• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelatihan Berbasis Peer Assessment dalam Meningkatkan Kualitas Rancangan Lembar Kerja Siswa (LKS) oleh Guru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pelatihan Berbasis Peer Assessment dalam Meningkatkan Kualitas Rancangan Lembar Kerja Siswa (LKS) oleh Guru"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Tersedia Online di

http://journal.unublitar.ac.id/pendidika

n/index.php/Riset_Konseptual

Sejarah Artikel Diterima pada : 30-03-2020 Disetuji pada : 24-04-2020 Dipublikasikan pada : 30-04-2020 Kata Kunci:

Peer assessment; lembar kerja siswa (LKS);

penelitian tindakan sekolah DOI:

http://doi.org/10.28926/riset_konseptual.v4i2. 209

Pelatihan Berbasis Peer Assessment dalam

Meningkatkan Kualitas Rancangan Lembar Kerja Siswa

(LKS) oleh Guru

Mat Kasuri

SDN 042/V Senyerang, Jl. Lintas, Kec. Senyerang, Kab. Tanjung Jabung Barat, Jambi, Indonesia

Email: matkatsuri.sdn042@gmail.com Abstrak: Berlatar belakang temuan rendahnya

pengetahuan guru mengenai lembar kerja siswa (LKS) dan jarangnya guru merancang LKS untuk pembelajaran maka dilakukan penelitian tindakan sekolah (PTS). Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas rancangan LKS yang disusun oleh guru disamping memberi pengetahuan terkait LKS dengan menerapkan peer

assessment. Penelitian dilakukan di SDN 042/V

Senyerang, Kabupaten Tanjung Jabung Barat pada 9 guru (3 guru laki-laki dan 6 guru perempuan). Penelitian dilakukan selama dua siklus. Data yang diperoleh berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan melakukan scoring skala 100 sedangkan analisis data kuantitatif mengikuti langkah Miles

dan Huberman. Penerapan peer assessment dalam pelatihan guru untuk merancang LKS menunjukkan hasil yang positif. Rata-rata skor kualitas rancangan LKS guru mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I rata-rata skor kualitas rancangan LKS adalah 82,22 dan meningkat menjadi 94,17 pada siklus II. Selain itu, berdasarkan ketiga aspek yang dinilai yakni aspek konten, tampilan dan bahasa juga mengalami peningkatan.

PENDAHULUAN

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembelajaran adalah guru dan guru memegang peranan penting dalam pembelajaran (Jumairi, 2015). Ada beberapa kemampuan guru yang harus benar-benar dikuasai agar pembelajaran di kelas dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan pembelajaran yang akan dibidik. Salah satunya adalah kemampuan guru dalam memilih dan membuat media pembelajaran (Saregar et al., 2019).

Media pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang diperlukan untuk merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien (Novita & Harahap, 2020). Media pembelajaran merupakan sarana pembelajaran yang berguna untuk membantu guru dalam mencapai pembelajaran secara lebih mudah dan lebih baik. Oleh karena itu, penggunaan media pembelajaran ini diperlukan untuk mendukung keberlangsungan pembelajaran (Yamin & Karmila, 2019).

Salah satu media pembelajaran yang dapat dikembangkan guru dalam mendukung kegiatan pembelajaran adalah lembar kerja siswa (LKS). LKS merupakan salah satu media cetak yang dapat berguna untuk menuntun aktivitas dan pengalaman belajar siswa. Menurut Parmiti dalam Tarigan, Agung, & Parmiti (2019), secara khusus LKS memiliki peranan penting yakni, (1) salah satu bahan ajar yang dapat mengupayakan pengoptimalan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran, (2) dapat

(2)

kebutuhan untuk memfasilitasi siswa agar dapat berlatih secara maksimal, dan (4) mempermudah proses pelaksanaan pembelajaran.

Pentingnya media pembelajaran, termasuk LKS ini tidak sejalan dengan temuan di SDN 042/V Senyerang, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Dari hasil wawancara yang dilakukan, dari 6 (100%) guru yang ada, tidak ada seorangpun guru yang merancang LKS untuk membantu proses pembelajaran. Bahkan ketika ditanyakan bagaimana bentuk LKS, guru tidak mengetahui dengan yakin komponen-komponen yang sebaiknya ada dalam LKS. Guru menyebutkan bahwa LKS harus memuat kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran dan harus ada soal-soal latihan. Artinya, guru-guru masih belum memahami dengan baik komponen-komponen yang sebaikny ada dalam LKS. Suatu LKS seharusnya memuat 6 komponen yakni, petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan, lembar kegiatan, dan evaluasi (Prastowo, 2012).

Permasalahan tersebut diupayakan agar tereduksi melalui kegiatan pelatihan. Pelatihan dilakukan dengan mengintegrasikan kegiatan peer assessment. Penilaian sejawat mencakup proses di mana siswa (dalam hal ini peserta pelatihan yakni guru) mengevaluasi atau dievaluasi oleh rekan-rekan mereka (Li et al., 2020). Penelitian yang luas telah dipublikasikan tentang reliabilitas dan validitas hasil dari implementasi peer assessment (contoh: Chang et al., 2011; Cho et al., 2006; Li et al., 2016; Zhang et al., 2020). Namun, penelitian peer assessment masih kurang membidik hasil penelitian pada aktivitas pembelajaran (Li et al., 2020). Di Indonesia sendiri, penelitian dengan tujuan untuk mengembangkan kompetensi guru dalam membuat LKS dengan integrasi peer assessment ini masih belum dilakukan. Dalam penelitian ini, peer assessment diintegrasikan dalam intervensi kegiatan pelatihan. Sumbangsih penelitian berguna untuk memberikan gambaran terhadap peningkatan kemampuan guru dalam membuat LKS melalui penerapan peer assessment.

METODE

Tujuan utama penelitian ini adalah memperbaiki temuan permasalahan yang ada di sekolah yakni kurangnya pemahaman dan kemampuan guru dalam merancang media pembelajaran berupa LKS. Penelitian ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan dalam bentuk siklus. Pelaksanaan tindakan didasarkan pada siklus PTK yang diadaptasi dari model Kemmis, McTaggart, & Nixon (2014). Tiap siklus dilakukan dengan memuat tahapan yang sama yakni terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan kemudian refleksi seperti yang ditunjukkan Gambar 1.

(3)

Gambar 1. Siklus Penelitian

Penelitian dilakukan di SDN 042/Senyerang, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Penelitian dilakukan pada guru-guru. Jumlah guru dalam penelitian ini adalah 9 orang. Terdiri dari 3 guru laki-laki dan 6 guru perempuan. Penelitian dilakukan dengan melatih guru-guru untuk membuat LKS. Pelatihan dilaksanakan oleh kepala sekolah SDN 042/V Senyerang dengan bantuan beberapa rekan guru dari sekolah dasar lain sebanyak 1 orang. Rekan guru bertugas untuk melakukan observasi selama pelatihan berlangsung. Pelaksanaan pelatihan dilakukan selama 2 minggu untuk setiap siklus. Selama pelaksanaan setiap siklus dilakukan 3 kali pertemuan. Dalam penelitian ini, pelatihan dilakukan dengan menerapkan peer assessment.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari rubrik validasi LKS dan data kualitatif diperoleh dari hasil observasi selama kegiatan pelatihan berlangsung. Data kuantitatif dianalisis dengan menunjukkan statistik deskriptif dan skor kualitas LKS guru untuk tiap siklus. Data kualitatif diperoleh dari catatan-catatan selama kegiatan observasi. Data kualitatif dianalisis mulai dari tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan seperti langkah pada analisis Miles and Huberman (Yusuf, 2016). Secara umum, alur analisis data kualitatif seperti yang ditunjukkan Gambar 2.

Gambar 2. Alur Analisis Data Kualitatif

Data penilaian LKS didasarkan pada 3 kriteria, yakni konten, tampilan, dan bahasa. Kriteria konten memiliki 4 indikator yakni (1) sesuai dengan standar kompetensi yang akan dicapai; (2) penyajian runtut dan sistematis; (3) permasalahan atau kasus yang diagkat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa pada ranah kognitif; dan (4) kegiatan yang disajikan mempunyai tujuan yang jelas. Kriteria tampilan memiliki 3 indikator yakni (1) warna tampilan LKS menarik; (2) ukuran huruf dapat terbaca dengan jelas; dan (3) gambar yang disajikan mendukung siswa dalam memahami materi. Kriteria terakhir yakni bahasa juga memiliki 3 indikator yakni (1) penggunaan bahasa sesuai dengan EYD; (2) bahasa sesuai dengan tingkat perkembangan siswa; dan (3) bahasa instruksi dalam LKS jelas. Seluruh indikator diberikan skor 0-4 sehingga skor maksimal guru adalah 40. Perolehan skor siswa kemudian diubah dalam skala 100 dengan mengalikan perolehan skor guru dengan 2,5.

Kriteria keberhasilan pelaksanaan tindakan didasarkan pada interpretasi skor hasil validitas oleh ahli. Guru dikatakan berhasil jika telah berhasil memenuji lebih dari 79% kriteria. Kriteria validitas LKS yang dikembangkan oleh guru seperti yang ditunjukkan Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Kriteria Validitas LKS

% Kriteria yang Terpenuhi Kriteria Validitas

80 – 100 Sangat baik

60 – 79 Baik

(4)

Kurang dari 20 Tidak baik

HASIL dan PEMBAHASAN

Deskripsi Pelaksanaan Tindakan

Pada siklus pertama, guru diberi materi terkait LKS di pertemuan pertama. Peneliti memberikan bahan bacaan terkait apa itu LKS, komponen LKS, dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun LKS. Pelaksanaan pemberian materi dilakukan dengan metode ceramah dan tanya jawab. Setelah pemberian materi, guru diminta untuk menganalisis silabus dan menentukan topik yang akan dikembangkan LKS-nya. Pada pertemuan kedua, guru kembali berkumpul untuk membawa hasil rancangan LKS. Pertemuan kedua ini dilaksanakan seminggu setelah pertemuan pertama. Pada pertemuan kedua, rekan-rekan guru memberikan penilaian terhadap LKS guru lain. Dalam penelitian ini, satu LKS diberi penilaian oleh dua guru lain. Penilaian dari teman sejawat ini menjadi dasar perbaikan LKS kedepannya yang akan dikumpulkan pada pertemuan ke-tiga. Komentar-komentar yang diberikan dalam kegiatan penilaian teman sejawat (peer assessment) harus didasarkan pada indikator-indikator penilaian LKS namun tidak sampai memberikan skor. Skoring dilakukan oleh Peneliti pada pertemuan ke-tiga.

Siklus kedua dilakukan dengan tahapan pelaksanaan yang sama dengan tindakan pada siklus pertama. Tidak begitu banyak koreksi dari kegiatan yang dilaksanakan pada siklus pertama. Hanya saja ada beberapa guru yang mengalami kesulitan dalam mendesain LKS dengan baik sehingga pada siklus kedua kegiatan pelatihan lebih difokuskan pada beberapa guru tersebut. Pada siklus kedua pelatihan dilaksanakan dengan lebih baik. Pada pertemuan pertama kegiatan peer assessment yang dilakukan oleh guru hanya memberikan komentar-komentar LKS secara umum yang memiliki kesalahan/kekurangan. Pada siklus kedua peer assessment dilakukan untuk memberikan komentar untuk setiap indikator baik positif maupun negatif. Hal tersebut bertujuan agar rancangan LKS lebih baik dengan pemberian komentar yang padat dan detail. Pada pertemuan kedua pemberian materi dilanjutkan dengan memberikan beberapa tambahan pengetahuan seperti bagaimana membuat kalimat dalam bahasa yang lebih dipahami oleh peserta didik karena pada siklus pertama ditemukan beberapa bahasa yang digunakan guru termasuk dalam kategori “tinggi” atau sulit dipahami oleh siswa SD kelas rendah. Selain itu, dibahas pula beberapa kekurangan yang ada dalam perancangan LKS di siklus pertama.

Peningkatan Kualitas Rancangan LKS

Data Statistik Deskriptif Kualitas Rancangan LKS untuk Tiap Siklus

Salah satu indikasi keberhasilan pelaksanaan pelatihan berbasis peer assessment adalah dari perubahan skor kemampuan guru dalam merancang LKS. Data statistik deskriptif kualitas rancangan LKS pada siklus I dan II seperti yang ditunjukkan Tabel 2.

Tabel 2. Data Statistik Deskriptif Kualitas Rancangan LKS pada Siklus I dan II

Siklus I Siklus II

Rata-rata 82,22 94,17

Median 82,50 95,00

Modus 77,50 95,00

(5)

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 1 tampak bahwa kemampuan guru dalam merancang LKS yang berkualitas mengalami peningkatan. Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata skor meningkat dari 82,22 menjadi 94,17; median skor meningkat dari 82,50 menjadi 95,00; dan modus skor meningkat dari 77,50 menjadi 95,00. Untuk ukuran sebaran data mengalami penurunan dari 4,23 menjadi 2,17. Pada siklus I terlihat bahwa kualitas LKS berdasarkan skor validitas yang diberikan oleh ahli sudah dalam kategori baik. Pada siklus II terjadi peningkatan menjadi kategori sangat baik sehingga pelaksanaan tindakan cukup dilakukan pada 2 siklus kegiatan saja.

Data tersebut mengindikasikan keberhasilan penerapan pelatihan berbasis peer assessment. Peer assessment berhasil dalam meningkatkan hasil berupa kinerja guru dalam membuat LKS dikarenakan setiap guru dituntut untuk aktif memberi masukan terhadap LKS yang disusun oleh guru lainnya. Hal tersebut dapat memicu kegiatan refleksi terhadap LKS yang disusun oleh masing-masing guru. Dengan peer assessment maka guru-guru akan lebih mudah dalam menerima dan memahami feedback dalam bentuk apa yang akan dicapai, keadaan ketika penilaian, dan bagaimana langkah untuk mencapai tujuan dengan lebih baik (Black et al., 2004; Lee, 2006). Peer review merupakan cara yang baik dalam meningkatkan kemampuan guru dalam merancang LKS karena masing-masing guru lebih terbuka satu sama lain. Lebih mudah untuk memberikan dan menerima komentar. Hasil penelitian dalam menerapkan peer assessment dalam pelatihan ini sejalan dengan penelitian Willey & Gardner (2008) yang menunjukkan bahwa hasil pembelajaran akan mengalami peningkatan dengan menerakan peer assessment.

Skor Kualitas Rancangan LKS untuk Tiap Kriteria

Secara kualitas, rancangan LKS dilihat dari tiga aspek yakni aspek konten, tampilan, dan bahasa. Ketiga aspek tersebut dinilai untuk tiap akhir siklus. Data rata-rata skor untuk ketiga aspek pada kedua siklus seperti yang ditunjukkan Gambar 3.

13,22

10,00 9,67

14,78

11,56 11,33

Aspek Konten Aspek Tampilan Aspek Bahasa

Siklus I Siklus II

Gambar 3. Rata-Rata Skor Kualitas Rancangan LKS untuk Tiap Kriteria

Berdasarkan data diagram batang yang ditunjukkan pada Gambar 3 tersebut tampak bahwa ketiga aspek yang dinilai dalam merancang LKS menunjukkan adanya peningkatan rata-rata skor. Rata-rata skor pada aspek konten meningkat dari 13,22 menjadi 14,78. Rata-rata skor pada aspek tampilan meningkat dari 10,00 menjadi 11,56. Rata-rata skor pada aspek bahasa meningkat dari 9,67 menjadi 11,33.

Peningkatan skor untuk tiap aspek pada siklus II dikarenakan pada akhir siklus I dibahas hal-hal yang masih kurang pada LKS guru oleh peneliti. Hal tersebut

(6)

guru berpeluang untuk melakukan refleksi terhadap kekurangan yang masih dimiliki oleh media ajar mereka. Selain itu, pada siklus II guru-guru menjadi lebih detail dalam memberikan masukan terhadap LKS yang dibuat oleh guru lain. Karena ketelitian tersebut sehingga pada siklus II dihasilkan LKS yang lebih baik. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya peer assessment dalam meningkatkan kualitas hasil pembelajaran (dalam konteks penelitian ini adalah pelatihan). Dengan menerapkan peer assessment kualitas LKS guru menjadi lebih baik karena peer assessment membantu meningkatkan keterampilan guru melalui masukan-masukan yang diberikan oleh teman sejawat. Guru menjadi lebih kreatif setelah diberi perlakuan dengan menerapkan peer assessment (Apriani, 2019).

Pada dasarnya skor tiap aspek pada siklus I sudah cukup baik karena guru telah mengikuti kegiatan pelatihan. Selain itu guru telah menerima penilaian dari teman-teman sejawat dan memberikan masukan penting terhadap LKS yang dirancang. Kendati jarang ditemukan implementasi peer assessment dalam pelatihan yang ditujukan untuk guru, namun keberhasilan penerapan peer assessment telah banyak diujikan pada pembelajaran-pembelajaran dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Dari kegiatan pelatihan ini setidaknya menjadi salah satu upaya untuk membangun karakter guru untuk lebih menciptakan suasana belajar yang lebih baik melalui usaha merancang media ajar. Peer assessment memberikan sumbangsih dalam membangun karakter tersebut. Karakter yang dibentuk memberikan dampak positif terhadap perkembangan intelektual baik pengetahuan maupun keterampilan sesuai dengan pernyataan (Wijayanti, 2017).

(7)

KESIMPULAN

Penerapan peer assessment dalam pelatihan guru untuk merancang LKS menunjukkan hasil yang positif. Rata-rata skor kualitas rancangan LKS guru mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I rata-rata skor kualitas rancangan LKS adalah 82,22 dan meningkat menjadi 94,17 pada siklus II. Selain itu, berdasarkan ketiga aspek yang dinilai yakni aspek konten, tampilan dan bahasa juga mengalami peningkatan. Rata-rata skor pada aspek konten meningkat dari 13,22 menjadi 14,78. Rata-rata skor pada aspek tampilan meningkat dari 10,00 menjadi 11,56. Rata-rata skor pada aspek bahasa meningkat dari 9,67 menjadi 11,33.

DAFTAR RUJUKAN

Apriani, H. (2019). Pengaruh peer assessment terhadap kemampuan berpikir kreatif mahasiswa tingkat akhir pendidikan kimia: tinjauan berdasarkan kemampuan awal dalam training pra-instrument. Quantum: Jurnal Inovasi Pendidikan Sains, 10(1), 1. https://doi.org/10.20527/quantum.v10i1.4798

Black, P., Harrison, C., Lee, C., Marshall, B., & Wiliam, D. (2004). Working inside the black box: Assessment for learning in the classroom. Phi Delta Kappan. Phi Delta Kappa Inc. https://doi.org/10.1177/003172170408600105

Chang, C. C., Tseng, K. H., Chou, P. N., & Chen, Y. H. (2011). Reliability and validity of Web-based portfolio peer assessment: A case study for a senior high school’s students taking computer course. Computers and Education, 57(1), 1306–1316. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2011.01.014

Cho, K., Schunn, C. D., & Wilson, R. W. (2006). Validity and reliability of scaffolded peer assessment of writing from instructor and student perspectives. Journal of Educational Psychology, 98(4), 891–901. https://doi.org/10.1037/0022-0663.98.4.891

Jumairi. (2015). Pemanfaatan Bahan Ajar Lembar Kerja Siswa (LKS) Untuk Meningkatkan Efektifitas Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas IX Smp Negeri 5 Tenggarong. Jurnal Cemerlang, III(1), 9–18.

Kemmis, S., McTaggart, R., & Nixon, R. (2014). The Action Research Planner_ Doing Critica - Stephen Kemmis (Springer). New York.

Lee, C. (2006). Language for Learning Mathematics: Assessment for Learning in Practice. England: Open University Press.

Li, H., Xiong, Y., Hunter, C. V., Guo, X., & Tywoniw, R. (2020). Does peer assessment promote student learning? A meta-analysis. Assessment and Evaluation in Higher Education, 45(2), 193–211. https://doi.org/10.1080/02602938.2019.1620679 Li, H., Xiong, Y., Zang, X., Kornhaber, M. L., Lyu, Y., Chung, K. S., & Suen, H. K.

(2016). Peer assessment in the digital age: a meta-analysis comparing peer and teacher ratings. Assessment and Evaluation in Higher Education, 41(2), 245–264. https://doi.org/10.1080/02602938.2014.999746

Novita, R., & Harahap, S. Z. (2020). Pengembangan media pembelajaran interaktif pada mata pelajaran sistem komputer di SMK. Jurnal Informatika, 8(1), 36–44. Retrieved from http://jurnal.ulb.ac.id/index.php/informatika/article/view/1532

Prastowo, A. (2012). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.

Saregar, A., Giyoto, G., Ariyani, F., Pawe, T. I., Pricilia, A., & Astriawan, D. (2019). How to Design Physics Posters Learning Media with Islamic Values in Developing Learning Motivation and Student Character? In Journal of Physics: Conference Series (Vol. 1155). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1155/1/012093

Tarigan, B. N. B., Agung, A. A. G., & Parmiti, D. P. (2019). Pengembangan lembar kerja siswa (LKS) bermuatan karakter untuk meningkatkan hasil belajar IPA. Journal of Education Technology (Vol. 3). Retrieved from

(8)

Wijayanti, A. (2017). Efektivitas Self Assessment dan Peer Assessment dalam Pembentukan Karakter Siswa. Realita, 15(2), 1–14. Retrieved from https://jurnal.iainkediri.ac.id/index.php/realita/article/view/482

Willey, K., & Gardner, A. (2008). The effectiveness of using self and peer assessment in short courses: Does it improve learning? In SProceedings of the 2008 AaeE

Conference (pp. 1–8). Retrieved from

https://search.informit.com.au/documentSummary;dn=317003721629777;res=IEL ENG

Yamin, M. R., & Karmila. (2019). Analisis kebutuhan pengembangan media pembelajaran berbasis cartoon dalam pembelajaran IPA pada materi lingkungan kelas III SD. Biology Teaching and Learning, 2(2), 159–170.

Yusuf, A. M. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan. Jakarta: Kencana.

Zhang, F., Schunn, C., Li, W., & Long, M. (2020). Changes in the reliability and validity of peer assessment across the college years. Assessment and Evaluation in Higher Education, 0(0), 1–15. https://doi.org/10.1080/02602938.2020.1724260

Gambar

Gambar 1. Siklus Penelitian
Gambar 3. Rata-Rata Skor Kualitas Rancangan LKS untuk Tiap Kriteria

Referensi

Dokumen terkait

Meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pelajaran struktur panca indera dan fungsinya di kelas empat dengan menggunakan metode inkuiri.. Manfaat penelitian

Menngunakan data kelimpahan awal pada setiap waktu inkubasi selama lima (5) periode pengamatan maka didapatkan hasil yang signifikan antara pemangsaan benur, nener dan larva

PTPPV penerima bantuan wajib menyediakan dana pendamping sebesar 5% dari total dana yang disetujui oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Vokasi dan Profesi, Direktorat Jenderal

Pada pemilihan propeller B5-60 didapatkan harga thrust sebesar 24.77 KN sehingga dapat dikatakan bahwa besaran thrust propeller lebih besar 3.28 % daripada thrust yang

r. Hal ini dapat terjadi karena siswa belum memahami benar lingkaran dengan jari-jari r , dan tidak mengaitkannya dengan konsep kelilig lingkaran karena siswa masih memahami

Modul Bimbel Kami selalu disesuikan dengan Kurikulum yang ada di sekolah, sehingga kegiatan Bimbingan tidak sia-sia karena soal-soal yang kita sediakan hampir sama dengan

Fungsi dari trafo adalah sebagai penaik atau penurun tegangan, dalam hal ini trafo yang digunakan dalam unit kerja ini adalah trafo penurun tegangan, kenapa tegangan perlu

65 NURUL BADRIYAH, S.Sos Mts siti Khotijah Gulbung Ekonomi (umum,koperasi,akuntansi) (120) 66 YUNI KURNIAWATI, S.Pd nahdhotut thulab omben Bahasa Indonesia (sastra) (087). 67 HANIK