• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSES PARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSES PARU"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

ABSES PARU

Disusun oleh : Bram Ray L D 08700237

Pembimbing :

dr. Dwi Raras Sp.P

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2014

(2)

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas referat berjudul ABSES PARU ini. Tugas ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam

Bersamaan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada: 1. dr . Dwi Raras Sp.P sebagai pembimbing klinik.

2. Para teman sejawat dokter muda yang telah memberikan masukan serta membantu dalam penyelesaian referat ini, dan semua pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu terwujudnya referat ini. Penulis juga menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala masukan serta kritik yang membangun demi sempurnanya tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga referat ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait.

Sidoarjo , 22 MEI 2014

(3)

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………2 DAFTAR ISI……….…..3 DAFTAR GAMBAR………..4 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang……..……….…….…5 1.2 Tujuan………..……….………..……6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan fisiologi……….……….…….….7

2.2. Definisi…………..………..………...………...…10 2.3 Epidemiologi………….………..………..……….…....…10 2.4 Etiologi………..……....………...13 2.5 Patofisiologi………..…...………...15 2.6 Diagnosis……….…….……….17 2.7 Penatalaksanaan…………..……….…..………….……...30 2.8 Komplikasi………..…………32 2.9 Prognosis……..……….……..33 DAFTAR PUSTAKA………..………….…………...……….34

(4)

4 DAFTAR GAMBAR Gambar 1………..………..7 Gambar 2………9 Gambar 3………..…….……….………..11 Gambar 4………..……..………..19 Gambar 5………...………..………..20 Gambar 6………..………21 Gambar 7..………..………..22 Gambar 8..………..………..23 Gambar 9……….….……...………..24 Gambar 10...……….………25 Gambar 11……….……….………..27 Gambar 12……….……….………..28 Gambar 13……….……….………..29 Gambar 14……….……….………..32

(5)

5 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Semua lesi di parenkim paru dengan proses supurasi yang disebabkan oleh

mikroorganisme piogenik disebut abses paru. Berdasarkan jenis kelamin abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Abses paru lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut karena peningkatan kejadian penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi disfagia dan aspirasi.1,2

Kejadian abses paru yang paling sering adalah sebagai komplikasi pneumonia aspirasi yang disebabkan oleh mikroorganisme anaerob, yaitu Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella

pneumoniae, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, spesies Nocardia dan spesies

jamur. Proses abses paru pertama terjadi obstruksi pada parenkim paru, infeksi, proses supurasi, kemudian nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari supurasi dan thrombosis pembuluh darah lokal yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi.1,3

Gejala awal abses paru adalah badan terasa lemah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, batuk kering, keringat malam, demam intermitten bias disertai menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,4°C atau lebih. Tidak ada demam tidak menyingkirkan adanya abses paru. Setelah beberapa hari dahak bias menjadi purulent dan dapat mengandung darah. Pemeriksaan fisis yang ditemukan adalah suhu badan meningkat sampai 40°C, pada paru ditemukan kelainan seperti nyeri tekan local, pada daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara napas bronkial.2

Gambaran radiografi yang spesifik berupa kavitas yang bentuknya irregular dengan air-fluid level di dalamnya. Abses paru akibat pneumonia aspirasi biasanya terletak pada segmen posterior lobus atas atau segmen superior lobus bawah paru kanan.1

(6)

6

Untuk mendapatkan bahan pemeriksaan mikroorganisme penyebabnya, dilakukan aspirasi pus dengan jarum transtrakeal ataupun transtorakal. Komplikasi pengambilan bahan pemeriksaan ini adalah penyebaran ke daerah yang belum terinfeksi. Dengan pemberian obat antibiotik yang tepat, abses paru tidak menjadi masalah lagi. Prognosis abses paru simpel terutama tergantung dari keadaan umum pasien, letak abses serta luasnya kerusakan abses yang terjadi, dan respons pengobatan yang kita berikan.2

1.2 Tujuan

Tujuan referat ini adalah untuk mengetahui bagaimana diagnosis abses paru yangdisertai definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, komplikasi serta prognosis dari abses paru

(7)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. 7

Gambar 1. Anatomi Paru-Paru Normal Tampak Anterior

(8)

8

Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membrane mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga diantara pita suara (yaitu glotis) bermuara ke dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernapasan atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah. Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas,

penutupan glottis, dan fungsi seperti pintu dari epiglottis yang berbentuk daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esophagus. Jika benda asing masih mampu masuk melampaui glotis, fungsi batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah.7

Paru terletak dalam rongga toraks. Mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar memisahkan paru tersebut. Setiap Paru mempunyai apeks dan dasar. Pembuluh darah paru dan bronkial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih besar daripada paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris.1 Fissura oblik memisahkan lobus inferior dengan lobus medius dan lobus superior. Fissura minor memisahkan lobus superior dengan lobus medius, terletak horizontal, ujung dorsal bertemu dengan fissura oblik, ujung ventral terletak setinggi pars cartilaginis costa IV. Pada facies mediastinalis fissure horizontal (fissure minor) melampaui bagian dorsal hilus paru. Lobus medius adalah lobus yang terkecil dari lobus lainnya dan berada di bagian ventrocaudal, bentuk paru kanan bentuknya lebih kecil tetapi lebih berat dan total kapasitasnya lebih besar9

Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen bronkusnya. Paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru kiri dibagi menjadi 9 .10

Sirkulasi darah ada hubungannya dengan fungsi respirasi. Sirkulasi pulmonal adalah aliran darah dari ventrikulus dekstra, melalui arteri pulmonalis, berakhir pada atrium dekstra. Pada sirkulasi pulmonal terjadi pergantian karbondioksida dengan oksigen, yang berlangsung melalui dinding alveolus, disebut respirasi eksterna. Respirasi interna adalah penggunaan

(9)

9

oksigen di jaringan, yang menghasilkan karbondioksida. Peredaran darah yang berkaitan dengan nutrisi parenkim paru dilakukan oleh arteri dan vena bronkialis.9

Ramus dekstra dan ramus sinistra arteri pulmonalis adalah percabangan dari arteri pulmonalis yang membawa darah dari paru kanan dan paru kiri, selanjutnya bercabang-cabang mengikuti percabangan bronkus dan kapilerkapilernya mencapai alveolus. Paru kanan menerima sebuah cabang dari arteri bronkialis, dan paru kiri menerima dua buah cabang dari arteri

bronkialis. Arteri ini dipercabangkan dari dinding ventral aorta thoracalis proksimal.9

Persarafan paru berasal dari serabut saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) yang membentuk pleksus pulmonalis anterior dan pleksus pulmonalis posterior.11,

Gambar 2. Pembagian Segmen pada Lobus Paru (Dikutip dari Kepustakaan 12)

(10)

10 2.2 DEFINISI

Abses paru adalah suatu daerah lokal nekrosis supurativa di dalam parenkim paru, yang menyebabkan terbentuknya satu atau lebih kavitas besar .4

2.3 EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan jenis kelamin abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Abses paru lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut karena peningkatan kejadian penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi disfagia dan aspirasi. Namun, serangkaian kasus abses paru di pusat perkotaan dengan prevalensi tinggi alkoholisme melaporkan rata-rata penderita abses paru berusia 41 tahun.2,5

Insidensi abses paru tidak diketahui, meskipun terlihat pertumbuhannya tidak fluktuatif dan insidensinya juga terlihat menurun sejak diperkenalkannya antibiotic (khususnya penisilin). Sejak 1943-1956, Massachusetts General Hospital melaporkan sebanyak 10-11 kasus abses paru per 10.000 penderita yang masuk rumah sakit pada masa pre antibiotik dibandingkan dengan 1-2 kasus per penderita yang masuk rumah sakit pada masa post-antibiotik. Pada tahun 1984- 1986 kasus yang ditangani The Beth Israel Deacones Medical Center’s menunjukkan bahwa abses paru mewakili kira-kira 0,2% dari seluruh kasus pneumonia membutuhkan perawatan rumah sakit. Penurunan kasus abses paru berhubungan dengan penggunaan dini dan luas antimikroba yang efektif, peningkatan manajemen perawatan pasien yang tidak sadar, dan peningkatan manajemen perawatan pasien yang dianestesi.6

Proses fisiologi pernapasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru. Stadium kedua, transportasi, yang harus ditinjau dari beberapa aspek: (1) difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan; (2) distribusi darah dalam sirkular pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus; dan (3) reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah. Respirasi sel atau

(11)

11

energy, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolism sel dan dikeluarkan oleh paru.7 Suatu lapisan tipis kontinu yang mengandung kolagen dan jaringan elastis, dikenal sebagai

pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru (pleura viseralis). Diafragma merupakan otot berbentuk kubah yang membentuk dasar rongga toraks dan

memisahkan rongga tersebut dari rongga abdomen.2

Gambar 3. Struktur Di sekitar paru

(12)

12

Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm (5 inci). Struktur trakea dan bronkus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Permukaan posterior trakea agak pipih dibandingkan sekelilingnya karena cincin tulang rawan di daerah itu tidak sempurna, dan letaknya tepat di depan esofagus. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina.7

Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hamper vertikal. Sebaliknya bronkus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit dibandingkan dengan bronkus utama kanan dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam.7

Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis.7

Setelah bronkus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantong udara atau alveoli pada dindingnya; (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveolus, dan (3) sakus alveolaris terminalis yang menyerupai anggur membentuk sakus

terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus didekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang kecil pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn.7

(13)

13 2.4 ETIOLOGI

Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, yaitu:

a. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi

1. Bacteriodes melaninogenus2 2. Bacteriodes fragilis2 3. Peptosireptococcus species2 4. Bacillus Intermedius2 5. Fusobacterium nucleatum2 6. Microaerophilic streptococcus2

Bakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-100% dari specimen yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.2

b. Kelompok bakteri aerob:

1. Gram positif: sekunder oleh sebab selain aspirasi ‐ Staphylococcus aureus2

‐ Streptococcus microaerophilic2 ‐ Streptococcus pyogenes2 ‐ Streptococcus pneumonia2

(14)

14

2. Gram negative: biasanya merupakan sebab nosocomial -Klebsiella pneumonia2

-Pseudomonas aeruginosa2 -Escherichia coli2

-Haemophilus Influenza2 -Actinomyces Species2 Gram negative bacilli2

c. Kelompok:

-jamur: mucoraceae, aspergilus species2

-parasit, amuba2

-mikobakterium2

Terdapat 46% abses paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan aerob.2 Spektrum kuman patogen penyebab abses paru pada pasien immunocompromised sedikit berbeda. Pada pasien AIDS kebanyakan kumannya adalah bakteri aerob, P. carinii dan jamur termasuk Cryptococcus neoforman dan mycobacterium

(15)

15 2.5 PATOFISIOLOGI

Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik.3 Bermacam-macam faktor yang berinteraksi dalam terjadinya abses paru seperti daya tahan tubuh dan tipe dari

mikroorganisme patogen yang menjadi penyebab. Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara yaitu aspirasi dan hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor dan striktur bronkial. Keadaan ini menyebabkan obstruksi bronkus dan terbawanya organisme virulen yang akan menyebabkan terjadinya infeksi pada daerah distal obstruksi tersebut. Abses jenis ini banyak terjadi pada pasien bronchitis kronis karena banyaknya mukus pada saluran napas bawahnya yang merupakan kultur media yang sangat baik bagi organisme yang teraspirasi. Pada perokok usia lanjut keganasan bronkogenik bisa merupakan dasar untuk terjadinya abses paru.2

Secara hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septikemi atau sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi dari bagian lain tubuhnya seperti iricuspid

valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya akan terbentuk abses multipel dan

biasanya disebabkan oleh stafilokokus. Penanganan abses multiple dan kecil-kecil adalah lebih sulit dari abses single walaupun ukurannya besar. Secara umum diameter abses paru bervariasi dari beberapa mm sampai dengan 5 cm atau lebih.2 Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi, bronkiektasis dan gangguan imunitas. 2

Selain itu abses paru dapat terjadi akibat necrotizing pneumonia yang menyebabkan terjadinya nekrosis dan pencairan pada daerah yang mengalami konsolidasi, dengan organisme penyebabnya paling sering ialah Staphylococcus maureus, Klabsiella pneumonia dan grup

(16)

16

Bulla atau kista yang sudah ada bisa berkembang menjadi abses paru. Kista bronkogenik yang berisi cairan dan elemen sekresi epitel merupakan media kultur untuk tumbuhnya

mikroorganisme. Bila kista tersebut mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang virulens maka akan terjadilah abses paru.2 Abses hepar bakterial atau amubik bisa mengalami rupture dan menembus diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah paru kanan dan rongga pleura.2 Abses paru biasanya satu (singel), tapi bisa multipel yang biasanya unilateral pada satu paru, yang terjadi pada pasien dengan keadaan umum yang jelek atau pasien yang mengalami penyakit menahun seperti malnutrisi, sirosis hati, gangguan imunologis yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun, atau penggunaan sitostatika. Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus atas dan segmen apical lobus bawah, dan sering terjadi pada paru kanan, karena bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri. 2 Abses bisa mengalami rupture ke dalam bronkus, dengan isinya diekspektorasikan keluar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara. Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi empyema yang bisa diikuti dengan terjadinya fistula bronkopleura.2

Faktor predisposisi terjadinya abses paru2:

a. Kondisi-kondisi yang memudahkan terjadinya aspirasi:

1. Gangguan kesadaran: Alkoholisme, epilepsi/kejang sebab lain, Gangguan

serebrovaskular, anestesi umum, penyalahgunaan obat intravena, koma, trauma, sepsis. 2. Gangguan esophagus dan saluran cerna lainnya: Gangguan motilitas.

3. Fistula trakeoesopageal. b. Sebab-sebab Iatrogenik c. Penyakit-penyakit periodontal d. Kebersihan mulut yang buruk e. Pencabutan gigi

f. Pneumonia akut g. Immunosupresi

(17)

17

h. Bronkiektasis i. Kanker paru

j. Infeksi saluran napas atas dan bawah yang belum teratasi. Pasien HIV

yang terkena abses paru pada umumnya mempunyai status immunocompromised yang sangat jelek (kadar CD4<50/mm3), dan kebanyakan didahului oleh infeksi terutama infeksi paru.2

2.6 DIAGNOSIS 1. Anamnesis

Onset penyakit bisa berjalan lambat atau mendadak/akut. Disebut abses akut bila

terjadinya kurang dari 4-6 minggu. Umumnya pasien mempunyai riwayat perjalanan penyakit 1-3 minggu dengan gejala awal adalah badan terasa lemah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, batuk kering, keringat malam, demam intermitten bisa disertai menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,4°C atau lebih. Tidak ada demam tidak menyingkirkan adanya abses paru. Setelah beberapa hari dahak bisa menjadi purulent dan bisa mengandung darah.2

Kadang-kadang kita belum curiga adanya abses paru sampai dengan abses tersebut menembus bronkus dan mengeluarkan banyak sputum dalam beberapa jam sampai dengan beberapa hari yang masih mengandung jaringan paru yang mengalami ganggren. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan penyebabnya bakteri anaerob dan disebut dengan putrid abscesses, tetapi tidak didapatkannya sputum dengan ciri di atas tidak

menyingkirkan kemungkinan infeksi anaerob. Bila terdapat nyeri dada menunjukkan keterlibatan pleura. Batuk darah bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi ada yang masif.2

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisis yang ditemukan adalah suhu badan meningkat sampai 40°C, pada paru ditemukan kelainan seperti nyeri tekan local, pada daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara napas bronkial. Bila abses luas dan letaknya dekat dengan dinding dada kadang kadang terdengar suara amforik. Suara napas bronkial atau amforik terjadi bila kavitasnya besar dan karena bronkus masih tetap dalam keadaan terbuka disertai adanya konsolidasi sekitar

(18)

18

abses dan drainase abses yang baik. Biasanya juga akan terdengar suara ronkhi.2

Bila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks (empiema torakis) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding dada tertinggal pada tempat lesi, fremitus vokal menghilang, parkusi redup/pekak, bunyi napas menghilang dan terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum terutama pendorongan jantung ke arah kontra lateral tempat lesi.2 Pada abses paru dijumpai jari tabuh, yang proses terjadinya berlangsung cepat.2

3. Pemeriksaan Radiologi a. Foto X-ray

Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk abses paru. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya menunjukkan gambaran opak dari satu atau lebih segmen paru, atau hanya berupa gambaran densitas homogeny yang berbentuk bulat. Kemudian akan ditemukan gambaran radiolusen dalam bayangan infiltrat yang padat. Selanjutnya bila abses tersebut mengalami ruptur sehingga terjadi drainase abses yang tidaksempurna kedalam bronkus, maka baru akan tampak kavitas irregular dengan batas cairan dan permukaan udara (air fluid

level) di dalamnya. Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila kita melakukan foto dada

PA dengan posisi berdiri. Khas pada abses paru anaerobic kavitasnya single (soliter) yang biasanya ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru sekunder (aerobic, nosocomial atau hematogen) lesinya bisa multipel. Sepertiga kasus abses paru bisa disertai dengan empiema. Empiema yang terlokalisir dan disertai dengan fistula bronkopleura akan sulit dibedakan dengan gambaran abses paru. Untuk suatu gambaran abses paru simple, noduler dan disertai limfadenopati hilus maka harus dipikirkan sebabnya adalah suatu keganasan paru.2

(19)

19 Gambar 4. (A) Abses paru yang besar dengan air-fluid level di bagian distal pada suatu

karsinoma hilus. Lobus kanan atas kolaps disertai dengan emfisema sebagai kompensasi. (B) Tampak penebalan pada fissura obliq yang bersebelahan dengan abses (panah). (Dikutip dari Kepustakaan 13)

(20)

20 Gambar 5.Abses Paru Foto Postero-Anterior (Dikuti[p Dari Kepustakaan 14)

(21)

21 Gambar 6. Abses Paru Foto Lateral (Dikutip Dari Kepustakaan 14)

(22)

22 Gambar 7. Foto Thorax Posisi Lateral, tampak adanya cavitas dengan air-fluid level yang

merupakan karakteristik dari abses paru. (Dikutip dari Kepustakaan 10) Pada foto PA dan lateral abses paru biasanya ditemukan satu kavitas, tetapi dapat juga multi-kavitas berdinding tebal, dapat pula ditemukan permukaan udara dan cairan di dalamnya.10

(23)

23 Gambar 8. Abses setelah pneumonia.Penderita ini dengan pneumonia akut pada segmen

posterior lobus kanan atas, terbentuk area translusen di bagian sentral (terlihat jelas pada foto lateral). Tampak gambaran abses dengan dinding tebal yang irreguler dan air-fluid level. (Dikutip dari Kepustakaan 15)

(24)

24 b. CT-Scan

CT scan bisa menunjukkan tempat lesi yang menyebabkan obstruksi endobronkial, dan

gambaran abses tampak seperti massa bulat dalam paru dengan kavitas sentral berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak didaerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. CT

scan juga bias menunjukkan lokasi abses berada dalam parenkim paru yang membedakannya

dari empyema. Gambaran empyema karakteristik, yaitu tampak pemisahan pleura parietal dan visceral (pleura split) dan kompresi paru. Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.1,2

(25)

25 Gambar 10. Potongan aksial dari CT-Scan Thorax, menggambarkan multilokular abses dengan

double air-fluid level pada pasien pria usia 39 tahun dengan abses paru dan penanganan yang

tidak berhasil. (Dikutip dari Kepustakaan 5)

Lesi-lesi yang bisa mengakibatkan terjadinya abses paru bakterial meliputi karsinoma bronkogenik dengan kavitas, bronkiektasis, empiema sekunder dari fistula bronkopleura, tuberkulosis paru, cocciodomycosis dan infeksi jamur pada paru, bulla atau kista udara yang mengalami infeksi, perlunakan/skuesterisasi paru, nodul silikat dengan sianosis sentral, abses hepar atau subfrenik akibat amuba atau hidatid yang menembus ke bronkus dan Wagener’s

granulomatosis. Pemeriksaan diagnostic secara seksama seperti yang disebutkan di atas harus

dilakukan untuk membedakannya dari abses paru biasa (simpel).2 Klinisi harus tetap waspada bahwa kavitas paru yang ada bukan suatu abses paru.2

(26)

26

Diagnosa banding dari abses paru antara lain sebagai berikut: 1. Penyebab infeksi: tuberculosis, bulla infeksi, emboli septik,2

2. Penyebab bukan infeksi: kavitas oleh karena keganasan, Wagener’s granulomatosis, nodul rheumatoid, vaskulitis, sarkoidosis, infark paru, kongenital (bulla, kista, bleb).2

4. Laboratorium

Hitung leukosit umumnya tinggi berkisar 10.000-30.000/mm³ dengan hitung jenis bergeser ke kiri dan sel polimorfonuklear yang banyak terutama netropil yang immature. Bila abses berlangsung lama sering ditemukan adanya anemia. Pemeriksaan dahak dapat membantu dalam menemukan mikroorganisme penyebab abses, namun dahak tersebut hendaknya diperoleh dari aspirasi transtrakheal, transtorakal atau bilasan/sikatan bronkus, karena dahak yang

dibatukkan akan terkontaminasi dengan organisme anaerobic normal pada rongga mulut dan saluran napas atas. Prosedur invasive ini tidak bisa dilakukan, kecuali bila respons terhadap antibiotic tidak adekuat. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dari dahak adalah pewarnaan langsung dengan teknik gram, biakan, mikroorganisme aerob, anaerob, jamur, Nokardia, basil mikobakterium tuberculosis dan mikobakterium lain. Dahak bisa mengandung Spirochaeta,

fusiform bacilli atau sejumlah besar bakteri baik yang pathogen maupun flora manusia seperti Streptococcus viridian. Klostridium dapat ditemukan dari aspirasi transtrakeal. Kultur darah

dapat membantu menemukan etiologi, sedangkan pemeriksaan aerologi juga dapat dilakukan untuk jamur dan parasite.2

(27)

27 5. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Gambar 11. Gambaran histopatologis dari abses paru menunjukkan reaksi inflamasi. (Dikutip

dari Kepustakaan 10)

6. Pemeriksaan Melalui Aspirasi Jarum Perkutan

Cara ini mempunyai akurasi tinggi untuk diagnosis bakteriologis, dengan spesifisitas melebihi aspirasi transtrakeal.2

DEFERENTIAL DIAGNOSIS 1. Karsinoma Bronkogen

Pemeriksaaan radiologik untuk membantu diagnosis karsinoma paru bermacam-macam, antara lain bronkografi invasif, CT-Scan, serta pemeriksaan radiologik konvensional (thorax PA,

lateral, fluoroskopi). Beberapa kelainan seperti emfisema setempat, atelektasis, pembesaran hilus unilateral, serta kavitas dapat dicurigai sebagai suatu keganasan.13 Berdasarkan histologinya, karsinoma bronkogen terdiri atas 4 jenis sel, yakni: adenocarcinoma, squamous cell carcinoma,

undifferentiated large cell carcinoma, dan small cell carcinoma. Squamous cell carcinoma

merupakan jenis sel yang paling sering memberikan gambaran radiologik berupa kavitas, yakni pada sekitar 10% dari kasus. Sedangkan karsinoma bronkioloalveolar (adenocarcinoma) adalah jenis karsinoma bronkogen kedua terbanyak setelah squamous cell carcinoma yang pada

(28)

28 Gambar 12. Bronchioloalveolar carcinoma pada pria 39 tahun dengan sputum darah dan nyeri

dada pleuritik. (a) Foto Thorax PA yang menggambarkan konsolidasi dan kavitas pada paru kiri atas segmen lingular. (b) CT-Scan Thorax (window paru) menunjukkan gambaran kavitas dengan konsolidasi pada parenkim paru. Nampak air bronchogram pada sekitar kavitas. Pada pembedahan, ditemukan kavitas 8,4 x 6,4 x 3,5 cm pada bronchioloalveolar carcinoma dengan perluasan langsung ke pleura visceralis. Meskipun tampak tanda-tanda demikian, gambaran paling sering pada bronchioalveolar carcinoma adalah nodul soliter pada paru . (Dikutip dari Kepustakaan 16)

2. Tuberkulosis Paru dengan kavitas

Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apical lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat pula mengenai lobus bawah atau di daerah hilus (misalnya pada tuberkulosis endobrakial). Pada awal penyakit, lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, dengan gambaran radiologik berupa bercak berawan dengan batas yang tidak tegas. Bila sudah diliputi jaringan ikat maka terlihat bayangan berupa bulatan dengan batas tegas.9 Lesi ini lebih dikenal dengan tuberkuloma. Selain itu, nampak pula kavitas, yakni

(29)

29

bayangan berupa cincin. Dinding kavitas dapat tipis dan halus hingga tebal dan noduler, air-fluid

level dilaporkan terjadi pada 9-21% dari kavitas pada TB. Pada proses lanjut dapat terlihat

bermacam-macam bayangan sekaligus seperti infiltrat, garis fibrosis, kalsifikasi, kavitas, maupun atelektasis dan emfisema.17,18

Gambar 13. Distribusi atipic postprimer TB pada seorang pria 62 tahun. (a) Foto thorax

menunjukkan massa kavitas 5 cm dengan dinding tebal tidak teratur (panah besar) dan dikelilingi oleh noduler opacity yang saling berdekatan pada lobus kiri atas. Suatu nodul 5 mm dengan densitas (panah kecil) terdapat di kontralateral, lobus kanan atas. (b) CT-Scan yang didapatkan dengan collimation 7-mm menunjukkan lokasi kavitas (panah) di segmen anterior lobus kiri atas. (Dikutip dari Kepustakaan 18)

(30)

30 2.7 PENATALAKSANAAN

1. Non-operatif

Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi secepatnya dari patogen penyebab dengan pengobatan yang cukup, drainase yang adekuat dari empiema dan pencegahan komplikasi yang terjadi.2

Pasien abses paru memerlukan istirahat yang cukup. Bila abses paru pada foto dada menunjukkan diameter 4 cm atau lebih sebaiknya pasien dirawat inap. Posisi berbaring pasien hendaknya miring dengan paru yang terkena abses berada di atas supaya gravitasi drainase lebih baik. Bila segmen superior lobus bawah yang terkena, maka hendaknya bagian atas tubuh pasien/kepala berada di bagian terbawah (posisi trendelenberg). Diet biasanya bubur biasa dengan tinggi kalori tinggi protein. Bila abses telah mengalami resolusi dapat diberikan nasi biasa.2

Penyembuhan sempurna abses paru tergantung dari pengobatan antibiotic yang adekuat dan diberikan sedini mungkin segera setelah sampel dahak dan darah diambil untuk kultur dan tes sensitivitas. Kebanyakan kasus abses paru yang disebabkan bakteri anaerob kumannya tidak dapat ditentukan dengan pasti, sehingga pengobatan diberikan secara empiric. Kebanyakan pasien mengalami perbaikan hanya dengan antibiotik dan postural drainage, sedangkan kira-kira 10% harus dilakukan tindakan operatif.2

Kemudian antibiotik diberikan sesuai dengan hasil tes sensitivitas. Abses paru yang disebabkan stafilokokus harus diobati dengan penicilinase-resistant penicillin atau sefalosporin generasi pertama, sedangkan untuk Staphylococus aureus yang methicillin resistant seperti yang disebabkan oleh emboli paru septik nasokomial, pilihannya adalah vankomisin. Abses paru yang disebabkan nocardia pilihannya adalah sulfonamide 3x1 gram oral. Abses paru amubik diberikan

metronidazol 3x750 mg, sedangakan bila penyakitnya serius seperti terjadi rupture dari abses

harus ditambahkan emetin parentral pada 5 hari pertama.2

Antibiotik diberikan sampai dengan pneumonitis telah mengalami resolusi dan kavitasnya hilang, tinggal berupa lesi sisa yang kecil dan stabil dalam waktu lebih dari 2-3 minggu. Resolusi sempurna biasanya membutuhkan waktu pengobatan 6-10 minggu dengan

(31)

31

pemberian antibiotik oral sebagai pasien rawat jalan. Pemberian antibiotik yang kurang dari waktu ini sering menyebabkan kekambuhan dengan melibatkan organisme yang resisten terhadap antibiotic yang diberikan sebelumnya.2

Perbaikan klinis berupa berkurang atau hilangnya demam tercapai dalam 3-4 minggu sampai dengan 7-10 hari. 2

Bronkoskopi juga mempunyai peranan penting dalam penanganan abses paru seperti pada kasus yang dicurigai karsinoma bronkus atau lesi obstruksi, pengeluaran benda asing atau untuk melebarkan striktur. Di samping itu dengan bronkoskopi dapat dilakukan aspirasi dan

pengosongan abses yang tidak mengalami drainase yang adekuat, serta dapat diberikannya larutan antibiotic melewati bronkus langsung ke lokasi abses.2

Drainase dengan tindakan operasi jarang diperlukan karena lesi biasanya respons dengan antibiotic. Bila tidak respons, apalagi bila kavitasnya besar maka harus dilakukan drainase perkutan untuk mencegah kontaminasi pada rongga pleura.2

2. Tindakan Operatif

Tindakan operasi diperlukan pada kurang dari 10-20% kasus. Indikasi operasi adalah sebagai berikut:

a. Abses paru yang tidak mengalami perbaikan.2

b. Komplikasi : empiema, hemoptysis masif, fistula bronkopleura.2

c. Pengobatan penyakit yang mendasari : karsinoma obstruksi primer/metastasis, pengeluaran benda asing, bronkiektasis, gangguan motilitas gastroesopageal, malformasi atau kelainan congenital.2

Abses paru yang berkembang cepat antara lain yang terjadi pada pasien

immunocompromised dengan etiologi seperti mucoraceae membutuhkan reseksi paru dengan

segera disamping pemberian antibiotic. Reseksi paru juga diindikasikan pada abses paru yang responnya minimal dengan antibiotik, abses paru dengan ukuran yang besar dan infark paru.2

(32)

32

Lobektomi merupakan prosedur paling sering, sedangkan reseksi segmental biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil. Pneumoektomi diperlukan terhadap abses multipel atau gangren paru yang refrakter terhadap penanganan dengan obat-obatan. Angka mortalitas setelah

pneumoektomi mencapai 5%-10%.2

Pasien dengan risiko tinggi untuk operasi maka untuk sementara dapat dilakukan drainase perkutan via kateter secara hati-hati untuk mencegah kebocoran isi abses ke dalam rongga

pleura.2

2.8 KOMPLIKASI

Komplikasi lokal meliputi penyebaran infeksi melalui aspirasi melewati bronkus atau penyebaran langsung melalui jaringan sekitarnya. Abses paru yang drainasenya kurang baik, bisa mengalami ruptur kesegmen lain dengan kecenderungan penyebaran infeksi staphylococcus, sedang yang rupture ke rongga pleura menjadi piotoraks (empiema). Komplikasi sering lainnya berupa abses otak, hemoptysis masif, ruptur pleura viseralis sehingga terjadi piopneumotoraks dan fistula bronkopleura.2

Gambar 14. Komplikasi utama dari abses paru meliputi (a) fistula bronchopleural,

(33)

33 (b) intrabronchial hemorrhage yang masif bahkan dapat membanjiri paru pasien, (c) isi abses

dapat memasuki bronkus, (d) penyebaran menyeluruh dari bakteri ke otak dan bagian tubuh lainnya. (Dikutip dari Kepustakaan 9)

Abses paru yang resisten (kronik), yaitu yang resisten dengan pengobatan selama 6 minggu, akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen dan mungkin akan menyisakan suatu bronkiektasis, kor pulmonal, dan amiloidosis. Abses paru kronik bisa menyebabkan anemia, malnutrisi, kakeksia, gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung terutama pada manula.2

2.9. PROGNOSIS

Prognosis abses paru simpel terutama tergantung dari keadaan umum pasien, letak abses serta luasnya kerusakan abses yang terjadi, dan respons pengobatan yang kita berikan.2 Angka mortalitas pasien abses paru pada era antibiotik kurang dari 10%, dan kira-kira 10-15%

memerlukan operasi. Di zaman era antibiotik sekarang angka penyembuhan mencapai 90-95% . Bila pengobatan diberikan dalam jangka waktu cukup lama angka kekambuhannya rendah.2

Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi jelek adalah kavitas yang besar (lebih dari 6 cm), panyakit dasar yang berat, status immunocompromised , umur yang sangat tua, empiema, nekrosis paru yang progresif, lesi obstruktif, abses yang disebabkan bakteri aerobik (termasuk Staphylococcus aereus dan basil gram negatif), dan abses paru yang belum mendapat pengobatan dalam jangka waktu yang lama. Angka mortalitas pada pasien-pasien ini bisa mencapai 75% dan bila sembuh maka angka kekambuhannya tinggi.2

PENCEGAHAN

Perhatian khusus ditujukan kepada kebersihan mulut. Kebersihan mulut yang jelek dan penyakit-penyakit periodontal bisa menyebabkan kolonisasi bakteri patogen orofaring yang akan

menyebabkan infeksi saluran napas sampai dengan abses paru. Setiap infeksi paru akut harus segera diobati sebaik mungkin terutama bila sebelumnya diduga ada faktor yang memudahkan terjadinya aspirasi seperti pada pasien manula yang dirawat di rumah, batuk yang disertai muntah, adanya benda asing, kesadaran yang menurun dan pasien yang memakai ventilasi mekanik. Menghindari pemakaian anestesi umum pada tonsilektomi, pencabutan abses gigi dan operasi sinus para nasal akan menurunkan insiden abses paru.2

(34)

34 DAFTAR PUSTAKA

1. Darmanto R. Respirologi. Edisi:I. Jakarta; EGC; 2009. Hal.143.

2. Rasyid A. Abses paru. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. hal.2323-2327.

3. Haryadie R. Lung abscess. [online] 2012 June 11 [cited 2012 Juli 30]. Avai lable from: URL:http://dokterbook.com/

4. Kumar R, Cotran S, Robbind L. Buku Ajar Patologi. Vol.2. Edisi 7. Jakarta:EGC; 2007. hal. 556

5. Yunus M. CT guided transthoracic catheter drainage of intrapulmonary abscess. J Pak Med Assoc. 2009; 59 (10): 703-8

6. Koziel H. Lung abscess. [online] 2006 [cited 2011 April 20]. Available from: URL: http://www.scribd.com/doc/28978474/Lung-Abscess

7. Price A,Wilson M. Patofisiologi. Vol. 2. Edisi 6. Jakarta: EGC;2005. hal.737 8. Leung A.N. Pulmonary tuberculosis: the essentials. Radiology. 1999; 210: 307-22. Diposkan oleh Nasriyadi Nasir di 23:20 Label: Health, Internal Medicine, Radiology . 9. Luhulima JW. Systema respiratorium. Makassar: Bagian Anatomi FK Unhas; 2004. hal.1, 159

10. Kamangar N, Sather CC, Sharma S. Lung abscess. [online] 2009 Aug 19 [cited 2011 April7]. Available from: URL:

(35)

35

11. Eisenberg RL, Johnson NM. Lung abscess. In: Comprehensive radiographic pathology. USA: Mosby Elsevier; 2007. p.48-50

12. Faiz O, Moffat D. The Lungs. In: Anatomy at a glance. UK: Blackwell Science Ltd; 2002. p.15-7.

13. Jardins TD. The cardiopulmonary system. In: Cardiopulmonary Anatomy and physiology, essentials in respiratory care. Fourth edition. USA: Delmar; 2002. p.45, 47.

14. Murfitt J, Robinson PJA, Jenkins JPR, Whitehouse RW, Wright AR. The normal chest: Methods of infestigations and differential diagnosis. In: Sutton D, editor. Textbook of radiology and imaging. UK: Elsevier Sience; 2003. p.20.

15. Budjang N. Radang Paru Yang Tidak Spesifik. Dalam: Ekayuda I. Radiologi Diagnostik. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. Hal. 101.

16. Palmer PES, Cockshott WP, Hegedus V, Samuel E, editors. Abses paru bakterial. Dalam: Petunjuk membaca foto untuk dokter umum (Manual of radiographic interpretation for general practitioners). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995. hal.56.

17. Hagan JL, Hardy JD. Lung abscess revisited. Ann. Surg. 1983; 197 (6). 756-60

18. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2006. hal.988-93

Gambar

Gambar 1. Anatomi Paru-Paru Normal Tampak Anterior   (Dikutip dari Kepustakaan 8)
Gambar 2. Pembagian Segmen pada Lobus Paru  (Dikutip dari Kepustakaan 12)
Gambar 3. Struktur Di sekitar paru  (Dikutip dari kepustakaan 12)
Gambar 9.CT-Scan Abses Paru (Dikutip dari Kepustakaan 14)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak tahun 1994 status PLN beralih dari

2.2.1 Disiplin dalam waktu dan peraturan yang diterapkan dalam berdiskusi maupun presentasi dalam mempelajri materi peluang4. 2.2.2 Jujur dalam perkataan, tindakan dan

Hipotesis nol: Pemberian tugas rumah tidak efektif dalam mendorong peserta didik di kelas PGMI A dan B Semester 3 Jurusan PGMI Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Lintasan terpendek adalah lintasan minimum yang diperlukan untuk mencapai suatu tempat dari tempat tertentu. Lintasan minimum yang dimaksud dapat dicari dengan menggunakan graf.

Berdasarkan pengujian hipotesis 1 dan 2 telah terbukti bahwa pada periode awal masa jabatan CEO baru, terjadi praktik manajemen laba menurunkan laba (income decreasing), akan

menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada kurun waktu tersebut terutama terjadi atau bersumber dari sektor-sektor yang cenderung padat modal..  Kurangnya

bagi Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a memiliki asuransi sebagai jaminan kerugian bagi Pemilik