• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis maslahah mursalah terhadap implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang tax amnesty di KPP Pratama Surabaya Wonocolo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis maslahah mursalah terhadap implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang tax amnesty di KPP Pratama Surabaya Wonocolo."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH: Wilayatul Istianah

NIM. C02213076

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syraiah

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Analisis Mas}lah}ah Mursalah terhadap Implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty di KPP Pratama Surabaya Wonocolo” ini merupakan hasil penelitian lapangan yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang apa dan bagaimana praktek implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty, secara khusus di KPP Pratama Surabaya Wonocolo dan Indonesia pada umumnya, serta bagaimana kebijakan Tax Manesty jika dilihat dari sudut pandang hukum Islam menggunakan teori Mas}lah}ah Mursalah.

Data penelitian ini dihimpun menggunakan metode wawancara dan dokumenter. Teknik analisis data menggunakan metode deskriptif analisis yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian seara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara Undang-Undang dengan pelaksanaan perogram. Selanjutnya, data tersebut diolah dan dianalisis menggunakan teori hukum Islam, yaitu Mas}lah}ah Mursalah.

Hasil penelitian menjelaskan, hukum implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty dalam upaya pemerintah menstabilkan perekonomian negara dalam Islam adalah dibolehkan (mubah). Tax Amnesty termasuk dalam kemaslahatan yang sifatnya hajiyyat. Tax Amnesty merupakan salah satu bentuk usaha pemerintah dalam menstabilkan keuangan negara yang akan disalurkan untuk kepentingan masyarakat. Kemaslahatan Tax Amnesty ini tidak hanya bermanfaat untuk segelintir orang, tetapi untuk negara dan masyarakat. Berpartisipasi dalam Tax Amnesty juga membantu pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi. Hal ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang valid, komprehensif, terintegrasi, dan meningkatkan penerimaan pajak yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN………...………... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 18

C. Rumusan Masalah ... 19

D. Kajian Pustaka ... 19

E. Tujuan Penelitian ... 20

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 20

G. Definisi Operasional ... 21

H. Metode Penelitian ... 22

I. Sistematika Pembahasan ... 31

BAB II KETENTUAN UMUM MAS}LAH}AH MURSALAH A. Definisi Mas}lah}ah Mursalah ... 33

B. Dalil yang Mendasari Mas}lah}ah Mursalah ... 35

C. Objek Mas}lah}ah Mursalah ……….…………... 36

D. Syarat-syarat Mas}lah}ah Mursalah ... 37

E. Pembagian Mas}lah}ah Mursalah ... 39

(8)

BAB III IMPLEMENTASI UU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TAX AMNESTY DI KPP PRATAMA SURABAYA WONOCOLO

A. Profil Lembaga KPP Pratama Surabaya Wonocolo ... 47 B. Gambaran Umum KPP Pratama Surabaya Wonocolo... 48 C. Implementasi UU Nomor 11 tahun 2016 tentang Tax

Amnesty di KPP Pratama Surabaya Wonocolo ... 55

BAB IV IMPLEMENTASI UU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TAX AMNESTY DI KPP PRATAMA SURABAYA WONOCOLO DALAM PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH

A. Relevansi Kebijakan Tax Amnesty dan Upaya Pemerintah

untuk Menstabilkan Perekonomian Indonesia... ... 61 B. Analisis Mas}lah}ah Mursalah terhadap Implementasi UU

Nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty di KPP

Pratama Surabaya Wonocolo... ... 64

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 75 B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia termasuk negara yang berkembang. Dalam tahap ini

sudah tentu memerlukan finansial yang sangat besar untuk memacu roda

pembangunan. Meningkatkan pendapatan negara dalam ruang menyukseskan

pembangunan nasional, pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan

masyarakat pada umumnya, adalah hal yang sangat penting yang menjadi

tujuan dari pembangunan itu sendiri.

Usaha itu merupakan tugas tersendiri dari penguasa, dengan

perumusan Undang-Undang Dasar 1945 disebut juga keuangan. Pembangunan

nasional yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan,

bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil dan spiritual.

Untuk merealisasikan tujuan tersebut diperlukan anggaran pembangunan yang

cukup besar. Salah satu usaha untuk mewujudkan peningkatan pembangunan

tersebut adalah dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri

yaitu pajak. Pada umumnya negara memiliki sumber-sumber penghasilan yang

terdiri dari

1. Bumi, air dan kekeayaan alam

2. Pajak-pajak, Bea dan Cukai

3. Retribusi

4. Sumbangan

(10)

6. Pinjaman

7. Lain-lain sumber, seperti : denda-denda, sitaan, dan pencetakan uang

(deficit spending).1

Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia

yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pajak

menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2007 tentang

Ketentuan Umum dan tata cara perpajakan adalah ‚Pajak adalah kontribusi

wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapat imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.‛2

Dengan demikian, ciri khas pajak dibanding dengan jenis pungutan

lainnya adalah wajib pajak (tax payer) tidak menerima jasa timbal yang dapat

ditunjukkan secara langsung dari pemerintah, namun perlu dipahami bahwa

sebenarnya subjek pajak akan menerima jasa timbal, tetapi diterima secara

kolektif bersama dengan masyarakat lainnya.3

Kebijaksanaan penerimaan memberi tekanan yang lebih besar pada

usaha untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri dari sumber di luar

minyak, di samping menggalakkan usaha-usaha ekspor non migas.

Kebijaksanaan ini dimungkinkan oleh adanya potensi perpajakan yang

semakin luas, sebagai hasil pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di masa

1 Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), 9.

(11)

lalu. Pendayagunaan dari potensi perpajakan ini sesuai dengan asas-asas

pembangunan nasional, adalah wajar untuk dilakukan. Hal ini mencakup

berbagai kebijaksanaan untuk meluaskan dasar pajak, dan peningkatan

kesadaran membayar dari wajib pajak.4

Pemungutan pajak membawa kewajiban untuk meninggikan

kesejahteraan umum. Negara memungut pajak membawa konskuensi bahwa

negara mutlak harus berusaha meninggikan kesejahteraan masyarakat. Negara

dapat saja membebani masyarakatnya dengan berbagai macam pajak yang

memberatkan untuk satu dua tahun tanpa adanya reaksi apapun, akan tetapi

tidaklah adil, jika pengorbanan masyarakat tidak dibarengi dengan

peningkatan kesejahteraan masyarakat banyak.5

Dewasa ini, ada beberapa problematika dalam dunia perpajakan yang

seringkali muncul. Pertama, kepatuhan wajib pajak masih rendah. Kedua,

masih rendahnya kepercayaan terhadap aparatur pajak dan berbelitnya aturan

perpajakan.6 Karena permasalahan itulah kemudian pajak dipandang dari dua

sisi yang berbeda. Sebagai suatu kewajiban kenegaraan, pajak adalah hal yang

sangat sering dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi masyarakat

seringkali pajak dianggap sebagai beban mengingat adanya keharusan

membayar pajak yang pada akhirnya mengurangi daya beli orang tersebut

terutama jika dibandingkan apabila ia tidak memiliki kewajiban untuk

membayar pajak.

4 Kustadi Arinta & Moh. Zain, Pembaharuan Perpajakan Nasional, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990), 5-6.

(12)

Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak harus dipungut karena

terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan

negara. Hal ini membuat pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan

penerimaan pajak, baik dengan usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi

pajak. 7

Padahal prosedur pembayaran pajak sudah dimudahkan, para wajib

pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung kekayaannya sendiri,

membayar dan melaporkannya sendiri. Meskipun demikian masih ada juga

para wajib pajak yang enggan membayar atau bahkan memalsukan laporan

pajaknya untuk menghindari pengeluaran yang seharusnya untuk membayar

pajak. Hal ini kalau dibiarkan berkelanjutan, maka pembangunan negara akan

mengalami kemunduran. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan

Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara

perpajakan, dimana bagi para wajib pajak yang melanggar aturan perpajakan

akan dikenai sanksi administratif bahkan sanksi pidana.

Indonesia adalah negara yang mempunyai masyarakat mayoritas

muslim, dan sudah seharusnya hukum yang diterapkan tidak melanggar syariat

Islam demi menjaga kenyamanan masyarakatnya yang mayoritas Islam.

Syariat Islam adalah seperangkat aturan yang memiliki dimensi vertikal dan

horizontal. Dalam tatanan vertikal telah diatur hukum-hukum yang berjenis

ta’abbudi>, sebagai tata cara shalat, zakat, puasa, dan haji.8 Dalam wilayah ini

7 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak…, 1.

(13)

ketentuannya berlaku sepanjang masa dan tidak dapat dirubah. Dalam tatanan

hubungan horizontal yang menyangkut sesama manusia sebagian besar

bersifat muamalah. Dalam wilayah ini ijtihad memiliki peranan strategis

dalam menawarkan solusi dari berbagai problematika kehidupan, antara lain

Qiy>as, Mas}lah}ah Mursalah, Istih}}}}san, ‘Urf, dan lainnya.

Mas}lah}ah Mursalah artinya mutlaq atau umum, sedangkan menurut

istilah ulama’ ushul adalah kemaslahatan yang oleh syar’i tidak dibuatkan

hukum untuk mewujudkannya, tidak ada dalil syara’ yang menunjukkan

dianggap atau tidaknya kemas}lah}atan itu. Artinya bahwa penetapan suatu

hukum itu tiada lain kecuali untuk menerapkan kemas}lah}atan umat manusia,

yakni menarik suatu manfaat dan menghilangkan kesulitan umat manusia.dan

bahwa kemas}lah}atan ini tidak terbatas pada orang perorang, akan tetapi

kemas}lah}atan itu maju seiring dengan kemajuan peradaban dan berkembang

sesuai perkembangan lingkungan.9

Mas}lah}ah Mursalah adalah salah satu hujjah syara’ yang dipakai

landasan penetapan hukum. Apabila kemaslahatan yang dituntut oleh

lingkungan dan hal-hal baru setelah tidak ada wahyu, sedangkan syar’i tidak

menerapkan dalam suatu hukum dan tidak ada dalil syara’ tentang dianggap

atau tidaknya kemaslahatan itu, maka itulah yang disebut Mas}lah}ah

Mursalah.10

Islam selalu mempertimbangkan aspek manfaat dan mudharat yang

menyentuh kepada umatnya, baik langsung maupun tidak langsung. Hal

(14)

tersebut dapat kita lihat dari kaidah us}uliyah: ‚Menghindari mudharat harus

didahulukan daripada mencari atau menarik mas}lah}ah‛.11 Namun nas}-nas}

syariat tidak secara rinci memberikan solusi bagi beragam problematika umat.

Dengan demikian memberikan kesempatan kepada umat Islam dalam

melakukan kegiatan-kegiatan di dunia ini untuk mencapai kesejahteraan dan

kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat dengan cara menetapkan hukum

syara’ pada setiap perkataan dan perbuatan serta mempelajari ilmu fiqh,

setidaknya supaya bisa mencapai ittiba>’, yaitu mengikuti pendapat orang lain

dengan mengetahui alasan-alasannya.12 Di sisi lain, manusia seringkali

mentradisikan suatu tindakan yang dianggap baik, dan merupakan kebutuhan

kesehariannya.

Persoalan muamalah merupakan suatu hal yang pokok dan menjadi tujuan penting agama Islam, dalam upaya memperbaiki kehidupan manusia. Berdasarkan hal itu, syariat Islam diturunkan Allah SWT dalam bentuk global dan umum dengan mengemukakan berbagai prinsip dan norma yang dapat menjadi prinsip keadilan dalam bermuamalah antar sesama manusia.13

Satu hal yang membuat persoalan muamalah tidak secara jelas ditentukan nash-nya oleh Allah SWT, disebabkan bentuk dan jenis muamalah tersebut akan semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, tempat, dan lingkungan sosial. Atas dasar itu, persoalan muamalah amat terkait erat dengan perubahan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

11 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah, (Jakarta : PT. Toko Gunung Agung, 1997), 25. 12A.Syafi’i Karim, Fiqih Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 56

(15)

Semenjak awal sejarah Islam, tiada henti-hentinya didengungkan bahwa prinsip yang pokok dalan tatanan sosial adalah penciptaan keadilan ekonomi. Berdasarkan kemitraannya kepada prinsip Islam terhadap penciptaan keadilan ekonomi sosial, maka jika terjadi adanya ketimpangan pembagian pendapatan dan keakayaan, jelas sangat merusak aturan yang hendak dibina Islam.

Keadilan ekonomi juga mengimplementasikan agar potensi-potensi ekonomi dioptimalkan semaksimal mungkin, sebab segala hal yang diciptakan Allah SWT adalah untuk kepetingan manusia sendiri. Untuk itu manusia dituntut berusaha demi tercapainya perbaikan ekonomi.

Salah satu bentuk perbaikan ekonomi agar keseimbangan ekonomi dapat terwujud adalah dengan adanya pemungutan pajak secara adil sehingga masyarakat merasa tidak terbebani. Warga negara dalam membayar pajak adalah konskuensi dari hak perlindungan warga negara yang diberikan oleh pemerintah, yaitu untuk kewajiban mematuhi pemerintah. Kewajiban warga negara untuk taat dan patuh kepada pemerintah tertuang dalam firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ ayat 59:

ا أ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman! Taaatilah Allah dan taatilah Rasulnya dan Ulil Amri di antaramu.

(16)

dalam rangka menghimpun dana yang diperlukan untuk kesejahteraan dan kemaslahatan umat. Kewajiban pajak penetapam hukumnya didasarkan pada penetapan atau ijtihad Ulil Amri.

Baru-baru ini, Indonesia mengesahkan UU baru tentang perpajakan, yakni UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty. Dalam Islam memang

tidak dijelaskan secara rinci mengenai Tax Amnesty, akan tetapi hal ini bisa

dikaitkan dengan beberapa kebijakan perpajakan yang dilakukan oleh

beberapa Ulil Amri , baik pada masa sahabat, tabi’in, dan seterusnya hingga

tetap berkembang sampai sekarang. Pada masa sahabat, istilah pajak dikenal

pada masa sahabat Umar bin Khatab. Ada beberapa kebijakan yang dilakukan

Umar dalam hal perpajakan, diantaranya adalah14:

1. Melakukan pengawasan harta dengan sangat hati-hati, yaitu mengikuti aturan-aturan, kaidah, dan petunjuk tertentu yang bertujuan untuk menjaga harta umum, mengembangkan dan melindunginya, baik dalam mengumpulkan atau mengeluarkannya dan mengawasinya untuk mencegah kelalaian, dan membenarkan kesalahan agar harta umum tetap menjadi sarana untuk mewujudkan kemas}lah}atan umat secara menyeluruh.

2. Memastikan baiknya pemasukan. Perhatian Umar terhadap baiknya pemasukan lebih besar dari perhatiannya kepada jumlah pemasukan. Umar mengawasi untuk memastikan bahwa pemasukan tersebut baik.

(17)

Persyaratan baiknya pemasukan menunjukkan bersihnya sumber harta dalam Islam dan kebebasannya dari setiap pemasukan yang kotor.

3. Adil dalam menentukan pemasukan. Menurut Umar pemasukan tidak akan baik, selama tidak terwujud keadilan dalam menentukannya. Maka harus sesuai dengan kemampuan yang dibebani, tidak ada pengurangan dan penambahan.

4. Lemah lembut dalam mengumpulkan pajak, diantara fokus kelemahlembutan dalam mengumpulkan pemasukan adalah:

a. Waktu pengumpulan, dimana sesuai dengan keadaan pembayar dan sesuai dengan jumlah pendapatannya dan penghasilannya.

b. Tempat pengumpulan, dimana pajak diambil di tempat yang tidak sulit dijangkau orang-orang.

c. Tidak mengambil harta yang terbaik kecuali dengan yang benar

d. Mengambil yang bisa diberikan, tidak membebani apa yang tidak ada pada mereka. Umar juga mengambil jizyah dari pemilik perusahaan sesuai jumlah yang harus mereka bayar.15

e. Berusaha memenuhi pemasukan, tujuannya adalah untuk memenuhinya dan mencegah pengurangannya tanpa melalui cara yang benar.

f. Memerangi yang menghindar dari yang membayar pajak. Hal ini adalah masalah terbesar yang dihadapi oleh manajemen pajak dalam ekonomi konvensional, yang mempengaruhi oenghasilan pajak yang

(18)

masuk ke kas negara dan keadilan dalam pembagian beban pajak kepada orang-orang. Dalam ekonomi Islam, masalah menghindar dari membayar kewajiban harta kepada baitul mal adalah masalah yang terbatas. Karena pada dasarnya seorang muslim menunaikan apa yang wajib baginya berupa membayar kawajiban harta kepada baitul mal yang muncul dari keimanannya bahwa dia wajib melaksanakannya, dan bahwa Allah akan bertanya padanya tentang hal tersebut. Akan tetapi kadang kadar keimanan berkurang, atau tidak ada sama sekali, maka beberapa orang mencoba menghindar dari membayar apa yang wajib bagi mereka.

Umar tidak menerima alasan orang-orang yang menghindar dari membayar apa yang wajib bagi mereka kepada baitul mal. Diriwayatkan bahwa Umar mengambil seperlima harta orang yang menyembunyikan hartanya dari shadaqah.16 Umar juga memerintahkan untuk mengambil lagi tanah kena pajak dari orang yang enggan membayar kewajiban pajaknya. Karena tanah tersebut adalah milik umat Islam.

Di tahun 2016 penerimaan pajak di Indonesia ditargetkan Rp.

1.546.664,6 juta dan mencapai 85% dari total pendapatan negara. Sebenarnya

banyak potensi yang masih digali untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Data menunjukkan bahwa tax ratio Indonesia hanya sekitar 12 % di tahun

2014, cukup rendah apabila dibandingkan dengan tax ratio rata-rata

negara-negara anggota OECD yang mencapai 34%. Selain itu kepatuhan masyarakat

(19)

terhadap pajak masih rendah , dapat dilihat dari jumlah wajib pajak yang

terdaftar memiliki NPWP hanya sebanyak 26 juta orang dari total penduduk

Indonesia. Pemerintah mencoba membuat terobosan kebijakan baru, salah

satunya adalah UU nomor 11 tahun 2016 tentang tax amnesty.17

Secara sederhana Tax Amnesty diartikan sebagai pengampunan pajak,

hal ini dilakukan agar masyarakat yang menyimpam uangnya di luar negeri

khususnya di negara yang bebas pajak, menarik kembali uangnya ke Indonesia

tanpa ada sanksi administratif dan sanksi pidana pajak selama UU tentang

Tax Amnesty masih berlaku. Menurut penelitian Tax Juctice Network (2010)

mencatat angka kurang lebih USD 331 miliar atau Rp. 4000 triliun. Menurut

penelitian Global Financial Integrity (2014) mencatat angka dana Indonesia di

luar negeri sebesar Rp. 1000 triliun.18

Maka dari itu, kebijakan Tax Amnesty ini diharapkan mampu

mengembalikan dana tersebut ke Indonesia dan menambah kas negara untuk

kelanjutan pembangunan nasional. Kebijakan ini akan efektif berjalan di tahun

pertama dengan besaran uang tebusan yang bakal masuk ke kas negara sekitar

Rp. 100 triliun. Karena untuk mendapatkan pengampunan pajak pemerintah

akan memberikan syarat semacam uang tebusan yang akan masuk ke kas

negara berkisar 10%-15%.19

17http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Tax%20Amnesty%20dan%20Momentum%20Re formasi.pdf, diakses tanggal 14/12/2016

18 http://www.lembagapajak.com/2016/09/fakta-tax-amnesty.html / 10/12/16/ , diakses tanggal 14/12/2016

19Bustamar Ayza, ‚Tax Manesty dilihat dari Kaca Mata Hukum, Indonesian Tax Review Cerdas

(20)

Tax Amnesty sendiri pernah dilakukan di Indonesia pada tahun 1984.

Namun saat itu dianggap kurang berhasil karena respon wajib pajak yang

rendah dan tidak diikuti dengan reformasi administrasi perpajakan secara

menyeluruh.20 Lalu ada juga kebijakan sunset policy yang dikeluarkan

Direktorat Jendral Pajak (DJP) tahun 2008 dimana wajib pajak dapat

mengajukan permohonan pengampunan sanksi administrasi meskipun pajak

terutang harus tetap dibayarkan secara penuh. 21

Tax Amnesty berbeda dengan Sunset Policy, dalam Tax Amnesty

orang yang dengan sengaja enggan membayar pajak dan lebih memilih

menyimpan kekayaannya di negara lain akan mendapat pengampunan, dengan

syarat orang tersebut harus membayar uang tebusan sesuai ketentutan yang

berlaku, serta menarik seluruh kekayaannya kembali ke Indonesia, lalu dia

akan terbebas dari sanksi administratif dan sanksi pidana. Sedangkan dalam

pasal 1 ayat 10 UU nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata

cara perpajakan sangat jelas dinyatakan bahwa ‚Pajak yang terutang adalah

pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun

Pajak, atau dalam bagian Tahun Pajak sesuai dengan peraturan

perundang-undangan perpajakan‛.

Tax Amnesty tak hanya memberikan pengampunan pada penyeleweng

pajak, tapi juga membebaskan mereka dari pajak terutang yang seharusnya

wajib terbayar. Padahal yang dinamakan hutang adalah kewajban untuk

20 http://www.pajak2000.com/news_print.php?id=307 , diakses tanggal 12/12/2016

(21)

mengembalikan apa yang telah terutang. Dalam Al-Quran Allah SWT

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah: 282)22

22 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Quran, As-Salam Al-Quran dan Terjemahannya edisi

(22)

Kebijakan ini akan membawa impact yang kurang baik terhadap wajib

pajak yang patuh membayar pajak sesuai peraturan yang berlaku. Wajib pajak

akan merasa enggan membayar pajak dengan dalih ada pengampunan dari

pemerintah di masa yang akan datang.

Dalam berbagai literatur menyebutkan bahwa, pada dasarnya terdapat

4 tujuan pemerintah meberlakukan tax amnesty, yaitu23:

1. Meningkatkan penerimaan negara dan memperluas basis dan jumlah

Wajib Pajak. Tujuan utama pemerintah memberlakukan tax amnesty

adalah meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang sebelumnya tidka

melaporkan atau kurang melaporkan penghasilannya.

2. Meningkatkan pengadministrasian atas kewajiban perpajakan bagi

underground economy. Adanya tax amnesty diharapkan mengurangi

kegiatan informal yang dilakukan oleh underground economy dan

melakukan shifting ke kegiatan ekonomi formal dengan

mempertimbangkan menfaat yang diperoleh dengan memiliki status

sebagai Wajib Pajak.

3. Mendorong peggunaan dana yang disimpan di luar negeri dalam keadaan

idle untuk digunakan di dalam negeri dalam bentuk investasi. Diharapkan

dengan adanya tax amnesty mampu menarik investasi Wajib Pajak dari

suatu jurisdiksi untuk melakukan investasi di daerah jurisidiksinya yang

nantinya diharapkan mampu mendorong peningkatan kegiatan ekonomi.

23 Maria R.U.D. Tambunan, ‚Desain dan Praktik Tax Amnesty di Beberapa Negara‛, Indonesian

(23)

4. Justifikasi untuk melakukan peningkatan kapasitas sistem perpajakan

setelah melewati suatu masa reformasi. Ketika suatu sistem perpajakan

baru saja mengalami perbaikan atau reorganisasi, dapat saja dilakukan tax

amnesty yang kemudian setelah itu dilakukan standarisasi enforcement

dan compliance sebagai bagian dari perbaikan sistem administrasi yang

ada. Diharapkan adanya tax amnesty bisa menjadi sarana yang efektif

dalam proses transisi peningkatan kapasitas sistem perpajakan.

Pada umumnya outcomes yang diharapkan dengan adanya tax amnesty

adalah memperluas jangkauan Wajib Pajak dan mendorong peningkatan

kepatuhan pajak di masa mendatang. Pada dasarnya semua kebijakan diambil

oleh pmerintah memang mempunyai tujuan yang baik, namun ada beberapa

hal yang harus menjadi pertimbangan besar atas disahkannya tax amnesty di

Indonesia. Salah satunya, perlu ditekankan bahwa sampai saat ini belum ada

outcomes yang ideal dari diterapkannya kebijakan tax amnesty di berbagai

negara yang pernah menerapkannya, seperti Italia, Belgia, Swiss, dan lain

sebagainya.

Manfaat jangka panjang dari tax amnesty juga masih menyebabkan

perdebatan muncul di semua kalangan. Tax amnesty dipandang tidak adil bagi

Wajib Pajak yang patuh membayar pajak, tax amnesty juga dipandang sebagai

bentuk dari kelemahan administrasi perpajakan untuk melakukan

enforcement, dan tax amnesty yang dilakukan berulang-ulang juga cerminan

(24)

Desain tax amnesty yang berbeda antara negara maju dan berkembang

juga harus dipertimbangkan. Penerapan tax amnesty di negara maju pada

dasarnya dilakukan dengan perrimbangan cost benefit analysis untuk

meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Sedangkan faktor penyebab Wajib

Pajak enggan membayar pajak di negara berkembang seperti Indonesia

disebabkan oleh tax morale yang rendah dan biaya kepatuhan pajak yang

tinggi. Selain itu, Wajib Pajak di negara berkembang cenderung tidak

merasakan manfaat dari membayar pajak akibat rendahnya kualitas kinerja

pelayanan publik. Maka kebijakan tax amnesty di negara berkembang justru

menjadi symbol lemahnya penegakan sistem perpajakan di Indonesia.

Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

(PPATK) Agus Santoso mengatakan bahwa sudah ada satuan tugas pengejar

penjahat pajak, satgas pemburu koruptor, dan asset recovery yang mengejar

hasil kejahatan, termasuk dana korupsi yang dilarikan ke luar negeri. Dengan

diterapkannya tax amnesty akan menjadi kesempatan baik untuk para

koruptor yang menimbun hartanya di luar negeri agar terbebas dari hukum

yang akan menjeratnya, karena dalam proses tax amnesty tidak

memperdulikan harta tersebut berasal dari mana.

Melihat beberapa fakta yang telah terpaparkan di atas, maka

pembahasan Mas}lah}at dan Mursalat dari tax amnesty perlu dan sangat penting

dikaji lebih mendalam lagi. Untuk mengetahui bagaimana implementasi UU

nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty ini, maka studi tentang kasus ini

(25)

menggunakan teori Mas}lah}ah Mursalah. Berangkat dari deskripsi di atas maka

sangat relevan jika dalam skripsi ini, penulis melakukan penelitian lebih

lanjut mengenai analisis Mas}lah}ah Mursalah terhadap implementasi UU

nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty, sehingga penulis melakukan

penelitian skripsi dengan judul ‚Analisis Mas}lah}ah Mursalah terhadap

Implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty di KPP

Pratama Surabaya Wonocolo‛.

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka

penulis mengidentifikasikan permasalahan yang muncul di dalamnya, yaitu:

1. Dinamika pajak Indonesia dalam perspektif hukum Islam dan hukum

positif

2. Bagaimana konsep Tax Amnesty menurut hukum Islam dan Hukum

positif

3. Implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty di KPP

Pratama Surabaya Wonocolo

4. Peluang dan tantangan implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang

Tax Amnesty di KPP Pratama Surabaya Wonocolo

5. Bagaimana analisis Mas}lah}ah Mursalah terhadap implementasi UU nomor

(26)

Mengingat banyaknya masalah yang menjadi obyek penelitian ini,

sangat penting kiranya ada pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty di KPP

Pratama Surabaya Wonocolo

2. Analisis Mas}lah}ah Mursalah terhadap Implementasi UU nomor 11 tahun

2016 tentang Tax Amnesty di KPP Pratama Surabaya Wonocolo

C.Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty

di KPP Pratama Surabaya Wonocolo?

2. Bagaimana analisis Mas}lah}ah Mursalah terhadap implementasi UU nomor

11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty di KPP Pratama Surabaya

Wonocolo?

D.Kajian Pustaka

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut penulis melakukan telaah

pada karya-karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitian yang akan

diteliti dengan judul ‚ANALISIS MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP

IMPLEMENTASI UU NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TAX

AMNESTY DI KPP PRATAMA SURABAYA WONOCOLO‛. Tujuan

adanya kajian pustaka ini adalah untuk menghindari adanya plagiasi dalam

(27)

penelitian yang lain, maka penulis perlu menjelaskan topik penelitian yang

berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya adalah: Penelitian yang berjudul,

‚Analisis Implementasi Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Indonesia‛

yang diteliti oleh Ragimun salah seorang Peneliti pada Badan Kebijakan

Fiskal Kemnekeu RI.

Penelitian ini membahas tentang bagaimana implementasi

pengampunan pajak yang terjadi di Indonesia, juga dibandingkan dengan

implementasi yang terjadi di berbagai negara lainnya. Selain itu penulis juga

menganalisis potensi, dan kelemahan Tax Amnesty jika diterapkan di

Indonesia. Kemudian dianalisa menggunakan metode kualitatif dengan

pendekatan eksploratif deskriptif. Hasil penelitian ini adalah : Tax Amnesty

dapat diimplementasikan di Indonesia, namun harus mempunyai payung

hukum sebagai dasar serta tujuan yang jelas dalam pelaksanaannya. Salah satu

kelemahan Tax Amnesty jika diterapkan di Indonesia adalah dapat

mengakibatkan berbagai penyelewengan dan moral hazard karena sarana dan

prasarana, keterbukaan akses informasi serta pendukung lainnya belum

memadai sebagai prasyarat pemberlakuan Tax Amnesty.

Implementasi Tax Amnesty dalam jangka pendek sebaiknya ditunda

terlebih dahulu menunggu kesiapan berbagai perangkat dan piranti hukum

yang melandasi pelaksanaan kebijakan ini. Namun dalam rangka

meningkatkan penerimaan negara, pemerintah (Dirjen Pajak) dapat

menerapkan kebijakan-kebijakan inovatif lainnya seperti Sunset Policy, Tax

(28)

masih mendapat pertentangan dari berbagai lapisan masyarakat.

Ada perbedaan antara penelitian yang ditulis oleh Ragimun dengan

skripsi penulis. Dalam penelitian Ragimun hanya berfokus pada analisis Tax

Amnesty dari sisi hukum positif saja. Sedangkan skripsi penulis memuat

analisis Tax Amnesty menggunakan teori Mas}lah}ah Mursalah.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax

Amnesty di KPP Pratama Surabaya Wonocolo

2. Untuk mengetahui analisis Mas}lah}ah Mursalah terhadap implementasi UU

nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty di KPP Pratama Surabaya

Wonocolo

F. Kegunaan Hasil Penelitian

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan serta memperkaya khazanah intelektual

dan pengetahuan tentang implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang

Tax Amnesty.

2. Secara praktis, sebagai bahan pertimbangan dan bahan dalam menetapkan

policy atau kebijakan oleh lembaga terkait yang membutuhkan

pengetahuan tentang Tax Amnesty dalam hal penerapannya.

(29)

Demi mendapatkan pemahaman dan gambaran yang jelas tentang

topik penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan beberapa unsur istilah

yang terdapat dalam judul skripsi ini, diantaranya:

1. Analisis Mas}lah}ah Mursalah: menjelaskan tentang konsep Mas}lah}ah

Mursalah menurut beberapa pakar Islam untuk menganalisis suatu kejadian di

tengah masyarakat yang tidak ditemukan hukumnya dalam dalil syara’ apakah

sesuai dengan hukum Islam atau tidak. Dalam hal ini Mas}lah}ah Mursalah akan

dipakai untuk menganalisis boleh tidaknya implementasi UU nomor 11 tahun

2016 tentang Tax Amnesty yang diterapkan dengan mempertimbangkan

kebaikan dan mudharatnya.

2. Implementasi UU nomor 11 tahun 2016: menjelaskan tentang Tax Amnesty.

Tax Amnesty atau pengampunan pajak adalah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak meliputi penghapusan pajak yang seharusnya terutang. Penghapusan sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan membayar uang tebusan.

H.Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data

(30)

dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta

mengembangkan ilmu pengetahuan.24 Berdasarkan hal tersebut terdapat empat

kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan.25

Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa metode penelitian merupakan usaha

untuk menemukan sesuatu serta bagaimana cara untuk menemukan sesuatu

tersebut dengan menggunakan metode atau teori ilmiah.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan (Field

Research Methid) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mendatangi

langsung kegiatan dilapangan untuk mengetahui implementasi UU nomor

11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty di KPP Pratama Surabaya Wonocolo.

Metode penelitian yang peneliti gunakan bersifat analisis deskriptif, yakni

penelitian yang menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik

objek atau subjek yang diteliti secara tepat.26

Penulis akan berusaha menemukan dan menggali hal-hal yang

berkaitan dengan implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax

Amnesty di KPP Pratama Surabaya Wonocolo, baik dalam bentuk konsep

Tax Amnesty dan penerapannya di lembaga tersebut. Selain itu penulis

juga akan membahas Tax Amnesty dalam perspektif hukum Islam dan

melakukan analisis Mas}lah}ah Mursalah terhadap implementasi UU nomor

11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty di KPP Pratama Surabaya Wonocolo.

24 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-PRESS, 2007), 3.

(31)

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaittu pendekatan

kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan pelaku yang dapat diamati.27

Sedangkan jika ditinjau dari penelitian menurut jenis pengambilan

keputusannya, penelitian ini menggunakan penelitian Deskripsi

(Discriptive Research) artinya penelitian jenis ini dilakukan pada taraf atau

kadar kajian dan analisis semata-mata ingin mengungkapkan suatu

gejala/pertanda dan keadaan sebagaimana adanya. Hasil penelitian dan

kesimpulan yang diambil semata-mata menggambarkan (membeberkan)

suatu gejala/peristiwa seperti apa adanya yang nyata-nyata terjadi28. Dari

hasil keputusan yang penulis ambil dalam penelitian ini, itu murni dari

bukti dokumen kegiatan dan paparan Pihak KPP Pratama Surabaya

Wonocolo selaku lembaga yang berwewenang menjalankan UU nomor 11

tahun 2016 tentang Tax Amnesty.

2. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian sebagai objek dari peneliti yaitu KPP Pratama

Surabaya Wonocolo yang beralamat di Jl. Jagir Wonokromo no. 104 lantai

2, Surabaya.

3. Data

Sesuai dengan rumusan masalah yang peneliti tulis dalam

penelitian ini, hasil datanya yaitu data primer dan data sekunder.

(32)

a. Data primer adalah data yang berasal dari sumber penelitian.29 Adapun data

primer yang dikumpulkan nantinya yaitu data mengenai implementasi UU

nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty di KPP Pratama Surabaya

Wonocolo.

b. Sedangkan data sekunder merupakan data yang tidak langsung memberikan

data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.30

Adapun data sekunder yang akan dikumpulkan yaitu dasar hukum Tax

Amnesty dan dokumen mengenai implementasi UU nomor 11 tahun 2016

tentang Tax Amnesty di KPP Pratama Surabaya Wonocolo. Selain itu

penulis akan menganalisisnya dalam perspektif hukum Islam menggunakan

teori Mas}lah}ah Mursalah.

4. Sumber Data

Sumber data yang perlu dihimpun untuk penelitian ini adalah

sumber yang mengetahui secara teori dan praktek tentang dinamika

perpajakan dan implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax

Amnesty. Untuk menggali kelengkapan data tersebut, maka diperlukan

sumber-sumber data sebagai berikut ini:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer yakni subjek penelitian yang dijadikan

sebagai sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat

29 Arikunto Suharsimi, Prosedur Suatu Penelitian Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Ciptra, 2002), 107

(33)

pengukuran atau pengambilan data secara langsung atau yang dikenal

dengan istilah interview (wawancara)31. Dalam hal ini subjek penelitian

yang dimaksud adalah Kepala KPP Pratama Surabaya Wonocolo. Adapun

informasi yang akan didapat dari wawancara kepada Kepala KPP Pratama

Surabaya Wonocolo adalah dinamika perpajakan dan implementasi UU

nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty serta peluang dan

tantangannya di KPP Pratama Surabaya Wonocolo. Adapun sumber lain

yang didapat yaitu dari pihak karyawan KPP Pratama Surabaya

Wonocolo yang terlibat langsung dalam implementasi UU nomor 11

tahun 2016 tentang Tax Amnesty. Dengan itu penulis akan mendapatkan

informasi tentang konsep dan teknis Tax Amnesty serta peluang dan

tantangan penerapannya di KPP Pratama Surabaya Wonocolo.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder ini penulis ambil dari berbagai literature sebagai

acuan dan pembanding dalam penelitian ini yang diperoleh dari beberapa

referensi serta sebagai penunjang dari sumber data primer yang diperoleh

dari data kepustakaan dan studi dokumen yang berkubungan dengan

masalah seperti:

1) UU nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara

perpajakan, UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty

(34)

2) Al-Qur’an dan terjemahannya. Di dalam Al-Qur’an dan

terjemahannya menyangkut landasan hukum pajak dan Tax Amnesty

dalam Islam yang berkaitan dengan penelitian.

3) Website perusahaan yakni Dirktorat Jendral Pajak dan Menteri

Keuangan. Dari website resmi ini dapat di ambil pengertian dan UU

nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty secara singkat, serta

dapat mengetahui informasi pertumbuhan dan perkembangan

pelaksanaan Tax Amnesty di KPP Pratama Surabaya Wonocolo.

4) Buku yang ditulis oleh Marihot Pahala Siahaan yang berjudul Hukum

Pajak Elementer, sebagai refrensi konsep dasar perpajakan Indonesia.

Buku ini juga sebagai pengantar pemahaman Tax Amnesty.

5) Buku yang ditulis oleh Zainal Muttaqin yang berjudul Tax Amnesty

di Indonesia, sebagai referensi yang menyangkup landasan, teori atau

konsep, peluang dan tantangan Tax Amnesty di Indonesia.

6) Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti pada

Kawasan KPP Pratama Surabaya Wonocolo. Menyangkup

dokumen-dokumen tentang dinamika perpajakan dan implementasi UU nomor

11 tahun 2016 di lembaga tersebut.

5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini bersifat kualitatif, secara lebih detail teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(35)

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan yang diwawancarai

tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan terlebih dahulu untuk dijawab

pada kesempatan lain. Wawancara merupakan alat re-cheking atau

pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh

sebelumnya32. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan cara

wawancara langsung baik secara struktur maupun bebas dengan Kepala

dan beberapa seksi bidang di KPP Pratama Surabaya Wonocolo yang mana

dalam penelitian ini merupakan wawancara khusus untuk menjawab

rumusan masalah yang penulis teliti.

b. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung

ditujukan pada subjek penelitian, namun melalui dokumen33. Sejumlah

besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi.

Sebagian besar data yang tersedia yaitu berbentuk surat, catatan harian,

cendera mata, laporan, artefak, dan foto34. Penggalian data ini dengan cara

menelaah dokumen-dokumen yang berhubungan dengan dinamika

perpajakan dan implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax

Amnesty di KPP Pratama Surabaya Wonocolo dan juga peluang dan

tantangan dalam penerapannya di lembaga tersebut. Dokumentasi ini

32Ibid., 138.

(36)

diperoleh dari arsip-arsip yang terdapat di KPP Pratama Surabaya

Wonocolo.

c. Teknik Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini dikelola

menggunakan penelitian deskriptif analisis. Jenis penelitian ini, dalam

deskripsinya juga mengandung uraian-uraian. Penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan teknik-teknik pengolahan data sebagai berikut:

1) Editing, yaitu pemeriksaan kembali dari semua data yang diperoleh

terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna, keselarasan

antara data yang ada dan relevansi dengan penelitian35. Data yang

diperoleh setelah penelitian tentang dinamika perpajakan dan

implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty, serta

peluang dan tantangannya, penulis melakukan pemeriksaan kembali

dari data tersebut. Pemeriksaan dilakukan dari segi kelengkapan,

kejelasan serta kesesuaian data tersebut agar relevan dan sesuai yang

di inginkan.

2) Organizing, yaitu menyusun kembali data yang telah didapat dalam

penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah

direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis36. Setelah

data yang diperoleh tidak sesuai dengan penelitian, maka data

tersebut disusun kembali sesuai dengan rumusan masalah yang

(37)

menjadi topik utama penelitian. Data yang diperoleh tidak sesuai

dengan penelitian, maka data tersebut tidak digunakan dalam

penelitian ini, karena tidak sesuai dengan rumusan masalah yang

dipaparkan secara sistematis.

3) Penemuan Hasil, yaitu dengan menganalisis data yang telah diperoleh

dari penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai kebenaran

fakta yang ditemukan, yang akhirnya merupakan sebuah jawaban dari

rumusan masalah.37

d. Teknik Analisis Data

Setelah mengumpulkan dan mengolah data yang ada maka langkah

selanjutnya adalah analisis data. Setelah mengumpulkan data-data yang ada

serta menyeleksi sehingga terhimpun dalam satu kesatuan maka langkah

selanjutnya yaitu analisis data. Analisis data adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data ayng diperoleh dari hasil wawancara,

catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data

ke dalam katregori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,

menyusun ke dalam pola, memilihb mana yang penting dan yang akan

dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh

diri-sendiri maupun orang lain.38

Data yang telah berhasil dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis

secara deskriptif kualitatif, yaitu analisis yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

37Ibid., 246.

(38)

yang dapat diamati dengan metode yang telah ditentukan39.

Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskripsi atau

gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki40. Metode ini digunakan untuk mengetahui secara jelas tentang

dinamika perpajakan dan implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang

Tax Amnesty, serta peluang dan tantangannya di KPP Pratama Surabaya

Wonocolo.

Peneliti menggunakan teknik ini karena yang digunakan adalah

metode deskriptif kualitatif, yang memerlukan data-data untuk

menggambarkan suatu fenomena yang apa adanya (alamiah). Sehingga

benar salahnya, sudah sesuai dengan peristiwa yang sebenarnya.

Kemudian data tersebut diolah dan dianalisis dengan pola pikir

deduktif yang merupakan pola pikir dengan menggunakan analisa yang

berpijak dari pengertian atau fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian

diteliti dan hasilnya dapat memecahkan masalah khusus.41

Pola pikir ini berpijak pada teori-teori yang berhubungan dengan

analisis pembiayaan kemudian dikaitkan dengan fakta dilapangan tentang

dinamika perpajakan dan implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang

Tax Amnesty, serta peluang dan tantangannya di KPP Pratama Surabaya

Wonocolo.

39Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya: Airlangga UniversityPress, 2001), 143.

(39)

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi skripsi ini agar

mudah dipahami, maka diperlukan sistematika pembahasan yang sederhana

sehingga pembaca tidak kesulitan dalam membaca maupun memahami dari isi

dari skripsi ini. Sistematika pembahasan ini merupakan suatu pembahasan

secara garis besar dari bab-bab yang akan dibahas. Sistematika pembahasan

skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,

tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode

penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, membahas tentang teori-teori Mas}lah}ah Mursalah, meliputi

pengertian, macam-macam, dan pendapat para Ulama’, dan Tax Amnesty

dalam Islam.

Bab ketiga, membahas tentang profil KPP Pratama Surabaya Wonocolo,

latar belakang UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty, visi, misi serta

praktek lapangan implementasi Tax Amnesty di KPP Pratama Surabaya

Wonocolo.

Bab keempat, membahas tentang analisis Mas}lah}ah Mursalah terhadap

implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty di KPP Pratama

Surabaya Wonocolo. Analisis pertama memuat tentang relevansi antara

(40)

pemerintah untuk menstabilkan perekonomian Indonesia. Analisis selanjutnya

adalah analisis Mas}lah}ah Mursalah terhadap implementasi UU nomor 11

tahun 2016 tentang Tax Amnesty di KPP Pratama Surabaya Wonocolo.

Bab kelima, merupakan bab penutup. Pada bab ini berisi kesimpulan dari

hasil penelitian, dan saran-saran yang bermanfaat bagi banyak pihak,

khususnya bagi KPP Pratama Surabaya Wonocolo sebagai lembaga yang

berwewenang untuk mengimplementasikan UU nomor 11 tahun 2016 tentang

Tax Amnesty. Selain itu juga bisa dijadikan acuan lembaga pajak lainnya

dalam memberikan kualitas pelayanan implementasi UU nomor 11 tahun 2016

(41)

BAB II

KETENTUAN UMUM MAS}LAH}AH MURSALAH

A.Pengertian Mas}lah}ah Mursalah

Dalam bahasa Arab Mas}lah}ah secara bahasa berasal dari kata S}alah}ah},

kata Mas}lah}ah mendung kemaslahatan berarti baik atau lawan kata buruk atau

rusak.1 Kata Mas}lah}ah (ةحلصملا) menurut bahasa berarti manfaat, baik dari

segi lafadz maupun makna, jamaknya (حلاصملا) berarti sesuatu yang baik.2 Kata

Mursalah adalah isim maf’ul (objek) dari fi’il madhi (kata dasar) (لسر) dengan

penambahan huruf alif di pangkalnya sehingga menjadi (لسرا) atau dalam arti

ةقلطم (bebas). Kata terlepas dan bebas disini jika dihubungkan dengan kata

Mas}lah}ah adalah terlepas atau bebas dari keterangan yang menunjukkan boleh

atau tidak bolehnya dilakukan. Gabungan dari dua kata tersebut adalah:

ة فاحمْلا

ىلع

وصْقم

ْرَشلا

عْف ب

سافمْلا

نع

قْل ْلا

‚Memelihara maksud syara’ dengan jalan menolak segala yang merusakkan makhluk.‛3

Menurut bahasa Mas}lah}ah adalah suatu kebenaran yang dapat

digunakan. Menurut Abu Zahrah dalam bukunya Ushul Fiqh, Mas}lah}ah

Mursalah artinya mutlak (umum). Menurut istilah Ulama’ Us}ul Fiqh adalah

kemashlahatan yang oleh syariat tidak dibuatkan hukum untuk

1 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2005), 200 2 Satria Efendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenata Media, 2005), 148

(42)

mewujudkannya, tidak ada dalil syara’ yang menunjukkan dianggap atau

tidaknya kemaslahatan itu.4

Adapun Mas}lah}ah Mursalah menurut Imam Malik sebagaimana hasil

analisis Al-Syatibi adalah suatu Mas}lah}ah yang sesuai dengan tujuan, prinsip,

dan dalil-dalil syara’ yang berfungsi untuk menghilangkan kesempitan, baik

yang bersifat d}aruriyah maupun h}ajjiyah. Al-Syatibi hanya membuat dua

kriteria agar Mas}lah}ah dapat diterima sebagai dasar pembentukan hukum

Islam. Pertama, Mas}lah}ah tersebut harus sejalan dengan jenis tindakan syara’,

karena itu Mas}lah}ah yang tidak sejalan dengan jenis tindakan syara’ atau yang

berlawanan dengan dalil syara’ (Al-Quran, As-Sunnah, dan Ijma’) tidak dapat

diterima sebagai dasar dalam menerapkan hukum Islam. Kedua, Mas}lah}ah

seperti kriteria pertama, tidak ditunjukkan oleh dalil khusus. Jika ada dalil

khusus yang menunjukkannya maka ini menurut Al-Syatibi termasuk dalam

kajian Qiyas.5

Prof. DR. Rachmat Syafe’i dalam bukunya yang berjudul ‚Ilmu Ushul

Fiqh‛ menjelaskan arti Mas}lah}ah Mursalah secara lebih luas, yaitu suatu

kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar dalil, tetapi juga tidak ada

pembatalnya. Jika terdapat suatu kejadian yang tidak ada ketentuan syari’at

dan tidak ada ‘illat yang keluar dari syara’ yang menentukan kejelasan hukum

kejadian tersebut, kemudian ditemukan sesuatu yang sesuai dengan hukum

syara’, yakni suatu ketentuan yang berdasarkan pemeliharaan kemudharatan

4 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002), 110

(43)

atau untuk menyatakan suatu manfaat maka kejadian tersebut dinamakan

al-Mas}lah}ah Mursalah. Tujuan utama al-Mas}lah}ah Mursalah adalah kemaslahatan,

yakni memelihara dari kemudharatan dan menjaga kemanfaatannya.6

Berdasarkan pengertian tersebut, pembentukan hukum berdasarkan

kemashlahatan ini semata-mata dimaksudkan untuk mencari kemashlahatan

manusia. Maksudnya, di dalam rangka mencari yang menguntungkan dan

menghindari kemudharatan manusia yang bersifat luas. Mas}lah}ah itu

merupakan sesuatu yang berkembang berdasarkan perkembangan yang selalu

ada di setiap lingkungan. Mengenai pembentukan hukum ini, kadang-kadang

tampak menguntungkan pada suatu saat, tapi pada saat yang lain justru

mendatangkan mudharat. Begitu pula pada suatu lingkungan terkadang

menguntungkan pada lingkungan tertentu, tapi mudharat pada lingkungan

yang lain.

Untuk itu, pembentukan hukum tersebut tidak dimaksudkan kecuali

untuk merealisir kemashlahatan umat manusia bagi mereka dan menolak

kemudharatan serta menghilangkan kesulitan daripadanya.7

B.Dalil yang Mendasari Mas}lah}ah Mursalah

Berdasarkan istiqra’ (penelitian empiris) dan nas}-nas} dalam Al-Quran

ataupun hadits bahwa hukum-hukum syariah Islam mencakup di antaranya

pertimbangan kemaslahatan manusia.8

(44)

Allah SWT berfirman:

Artinya: Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam… (QS. Al-Anbiya; : 107)9

Syariah Islam dibangun atas dasar memelihara dan mewujudkan

adanya kemaslahatan demi adanya kasih sayang dan kebahagiaan manusia.

Allah memerintahkan kepada manusia untuk senantiasa menyelami

hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Quran untuk menentukan syariat yang

tidak terdapat dalam nas}. Hal ini mengindikasikan tentang kebolehan umat

Islam untuk berijtihad dengan menggunakan teks sekalipun asalkan tidak

bertujuan untuk merusak ajaran Islam itu sendiri.

C.Objek Mas}lah}ah Mursalah

Dengan memperhatikan beberapa penjelasan sebelumnya dapat

diketahui bahwa lapangan Mas}lah}ah Mursalah selain yang berlandaskan pada

hukum syara’ secara umum harus juga memperhatikan adat istiadat dan

hubungan antara mansia yang satu dengan yang lain. Lapangan tersebut

merupakan pilihan utama untuk mencapai kemaslahatan. Dengan demikian,

segi ibadah tidak termasuk dalam lapangan tersebut.

Segi peribadatan adalah segala sesuatu yang tidak memberi

kesempatan kepada akal untuk mencari kemaslahatan juznya dari setiap

8 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam…, 256

(45)

hukum yang ada didalamnya. Diantaranya, ketentan syariat tentang ukuran

hak kafarat, ketentuan waris, keentuan jumlah bulan dalam iddah wanita yang

ditinggal mati suaminya atau yang diceraikan. Dan segala sesuatu yang telah

ditetapkan ukurannya dapat disyariatkan berdasarkan kemaslahatan yang

berasal dari syara’ itu sendiri.

Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa Mas}lah}ah Mursalah tu

difokuskan terhadap lapangan yang tidak terdapat dalam nas}, baik dalam

Al-Quran dan As-Sunah yang menjelaskan hukum-hukum yang ada penguatnya

melalui suatu I’tibar, juga difokuskan pada hal-hal yang tidak didapatkan

adanya ijma’ atau qiyas yang berhubungan dengan kejadian tersebut.10

D.Syarat-Syarat Mas}lah}ah Mursalah

Golongan yang mengakui kehujjahan Mas}lah}ah Mursalah dalam

pembentukan hukum Islam telah mensyaratkan sejumlah syarat tertentu yang

dipenuhi, diantaranya adalah sebagai berikut11:

1. Mas}lah}ah itu harus hakikat, bukan dugaan, Ahlul hilli wal aqdi dan mereka

yang mempunyai disiplin ilmu tertentu memandang bahwa pembentukan

hukum itu harus didasarkan pada Mas}lah}ah hakikiyah yang dapat menarik

manfaat untuk manusia dan menolak bahaya dari mereka. Maka Mas}lah}ah

yang bersifat dugaan, sebagaimana yang dipandang sebagian orang dalam

10Rachmat Syafe’I, Ilmu Us}ul Fiqih (Bnadung: Pustaka Setia, 1999), 121-122

11 Suratmaputra dan Ahmad Munif, Filsafat Hukum Islam Al-Ghazali: Mas}lah}ah-Mursalah dan

(46)

sebagian syariat, tidaklah diperlukan, seperti dalih Mas}lah}ah yang

dikatakan dalam soal larangan bagi suami untuk menalak isterinya, dan

memberikan hak talak tersebut kepada hakim saja dalam semua keadaan.

Sesungguhnya pembentukan hukum semacam ini menurut pandangan

kamitidak mengandung Mas}lah}ah. Bahkan, hal itu dapat mengakibatkan

rusaknya rumah tangga dan masyarakat, hubungan suami dengan isterinya

ditegakkan di atas suatu dasar paksaan undang-undang, tetapi bukan atas

dasar keikhlasan, kasih saying, dan cinta mencintai.

2. Mas}lah}ah harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak khusus untuk orang

tertentu dan tidak khusus untuk beberapa orang dalam jumlah sedikit.

Imam Ghazali memberi contoh tentang Mas}lah}ah yang bersifat menyeluruh

ini dengan suatu contoh: orang kafir telah membentengi diri dengan

sejumlah orang dari kaum muslimin. Apabila kaum muslimin dilarang

membunuh mereka demi memelihara kehidupan orang Islam yang

membentengi mereka, maka orang kafir akan menang, dan mereka akan

memusnahkan kaum muslimin seluruhnya. Apabila kaum muslimin

memerangi orang Islam yang membentengi orang kafir maka tertolaklah

bahaya ini dari seluruh orang Islam yang membentengi orang kafir tersebut,

demi memelihara kemaslahatan kaum muslimin seluruhnya dengan cara

melawan atau memusnahkan musuh musuh mereka.

3. Mas}lah}ah itu harus sejalan dengan tujuan hukum yang dituju oleh syar’i

(47)

syar’i. senadainya tidak ada dalil tertentu yang mengakuinya, maka

Mas}lah}ah tersebut tidak sejalan dengan apa yang dituju oleh Islam.12

E. Pembagian Mas}lah}ah Mursalah

Menurut teori ushul fiqh, jika ditinjau dari segi ada atau tidaknya dalil

yang mendukung terhadap suatu kemaslahatan, mas}lah}ah terbagi menjadi tiga

macam, yaitu :

1. Al-Mas}lah}ah al-Mu’tabarah

Al-mas}lah}ah al-mu’tabarah yakni al-mas}lah}ah yang diakui secara

eksplisit oleh syara’ dan ditunjukkan oleh dalil yang spesifik. Disepakati

oleh para ulama, bahwa maslahah jenis ini merupakan h}ujjah shar’iyyah

yang valid dan otentik. Manifestasi organik dari jenis al-mas}lah}ah ini ialah

aplikasi qiya>s

2. Al-Mas}lah}ah al-Mulghah

Al-Mas}lah}ah al-mulgha>h merupakan al-mas}lah}ah yang tidak diakui

oleh syara’ , bahkan ditolak dan dianggap ba>t}il oleh syara’. Sebagaimana

ilustrasi yang menyatakan opini hukum yang mengatakan porsi hak

kewarisan laki-laki harus sama besar dan setara dengan porsi hak kewarisan

perempuan, dengan mengacu kepada dasar pikiran semangat kesetaraan

gender. Dasar pemikiran yang demikian memang mengandung al-mas}lah}ah,

tetapi tidak sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh Allah

(48)

SWT, sehingga mas}lah}ah yang seperti inilah yang disebut dengan

al-mas}lah}ah almulghah.

3. Al-Mas}lah}ah Mursalah

Al-Mas}lah}ah Mursalah yaitu al-mas}lah}ah yang tidak diakui secara

eksplisit oleh syara’ dan tidak pula ditolak dan dianggap ba>t}il oleh syara’,

akan tetapi masih sejalan secara substantif dengan kaidah-kaidah hukum

yang universal. Sebagaimana contoh, kebijakan hukum perpajakan yang

ditetapkan oleh pemerintah.13

Kebijakan pemerintah tersebut mengenai perpajakan tidak diakui

secara eksplisit oleh syara’ dan tidak pula ditolak dan dianggap palsu oleh

syara’. Akan tetapi kebijakan yang demikian justru sejalan secara substantif

dengan kaidah hukum yang universal, yakni tas}arruful ima>m ‘ala> al-ra’iyyah

manu>t}un bil al-mas}lah}ah. Atau kebijakan baru dari pemerintah tentang

implementasi UU nomor 11 tahun 2016 tentang Tax Amnesty, tidak ada dalil

yang secara khusus membahas Tax Amnesty, namun justru kebijakan tersebut

banyak memberikan Mas}lah}ah pada masyarakat, dan tidak ada dali yang juga

melarangnya. Dengan demikian, kebijakan tersebut mempunyai landasan

shar’iyyah , yakni Mas}lah}ah Mursalah.14

Dilihat dari segi kekuatannya sebagai hujjah (tendensi) dalam

menetapkan hukum, mas}lah}ah terbagi menjadi tiga macam15:

13 Muh}ammad bin H}usain bin H}asan Al-Ji>za>ni>, Mu‘a>lim Us}u>l Al-Fiqh (Riya>d}: Da>r Ibnu Al-Jauzi>, 2008), 235.

(49)

1. Mas}lah}ah D}aru>riyat

Mas}lah}ah D}aru>riyat merupakan kemaslahatan yang menduduki

kebutuhan primer. Kemaslahatan ini erat kaitannya dengan terpeliharanya

unsur agama dan dunia. Keberadaan Mas}lah}ah D}aru>riyat ini bersifat

penting dan merupakan suatu keharusan yang menuntut setiap manusia

terlibat di dalamnya dan merupakan unsur terpenting dalam kehidupan

manusia. Hal ini bisa dipahami sebagai sarana perenungan bahwa pada

hakikatnya manusia tidak bisa hidup dengan tentram apabila kemaslahatan

ini tidak dimilikinya.

2. Mas}lah}ah H{a>jiyat

Mas}lah}ah H{a>jiyat adalah kemaslahatan yang menduduki pada taraf

kebutuhan sekunder. Artinya suatu kebutuhan yang diperlukan oleh

manusia agar terlepas dari kesusahan yang akan menimpa mereka.

Mas{lah{ah H{a>jiyat jika seandainya tidak terpenuhi maka tidak sampai

mengganggu kelayakan, substansi serta tata sistem kehidupan manusia,

namun dapat menimbulkan kesulitan dan kesengsaraan bagi manusia dalam

menjalani kehidupannya.

Contoh sederhana dari mas}lah}ah h}a>jiyat yaitu Allah SWT telah

memberikan keringanan-keringanan dalam beribadah dikhususkan terhadap

mereka yang melakukan perjalanan jauh sehingga mereka mengalami

kesulitan apabila melakukan ibadah secara normal, dalam hal ini menjama’

(50)

3. Mas{lah{ah Tah{s}iniyat

Maslahah Tah{s}iniyat adalah kemaslahatan yang menempati pada

posisi kebutuhan tersier yang dengan memenuhinya dapat menjadikan

kehidupan manusia terhindar dan bebas dari keadaan yang tidak terpuji.

Dengan memenuhi mas{lah{ah ini, seseorang dapat menempati posisi yang

unggul. Ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi mas{lah{ah ini tidak

mengakibatkan rusaknya tatanan.

F. Kehujjahan Mas}lah}ah Mursalah

Dalam kehujjahan Mas}lah}ah Mursalah terdapat perbedaan pendapat di

kalangan ulama ushul diantaranya:

1. Kalangan ulama Malikiyyah dan Hanafiyyah berpendapat bahwa Mas}lah}ah

Mursalah merupakan hujjah syar’iyyah dan dalil hukum Islam. Ada

beberapa argument yang dikemukakan oleh mereka, diantaranya16:

a. Adanya perintah Al-Quran (QS. An-Nisa’ 4:59) agar mengembalikan

persoalan yang diperselisihkan kepada Al-Quran dan As-Sunnah, bahwa

perselisihan itu terjadi karena ia merupakan masalah baru yang tidak

ditemukan dalilnya di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Untuk

memecahkan masalah semacam itu, selain dapat ditempuh lewat metode

qiyas, tentu juga dapat ditempuh lewat metode lain seperti is}tislah}.

Sebab, tidak semua kasus semacam itu dapat diselelsaikan dengan

(51)

metode qiyas. Dengan demikian, ayat tersebut secara tak langsung juga

memerintahkan mujtahid untuk mengembalikan persoalan baru yang

dihadapi kepada Al-Quran dan As-Sunnah dengan mengacu kepada

prinsip Mas}lah}ah yang selalu ditegakkan oleh Al-Quran dan A-Sunnah.

Cara ini dapat ditempuh melalui metode istislah, yakni menjadikan

Mas}lah}ah Mursalah sebagai dasar pertimbangan penetapan hukum

Islam.

b. Hadis Mu’adz bin Jabal. Dalam hadis ini Rasulullah membenarkan dan

memberikan restu kepada Mu’adz untuk melakukan ijtihad apabila

masalah yang perlu diputuskan hukumnya tidak terdapat dalam

Al-Quran dan A-Sunnah, dengan wajh al-istidlal bahwa dalam berijtihad

banyak metode yang bisa dipergunakan. Diantaranya, dengan metode

qiyas, apabila kasus yang dihadapi ada percontohan yang hukumnya

telah ditegaskan oleh nas} syara’ lantaran ada ‘illah yang

mempertemukan.

c. Tujuan pokok penetapan hukum Islam adalah untuk mewujudkan

kemashlahatan bagi umat manusia. Kemashalahatan manusia akan selalu

berubah dan bertambah sesuai dengan kemajuan zaman. Dalam kondisi

semacam ini, akan banyak timbul masalah baru yang hukumnya belum

ditegaskan oleh Al-Quran dan As-Sunnah. Kalaulah pemecahan masalah

baru itu hanya ditempuh melalui metode qiyas maka akan terjadi banyak

masalah baru yang tidak dapat diselesaikan oleh hukum Islam. Hal ini

Referensi

Dokumen terkait

Untuk citra pemandangan di depan traktor dengan rintangan berupa manusia yang diambil dari jarak 2 meter seperti pada Gambar 4.16 dan Gambar 4.17, setelah

analisis data menunjukkan hipotesis yang diajukan diterima, yakni adanya hubungan positif antara konsep diri dengan perilaku prososial pada karyawan cleaning service , yang

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

dalam penelitian untuk meningkatkan kinerja perusahaan di masa yang akan. datang yang ditunjang dengan peningkatan pada intellectual capital

Fungsi keanggotaan yang digunakan untuk merepresentasikan variabel tekanan darah tinggi pada himpunan fuzzy tidak pernah, jarang dan sering adalah fungsi

Hal tersebut pada kenyataanya jauh dari yang di harapkan, artinya belum sesuai dengan tujuan pendidikan dalam meningkatkan kualitas manusia seutuhnya,

(dengan hasil uji normalitas Shapiro-Wilk p= 0.078) ji ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat malodor sebelum dan sesudah pencucian luka

Pengenaan pajak atau pemberian subsidi atas suatu barang yang diproduksi/dijual akan mempengaruhi keseimbangan pasar barang tersebut, mempengaruhi harga keseimbangan