• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH GAYA NEGOSIASI MANAJER PROYEK TERHADAP HASIL NEGOSIASI PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KOTA BANDUNG (076K)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGARUH GAYA NEGOSIASI MANAJER PROYEK TERHADAP HASIL NEGOSIASI PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KOTA BANDUNG (076K)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH GAYA NEGOSIASI MANAJER PROYEK TERHADAP HASIL

NEGOSIASI PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUMAH TINGGAL DI KOTA

BANDUNG

(076K)

Felix Hidayat1, Rizky Aditya Martadipura2

1Staff Pengajar, Komunitas Bidang Ilmu Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, email: hidayat@unpar.ac.id.

2Mahasiswa, Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, email: rizkyadityam@gmail.com.

ABSTRAK

Industri konstruksi adalah industri yang kompleks dan sulit untuk dikendalikan. Kompleksitas aktivitas pembangunan yang disertai dengan kemajuan teknologi konstruksi dapat meningkatkan potensi timbulnya perbedaan pemahaman, perselisihan pendapat, maupun pertentangan antar berbagai pihak yang terlibat, yang pada akhirnya menimbulkan sengketa. Sengketa dapat diselesaikan melalui berbagai macam metode, yaitu konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli, arbitrase, atau litigasi. Negosiasi merupakan metode penyelesaian sengketa yang rendah akan biaya dan tekanan, sehingga upaya negosiasi direkomendasikan sebagai upaya awal yang ditempuh dalam menyelesaikan sengketa. Berbagai gaya negosiasi dalam proyek konstruksi perlu dipelajari karena gaya negosiasi merupakan faktor utama dalam menyelesaikan sengketa konstruksi. Hasil negosiasi sangat dipengaruhi oleh gaya negosiasi dari pihak-pihak yang melakukan negosiasi. Pada proyek pembangunan rumah tinggal, bernegosiasi dianggap cara yang paling tepat, karena rendah akan biaya dan proses penyelesaian sengketa yang cukup cepat. Inti permasalahan dari penelitian ini adalah gaya dan hasil negosiasi apakah yang paling dominan yang terjadi pada manajer proyek pembangunan rumah tinggal di kota Bandung dan bagaimana pengaruh gaya negosiasi terhadap hasil negosiasi pada manajer proyek pembangunan rumah tinggal di Kota Bandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengidentifikasi gaya dan hasil negosiasi yang paling dominan yang terjadi pada manajer proyek pembangunan rumah tinggal di kota Bandung, dan untuk mengkaji pengaruh gaya negosiasi terhadap hasil negosiasi pada manajer proyek pembangunan rumah tinggal di Kota Bandung. Pengumpulan sampel dilakukan melalui penyebaran kuesioner terhadap 32 (tiga puluh dua) manajer proyek konstruksi rumah tinggal yang berada di Kota Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis jalur (path analysis). Hasil analisis menunjukkan bahwa setiap gaya negosiasi memiliki pengaruh yang dominan terhadap hasil negosiasi itu sendiri dan gaya negosiasi yang paling dominan adalah compromising yang mempengaruhi hasil negosiasi problem solving dengan nilai presentase 47.4727%.

Kata kunci: gaya negosiasi, hasil negosiasi, manajer proyek, rumah tinggal, Bandung.

1. PENDAHULUAN

Dalam industri konstruksi, khususnya hubungan yang terjadi antara Pihak Pengguna Jasa dan Pihak Penyedia Jasa, terdapat suatu interaksi diantara keduanya, dimana masing2 pihak bersepakat untuk secara bersama-sama mewujudkan suatu proyek konstruksi. Pihak Pengguna Jasa, berjanji untuk membayar sejumlah uang sebagai imbalan atas barang dan jasa proyek konstruksi; sedangkan Pihak Penyedia Jasa, berjanji untuk mengadakan barang dan jasa proyek konstruksi. Bentuk kesepakatan tersebut dinyatakan dalam sebuah perjanjian pemberian jasa yang dikenal sebagai kontrak konstruksi. Ketika kontrak konstruksi dieksekusi, terdapat suatu kondisi dimana salah satu pihak meminta pihak yang lain untuk merealisasikan janjinya berdasarkan ketentuan yang telah disepakati dalam kontrak konstruksi. Permintaan tersebut dikenal sebagai klaim konstruksi. Apabila pihak yang lain tidak sepakat untuk memenuhi permintaan tersebut karena memandang bahwa pelaksanaan tidak sesuai dengan prestasi (wanprestasi), maka sengketa akan timbul.

Industri konstruksi adalah industri yang kompleks dan sulit untuk dikendalikan. Kompleksitas aktivitas pembangunan yang disertai dengan kemajuan teknologi konstruksi dapat meningkatkan potensi timbulnya perbedaan pemahaman, perselisihan pendapat, maupun pertentangan antar berbagai pihak yang terlibat, yang pada akhirnya menimbulkan sengketa. Sengketa dapat diselesaikan melalui berbagai macam metode, yaitu konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli, arbitrase, atau litigasi. Negosiasi merupakan metode penyelesaian

(2)

sengketa yang rendah akan biaya dan tekanan, sehingga upaya negosiasi direkomendasikan sebagai upaya awal yang ditempuh dalam menyelesaikan sengketa. Dalam negosiasi, anggota tim sering mengalami perselisihan dalam tujuan dan nilai-nilai yang akan dicapai, tetapi ketika benar dilakukan dengan pola pikir yang koperatif maka pengambilan keputusan pada saat negosiasi akan mencapai tujuan dengan saling menjaga keharmonisan, mengurangi biaya, waktu, dan permusuhan (Ritcher, 2000). Berbagai gaya negosiasi dalam proyek konstruksi perlu dipelajari karena gaya negosiasi merupakan faktor utama dalam menyelesaikan sengketa konstruksi. Hasil negosiasi sangat dipengaruhi oleh gaya negosiasi dari pihak-pihak yang melakukan negosiasi. Gaya negosiasi dibedakan menjadi 5 (lima) gaya, yaitu bersaing, menghindari konflik, berkolaborasi, mengakomodasi, dan berkompromi (Matthews, 1998; Rahim, 1983; Phil, Mitzberg, 1983). Sedangkan hasil negosiasi dibedakan menjadi 7 (tujuh) hasil, yaitu terpecahkannya masalah, meningkatnya konflik, memburuknya hubungan, kelambanan penyelesaian konflik, ketidaksetujuan lebih lanjut, terpeliharanya hubungan, dan menurunnya konflik (Cheung 2006; Rahim 2001). Proyek rumah tinggal merupakan proyek yang unik dan memiliki ciri khas. Ciri khas tersebut pada umumnya dapat dilihat dari (a) nilai proyek yang relatif kecil, (b) kontraktor yang dipilih merupakan kontraktor perorangan, (c) perhitungan pembayaran menggunakan sistem cost plus fee, dan (d) desain mengalami banyak perubahan karena pemilik atau owner terus berinovasi dan mencari desain rumah tinggal sesuai dengan keinginannya. Karena banyaknya perubahan desain tersebut, maka sengketa konstruksi kerap terjadi antara kontraktor rumah tinggal dan owner atau pemilik. Mengingat nilai proyek yang relatif kecil dan kontraktor yang digunakan merupakan kontraktor perorangan, maka sengketa konstruksi untuk proyek pembangunan rumah tinggal banyak diselesaikan dengan cara bernegosiasi. Bernegosiasi dianggap cara yang paling tepat, karena rendah akan biaya dan proses penyelesaian sengketa yang cukup cepat.

Berdasarkan uraian latar belakang, maka inti permasalahan dalam penelitian ini adalah: (a) gaya dan hasil negosiasi apakah yang paling dominan yang terjadi pada kontraktor rumah tinggal di kota Bandung? (b) bagaimana pengaruh gaya negosiasi terhadap hasil negosiasi yang didapat dari hasil survei kuesioner? Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: (a) untuk mengidentifikasi gaya yang paling dominan dalam negosiasi yang dilakukan oleh manajer proyek pembangunan rumah tinggal di kota Bandung, dan (b) untuk mengkaji pengaruh gaya negosiasi terhadap hasil negosiasi.

Pembatasan masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah: (a) pengambilan data dilakukan di wilayah Bandung, (b) data dibuat dalam bentuk kuesioner yang akan diberikan kepada 32 (tiga puluh dua) kontraktor, (c) analisis pengaruh gaya negosiasi terhadap hasil negosiasi pada konstruksi menggunakan metode analisis jalur, dan (d) tipe contract cost plus fee.

2. GAYA DAN HASIL NEGOSIASI

Menurut Holley dkk (2005) terdapat dua pendekatan yang berbeda dari gaya dan hasil negosiasi. Pendekatan pertama adalah Distributive Bargaining yang menerangkan negosiasi sebagai penggunaan metode menang-kalah dimana keuntungan dari satu pihak adalah beban dari pihak lain. Sedangkan pendekatan kedua adalah Gain Bargaining yang menerangkan pengalaman penggunaan pemecahan masalah. Dalam kepustakaan negosiasi, orientasi dari metode menang-kalah disebut sebagai Assertiveness sedangkan orientasi untuk pemecahan masalah bersama disebut Cooperatives.

Matthews (1998) menyatakan bahwa pengukuran Assertiveness dan Cooperativeness memerlukan pertimbangan dari faktor gaya negosiasi. Gaya negosiasi ini dibagi menjadi 5 (lima) (Rahim, 1983 ; Cheung et al, 2006 ; Mitzberg (Wihrich & Koontz, 1993) ; Johnson dan Johnson, 1991) adalah :

1. Avoiding/Menghindari. Negosiator yang menunjukkan gaya ini merupakan orang yang bersifat pasif, lebih memilih untuk menghindari dan mengabaikan konflik sehingga kesepakatan di kedua belah pihak tidak tercapai.

2. Competing/Bersaing. Negosiator yang menunjukkan gaya ini merupakan orang yang ingin mendominasi proses negosiasi dan berorientasi pada hasil, percaya diri, tegas, menggunakan kekuasaan untuk memenangkan konflik, dan memastikan salah satu pihak akan memenangkan konflik.

3. Accomodating/Mengakomodasi. Negosiator yang menunjukan gaya ini merupakan orang yang membuat upaya untuk menjaga hubungan dengan pihak lain, mengecilkan perbedaan, dan mengalah untuk mengakomodasi kepentingan bersama agar mencapai kesepakatan bersama.

4. Collaborating/Kolaborasi. Negosiator yang menunjukan gaya ini merupakan orang yang berprilaku ingin mendominasi proses negosiasi, terbuka dan jujur untuk menciptakan kesepakatan dan mencari solusi yang saling memuaskan kedua belah pihak. Gaya ini biasanya memiliki sifat yang responsive dan lebih berorientasi pada hasil akhir.

(3)

5. Compromising/Berkompromi. Negosiator yang menunjukan gaya ini merupakan orang yang memiliki tujuan untuk menemukan jalan tengah, menyisihkan perbedaan, sering terlibat dalam memberi dan menerima pengorbanan, dan menerima kepuasan untuk mencapai kebutuhan kedua belah pihak.

Dalam penelitiannya, Cheung (2006) telah menggabungkan faktor matriks untuk hasil negosiasi dan kaitannya dengan gaya negosiasi. Cheung mendapatkan 7 (tujuh) faktor hasil negosiasi. Faktor-faktor yang tersebut (Cheung, 2006; Rahim, 2001) adalah :

1. Problem Solving/Terpecahkannya Masalah. Faktor ini merupakan hasil negosiasi yang diinginkan dalam resolusi konflik dan tujuan utama dari setiap negosiasi.

2. Conflict Escalation/Meningkatnya Konflik. Faktor ini ditandai dengan tingkat konflik yang semakin tinggi setelah dilakukannya negosiasi.

3. Relationship Deterioration/Memburuknya Hubungan. Faktor ini berhubungan dengan memburuknya hubungan antara pihak yang bersengketa. Hubungan antara negosiator bisa menjadi faktor penting dalam menangani konflik. Jadi, dengan memburuknya hubungan maka kesempatan kerjasama dimasa depan akan menjadi jauh. 4. Inaction/Kelambanan Penyelesaian Konflik. Faktor ini ditandai dengan penarikan diri dan penundaan proses

negosiasi. Inaction seringkali tidak diharapkan karena kesempatan untuk diselesaikannya sengketa menjadi jauh.

5. Further Disagreement/Ketidaksetujuan Lebih Lanjut. Hasil Further Disagreement ini adalah hal terakhir yang diinginkan setiap negosiator. Further Disagreement terjadi ketika negosiasi dan pertentangan mencapai jalan buntu.

6. Relationship Maintainance/Terpeliharanya Hubungan. Relationship Maintainance dideskripsikan dengan terpeliharanya hubungan jika mencakup banyak hasil yang positif, misalnya beberapa kebutuhan dari pihak yang terkait dapat terpuaskan dan tetap terjaga interaksinya dimasa depan.

7. Conflict Reduction/Menurunnya Konflik. Hasil negosiasi akan disebut Conflict Reduction jika sengketa dimasa depan kemungkinan terjadinya sangat kecil.

3. METODE PENELITIAN

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 32 (tiga puluh dua) Site Manager (SM) yang bekerja pada kontraktor dan sedang terlibat dalam pengerjaan proyek rumah tinggal di Kota Bandung. Kuesioner berisikan pertanyaan-pertanyaan tentang gaya seorang Manajer Proyek dalam melakukan negosiasi untuk proyek konstruksi dan hasil negosiasi yang sudah dilakukan. Kuesioner yang dibuat dibagi menjadi dua bagian yang berisi, bagian 1 (satu) merupakan pertanyaan yang bersifat umum berupa pengalaman kerja dari responden. Pada bagian 2 (dua) merupakan pertanyaan yang bersangkutan dengan gaya negosiasi yang dilakukan manajer proyek dalam bernegosiasi dan hasil yang didapatkan setelah melakukan negosiasi dalam proyek konstruksi. Pada bagian kedua ini menggunakan skala Likert yang digunakan untuk menjawab pilihan yang disediakan.

Berdasarkan studi pustaka, gaya negosiasi seorang manajer proyek dibagi menjadi 5 (lima) faktor, yaitu, menghindar (avoiding), bersaing (competing), mengakomodasi (accodating), berkolaborasi (collaborating), dan berkompromi (compromising). Sedangkan hasil negosiasi dibedakan menjadi 7 (tujuh), yaitu terpecahkannya masalah (problem solving), meningkatnya konflik (conflict escalation), memburuknya hubungan (relationship deterioration), kelambanan penyelesaian konflik (inaction), ketidaksetujuan lebih lanjut (further disagreement), terpeliharanya hubungan (relationship maintained), dan menurunnya konflik (conflct reduction).

Untuk dapat mengetahui faktor-faktor gaya negosiasi dan hasil negosiasi, maka diperlukan responden untuk menjawab 32 (tiga puluh dua) pertanyaan yang telah disusun. Tabel 1 menunjukkan indikator, deskripsi, dan kata kunci dari gaya negosiasi dan Tabel 2 menunjukkan menunjukkan indikator, deskripsi, dan kata kunci dari hasil negosiasi.

Tabel 1. Indikator, Deskripsi, dan Kata Kunci dari Gaya Negosiasi

Faktor Indikator Deskripsi Kata Kunci

Gaya Negosiasi

Avoiding Bersifat pasif, lebih memilih untuk mengabaikan dan menghindari konflik sehingga tidak

mendapatkan solusi.

mengabaikan, bersifat pasif, menghindari Competing Percaya diri dan sering menggunakan kekuasaan

untuk memenangkan konflik.

percaya diri,

(4)

Tabel 1. Indikator, Deskripsi, dan Kata Kunci dari Gaya Negosiasi (lanjutan)

Faktor Indikator Deskripsi Kata Kunci

Gaya Negosiasi

Accomodating Mengalah dan berusaha untuk mengecilkan perbedaan agar dapat menguntungkan keduabelah pihak.

mengecilkan perbedaan, mengalah,

mengakomodasi Collaborating Gaya komunikasi yang terbuka dan kreatif, selain

itu negosiator ini memiliki sifat yang responsif dan berorientasi pada hasil akhir.

responsif, kreatif, terbuka

Compromising Memiliki tujuan untuk mencari dan mengusulkan jalan tengah, memahami tuntutan dan saling memahami demi tercapainya kepuasan bersama.

mencari jalan tengah, memahami tuntutan, jalan tengah, saling memahami Tabel 2. Indikator, Deskripsi, dan Kata Kunci Hasil Negosiasi

Faktor Indikator Deskripsi Kata Kunci

Hasil Negosiasi

Problem Solving

Hasil yang diinginkan dalam resolusi konflik dan tujuan utama dari setiap negosiasi.

saling memuaskan, tercapainya kesepakatan, berkurangnya konflik Conflict

Escalation

Ditandai dengan adanya tingkat konflik yang semakin tinggi.

konflik semakin tinggi, sulit untuk diselesaikan

Relationship Deterioration

Berkaitan dengan memburuknya hubungan antara pihak yang bersengketa. Karena memburuknya hubungan, kerjasama akan berkurang

berkurangnya kerjasama, negosiasi hanya

mementingkan satu pihak, memburuknya hubungan kerjasama

Inaction

Ditandai dengan penarikan diri dan penundaan proses negosiasi penundaan negosiasi, melambatnya penyelesaian konflik Further Disagreement

Terjadi ketika pertentangan mencapai jalan buntu jalan buntu, perselisihan lebih lanjut

Relationship Maintained

Terpeliharanya hubungan baik hubungan tetap baik, saling terpuaskan Conflict

Reduction

Terjadi kemungkin sengketa dimasa depan lebih kecil

menurunnya sengketa

4. ANALISIS DATA

Dari 32 (tiga puluh dua) data yang diterima, didapatkan data mengenai pengalaman responden, jumlah proyek, dan nilai proyek yang berhasil dikerjakan selama 5 (lima) tahun terakhir. Hal tersebut, ditunjukkan pada Tabel 3, 4 , dan 5.

Tabel 3. Tingkat Pengalaman Kerja Responden

No Tingkat Pengalaman Jumlah Persentase 1 <5 Tahun 4 12.5% 2 5-10 Tahun 16 50% 3 >50 tahun 12 37.5% JUMLAH 32 100%

Tabel 4. Jumlah Proyek

No Jumlah Proyek Jumlah Persentase

1 1-10 Proyek 15 46.87%

2 11-20 Proyek 8 25%

3 21-30 Proyek 4 12.5%

4 >30 Proyek 5 15.63%

JUMLAH 32 100%

Tabel 5. Nilai Proyek

No Nilai Proyek Jumlah Persentase

1 1-2 Milyar 6 20%

2 2-5 Milyar 10 33.33%

3 5-10 Milyar 8 20.66%

4 > 10 Milyar 6 20%

(5)

Sebelum dianalisis, data yang didapatkan dari kuesioner ini akan dilakukan pengolahan terlebih dahulu validitas, reabilitas, dan normalitasnya. Data yang ada saat ini ditangkap sebagai input, kemudian diproses melalui suatu model yang membentuk informasi, sehingga menjadi sebuah informasi yang sesuai dengan keadaan lapangan. Hasil pengujian secara statistik menunjukkan bahwa variabel valid, reliabel, dan normal. Setelah dilakukan uji statistik untuk setiap pertanyaan yang dijawab oleh responden, maka didapatkan faktor-faktor gaya negosiasi yang paling dominan untuk setiap hasil negosiasi. Kemudian faktor-faktor gaya negosiasi ini diolah lagi dengan menggunakan analisis jalur (path analysis) agar mendapatkan faktor gaya negosiasi apa yang mempengaruhi suatu hasil negosiasi. Setelah semua faktor gaya negosiasi dan hasil negosiasi diolah maka didapatkan hasil akhir mengenai pengaruh faktor-faktor gaya negosiasi terhadap hasil negosiasi seperti Gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh Paling Dominan Gaya Negosiasi Terhadap Hasil Negosiasi

Dari grafik diatas terlihat bahwa yang memiliki pengaruh paling besar adalah Compromising yang memiliki persentase sebesar 34.1943% dengan hasil gaya negosiasi Problem Solving. Nilai persentase untuk setiap gaya negosiasi terhadap hasil negosiasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Persentase Gaya Negosiasi terhadap Hasil Negosiasi

No. Gaya Negosiasi Hasil Negosiasi Persentase

1 Avoiding Problem Solving 3.721

2 Avoiding Relationship Deterioration 3.3124

3 Avoiding Further Disagreement 6.5025

4 Competing Inaction 5.8564

5 Collaborating Conflict Escalation 13.4689 6 Collaborating Relationship Maintainance 14.5924 7 Collaborating Conflict Reduction 12.3904

8 Compromissing Problem Solving 34.1943

Gaya negosiasi Avoiding memiliki 3 (tiga) pengaruh yang signifikan terhadap hasil negosgiasi Problem Solving sebesar 3.721%, Relationship Deterioration sebesar 3.3124%, dan Further Disagreement sebesar 6.5025%. Hasil negosiasi Avoiding ini memiliki 3 (tiga) pengaruh dikarenakan gaya Avoiding ini bersifat lebih memilih untuk menghindari konflik, mengabaikan konflik, dan bersifat pasif dalam menghadapi permasalahan, karena semua hal itu maka Avoiding memiliki 3 (tiga) hasil negosiasi. Sedangkan untuk gaya negosiasi Competing, memiliki pengaruh

(6)

yang signifikan terhadap hasil negosiasi Inaction sebesar 5.8564%. Hal ini disebabkan karena gaya negosiasi gaya negosiasi Competing memiliki sikap yang percaya diri dan sering menggunakan kekuasaan untuk menghadapi konflik yang akan menyebabkan melambatnya penyelesaian konflik dan penundaan negosiasi. Gaya negosiasi Collaborating memiliki 3 (tiga) pengaruh yang signifikan terhadap hasil negosiasi Conflict Escalation sebesar 13.4689%, Relationship Maintainance sebesar 14.5924%, dan Conflict Reduction sebesar 12.3904%. Hal ini disebabkan karena gaya negosiasi Collaborating memiliki sikap responsif, kreatif, dan terbuka. Karena sikap yang responsif dari gaya Collaborating ini maka akan memberikan pengaruh terhadap hasil negosiasi Conflict Escalation, sedangkan sikap kreatif dan terbuka akan memberikan pengaruh terhadap hasil negosiasi Relationship Maintainance dan Conflict Reduction. Sedangkan gaya negosiasi Compromising memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap hasil negosiasi Problem Solving sebesar 34.1943% dan hasil ini dapat dikatakan sebagai hasil yang paling dominan, karena memiliki nilai persentase terbesar bila di bandingkan dengan hasil-hasil lain. Hasil negosiasi Compromising memberikan pengaruh terhadap hasil negosiasi Problem Solving, karena gaya ini memiliki sikap untuk mencari jalan tengah, memahami tuntutan, dan saling memahami, karena semua sikap yang dimiliki oleh Compromising ini sehingga hasil yang ditimbulkan adalah Problem Solving.

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa gaya negosiasi yang signifikan memiliki pengaruh terhadap hasil negosiasi itu terjadi. Nilai pengaruh ini dapat dibandingkan dengan nilai presentase faktor gaya negosiasi dan hasil negosiasi yang paling dominan di Kota Bandung. Nilai persentase gaya dan hasil negosiasi yang paling dominan dapat dilihat pada 7.

Tabel 7. Gaya Negosiasi yang Paling Dominan Gaya Negosiasi Rata-Rata

Avoiding 63.714

Competing 51.143

Accodating 60.143 Collaborating 74.713 Compromising 82.813

Dari semua hasil negosiasi pasti memiliki perbedaan persentase pengaruh antara gaya terhadap hasil negosiasi. Perbedaan persentase pengaruh ini disebabkan oleh banyaknya manajer proyek di Kota Bandung memiliki gaya sendiri dalam menghadapi konflik. Gaya negosiasi Accodating tidak memiliki pengaruh yang signifikan bahkan hampir dapat dikatakan tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini disebabkan karena kebanyakan manajer proyek akan melihat dulu seberapa besarnya permasalahan yang akan dihadapi, selain itu gaya negosiasi Accodating terkadang dianggap tidak baik karena kebanyakan manajer proyek menilai dengan gaya Accodating ini hanya menguntungkan sebelah pihak, jadi tidak sedikit manajer proyek yang kurang suka dengan gaya negosiasi tersebut. Ilustrasi :

Ada sebuah tambahan pekerjaan yang harus dilaksanakan agar proyek dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang sudah diatur, kemudian manajer proyek mengajukan penambahan pekerjaan itu kepada owner, tetapi owner tidak mau mengadakan penambahan pekerjaan yang akhirnya menjadikan konflik antara owner dan manajer proyek, untuk penyelesaiannya akan di selesaikan dengan cara bernegosiasi.

1. Jika seorang manajer proyek memiliki gaya Avoiding maka manajer proyek ini akan berusaha untuk menghindari adanya pekerjaan tambah kurang atau bahkan berusaha untuk mengabaikan pekerjaan itu dan terus bekerja sesuai dengan jadwal sehingga pekerjaan tambah itu dapat terhindar dan mendapatkan hasil negosiasi Problem Solving.

2. Seorang manajer proyek yang memiliki gaya Avoiding akan bersifat pasif mengabaikan pekerjaan tambah tersebut, karena sikapnya yang mengabaikan pekerjaan tambah itu, maka proyek konstruksi tidak dapat terselesaikan tepat waktu. Akibat dari pengabaian dan sifatnya yang pasif itu tentunya akan mengecewakan owner, sehingga kesempatan kerjasama dimasa depan akan memburuk, ini merupakan contoh dari gaya negosiasi Avoiding yang memberikan hasil negosiasi Relationship Deterioration.

3. Manajer proyek yang bersifat pasif akan membuat proyek terlambat, sehingga akan walaupun owner sudah menyetujui suatu pekerjaan tambah tetapi tetap saja proyek yang dikerjakan oleh manajer proyek yang bersifat pasif akan terlambat dan membuat pekerjaan tambah terulang lagi. Karena hal seperti itu akhirnya owner menjadi tidak mau ada pekerjaan tambah sementara manajer proyek tetap memerlukan pekerjaan tambah, sehingga pertentangan ini mencapai jalan buntu. Ini merupakan sebuah contoh gaya negosiasi Avoiding yang memberikan hasil negosiasi Further Disagreement.

(7)

4. Sikap manajer proyek yang tegas, percaya diri, dan memastikan salah satu pihak akan memenangkan konflik merupakan bagian dari gaya negosiasi Competing. Karena sikap tegas, percaya diri, dan memastikan salah satu pihak akan memenangkan konflik ini terkadang akan menimbulkan pandangan kurang baik dari owner kepada manajer proyek, sehingga jika terjadi suatu pekerjaan tambah memungkinan owner tidak akan langsung memberikan pekerjaan tambah tersebut sehingga dengan gaya negosiasi Competing ini akan memberikan hasil negosiasi berupa Inaction.

5. Manajer proyek yang ingin mendominasi pada proses negosiasi merupakan bagian dari gaya Collaborating dengan gaya tersebut terkadang hasil negosiasi yang dihasilkan dari proses negosiasi lebih memberikan keuntungan kepada manajer proyek dan membuat owner tidak setuju dengan pekerjaan tambah tersebut, dan akan menghasilkan suatu peningkatan konflik setelah melakukan proses negosiasi dengan gaya tersebut. 6. Dengan gaya negosiasi Collaborating yang memiliki sikap yang terbuka, jujur, dan mencari solusi yang saling

memuaskan kedua belah pihak, tentunya akan dapat meyakinkan owner untuk memberikan pekerjaan tambah. Dengan sikapnya yang jujur maka owner akan merasa terpuaskan walaupun harus memberikan tambahan pekerjaan, karena kepuasan owner itu maka hubungan owner dengan manajer proyek akan tetap terjaga. Ini merupakan contoh gaya negosiasi Collaborating yang memberikan hasil negosiasi Relationship Maintainace. 7. Sikap manajer proyek yang terbuka, jujur, dan memuaskan kedua belah pihak dapat membuat owner yang

tadinya tidak menyetujui pekerjaan tambah jadi menyetujui pekerjaan tambah tersebut dan karena sikap manajer proyek yang seperti itu maka kemungkinan untuk terjadi konflik dimasa depan akan menjadi sangat kecil. Ini merupakan contoh dari gaya negosiasi Collaborating yang memberikan hasi negosiasi Conflict Reduction.

8. Gaya negosiasi Compromising ini menunjukan sikap yang selalu mencari jalan tengah, menyisihkan perbedaan, sering terlibat dalam memberi dan menerima pengorbanan, sehingga owner yang asalnya tidak akan memberikan pekerjaan tambah jadi memberikan pekerjaan tambah itu. Dan karena sikap manajer proyek yang selalu mencari jalan tengah, menyisihkan perbedaan, sering terlibat dalam memberi dan menerima pengorbanan maka dapat menyelesaikan konflik yang terjadi. Gaya negosiasi ini merupakan gaya yang paling dominan dan dilakukan oleh manajer proyek karena dinilai gaya negosiasi yang cukup baik, sehingga konflik akan terselesaikan dengan baik. Hali ini merupakan contoh dari gaya negosiasi Compromising yang memberikan hasil negosiasi Problem Solving.

Dari semua ilustrasi diatas, diharapkan dapat memberikan bayangan mengenai gaya negosiasi dan hasil negosiasi yang terjadi dilapangan.

5. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa gaya negosiasi Manajer Proyek pada proyek konstruksi di Kota Bandung, dapat disimpukan bahwa :

1. Gaya negosiasi yang paling dominan di Kota Bandung adalah gaya negosiasi berkompromi (compromising). Gaya negosiasi ini dapat dikatakan sebagai gaya negosiasi yang paling dominan di Kota Bandung karena memiliki nilai persentase sebesar 82.813%. Pemimpin proyek untuk proyek perumahan lebih banyak memilih gaya berkompromi (compromising) karena pemimpin proyek perumahan berpendapat bahwa dengan berkompromi (compromising) kebutuhan keduabelah pihak akan terpuaskan. Selain itu, pemimpin proyek lebih memilih untuk berkompromi (compromising) karena dengan cara berkompromi (compromising) akan mendapatkan penyeselasian masalah yang cepat dan murah.

2. Setiap gaya negosiasi memiliki pengaruhnya masing-masing. Walaupun pengaruh yang paling dominan di Kota Bandung adalah berkompromi (compromising) tetapi tidak berarti gaya-gaya yang lain tidak memiliki pengaruh. Artinya, dari setiap gaya negosiasi memiliki pengaruh yang akan mendominasi suatu hasil negosiasi yang dilakukan manajer proyek di Kota Bandung.

Saran yang dapat diberikan setelah penelitian adalah :

1. Untuk penelitian berikutnya dapat diteliti lebih mendalam mengenai gaya negosiasi terhadap hasil negosiasi yang dilakukan oleh perusahaan konstruksi yang berbadan hukum, agar dapat memperlihatkan perbedaan gaya negosiasi perusahan yang tidak berbadan hukum dan yang memiliki badan hukum.

2. Untuk penelitian sejenis dapat melengkapi faktor-faktor dan hasil negosiasi yang lebih lengkap lagi, agar gaya negosiasi dan hasil negosiasi dapat dijelaskan dengan akurat.

3. Untuk penelitian berikutnya dapat diteliti gaya negosiasi yang memiiki wilayah kerja lebih besar dibandingkan dengan Kota Bandung, misalnya gaya dan hasil negosiasi yang dilakukan oleh manajer proyek di Pulau Jawa.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Cheung, Rahim, Holley, Matthews, dalam Sukma, H.N. 2007. Pengaruh Gaya Negosiasi Terhadao Hasil Negosiasi Pada Industri Konstruksi Indonesia, [online], (http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15867-3104100073-Presentation.pdf, diakses tanggal 12 januari 2013).

Fauzan, M. 2011. Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi Dalam Kontrak Kerja Konstruksi, [online], (www.ft.unimal.ac.id, diakses tanggal 7 Januari 2013).

Halpern, A.1992. Negotiating Skills. London : Blackstone Press Limited.

Juwari. 2011. Uji Validitas dan Reabilitas, [online], (http://juwari.wordpress.com/2011/02/09/xl-joe-uji-validitas-dan-reliabilitas/, diakses tanggal 20 maret 2013).

Kementrian PU direktorat jenderal cipta karya, [online], (http://www.p2kp.org/pengaduandetil.asp?mid=5&catid=6, diakses tanggal 31 Januari 2013).

Kristaung, R dan Gulo. 1995. Teori dan teknik negosiasi : perkembangan dan prospeknya, [online], (http://www.ukrida.ac.id/jkunukr/jou/fema/1995 / jkunukr-ns-jou-1995-4005-1267-negosiasi-resource1.pdf, diakses tanggal 31 Januari 2013).

Maulina, F. 2008. Sengketa Konstruksi, [online], (http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=alternatif %20penyelesaian%20sengketa%20febrianty&source, diakses pada tanggal 8 januari 2013).

Poerdyatmono, B. 2007. Alternatif Penyelesaian Sengketa Jasa Konstruksi,[online], (http://jurnal.uajy.ac.id, diakses pada tanggal 30 maret 2013).

Pribadi. 2003. Sengketa, [online]. (http://digilib.petra.ac.id, diakses tanggal 31 maret 2013).

Ritcher. 2000. Dalam Desertasi Yousefi, S. 2009. Attitude-Based Strategic and Tactical Negotiations for Conflict Resolution in Construction, [online], (http://uwspace.uwaterloo.ca/bitstream/10012/ 4672/1/Yousefi_Saied.pdf.pdf, diaksies tanggal 8 januari 2013).

Saleh, N. 2000. Alternatif Penyelesaian Sengketa, [online], (http://www.ft.unimal. ac.id/jurnal_teknik_sipil/ index.php/analisis-transportasi-kota-lhokseumawe?, diakses pada tanggal 8 januari 2013).

Sekaran, Uma., dan Bougie, Roger. (2010), Research Methods for Business, 5th ed. John Wiley and Sons Ltd, United Kingdom.

Soekirno, P. 2007. Sengketa dalam Penyelenggaraan Konstruksi di Indonesia : Penyebab dan Penyelesaiannya, [online], (http://www.ftsl.itb.ac.id/kk/ manajemen_dan_rekayasa_konstruksi/wp-content/uploads/2007/05/ makalah-reini_purnomo_abduh.pdf, diakses tanggal 14 januari 2013).

Sudjana, M.A. 2002. Metoda Statistika. Bandung : Penerbit Tasito Bandung.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Penerbit Alfabeta Bandung.

Sukma, H.N. 2007. Pengaruh Gaya Negosiasi Terhadao Hasil Negosiasi Pada Industri Konstruksi Indonesia, [online], (http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15867-3104100073-Presentation.pdf, diakses tanggal 12 januari 2013).

Supranto. 2000. Pengertian Statistik Deskriptif, Tabel, dan Grafik. [online], (http://aidafa.wordpress. com/2008/05/29/pengertian-statistik-deskriptif-tabel-dan-grafik/, diakses tanggal 24 maret 2013)

Gambar

Tabel 1. Indikator, Deskripsi, dan Kata Kunci dari Gaya Negosiasi (lanjutan)
Gambar 1. Pengaruh Paling Dominan Gaya Negosiasi Terhadap Hasil Negosiasi

Referensi

Dokumen terkait