecambah di persemaian, kerupuk di pertanaman. Pengendalian penyakit tanaman dapat dilakukan melalui varietas yang tahan, pengendalian secara biologis, fisika maupun kimia. Cara pengendalian penyakit untuk tiap-tiap lokasi berbeda tergantung pada cuaca, tanah, cara bertanam, nilai pertanaman, dan kondisi petani. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan mengenai gejala, patogen, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Keunggulan tembakau Madura ialah aromanya yang khas. Tembakau Madura tidak dapat dihasilkan di tempat lain, sekalipun bibitnya sama. Ini merupakan hasil alamiah yang khas dari daerah ini. Pemasaran tembakau Madura dimaksudkan untuk menghasilkan tembakau rajangan sebagai bahan baku rokok kretek yang dipasarkan secara bebas oleh petani. Mutu tembakau yang dihasilkan

(24)

93

harus sesuai dengan mutu yang diinginkan oleh konsumen. Mutu tembakau Madura tidak dapat diukur secara pasti, karena keputusan terakhir penetapan mutu selalu didasarkan pada ukuran sensori (aroma, rasa, elastisitas dan warna).

Meskipun pada akhirnya tembakau yang dihasilkan oleh petani akan mengalir ke industri rokok, tetapi dalam memasarkan produknya, petani akan berhadapan dengan tengkulak, bandol dan pengepul atau kadang-kadang langsung ke gudang pembelian yang merupakan perwakilan dari pabrik rokok. Harga tembakau ditentukan secara sepihak oleh pembeli karena standar mutu yang telah diadakan oleh instansi yang terkait yaitu Lembaga Tembakau (Dinas Perkebunan) dan gudang-gudang pembelian setempat berupa standar monster pada setiap musim panen belum dapat dioperasionalkan secara efektif.

Mutu tembakau Madura sangat beragam dan penilaiannya yang bersifat manual dan visual/ organoleptik sangat tergantung pada kebutuhan pabrik rokok. Walaupun demikian secara umum standar mutu tembakau meliputi : warna, pegangan/ body, aroma, tingkat kekeringan, kebersihan, kemurnian, ketuaan daun, posisi daun, dan lebar rajangan (Tabel 14). Berdasarkan kriteria tersebut, mutu tembakau dikelompokkan kedalam jenis mutu I (amat baik), II (baik), III (cukup), dan IV (sedang). Jenis mutu tembakau yang amat baik biasanya warna tidak terlalu hijau, tidak berbau tanah atau bercendawan, tidak tercampur bahan-bahan bukan tembakau, dan tidak dicampur gula, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Warna tembakau kering ialah kuning kehijauan, hijau (hijau muda, hijau tua,hijau mati), merah bata, coklat, hitam. Kecerahan warna ada tiga macam yaitu cerah, pucat, dan kusam

(25)

94

2. Pegangan/body dinilai baik (elastis), cukup (agak elastis), sedang (sedikit elastis), dan kurang (tidak elastis/ kasar)

3. Aroma dinilai baik (harum aromatis), cukup (harum agak aromatis), sedang (harum sedikit aromatis), kurang (sedikit harum, sedikit aromatis), dan jelek (tidak harum dan tidak aromatis);

4. Tingkat kekeringan dinilai baik (kadar air tembakau rajang kering diperkirakan maksimal 12%), cukup (kadar air tembakau rajang kering diperkirakan maksimal 13%), sedang (kadar air tembakau rajang kering diperkirakan maksimal 14%), dan kurang (kadar air tembakau rajang kering diperkirakan lebih dari 14%)

5. Kebersihan dinilai baik (hanya terdiri dari lamina daun tanpa gagang), dan cukup (terdapat campuran gagang atau benda lain maksimal 5%)

6. Kemurnian dinilai baik (terdiri dari satu jenis), cukup (terdapat campuran jenis lain maksimal 5%), sedang (terdapat campuran jenis lain maksimal 10%), dan kurang (terdapat campuran jenis lain lebih dari 10%).

7. Petikan daun dinilai muda (belum mencapai tingkat yang cukup tua, ditandai dengan warna daun yang masih hijau), tua (sudah mencapai tingkat kemasakan yang tua, ditandai dengan warna daun yang hijau kekuningan dan pada ujung daun berwarna coklat), dan lewat tua (sudah melewati kemasakan yang cukup tua, ditandai dengan warna daun yang sudah menguning bernoda coklat).

8. Posisi daun dinilai daun pasir, daun kaki, daun tengah, daun atas, dan daun solang.

(26)

95

9. Lebar rajangan dinilai halus (0,50-1,25 mm), cukup (1,26-2 mm), sedang (2,01 2, 70 mm), agak kasar (2,71-3,50 mm), dan kasar (3,51-5,00 mm).

Tabel 14. Karakteristik dan Jenis Mutu Tembakau Pamekasan

No. Karakteristik Mutu

I II III IV 1. Warna Kuning, kehijauan, cerah Kuning kehijauan, cerah Kuning kehijauan, sedang/cukup cerah Kuning kehijauan, pucat

2. Pegangan/body Baik Cukup Cukup Sedang

3. Aroma Baik Baik Cukup Sedang

4. Tingkat kekeringan

Baik Baik Baik Baik

5. Kebersihan Baik Cukup Cukup Cukup

6. Kemurnian Baik Baik Cukup Sedang

7. Petikan Tua Tua Tua Tua

8. Posisi daun Tengah dan atas Tengah dan atas Tengah dan atas Tengah dan bawah 9. Lebar rajangan Cukup Cukup Cukup Cukup Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Pamekasan

Fluktuasi harga dari tahun ke tahun selalu ditemui oleh petani tembakau, hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya : (1) produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang berbeda-beda, (2) kurang adanya keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan, (3) menyediakan tembakau sesuai dengan kebutuhan ternyata sangat sulit, karena belum adanya data akurat yang disampaikan pihak pabrik mengenai rencana pembelian dan stok yang ada di gudang, dan (4) adanya persaingan yang kurang sehat antar pembeli tembakau. Kondisi ini terkait dengan masa buka dan tutupnya gudang yang tidak diinformasikan terlebih dahulu. Seringkali gudang tembakau buka hanya dalam waktu kurang dari satu bulan, padahal dalam aturan yang ditetapkan dalam perda, gudang pembelian tembakau harus dibuka minimal selama satu bulan pada saat musim panen tembakau.

(27)

96

5.7. Deskripsi Karakteristik Kelembagaan Lokal yang Terkait dengan Usahatani Tembakau di Kabupaten Pamekasan

Kelembagaan merupakan salah satu faktor yang tidak bisa diabaikan ketika kita membicarakan tentang tingkat produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan yang dihasilkan oleh petani tembakau di Kabupaten Pamekasan. Beberapa macam bentuk kelembagaan yang mempengaruhi kinerja petani tembakau antara lain :

1. Kelembagaan pengadaan sarana input

Kelembagaan pengadaan sarana input mencakup beberapa kelembagaan diantaranya kelembagaan bibit, kelembagaan pupuk, kelembagaan tenaga kerja dan kelembagaan permodalan. Sebagian besar petani tembakau di Kabupaten Pamekasan telah menggunakan bibit yang direkomendasikan dan diinginkan oleh pabrik rokok, yaitu bibit Prancak 95 yang dapat menghasilkan tembakau dengan mutu bagus. Lembaga-lembaga penyedia benih varietas unggul ini sangat banyak, sehingga petani dapat mengakses benih tersebut dengan sangat mudah.

Sebagian besar kelompok tani yang ada di Pamekasan terbentuk atas inisiatif dari Dinas Pertanian. Pembentukan kelompok tani ini memiliki beberapa tujuan yaitu : (1) mempermudah transfer teknologi, (2) memperkuat posisi petani, (3) untuk mendapatkan pupuk yang bersubsidi, dan (4) sebagai wadah petani untuk menyampaikan aspirasi mereka. Dari empat tujuan tersebut, tujuan yang ketiga (mendapatkan pupuk bersubsidi) yang menjadi alasan terkuat bagi petani untuk membentuk kelompok tani, sehingga harapan untuk mewujudkan kelembagaan kelompok tani yang kuat sulit untuk diwujudkan. Sebagian dari kelompok tani tersebut telah memiliki struktur organisasi yang jelas tetapi peran dan tanggung jawab masing-masing belum terlaksana dengan baik, bahkan

(28)

97

sebagian besar dari mereka belum mengetahui apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu didalam kelembagaan kelompok tani tersebut tidak digariskan secara jelas tentang aturan main (rules of the games), pengaturan hak dan kewajiban masing-masing anggota (property right), norma yang berlaku, hukuman dan penghargaan terkait dengan norma bagi anggota-anggotanya.

Petani penanam tembakau adalah petani yang pada sebagian besar memiliki lahan kurang dari 1 hektar, bermodal tanah dan tenaga, serta dengan menggunakan teknologi yang sederhana yang diperoleh secara turun temurun. Para petani tembakau bekerja secara bebas pada lahan yang sebagian besar berstatus milik sendiri. Dibalik kebebasan dalam bekerja mereka terkendala oleh faktor modal dan tenaga. Untuk mengatasi permasalahan keterbatasan tenaga, petani yang bertanam di sawah, pada waktu pengolahan tanah membentuk kelompok kerja dalam bentuk arisan kerja. Anggota arisan kerja pada umumnya terdiri dari para petani yang memiliki status ekonomi yang hampir sama.

Modal merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan produktivitas usahatani. Fenomena secara umum diketahui bahwa modal petani untuk menjalankan usahataninya sangat terbatas, sehingga mereka perlu terhadap permodalan lain. Pemerataan akses terhadap modal bagi para petani khususnya diyakini sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan pendapatnnya. Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa dengan modal yang cukup, petani dapat mengoptimalkan sumberdaya usahatani guna meningkatkan keuntungan usahataninya, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Di Kabupatem Pamekasan petani lebih sering mengakses modal dari lembaga perkreditan informal (rentenir) dengan alasan proses

(29)

98

peminjamannya mudah dan tanpa menggunakan agunan. Sedangkan untuk mengakses kredit dari lembaga formal sulit untuk mereka dapatkan karena persyaratan yang diajukan sulit untuk dilakukan oleh petani, prosedur untuk mendapatkannya berbelit-belit, membutuhkan agunan, dan skimnya tidak sesuai dengan pola produksi para petani. Di sebagian kecil wilayah keterbatasan modal diatasi dengan membentuk pola kemitraan dengan pabrik rokok dan Koperasi Unit Desa (KUD) yang berfungsi untuk memberikan kredit sarana produksi dan menjamin pemasaran tembakau yang dihasilkan oleh petani yang bermitra dengan pabrik maupun yang menjadi anggota KUD.

2. Kelembagaan aktifitas budidaya

Jika dilihat dari penurunan produktivitas yang terjadi secara terus menerus, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani berproduksi tembakau secara tidak efisien. Beberapa faktor yang menjadi penyebab ketidakefisienan ini adalah intensitas penyuluhan pertanian. Sangat disadari bahwa peranan penyuluhan pertanian dalam peningkatan produktivitas dan perbaikan efisiensi teknis sangat penting, tetapi seringkali kelembagaan ini kurang dapat menjalankan fungsi yang diembannya dengan baik karena (1) keberadaan lembaga penyuluhan cenderung terabaikan (2) jumlah dan tenaga penyuluh yang berkualitas sesuai dengan perkembangan IPTEK relatif rendah, akibatnya kualitas penyuluhan dalam pelaksanaan program penyuluhan juga relatif rendah, dan (3) peran antarlembaga pendidikan dan pelatihan, balai penelitian, dan penyuluhan belum terkoordinasi dengan baik.

Masih banyaknya petani yang belum berproduksi secara efisien juga disebabkan karena kurangnya alokasi penggunaan beberapa input seperti pupuk,

(30)

99

tenaga kerja dan pestisida, hal ini disebabkan karena sebagian besar petani tembakau memiliki modal yang terbatas, dan akses terhadap lembaga keuangan sangat rendah. Padahal kredit modal merupakan dukungan pembiayaan yang seharusnya mudah diakses oleh para petani karena dengan kredit tersebut : (1) membantu petani kecil dalam mengatasi keterbatasan modal dengan bunga yang relatif ringan, (2) mengurangi ketergantungan petani dengan pedagang perantara dan pelepas uang, dengan demikian berperan dalam memperbaiki struktur dan pola pemasaran hasil pertanian, (3) mekanisme tranfer pendapatan diantara masyarakat untuk mendorong pemerataan, dan (4) insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi usahatani.

Keberadaan kelembagaan koperasi juga tidak banyak membantu para petani dalam mengatasi masalah permodalan. Secara umum keberadaan koperasi di Kabupaten Pamekasan relatif sama yaitu antara hidup dan mati, perlu dijelaskan bahwa sebagian besar koperasi unit desa yang ada disetiap kecamatan, saat penelitian dilakukan hanya tinggal bekas bangunannya dan bekas pengurusnya. Keorganisasian dan kepengurusannya sebagian besar sudah tidak berfungsi lagi, bahkan tidak sedikit yang meninggalkan tunggakan hutang dan memiliki citra buruk pada masyarakat petani dipedesaan. Pada umumnya koperasi ini adalah koperasi yang dahulunya sangat tergantung pada bantuan pemerintah dan tidak mampu menggalang kerjasama dengan pelaku-pelaku kegiatan ekonomi riil di lapang.

Bagi petani tembakau yang bermitra dengan pabrik rokok, permasalahan modal dapat teratasi karena dalam kelembagaan kemitraan tersebut, pabrik rokok menyediakan semua sarana produksi yang dibutuhkan oleh petani, disamping itu

(31)

100

para petani yang bermitra mendapatkan pendampingan yang intensif dari pabrik rokok. Didalam kelembagaan kemitraan tersebut telah dijelaskan aturan main (rules of games) diantara petani dan pabrik rokok yaitu : (1) petani yang menyediakan lahan dan tenaga kerja, (2) pabrik menyediakan semua input yang dibutuhkan kecuali tenaga kerja, (3) pabrik rokok memberikan bimbingan teknis budidaya kepada petani, dan (4) petani berkewajiban menjual produknya kepada pabrik rokok.

3. Kelembagaan pemasaran

Pemasaran tembakau dimaksudkan untuk menghasilkan tembakau rajangan kering, sebagai bahan baku rokok kretek yang dipasarkan secara bebas oleh petani. Mutu tembakau yang dihasilkan harus sesuai dengan mutu yang diinginkan oleh konsumen. Mutu tembakau tidak dapat diukur secara pasti, karena keputusan terakhir penetapan mutu selalu didasarkan pada ukuran sensori (aroma, rasa, elastisitas dan warna). Walaupun demikian secara umum standar mutu tembakau meliputi warna, pegangan atau body, aroma, tingkat kekeringan, kebersihan, kemurnian, ketuaan daun, posisi daun, dan lebar rajangan

Meskipun pada akhirnya tembakau yang dihasilkan oleh petani akan mengalir ke industri rokok, tetapi dalam memasarkan produknya, petani akan berhadapan dengan tengkulak, bandol dan pengepul atau kadang-kadang langsung ke gudang pembelian yang merupakan perwakilan dari pabrik rokok. Harga tembakau ditentukan secara sepihak oleh pembeli karena standar mutu yang telah diadakan oleh instansi yang terkait yaitu Lembaga Tembakau (Dinas Perkebunan) dan gudang-gudang pembelian setempat berupa standar monster pada setiap musim panen belum dapat dioperasionalkan secara efektif.

(32)

101

Di Pamekasan dikenal 2 sistem perdagangan tembakau yaitu (1) sistem perdagangan tembakau pasaran yaitu penjualan tembakau pada waktu dan tempat yang telah ditentukan (hari pasaran), petani menjual tembakaunya di pasar tersebut, dan (2) sistem perdagangan tembakau melalui juragan (orang yang mendapat kepercayaan dari pabrik tembakau untuk membelinya) dan bandol (asisten dari juragan dalam usaha untuk mendapatkan tembakau dari petani). Dari beberapa sistem perdagangan tembakau di atas, sistem perdagangan tembakau yang disebut juragan dan bandol lebih menonjol. Menurut para juragan di Madura, bekerjasama dengan bandol lebih menguntungkan, karena bisa memperlancar perdagangan. Apabila harus berhubungan langsung dengan para petani, maka juragan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyortir tembakau, karena terlampau banyak tembakau yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Selain kurangnya pengetahuan para petani tentang tatacara penjualan tembakau, mereka juga menghadapi persaingan yang ketat untuk dapat memasarkan tembakaunya. Para petani tembakau selalu dihadapkan pada risiko kerugian yang besar apabila mereka gagal dalam persaingan. Salah satu cara untuk mengatasi ketidakamanan tersebut, seperti persaingan ketat dan risiko kerugian yang besar, adalah meminta bantuan bandol untuk menjualkan tembakaunya.

Berkaitan dengan kegiatan pemasaran kelembagaan pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan daerah (perda) antara lain : (1) perda no. 3 tahun 2002 yang mengatur tentang larangan tembakau dari luar madura untuk masuk ke pamekasan, ini dilakukan untuk melindungi keaslian tembakau madura, (2) perda no. 5 tahun 2002 mengatur tentang pembelian dan pengusahaan gudang

(33)

102

tembakau yaitu : 7 hari sebelum buka gudang harus izin ke Bupati, 7 hari sebelum gudang tutup diwajibkan lapor ke Bupati, dan Lama buka gudang rata-rata selama satu bulan, (3) perda no 6 tahun 2002 mengatur tentang partisipasi yaitu setiap akhir musim, gudang memberikan kontribusi kepada pemkab. Sebagian dana tersebut disalurkan ke dinas perkebunan Pamekasan dan dialokasikan untuk pemberdayaan petani melalui program penggunaan pupuk organik, pembentukan kelembagaan KUT (Komisi Urusan Tembakau), pembibitan tembakau diberikan secara gratis, penangkaran benih tembakau, pelatihan perajangan, dan (4) perda no.2 tahun 2008 mengatur tentang pengawasan perdagangan tembakau. Dibuat tim pemantau dan pengawas yang bertugas mengawasi mekanisme perdagangan tembakau di gudang. Namun demikian perda-perda tersebut tidak banyak membantu petani dalam penentuan harga tembakau.

Walaupun telah dibuat beberapa perda, namun posisi petani tembakau masih lemah, mereka tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga dan menerima dengan pasrah penilaian tingkat kualitas tembakau oleh para pembeli. Sekali lagi keberadaan kelembagaan koperasi maupun kelembagaan kelompok tani tidak mampu menjadikan petani sebagai price taker komoditas tembakau. Hal ini disebabkan karena kelembagaan kelompok tani dan koperasi di pedesaan yang kondusif untuk pemberdayaan ekonomi rakyat tidak berkembang karena adanya kooptasi yang berlebihan dari sistem birokrasi pemerintahan. Kondisi ini ternyata lebih banyak melumpuhkan kelembagaan lokal yang selama ini berkembang dengan baik di masyarakat dan berperan dalam pemerataan pendapatan. Kooptasi birokrasi yang berlebihan telah memunculkan kondisi asimetris informasi antara

(34)

103

sebagian besar masyarakat tani dengan kelompok lainnya. Asimetri informasi ini membawa implikasi yang sangat luas terhadap rendahnya akses pelaku agribisnis terhadap sumberdaya modal, teknologi, peningkatan kemampuan, informasi pasar, dan lain sebagainya.

Gambar

Tabel  7. Sebaran Umur Petani pada Setiap Sistem Usahatani Tembakau  di  Kabupaten Pamekasan Tahun 2009
Tabel 8. Sebaran Pendidikan Petani pada Setiap Sistem Usahatani Tembakau  di  Kabupaten Pamekasan Tahun 2009
Tabel 9. Sebaran Kepemilikan Luas Lahan  Petani pada Setiap Sistem Usahatani  Tembakau di Kabupaten Pamekasan Tahun 2009
Tabel 10. Rata-Rata Penggunaan Berbagai Macam Input dalam Usahatani  Tembakau  pada Berbagai Agroekosistem dan Sistem Swadaya  di  Kabupaten Pamekasan Tahun 2009
+4

Referensi

Dokumen terkait

1) Megawati dan Gus Dur menjadi panutan pengikutnya, panutan tersebut tidak berdasarkan ketundukan rasional tetapi ketundukan irasional. Kata lainnya apa pun yang dilakukan

Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Perilaku Kenakalan Remaja pada Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2014/2015.. Jurnal Bimbingan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari termodinamika proses pembentukan hidrat metana sehingga diperoleh kondisi suhu dan tekanan kesetimbangan

Dari enam negara utama tujuan ekspor, pada November 2016 ekspor dari Papua hanya ditujukan ke tiga negara yaitu Jepang, India, dan Tiongkok dengan total ekspor mencapai US$277,58

Budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak dimiliki oleh sebagian orang lainnya, budaya dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian

Return index - Uses both prices and income of the constituent securities Rate of return that is based on a price index is referred to as price return. Rate of return that is based on

identiteetti on ollut paljon esillä tutkimuksessa, mutta sen määrittely ja siihen liit- tyvät moraaliset ongelmat ovat jääneet vähemmälle huomiolle. luku) li- säksi

Pada semua formula tepung komposit, nilai viskositas breakdown tidak berbeda nyata dengan tepung talas beneng tanpa penambahan daun kelor, namun nilainya menurun