• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Finishing Kayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Finishing Kayu"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Finishing Kayu

Kayu merupakan bahan baku yang sering digunakan dalam industri furniture dan memerlukan proses finishing dalam rangka peningkatan nilai jualnya. Setiap jenis kayu memiliki sifat-sifat dan karakteristik yang berbeda sehingga sangat berpengaruh terhadap proses finishing. Beberapa sifat kayu yang berpengaruh dalam proses finishing adalah kembang susut kayu, kandungan zat ekstraktif, ukuran pori, dan tekstur kayu (ATTC 1992).

Secara alami kayu memiliki pori-pori yang dapat dimasuki oleh air, minyak, debu, dan material lainnya. Masuknya bahan-bahan tersebut akan menyebabkan kayu mengembang, menyusut, retak, melengkung atau berubah warna. Selain itu, produk kayu juga akan lebih mudah terserang organisme perusak seperti jamur atau serangga. Finishing yang baik akan menghambat kemungkinan tersebut. Bahan-bahan finishing akan memberikan perlindungan dari perubahan kadar air kayu, menghalangi masuknya material halus ke dalam pori-pori kayu bahkan beberapa bahan finishing telah ditambah dengan bahan pengawet atau zat aditif lainnya sehingga tahan terhadap serangan organisme perusak dan bahan kimia. Bahan pewarna pada bahan finishing akan memberikan efek psikologis pada pengguna produk tersebut. Beberapa warna khusus telah diketahui memberikan efek perasaan lega, tenang, cerah, terang, teduh, dan emosi lain pada orang yang melihatnya. Bahan finishing tertentu juga dapat menonjolkan aspek keindahan serat kayu sehingga menambah nilai estetisnya (Hammond 1961 dalam Kurniawan 2006).

Finishing berfungsi melindungi permukaan kayu atau perabot rumah tangga sehingga terhindar dari hal-hal berikut:

a. Korosi atau pengaruh bahan-bahan kimia yang merubah permukaan kayu b. Rusaknya permukaan karena terkelupas atau tergores

c. Pengaruh cuaca seperti kelembaban, sinar matahari, dan perubahan bentuk. d. Jamur-jamur pewarna dan pelapuk kayu

e. Serangga yang sering melubangi dan memakan zat organik pada kayu (Yuswanto 2000)

(2)

Sedangkan menurut USFPL (1974), fungsi utama dari bahan finishing (cat) adalah untuk melindungi permukaan kayu, menjaga penampilan dan memberikan kesan indah pada kayu. Untuk keperluan interior maupun eksterior, kayu yang tidak diberi perlakuan finishing mudah mengalami penurunan kualitas penampilan, seperti perubahan warna dan strukur kimia kayu akibat cuaca dan degradasi akibat sinar matahari.

Proses produksi pada dasarnya merupakan suatu bentuk kegiatan untuk mengolah suatu bahan baku (input produksi) menjadi produk (output produksi). Untuk melaksanakan proses atau kegiatan tersebut diperlukan satu rangkaian proses pengerjaan yang bertahap. Perancangan proses produksi dalam hal ini akan tergantung pada karakteristik produk yang dihasilkan dan pola kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proyek pembuatan produk. Untuk mendapatkan produk akhir yang sangat bagus, indah dan berpenampilan menarik, maka aspek teknologi proses finishing sangatlah berperan penting. Proses finishing merupakan faktor penentu pada sentuhan akhir suatu produk (Sobur 2005 dalam Gunawan 2008).

Tahapan pelapisan bahan finishing pada kayu (Inkote 2006) dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Persiapan Permukaan Kayu dengan Pengampelasan (Sanding)

Sebelum melakukan pengaplikasian bahan finishing, maka perlu diperhatikan kondisi permukaan kayu. Kayu harus dikeringkan hingga mencapai kadar air sebesar 10-12 %, kayu tidak bergetah dan memiliki serat bagus, sehingga proses pengampelasan menjadi lebih mudah.

Tujuan utama dalam melakukan pengampelasan yaitu untuk mendapatkan permukaan kayu yang licin dan rata, sehingga kayu siap menerima bahan finishing. Pengampelasan dilakukan dengan cara menghilangkan serat-serat kayu yang muncul dipermukaan kayu. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka pada proses pengampelasan kayu harus dilakukan secara benar. Pada proses pengampelasan biasanya digunakan kertas ampelas dari nomor 180 atau 240 grit tergantung kondisi permukaan kayu.

2. Pengisian Permukaan Kayu dengan Filler atau Pendempulan

Pengaplikasian filler dapat menghasilkan permukaan kayu yang halus dan seragam untuk proses finishing selanjutnya. Apabila filler tidak digunakan,

(3)

maka bahan finishing seperti varnish, lacquer, dan paint akan meresap ke dalam poripori sehingga membutuhkan lebih banyak bahan finishing. Cara pengaplikasian filler yaitu dengan menggunakan kape atau scrap. Filler tersedia dalam 2 bentuk yaitu pasta dan cair. Filler dalam bentuk pasta terbagi menjadi 2 yaitu water based filler dan oil based filler. Filler cair tidak memerlukan solvent sebagai pelarut dan digunakan untuk close-grained wood, sedangkan filler dalam bentuk pasta perlu diberi tambahan pelarut sebelum digunakan tergantung bahan dasar filler tersebut. Pada water based filler digunakan tambahan pelarut air, sedangkan pada oil based filler digunakan gum terpenin atau thinner. Pelarut berfungsi untuk melunakkan filler agar mudah diaplikasikan.

3. Pewarnaan Permukaan Kayu dengan Stain

Stain adalah pewarna yang biasa digunakan untuk memperjelas atau merubah warna natural kayu. Fungsi utama stain adalah mewarnai kayu tanpa menutupi serat-serat kayu dan memperjelas serta memperindah serat-serat kayu. Sifat-sifat yang dimiliki oleh wood stain yang baik adalah cepat kering, penetrasi ke dalam kayu baik sehingga serat-serat kayu yang telah diwarnai tampil dengan cerah dan warna tidak mudah pudar (kecuali bila langsung terkena sinar matahari). Tahapan pewarnaan permukaan kayu dengan stain merupakan proses finishing yang dapat meninggalkan efek transparan agar keindahan natural dari kayu dapat diperlihatkan semaksimal mungkin. Stain dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yaitu proses pembuatan, daya larut dalam air atau cairan organik yang lain, cara aplikasi dan bahan kimia yang ditambahkan.

Ada berbagai macam pewarnaan kayu, yaitu pewarnaan natural, pewarnaan transparan, pewarnaan semi transparan, pewarnaan paint (solid color/duco) dan efek pewarnaan khusus (air brush). Wood stain tersebut bersifat transparan, mudah dicampur dan diencerkan sesuai warna yang diinginkan, cepat kering, penetrasi ke dalam pori kayu sangat baik, warna cerah dan indah, relatif tahan terhadap sinar matahari dan tidak luntur.

Untuk mendapatkan warna yang lebih tua, maka aplikasi penyemprotan dapat dilakukan lebih dari satu kali (biasanya 3 kali sampai 4 kali). Ada

(4)

berbagai macam pilihan warna wood stain antara lain candy brown, candy yellow, cocoa brown, coffee brown, dark brown, dark mahogany, green, light brown dan lain-lain.

4. Penutupan Permukaan Kayu dengan Sealer

Sealer digunakan sebagai penghalang antara stain dengan top coat atau antara filler dengan stain. Kegunaan lain sanding sealer antara lain adalah agar pori-pori kayu tidak terlihat lagi dan merangsang corak dekoratif kayu. Aplikasi sanding sealer dilakukan dengan menggunakan kuas atau spray gun. Ada banyak tipe sealer yang tersedia dipasaran sehingga perlu dilakukan pemilih sealer yang tepat, tergantung dari apa yang sedang dikerjakan (kayu yang digunakan berserat tertutup atau terbuka) dan kecocokan dengan top coat yang akan digunakan.

Beberapa tipe sealer yang tersedia dipasaran yaitu shellac, nitrocellulose lacquer, pre-catalysed lacquers (precats), acid catalysed lacquers, polyurathene, polyester products dan UV curable coating.

5. Pelapisan Cat Akhir Permukaan Kayu dengan Top coat

Pemberian cat akhir pada permukaan kayu penting untuk dilakukan karena akan memberikan pengaruh terhadap hasil yang akan didapat. Bahan finishing untuk top coat dapat dibagi menjadi 3 yaitu varnish, lacquers, dan paint. a) Varnish

Varnish adalah salah satu grup dari top coat yang biasa digunakan untuk pelapis yang transparan. Berdasarkan tujuannya varnish dibagi menjadi 3 tipe yaitu Oil Varnishes, Spirit Varnishes dan Japan Varnishes. Aplikasi penggunaan varnish dilakukan dengan menggunakan kuas. Proses pengeringannya membutuhkan waktu 1 sampai dengan 2 hari. Penggunaan varnish semakin lama semakin tergeser oleh lak sintetik yang menawarkan berbagai macam pilihan properti (ATTC, 1992).

b) Lak (Lacquers)

Lak merupakan formulasi sintetis yang dapat menghasilkan lapisan yang transparan pada permukaan kayu. Perbedaan yang mendasar antara lak dan cat adalah lak tidak memiliki pigment seperti cat. Sehingga lak tampak transparan. Lak dapat digunakan sebagai sealer dan top coat. Sebagai sealer

(5)

lak diutamakan sifat kekuatannya dan persen solid yang tinggi. Sedangkan sebagai top coat, diutamakan untuk penampilan, daya tahan, dan kehalusannya (ATTC 1992).

c) Cat (Paint)

Cat adalah suatu cairan yang akan menyebar di atas suatu permukaan kayu dan setelah mengering akan membentuk lapisan film tipis padat yang merupakan fungsi dekoratif maupun protektif. Cat dapat digunakan sebagai pelapisan transparan maupun untuk warna solid (duco) dengan bahan pembentuk utama, yakni bahan pembentuk film (binder) dikenal sebagai resin atau polymer yang dilarutkan dalam pelarut organik ditambah bahan pembantu (additive), pigmen dan bahan pengisi (filler) (Adidarma, 1998).

Setiap cara aplikasi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dalam proses finishing, alat yang baik merupakan salah satu sumbangan yang menguntungkan. Keberhasilan finishing juga dipengaruhi oleh berbagai aspek, misalnya aspek operator, sistem aplikasi, penyiapan bahan, dan kondisi operasional lingkungan seperti suhu, kelembaban, kebersihan, dan sirkulasi udara. Pengaplikasian bahan finishing dapat dilakukan dengan menggunakan kuas, roller, dan spraygun. Adapun keuntungan dalam penggunaan spraygun jika dibandingkan dengan kuas dan roller adalah memiliki kualitas dan kapasitas produksi yang lebih baik. Kemampuan untuk melapiskan sejumlah bahan cat yang efektif menempel pada permukaan substrat adalah jauh lebih baik. Adapun kelemahannya adalah biaya investasi yang cukup tinggi untuk membeli alat tersebut dan membutuhkan keterampilan operator yang tinggi agar diperoleh hasil finishing yang baik (Sunaryo 1997).

Menurut Adidarma (1998) suatu cat bisa mengkilap jika : (1) cat mempunyai sifat merata (levelling properties) yang baik; (2) cat yang lambat kering (sampai batas tertentu) akan lebih gloss karena kesempatan merata lebih lama; dan (3) pemakaian thinner yang tepat bisa memberikan pemerataan yang lebih baik, sehingga permukaan yang terbentuk akan lebih mengkilap.

(6)

Proses finishing yang biasa dilakukan menggunakan bahan finishing cair seperti Oil, Politur, Nitrocellulose, Polyurethane, Melamine, dan Waterbased Lacquer. Pengaplikasian bahan finishing tersebut berbeda pada tiap bahannya, seperti pada penggunaan bahan oil yang diaplikasikan dengan cara sistem penyemprotan. Kekurangan dalam penggunaan bahan-bahan finishing tersebut yaitu bahan finishing mengandung emisi formaldehyde terutama pada penggunaan Melamine dan Polyurethane. Tingginya kandungan formaldehyde dapat menyebabkan iritasi pada mata dan tenggorokan, kanker, dan jika terpapar dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan kematian. Selain itu penggunaan bahan-bahan tersebut tidak memberikan keawetan pada aspek benturan, goresan ataupun benturan fisik lainnya (Anonim 2008).

Sistem finishing PU (Polyurethane) adalah sistem reka oles dengan bahan polyol yang bereaksi polyisocyanate. Hasil cross-linkingnya mempunyai sifat film yang tahan solvent, fleksibel, dan keras. Sifat film yang dihasilkan tergantung jenis polyol dan polyisocyanate, misalnya : Acrylic Polyol dengan Polyisocyanate Alifatic akan menghasilkan film yang non yellowing; sedangkan Alkyd Polyol dengan Polyisocyanate Aromatic akan menghasilkan film yang yellowing bila kena sinar matahari. Tipe PU moisture curing adalah tipe PU 1 komponen dengan bahan Polyisocyanate yang akan bereaksi dengan uap air, membentuk film yang keras, elastis, tahan solvent dan tahan abrasi. Sistem ini banyak dipakai pada pengecatan mebel berkualitas tinggi dan parquet. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengaplikasian sistem ini adalah jenis thinner yang dipakai harus PU grade, karena akan mempengaruhi kekerasan film. Jenis thinner yang cepat kering akan memberi hasil permukaan yang tidak halus (Adidarma 1998).

Waterbased (waterborne) finishing material adalah bahan finishing yang berbahan dasar air yang sedang popular dan banyak digunakan orang. Adanya isu mengenai lingkungan, seperti perubahan iklim dan pemanasan global telah mendorong manusia untuk mencari produk produk dan teknologi yang dianggap lebih ramah lingkungan. Menjawab masalah itu, maka industri saat ini telah mengembangkan produk-produk yang lebih ramah lingkungan, salah satunya adalah waterbased finishing material. Waterbased finishing material yang menggunakan air sebagai solvent utama merupakan material yang dianggap ramah

(7)

lingkungan. Berbeda dengan solvent base finishing material, waterbased finishing ini tidak atau sedikit sekali mengeluarkan gas solvent pada saat proses pengeringannya sehingga tidak akan mengotori udara lingkungan.

Beberapa jenis waterbased finishing material yang dikenal dan banyak dipakai untuk wood finishing adalah:

1. Waterbased coating

Waterbased coating atau waterborne coating adalah bahan pembentuk lapisan film yang dibuat dengan berbasiskan air. Waterbased coating yang dipakai untuk menggantikan solvent base clear coating ini biasanya dibuat dari resin acrylic atau polyurethane 1 komponen. Material ini sebenarnya tidak larut dalam air, karena itu maka dia dilarutkan ke dalam suatu solvent yang bisa saling melarutkan dengan air dan memiliki pelarutan yang lebih lambat dibandingkan dengan air. Campuran resin ini terdispersi dalam air mementuk suatu emulsi cat. Pada saat pengeringan maka air didalam campuran ini akan menguap lebih dulu baru kemudian diikuti oleh penguapan solventnya sehingga material finishingnya akan merapat, dan kemudian mengering menghasilkan suatu lapisan film yang keras.

Waterbased coating ini sudah mulai banyak digunakan sebagai sealer dan top coat dengan hasil yang memuaskan, meskipun tentu saja masih tidak bisa digunakan semudah pada solvent base material. Material ini juga sudah tersedia sebagai sealer dan top coat dalam berbagai sheen.

2. Waterbased filer

Waterbased filler merupakan salah satu waterbased finishing material yang sudah banyak digunakan pada wood finishing. Waterbased filler ini dapat mengisi pori-pori dan serat dengan hasil yang baik. Bahan ini relatif mudah diaplikasikan dan begitu kering juga mudah diamplas dan dibersihkan. Aplikasi filler ini dapat dilakukan dengan cara yang sama denga aplikasi solvent base filler. Untuk produksi panel-panel yang besar dan dalam jumlah yang banyak, waterbased filler ini dapat diaplikasikan dengan suatu roller coater yang dilengkapi dengan suatu oven. Alat ini bisa mengaplikasikan filler dengan sangat cepat, begitu keluar mesin ini maka filler sudah kering, dan panel bisa langsung diamplas dan dibawa ke proses berikutnya.

(8)

3. Waterbased stain.

Waterbased stain ini juga sudah sangat populer dan banyak digunakan dalam industri finshing mebel. Stain ini bisa diaplikasikan dengan cara spray, dikuas atau pencelupan. Pencelupan dengan waterbased stain bisa lebih mudah dilakukan karena waterbased stain lebih lambat kering sehingga bisa membasahi dengan lebih baik. Waterbased stain ini juga sudah seringkali digunakan untuk pewarnaan pada kayu atau rotan untuk kemudian diikuti dengan aplikasi bahan finishing yang lain datasnya.

4. Waterbased paint, enamel atau base coat.

Material ini adalah suatu stain untuk menghasilkan warna solid. Stain ini dibuat dari pigment yang dicampur dengan waterbase clear coating. Bahan ini juga sudah banyak digunakan dalam finishing mebel. Bahan ini masih agak sulit diaplikasikan, pemakaiannya tentu saja masih belum semudah aplikasi base coat dari jenis solvent base. Untuk aplikasi pada barang-barang yang datar seperti panel-panel, maka bahan ini bisa diaplikasikan menggunakan roller coater dan oven dengan kecepatan produksi yang tinggi.

Pada saat ini dorongan untuk menggunakan waterbased finishing material ini semakin menguat. Adanya sentiment terhadap lingkungan dan harga solvent yang semakin mahal membuat waterbased finishing material menjadi semakin disukai. Teknologi waterbased finishing ini juga akan semakin berkembang sehingga kesulitan dan kelemahannya akan dapat semakin dikurangi, pada suatu saat nanti mungkin sebagian besar proses finishing akan dilakukan dengan menggunakan waterbased finishing material.

Beberapa keuntungan penggunaan waterbased material adalah : 1. Waterbased merupakan material yang relatif aman.

Bahaya kebakaran merupakan salah satu resiko yang paling besar pada suatu finishing room. Semua solvent dan material finishing yang menggunakan solvent merupakan bahan yang mudah terbakar, karena itu suatu finishing room harus dilengkapi dengan perlengkapan keamanan yang cukup. Waterbased finshing material yang menggunakan air sebagai solvent utama tentu saja merupakan material finishing yang mempunyai resiko terbakar yang kecil sehingga lebih aman dibandingkan base material.

(9)

2. Waterbased material merupakan bahan yang lebih ramah lingkungan

Proses pengeringan bahan finishing yang mengunakan solvent pasti akan mengeluarkan gas hasil dari penguapan solventnya baik pada saat aplikasi maupun saat pengeringan. Waterbased finishing tentu saja akan lebih sedikit mengeluarkan solvent yang menguap ke udara lingkungan karena tidak banyak mengandung solvent. Dengan demikian bahan ini akan menghasilkan lebih sedikit pollutant ke lingkungannya (Wisno 2011)

2.2 Kayu Mahoni (Swietenia machrophylla King)

Kayu mahoni termasuk ke dalam suku Meliaceae yang memiliki warna kayu cokelat muda kemerahan atau kekuningan sampai coklat tua kemerahan dan lambat laun menjadi lebih tua. Teksturnya agak halus dan permukaan kayunya mengkilap. Berat jenis kayu mahoni sekitar 0,61 (0,53-0,67). Secara umum termasuk kelas kuat II-III dan kelas kuat III. Kayu mahoni dikenal baik untuk vinir dekoratif dankayu lapis. Selain itu dapat digunakan untuk mebel, panil, perkapalan (kulit, rumah, geladak, lapisan dinding kedap air), balok percetakan, dan barang kerajinan seperti patung, ukiran, barang bubutan, dan sebagainya (Martawijaya dan Iding 1997).

2.3 Kayu Jati (Tectona grandis)

Kayu jati memiliki warna kayu teras kuning emas kecoklatan sampai coklat kemerahan, mudah dibedakan dengan gubalnya berwarna putih agak keabu-abuan. Tekstur yang dimiliki kayu jati agak kasar sampai kasar dan tidak rata, arah serat lurus, bergelombang sampai agak terpadu. Berat jenis 0,67 (0,62-0,75), kelas awet I-II dan kelas kuat II. Kayu jati banyak dipakai untuk sega;a keperluan,bahan bangunan, kusen pintu dan jendela, pintu panel, bantalan kereta api, perabot rumah tangga, karoseri badan truk, dek kapal, parket, lumber sering dan vinir indah (Kurniawan dan Pandit 2008).

Referensi

Dokumen terkait

Balai PATP mendukung arah dan sasaran Strategis Pembangunan Pertanian dan Pangan Lima Tahun ke depan (2020-2024), melalui upaya-upaya pengelolaan alih teknologi, invensi

Sesuai dengan masalah yang telah dipaparkan di atas, peneliti memiliki gagasan untuk mengembangkan modul buta aksara yang telah disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan masyarakat

Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Togean, (2) menganalisis faktor-faktor yang

Jadi, jika data yang ada tidak berdistribusi normal, atau jumlah data sangat sedikit serta level data adalah nominal atau ordinal, maka perlu digunakan alternatif metode-metode

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran latihan penelitian melalui layanan penguasaan konten untuk meningkatkan penguasaan

Atas dasar hal ini, maka penelitian tentang: Kajian aktivitas dan mekanisme kerja molekuler antikanker ekstrak etanol daun Chromolaena odorata Linn pada Tikus Putih Wistar

Adapun film yang digunakan oleh peneliti yang menunjukkan bentuk gaya hidup remaja perkotaan dimana mereka identik dengankehidupan malam dengan pergaulan yang bebas antara lain film

Namun, Thorium-232 yang bersifat fertil akan terlebih dahulu menyerap neutron lambat untuk menghasilkan Uranium-233 yang bersifat fisil (World Nuclear, 2012) sehingga