• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sistem Transportasi

II.1.1 Pengertian

Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan. Sedangkan transportasi itu sendiri adalah kegiatan pemindahan barang-barang/penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Sehingga sistem transportasi dapat diartikan sebagai gabungan dari beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan dalam hal pengangkutan barang/manusia oleh berbagai jenis kendaraan sesuai dengan kemajuan teknologi.

Sistem transportasi berawal dari perangkutan sederhana sejalan dengan sejarah manusia berpindah/ bergerak suatu tempat (A) ke tempat yang lain (B) dengan membawa/mengangkut apa saja yang diperlukan namun dalam kondisi yang terbatas. Pergerakan yang dilakukan manusia kini berkembang dengan menggunakan tenaga hewan. Sehingga daya angkut dan jarak angkut semakin besar. Selanjutnya revolusi industri, dengan diciptakannya tenaga mesin kendaraan (mobil, KA, pesawat terbang dan kapal laut) hasil daya angkut, jarak, maupun waktu hampir tak terbatas. Manusia, hewan, dan kendaraan merupakan perangkutan karena orang/kendaraan bergerak dari satu tempat ketempat lain, sehingga timbullah lalu lintas (traffic).

Untuk memindahkan barang/orang dari satu tempat ke tempat lain diperlukan pengangkutan. Dengan demikian lalu lintas (traffic) dan pengangkutan adalah dua hal

(2)

yang tidak dapat dipisahkan. Dalam pergerakan (lalu lintas) dikenal trip (bepergian) dan travel (perjalanan) perjalanan, yaitu :

1. Trip (bepergian)

Berhubungan erat dengan asal (origin) dan tujuan (destination). Trip (bepergian) adalah pergerakan orang/barang antara dua tempat terpisah dengan perhitungan berapa kali satu hari mengadakan bepergian.

2. Travel (perjalanan)

Berhubungan dengan lintasan (kecepatan) dan kendaraan (sarana). Travel (perjalanan) adalah proses perpindahan/pergerakan dari satu tempat ke tempat lain dengan perhitungan berupa: biaya, waktu, jarak lintasan dan keadaan/kondisi sepanjang jalan.

Pentingnya sistem transportasi dalam perkembangan dunia bersifat multidimensi. Sebagai contoh, salah satu fungsi dasar dari transportasi adalah menghubungkan tempat kediaman dengan tempat bekerja atau para pembuat barang dengan para konsumennya. Dari sudut pandang yang lebih luas, fasilitas transportasi memberikan aneka pilihan untuk menuju ke tempat kerja, pasar dan sarana rekreasi, serta menyediakan akses ke sarana sarana kesehatan, pendidikan, dan sarana lainnya.

Bentuk fisik dari kebanyakan sistem transportasi tersusun atas empat elemen dasar :

1. Sarana Perhubungan ( link ) : jalan raya atau jalur yang menghubungkan dua titik atau lebih. Pipa, jalur darat, jalur laut, dan jalur penerbangan juga dapat dikategorikan sebagai sarana perhubungan.

(3)

2. Kenderaan : alat yang memindahkan manusia dan barang dari satu titik ke titik lainnya di sepanjang sarana perhubungan. Mobil, bis, kapal, dan pesawat terbang adalah contoh contohnya.

3. Terminal : titik titik dimana perjalanan orang dan barang dimulai atau berakhir. Contoh : garasi mobil, lapangan parkir, gudang bongkar muat,terminal bis, dan bandara udara.

4. Manjemen dan tenaga kerja : orang orang yang membuat, mengopreasikan, mengatur, dan memelihara sarana perhubungan, kenderaan, dan terminal.

Kempat elemen di atas berinteraksi dengan manusia, sebagai pengguna maupun non pengguna sistem, dan berinteraksi pula dengan lingkungan.

II.1.2 Pemodelan Transportasi

Model adalah alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk menggambarkan dan menyederhanakan suatu realita (keadaan sebenarnya) secara terukur. Semua model merupakan penyederhanaan dari realita untuk mendapatkan tujuan tertentu, yaitu penjelasan dan pengertian yang lebih mendalam serta untuk kepentingan peramalan.

Model dapat dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya :

1. Model fisik, yaitu model yang memperlihatkan dan menjelaskan suatu objek yang sama dengan skala yang lebih kecil sehingga didapatkan gambaran yang lebih jelas dan rinci serta terukur mengenai prilaku objek tersebut jika dibangun dalam skala sebenarnya. Misalnya :

(4)

 Model teknik (model pengembangan wilayah, kota, kawasan, dan lain-lain)

2. Model peta dan diagram, yaitu model yang menggunakan garis (lurus dan lengkung), gambar, warna, dan bentuk sebagai media penyampaian informasi yang memperlihatkan realita objek tersebut. Misalnya, kontur ketinggian, kemiringan tanah, lokasi sungai dan jembatan, gunung, batas administrasi pemerintah, dan lain-lain.

3. Model statistik dan matematik, yaitu model yang menggambarkan keadaan yang ada dalam bentuk persamaan-persamaan dan fungsi matematis sebagai media dalam usaha mencerminkan realita. Misalnya, menerangkan aspek fisik, sosial-ekonomi, dan model transportasi. Keuntungan pemakaian model matematis dalam perencanaan transportasi adalah bahwa sewaktu pembuatan formulasi, kalibrasi serta penggunaannya, para perencana dapat belajar banyak melalui eksperimen, tentang kelakuan dan mekanisme internal dari sistem yang sedang dianalisis.

Semua model tersebut merupakan cerminan dan penyederhnaaan dari realita keadaan sebenarnya untuk tujuan tertentu, seperti memberikan penjelasan, pengertian dan peramalan. Dalam studi perencanaan transportasi, analisis dampak dari pembangunan suatu prasarana biasanya melibatkan tahap peramalan/prediksi besarnya kebutuhan pergerakan. Tahap ini dapat dilakukan melalui metoda pemodelan yang lebih dikenal dengan pemodelan transportasi.

(5)

Secara umum, metoda pemodelan transportasi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Pemodelan simultan (simultanuous modeling).

2. Pemodelan bertahap (sequential modeling).

Meskipun pemodelan simultan banyak digunakan, namun karena membutuhkan data yang relatif banyak seringkali dianggap kurang fleksibel sehingga metoda pemodelan bertahap menjadi pilihan yang paling populer. Pemodelan transportasi bertahap terdiri atas model-model yang saling berkaitan secara bertahap, dalam arti keluaran masing-masing model merupakan masukan bagi model yang berikutnya. Umumnya pemodelan bertahap ini melibatkan empat tahap (sub model), sehingga lebih kenal dengan Four stages transport modeling. Keempat model transportasi tersebut adalah :

a. Pemodelan Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (Trip Generation and Trip

Attraction).

b. Pemodelan Sebaran/Distribusi Perjalanan (Trip Distribution).

c. Pemodelan Pemilihan Kendaraan (Modal Split).

(6)

II.1.2.1 Pemodelan Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (Trip Generation and Trip Attraction)

Model ini berkaitan dengan asal dan tujuan perjalanan, yang berarti menghitung yang masuk ataupun keluar dari/ke suatu kawasan/zona. Model ini pada umumnya memperkirakan jumlah perjalanan untuk setiap maksud perjalanan berdasarkan karakteristik tata guna lahan dan karakteristik sosio-ekonomi pada setiap zona. Biasanya tidak ada pertimbangan yang tegas yang diberikan untuk karakteristik sistem transportasi, walaupun menurut teori permintaan perjalanan, biaya dan tingkat pelayanan transportasi akan mempengaruhi jumlah perjalanan yang dibuat.

Model bangkitan lalu lintas adalah suatu model yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan kebutuhan perjalanan yang dibangkitkan dari suatu zona yang diteliti. Pemodelan bangkitan pergerakan memperkirakan besarnya pergerakan yang dihasilkan dari zona asal dan yang tertarik ke zona tujuan. Besarnya bangkitan dan tarikan pergerakan merupakan informasi yang sangat berharga yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya pergerakan antar zona. Akan tetapi, informasi tersebut tidaklah cukup. Diperlukan informasi lain berupa pemodelan pola pergerakan antar zona yang sudah pasti sangat dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas jaringan antar zona dan tingkat bangkitan dan tarikan setiap zona.

Pemodelan tarikan perjalanan adalah suatu tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang menuju suatu zona/tata guna lahan. Sebagai tahap yang paling awal dalam melakukan pemodelan transportasi adalah menentukan model tarikan yang merupakan proses untuk menerjemahkan tata guna lahan beserta intensitasnya kedalam besaran transportasi.

(7)

Penelitian tarikan perjalanan merupakan suatu bagian vital dari proses perencanaan pengangkutan, bahwa apa yang terjadi sekarang merupakan faktor yang menentukan untuk perkiraan dimasa mendatang. Karakteristik yang penting dari tata guna lahan, penduduk dan pengangkutan mempengaruhi perkiraan identifikasi lalu lintas, maka hal ini diproyeksikan pada penelitian untuk menghasilkan taksiran-taksiran dari jumlah lalu lintas.

Penelitian tarikan lalu lintas adalah hal yang biasa dilakukan untuk menaksir jumlah perjalanan yang datang tiap zona, yaitu terjadinya perjalanan, jumlah perjalanan serta daya tarik perjalanan. Tempat-tempat tarikan diidentifikasikan dengan perjalanan yang dibangkitkan oleh pekerjaan, dan kunjungan dengan maksud-maksud lainnya. Dengan memberikan nilai yang cocok pada peubah bebas dalam persamaan regresi maka peramalan dapat dibuat untuk tujuan perjalanan yang akan datang untuk tiap zona dengan salah satu metode.

Besarnya tarikan perjalanan dihitung langsung dari data zona atau dengan menerapkan laju tarikan perjalanan berdasarkan kategori pemakaian tanah, misalnya atas dasar klasifikasi industri standar, luas lantai dan kepadatan pekerja.

II.1.2.2 Pemodelan Sebaran Perjalanan (Trip Distribution)

Didalam model sebaran pergerakan diperkirakan besarnya pergerakan dari setiap zona asal kesetiap zona tujuan. Besarnya pergerakan tersebut ditentukan oleh besarnya bangkitan setiap zona asal dan tarikan setiap zona tujuan serta tingkat aksesbilitas sistem jaringan antar zona yang biasanya dinyatakan dengan jarak, waktu atau biaya. Besarnya pergerakan terdistribusikan menuju/dari masing-masing zona umumnya tergantung pada tingkat keterkaitan antar zona. Umumnya hasil dari

(8)

sebaran perjalanan adalah berupa matriks asal tujuan, yaitu representasi besarnya pergerakan menurut pasangan zona-zona tinjauan.

II.1.2.3 Pemodelan Pemilihan Kendaraan (Modal Split)

Pemodelan pemilihan moda/kenderaaan yaitu pemodelan atau tahapan proses perencanaan angkutan yang berfungsi untuk menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untukmelayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula.

Pemilihan moda mungkin merupakan model terpenting dalam perencanaan transportasi. Hal ini disebabkan karena peran kunci dari angkutan umum dalam berbagai kebijakan transportasi. Hal ini menyangkut efisiensi pergerakan di daerah perkotaan, ruang yang harus disediakan kota untuk dijadikan prasarana transportasi, dan banyaknya pilihan moda transportasi yang dapat dipilih masyarakat.

II.1.2.4 Pemodelan Pemilihan Rute Perjalanan (Traffic Assigment)

Dasar pemikirannya adalah pemilihan rute bagi pelaku perjalanan terhadap jalur antara sepasang zona dengan suatu moda perjalanan tertentu. Pemodelan ini memperlihatkan dan memprediksi pelaku perjalanan yang memilih berbagai rute dan lalu lintas yang menghubungkan jaringan transportasi tersebut dan menerapkan sistem model kebutuhan akan transportasi untuk memperkirakan jumlah pergerakan yang dilakukan oleh setiap tujuan pergerakan selama selang waktu tertentu. Salah satu tujuan utama pemilihan rute adalah mengidentifikasikan rute yang ditempuh pengendara dari zona asal ke zona tujuan dan juga jumlah perjalanan yang melalui setiap ruas jalan pada suatu jaringan jalan.

(9)

Tahap terakhir dalam estimasi permintaan perjalanan adalah menentukan perjalanan yang akan dibuat diantara setiap pasang zona, dengan moda tertentu atau dengan rute tertentu di dalam jaringan lalu-lintas yang ada. Ini terutama merupakan suatu persoalan pada moda untuk jalan raya dimana biasanya terdapat banyak rute yang dapat ditempuh oleh seseorang yang mengadakan perjalanan.

Secara konsepsi, perencanaan transportasi empat tahap ini dapat digambarkan seperti Gambar 2.1 di bawah ini :

Gambar 2.1 Bagan Alir (Flowchart) Konsep Perencanaan Transportasi Empat Tahap (Wells, 1975)

Pada jaringan angkutan biasanya jumlah rute alternatif lebih sedikit, hanya terdapat satu jalur gerak saja yang menghubungkan dua zona, dan gerak mempunyai kualitas yang jauh lebih baik daripada jalur gerak lainnya, sehingga tetap merupakan

Aksesibilitas (Accessibility)

Bangkitan dan Tarikan Perjalanan

(Trip Generation and Trip Attraction)

Sebaran Pergerakan (Trip Distribution)

Pemilihan Moda Angkutan (Mode Choise)

Pemilihan Rute (Trip Assignment)

Arus pada jaringan Transportasi (Flow at Transportation Network)

(10)

pilihan utama. Asumsi yang biasa diambil dalam penentuan perjalanan adalah bahwa pejalan akan memilih jalur gerak dengan waktu tempuh minimum untuk perjalanan di jalan raya.

Waktu perjalanan untuk sebuah jalan tertentu tergantung pada volume lalu lintas jalan tersebut, akan tetapi dalam menganalisis sistem transportasi di masa depan, model-model permintaan inilah yang akan digunakan untuk memperkirakan volume dimasa depan, walaupun pada saat yang sama pemilihan rute untuk pejalan tertentu tergantung pada waktu perjalanan antara berbagai ruas jalan dan karena itu tergantung pada volume yang harus diramalkan. Rute lalu lintas dipilih dimana setiap orang akan menempuh jalur gerak dengan waktu minimum dari tempat asal ke tujuan, dan juga memenuhi kondisi dimana waktu perjalanan pada setiap ruas jalan (dimana jalur waktu minimum tadi didasarkan) konsisten dengan volume lalu lintas di jalan tersebut karena kedua hal diatas dihubungkan oleh suatu fungsi antara kecepatan dan volume.

Biasanya dianggap bahwa para pengguna jalan akan memilih jalur waktu minimum, dimana waktu yang dimaksud adalah waktu total dari tempat asal ke tujuan, termasuk waktu untuk berjalan dan menunggu kendaraan angkutan. Dalam pelaksanaannya, biasanya dianggap bahwa para pejalan akan terpengaruh oleh waktu menunggu rata-rata. Oleh karena itu, rute alternatif melalui jaringan angkutan akan dibandingkan berdasarkan waktu berjalan pada sebelum dan sesudah berkendaraan, ditambah waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan diantara rute tersebut apabila terdapat perpindahan diantara rute tersebut, ditambahkan waktu yang dibutuhkan didalam kendaraan.

(11)

II.2 Transportasi dan Masalah Kemacetan

Transportasi di suatu wilayah mempengaruhi efisiensi ekonomi dan sosial daerah tersebut, dan hampir setiap orang menggunakan transportasi. Oleh sebab itu, sistem transportasi merupakan salah satu topik utama di dalam perkembangan wilayah. Masalah dalam pergerakan lalu lintas, khususnya pada jam jam sibuk, yang mengakibatkan pengguna transportasi mengalami keterlambatan jutaan jam akibat terjadinya kemacetan. Kemacetan lalu lintas akan selalu mengakibatkan dampak negatif, baik terhadap pengemudinya sendiri maupun ditinjau dari segi ekonomi dan lingkungan. Bagi pengemudi kenderaan, kemacetan akan menimbulkan ketegangan (stress). Selain itu juga akan menimbulkan kerugian berupa kehilangan waktu karena waktu perjalanan yang lama serta bertambahnya biaya operasi kenderaan karena seringnya kenderaan berhenti. Selain itu timbul pula dampak negatif terhadap lingkungan berupa peningkatan polusi udara serta peningkatan gangguan suara kenderaan (kebisingan).

Kemacetan menjadi salah satu permasalahan yang rumit yang terjadi di jaringan lalu lintas. Secara teori, kemacetan disebabkan oleh tingkat kebutuhan perjalanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas yang tersedia. Berdasarkan teori tersebut, maka solusinya adalah mengurangi jumlah kendaraan yang lewat, atau meningkatkan kapasitas, baik kapasitas ruas maupun kapasitas persimpangan. Permasalahannya kemudian, apabila secara teorinya begitu mudah, mengapa pelaksanaannya begitu sulit, mengapa sampai saat ini kemacetan lalu lintas tidak dapat diatasi. Persoalan-persoalan yang terkait ternyata sangat banyak, seperti disiplin lalu lintas, penegakan hukum, sosial ekonomi, tenaga kerja, dan lain

(12)

sebagainya, sehingga persoalannya menjadi kompleks dan tidak ada satupun solusi tunggal yang dapat diterapkan untuk mengatasi persoalan kemacetan lalu lintas.

Contoh keterkaitan dengan aspek-aspek yang lain adalah pedagang kaki lima, keberadaan pedagang kaki lima otomatis mengurangi kebebasan samping dan bahkan kadang-kadang mengurangi lebar lajur lalu lintas, sehingga dapat mengurangi kapasitas jalan yang pada tingkat tertentu berdampak pada kemacetan lalu lintas. Namun demikian, kalau dilakukan penertiban terhadap pedagang kaki lima, yang terjadi tentu bukan persoalan lalu lintas, tetapi akan merembet ke persoalan sosial dan ekonomi. Demikian pula dengan keberadaan angkot, mikrolet dan sejenisnya.

Dari banyak teori yang ditelaah oleh penulis, ada begitu banyak solusi yang bisa ditawarkan.untuk menyelesaikan masalah kemacetan didalam perkotaan Secara bertahap penanganan kemacetan lalu lintas dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Penataan struktur tata ruang untuk mengatur pola perjalanan penduduk. 2. Perbaikan manajemen lalu lintas untuk mengoptimalkan pelayanan

jaringan jalan yang ada.

3. Pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan ruang jalan dan sekaligus memperbaiki struktur jaringan jalan dan jaringan system transportasi.

4. Peningkatan kapasitas angkutan umum, termasuk penerapan moda angkutan umum massal.

5. Pemanfaatan alur rute terpendek untuk mencegah adanya penumpukan

kendaraan pada satu ruas jalan saja, sehingga mencegah kemacetan (Frazilla, 2002)

(13)

II.3 Tinjauan Masalah Daerah Kajian, Zona dan Ruas

II.3.1 Daerah Kajian

Daerah kajian adalah suatu daerah geografis yang di dalamnya terletak semua zona asal dan zona tujuan yang diperhitungkan dalam model kebutuhan akan transportasi. Kriteria terpenting daerah kajian adalah bahwa daerah itu berisikan zona dan ruas jalan yang secara nyata dipengaruhi oleh pergerakan lalu lintas

Sistem kota diatur dengan cara yang sangat kompleks, jalan, bangunan, dan aktivitas yang saling berhubugan. Untuk itu dibutuhkan cara untuk menyederhanakan hubungan tersebut dengan menekankan pada hubungan yang lebih penting saja; penyederhanaan ini harus dapat menghubungkan unsur dunia nyata serta masuk akal. Hal pertama yang harus dilakukan dalam mendefenisikan sistem zona (kegiatan) dan sistem jaringan adalah cara membedakan daerah kajian dengan dengan daerah atau wilayah lain di luar daerah kajian. Beberapa arahan untuk hal tersebut adalah sebagai berikut :

1. Untuk kajian yang sifatnya strategis, derah kajian harus didefenisikan sedemikian rupa sehingga mayoritas pergerakan mempunyai zona asal dan zona tujuan.

2. Permasalahan yang sama timbul dalam kajian manajemen lalulintas karena kebanyakan pergerakan mempunyai zona asal dan zona tujuan, atau kedua duanya beradadi luar batas daerah kajian.

3. Daerah kajian sebaiknya sedikit lebih luas daripada daerah yang akan diamati sehingga memungkinkan adanya perubahan zona tujuan atau pemilihan rute yang lain dapat teramati.

(14)

Daerah kajian sendiri dibagi menjadi beberapa zona internal yang jumlahnya sangat tergantung dari tingkat ketepatan yang diinginkan. Dua dimensi yang perlu diperhitungkan adalah jumlah zona dan ukuran atau luas zona dalam daerah kajian tersebut. Dalam prakteknya, tingkat resolusi sistem zona sangat tergantung dari maksud dan tujuan kajian, batasan kondisi waktu, serta biaya kajian. Penggunaan sistem zona yang berbeda beda untuk suatu daerah kajian menimbulkan kesulitan, karena disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat resolusi sistem zona yang digunakan.

II.3.2 Zona

Di dalam batasnya, daerah kajian dibagi menjadi beberapa daerah bagian yang disebut zona. Secara umum, batas administrasi sering digunakan sebagai batas zona sehingga memudahkan pengumpulan data. Beberapa kriteria utama yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan sistem zona di dalam suatu daerah kajian disarankan oleh IHT and DTp ( 1987 ), meliputi :

a. ukuran zona harus konsisten dengan kepadatan jaringan yang akan dimodelkan, biasanya ukuran zona semakin besar jika jauh dari pusat kota.

b. ukuran zona harus lebih besar dari yang seharusnya untuk memungkinkan arus lalu lintas dibebankan ke atas jaringan jalan dengan ketepatan seperti yang disyaratkan.

c. batas zona harus dibuat untuk setiap zona, misalnya, pemukiman, industri, dan perkantoran

d. batas zona harus sesuai dengan batas sensus, batas administrasi daerah dan batas zona yang digunakan oleh daerah kajian.

(15)

e. batas zona harus sesuai dengan batas daerah yang digunakan dalam pengumpulan data

II.3.3 Ruas

Jaringan transportasi dapat dicerminkan dalam beberapa tingkat pengelompokan yang berbeda dalam suatu pemodelan. Secara praktis, yang harus dilakukan adalah membuat model jaringan sebagai grafik terarah (sistem simpul dengan ruas jalan yang menghubungkannya), Larson and Odoni (1981). Simpul dapat mencerminkan persimpangan, stasiun atau kota, sedangkan ruas jalan mencerminkan ruas jalan antara persimpangan atau ruas jalan antar kota. Ruas jalan dinyatakan dengan dua buah nomor simpul di ujung ujungnya. Beberapa ciri ruas jalan yang perlu diketahui seperti, panjang, kecepatan, jumlah lajur, jenis gangguan samping, kapasitas, dan hubungan antara Kecepatan-Arus di ruas jalan tersebut.

(16)

Pusat zona

Ruas

Zona

Batas zona Simpul

Batas daerah kajian

Gambar 2.2 Sketsa Daerah Kajian Sederhana

II.4 Pemilihan Rute Jaringan Jalan

II.4.1 Umum

Dewasa ini jaringan jalan di kota besar di Indonesia mengalami permasalahan transportasi yang sangat kritis seperti kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh tingginya tingkat urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, kepemilikan kendaraan, serta berbaurnya peranan fungsi jalan arteri, kolektor, dan lokal sehingga jaringan jalan tidak dapat berfungsi secara efisien.

(17)

Pada sistem transportasi tersebut dapat dilihat bahwa kondisi keseimbangan dapat terjadi pada beberapa tingkat. Yang paling sederhana keseimbangan pada sistem jaringan jalan; setiap pelaku perjalanan berusaha mencari rute terbaik masing-masing yang meminimumkan biaya perjalanannya (misalnya waktu). Hasilnya, mereka akan mencoba mencari beberapa rute alternatif yang akhirnya berakhir pada suatu pola rute yang stabil setelah beberapa kali mencoba-coba.

Proses pengalokasian pergerakan tersebut menghasilkan suatu pola rute yang arus pergerakannya dapat dikatakan berada dalam keadaan seimbang jika setiap pelaku perjalanan tidak dapat lagi mencari rute yang lebih baik untuk mencapai zona tujuannya karena mereka telah bergerak pada rute terbaik yang telah tersedia. Kondisi ini disebut kondisi keseimbangan jaringan jalan.

Pada tahap pembebanan rute, beberapa prinsip digunakan untuk membebankan rute Asal Tujuan pada jaringan jalan yang akhirnya menghasilkan informasi arus lalulintas pada setiap ruas jalan,tetapi hal ini bukanlah satu-satunya informasi.

Arus lalu lintas pada suatu ruas jalan dalam suatu jaringan dapat diperkirakan sebagai hasil proses pengkombinasian informasi pemilihan rute, deskripsi sistem jaringan dan pemodelan pemilihan rute. Prosedur pemilihan rute bertujuan memodel perilaku pelaku pergerakan dalam memilih rute yang menurut mereka merupakan rute terbaiknya. Dengan kata lain, dalam proses pemilihan rute, pergerakan antara dua zona (yang didapat dari sebaran pergerakan) untuk moda tertentu (yang didapat dari pemilihan moda) dibebankan ke rute tertentu yang terdiri ruas jaringan tertentu.

Tujuan tahapan ini adalah mengalokasikan setiap pergerakan antarzona kepada berbagai rute yang paling sering digunakan oleh seseorang yang bergerak dari zona

(18)

asal ke zona tujuan. Keluaran tahapan ini adalah informasi arus lalu lintas pada setiap ruas jalan, termasuk jarak dan biaya (waktu) antar zonanya.

Dengan mengasumsikan setiap pengguna jalan memilih rute yang meminimumkan biaya perjalanannya (rute tercepat jika dia lebih mementingkan waktu dibandingkan dengan jarak dan biaya), maka adanya pengguna ruas yang lain mungkin disebabkan oleh perbedaan persepsi pribadi tentang biaya atau mungkin juga disebabkan oleh perbedaan persepsi pribadi tentang keinginan menghindari kemacetan. Hal utama dalam proses pembebanan rute adalah memperkirakan asumsi pengguna jalan mengenai pilihan yang terbaik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan rute pada saat kita melakukan perjalanan. Beberapanya adalah waktu tempuh, jarak, biaya (bahan bakar dan lainnya), kemacetan dan antrian, jenis manuver yang dibutuhkan, jenis jalan raya (jalan tol, arteri), pemandangan, kelengkapan rambu lalu lintas dan marka jalan, serta kebiasaan.

Sangat sukar untuk menghasilkan persamaan biaya gabungan yang menggabungkan semua faktor tersebut. Selain itu, tidaklah praktis memodel semua faktor sehingga harus digunakan beberapa asumsi atau pendekatan. Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan adalah mempertimbangkan dua faktor utama dalam pemilihan rute, yaitu pergerakan dan nilai waktu biaya pergerakan dianggap proporsional dengan jarak tempuh. Dalam beberapa model pemilihan rute dimungkinkan penggunaan bobot yang berbeda bagi faktor waktu tempuh dan faktor jarak tempuh untuk menggambarkan persepsi pengendara dalam kedua faktor tersebut. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa waktu tempuh mempunyai bobot lebih dominan daripada jarak tempuh bagi pergerakan dalam kota.

(19)

Model pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor pertimbangan yang didasari pengamatan bahwa tidak setiap pengendara yang berasal dari zona asal ke zona tujuan akan memilih rute yang persis sama, khususnya di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh adanya:

a. Perbedaan persepsi pribadi tentang apa yang diartikan dengan biaya perjalanan karena adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat mengenai kondisi lalu lintas pada saat itu.

b. Peningkatan biaya karena adanya kemacetan pada suatu ruas jalan yang menyebabkan kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi sehingga meningkatkan peluang untuk memilih rute tersebut.

Jadi tujuan penggunaan model pemilihan rute adalah untuk mendapatkan setepat mungkin rute yang didapat pada saat survei yang dilakukan untuk setiap ruas jalan dalam jaringan jalan tersebut. Analisis pemilihan rute tersebut terdiri dari beberapa bagian utama yaitu.

1. Alasan pemakai jalan memilih suatu rute dibandingkan dengan rute lainnya;

2. Pengembangan model yang menggabungkan sistem transportasi dengan alasan pemakai jalan memilih rute tertentu.

3. Kemungkinan pengendara berbeda persepsinya mengenai ‘rute terbaik’ beberapa pengendara mungkin mengasumsikan sebagai rute dengan jarak tempuh terpendek, rute dengan waktu tempuh tersingkat, atau mungkin juga kombinasi keduanya.

4. Kemacetan dan ciri fisik ruas jalan membatasi jumlah arus lalu-lintas di jalan tersebut.

(20)

Pada kasus lain, waktu tempuh dan jarak sesungguhnya dalam kejadian sehari-hari di lapangan sering dijumpai tidak selalu sebanding. Hal ini disebabkan oleh adanya jarak yang panjang tetapi waktu tempuhnya cepat, ada pula jarak yang pendek justru sebaliknya (waktu tempuhnya lama). Penyebabnya barangkali terletak pada kondisi ruas jalan atau rute yang dilewati seperti, ruas jalannya padat atau macet, atau ruas jalannya jelek (permukaannya berlubang-lubang, jalan tanah, kerikil, dan lain-lain).

Ada 2 kelompok variable yang berarti mempengaruhi pelaku perjalanan diambil dari penelitian (Fidel, 2002) yaitu:

1) Kelompok variable yang dapat diukur (kuantitatif) 1. Variable waktu tempuh (menit, jam, atau hari) 2. Variabel jarak (kilometer atau mil)

3. Variabel biaya (rupiah, seperti ongkos atau bahan bakar) 4. Kemacetan atau antrian (v/c ratio)

5. Banyak/jenis manuver yang akan dilewati (banyak persimpangan sebidang) 6. Panjang/jenis ruas jalan raya (arteri, biasa, atau toll).

7. Kelengkapan rambu-rambu lalu-lintas atau marka jalan (buah)

2) Kelompok variable yang tidak dapat diukur (kualitatif)Variabel pemandangan alam yang indah

1. Variabel aman dan nyaman

2. Variabel kebiasaan seseorang untuk melewati suatu rute tertentu.

3. Variabel perbedan persepsi tentang suatu rute tertentu (kelompok kualitatif) 4. Variabel informasi rute yang salah (kelompok kualitatif)

(21)

Sebagai contoh, pertimbangkan sebuah kota ideal yang mempunyai satu ruas jalan yang tembus yang berkapasitas rendah (1000 kendaraan/jam) serta satu jalan pintas yang berkapasitas tinggi, seperti terlihat pada gambar dibawah. Jalan pintas mempunyai jarak lebih jauh tetapi memiliki kapasitas yang lebih tinggi (3000 kendaraan /jam).

Gambar 2.3. Contoh Gambar Pemilihan Rute Alternatif

Asumsikan pada jam sibuk pagi terdapat 3500 kendaraan mendekati kota dan setiap pengendara akan memilih rute terpendek (jalan tembus). Sangatlah kecil kemungkinan bahwa semua kendaraan melakukan hal tersebut karena kendaraan mulai memilih pilihan kedua yang mempunyai jarak lebih jauh untuk menghindari kemacetan dan tundaan.

Akhirnya tidak semua (3500) kendaraan memilih jalan tembus; sebagian besar akan memilih jalan pintas dengan alasan pemandangannya menarik, atau karena adanya jaminan tidak akan terjadinya kemacetan, meskipun jaraknya lebih jauh. Perbedaan dalam tujuan dan persepsi ini menghasilkan pola penyebaran kendaran pada setiap rute yang dalam hal ini disebut pemilihan rute.

Pada suatu saat akan terjadi kondisi stabil, yaitu tidak memungkinkan lagi seseorang memilih rute lain yang lebih baik karena kedua rute mempunyai biaya yang

(22)

sama dan minimum. Kondisi ini dikenal dengan kondisi keseimbangan yang ditemukan oleh (Wardrop, 1952).

II.4.2 Faktor Penentu Utama Pemilihan Rute

Hal utama dalam proses pemilihan rute adalah memperkirakan asumsi pengguna jalan mengenai pilihannya yang terbaik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan rute pada saat kita melakukan perjalanan, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Waktu tempuh, waktu tempuh adalah waktu total perjalanan yang diperlukan, termasuk berhenti dan tundaan, dari suatu tempat ke tempat lain melalui rute tersebut. Salah satu metode pengamatan waktu tempuh dapat dilakukan dengan metode Pengamat Bergerak, yaitu pengamat mengemudikan kenderaan survei di dalam arus lalu lintas dan mencatat waktu tempuhnya.

b. Nilai waktu, nilai waktu adalah sejumlah uang yang disediakan seseorang untuk dikeluarkan (atau dihemat) untuk menghemat satu unit waktu perjalanan. Nilai waktu ini relatif dengan banyaknya pengeluaran konsumen.

c. Biaya perjalanan, biaya perjalanan dapat dinyatakan dalam bentuk uang, waktu tempuh, jarak atau kombinasi ketiganya yang diasa disebut biaya gabungan. Dalam hal ini diasumsikan bahwa total biaya perjalanan sepanjang rute tertentu adalah jumlah dari biaya setiap ruas jalan yang dilalui. Jadi, dengan mengetahui semua biaya dari setiap ruas jalan, dapat

(23)

ditentukan (dengan algoritma tertentu) rute terbaik yang dapat dilalui pada jaringan jalan tersebut.

d. Biaya operasi kenderaan, perbaikan dan peningkatan mutu prasarana dan prasarana transportasi akan bertujuan mengurangi biaya operasional kenderaan. Biaya ini antara lain meliputi penggunaan bahan bakar, pelumas, biaya penggantian (misalnya, ban), biaya perawatan kenderaan, dan upah atau gaji supir.

II.4.3 Model Analisis Pemilihan Rute

Perbedaan dalam tujuan dan persepsi menghasilkan proses penyebaran kenderaan pada setiap rute, yang dalam hal ini disebut dengan proses stokastik (mempertimbangkan peranannya) dalam pemilihan rute. Metode analisis pemilihan rute yang dipakai dalam pembebanan lalu lintas sangat bergantung pada salah satu bagian analisis. Tapi sebaliknya, jika unsur stokastik dihilangkan, maka perhitungan kapasitas jalan (V/C) rasio sangat diperlukan (Ofyar, 2000). Dua unsur yang ekstrim dan kontroversial ini mengakibatkan adanya 4 (empat) metode dalam analisis pemilihan rute.

Tabel 2.1. Pengelompokan model pemilihan rute Pengaruh Unsur yang Lebih

Dipertimbangkan

Pengaruh Stokastik Dipertimbangkan?

Tidak Ya

Apakah Pengaruh kendala kapasitas dipertimbangkan ?

Tidak

Model Semua atau tidak sama sekali (all-or-nothing) Model Stokastik Murni Ya Model Keseimbangan Wardrobe Model keseimbangan pengguna Stokastik

(24)

1. Model semua atau tidak sama sekali (All-Or-Nothing)

Model ini tidak memperdulikan pengaruh kendala kapasitas suatu ruas jalan, apakah ruas jalannya macet atau tidak, seluruh pemakai jalan (pelaku perjalanan) akan memilih ruas jalan yang terdekat, waktunya singkat, dan ongkosnya murah, sekalipun ruas jalan tersebut macet. Disini unsur stokastik juga tidak ada sama sekali karena seluruh pemakai jalan hanya dipengaruhi oleh bagaimana meminimalkan jarak, waktu dan ongkos. Akibatnya ruas jalan yang lainnya (alternatif) menjadi sepi.

2. Model Keseimbangan Wardrop

Model ini sesuai dengan hukum Wardrop dalam pembebanan arus lalu lintas pada suatu ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan suatu zona asal dengan suatu zona tujuan. Hukum Wardrop menyatakan bahwa pemakai jalan akan terpengaruh oleh variable kepadatan volume lalu-lintas (v/c ratio-Tingkat kemacetan), yaitu apabila suatu ruas jalan sudah macet, pemilih jalan akan memilih ruas jalan yang tingkat kemacetannya rendah serta mempertimbangkan variabel jarak terpendek, waktu tersingkat dan ongkos termurah, sehingga terjadi keseimbangan antara ruas jalan yang pertama dan ruas jalan yang terakhir.

Walaupun demikian sipemakai jalan mengalami kekurangan informasi mengenai jarak terpendek, waktu tersingkat dan ongkos termurah, sehingga timbul perbedaan persepsi diantara pemakai jalan tentang jarak, waktu, dan ongkos minimal.

3. Model Stokastik Murni

Model ini dipakai berdasarkan pada asumsi bahwa para pelaku perjalanan yang akan menggunakan rute alternatif, perilakunya tidak dipengaruhi sedikitpun oleh

(25)

kondisi ruas jalan yang macet (kendala kapasitas), sehingga masing-masing individu pelaku perjalanan memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai rute terbaik (jarak terpendek, waktu tersingkat dan ongkos/biaya termurah). Sebagai akibatnya bermainlah faktor acak dan variable random yang sulit untuk diukur seperti variable pemandangan alam yang indah, keamanan, kebiasaan, persepsi yang berbeda, kesalah informasi, dan kesalahan lainnya.

Untuk menyelesaikan persoalan random ini (Kanafi, 1983) melakukan pendekatan dengan menggunakan fungsi kepuasan pemakai jalan yang berprinsip bahwa pelaku perjalanan dalam memilih rute alternatif akan memaksimalkan kepuasannya dalam menggunakan suatu rute.

4. Model keseimbangan pengguna Stokastik

Model ini menggabungkan unsur random/stokastik (akibat perbedaan persepsi antar pengendara) dengan kepadatan arus lalu-lintas pada suatu rute. Model/pendekatannya mengikuti fungsi biaya yang dipengaruhi kepadatan lalu-lintas pada suatu ruas jalan. Setiap ruas jalan memiliki peluang yang sama untuk dipilih pengguna ruas jalan, karena masing-masing pengguna memiliki persepsi yang berbeda-beda (relatif) terhadap rute/ruas jalan yang mana ongkos perjalanannya murah.

II.5 Pemilihan Rute Terpendek Pada Jaringan Jalan (Shortest Path)

Lintasan terpendek adalah lintasan minimum yang diperlukan untuk mencapai suatu tempat dari tempat tertentu. Lintasan minimum yang dimaksud dapat dicari dengan menggunakan graf. Graf yang digunakan adalah graf yang berbobot, yaitu

(26)

graf yang setiap sisinya diberikan suatu nilai atau bobot. Dalam kasus ini, bobot yang dimaksud berupa jarak dan waktu kemacetan terjadi.

Ada beberapa macam persoalan lintasan terpendek, antara lain:

a) Lintasan terpendek antara dua buah simpul tertentu (a pair shortetst path). b) Lintasan terpendek antara semua pasangan simpul (all pairs shortest path). c) Lintasan terpendek dari simpul tertentu ke semua simpul yang lain

(single-source shoertest path).

d) Lintasan terpendek antara dua buah simpul yang melalui beberapa simpul tertentu (intermediate shortest path).

Dan strategi umum untuk mencari lintasan terpendek dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Periksa semua sisi yang langsung bersisian dengan simpul a. Pilih sisi yang bobotnya terkecil. Sisi ini menjadi lintasan terpendek pertama, sebut saja L(1). 2. Tentukan lintasan terpendek kedua dengan cara berikut:

(i) hitung: d(i) = panjang L(1) + bobot sisi dari simpul akhir L(1) ke simpul i yang lain,

(ii) pilih d(i) yang terkecil Bandingkan d(i) dengan bobot sisi (a, i). Jika bobot sisi (a,i) lebih kecil daripada d(i), maka L(2)=L(1) U (sisi dari simpul akhir

L(i) ke simpul i).

3. Dengan cara yang sama, ulangi langkah 2 untuk menentukan lintasan terpendek berikutnya.

(27)

Input Output Gambar 2.4 Rute Terpendek

II.6 Pengenalan Algoritma Pencarian Rute

Pencarian jarak terpendek merupakan suatu permasalahan yang sering timbul pada pengguna transportasi, karena pengguna transportasi dalam melakukan perjalanan membutuhkan solusi bagaimana rute yang akan dilalui adalah rute atau jarak yang paling minimum (terkecil) sehingga efisiensi waktu dapat terpenuhi.

Dalam melakukan pemilihan terhadap rute terpendek, dapat dilakukan dengan metode algoritma. Algoritma merupakan kumpulan instruksi/perintah yang dibuat secara jelas dan sistematis berdasarkan urutan yang logis (logika) untuk penyelesaian suatu masalah. Sedangkan algoritma pencarian rute adalah algoritma yang menentukan bagaimana memilih rute optimal antara asal dan tujuan dengan memperhitungkan waktu kalkulasi terpendek. Ada beberapa algoritma pencarian rute yang sebelumnya sudah dikembangkan, antara lain Algoritma Dijkstra, Algoritma Floyd-Warshall dan Algoritma Bellman-Ford.

Algoritma yang akan dicoba dalam tugas akhir ini adalah algoritma Djikstra dan Floyd-Warshall. Algoritma Dijkstra merupakan algoritma yang paling sering digunakan dalam menentukan rute terpendek, sederhana (sifat greedy/rakus dalam pemilihan graf) dalam penggunaannya dengan hanya menggunakan vertex-vertek

(28)

sederhana pada jaringan jalan yang tidak rumit (Chamero, 2006). Pada beberapa kasus algoritma Dijkstra dengan sifat greedy (tidak memikirkan konsekuensi yang akan terjadi pada saat memilih keputusan) tidak memberikan solusi yang terbaik, maka dalam hal ini digunakan algoritma Floyd-Warshall. Prinsip dari algoritma ini adalah “jika solusi total optimal, maka bagian solusi sampai suatu tahap (misalnya

tahap ke-i) juga optimal”, yang mempunyai pengertian bahwa selain diperolehnya

suatu rute terpendek dari simpul awal ke simpul akhir, juga akan diperoleh nilai-nilai rute antar simpul.

II.6.1 Pengenalan Algoritma Djikstra

Algoritma Dijkstra, dinamai menurut penemunya, Edsger Dijkstra adalah sebuah algoritma rakus (greedy algorithm) dalam memecahkan permasalahan jarak terpendek (shortest path problem) untuk sebuah graf berarah (directed graph) dengan bobot-bobot sisi (edge weights) yang bernilai tak-negatif. Misalnya, bila vertices dari sebuah graf melambangkan kota-kota dan bobot sisi (edge weights) melambangkan jarak antara kota-kota tersebut, maka algoritma Dijkstra dapat digunakan untuk menemukan jarak terpendek antara dua kota.

Algoritma Dijkstra merupakan salah satu varian bentuk algoritma populer dalam pemecahan persoalan yang terkait dengan masalah optimasi. Sifatnya sederhana dan lempang (straightforward). Sesuai dengan arti greedy yang secara harafiah berarti tamak atau rakus ; namun tidak dalam konteks negatif , algoritma

greedy ini hanya memikirkan solusi terbaik yang akan diambil pada setiap langkah

(29)

didapatkan saat ini (take what you can get now!), dan keputusan yang telah diambil pada setiap langkah tidak akan bisa diubah kembali.

Input algoritma ini adalah sebuah graf berarah yang berbobot (weighted

directed graph) G dan sebuah sumber vertex s dalam G dan V adalah himpunan

semua vertices dalam graph G (Pu Jian, 2004). Setiap sisi dari graf ini adalah pasangan vertices (u,v) yang melambangkan hubungan dari vertex u ke vertex v. Himpunan semua tepi disebut E.

Algoritma Djikstra merupakan algoritma pencarian rute tradisional dengan mencari node dengan fungsi F terkecil. Proses ini diulang-ulang terus hingga tujuan dicapai.

II.6.1.1 Skema Umum Penggunaan Algoritma Djikstra

Algoritma Dijkstra menggunakan strategi greedy sebagai berikut, pada setiap langkah diambil sisi yang berbobot minimum yang menghubungkan sebuah simpul yang sudah terpilih dengan sebuah simpul lain yang belum terpilih. Lintasan dari simpul asal ke simpul yang baru haruslah merupakan lintasan yang terpendek diantara semua lintasannya ke simpul-simpul yang belum terpilih.

Beberapa elemen yang kita gunakan dalam penerapan algoritma Dijkstra :

1. Graf berbobot dengan n buah simpul kita representasikan dalam matriks M. Elemen matriks M yang dinyatakan dengan m

ij, yang dalam hal ini :

• m

ij = bobot sisi (i,j)

• m

(30)

• m

ij = ∞, jika tidak ada sisi dari simpul i ke simpul j.

2. Tabel S = [s

i] yang dalam hal ini,

• s

i = 1, jika simpul i termasuk ke dalam lintasan terpendek.

• s

i = 0, jika simpul i tidak termasuk ke dalam lintasan terpendek.

3. Hasil output dari algoritma Dijkstra ini merupakan lintasan terpendek yang terpilih dari semua lintasan yang menghubungkan simpul i ke simpul j.

Seluruh elemen ini tergantung pada kebutuhan kita. Apabila ingin mengoutput hanya panjang lintasan terpendek saja dari simpul asal ke setiap simpul, maka gunakan tabel yang elemennya sebanyak anggota simpul dan di dalamnya menyimpan nilai jarak dari simpul asal ke semua simpul yang ada. Pada gambar di bawah ini, dicontohkan hasil output yang berupa panjang lintasan terpendeknya saja dari simpul asal ke setiap simpul yang ada.

(31)

Fungsi F pada algoritma Dijkstra adalah sebagai berikut:

Secara detail cara kerja Algoritma Djikstra adalah sebagai berikut:

1. Himpunan ; nilai s tidak boleh ; tentukan ps(s) = 0.

2. Cari node u yang memiliki nilai ps(v) terkecil di V – S dan tambahkan u ke S. Jika u = d maka rute terpendek tercapai.

3. Untuk semua node v dimana sisi (u,v) di dalam E, jika ps(u) + l(u,v) lebih kecil dari ps(v): ganti rute (s,v) dengan rute (s,u) + sisi (u,v) dan ganti nilai ps(v) = ps(u) + l(u,v).

4. Kembali ke langkah 2.

Bobot (weights) dari semua sisi dihitung dengan fungsi w: E → [0, ∞), jadi w(u,v) adalah jarak tak-negatif dari vertex u ke vertex v. Ongkos (cost) dari sebuah sisi dapat dianggap sebagai jarak antara dua vertex, yaitu jumlah jarak semua sisi dalam jalur tersebut. Untuk sepasang vertex s dan t dalam V, algoritma ini menghitung jarak terpendek dari s ke t.

Pada setiap langkah, ambil sisi yang berbobot minimum yang menghubungkan sebuah simpul yang sudah terpilih dengan sebuah simpul lain yang belum terpilih. Lintasan dari simpul asal ke simpul yang baru haruslah merupakan lintasan yang terpendek diantara semua lintasannya ke simpul-simpul yang belum terpilih.

Pada algoritma Dijkstra, semua elemen matriks M diisi dengan jarak antara simpul awal dengan simpul lainnya jika ada sisi yang menghubungkan kedua simpul tersebut. Jika tidak ada, elemen matriks diisi dengan tanda ∞. Selanjutnya, dijalankan proses iteratif yang akan memeriksa tiap simpul kecuali simpul awal. Dalam proses

(32)

ini, dicari terlebih dahulu simpul yang memiliki jarak terpendek dengan simpul yang sebelumnya (untuk pertama kali adalah simpul awal), dan nilai S dari simpul tersebut diisi dengan nilai 1. Simpul ini untuk selanjutnya disebut simpul antara. Dari simpul antara tersebut, jarak antara simpul awal dengan simpul lain diperiksa. Jika jarak antara simpul awal dengan sebuah simpul lebih besar dari jarak simpul awal dengan simpul antara + jarak simpul antara dengan simpul tujuan tersebut, maka jarak antara simpul awal diisi dengan simpul tujuan. Proses ini diulangi sebanyak n-1 kali, dengan n adalah jumlah simpul dari graf.

II.6.1.2 Analisis Hasil Algoritma Dijkstra

Pada proses analisis ini lebih ditekankan kepada aspek perincian dan kompleksitas algoritma. Tapi selain itu juga akan membahas aspek–aspek lain yang bersangkutan. Dari hasil penjabaran masalah pencarian lintasan terpendek dengan algoritma ini, dapat akan ditelaah beberapa hal, antara lain :

1. Masalah waktu yang dibutuhkan

2. Masalah memori yang dihabiskan

3. Masalah keefektifan

Pada algoritma Dijkstra dapat dilihat bahwa prinsip utama dari algoritma ini adalah mencari semua lintasan dari simpul asal ke suatu simpul tujuan dan kemudian membandingkan setiap lintasan tersebut. Hal ini dapat kami ilustrasikan sebagai berikut, misal kita akan mencari panjang terpendek dari simpul 1 ke simpul 4. Dan lintasan yang tersedia adalah lintasan 1-4, 1-2-4, 1-3-4.

(33)

Maka dalam hal ini algoritma Dijkstra akan membandingkan ketiga lintasan tersebut. Lintasan yang memiliki jarak terpendek akan dihasilkan sebagai solusi. Dan apabila hal itu kita lakukan unutk semua simpul, maka dapat kita bayangkan berapa banyak proses perbandingan dan penghitungan yang terjadi. Karena hal ini maka otomatis waktu yang dibutuhkan akan lebih lama dan terlihat jelas bahwa memori yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Dari dua hal tersebut di atas keefektifan dari algoritma Dijkstra juga kurang sempurna.

• Masukan (input) pemilihan rute dalam algoritma Djikstra,

1. Data jarak, waktu, biaya tiap-tiap ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan zona asal i dengan zona tujuan j.

2. Sebaran pemilihan perjalanan antar zona (sekarang dan masa yang akan datang).

3. Data kapasitas ruas-ruas jaringan tersebut.

4. Data jaringan yang menghubungkan pusat-pusat zona dengan rincian tentang waktu perjalanan dan kecepatan rencana.

Khusus data input 1 dan 2 bisa didapatkan dari tahapan terdahulu, sedangkan data input 3 dan4 didapatkan dari pilihan rute.

• Keluaran (output) dari pemilihan rute dalam algoritma Dijkstra

Keluaran (produk) dari pemilihan rute dalam algoritma Djikstra antara lain hasil analisis dari pilihan rute ini akan menghasilkan informasi berharga bagi pihak-pihak tertentu, terutama dinas prasarana jalan, berupa:

(34)

1. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang melewati setiap ruas dalam jaringan jalan yang menghubungkan zona asal i dan zona tujuan j.

2. Jumlah (volume) arus perjalanan kendaraan atau manusia yang membelok pada persimpangan utama.

3. Data untuk menentukan kecepatan rata-rata dan waktu perjalanan masukan bagi pengevaluasian.

4. Data jumlah kilometer kendaran atau jam pengoperasaian masukan bagi pengevaluasian yang ekonomis.

II.6.2 Pengenalan Algoritma Floyd-Warshall

Algoritma Floyd-Warshall memiliki input graf berarah dan berbobot (V,E), yang berupa daftar titik (node/vertex V) dan daftar sisi (edge E). Jumlah bobot sisi-sisi pada sebuah jalur adalah bobot jalur tersebut. Sisi pada E diperbolehkan memiliki bobot negatif, akan tetapi tidak diperbolehkan bagi graf ini untuk memiliki siklus dengan bobot negatif. Algoritma ini menghitung bobot terkecil dari semua jalur yang menghubungkan sebuah pasangan titik, dan juga sekaligus untuk semua pasangan titik. Implementasi algoritma ini berupa graf yang direpresentasikan sebagai matrix keterhubungan, yang isinya ialah bobot/jarak sisi yang menghubungkan tiap pasangan titik, dilambangkan dengan indeks baris dan kolom. Ketiadaan sisi yang menghubungkan sebuah pasangan dilambangkan dengan tak-hingga.

Algoritma Floyd-Warshall merupakan salah satu jenis dari pemrograman dinamis, yaitu suatu metode yang melakukan pemecahan masalah dengan memandang solusi yang akan diperoleh sebagai suatu keputusan yang saling terkait. Artinya

(35)

solusi-solusi tersebut dibentuk dari solusi yang berasal dari tahap sebelumnya dan ada kemungkinan solusi lebih dari satu. Hal yang membedakan pencarian solusi menggunakan pemrograman dinamis dengan algoritma greedy adalah bahwa keputusan yang diambil pada tiap tahap pada algoritma greedy hanya berdasarkan pada informasi yang terbatas sehingga nilai optimum yang diperoleh tidak selalu merupakan hasil yang terbaik. Jadi pada algoritma greedy, kita tidak memikirkan konsekuensi yang akan terjadi seandainya kita memilih suatu keputusan pada suatu tahap.

Dalam beberapa kasus, algoritma greedy gagal memberikan solusi terbaik karena kelemahan yang dimilikinya tadi. Di sinilah peran pemrograman dinamis (misalnya, algoritma Floyd-Warshall) yang akan dicoba untuk memberikan solusi yang memiliki pemikiran terhadap konsekuensi yang ditimbulkan dari pengambilan keputusan pada suatu tahap. Pemrograman dinamis mampu mengurangi pengenumerasian keputusan yang tidak mengarah ke solusi. Prinsip yang dipegang oleh pemrograman dinamis adalah prinsip optimalitas, yaitu jika solusi total optimal,

maka bagian solusi sampai suatu tahap (misalnya tahap ke-i) juga optimal.

II.6.3 Pengenalan Algoritma Bellman-Ford

Algoritma Bellman-Ford merupakan salah satu algoritma yang digunakan untuk memecahkan permasalahan lintasan terpendek yang terdapat pada suatu graf. Algoritma ini digunakan pada graf berbobot dengan bobot yang dapat bernilai positif maupun bernilai negatif. Jika hanya untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek untuk node positif, algoritma Dijkstra memberikan alternatif yang lebih efisien.

(36)

Untuk menentukan rute terpendek menggunakan algoritma Bellman-Ford secara umum adalah untuk menentukan jalur mana yang harus dipilih untuk mencapai jaringan tujuan dengan cost/biaya paling kecil. Jumlah graf (nilai dari simpul satu ke simpul yang lainnya) yang ada dalam jaringan dapat berjumlah sangat besar sehingga menyimpan informasi yang sangat tidak efisien dilihat dari sudut pandang pemakaian memori, sehingga algoritma Bellman-Ford yang dipakai menerapkan prinsip program dinamis yang dapat menyimpan status cost dari graf dalam tiap langkah yang diambil dengan tujuan dapat menghemat pemakaian memori. Namun dalam penggunaan algoritma Bellman-Ford ini memiliki kelemahan yaitu mungkin terjadi kesalahan

count-to infinity yang dapat timbul saat suatu graf yang tidak dapat dideteksi oleh

algoritma Bellman-Ford.

Ada dua kelompok algoritma yang dapat digunakan untuk menentukan jalur pemilihan rute pada suatu jaringan yaitu algoritma link state dan algoritma distance

vector. Pada link state, seluruh graf yang berada dalam jaringan harus sudah diketahui

terlebih dahulu keterhubungan maupun beban/cost pada jalur yang menghubungkan tiap simpul. Kemudian di masing-masing simpul akan dihitung graf mana saja yang dapat dicapai oleh simpul tersebut dan jalur mana yang harus diambil untuk mendapatkan rute terpendek. Informasi jalur yang ada tersebut kemudian disimpan di tiap simpul di jaringan. Namun cara ini kurang efisien karena jumlah simpul yang terhubung saat ini umumnya sangat besar sehingga menyimpan informasi dengan memori yang sangat besar dan waktu yang diperlukan untuk mengkakulasikan jalur setiap kali ada penambahan graf baru terlalu besar. Pada distance vector, simpul tidak perlu memelihara informasi mengenai seluruh graf yang ada. Namun hanya cukup informasi graf yang menjadi tetangganya saja (terhubung secara langsung tanpa perantara graf yang lain). Dengan cara ini informasi yang harus disimpan tidaklah

(37)

terlalu besar, dan untuk mendapatkan jalur dengan bobot terkecil digunakan algoritma Bellman-Ford yang mendapatkan informasi bobot jalur terkecil dengan cara rekursif ke graf/simpul berikutnya. Hal ini dapat dicapai dengan menyimpan informasi jalur terpendek yang dapat dicapai

Meskipun pada algoritma Bellman-Ford dapat menangani bobot bernilai negatif maupun positif, namun pada graf yang berbobot positif algoritma Dijkstra lebih sering digunakan karena membutuhkan waktu yang lebih sedikit daripada algoritma Bellman-Ford, jadi persoalan dapat diselesaikan dengan lebih baik.

Gambar

Gambar 2.1  Bagan Alir (Flowchart) Konsep Perencanaan Transportasi Empat
Gambar 2.3. Contoh Gambar Pemilihan Rute Alternatif
Tabel 2.1. Pengelompokan model pemilihan rute  Pengaruh Unsur yang Lebih
Gambar 2.5.  Gambar Algoritma Djikstra

Referensi

Dokumen terkait

Patient Monitor adalah alat yang digunakan untuk memantau kondisi berbagai kondisi sinyal tubuh pada pasien, di dalam Patient Monitor terdapat suatu parameter yaitu SPO2 dan BPM

 Karya ilmiah berbentuk buku dari hasil penelitian atau pemikiran yang original dapat berupa buku referensi atau monograf atau buku jenis lainnya yang diterbitkan dan

Adapun hasil dari pendampingan ini adalah pemilik dan pekerja home industri memiliki tambahan informasi tentang paving dan batako setelah diberikan modul kerja dan

Asri Bakery Semboro dalam pengiriman bahan baku dari supplier dan waktu distribusi produk ke agen dan retailer dikatakan sudah cukup baik karena tidak membutuhkan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: (1) Mengetahui Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Daerah Kota Bandung; (2) Membuktikan

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar trigliserida tikus wistar jantan setelah diberikan diet tinggi lemak, mengetahui besar perubahan kadar trigliserida

Peradilan Agama dalam perkara Ekonomi syariah, Jakarta, Rajawali Press, 2011 13 Mahasiswa mengenal dan mengamati langsung praktek mediasi di Pengadilan Agama Praktek

Berdasarkan dari hasil penelitian di laboratorium di dapat kuat tekan beton dengan menggunakan Abu Cangkang Sawit pada umur 28 hari adalah 20,59 mpa.. Kekokohan