• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM POSITIF TERHADAP PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT TENTANG LEGALITAS PRAKTIK POLIGAMI DI BULAK BANTENG WETAN KECAMATAN KENJERAN KOTA SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM POSITIF TERHADAP PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT TENTANG LEGALITAS PRAKTIK POLIGAMI DI BULAK BANTENG WETAN KECAMATAN KENJERAN KOTA SURABAYA."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

KENJERAN KOTA SURABAYA

SKRIPSI Oleh : Melyana Sifa NIM : C01213048

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Fakultas Syari'ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata

Prodi Akhwal Al-Syakhsiyyah

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan tentang “Analisis Hukum Positif Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat Tentang Legalitas Praktik Poligami Di Bulak Banteng Wetan Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya . Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua pertanyaan. Pertama, Bagaimana praktek poligami di Bulak Banteng Wetan Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. Kedua, Bagaimana pandangan tokoh masyarakat terhadap keabsahan dan legalitas praktek poligami di Bulak Banteng Wetan Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasi karena data yang digunakan dalam penelitian ini, diperoleh dari pihak Tokoh Masyarakat Bulak Banteng Wetan melalui proses dokumentasi dan Interview. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir induktif.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa; Pertama, pelaksanaan praktek poligami di Bulak Banteng Wetan dilakukan secara ilegal (diluar prosedur) karena motivasi suami dalam berpoligami tidak masuk dalam kriteria syarat alternatif dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 . Kedua, berdasarkan pandangan dari Tokoh Masyarakat Bulak Banteng Wetan poligami merupakan hal yang diperbolehkan namun bukan contoh yang baik untuk masyarakat dan keluarganya, maka dari itu jika poligami dilakukan tidak sesuai dengan prosedur yang tercantum dalam hukum positif maka tidak ada keabsahan dalam poligami tersebut.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 7

C.Rumusan Masalah ... 8

D.Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 16

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 16

G.Definisi Operasional ... 17

H.Metode Penelitian ... 17

I. Teknik Pengumpulan Data ... 19

J. Teknik Pengolaha Kata ... 19

K. Tehnik Analisis Data ... 20

(8)

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG DASAR HUKUM, ALASAN DAN SYARAT POLIGAMI

A.Dasar Hukum Poligami ... 23

B.Alasan dan Syarat Poligami ... 35

1. Alasan dan Syarat Poligami Menurut Hukum Islam ... 35

2. Alasan dan Syarat Poligami Menurut Hukum positif ... 41

BAB III PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP KEABSAHAN DAN LEGALITAS PRAKTEK POLIGAMI DI BULAK BANTENG WETAN KECAMATAN KENJERAN KOTA SURABAYA A.Gambaran Umum Bulak Banteng Wetan Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya 1. Kondisi Geografis ... 47

2. Kondisi Demografis ... 48

B.Daftar Pelaku Poligami Di Bulak Banteng Wetan Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya ... 50

C.Faktor Pendorong Pelaku Poligami 1. Faktor HawaNafsu ... 51

2. Faktor Keturunan ... 52

3. Faktor Sosial ... 53

D.Tata Cara Poligami Di Bulak Banteng Wetan ... 53

E. Pandangan Tokoh Masyarakat Bulak Banteng Wetan Terhadap Praktik Poligami ... 56

F. Dampak Positif dan Negatif Poligami Menurut Tokoh Masyarakat di Bulak Banteng Wetan ... 59

BAB IV ANALISIS HUKUM POSITIF TERHADAP PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT TENTANG LEGALITAS PRAKTiK POLIGAMI DI BULAK BANTENG WETAN KECAMATAN KENJERAN KOTA SURABAYA A.Analisis Praktik Poligami Di Bulak Banteng Wetan Kecamatan Kenjeran Kota surabaya ... 61

(9)

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 68 B.Saran-saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Segala sesuatu di alam wujud ini diciptakan oleh Allah SWT secara

berpasang-pasangan. Ada surga ada neraka, ada langit ada bumi, ada siang

ada malam, ada laki-laki ada perempuan dan seterusnya. Sebagaimana

firman Allah :

نق َو

َنوُ َ َ َت ۡ ُكَ َعَل ق َۡۡجۡوَز اَنۡ

َ َخ ٍءۡ ََ قك ُك

٩

Artinya :“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan

agar kamu mengingat (kebesaran Allah)”. (Q.S..Az} -Z}a>riya>t, 49).1

Al-Qur’>an menjelaskan, bahwa manusia secara naluri disamping

mempunyai keinginan terhadap anak keturunan, harta kekayaan, dan

seterusnya, juga sangat menyukai lawan jenisnya. Untuk memberikan jalan

keluar yang terbaik tentang hubungan manusia yang berlainan jenis itu

supaya dapat menyalurkan kebutuhan yang pokok (kebutuhan biologis)

secara terhormat, maka Islam menetapkan suatu kebutuhan yang harus

dilalui, yaitu perkawinan.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

ditegaskan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

(11)

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa. Islam sendiri tidak pernah mengajarkan kepada umatnya

untuk memerangi atau mematikan hasrat seksualnya, namun juga tidak

membiarkan manusia bebas mengumbar nafsu seenaknya.2 Agama Islam

dalam mensyariatkan perkawinan sebagai salah satu sarana terbentuknya

keluarga yang pada tahap selanjutnya akan melahirkan keturunan yang sah.

Dari perkawinan ini pula akan diharapkan terciptanya kemaslahatan

masyarakat. Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun

1974 disebutkan bahwa pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria

hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh

mempunyai seorang suami.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

Undang-undang No.1 Tahun 1974 menganut asas perkawinan “monogami”,

tetapi bagi orang-orang tertentu yang menurut peraturan agama yang

dianutnya diizinkan untuk beristri lebih dari seorang. Undang-undang

perkawinan memberikan pengecualian dengan cara yang cukup berat.

Dalam syari’at Islam, lebih disukai bila laki-laki hanya mempunyai

seorang istri, bahkan kalau mungkin ia tetap mempertahankan sampai akhir

hayatnya. Perkawinan yang diajarkan Islam harus menciptakan suasana yang

saki}nah, mawaddah, dan rah>mah. Suasana yang sulit dilaksanakan

seandainya seorang suami memiliki istri lebih dari seorang. Keadilan sebagai

2 Muhammad Kasim Mugni, Kiat Menyelamatkan Cinta: Pendidikan Seks Bagi Remaja Muslim,

(12)

syarat terciptanya kerukunan di antara istri-istri, sangat sulit untuk

dilaksanakan.3

Firman Allah SWT :

ۡنِ

قِ

لاوُطقسۡ ُت َََأ ۡ ُ ۡفقخ

ٰ َمٰ َتَ

ۡٱ

ۡ

َف

لاوُحقكنٱ

َنقك ُكَل َبا َط اَ

قءما َسقكنلٱ

َۡ

اَ ۡو

َ

ث ًةَ قحَٰ َف

لاوُ ق ۡعَت َََأ ۡ ُ ۡفقخ ۡنقإَف َۖعَٰبُرَو َ َٰ ُ َو ٰ ََ

لاوُ وُعَت

َ

َ

أ ٓ ََۡل

َ

َ

ث َ ق ٰ َذ ۚۡ ُكُنٰ َ ۡي

أ ۡتَ َ َ

َ

٣

Artinya :“Jika kamu khawatir akan tidak mampu berlaku adil

terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua,tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak mampu berlaku adil,4 maka (nikahilah) seorang saja,5 atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki.6 Yang

demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.”

(Q.S..An-Nisa>’,3).7

Ayat tersebut menjelaskan tentang kebolehan poligami tetapi dengan

syarat berlaku adil. Dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974, secara ketat

telah mengatur tatacara perkawinan poligami. Suami yang akan melakukan

poligami harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah

dengan segala macam persyaratan yang harus dipenuhi, begitu pula dengan

Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan poligami harus mengikuti

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan

Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Poligami yang dilakukan sekarang ini

3 Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam ,(Bandung: Pustaka Setia, 2000), 113. 4 Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam memenuhi kebutuhan istri seperti: pakaian,

tempat, giliran. Dan lain-lain yang bersifat lahiriah dan batiniah. Lihat di Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya ..., 78

5 Islam membolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turun ayat ini poligami

sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW... ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja. Lihat di Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan

Terjemahnya .,78

6 Hamba sahaya dan perbudakan dalam pengertian ini pada saat sekarang sudah tidak ada.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya ..., 78

(13)

lebih banyak mengandung madharat dari pada manfaatnya bagi kedua

keluarga karena dalam melakukan poligami mereka tidak mengikuti aturan

dan prosedur yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

Para modernis berpendapat, bahwa jika dipelajari ayat-ayat yang

berhubungan dengan poligami, jelas terlihat maksudnya ayat berpesan

“Nikahilah wanita yang baik bagimu dua, tiga atau empat, tetapi jika kamu

khawatir tidak dapat berbuat adil, cukup satu saja”. Kemudian disebutkan

dalam al-Qur’>an sendiri, karena tidak ada suami yang dapat berlaku adil di

antara istri-istrinya, al-Qur’>an melarang poligami sebagai sebuah aturan

umum. Al-Qur’an surat an-Nisa>’ ayat 129 lebih jauh berpesan kepada kita,

”bahwa kamu tidak akan pernah dapat berlaku adil di antara para istri

-istrimu bagaimanapun kamu inginkan untuk berlaku adil. Karena itu jangan

condong kepada salah satu yang menyebabkan istri yang lain terabaikan.

Para modernis berpendapat bahwa bagian pertama dari ayat ini mendukung

pandangan mereka yang melarang poligami yang menyatakan, seorang suami

tidak akan dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya. Sebaliknya para pemikir

konservatif merasa didukung oleh bagian kedua dari ayat tersebut, karena

al-Qur’>an menyuruh untuk tidak terlalu cenderung (condong) kepada salah satu

yang mengakibatkan istri yang lain terabaikan, berarti al-Qur’>an

membolehkan poligami. Sebagian kelompok menentang penafsiran para

modernis tentang arti kata ‘adil’ dan berkata bahwa kata ‘adil’ disini berarti

(14)

memberikan sejumlah uang kepada salah satu istrinya, suami juga harus atau

wajib memberikan kepada istrinya yang lain.8

Meskipun demikian, ini bukan berarti tidak ada permasalahan yang

ditimbulkan, oleh adanya poligami di dalam masyarakat. Sejak lahirnya

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun

1975 masalah poligami lebih diperketat. Maka poligami merupakan salah

satu hal yang tidak disenangi, karena poligami cenderung menimbulkan

persoalan-persoalan dalam kehidupan rumah tangga dan keluarga. Tanggung

jawab moral dan material seorang suami yang beristri lebih dari seorang

adalah lebih berat dibandingkan dengan suami yang beristri hanya satu. Oleh

karena itu, undang-undang menetapkan bahwa poligami baru dapat

dilakukan apabila ada izin dari Pengadilan.

Sebagaimana yang di sebutkan dalam Undang-undang No. 1 Tahun

1974 Pasal 3 ayat (2) yang berbunyi “Pengadilan dapat memberi izin kepada

seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh

pihak-pihak yang bersangkutan”.

Adapun alasan-alasan dibolehkannya poligami yang menjadi dasar

Pengadilan memberikan izin poligami menurut Pasal 41 huruf a Peraturan

Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yaitu :

1. Bahwa istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.

8 Khoiruddin Nasution, Fazlur Rahman tentang Wanita (Yogyakarta: Academia& Tazzafa,

(15)

2. Bahwa istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan.

3. Bahwa istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Namun demikian dalam praktek hukum di masyarakat tidak semua

golongan masyarakat menyadari akan pentingnya pemberian izin dari

Pengadilan Agama untuk berpoligami. Hal ini misalnya terjadi pada

masyarakat Bulak Banteng Wetan Kec. Kenjeran Kota Surabaya yang

beragama Islam.

Masyarakat Bulak Banteng Wetan Kec. Kenjeran Kota Surabaya

walaupun kebanyakan mereka melakukan perkawinan monogami, tetapi

perkawinan poligami juga banyak dilakukan dengan alasan suka sama suka,

karena seringnya bertemu baik itu dalam lingkungan kerja maupun adanya

suatu kepentingan yang sama, disebabkan kondisi ekonomi, dan karena

mengejar status sosial, alasan ini jelas tidak sesuai dengan ketentuan

undang-undang.9

Berdasarkan hasil observasi, tokoh masyarakat di Bulak Banteng

Wetan Kecematan Kenjeran Kota Surabaya sebagian dapat menerima

adanya praktik poligami dan sebagian lainnya tidak dapat menerima

poligami dan tidak sedikit pula masyarakat yang masih kurangnya

pengetahuan tentang poligami, sehingga dalam melakukan poligami tersebut

di luar prosedur yang telah ditetapkan atau dilaksanakan di bawah tangan

(tidak resmi).

(16)

Yang dimaksud Tokoh masyarakat yang ada di Bulak Banteng

memiliki profesi sebagai Ustadz, Ketua RT, Ketua RW, Mudin, Ta’mir

Masjid. Dan sebagian besar masyarakat di Bulak Banteng Wetan Kec.

Kenjeran Kota Surabaya memiliki penghasilan dari berdagang, Sopir,

Serabutan, tetapi ada juga yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil,

adapula bekerja di luar daerah.

Bagi yang bekerja sebagai pengusaha ada sebagian yang melakukan

pernikahan yang baru tanpa diketahui istri yang pertama, pernikahan mereka

dilakukan secara ilegal dengan alasan-alasan tertentu, misalnya dengan

alasan karena tertarik pada wanita lain karena kecantikannya atau hanya

untuk memuaskan nafsu syahwatnya atau merasa kasihan kepada wanita lain

dengan alasan daripada berzina yang dapat merusak norma agama, atau bagi

pekerja luar daerah sebab jauh dari istrinya, sehingga suami lebih memilih

untuk menikahinya meski tanpa izin istri pertama.10

Dengan latar belakang tersebut di atas penyusun tertarik untuk melihat

secara jelas dengan mencoba melakukan penelitian tentang Analisis Hukum

Positif Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat Tentang Praktik Poligami Di

Bulak Banteng Wetan Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya.

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

(17)

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan penulis di atas, maka

dapat ditulis identifikasi masalah sebagai berikut :

a. Alasan dan Syarat Poligami.

b. Praktik Poligami Di Bulak Banteng Wetan Kecamatan Kenjeran Kota

Surabaya.

c. Analisis Hukum Positif Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat

Tentang Legalitas Praktik Poligami di Bulak Banteng Wetan

Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya.

2. Batasan Masalah

Dari identifikasi tersebut penelitian ini dibatasi pada masalah

berikut:

a. Praktik Poligami Di Bulak Banteng Wetan Kecamatan Kenjeran Kota

Surabaya.

b. Analisis Hukum Positif Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat

Tentang Legalitas Praktik Poligami di Bulak Banteng Wetan

Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Praktik Poligami Di Bulak Banteng Kecamatan Kenjeran

Kota Surabaya ?

2. Bagaimana Analisis Hukum Positif Terhadap Pandangan Tokoh

Masyarakat Tentang Legalitas Praktik Poligami di Bulak Banteng Wetan

(18)

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka bertujuan untuk menarik perbedaan mendasar antara

penelitian yang dilakukan dengan kajian atau penelitian yang pernah

dilakukan sebelumnya. Sebenarnya sudah banyak litelatur yang membahas

tentang Poligami. Tetapi, dalam hal ini peneliti melakukan pembahasan

tentang “Analisis Hukum Positif Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat

Tentang Legalitas Praktik Poligami di Bulak Banteng Wetan Kecamatan

Kenjeran Kota Surabaya”.

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, ada beberapa

penelitian yang serupa mengkaji tentang Poligami. Penelitian Tersebut

antara lain adalah sebagai berikut :

1. Skripsi Nurika Viqi Lestari, yang berjudul “Analisis Hukum Islam

Terhadap Implementasi Pembagian Nafkah Suami Berpoligami Di Desa

Kedung Banteng Kecamatan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo”. Skripsi

ini membahas mengenai masyarakat gang wayodalam pembagian nafkah

ada yang hanya memberi uang secara rutin kepada para istri-istrinya

namun tidak dapat adil menggilir bermalam kepada istri-istrinya, ada

yang tidak memberikan nafkah uang secara menetap karena keterbatasan

dalam penghasilannya dan ada yang adil dalam memberikan uang dan

menjatah hari dalam menggilir bermalamnya11. Perbedaannya adalah

pembahasan diatas membahas mengenai Implementasi Nafkah Suami

11

(19)

Berpoligami sedangkan penulis membahas tentang bagaimana praktik

poligami yang ada di daerah bulak banteng wetan serta legalitas poligami

yang ada di bulak banteng wetan kecamatan kenjeran kota surabaya.

2. Skripsi Nur Hasanah, yang berjudul “Adil Dalam Poligami Pada

Masyarakat Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Ditinjau Dari

Prespektif Imam Syafi’i”. Skripsi ini menjelaskan tentang pemikiran

Imam-Imam madzhab terhadap keadilan poligami dan budaya poligami

para kyai yang merupakan kajian disalah satu desa.12 Dan perbedaannya

pembahasan penulis adalah mengambil pendapat dari para tokoh

masyarakat yang ada di bulak banteng wetan dan dikaji menurut

keabsahan dan legalitas yang ada di UU No 1 Tahun 1974.

3. Skripsi Khoiriyah Ulfa Berjudul “Perbandingan Antara Fiqh Dengan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Terhadap

Pelaksaan Poligami”. Skripsi ini menjelaskan bahwa menurut ahli Fiqh

dan UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan kedua-duanya sama-sama

membolehkan poligami dengan mempersulit pelaksanaannya dan

keduanya sama-sama berpendapat bahwa suami harus bisa berbuat adil,

dan mampu memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Alasan

keduanya membolehkan karena istri tidak memperoleh keturunan, istri

tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri. Perbedaannya, (1) ahli

fiqh menganut asas poligami bersyarat sedangkan UU No 1 Tahun 1974

menganut asas poligami terbuka. (2) syarat poligami menurut UU No 1

12Nur Hasanah, “Adil Dalam Poligami Pada Masyarakat Kecamatan Puri Kabupaten Lamongan

(20)

Tahun 1974 harus ada ijin dari pengadilan, apabila dikehendaki oleh

pihak-pihak yang bersangkutan, sedangkan bagi ahli fiqh persyaratan

tersebut tidak dicantumkan secara langsung.13 Perbedaannya adalah

penulis akan memaparkan tentang bagaimana tokoh masyarakat

memandang poligami dengan tidak membandingkan antara KHI dan UU

No 1 tahun 1974 tetapi menganalisis bagaimana legalitas poligami yang

ada di bulak banteng wetan dengan cara menela’ah melalui Hukum

Positif.

4. Skripsi Henrik Suprianto yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap

Alasan-Alasan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pasuruan Studi

Putusan Hakim Di Pengadilan Agama Pasuruan Tahun 2007”. Skripsi ini

menjelaskan bahwa pemohon mengajukan Izin Poligami dengan lima

alasan diantaranya : (1) karena istri tidak dapat menjalankan

kewajibannya sebagai seorang istri, istri mendapat cacat badan atau

penyakit yang tidak dapat disembuhkan, istri tidak dapat melahirkan anak

(istri sakit). (2) Karena istri sering merasa kelelahan sehingga kurang

dalam menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri sering tidak mau

diajak kumpul tidur oleh Suami. (3) karena istri kurang dapat memuaskan

Suami saat melakukan hubungan suami istri/badan, dan karena termohon

menyadari kurang mampu melayani suami, Termohon akhirnya menyuruh

suami kawin lagi. Masalah poligami menurut hukum islam memang

13 Khoiriyah Ulfa, “Perbandingan Antara Fiqh Dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

(21)

berangkat dari masalah kesadaran, prinsip kesadaran, prinsip Mu’asyarah

bil Ihsan yakni perlakuan baik terhadap keluaga. Jadi. Dengan demikian

sebaiknya bila ingin menjalani kehidupan poligaminya secara sakinah

hendaklah memusyawarahkan hal itu dengan istri. Bahkan dapat pula

didorong desakan kondisi kebutuhan darurat dan memenuhi kriteria

poligami.14 Perbedaannya adalah penulis membahas tentang bagaimana

praktik poligaminya sedangkan pembahasan yang diatas membahas

tentang izin berpoligami di Pengadilan Agama.

5. Skripsi Nur Chabibah yang berjudul “Studi Ananlisis Hukum Islam

Terhadap Pemikiran Amina Wadud Tentang Tidak Diperbolehkannya

Poligami”. Skripsi ini menjelaskan bahwa pendapat Amina Wadud

tentang tidak diperbolehkannya poligami karena memang alasan-alasan

yang selama ini diyakini, tidak pernah ada dalam al-Quran. Dengan

pemikiran poin penting yang dapat diambil dari pemikiran Amina Wadud

adalah adanya upaya untuk membongkar pemikiran lama dan mitos-mitos

lama yang dibangun oleh budaya patriarkhi. Upaya ini dimulai dengan

melakukan rekonstruksi metodologi tafsirnya, adanya mitos-mitos dan

penafsiran yang bisa patriarkhi dapat menyebabkan ketidakadilan gender

dalam kehidupan masyarakat dan tidak sesuai dengan prinsip dan dasar

semangat Al-Quran.15 Perbedaan dengan pembahasan yang penulis

14 Henrik Suprianto, “Ananlisis Hukum Islam Terhadap Alasan-Alasan Izin Poligami Di

Pengadilan Agama Pasuruan Studi Putusan Hakim Di Pengadilan Agama Pasuruan Tahun 2007” (Skripsi--- UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009).

15Nur Chabibah, “Studi Anilis Hukum Islam Terhadap Pemikiran Amin Wadud Tentang Tidak

(22)

paparkan dalam skripsi ini adalah bukan ketidakbolehan berpoligami,

karena penulis akan meminta pendapat terhadap tokoh masyarakat jadi

bukan masalah boleh dan tidak boleh, tetapi bagaimana legalitas dari

poligami di daerah bulak banteng wetan kecamatan kenjeran kota

surabaya.

6. Skripsi Inneke Dwi Shanti yang berjudul “Penolakan Permohonan Izin

Poligami Terhadap Wanita Hamil Di Luar Nikah (Studi Kasus No.

68/Pdt.G/2003/PA. Mlng)”. Skripsi ini menjelaskan bahwa hakim

menolak permohonan izin poligami terhadap wanita hamil diluar nikah

karena dasar pertimbangan hukum hakim adalah fakta hukum, bahwa

permohonan bukan laki-laki yang menghamili waniya yang akan

dinikahinya dan Pemohon mempunyai istri yang sehat jasmani dan rohani,

tidak cacat fisik atau berpenyakit yang sulit disembuhkan dan tetap dapat

melayani Pemohon serta dapat memberikan keturunan. Hakim

menegaskan bahwa permohonan izin yang dilakukan Pemohon tidak

mendatangkan kemaslah}atan, tetapi menimbulkan kemud}aratan.

Sedangkan dalam menentukan suatu hukum, mencegah kemud}aratan

harus didahulukan dari pada menciptakan kemaslah}atan. Jadi hakim

memandang bahwa permohonan izin tersebut tidak memenuhi

unsur-unsur dan syarat-syarat poligami.16 Perbedaannya adalah pembahasan

penulis membahas tentang pendapat tokoh masyarakat yang berada di

16 Inneke Dwi Shanti, “Penolakan Permohonan Izin Poligami Terhadap Wanita Hamil Diluar

(23)

daerah bulak banteng wetan tentang praktek poligami dengan Analisis

Hukum Positif.

7. Skripsi Lu’luul Mukarromah yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap

Perkawinan Seorang Suami Yang Berpoligami Tanpa Izin Istri Pertama :

Studi Kasus Didesa Pataonan Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan.”

Skripsi ini menjelaskan bahwa “Poligami Tanpa Izin Istri Pertama” yang

menjadikan sebagai praktek poligami ini terjadi dikarenakan suaminya

telah mencintai perempuan lain, akan tetapi juga dijelaskan dalam

Undang-Undang No. 01 Tahun 1974 pada pasal 4. Tetapi pada kasus nya

istri tidak mengalami permasalah yang telah dijelaskan oleh pasal 4, dan

dalam kasus ini juga suaminya memalsukan identitasnya kepada pihak

KUA padahal status suami disini telah mempunyai istri dan juga memiliki

2 orang anak, dan juga disini suami yang memberikan mahar kepada istri

keduanya itu menggunakan seekor sapi. Padahal sapi yang dibuat mahar

itu adalah harta bawaan dari istri pertama.17 Perbedaannya adalah dari sisi

pendapat masyarakat dalam memandang poligami serta bagaimana

legalitas poligami yang ada di bulak banteng wetan kecamatan kenjeran

kota surabaya.

8. Skripsi Nurul Hevy Amalia yang berjudul “Pola Komunikasi Keluarga

Poligami Studi Kasus Poligami Di Jalan Wayo Desa Kedung Banteng

Kecamatan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo.” Yang Skripsi ini

17 Lu’luul Mukarromah, “Analisis Yuridis Terhadap Perkawinan Seorang Suami Yang

(24)

menjelaskan bahwa pola komunikasi yang di lakukan secara tatap muka

langsung antara anggota keluarga satu kepada yang lainnya. Dimana

komunikasi berjalan melalui kepala keluarga ke anggota keluarga

poligami lainnya sehingga dapat terbangun keharmonisan atau kerukunan.

Dengan seringnya dilakukan komunikasi antarpribadi seperti saat

berkumpul atau saat bertemu istri-istri dan putra-putrinya dari situlah

muncul rasa saling terbuka antar anggota keluarga. Kedua istri dan

putra-putrinya merasa nyaman, tenang, dan tidak ada hal yang harus ditutupi

sehingga komunikasi yang dilakukan menjadi terbuka, jujur, tidak ada

yang merasa dicurigai dan dicurigakan. Cinta dan kasih sayang semakin

terbangun dalam keluarga poligami.18

Pembahasan dalam penelitian ini berbeda dengan pembahasan

yang dilakukan sebelum-sebelumnya, karena selama melakukan

peninjauan pustaka ini penulis sama sekali belum menemukan penelitian

tentang analisi hukum positif terhadap pandangan tokoh masyarakat

terhadap praktik poligami. Maka, penulis membahas masalah tersebut

dengan judul “Analisis Hukum Positif Terhadap Pandangan Tokoh

Masyarakat Tentang Legalitas Praktik Poligami di Bulak Banteng Wetan

Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya”.

18 Nurul Hevy Amalia, “Pola Komunikasi Keluarga Poligami Studi Kasus Poligami Di Jalan

(25)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan masalah yang peneliti kaji dari penelitian ini,

maka penulisan penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mendeskripsikan praktik poligami di Bulak Banteng Wetan Kec.

Kenjeran Kota Surabaya.

2. Untuk Mengetahui Analisis Hukum Positif Terhadap Pandangan Tokoh

Masyarakat Tentang Legalitas Praktik Poligami di Bulak Banteng Wetan

Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya

F. Kegunaan Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sekurang-kurangnya

meliputi dua aspek, antara lain:

1. Aspek Teoretis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka

mengembangkan dan memperkaya khazanah pengetahuan, terutama

pengetahuan yang berkaitan dengan perkawinan poligami.

b) Dapat menambah Khasanah ilmu sosial Khususnya Ilmu Hukum.

c) Menjadi refleksi sehingga dapat dibaca oleh siapa saja yang membuat

untuk mengetahui tentang analisis hukum positif terhadap pandangan

tokoh masyarakat tentang praktik poligami di bulak banteng wetan

kecamatan kenjeran kota surabaya.

2. Aspek Praktis

(26)

Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang timbul di

kalangan masyarakat, baik yang bersifat penafsiran, pemahaman maupun

kasus-kasus di sekitar poligami, sehingga nantinya dapat menjadi

pegangan bagi masyarakat khususnya masyarakat Bulak Banteng Wetan

Kec. Kenjeran Kota Surabaya.

G. Definisi Operasional

Untuk memudahkan pemahaman pembaca dalam penulisan penelitian

ini, serta untuk menghindari kesalahpahaman, maka peneliti menguraikan

beberapa istilah,antara lain:

1. Hukum Positif adalah Hukum yang diambil dari Hukum Indonesia yaitu

UU No. 01 Tahun 1974 dan KHI (Kompilasi Hukum Islam)

2. Pandangan Tokoh Masyarakat adalah orang yang memiliki kedudukan di

dalam masyarakat seperti Ustadz, Ustadzah, Ketua RW, Ketua RT,

Mudin, Ta’mir Masjid.

3. Praktek Poligami, Praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami (sesuai

dengan jenis kelamin orang yang bersangkutan

H. Metodelogi penelitian

Penelitian ini bersifat lapangan, yaitu di Bulak Banteng Wetan

Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. Oleh karena itu, supaya penulis dapat

menyusun dengan benar maka penulis menggunakan metode penulisan yaitu

:

(27)

Terkait dengan rumusan masalah diatas, maka dalam penelitian ini

data yang dikumpulkan yaitu :

a. Data tentang praktek poligami di Bulak Banteng Wetan Kecamatan

Kenjeran Kota Surabaya.

b. Data tentang Analisis Hukum Positif Terhadap Pandangan Tokoh

Masyarakat Tentang Praktik Poligami Di Bulak Banteng Wetan

Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penulisan penelitian ini antara lain :

a. Sumber Primer

Sumber Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari

sumbernya,19

1) Obyek penelitian, mengenai obyek penelitian ini tepatnya di Bulak

Banteng Wetan Kecamatan Kenjeran Kota surabaya.

2) Subjek Penelitian, subyek penelitiannya yaitu tokoh masyarakat dan

pelaku poligami.

b. Sumber Sekunder

Sumber Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari

dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian,

hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan

peraturan perundang-undangan.20

I. Teknik Pengumpulan Data

(28)

Adapun untuk memperoleh data yang akurat dan dibutuhkan oleh

peneliti sesuai dengan judul penelitian, maka dalam pengumpulan data

peneliti menggunakan beberapa metode sebagaimana berikut :

a. Observasi, Metode observasi ini penyusun gunakan untuk menggali data

dengan jalan pengamatan terhadap pelaku pelaku poligami, keadaan, dan

kondisi Bulak Banteng Wetan Kec. Kenjeran Kota Surabaya.

b. Interview, yaitu melakukan wawancara dan tanya jawab dalam penelitian

yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau bertatap muka

mendengar secara langsung informasi-informasi atau

keterangan-keterangan.21

J. Teknik Pengolahan Data

Untuk mensistematisasikan data yang telah dikumpulkan dan

mempermudah peneliti dalam melakukan analisa data, maka peneliti

mengelolah data tersebut melalui beberapa teknik, dalam hal ini data yang

diolah merupakan data yang telah terkumpul dari beberapa sumber adalah

sebagai berikut:22

a. Editing, yaitu mengedit data-data yang sudah dikumpukan. Teknik ini

digunakan oleh peneliti untuk memeriksa atau mengecek sumber data

yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data, dan memperbaikinya

apabila masih tedapat hal-hal yang salah.

21 Cholid Narkubo, Metodelogi Penelitian, (Jakarta, Bumi Akasara, 1997), 56.

22 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rieneka

(29)

b. Coding, yaitu pemberian kode dan pengkatagoresasian data. Peneliti

menggunakan teknik ini untuk mengkatagoresasikan sumber data yang

sudah dikumpulkan agar terdapat relevansi dengan pembahasan dalam

penelitian ini.

c. Organizing, yaitu mengorganisasikan atau mensistematisasikan sumber

data. Melalui teknik ini, peneliti mengelompokkan data-data yang telah

dikumpulkan dan sesuai dengan pembahasan yang telah direncanakan

sebelumnya.

K. Teknis Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat

diinformasikan ke orang lain.23

Setelah data terkumpul, maka selanjutnya diadakan analisis secara

kualitatif dengan pola induktif, yakni berangkat dari pengetahuan yang

bersifat khusus untuk menilai sesuatu yang bersifat umum.

L. Sistematika Pembahasan

Dalam sistematika pembahasan ini akan diuraikan secara garis besar

materi yang dibahas supaya diketahui gambaran mengenai skripsi ini dan

supaya pembahasan skripsi ini lebih sistematis, yaitu sebagai berikut :

Bab pertama, merupakan pendahuluan, yang berisi hal-hal yang

sifatnya mengatur bentuk-bentuk dan isi skripsi, mulai dari latar belakang

(30)

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,

tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metodelogi

penelitian dan sistematika pembahasan untuk mengarahkan para pembaca

kepada substansi penelitian ini.

Bab kedua, mengeksplorasi pengertian, dasar hukum, alasan-alasan dan

syarat-syarat poligami ditinjau dari KHI dan Undang-undang No.1 Tahun

1974 tentang poligami. Uraian ini diletakkan dalam bab kedua dengan

maksud untuk mengetahui hukum poligami secara jelas, sehingga dapat

dijadikan acuan untuk melangkah pada bab berikutnya.

Bab ketiga, mendeskripsikan tentang praktik poligami di Bulak

Banteng Wetan Kec. Kenjeran Kota Surabaya, yang meliputi gambaran

umum masyarakat di Bulak Banteng Wetan Kec. Kenjeran Kota Surabaya,

faktor pendorong para pelaku poligami dan tata cara poligami di Bulak

Banteng Wetan Kec. Kenjeran Kota Surabaya.

Bab keempat, penyusun menganalisis terhadap pandangan tokoh

masyarakat tentang legalitas praktik poligami di Bulak Banteng Wetan Kec.

Kenjeran Kota Surabaya.

Bab kelima, merupakan bab penutup, berisi tentang kesimpulan dan

(31)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS TENTANG DASAR HUKUM, ALASAN

DAN SYARAT POLIGAMI

A. Dasar Hukum Poligami

Poligami adalah mengawini beberapa wanita/istri di waktu yang

bersamaan. Berpoligami berarti menjalankan (melakukan) poligami. Istilah

Poligami sama dengan poligyni, yaitu mengawini beberapa wanita dalam

waktu yang sama. Lawan kata Poligami adalah Poliandri yaitu menikahi

beberapa laki-laki dalam waktu yang sama.1

Menurut Mahmud Syaltut, mantan rektor Universitas al-Azhar, Kairo,

Mesir, “Hukum Poligami adalah mubah. Poligami diperbolehkan selama

tidak dikhawatirkan terjadinya penganiayaan terhadap para istri. Jika

terdapat kemungkinan terjadinya penganiayaan dan untuk melepaskan diri

dari kemungkinan dosa yang dikhawatrikan itu, dianjurkan atau

direkomendaikan agar mencukupkan beristri satu orang saja. Dengan

demikian menjadi jelas, bahwa kebolehan dan ketiadaan kekhawatiran

penganiayaan terhadap para istri.”2

Seorang muslim yang benar-benar mengerti tentang isi kandungan

al-Quran, baik itu seorang laki-laki yang mendukung poligami maupun seorang

wanita yang menolak poligami, pasti tidak akan mengesampingkan sebuah

ayat dalam al-Quran, yakni surat an-Nisa>’ ayat 3. Diakui atau tidak, seorang

(32)

suami memang disahkan untuk melakukan pernikahan lebih dari satu wanita.

Dan inilah yang sering dijadikan dalil (hujjah) bagi laki-laki untuk menikah

lagi. Mereka menjadikan ayat ini sebagai dasar hukum halalnya poligami3 :

َقف

َلاݠُحق ݛٱ

َ

َ قݚقكݘَݗُ قلَ قبܛ قطَܛقݘ

َقءمܛ قسقكنلٱ

َ

َۖقعٰقبُرقوَ قܣٰ

ق ُܤقوَٰ قَۡܥقݘ

Artinya: “ Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua

tiga atau empat”. (Q.S..An-Nisa>’, 3)

Dalil naqli yang selalu dijadikan landasan pembenaran bagi kebolehan

berpoligami dikalangan sebagian umat islam adalah surah an-Nisa>’

(perempuan) ayat 3, yang didalamnya terkandung pembicaraan tentang anak

yatim. Surah an-Nisa>’, salah satu surah yang diturunkan di Madinah, terdiri

dari 176 ayat, merupakan surah terpanjang setelah al-Baqarah. Surah itu

diberi nama an-Nisa>’ karena kandungannya banyak memuat penjelasan ha;

-hal yang berkaitan dengan perempuan. Untuk memahami secara baik dan

benar mengenai apa yang terkandung di dalam ayat tersebut hendaknya

diresapi dahulu makna dua ayat sebelumnya, ayat pertama dan kedua dari

surah dimaksud4. Ayat pertama berbunyi :

ܛقݟ܆ي

أٓ قي

ق

َ

َ ُسܛ܅نٱ

َ

َلاݠُݐ܅تٱ

َ

َُݗُ ܅بقر

يق

َٱ

܅

َ

َܛقݟقجۡوقزَܛقݟۡݜقݘَ قݎقݖقخقوَلةقدقحٰ قوَ لسۡݍ܅نَݚقكݘَݗُ قݐ

قݖقخ

َقوَۚمء

مܛقسقنقوَامرقܥقݒَ مٗܛقجقرَܛقݙُݟۡݜقݘَ ܅ܣقبقو

َلاݠُݐ܅تٱ

َ

َق ܅ّٱ

َ

يق

َٱ

܅

َ

َقݝقܝَ قنݠ

ُ قءمܛقسقت

ۦَ

َقو

َۚقمܛقحۡر

ق ۡ

ۡٱ

َ

َ ܅نقح

َق ܅ّٱ

َ

َقرَۡݗُ ۡيقݖقعَقن قَ

ܛمܞيق

َ

َ

َ

Artinya : “Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah

menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan

3 Isnaeni Fuad, Berpoligami Dengan Aman, (Jombang: Lintas Media), 8

(33)

(Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri) nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya

Alllah selalu menjaga dan mengawasimu”. (Q.S..

An-Nisa>’, 4:1)5

Ayat di atas berisi peringatan agar manusia bertakwa kepada Allah.

Bahkan, peringatan itu diulang dua kali. Pertama, manusia diperingatkan

bertakwa kepada Allah sebagai perwujudan dari kesadaran dirinya sebagai

makhluk dan kesadaran bahwa sesungguhnya Allah Maha Pencipta. Kedua,

manusia diperingatkan bertakwa kepada Allah karena atas nama-Nya

manusia saling meminta satu sama lain6. Selanjutnya ayat kedua berbunyi :

َلاݠُتاقءقو

َ

َٓ قمٰ قتق

ۡٱ

ۡ

َ

َلاݠُ ܅دقܞقتقتَ

ٗقوَۖۡݗُݟ

ق

ق ٰ ق ۡݘقث

َقܣيقܞق

ۡٱ

ۡ

ََقܝ

َ قܜقكي ܅طلٱ

َ

َٓ

َقحَ ۡݗُݟ

ق

ق ٰ ق ۡݘقثَلامݠُݖُ ۡأقتَ قٗقو

َُݝ܅ݛقحَۚۡݗُ قلٰق ۡݘ

ق

ث

ۥَ

َامرقܞ

قݒَܛمبݠُحَقنقَ

َ

Artinya : “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka, janganlah kamu menukar yang baik dengan harta yang buruk, dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar.”

(Q.S.. An-Nisa>’, 4:2)7

Ayat tersebut berisi penegasan agar berlaku adil, terutama terhadap

anak-anak yatim. Kehidupan bangsa arab pada masa jahiliyah tidak pernah

sepi dari peperangan, baik peperangan antarsuku maupun antar bangsa. Pola

kehidupan demikian menyebabkan banyaknya jumlah anak yatim karena

ayah-ayah mereka gugur dimedan perang. Dalam tradisi Arab jahiliya

(34)

pemeliharaan anak-anak yatim menjadi tanggung jawab walinya. Para wali

berkuasa penuh atas diri anak yatim yang berada dalam perwaliannya,

termasuk menguasai harta-harta mereka sampai anak yatim itu dewasa dan

sudah mampu mengelola sendiri harta mereka.

Akan tetapi, realitas yang ada menunjukan tidak sedikit para wali yang

kemudian berlaku curang terhadap anak-anak yatim yang berada dalam

perlindungannya dengan tidak memberikan harta mereka walaupun mereka

sudah dewasa dan mampu menjaga hartanya sendiri. Kecurangan lain yang

dilakukan wali adalah menukar barang-barang anak yatim yang baik yang

tercampur di dalam harta mereka. Tradisi jahiliyah yang keji dan tidak adil

itu rupanya berlanjut kemasa awal islam dan ayat ini tampaknya diturunkan

untuk mengecamkan ketidakadilan tersebut.

Allah sangat mengecam perilaku culas dan tidak adil para wali

terhadap anak-anak yatim yang berada dalam asuhan mereka, dan untuk

menghindari perilaku dosa dan zalim tersebut Allah selanjutnya menunjukan

jalan keluar sebagaimana terbaca dalam ayat ketiga sebagai berikut8 :

َۡنِ

َ

َ قَِ

لاݠُطقسۡݐُتَ ܅ٗقأَۡݗُܢۡݍقخ

َٰ قمٰ قتق

ۡٱ

ۡ

ََقف

َلاݠُحق ݛٱ

ََقݘ

َ قݚقكݘَݗُ قلَ قبܛ قطَܛ

َقءمܛ قسقكنلٱ

َ

َ ٰ قَۡܥقݘ

َ

܅

ٗ

أَٓ قَۡل

ق

ق

ثَ قݑقٰقذَۚۡݗُ ُݜٰ ق ۡي

أَ ۡتقݓقݖق َܛقݘَۡو

ق

ق

ثًَةقدقحٰق قفَ

لاݠُ قدۡعقتَ ܅ٗقأَۡݗُܢۡݍقخَۡنقإقفَۖقعٰقبُرقوَ قܣٰق ُܤقو

َ

َلاݠُ ݠُعقت

َ

َ

Artinya : “dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil

terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi:dua,tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka

(35)

(nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar

kamu tidak berbuat zalim.” (Q.S.. an-Nisa>’, 4:3)9

Para mufasir sepakat bahwa sabab nuz{ul ayat ini berkenaan dengan

perbuatan para wali yang tidak adil terhadap anak yatim yang berada dalam

perlindungan mereka. Rasyid Ridha menjelaskan, ada beberapa peristiwa

yang menjadi asba{b nuzu{l ayat ini diantaranya, sebagaimana diriwayatkan

oleh Bukhari, Muslim, Nasa’i, dan Baihaqi dari Urwah ibn Zubair : “Dia

berkata kepada bibinya, Aisyah ra tentang sebab turunnya ayat ini. Lalu

Aisyah menjelaskan ayat ini turun berkenaan dengan anak yatim yang berada

dalam pemeliharaan walinya. Kemudian, walinya itu tertarik dengan

kecantikan dan harta anak yatim itu dan mengawininya, tetapi tanpa mahar.”

Riwayat lain, juga dari Aisyah ra: “Beliau menjelaskan bahwa ayat ini

diturunkan berkenaan dengan seorang laki-laki yang mempunyai banyak

istri, lalu ketika hartanya habis dan dia tidak sanggup lagi menafkahi itrinya

yang banyak itu, ia berkeinginan mengawini anak yatim yang berada dalam

perwaliannya dengan harapan dapat mengambil hartanya untul membiayai

kebutuhan istri-istri lainnya.”10

Menurut Abduh, disinggungnya persoalan poligami dalam konteks

pembicaraan anak yatim bukan tanpa alasan. Hal itu memberikan pengertian

bahwa persoalan poligami identik dengan persoalan anak yatim. Mengapa

persoalan poligami disamakan dengan persoalan anak yatim? Tidak lain,

karena dua persoalan tersebut terkandung persoalan yang sangat mendasar,

(36)

yaitu persoalan ketidakadilan. Anak yatim seringkali menjadi korban

ketidakadilan karena mereka tidak terlindungi. Sementara, dalam poligami

yang menjadi korban ketidakadilan poligami adalah kaum perempuan. Dalam

al-Qur’an, kelompok anak-anak dan perempuan sering disebut sebagai

kelompok al-mustadh’afin (yang dilemahkan), hak-hak mereka lemah karena

tidak dilindungi.11

Ayat ketiga inilah satu-satunya ayat yang selalu dijadikan alasan

pembenaran dan menjadi dalil pamungkas bagi kebolehan poligami12. Ini

adalah kenyataan dan kebenaran, jadi setiap orang yang menentang

kebenaran ayat ini, bisa dihukumi musyrik, bahkan kafir. Karena meragukan

isi kandungan al-Quran dan mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan

sama dengan telah keluar dari islam. dalam buku “Murtad Tanpa Sadar”

karya Fuad Kauma, disitu disebutkan : bahwa orang yang mengharamkan

suatu perkara yang sudah jelas kehalalannya, apalagi kehalalannya telah

dikuatkan oleh nash al-Quran dan hadits, maka mereka adalah orang-orang

yang menentang hukum Allah SWT. Disebut apakah orang-orang yang

menentang hukum Allah SWT selain orang sombong dan takabbur ?

seolah-olah mereka beranggapan bahwa tidak semua hukum Allah bisa diterima

hamba-hambaNya. Padahal manasih hukum Allah yang tidak membawa

kebaikan ?. Termasuk nash-nash al-Quran dalam hal berpoligami.13

11 Ibid., 35 12 Ibid., 31

(37)

Dalam ayat diatas tersebut kata-kata “Matsnaa> watsula>tsa wa rubaa>’a”

yang artinya dua tiga atau empat. Makna secara keseluruhannya adalah

seorang laki-laki diperbolehkan mengawini dua orang wanita, tiga orang atau

empat orang dari wanita-wanita yang disukainya. Yang jadi masalah disini,

apakah arti “Matsna” (dua) adalah mengawini dua wanita sekaligus dalam

satu upacara akad nikah? … atau satu kemudian ditambah satu pada yang

akhirnya menjadi dua? … jika merujuk pada ksah-kisah kehidupan rumah

tangga para sahabat, mereka bisa menikah hingga satu atau dua kali dalam

sehari. Jarang dijumpai sahabat Rasulullah Saw hidup dengan hanya seorang

istri. Rata-rata sahabat Rasulullah Saw hidup dengan berpoligami, paling

sedikit dengan dua orang istri. Ada yang tiga dan ada yang empat. Bahkan

sebelum ayat tentang pembatasan jumlah istri (surat an-Nisa’ :3) turun, para

sahabat ada yang mempunyai istri lebih dari empat. Setelah turun ayat yang

membatasi jumlah istri yang dihalalkan, maka para sahabat yang mempunya

istri lebih dari empat segera menceraikannya. Karena istri yang ketiga

dihukumi haram dan bercampurnya merupakan sebuah perzinaan.14

Jika ditelusuri satu persatu motif perkawinan Nabi dengan

istri-istrinya yang berjumlah sebelas itu maka yang mengemuka adalah motif

dakwah atau kepentingan penyiaran islam. Perkawinan Nabi dengan Sa’udah

binti Zam’ah misalnya dilakukan semata-mata untuk melindungi perempuan

tua itu dari keterlantaran dan tekanan keluarganya yang masih musyrik,

Suami Saudah, Sakran Ibn Amar adalah sahabat yang menyertai Nabi dalam

(38)

perjalanan hijrah ke Abessinia. Dalam riwayat jelas dijelaskan karena usia

sudah lanjut ia tidak mempunyai hasrat lagi kepada laki-laki. Saudah

menerima lamaran Nabi karena berharap akan dibangkitkan disurga nanti

bersama istri-istrinya yang lain. Itulah sebabnya ia secara rela memberikan

“gilirannya” kepada Aisyah. Demikian pula motif Nabi dengan istri-istrinya

yang lain.

Dari segi fisik biologis, satu-satunya istri Nabi yang perawan dan

berusia muda hanyalah Aisyah Binti Abu Bakar. Yang lain rata-rata telah

berumur, punya anak, dan janda dari para sahabat yang gugur dalam

membela islam. Dari kesebelas istri itu Nabi tidak lagi dikaruniai anak.

Data-data ini cukup menjelaskan bahwa alasan Nabi berpoligami sangat jauh

dari tuntutan memenuhi kepuasan biologis, sebagaimana yang dipesepsikan

orang terhadapnya. 15

Keadaan Nabi yang saleh ini digambarkan dalam hadits berikut. Suatu

ketika Amrah Bint Abdurrahman berkata:

“Rasulullah ditanyai, ya Rasul mengapa engkau tidak menikahi

perempuan dari kalangan Anshar yang beberapa diantara mereka terkena kecantikannya? Rasul menjawab: mereka perempuan-perempuan yang memiliki rasa cemburu yang besar dan tidak akan bersabar dimadu. Aku mempunyai beberapa istri, dan aku tidak suka menyakiti kaum perempuan berkenaan hal itu”

Jawaban Rasulullah di atas mengandung pengertian bahwa poligami

pada hakekatnya menyakiti hati perempuan. Nabi terlalu mulia untuk

menyakiti perasaan kaum perempuan, bahkan beliau diutus untuk

mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan yang ketika itu sudah

(39)

terpuruk. Terbukti Nabi berpoligami tidak memilih perempuan muda dan

cantik sebagaimana lazimnya dilakukan laki-laki. Nabi berpoligami bukan

untuk memenuhi hasrat biologisnya, melainkan semata-mata untuk

kepentingan dakwah dan keselamatan umat menuju tegaknya masyarakat

Madinah yang didambakan16.

Hal yang lebih menarik lagi adalah meskipun Nabi melakukan

poligami, tetapi beliau tidak setuju menantunya melakukan hal yang sama.

Nabi tidak mengizinkan menantunya, Ali ibn Abi Thalib untuk memadu

putrinya, Fathimah Al-Zahra’ dengan perempuan lain. Dalam suatu riwayat

yang dinukilkan dari Al-Miswar ibn Makhramah diriwayatkan bahwa ia

telah mendengan Rasulullah berpidato di atas mimbar, “sesungguhnya anak

-anak Hisyam ibn Mughirah meminta izin kepadaku untuk menikahkan

putrunya dengan Ali. Ketahuilah bahwa aku tidak mengizinkannya, kecuali

jika Ali bersedia menceraikan putriku dan menikahi anak mereka.

Sesungguhnya, Fatimah bagian dari diriku. Barangsiapa membahagikannya

berarti ia membahagiakanku. Sebaliknya, barang siapa yang menyakitinya

berarti ia menyakitiku.”

Hadits tersebut ditemukan dalam berbagai kitab hadits: Shahih

Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Turmudzi, Musnad Ahmad, dan Sunah

Ibnu Majah. Dengan redaksi yang persis sama. Dari prespektif ilmu hadits,

menunjukkan hadits ini diriwayatkan secara lafzi. Dalam teks terbaca betapa

(40)

Nabi Saw mengulangi sampai tiga kali pernyataan ketidaksetujuannya

terhadap rencana Ali ra. Untuk berpoligami.17

Sahabat Al-Hasan bin Ali bin Abu Thalib, cucu Rasulullah Saw sangat

terkenal sebagai orang yang suka berganti-ganti istri. Dalam sehari dia bisa

sanggup melakukan pernikahan hingga satu atau dua kali. Adiknya,

al-Husain dan ayahnya Imam Ali bin Abu Thalib sebenarnya kurang menyukai

perilaku yang demikian.

Al-Hasan gemar berganti istri itu memang kenyataan dalam sejarah

hidupnya, menurut Al-Mada’iniy dikala Imam Ali masih hidup dan melihat

putranya (Al-Hasan) yang sering kawin cerai, pernah berkata dihadapan

orang banyak : “Al-Hasan sering kawin cerai hingga saya khawatir hal itu

akan membuat permusukan orang banyak !” Dalam satu khutbahnya, Ali RA

juga pernah menyatakan kepada jamaahnya, agar jangan mau menerima

Al-Hasan sebagai menantu. Akan tetapi pada masa itu, siapakah yang tidak

ingin berbesan dengan Imam Ali RA dan siapakah yang tidak ingin

mempunyai cucu dari cucu Rasulullah Saw, yang berarti nanti cucunya ada

pertalian darah dengan Rasulullah Saw, yakni sebagai cicitnya. Apalagi fisik

Al-Hasan sendiri merupakan laki-laki yang tampan, lembut, simpatik dan

menarik. Gadis manapun takkan menolak dijodohkan dengan Al-Hasan,

meskipun tanpa persetujuannya sekalipun. Dan karena begitu banyak

keluaga yang ingin menjadikan al-Hasan sebagai menantunya, makanya

Al-Hasan terpaksa harus menceraikan istri-istrinya untuk menikahi istri-istri

(41)

yang baru. Sehingga dalam satu hari, al-Hasan terkadang menikah hingga

dua kali. Karena Al-Hasan juga membatasi jumlah istrinya hanya sampai

dengan empat orang, tidak lebih.18

Di Indonesia pada prinsipnya perkawinan itu adalah monogami, hanya

karena alasan-alasan tertentu poligami dibolehkan oleh Pengadilan Agama,

apabila :

1. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri

2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan 3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan19

Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, bahwa

yang dimaksud dengan istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai

istri adalah apabila istri yang bersangkutan mendapat penyakit jasmaniah

atau rohaniah, sehingga ia tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai

istri baik secara biologis maupun lainnya yang menurut ketentuan dokter

susah disembuhkan. Izin poligami termasuk Pegawai Negeri Sipil, hanya

dapat diberikan apabila memenuhi sekurang-kurangnya satu syarat alternatif,

dan ketiga syarat komulatif.

Adapun syarat-syarat alternatif yang dimaksud adalah :

a) Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri

b) Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan

c) Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

18 Ibid, 12

(42)

Sedangkan syarat-syarat komulatif adalah :

a) Ada persetujuan tertulis dari istri atau istri-istri

b) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri

dan anak-anak mereka, dan

c) Adanya jaminan tertulis bahwa suami akan berlaku adil terhadap

istri-istri dan anak-anaknya.20

Dasar hukum dibolehkan poligami di Indonesia adalah Pasal 3

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ketentuan ini berarti bahwa perkawinan

berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menurut asas monogami,

akan tetapi tidak bersifat mutlak, karena hukum menutup kemungkinan bila

pihak-pihak yang bersangkutan menghendaki, dibolehkan dengan izin

Pengadilan Agama.

Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal-pasal yang menjelaskan tentang

poligami terdapat dalam bab IX Pasal 55-59, ketentuan dalam pasal-pasal

tersebut tidak jauh beda dengan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, hanya saja dalam Kompilasi Hukum Islam

terdapat ketentuan-ketentuan tentang kebolehan poligami hanya dibatasi

sampai empat orang istri. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 55 ayat (1)21

mengenai pembolehan poligami. Dalam Pasal 56 ayat (1) ditegaskan bahwa

suami yang hendak beristri lebih dari seorang harus mendapat izin dari

Pengadilan Agama dan dalam ayat (2) dijelaskan bahwa tanpa adanya izin

20 Lihat UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 4 ayat (2) jo Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam 41 dan PP

No. 9 Tahun 1975, tentang Peraturan Pelaksanaan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

21 Pasal tersebut berbunyi : Beristri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya

(43)

dari Pengadilan Agama perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga

dan keempat tidak mempunyai kekuatan hukum. Dengan diikutsertakan

campur tangan pengadilan berarti poligami bukanlah semata-mata urusan

pribadi, tetapi juga menjadi urusan kekuasaan Negara yakni adanya izin dari

Pengadilan Agama.

B. Alasan dan Syarat Poligami

Islam membolehkan seorang suami menikahi lebih dari satu istri

(poligami). Menurut kesepakaran para Imam Madzhab boleh hingga 4 orang

istri, asalkan memenuhi persyaratan seperti mampu berbuat adil kepada istri,

baik dalam hal ekonomi, tempat tinggal, pakaian, perhatian, pendidikan,

giliran, dan lain sebagainya.22

Adapun alasan dan Syarat poligami menurut Hukum Islam dan Hukum

Positif adalah :

1. Alasan dan syarat poligami menurut Hukum Islam

a. Alasan poligami

Huzaimah Tahido Yanggo dalam bukunya Masail

Fiqhiyah-Kajian Hukum Islam Kontemporer, mengutip pendapat dari Syeikh

Muhammad Rasyid Ridha yang menerangkan beberapa hal yang

boleh dijadikan alasan ber-poligami23, antara lain:

1) Istri mandul

Yang dimaksud dengan mandul apabila istri yang

bersangkutan menurut keterangan dokter tidak mungkin

(44)

melahirkan keturunan, atau setelah pernikahan

sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun tidak menghasilkan keturunan24.

Keinginan mempunyai anak itu naluri dalam jiwa manusia.

Suami tidak bersalah jika ia menginginkan anak tetapi istri

dalam keadaan mandul, maka tidak ada jalan lain bagi suami

selain menikah lagi atau menceraikan istrinya. Secara

kemanusiaan poligami itu lebih mulia daripada menceraikan

istrinya yang mandul25.

2) Istri mempunyai penyakit yang dapat menghalangi suaminya

memberi nafkah batin.

Yang dimaksud dengan istri mempunyai penyakit yang

tidak disembuhkan adalah apabila istri yang bersangkutan

menderita penyakit badan yang menyeluruh yang menurut

keterangan dokter sukar disembuhkan. Alasan ini semata-mata

berdasarkan kemanusiaan sebab bagi suami tentu saja akan selalu

menderita lahir bathin selama hidupnya apabila hidup bersama

dengan seorang istri yang dalam keadaan demikian. Akan tetapi

sebaliknya menceraikan istri yang demikian di mana keadaan istri

benar-benar membutuhkan pertolongan dari suaminya adalah

suatu perbuatan yang bertentangn dengan kemanusiaan. Oleh

24 Tutik Triwulan Tutik, Trianto, Poligami Prespektif Perikatan Nikah,(Jakarta: Prestasi

Pustaka),126.

25Luluk Aida, “Praktek Poligami Di Desa Kalirejo Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik Menurut

(45)

karena itu melaksakan poligami dalam hal seperti in dipandang

lebih berperikemanusiaan dari pada mengejar monogami dengan

tindakan menceraikan istri yang sedang menderita dan

membutuhkan pertolongan dan perlindungan dari seroang suami26

3) Bila suami mempunyai kemauan seks luar biasa/Hypersex,

sehingga bila istrinya haid beberapa hari saja menghawatirkan

dirinya berbuat serong.

4) Bila suatu daerah yang jumlah wanita lebih banyak dari pada

laki-laki, sehingga apabila tidak poligami mengakibatkan banyak

wanita yang berbuat serong.

5) Menghindari selingkuh atau zina merupakan alasan lain untuk

berpoligami. Argumen yang sering dilontarkan oleh kelompok

propoligami adalah bahwa dengan poligami para suami terhindar

dari perbuatan mengumbar nafsu seksual mereka semena-mena.

Kelompok ini beralasan bahwa banya cara yang dapat ditempuh

kaum laki-laki untuk mengumbar nafsunya tanpa harus repot-repot

dengan urusan perkawinan, tidak perlu terlibat denga urusan

tanggung jawab mengurus anak-anak dan rumah tangga, seperti

dalam bentuk cinta bebas, prostitusi, promiskuitas, dan

keserbabebasan seks. Seorang laki-laki yang berpoligami pada

prinsipnya adalah laki-laki yang mengumbar hawa nafsunya

dengan bayaran yang mahal, karena ia harus menjadikan

(46)

perempuan yang mau melayani kepuasan seksualnya itu sebagai

istri yang sah dan harus dinafkahi sebagaimana istrinya yang lain,

bahkan anak-anak dari istrinya itu juga menjadi tanggung

jawabnya.27

b. Syarat-syarat poligami

1) Maksimal Empat Orang

Islam hanya membolehkan seorang laki-laki melakukan

poligami dengan empat orang istri. Seorang laki-laki/suami hanya

diperbolehkan menikahi wanita dengan batas maksimal sampai empat orang istri. Sebab empat orang istri itu sudah cukup, dan lebih dari itu berarti mengingkari kebaikan yang disyariatkan oleh Allah SWT bagi kemaslahatan hidup suami istri.

Menurut Imam Hanafi dan Imam Syafi’i di dalam kitab

Bidayatul Mujtahid bahwa tidak boleh menikahi wanita lebih

dari empat wanita dalam waktu yang bersamaan.28

Dalam kitab al-Umm karangan imam as-Syafi’i dan

sekaligus pendiri mazhab Syafi’i, ditulis, Islam membolehkan

seorang muslim mempunyai istri maksimal empat berdasarkan

surah an-Nisa>’ (4) : 3, al-Ah}za>b (33) : 58, al-Mu’minu>n (23) : 5-6

dan hadis Nabi tentang Ghailan bin Salamah dan Naufal bin

Muawiyah yang memiliki sepuluh orang istri sebelum masuk

27 Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami..., 58-59

(47)

Islam, kemudian disuruh memilih empat istri saja dan

menceraikan yang lainnya ketika masuk Islam.29

Ibnu Qudaimah dari mazhab Hambali berpendapat, seorang

laki-laki boleh menikahi wanita maksimal empat berdasarkan

pada surah an-Nisa>’ (4) : 3, kasus Ghailan bin Salamah dan kasus

Naufal bin Mu’awiyah.30

2) Adil terhadap semua istri

Allah SWT telah memerintahkan lelaki yang ingin

berpoligami agar berlaku adil dengan firmannya :

“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,

maka (kawinilah) seorang saja. (Q.S 4:3)

Maksudnya : jika kamu khawatir tidak dapat perlaku adil

terhadap empat istri, nikahilah tiga saja, jika tidak mampu, dua

saja, dan juka tidak sanggup, nikahilah satu istri saja atau

hamba-hamba sahaya yang kamu miliki.

Disebutkan oleh Imam Ath-Thabrani ketika menafsirkan

ayat di atas:

“Nikahilah perempuan dengan jumlah yang Aku bolehkan

bagimu, dua, tiga, atau empat, jika kamu merasa aman dan sikap zalim terhadap istri-istrimu. Jika kamu khawatir berlaku zalim terhadap seorang itri, maka kawinilah hamba sahaya saja, karena itu lebih aman bagi kamu karena kewajiban kamu atas mereka tidak seperti kewajiban kamu atas perempuan-perempuan merdeka, sehingga kamu lebih

aman dari dosa dan kezaliman.”

29Khoiruddin Nasution , “Perdebatan Sekitar Status Poligami”, Mustawa No. I, Vol. I, Maret,

2002, 58.

(48)

Ayat tersebut menyatakan bahwa jika kamu khawatir tidak

dapat berbuat adil terhadap anak-anak yatim (yang kamu pelihara

lalu kamu peristri) maka jangan kamu peristri mereka, dan jangan

menikahi dua, tiga atau empat perempuan yang kamu merasa

tidak dapat berlaku adil terhadap mereka. Dan bila kamu masih

khawatir tidak dapat memenuhi hak seorang istri, maka cukuplah

bagimu hamba sahaya yang kamu miliki.

Tuntutan harus berbuat adil di antara para istri menurut

Syafi’i berhubungan dengan urusan fisik. Akan halnya keadilan

dalam hati, menurut Syafi’i hanya Allah yang mengetahuinya,

karena itu mustahil seorang dapat berbuat adil terhadap istrinya,

yang diisyaratkan pada surah an-Nisa’ (4) : 129 adalah yang

berhubungan dengan hati. Dengan demikian, hati memang tidak

mungkin berbuat adil. Sementara keharusan adil yang dituntut

apabila seseorang mempunyai istri lebih dari satu adalah adil

dalam bentuk fisik, yakni dalam perbuatan dan perkataan.31

3) Mampu memberi nafkah

Seseorang tidak diperbolehkan maju menikah dengan

seorang perempuan atau lebih jika ia tidak mampu memberi

nafkah secara berkesenimbungan, karena Rasulullah Saw bersabda

: “Wahai para pemuda, barang siapa telah mampu menikah di

antara kalian maka segeralah menikah, karema ia lebih dapat

31

(49)

menjaga pandangan dan kemaluan. Barang siapa yang belum

mampu, hendaklah berpuasa, karena itu perisai.”32

4) Adanya persetujuan dari istri/istri-istri

Yang dimaksud dengan adanya persetujuan dari

istri/istri-istri, adalah apabila ada pernyataan baik lisan maupun tertuli.

Apabila pernyataan itu secara lisan maka harus diucapkan di

depan sidang pengadilan.

Kesulitan memperoleh istri/istri-istri ialah, bahwa

nomaliter tiada seorang istripun yang suka di madu, sehingga

bilmana ada yang mau memberikan izinnya tiada lain karena

dalam keadaan terpaksa dengan pertimbangan :

a) Ia tidak dapat mencari nafkah sendiri;

b) Karena usia yang sudah cukup tua, tidak ada harapan lagi

untuk kawin lagi dengan orang lain;

c) Tidak ingin pecahnya hubungan keluarga, demi kepentingan

anak-anaknya.33

2. Alasan dan Syarat Poligami menurut Hukum Positif

a. Alasan Dan Syarat Poligami Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan.

Pasal 3

(1) Pada azasnya dalam suatu oerkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunya seorang suami.

32 Arij Abdurrahman As-Sanah, Memahami Keadilan Dalam Poligami,(Jakarta : PT. Globalmedia

Cipta Publishing), 33

(50)

(2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Pasal 4

(1) Dalam halnya seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.

(2) Pengadilan dimaksud pada ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila :

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan;

c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5

(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Adanya persetujuan dari istri/istri-istri;

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka;

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.

(2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri/istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.34

Pasal 65

(1) Dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang baik berdasarkan hukum lama maupun berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini maka berlakulah ketentuan-ketentuan berikut:

a. Suami wajib memberi jaminan hidup yang sama kepada semua istri dan anaknya;

b. Istri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta be

Gambar

Tabel 1 Jumlah Pegawai Balai Rukun Warga (RW)
Tabel 2 Rukun Tetangga (RT)

Referensi

Dokumen terkait

Metode analisis data digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian agar dapat diinterpretasikan sehingga laporan yang dihasilkan dapat dipahami (Kosasih,

Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana persepsi warga net pengguna Twitter pengikut akun Wariman terhadap seksualitas. Akun Twitter @Wariman_ adalah akun Twitter

Berbagai fenomena yang terjadi sehingga pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dalam membangun karakter siswa semakin dibutuhkan tenaga pendidik yang

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk menilai pengaruh kinerja auditor hanya menggunakan variabel motivasi, diskusi dalam reviu audit, kompleksitas

Berkaitan dengan penegak hukum, dirasakan bahwa jumlah Polisi Lalu Lintas (Polantas) yang berada dibawah naungan Polres Kota Pekanbaru jauh dari angka ideal

Dengan penggunaan metode BIDAN (Baca, Identifikasi, Analisis, dan Penilaian), kegiatan pelatihan pendidikan kecakapan keorangtuaan dapat dilakukan secara

This research aims to describe the corporations to take restatement in financial statement such as, corporate governance implementation and size of Audit Firm. Corporate

Mempunyai hak akses ke administrator yang dapat menambahkan data guru, siswa, mata pelajaran, jadwal, latihan soal dan laporan nilai siswa..