• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN MOHAMMAD HATTA PADA MASA PERGOLAKAN (1955-1965).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN MOHAMMAD HATTA PADA MASA PERGOLAKAN (1955-1965)."

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

i

 

Skripsi

Diajukan untuk Mmenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Sastra Satu (S-1) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh

Febriansyah Ramda Pilyang NIM: A0.22.12.002

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016

 

(2)

ii

(3)

iii

 

Skripsi ini telah disetujui Tanggal 28 Desember 2015

Oleh Pembimbing

(4)

iv

(5)

ix

Skripsi ini berjudul: PERANAN MOHAMMAD HATTA PADA MASA

PERGOLAKAN (1955-1965). Fokus masalah yang diteliti dalam skripsi ini

adalah: 1) bagaimana situasi dan kondisi pemerintahan dari tahun 1955-1965? 2) apa yang melatarbelakangi munculnya beberapa konflik yang dialami Mohammad Hatta pada pemerintahan 1955-1965? 3) bagaimana peran yang dimainkan oleh Mohammad Hatta pada tahun 1955-1965?.

Untuk mengidentifikasi permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode sejarah. Metode sejarah merupakan proses untuk mengkaji, serta menganalisis kesaksian sejarah dengan tujuan untuk menemukan data yang autentik dan analisis data yang dapat dipercaya. Metode sejarah dibagi menjadi empat tahap yakni heuristik, kritik sejarah, interpretasi, dan historiografi. Penulis juga menggunakan pendekatan historis yang berfungsi untuk mendeskripsikan sesuatu yang terjadi di masa lampau. Menguraikan tentang peranan Mohammad Hatta di masa pergolakan masyarakat maupun pemerintah pada tahun 1955-1965. Menjelaskan berbagai peristiwa yang terjadi dari pemilihan umum 1955 hingga peristiwa Gerakan 30 September.

(6)

x

Mohammad Hatta (1955-1965). The focus of the problem studied in this thesis are: 1) how the situation and the conditions of the 1955-1965 administration. 2) what lies behind the emergence of some of the conflicts experienced by Mohammad Hatta on governance 1955-1965. 3) the role played by Mohammad Hatta in 1955-1965.

To identify these problems, this research using the historical method. Historical method is a process for reviewing and analyzing the testimony of history in order to find the data that is authentic and reliable data analysis. Historical method is divided into four stages namely heuristi, historical criticism, interpretation, and histiriografi. The author also takes a historical approach that is used to describe something that happened in the past. Describes the role of Mohammad Hatta in the turbulent society and government in 1955-1965. Explaining the events that occurred from 1955 until the general election events of 30 September movement.

(7)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

[image:7.595.109.511.188.740.2]

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

TABEL TRANSLITERASI ... v

PERSEMBAHAN ... vi

MOTTO ... viii

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Masalah ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 8

(8)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

G. Metode Penelitian ... 12

H. Sistematika Bahasan ... 16

BAB II: SITUASI DAN KONDISI PEMERINTAHAN DARI TAHUN A. Pemilu 1955 ... 18

B. Dekrit Preisden RI ... 26

C. Demokrasi Terpimpin ... 29

1. Revolusi ... 30

2. Ekonomi ... 30

3. Ketegangan Politik ... 32

D. Peristiwa G30 S-PKI ... 33

1. Operasi Penumpasan Pemberontakan G.30.S/PKI 37

2. Tanggal 4 Oktober 1965 ... 40

3. Tanggal 5 Oktober 1965 ... 40

4. Tanggal 8 Oktober 1965 ... 41

5. Tanggal 10 Oktober 1961 ... 41

BAB III: LATAR BELAKANG MUNCULNYA KONFLIK MOHAMMAD HATTA PADA PEMERINTAHAN 1955-1965 ... . 44

A. Pertentangan Ideologi Soekarno-Hatta ... 44

1. Demokrasi ... 45

a. Demokrasi Menurut Bung Karno ... 45

b. Demokrasi Menurut Bung Hatta ... 47

(9)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

a. Sosialisme Menurut Bung Karno ... 50

b. Sosialisme Menurut Bung Hatta ... 53

3. Ekonomi ... 57

a. Ekonomi Menurut Bung Karno ... 57

b. Ekonomi Menurut Bung Hatta ... 58

4. Revolosi ... 60

a. Revolusi Menurut Bung Karno ... 60

b. Revolosi Menurut Bung Hatta ... 61

B. Munculnya KKN dalam Lembaga Konstitusi Negara 62

C. Pengunduran Diri Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden RI 65

D. Dwitunggal Menjadi Dwitanggal ... 68

BAB IV: PERAN MOHAMMAD HATTA TAHUN 1955-1965 74 A. Moh. Hatta Sebagai Kepala Pemerintahan ... 74

B. Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri ... 78

1. Masalah kepegawaian ... 80

2. Masalah kebudayaan ... 81

3. Masalah ekonomi ... 81

4. Masalah buruh ... 82

C. Mohammad Hatta Dan Demokrasi Terpimpin ... 83

D. Mohammad Hatta Dan Gerakan PKI ... 84

E. Mohammad Hatta Mengkritik ... 86

(10)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2. Pada Tahun 1956 ... 87

3. Pada Juni 1966 ... 88

a. Demokrasi Kita ... 91

BAB V: PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran-saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97

LAMPIRAN

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Mohammad Hatta dilahirkan Bukittinggi pada 12 Agustus 1902, di sebuah rumah kayu bertingkat dua di daerah Minangkabau, Sumatra Barat. Hatta mempunyai alasan untuk bangga akan Minangkabau yang telah memperoleh reputasi sebagai kelompok etnis yang paling intelek dan memiliki jiwa kewiraswataan di kepulauan ini.1 Islam sangat kuat di alam Minangkabau, di mana pusat keagamaan atau surau memperoleh gengsi tinggi, karena tingginya standar kecendiakawannya yang terutama terkenal karena kajian-kajian hukum Islam.

Moh. Hatta adalah Wakil Presiden RI yang pertama, sosok pemimpin yang berwatak jujur dan disiplin, muslim yang saleh, negarawan yang demokrat, dan ekonom yang berideologi kerakyatan. Kepribadiannya dibentuk dari gen dan lingkungan serta pengalaman hidupnya sedari kecil, serta dimatangkan oleh ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Ayah Hatta adalah Haji Djamil merupakan seorang ulama yang membantu mengajar di surau. Ibu Hatta adalah istri keempat Haji Djamil. Di Minangkabau tidak aneh jika seorang lelaki memiliki beberapa orang istri, terutama kalau ia terus-menrus berkeliling sebagai pedagang antara pedalaman dan pantai.2

1

Salman Alfarizi, Mohammad Hatta Biografi Singkat 1902-1980 (Jogjakarta: Grasi House of Book, 2013), 5.

2

(12)

Semakin bertambah usia semakin matanglah pemikiran dan ilmu pengetahuan Moh. Hatta yang sudah dipelajarinya. Kesadaran politik Moh Hatta makin berkembang dan pemikirannya semakin tajam karena diasah dengan beragam bacaan dan pengalaman. Sudah banyak organisasi-organisasi atau gerakan-gerakan yang ia ikuti selama perjalanan karirnya dalam dunia politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dan lain sebagainya. Sampai akhirnya ia diangkat menjadi Wakil Presiden RI yang pertama.

Pada 18 Agustus 1945, Moh. Hatta diangkat secara aklamasi sebagai Wakil Presiden pertama RI mendampingi Presiden Soekarno. Bersama-sama mereka ini di juluki sebagai Dwitunggal, dua orang penting yang memilki satu tujuan dan pemikiran yang sama akan Republik Indonesia. Ketika menjadi Wakil Presiden, ia banyak berperan penting dalam perumusan berbagai produk hukum nasional (pada 16 Oktober 1945), mencari dukungan dunia Internasional untuk mendukung Indonesia sebagai negara merdeka (pada Juli 1947) ke India, memimpin delegasi Indonesia dalam perundingan Koferensi Meja Bundar (KMB) di Den Hag, Belanda (pada 1949), dan ia juga merangkap sebagai menteri luar negeri RIS (pada Desember 1949 hingga Agustus 1950).3

Kemudian setelah perjalanan pemerintahan Indonesia yang panjang, Moh. Hatta meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI, karena berselisih pendapat dengan Soekarno. Awalnya melalui tulisannya Persatuan

Ditjari, Per-sate-an Jang Ada, di harian Daulat Ra’jat pada 1932, Hatta

3

(13)

mengkritik persatuan model Soekarno, “Apa yang dikatakan persatuan

sebenarnya tak lain dari per-sate-an. Daging kerbau, daging sapi, dan daging kambing disate jadi satu. Persatuan segala golongan ini sama artinya dengan mengorbankan asas masing-masing.4 Di samping itu juga ia mengalami kekecewaan yang sangat besar, karena terjadi banyak kepincangan dan penyelewengan di aparatur pemerintahan saat itu. ia hanya bisa melihatnya saja, paling banyak dengan teguran itu pun bersifat tertutup. Maka ketika korupsi dalam zaman Demokrasi Terpimpin mulai merajalela, ia menulis kepada kawannya, Jacobs: “Soal korupsi inilah tempo hari salah satu sebab

yang penting, apa sebab saya mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden.”5 Dalam menghadapi hal-hal seperti itu, kekecewaan bertambah besar, karena sahabatnya sendiri Soekarno bukan saja tidak setia dan sependapat dengannya, malah berselisih pendapat.

Retaknya pasangan Dwitunggal kian nyata, biar pun Soekarno selalu menyangkal hal itu. Ini terlihat ketika Soekarno dalam pidatonya di hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1956, ketika ia mencanangkan betapa pentingnya sebuah Demokrasi Terpimpin. Hatta sebulan kemudian, ketika ia dikokohkan oleh Universitas Gajah Mada untuk doktor H.C. 27 November 1956, antara lain berkata “Demokrasi Terpimpin tujuannya baik, tapi cara dan langkah yang

4

Alfarizi, Mohammad Hatta, 178.

5

(14)

hendak diambil untuk melaksanankannya kelihatannya malahan akan menjauhkan dari tujuan yang baik itu”.6

Pada 20 Juli 1956, Hatta melayangkan sepucuk surat ke Dewan Perwakilan Rakyat. Isinya: “.... setelah DPR yang dipilih rakyat mulai bekerja

dan Konstituante menurut pilihan rakyat sudah tersusun, sudah tiba waktunya bagi saya untuk mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden.”7

Namun, tidak ada tanggapan, ia pun menulis surat susulan. Pada 23 November 1956 menulis surat susulan tentang suratnya yang pertama dengan isi yang sama, bahwa tanggal 1 Desember 1956 dia akan berhenti sebagai Wakil Presiden. Akhirnya dengan permusyawaratan yang serius dari anggota DPR meluluskan permintaan Wakil Presiden Mohammad Hatta yanag mundur dari jabatanya sebagai Wakil Presiden.8

Sekitar 1957, Hatta dalam sebuah surat kabar manganjurkan bahwa: “untuk mengatasi kesulitan yang bertumpuk-tumpuk yang sukar diatasi oleh

Kabinet Parlementer dewasa ini, sudah seharusnya diadakan kabinet Presidentiil di bawah Presiden Soekarno sendiri”.9

Kemudian pada tahun 1960, Hatta dalam tulisannya Demokrasi Kita ia mengecam bahwa konsepsi Soekarno tak lain sebagai kediktatoran. Dalam Demokrasi Kita, Hatta mengkritik keadaan ini. Menurutnya partai-partai sesungguhnya belum mempraktekkan demokrasi, karena keputusan di dalam

6

Alfarizi, Mohammad Hatta, 187.

7

Ibid., 189.

8

Rose, Indonesia Merdeka, 184.

9

(15)

partai tidak diambil dari bawah melainkan didrop dari atas. Ketika itu, negara tak menentu, pemerintahan jatuh bangun. Kabinet tidak dianggap sebagai amanah orang ramai, tempat orang menerapkan jimat ajimumpung. Partai menjadi agenda korupsi, menjadi pemberi lisensi agar uang masuk ke kas partai untuk kepentingan pemilihan umum. Akibatnya, kabinet tidak memikirkan negara. Agenda menyejahterakan masyarakat pun terabaikan.10 Inilah perselisihan pandangan antara Soekarno dan Hatta, yang mana dulunya “Dwitunggal, lalu menjadi Dwitanggal”.

Hingga Soekarno menggagas akan konsepsi Demokrasi Terpimpin. Konsepsi Soekarno seperti yang diungkapkannya tanggal 21 Februari 1957 tidak konsisten dilaksanakan. Hatta memberikan penilaiannya, ia mengakuai bahwa konsepsi itu sendiri baik dan idealistis, tetapi Soekarno tidak memperhatikan kemungkinan pelaksanaannya. Hatta mengingatkan kembali betapa Soekarno dalam tahun 1920-an gagal dengan PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Kebangsaan Indonesia), sehingga federasi ini bubar. Sebabnya tak lain, karena dasar-dasar utama dari beberapa anggotanya berbeda-beda seperti Partai Koperasi dengan Partai non-Koperasi.11 Maka, Hatta menganjurkan kepada Soekarno untuk mengikutsertakan semua partai dalam kabinet tidak hanya PKI. Lagi pula menurut Hatta, PKI dalam kabinet Indonesia akan melepaskan politik luar negerinya yang bebas dan aktif. PKI akan lebih mendengarkan Moskow yang ingin melepaskan diri dengan Rusia

10

Alfarizi, Mohammad Hatta, 183.

11

(16)

dan mala akan terjadi kekacauan dalam pemerintahan yang sudah tertata dalam Pancasila. Kata Hatta, tidak mungkin menyatukan minyak dengan air.

Pada tahun 1961-1965, gerakan PKI pun semakin menunjukkan kekuatannya untuk merubah sistem tatanan Pancasila dan benar apa yang dikatan Hatta, bahwa PKI akan merusak Pancasila. Soekarno pun hanya bisa menggerakkan para tentaranya untuk penumpasan PKI, tapi PKI semakin bergolak dan membesar gerakannya hingga puncaknya gerakan PKI tersebut pada bulan September, yang sekarang kita kenal dengan G 30-S PKI (Gerakan 30 September) dan Soekarno tidak lama lengser dari jabatannya sebagai orang nomor satu di Indonesia. Ia mendapat kudeta dari Soeharto hingga memberikan jabatannya sementara, tetapi Soeharto mala memanipulasi bahwa Soerkarno telah menyerahkan seluruh jabatannya kepada Soeharto dan Soekarno pun lengser dari jabatannya sebagai Presiden RI.

(17)

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian tentang “Mohammad Hatta: Konflik dan Peranan

Pada Masa Pergolakan Demokrasi Pemerintahan (1955-1965).” ini muncul

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana situasi dan kondisi pemerintahan dari tahun 1955-1965?

2. Apa yang melatarbelakangi munculnya beberapa konflik yang dialami Moh. Hatta pada pemerintahan 1955-1965?

3. Bagaimana peran yang dimainkan oleh Mohammad Hatta 1955-1965.?

C. Tujuan Penelitian

Dari hasil penelitian ini peneliti membuat beberapa tujuan yang sesuai dengan munculnya masalah yang diteliti sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui akan kondisi dan situasi pemerintahan Indonesia di tahun 1955-1965.

2. Untuk mengetahui tentang latar belakang munculnya beberapa konflik Moh. Hatta tahun 1955-1965.

(18)

D. Kegunaan Penelitian

Dalam penelitian tentang “Peranan Mohammad Hatta Pada Masa

Pergolakan 1955-1965” ini diharapkan nantinya akan memberi manfaat

setidaknya dalam dua aspek:

1. Aspek Akademis

Diharapkan dalam aspek ini akan menambah dan memperluas serta mempekaya pengetahuan tentang “Peranan Mohammad Hatta Pada Masa

Pergolakan 1955-1965” Secara akademis, banyak yang belum tahu

seluruhnya mengenai kejadian pada waktu itu. Hal tersebut bisa dijadikan bekal yang sesuai bagi keilmuan penulis di Fakultas Adab Dan Humaniora di Bidang Sejarah.

2. Aspek Teoritik

Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan memberi tambahan referensi bagi para penulis selanjutnya yang nantinya ada keterkaitan pembahasan ini. Sekaligus sebagai informasi tentang kebenarannya yang patut dijadikan bahan refleksi bagi kaum muda.

E. Pendekatan Dan Kerangka Teoritik

(19)

dalam menganalisis mengenai peranan Mohammad Hatta pada tahun 1955-1965. Dalam pendekatan ini peneliti menggunakan teori peran dan teori konflik. Teori peran adalah sebuah sudut pandang dalam sosiologi dan psikologi sosial yang menganggap sebagian besar aktivitas harian diperankan oleh kategori-kategori yang ditetapkan secara sosial misalnya pemimpin, manajer atau guru. Setiap peran sosial adalah serangkaian hak, kewajiban, harapan, norma, dan perilaku seseorang yang harus dihadapi dan dipenuhi. Model ini didasarkan pada pengamatan bahwa orang-orang bertindak dengan cara yang dapat diprediksikan dan bahwa kelakuan seseorang bergantung pada konteksnya, berdasarkan posisi sosial dan faktor-faktor lain. Menurut Soekanto, peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran.12 Dengan teori ini digunakan untuk mengkaji peranan yang dilakukan Moh. Hatta dalam pemerintahannya, yang lebih tepatnya dikaitkan antara tahun 1955-1965 yaitu dimulai perseteruan Moh. Hatta dengan Soekarno yang semakin memuncak hingga Soekarno lengser dari jabatannya sebagai Presiden RI.

Sedangkan Teori konflik adalah sebuah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. James W. Vander

12Abul Mufahir, “Teori Peran Dan Definisi Peran Menurut Para Ahli”, dalam

(20)

Zanden, Menurut Zanden dalam bukunya Sociology, konflik diartikan sebagai suatu pertentangan mengenai nilai atau tuntutan hak atas kekayaan, kekuasaan, status atau wilayah tempat yang saling berhadapan, bertujuan untuk menetralkan, merugikan ataupun menyisihkan lawan mereka.13 Dengan menggunakan teori ini peneliti mengkaji mengenai ketegangan (perseteruan) Soekarno-Hatta, yang disebabkan oleh ideologi-ideologi mereka yang berbeda. Revolusi, ekonomi, politik, kekuasaan, dan sebagainya yang bertentangan satu sama lain, ini mulai nampak begitu jelas pada awal tahun 1955-1965.

Kemudian Pendekatan politik adalah suatu dimensi yang memperhatikan atau menyoroti struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, hierarki sosial, pertentangan kekuasaan, dan lain sebagainya.14 Dalam pendekatan ini peneliti menggunakan Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi kepemimpinan. Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan.15 Peneliti juga menggunakan teori ini untuk mengkaji akan gaya kepemimpinan

13Rinaldhie Purba, “Pengertian Konflik Sosial Menurut Para Ahli Sosiologi”, dalam

file:///C:/Users/HP/Downloads/DOKUMENT/pengertian%20konflik%20sosial%20menurut%20pa ra%20ahli%20sosiologi%20_%20akuntansi.htm (15 November 2015).

14

Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), 144.

15

(21)

Moh.Hatta, keputusannya, perilakunya, wataknya, kepribadiannya, dan lain sebagainya. Dari sini dapat peneliti ketahui mengenai sosok Moh. Hatta dalam lingkungan politik dan sosial.

Berdasarkan judul dan isi penelitian ini, teori yang akan digunakan ialah teori kepemimpinan, kekuasaan dan konflik politik. Teori ini akan dijelaskan pada masa Mohammad Hatta menjadi Wakil Presiden RI, yang mana dalam kepemimpinan beliau di awal-awal 1950-an banyak timbul konflik dalam pemerintahan hingga ia mengundurkan diri dari jabatannya tahun 1956. 16

Kemudian menggunakan teori peran. Teori ini akan dijelaskan pada peran-peran atau kontribusi Mohammad Hatta dari awal munculnya konflik tahun 1955-1964, yang mana juga dijelaskan akan sosok kepribadiannya dalam berinteraksi, berkomunikasi dengan masyarakat sekitar dalam kehidupan sehari-hari.

F. Penelitian Terdahulu

Peneliti belum menemukan tulisan ilmiah yang memfokuskan kajian tentang konflik, Peranan, dan Kepribadian Mohammad Hatta pada tahun 1956-1980. Penulisan-penulisan terdahulu antara lain:

1. Likha Afriani. Skripsi Kebijakan Politik Mohammad Hatta 1948-1950. Jurusan Sejarah-Fakultas Ilmu Sosial UM 2008. Penelitian ini jelas hanya

16

(22)

mengkaji akan pemikiran politik Mohammad Hatta antara tahun 1948-1950.

2. Dian Safitri. Skripsi Aktivitas Mohammad Hatta 1950-1957. Jurusan Sejarah-Fakultas Ilmu Sosial UM 2013. Penilitian ini mengkaji akan kegiatan Mohammad Hatta akan tahun 1950-1957, mengenai apa pun hal yang dilakukan beliau dari perpolitikan, ekonomi,dan sosial.

3. Hardi Hartanto. Skripsi Pertentangan Soekarno-Hatta Dan Pengaruhnya

Terhadap Kebijakan Politik Indonesia 1956-1965. Jurusan

Sejarah-Fakultas Ilmu Sosial UNNES (Universitas Negeri Semarang) 2005. Penelitian ini hanya fokus membahas pertentangan Soekarno-Hatta dan pengaruhnya bagi pemerintahan politik di Indonesia.

Dari penelitian dahulu di atas, peneliti memang juga membahas akan konflik Soekarno-Hatta, tetapi tidak hanya itu peneliti juga memfokuskan mengenai aspek peranan Mohammad Hatta pada tahun 1955-1965.jadi peneliti membahas lebih luas dari penelitian sebelumnya, aspek konflik, peranan, dan juga kepribadian Mohammad Hatta juga dijabarkan akan penelitian ini.

G. Metode Penelitian

(23)

1. Heuristik

Heuristik adalah suatu proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data atau jejak sejarah. Sejarah tanpa sumber maka bukan disebut sejarah penelitian. Maka, sumber dalam penelitian sejarah merupakan hal yang paling utama yang akan menentukan bagaimana aktualisasi masa lalu manusia bisa dipahami oleh orang lain.17 Dalam pengumpulan data terdapat dua sumber data yaitu:

a. Sumber Primer

Data yang paling pokok atau utama sebagai sumber pengungat sejarah. Sejarah tanpa ada sumber ini maka perlu dipertanyakan lagi keautentikan sejarah tersebut. Hal ini peneliti mengumpulkan beberapa sumber utama:

1) Arsip Nasional Mohammad Hatta “Surat Pengunduran Diri sebagai Wakil Presiden RI Pada 20 Juli 1956.”

2) Arsip Nasional Mohammad Hatta “Surat Pengunduran Diri sebagai Wakil Presiden RI Pada 23 November 1956.”

3) Tulisan surat kabar Mohammad Hatta tahun 1957.

4) Surat kabar “Simponi” oleh Sujatmiko Pujomartono.

Soekarno-Hatta Antara Mitos Dan Realitas. (Suarabya: Simponi, Minggu 4

Mei 1980).

5) Karya-karya tulis beliau seperti:

17

(24)

a) Dr. Mohammad Hatta. Demokrasi Kita. Djakarta: Pandji Masjarakat. 1960.

b) Mohammad Hatta. Bung Hatta Berpidato Bung Hatta Menulis. Jakarta: Mutiara. 1979.

c) Mohammad Hatta dan Anak Agung. Surat Menyurat Hatta Dan

Anak Agung. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 1987.

d) Mohammad Hatta. Rasionalisme. Jakarta: Mutiara. !979.

e) Mohammad Hatta. Tantangan Masa Kepada Ilmu-Ilmu Sosial. Djakarta: FASCO. 1958.

b. Sumber Sekunder

sumber kedua sebagai tamabahan referensi wacana akan penelitihan sejarah. Beberapa referensi sebagai berikut:

1) Deliar Noer. Moh. Hatta Biografi Politik. Jakarta: LP3ES. 1990. 2) Salman Alfarizi. Mohammad Hatta Biografi Singkat 1902-1980.

Jogjakarta: Grasi House of Book. 2013.

3) Mavise Rose. Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad

Hatta. Jakarta: PT. Gramedia Pstaka Utama. 1991.

2. Kritik Sumber

(25)

tidak dan apakah sumber itu autentik apa tidak.18 Dalam proses metode sejarah terdapat dua konsep kritik terhadap sumber yaitu:

a. Kritik interen adalah suatu upaya yang dilakukan oleh sejarawan untuk melihat apakah isi sumber tersebut cukup kredibel atau tidak.19 Kritik ini akan dipusatkan pada sumber yang didapat yaitu isi dari sumber itu apa layak dibuat bahan penelitihan dan kajian sebagai rujukan dalam penulisan penelitiahan

b. Kritik eksteren adalah kegiatan sejarawan untuk melihat apakah sumber yang didapatkan autentik ataukah tidak.20 Kritik ini lebih keorientasi pada dari mana sumber itu didapat dan tahun berapa asal sumber tersebut. Bila sesuai dan autentik dengan kajian penelitihan akan sumber yang pasti , maka dapat dijadikan bahan penelitihan sumber. 3. Interpretasi

Suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali tentang sumber-sumber yang didapat apakah sumber-sumber-sumber-sumber yang didapat dan yang telah diuji autentitasnya terdapat saling hubungan atau yang satu dan yang lain. Dengan demikian sejarawan memberikan penafsiran terhadap sumber telah didapatkan.21 Dalam hal ini peneliti akan melakukan pemahaman dan penafsiran secara mendalam akan kajian yang diteliti. Dengan membanding-bandingkan akan sumber satu dengan yang lain hingga bisa ditarik suatu kesimpulan dalam penelitian ini.

18

Ibid., 16.

19

Ibid., 16.

20

Ibid., 17.

21

(26)

4. Historiografi

Suatu upaya untuk menyusun atau merekontruksi fakta-fakta yang telah tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tulisan.22 Dalam penulsan sejarah ketiga kegiatan yang dimulai dari heuristik, kritik, dan analisis belum tentu menjamin keberhasilan dalam penulisan sejarah.23 Dalam hal ini dari semua data-data yang dikumpulkan yang sudah diteliti dan dikaji akan kebenarannya, maka setelah itu diekontruksikan dalam bentuk karya tulisan. Sehingga hasil dari penelitihan ini dapat dibaca dan berguna bagi orang lain.

H. Sistematika Bahasan

Pembahasan dalam penulisan karya skripsi ini, peneliti nantinya akan membagi kedalam beberapa bab dan setiap bab akan terdiri beberapa sub bab sekaligus ruang lingkup kajiannya.

BAB I, berisi pendahuluan. Bab ini terdiri dari beberapa sub bab yang menguraikan tentang: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika bahasan.

BAB II, berisi tentang kondisi dan situasi pemerintahan Indonesia saat kepemimpinan Soekarno setelah pemilihan umum sampai masa puncaknya gerakan PKI (Partai Komunis Indonesia) tahun 1955-1965.

22

Hugiono dan Poerwantana, Pengantar Ilmu Sejarah (Jakarta: Rineka Cipta), 25.

23

(27)

BAB III, berisi latar belakang munculnya berbagai konflik yang dialamai Mohammad Hatta. Bab ini menguraikan konflik Hatta dengan Soekarno, dengan pemerintah, hingga pengunduran dirinya sebagai wakil presiden.

BAB IV, berisi tentang peran-peran Mohammad Hatta dalam ranah pemerintahan (1955-1965). Bab ini menguraikan tentang peran atau kontribusinya dalam pemerintahan dengan mengkritik-kritik proses kepemimpinan Presiden Soekarno, yang nantinya ditunjukkan dari tulisan-tulisan beliau dari buku, surat kabar maupun pidato-pidatonya..

(28)

BAB II

SITUASI DAN KONDISI PEMERINTAHAN DARI TAHUN 1955-1965

A. Pemilihan Umum 1955

Pada tahun 1955 Pemilu (Pemilihan umum) pertama kali diadakan di pemerintahan Indonesia deng an harapan terciptanya pemerintahan yang demokratis. Waktu itu Indonesia berusia 10 tahun dari kemerdekaannya. Bagi suatu negara Pemilu menjadi hal penting dalam terbentuknya suatu tatanan negara yang demokratis dan Indonesia baru mengawali hal itu.

Sebelumnya sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pemerintah waktu itu sudah menyatakan keinginannya untuk bisa menyelenggarakan Pemilu pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai politik. Maklumat tersebut menyebutkan, Pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Kemudian ternyata Pemilu pertama tersebut baru terselenggara hampir 10 tahun setelah kemerekaan. Barulah tahun 1955 Pemilu dilaksanakan untuk pertama kalinya dan rancangan Presiden Soekarno mengenai revolusi bangas ini mulai di kobarkannya.1

1

(29)

Pemilu ini diselenggarakan 2 kali, ini berbeda dari tujuan awal pada Maklumat X, yang mana Pemilu hanya diselenggarakan pada bulan Januari 1946 untuk memilih anggota DPR dan MPR, bukan Konstituante, tetapi Pemilu 1955 diadakan 2 kali pemilihan yaitu pertama, pemilihan anggota DPR dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955. Kedua, pemilihan anggota Konstituante yang dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955.2

Keterlambatan dan penyimpangan tersebut bukan tanpa sebab pula. Ada kendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Sumber penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedianya perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak kalah pentingnya, penyebab dari dalam itu adalah sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan.

Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal:3

2

Sumber KPU, “PDF Pemilu 1955”, dalam http//google.com. (10 November 2015).

3

(30)

1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu.

2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.

Di samping itu semua penyelenggaraan Pemilu pertama ini menuai respon positif dan baik bagi masyarakat Indonesia pada saat itu. Dengan keluar sebagai partai besar adalah PNI (57 wakil), Masyumi (57 wakil), NU (45 wakil), dan PKI (39 wakil). Sisanya yang berjumlah 59 kusri (seluruh anggota DPR 257) dibagi oleh banyak partai kecil dengan memperoleh kursi masing-masing 1 dan 8.4

Menurut sumber KPU yang peneliti dapatkan dari internet yang sudah di uji keautentikannya, hasil pemilu DPR dan Konstituante sebagai berikut:

4

(31)

Hasil Pemilu 1955 untuk Anggota DPR5

5

Sumber KPU, hasil pemilu 1955, pemilihan anggota DPR yang terselenggara pada 29 September 1955 dengan total jumlah 257 kursi. File PDF (10 November 2015).

NO. Nama Partai Suara Persent

(%)

Kursi

1. Partai Nasional Indonesia (PNI) 8.434.653 22,32 57

2. Masyumi 7.903.886 20,92 57

3. Nahdlatul Ulama (NU) 6.955.141 18,41 45 4. Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.179.914 16,36 39 5. Partai Syarikat Islam Indonesia

(PSII)

1.091.160 2,89 8

6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)

1.003.326 2,66 8

7. Partai Katolik 770.740 2,04 6

8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) 753.191 1,99 5 9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan

Indonesia (IPKI)

541.306 1,43 4

10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)

483.014 1,28 4

11. Partai Rakyat Nasional (PRN) 242.125 0,64 2

12. Partai Buruh 224.167 0,59 2

(32)

(GPPS)

14. Partai Rakyat Indonesia (PRI) 206.161 0,55 2 15. Persatuan Pegawai Polisi RI

(P3RI)

200.419 0,53 2

16. Murba 199.588 0,53 2

17. Baperki 178.887 0,47 1

18. Persatuan Indoenesia Raya (PIR) Wongsonegoro

178.481 0,47 1

19. Grinda 154.792 0,41 1

20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)

149.287 0.40 1

21. Persatuan Daya (PD) 146.054 0,39 1

22. PIR Hazairin 144. 644 0,30 1

23. Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)

85.131 0,22 1

24. AKUI 81.454 0,21 1

25. Persatuan Rakyat Desa (PRD) 77.919 0,21 1 26. Partai Republik Indonesis

Merdeka (PRIM)

72.523 0,19 1

27. Angkatan Comunis Muda (Acoma)

64.514 0,17 1

28. R.Soedjono Prawirisoeda rso 53.306 0,14 1

(33)

Hasil Pemilu 1955 untuk Anggota Konstituante6

NO Nama Partai Suara Percent (%) Kursi

1. Partai Nasional Indonesia (PNI) 9.070.218 23,97 119

2. Masyumi 7.789.619 20,59 112

3. Nahdlatul Ulama (NU) 6.989.333 18,47 91 4. Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.232.512 16,47 80 5. Partai Syarikat Islam Indonesia

(PSII)

1.059.922 2,80 16

6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)

988.810 2,61 16

7. Partai Katolik 748.591 1,99 10

8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) 695.932 1,84 10 9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan

Indonesia (IPKI)

544.803 1,44 8

10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)

465.359 1,23 7

11. Partai Rakyat Nasional (PRN) 220.652 0,58 3

6

Sumber KPU, hasil pemilihan anggota Konstituante yang diselenggarakan 15 Desember 1955. Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR. File PDF (11 November 2015).

(34)

12. Partai Buruh 332.047 0,88 5 13. Gerakan Pembela Panca Sila

(GPPS)

152.892 0,40 2

14. Partai Rakyat Indonesia (PRI) 134.011 0,35 2 15. Persatuan Pegawai Polisi RI

(P3RI)

179.346 0,47 3

16. Murba 248.633 0,66 4

17. Baperki 160.456 0,42 2

18. Persatuan Indoenesia Raya (PIR) Wongsonegoro

162.420 0,43 2

19. Grinda 157.976 0,42 2

20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)

164.386 0,43 2

21. Persatuan Daya (PD) 169.222 0,45 3

22. PIR Hazairin 101.509 0,27 2

23. Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)

74.913 0,20 1

24. AKUI 84.862 0,22 1

25. Persatuan Rakyat Desa (PRD) 39.278 0,10 1 26. Partai Republik Indonesis

Merdeka (PRIM)

143.907 0,38 2

27. Angkatan Comunis Muda (Acoma)

(35)

28. R.Soedjono Prawirisoedarso 38.356 0,10 1 29. Gerakan Pilihan Sunda 35.035 0,09 1 30. Partai Tani Indonesia 30.060 0,08 1

31. Radja Keprabonan 33.660 0,09 1

32. Gerakan Banteng Republik Indonesis (GBRI)

39.874 0,11 1

33. PIR NTB 33.823 0,09 1

34. L.M.Idrus Effendi 31.988 0,08 1

lain-lain 426.856 1,13

Jumlah 37.837.105 514

Meskipun meleset dari yang diharapkan jumlah partai tidak berkurang malahan bertambah dengan adanya pemilihan itu. Meski begitu, dengan pelaksanaan yang baik tidak ada kejadian yang membawa korban seperti yang biasa terjadi di berbagai negara lain yang menyelenggarakan Pemilu. Pemilu sendiri berjalan secara demokraris, bebas dari segala bentuk ancaman, dan rahasia. Untuk rakyat yang belum maju pelaksanaan Pemilu ini sungguh mengesankan.

(36)

kepada pejabat bawahan untuk menggiring pemilih yang menguntungkan partainya, karena itu sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu dengan segala cara. Karena pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan, yaitu memilih anggota DPR dan memilih anggota Dewan Konstituante, maka hasilnya pun perlu dipaparkan semuanya.

B.Dekrit Presiden

Badan Konstituante yang dibentuk melalui pemilihan umum tahun 1955 dipersiapkan untuk merumuskan Undang-undang Dasar Konstitusi yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Pada tanggal 20 November 1956 Dewan Kontituante memulai persidangannya dengan pidato pembukaan dari Presiden Soekarno. Sidang yang akan dilaksanakan oleh anggota-anggota Dewan Konstituante adalah untuk menyusun dan menetapkan Republik Inodnesia tanpa adanya pembatasan kedaulatan. Sampai tahun 1959 Konstituante tidak pernah berhasil merumuskan Undang-undang Dasar baru. 7

Keadaan seperti itu semakin mengguncangkan situasi Indonesia. Bahkan masing-masing partai politik selalu berusaha untuk mengehalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai. Sementara sejak tahun 1956 situasi politik negara Indonesia semakin buruk dan kacau. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah mulai bergolak, serta memperlihatkan gejala-gejala separatisme. Seperti pembentukan Dewan Banteng, Dewan Gajah, Dewan Manguni, Dewan Garuda, Dewan Lambung- Mangkurat, dan lain

7

(37)

sebagainya. Daerah-daerah yang bergeolak tidak mengakui pemerintah pusat, bahkan mereka membentuk pemerintahan sendiri.

Seperti Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) di Sulawesi Utara. Keadaan yang semakin bertambah kacau ini dapat membahayakan dan mengancam keutuhan negara dan bangsa Indonesia. Suasana semakin bertambah panas sementara itu, rakyat sudah tidak sabar lagi dan menginginkan agar pemerintah mengambil tindakan-tindakan yang bijaksana untuk mengatasi kemacetan sidang Konstituante. Namun, Konstituante ternyata tidak dapat diharapkan lagi.

Akhirnya pada 5 Juli 1959, keluarlah dekrit presiden atas keputusan mengenai masalah Konstituante yang berlarut-larut dalam pembuatan UUDS 1950. Isi Dekrit tersebut adalah:8

8

(38)
[image:38.595.113.513.137.725.2]
(39)

Secara singkat dan jelas bahwa Dekrit Presiden 5 Juli 1959 berisikan tiga keputusan yang diambil Presiden Soekarno sebagai berikut:

1. Pembubaran Konstituante.

2. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan Berlakunya kemabali UDD 1945. 3. Pembentukan MPRS dan DPAS.

C. Masa Demokrasi Terpimpin

Sejarah Indonesia (1959-1966) adalah masa di mana sistem

Demokrasi Terpimpin sempat berjalan di Indonesia. Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi di mana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara, kala itu Presiden Soekarno. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November1956.

Dalam buku karangan Drs. G Moedjanto, M.A, Indonesia Abad

ke-20: Dari Perang Kemerdekaan Pertama Sampai PELITA III, menjelaskan

bahwa, “setelah berlakunya UUD’45. Presiden Soekarno langsung memimpin

pemerintahan. Ia bukan saja Kepala Negara, tetapi sekaligus juga Kepala Pemerintahan (Perdana Menteri). Ia juga membentuk Kabinet Kerja yang menteri-menterinya tidak terikat kepada partai.”9 Ini jelas menunjukkan bahwa pelaksanaan secara nyata dari konsepnya mengenai Demokrasi Terpimpin baru terlaksana saat UUD’45 di fungsikan kembali dan dari sini

awal Presiden Soekarno mengkobar-kobarkan akan idealismenya mengenai revolusi yang mengundang kontroversi.

9

(40)

1. Revolusi

Dalam usahanya menggalang persatuan, presiden memaklumkan prinsip Nasakom (Nasionalis, agama, Komunis) pencerminan golongan-golongan dalam masyarakat. Hanya dengan persatuan itu bangsa Indonesia bisa menjadi kuat dan mampu menghasilkan Program Kabinet kerja yang baik. Namun dibalik itu, tanda-tanda keberhasilan pemerintah dalam menaikkan taraf hidup masyarakat (program sandang pangan) nampaknya belum segera terwujudkan. Sementara perjuangan pembebasan Irian Barat makin menggelora, untuk memperkuat kedudukannya, maka Presiden Soekarno mengajarkan Resopim (Revolusi, Sosialisme Indonesia, pimpinan Nasional). Sosialisme hanya dapat dicapai melalui revolusi yang dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yaitu PBR (Pemimpin Besar Revolusi).10

2. Ekonomi

Masa ini merupakan juga masa yang sekurang-kurangnya secara resmi mengutamakan paham Sosialisme Indonesia. Sebenarnya paham sosialisme lebih dilihat sebagai sesuatu yang umum yang tidak mengkhaskan keindonseiaan walaupun hubungannya tidak lepas sama sekali. Umpamanya sebelum masa Demokrasi Terpimpin sosialisme dianggap sebagai paham yang tepat untuk Indonesia, karena kehidupan kolektif masa lalu yang masih dijumpai di desa. Mungkin karena tekanan Soekarno pada kepribadian Indonesia seperti yang ia coba kemukakan

10

(41)

dalam rangka Demokrasi Terpimpin, maka juga dalam kehidupan ekonomi serta sosial, penamaan Sosialisme Indonesia menjadi benar. 11

Masa Demokrasi Terpimpin, salah satu slogannya adalah Ekonomi Terpimpin. Dalam kenyataan yang dimaksud oleh pemerintah ialah peranan pemerintah langsung dan tak langsung dalam ekonomi.12 Namun, kanyataannya kelemahan pemerintah terlihat dalam kebijaksanaan dalam bidang ini. Ekonomi tambah kocar-kacir, rakyat banyak yang menderita, dan inflansi menghebat.

Kesukaran ekonomi belum bisa teratasi pada saat presiden mulai menggunakan kembali UUD 45. Salah satu tindakan untuk menyehatkan keuangan negara yang dilanda inflasi ialah menggebirian rupiah yang diumumkan oleh pemerintah pada tanggal 25 Agustus 1959 hingga rupiah tinggal bernilai 10%nya saja dari nilai nominal.13

Tindakan ini jelas menimbulkan pro dan kontra. Di samping itu, banyak anggota masyarakat terutama rakyat kecil yang mengeluh, karena hasil bumi, ternak, dan sawahnya yang baru saja dijual hanya dihargai uang yang saat kecil. Namun, sebagian masyarkat berharap bahwa penggebirian ini diikuti dengan tindakan pembangunan yang konkrit.

Pada saat penggebirian ini memang harga-harga menjadi murah, tetapi tidak terbeli oleh rakyat banyak, karena tidak memiliki uang. Sebaliknya ketika jumlah uang bertambah cepat, maka harga barang dengan cepat membubung tinggi. Mengapa demikian? Beberapa sebab

11

Noer, Moh. Hatta, 175.

12

Ibid., 177.

13

(42)

bisa dikemukakan. Pertama, penghasilan negara memang berkurang, diakibatkan gangguan keamanan akibat pergolakan daerah menyebabkan ekspor menurun dan tidak segera pulih. Kedua, pengambilalihan perusahaan Belanda yang nyaris menguntungkan kalau saja Indonesia mempunyai tenaga-tenaga manajemen yang cakap dan berpengalaman. Ketiga, PN, PDN, dan PPN yang didirikan pemerintah dengan maksud menjadi salah satu jalan mempercepat tercapainya Sosialisme Indonesia, ternyata hanya menguntungkan pemimpinnya saja yang kebanyakan lahir menjadi OKB-OKM. Keempat, pada 1962 Indonesia menjadi penyelenggara Asian Games IV. Penyelanggaraan ini tentu memerlukan biaya yang sangat banyak mulai dari persiapan, pembangunan sarana pertandingan, dan akomodasi. kelima, Presiden Soekarno mulai suka melakukan perjalanan ke luar negeri yang makan biaya besar dan tidak diimbangi pemasukan modal asing ke Indonesia yang diperlukan dalam pembangunan. Keenam, modal asing yang memang tidak tertarik dengan bumi Indonesia, karena iklim politik yang terlalu panas untuknya. Ketujuh, RI sedang mengatasi pembebasan Irian Barat.14

3. Ketegangan Politik

Perkembangan pada tahun 1965 menunjukkan tumbuhnya ketegangan sosial-politik yang makin meninggi. Hubungan Soekarno dan AD tegang, karena perbedaan sikap terhadap PKI. sedangkan PKI dengan sendirinya kontra dengan Presiden dan AD.

14

(43)

Di antara partai-partai pada 1965 yang paling kawatir adalah PKI, karena hampir semua kekuatan sosial-politik memusuhinya termasuk AD. Kekawatiran PKI diperbesar oleh kesehatan Presiden Soekarno, karena presiden mempunyai penyakit yang hanya bisa pulih dengan operasi. Namun, presiden enggan mentaati nasihat itu. Sebagai gantinya presiden mendatangkan team dokter dari RRC. Dari team dokter itu PKI mendapat keterangan bahwa presiden sudah payah dan sewaktu-waktu bisa meninggal. Jika ini terjadi, maka nasib PKI diujung tanduk dan AD pasti akan menghajarnya, karena itu agar tidak didahului oleh AD, PKI menggerakkan pemberontakan Oktober 1965 yang dikenal sebagai Gerakan 30 September (Gestapu). Namun, gerakan itu dapat ditumpas oleh kekuatan politik Militer yang anti PKI.15

D. Peristiwa G30 S-PKI

Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah sebuah gerakan politik di Indonesia yang awalnya didirikan oleh orang-orang Belanda yang menjajah Indonesia. Di awali dengan nama Indies Social Democratic Association (ISDV) pada tahun 1914, lalu berubah nama menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH) pada tahun 1920 dan terakhir pada tahun 1924 berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) seperti yang kita dengar sampai sekarang. 16

Partai politik komunis ini memilki prioritas yang masih tetap sama meski sudah berganti-ganti nama. Prioritas mereka adalah kesejahteraan

15

Ibid., 120.

16

(44)

kaum buruh, karena tidak mungkin ada revolusi yang sukses tanpa persatuan kelas buruh. Perkembangan dan Penyebaran PKI ini sangat cepat di bebeapa wilayah di Indonesia khususnya di jawa, mereka sangat radikal dan anti kapitalis.

Pada November 1926 PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatera Barat. Meski awal berdirinya PKI dibentuk oleh orang-orang kolonial, tetapi tentu saja PKI tidak suka akan penjajahan yang dilakukan para kolonial Belanda. Bersama Alimin dan Musso yang merupakan salah satu pemimpin PKI mengumumkan terbentuknya sebuah republik. Namun, pada akhirnya pemberontakan ini dapat dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan, 4.500 dipenjara, sejumlah 1.308 yang umumnya kader-kader partai diasingkan, dan 823 dikirim ke Boven Digul, sebuah kamp tahanan di Papua. Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis yang juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan kaum komunis. Pada 1927 PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda. Karena itu, PKI kemudian bergerak di bawah tanah. 17

Kemudian setelah Indonesia sudah merdeka, pada tanggal 18 September 1948 PKI bangkit kembali dari persembunyiannya untuk melakukan pengkhianatan dan pemberontakan terhadap Republik Indonesia.

17

(45)

Pengkhianatan dan pemberontakan tersebut dikenal pula sebagai Peristiwa Madiun.18

Sejak kedatangan kembali Musso, seorang tokoh komunis yang sejak lama berada di Moskow dan kemudian menganjurkan “jalan baru” bagi PKI, teror semakin ditingkatkan, bahkan kesatuan-kesatuan Tentara Nasioanal Indonesia saling diadu, seperti kesatuan Siliwangi dengan kesatuan-kesatuan setempatnya.19

Setelah merebut kota Madiun dan memproklamasikan berdirinya “Soviet Republik Indonesia”. Keesokannya harinya, pada tanggal 19

September 1948 diumumkan pembentukan pemerintahan baru dan selain di Madiun PKI juga berhasil membentuk pemerintahan baru di Pati.20

Untuk mengatasi pemberontakan PKI ini, pemerintah melakukan gerakan cepat. Propinsi Jawa Timur dijadikan Daerah Istimewa dan Kolonel Sungkono diangkat sebagai Gubernur Militer. Saat itu Panglima Besar jenderal Soedirman mengalami sakit, pimpinan operasi penumpasan diserahkan kepada Kolonel A.H. Nasution, Panglima Markas Besar Komando Jawa Timur (MBKD).21

Sekalipun mengalami kesulitan, karena sebagian besar pasukan TNI terikat menjaga garis demarkasi menghadapi Belanda, dengan menggunakan dua brigade kesatuan cadangan umum Devisi III Siliwangi dan brigade Surachman dari Jawa Timur serta kesatuan-kesatuan lainnya yang

18

Kartasasmita, 30 Tahun Indonesia Merdeka, 184.

19

Ibid., 184.

20

Ibid., 184.

21

(46)

setia kepada Republik, seluruh kekuatan pemberontak akhirnya dapat ditumpas. Dalam operasi ini Musso berhasil ditembak mati, sedangkan Amir Sjarifuddin dan tokoh-tokoh yang lain dapat ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.22

Meski gerakan PKI ini sudah ditumpas pada tahun 1948, gerakan ini muncul kembali dengan pemberontakan yang lebih besar dan lebih kuat. Pada tanggal 30 September 1965 PKI melakukan Pemberontakan kembali sekaligus merebut kekuasaan Republik Indonesia.

Pada hari Kamis malam, PKI mulai melancarkan gerakan perebutan kekuasaan dengan nama Gerakan 30 September atau biasa dikenal dengan G.30.S/PKI. Gerakan secara fisik/ militer yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung Sutopo, Komandan Batalyon 1 Resimen Cakrabirawa, yaitu pasukan pengawal Presiden, dan mulai bergerak dinihari 1 Oktober 1965.23

Enam orang perwira tinggi dan seorang perwira pertama Angkatan Darat diculik dari tempat kediaman masing-masing. Mereka yang diculik di bawah ke Lubang Buaya, sebuah desa yang terletak di sebelah Selatan Pangkalan Udara Utama (Lanuma) Halim Perdanakususmah Jakarta. Di sana mereka dibunuh secara kejam oleh anggota-anggota Pemuda Rakyat, Gerwani, dan lain-lain (ormas PKI). Kemudian bersama-sama dengan para korban lainya yang telah dibunuh di tempat kediaman mereka, jenazah mereka dimasukkan ke dalam sebuah lubang sumur tua di desa tersebut. Keenam perwira tersebut adalah:

22

Ibid., 185.

23

(47)

1. Letnan jenderal Ahmad Yani. 2. Mayor Jenderal R. Soeprapto.

3. Mayor jenderal Hanono Mas Tirtodarmo. 4. Mayor Jenderal Suwondo Parman.

5. Brigadir Jenderal Donald Izacus pandjaitan. 6. Brigadir Jenderal Soetojo Sirwomiharjo.

Sedangkan Jenderal Abdul Haris Nasution yang menjadi sasaran utama berhasil meloloskan diri dari usaha penculikan, tetapi putrinya Irma Suryaru Nasution tewas akibat tembakan-tembakan para penculik. Dalam usaha penculikan tersebut tewas pula Letnan Satu Pierre Andreas Tendean (Ajudan Jenderal Nasution) dan Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun (pegawai rumah Wakil Perdana Menteri H. Dr. J. Leimena yang berdampingan dengan rumah Jenderal Nasution).24

1. Operasi Penumpasan Pemberontakan G.30.S/PKI

Hari jumat pagi, 1 Oktober 1965 Gerakan PKI telah berhasil menguasai dua tempat sarana komunikasi yang vital, yaitu Studio RRI Pusat di Jalan Merdeka Barat dan Kantor PN Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan. Dari dua tempat sarana komunikasi ini PKI menyiarkan beberapa pengumuman Gerakan 30 September sebagai berikut:25

a. Bahwa gerakan ini ditujukan kepada jenderal-jenderal anggota Dewan Jendral yang akan mengadakan coup terhadap pemerintahan.

24

Ibid., 529. 25

(48)

b. Dekrit tentang pembentukan Dewan Revolusi di pusat dan di daerah-daerah serta pendemisioneran Kabinet Dwikora.26

Presiden Soekarno saat itu berada di Pangkalan Udara Halim yang dikuasai Gerakan 30 September. Entah, apa yang dilakuakn oleh Soekarno yang malah mendatangi kandang Macan, tapi yang jelas ini mengundang kecurigaan bagi para petinggi-petinggi pemerintahan khususnya juga masyarakat Indonesia.

Dalam buku karangan Victor M. Fic, Kudeta 1 Oktober

1965: Sebuah Studi Tentang Konspirasi, bahwa Presiden Soekarno pergi

ke Halim pada 1 Oktober sepenuhnya atas kemauannya sendiri. Ia mengatakan bahwa ia yakin pada waktu itu Halim adalah tempat yang terbaik baginya, karena dekat dengan pesawatnya.27

Kemudian tanpa menunggu perintah dan petunjuk Presiden operasi militer pun dimulai pada sore hari 1 Oktober 1965 pukul 19.00, ketika pasukan RPKAD di bawah pimpinan komandannya Kolonel Sarwo Edhie Wibowo menerima perintah dari Panglima Kostrad untuk merebut kembali studio RRI Pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi. Hanya dalam waktu kurang lebih 20 menit dua pusat sarana komunikasi vital tersebut dapat direbut.28

26

Disebutkan bahwa Dewan Revolusi adalah sumber daripada kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia dan kegiatannya sehari-hari diwakili oleh Presidium Dewan yang terdiri dari Komandan dan wakil-wakil Komandan Gerakan 30 September yang juga merupakan Ketua dan Wakil-wakil Ketua Dewan Revolusi. Lihat Victor M, Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi Tentang Konspirasi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), 263.

27

Victor, Kudeta 1 Oktober 1965, 264.

28

(49)

Selanjutnya adalah pembebasan Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah. Melalui kurir khusus disampaikan pesan kepada Presiden Soekarno agar segera meninggalkan tempat tersebut. Setelah Presiden meninggalkan Halim dan pergi ke Istana Bogor, Jenderal Soeharto segera memerintahkan pembebasan Halim. Tugas tersebut dilaksanakan dengan baik oleh kesatuan RPKAD Batalyon 328 dan dua kompi pasukan Kavaleri.

Pada hari itu juga sabtu, 2 Oktober 1965, Presiden Soekarno telah memanggil Panglima Angkatan Bersenjata bersama Waperdam II Dr. Leimena dan para pejabat penting lainnya dengan maksud untuk segera menyelesaikan persoalan “peristiwa 30 September”. Presiden sementara menunjuk Mayjen Pranoto

Reksosamudra Assisten III Men/ Pangad sebagai pengontrol Angkatan Darat dalam tugas sehari-hari. Sedangkan untuk pelaksanaan pemulihan keamanaan dan ketertiban yang bersangkutan dengan peristiwa 30 September, Presiden menunjuk Mayjen Soeharto, Panglima Kostrad sesuai dengan kebijaksanaan yang ia berikan.29

Menjelang sore hari 2 Oktober pukul 15.00, Pangkalan Udara Halim dapat dikuasai kembali tanpa kesulitan. Sedangkan lubang buaya juga di kepung dan dapat menumpas para anggota pemberontak. 2. Tanggal 4 Oktober 1965

29

(50)

Beberapa anggota tim penyelidik dari Kodam V jaya memaparkan bukti-bukti yang cukup banyak tentang keterlibatan PKI dalam peristiwa Gerakan 30 September, yang diperoleh dari beberapa pelaku yang tertangkap dan diinterogasi hingga saat itu.

Di samping itu jenazah keenam jenderal dan seorang ajudan ditemukan oleh Angkatan Darat dalam sebuah sumur yang berada di Lubang Buaya dekat dengan Pangkalan Udara Halim. Setelah diangkat dari dalam sumur, jenazah-jenazah itu menunjukan bekas perlakuan yang kejam. Laporan mengatakan bahwa para Jenderal yang belum meninggal menjadi sasaran siksaan oleh Gerwani.30

Sebelum jenazah para jenderal ditemukan para pasukan RPKAD yang telah memulihkan keamanan di daerah Lubang Buaya dari Gerakan 30 September. Mereka melihat tanda-tanda yang amat mencurigakan, karena didapati bekas peralatan latihan menembak, kendaraan, dan tumpukan tanah yang tampak masih baru.31

3. Tanggal 5 Oktober 1965

Hari ABRI yang biasanya diperingati tanggal 5 Oktober berubah menjadi hari duka cita dengan dimakamkanya 7 Pahlawan Revolusi yang gugur dalam peristiwa Gerakan 30 September. Pemakaman dilakukan di Taman Pahlawan Kalibata dengan upacara kebesaran militer. Parah Pahlawan Revolusi yang dimakamkan adalah A.

30

Marshall Green, Dari Soekarno Ke SoehartoI (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1995), 54.

31

(51)

Yani, R. Suprapto, Haryono M.T., S. Parman, D.I. Pandjaitan, Sutojo, dan Pierre Tendean.32

Kemudian dalam kondisi lain Partai Nahdatul Ulama (NU) menuntut kepada Presiden agar dalam tempo sesingkat-singkatnya membubarkan PKI dengan semua ormas bawahannya dengan alasan terbukti telah mendalangi peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September.

4. Tanggal 8 Oktober 1965

Para massa mulai melakukan aksi menyerbu gedung-gedung kantor milik PKI serta ormas-ormasnya. Aksi-aksi tersebut juga terjadi di berbagai tempat lainnya, di mana terdapatnya basis-basis kekuatan PKI.

Para partai-partai politik seperti NU, IPKI, Partai Katolik, dan berbagai organisasi massa lainnya melakukan pertemuan di Taman Suropati Jakarta. Mereka mendesak presiden untuk segera membubarkan PKI.33

5. Tanggal 10 Oktober 1965

Dengan bukti bahwa PKI berperan sebagai dalang dan pelaku Gerakan 30 September, sejak Januari 1966 tuntutan raknyat agar PKI dibubarkan terus meningkat. Pada tanggal 10 Januari 1966 para mahasiswa yang tergabung dalam KAMI mencetuskan tiga tuntutan yang

32

Green, Dari Soekarno Ke SoehartoI , 55. 33

(52)

dikenal sebagai Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) kepada pemerintah yang intinya adalah:34

a. Pembubaran PKI.

b. Pembersihan Kabinet dari unsur-unsur PKI. c. Ekonomi.

Tuntutan ini lekas tidak segera diamini oleh pemerintahan Soekarno, tapi setelah Soeharto berhasil merebut kekuasaan Soekarno tuntutan ini dicairkan oleh Soeharto, karena supaya tidak mengganggu pemerintahannya.

Peristiwa yang terjadi sekitar awal tahun 1955-1965 ini adalah pergolakan yang luar biasa yang terjadi di awal Indonesia berkembang. Tidak heran memang negara yang baru meproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945 yang strukturnya adalah ideologi tentang demokrasi masih sangatlah belum sempurna. Pergolakan yang terjadi dengan ditandainya pemilu 1955, dekrit presiden, beridirnya demokrasi terpimpin yang mengusung kediktatoran, hingga pergolakan Gerakan 30 September (PKI). Peneliti melihat bahwa kondisi Inodnesia saat itu masih terombang-ambing dengan banyak ideologi-ideologi yang dicanangkan dan ambisius para aparat pemerintahan dalam memainkan politik partainya supaya mencapai tujuannya.

Menurut Bapak Ali Muhdi, seorang Dosen di Fakultas Adab Jurusan Sejarah Dan Kebudayaan Islam dalam kuliahnya, bahwa

34

Departemen Pemerintahan RI, Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia

(53)

politik di Indonesia di ibaratkan seperti “kawan menjadi lawan dan lawan menjadi kawan”, bila dulunya kawan tapi ideologi dan tujuannya berbeda

maka mereka bisa bersebrangan akhirnya bentrok satu sama lain, sedangkan bila tujuan dan ideolginya sama meski ia lawan maka akan terjadi saliang kerjasama untuk mencapai tujuan tersebut.35 Intinya apapun di dalam perpolitikan bisa terjadi hal yang seperti itu karena tujauan mereka satu supaya apa yang menjadi keinginannya bisa tercapai dan terwujud.

Jadi, meski para petinggi negara berdiskusi untuk mewujudkan demokrasi yang sesungguhnya, tetapi keinginan dari benak mereka tidak tercapai dalam mewujudkan sistem demokrasi, maka konsepnya demokrasi hanya sebagai slogan atau embel-embel bagi aparatur pemerintah yang mengeyangkan dirinya sendiri.

35

(54)

BAB III

LATAR BELAKANG MUNCULNYA KONFLIK MOH. HATTA PADA PEMERINTAHAN 1955-1965

A. Pertentangan Ideologi Soekarno-Hatta

Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, atas teks proklamasi yang diumumkan oleh Soekarno. Berkat anggota kaum muda maupun kaum tua, akhirnya Indonesia bisa merdeka dan melepaskan diri dari perbudakaan para penjajah. Ir. Soekarno dan Moh. Hatta sebagai penentu akan terciptanya Indonesia yang bebas dan membentuk suatu negara berdaulat. Pada tahun 1946, Ir. Soekarno dan Moh. Hatta diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden Rakyat Indonesia. Dari situ mereka selalu disebut dengan sebutan Dwitunggal, yang mana mereka berdua memiliki satu pemikiran yang sama untuk membangun Indonesia dengan terbentuknya Pancasila dan UUD 1945 sebagai patokannya.

(55)

1. Demokrasi

a. Demokrasi Menurut Bung Karno

Demokrasi Versi Indonesia Yakni menganut prinsip-prinsip musyawarah yang akhirnya menghasilkan mufakat. Menurut Bung Karno menegaskan bahwa jiwa Indonesia bertentangan dengan jiwa fasisme yaitu jiwa yang menyerahkan segala hal kepada kehendak satu orang saja, jiwa “perseorangan”, jiwa kezaliman dan jiwa

diktator.1

Fasisme Jerman yang melahirkan fuhrer prinsip, artinya pemimpin harus diikuti saja bagian bawah hingga atas tanpa banyak mikir lagi, ibarat Samina wa Atha’na. Bung Karno menyatakan bahwa demokrasi-Indonesia yaitu sosio-demokrasi dengan sebuah lembaga yang mewakili seluruh rakyat yang senantiasa manganut prinsip-prinsip gotong royong disamping tiu juga menggunakan prinsip-prinsip demokrasi musyawarah untuk mencapai mufakat.2

Bung Karno ternyata tidaklah menyukai demokrasi berdasarkan pemungutan suara (voting) karena suara di Barat itu bisa berdampak tirani terhadap minoritas. Selanjutnya Bung Karno mengungkapkan tentang kebudayaan masyarakat Indonesia yang menuruti sabda pandhito ratu merupakan suatu kultur terpimpin. Dimana demokrasi terpimpin layaknya demokrasi yang mengenal lembaga khalifah, dimana khalifah harus dipilih oleh umat Islam dan

1

Hadi Hartanto, Skripsi Sejarah Pertentangan Soekarno-Hatta dan Pengaruhnya Terhadap Kebijakan Politik Indonesia 1956-1965 (Semarang: UNNES, 2005),78.

2

(56)

khalifah harus mampu melidungi seluruh umat Islam. Di suatu kesempatan lain dalam pidatonya Bung Karno mengibaratkan pemimpin merupakan pengembala. Di sini seorang kepala pemerintahan diartikan sebagai imam yang memiliki tanggung jawab atas keadaan rakyatnya.3

Slogan mengenai demokrasi dari rakyat untuk rakyat menurut Bung Karno bahwa demokrasi haruslah benar-benar nyata memberi keuntungan pada rakyat. Oleh sebab itu demokrasi harus memiliki disiplin dan harus memiliki pemimpin.

Dalam ide guided democrazy haruslah sesuai dengan UUD’45, dimana dari sinilah merupakan cerminan kepribadian

(identity) bangsa Indonesia. Bung Karno yakin/ meyakini bahwa

demokrasi yang cocok untuk kultur Indonesia adalah adalah demokrasi terpimpin yang berdasarkan UUD’45.4

Bung Karno menegaskan bahwa demokrasi berarti toleransi atau kesediaan memberikan kesempatan pada orang atau pihak lain terus mengenal oposisi merasa tidak berkewajiban untuk mengatakan pemerintah berbuat baik. Selanjutnya ia mengatakan bahwa demokrai terpimpin haruslah senantiasa melahirkan pendapat sehat. Adapun

3

Herbert Feith, Sukarno Dan Militer Dalam Demokrasi Terpimpin (Jakarta: Sinar Harapan, 2001). 78-79.

4

(57)

fungsi oposisi menurut kacamata bung Karno itu juga ikut andil, ikut menentukan GBHN di MPR dan ikut membuat UU di DPR.5

Bung Karno mengajarkan penertiban dan pengaturan menurut wajarnya kemudian diimplementasikan dalam UU kepartaian. Demokrasi terpimpin haruslah bisa mencapai masyarakat yang adil dan makmur sehingga tidak salah jika demokrasi terpimpin adalah demokrasi penyelenggara atau demokrasi yang perlu dihasilkan dengan bekerja dan bekerja bukan cuma berbicara. Alat demokrasi terpimpin mengenal kebebasan berpikir dan berbicara dalam batas keselamatan negara. Demokrasi berarti kemerdekaan membuat orang bebas menggunakan pikirannya tanpa campur tangan pihak lain.6 b. Demokrasi Menurut Bung Hatta

Demokrasi Indonesia yang dikenalkan oleh Bung Hatta artinya tidak berdasarkan kebudayaan Indonesia disini artinya kedaulatan rakyat dijunjungnya tidak sama denganVolskouvereiniteit

individualisme. Betul ada persamaan nama karena Bung Hatta

mengambil dari Barat. Menurutnya adalah suatu keharusan untuk selalu menyetujui masyawarah tetapi menolak mufakat sebab musyawarah merupakan cara-cara menolak menang sendiri, sikap diktatoral/ otoriter.7

Sifat musyawarah perlu diterapkan dalam badan-badan perwakilan. Perbedaan pendapat adalah tepat untuk menggalakkan

5

Ibid., 80.

6

Ibid., 80. 7

(58)

sistem mayoritas yang mengarah kepada sistem voting (penghitungan suara). Masyarakat demokratis seperti di Indonesia, mentalitas orang berlainan dengan masyarakat individualistis sebab dalam segala tindakan dan persyaratan pendapatnya, ia teruatama dikemudikan oleh kepentingan umum. Di mana dalam perikatan masyarakat ia tetap punya cita-cita dan pemikiran untuk mencapai keselamatan umum.8

Azas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat sehingga semua hukum harus bersandar pada keadilan dan kebenaran hidup dalam hati rakyat banyak. Dengan kata lain semua perekonomian negeri harus diputuskan oleh rakyat dengan musyawarah.9

Demokrasi yang ada di Indonesia digolongkan menjadi tiga sendi yaitu pertama, cita-cita rapat yang menekankan adanya musyawarah untuk mufakat. Kedua, citacita protes massa, yaitu hak rakyat untuk membantah dengan cara umum segala peraturan negeri yang dipandang tidak adil. Ketiga, cita-cita tolong-menolong, bahwa dalam hati sanubari rakyat Indonesia penuh dengan rasa bersama, kolektivitas sehingga persekutuan asli di Indonesia memakai azas kolektivisme, tetapi bukan kolektifisme yang berdasarkan sentrallisasi (satu pimpinan diatas), melainkan desentralisasi yaitu tiap-tiap bagian berhak menentukan nasibnya sendiri.10

8

Noer, Moh. Hatta, 494. 9

Hartanto, Skripsi Sejarah Pertentangan, 81

10

(59)

Dari ketiga sendi tersebut dapat disesuaikan dengan kemajuan zaman, sedangkan yang menjadi dasar kerakyatan yaitu kedaulatan rakyat, jadi konsep kedaulatan rakyat yaitu kelanjutan dari demokrasi asli Indonesia pada tingkat yang lebih tinggi. Menurut Hatta demokrasi rakyat di Indonesia hanya ada pada demokrasi dalam pemerintahan desa seperti dicontohkan zaman raja-raja yang berlaku adalah otokrasi dan feodalisme. Pendek kata daulat tuanku harus diganti dengan daulat rakyat, agar nantinya rakyat berkuasa.11

Berbagai bentuk protes haruslah didengar karena itulah bagian dari bentuk demokrasi, yang dalam demokrasi politik menjadi syarat dan dasar keadilan dan kebenaran. Dengan demikian sesuai dengan cita-cita rakyat berhak menetukan nasibnya sendiri. Bung Hatta berpendapat bahwasannya dalam menjalankan konsep kedaulatan rakyat ini sangatlah dibutuhkan sosok pemimpin yang penuh cinta akan kebenaran serta berani mengakui kesalahan. Disertai dengan watak teguh serta berkemauan keras.

Demokrasi Parlementer yang dilaksanakan pada tahun 1955 dalam pandangan Bung Hatta menggaris besarkan bahwa Demokrasi parlementer bukan hanya memiliki parlemen sebagai wakil rakyat dan pemerintahan yang bertangung jawab pada parlemen. Disamping itu

11

(60)

parlemen dan peralatan parlementer merupakan suatu langkah kearah pembangunan demokrasi parlementer.12

Demokrasi parlementer menurut Bung Hatta mengutamakan aspek-aspek politik, karena cita-cita demokrasi politik di Barat telah maju. Definisi Parlementer di Barat merupakan hasil politik dari suatu evaluasi politik karena lapisan demi lapisan dan masyarakat memeroleh kekuatan ekonomi, mereka maju ke medan perjuangan politik serta telah mencapai kemenangan/telah mendapat perwakilan parlementer. Disini dapat disimpulkan parlementer di Barat adalah ganjaran politik untuk kekuatan ekonomi yang telah dicapai karena mereka kuat ekonominya berusaha melindungi kekuatan itu dengan alat-alat politik.13

Demokrasi di Indonesia mengand

Gambar

TABEL TRANSLITERASI  ................................................................
Gambar 1.1

Referensi

Dokumen terkait

Yang menjadi data primer dalam sebuah penelitian yaitu diperoleh secara. langsung oleh peneliti dari uji organoleptik (rasa, aroma, penampilan dan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menegenai Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak terhadap Penerimaan Pajak dan Implikasinya pada Pertumbuhan Ekonomi di

Dispute Dispute Board Arbitration Decision Recommendation Litigation Mediation Concilliation.. FIDIC Conditions

Pada form konsultasi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menekan tombol tambah agar semua yang akan di input bisa berfungsi selanjutnya klik no registrasi

Gambar 5 Daerah padat penduduk Badung Dari data yang telah diproses dan dilakukan didapatkan bahwa halte yang memiliki persentase penumpang 30 orang perminggu dapat

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menambah wacana baru tentang pengembangan media pembelajaran yang bermanfaat dalam proses pembelajaran di

Untuk mendapatkan informasi dibutuhkan teknologi kendali pada satelit agar titik koordinat dan orbit yang diinginkan tidak berubah-ubah, sehingga penentuan arah

1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, .... Ibu Tini memiliki 2 buah deposito. Deposito pertama sebesar Rp. Dan deposito kedua sebesar Rp. Hitunglah tingkat bunga yang diperoleh Ibu