• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prosiding Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan 2013"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PREFALENSI TIKUS SAWAH (

Rattus argentiventer

) TERHADAP JENIS DAN

BENTUK UMPAN PADA LOKASI PRIMA TANI DI PROVINSI ACEH

Basri A. Bakar dan Abdul Azis1)

1) Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh, Jalan Panglima Nyak Makam No. 27 Lampineung Banda AcehTelp. 0651-7551811 Email: abda_muda@yahoo.co.id; Email: baskar_olin@yahoo.com

ABSTRAK

Hama tikus sampai saat ini belum mampu ditanggulangi secara efektif sehingga menjadi permasalahan serius dalam usahatani karena eksistensinya dapat menurunkan produksi padi sawah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis dan bentuk umpan yang digunakan sebagai perangkap tikus sawah. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah lokasi Primatani Desa Aneuk Gle, Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar mulai bulan Februari sampai Maret 2008. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Jenis umpan yang diuji yaitu: padi/gabah, beras utuh, beras pecah, jagung utuh, jagung pecah dan tepung jagung. Pengamatan dilakukan terhadap presentase kerusakan tanaman, jumlah tikus yang terperangkap dan rasio tikus jantan dan betina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prefelensi tikus terhadap jenis umpan berpengaruh sangat nyata, dan berpengaruh nyata terhadap jumlah tikus yang terperangkap. Jenis padi/gabah merupakan umpan yang paling disukai oleh tikus. Sedangkan pada variabel persentase kerusakan tanaman padi, ternyata tikus lebih banyak memilih memakan padi siap panen dibandingkan dengan umpan yang diberikan. Jumlah tikus yang dominan terperangkap adalah tikus yang berkelamin jantan, sedangkan tikus betina lebih banyak berdiam diri dalam liang.

Kata Kunci: prefalensi, tikus sawah, jenis umpan, padi

PENDAHULUAN

Tikus merupakan hama yang relatif sulit dikendalikan dalam budidaya tanaman padi karena memiliki kemampuan adaptasi, berkembangbiak yang pesat, mobilitas dan daya rusak yang tinggi. Hal ini menyebabkan hama tikus selalu menjadi ancaman pada budidaya tanaman padi. Kehilangan hasil produksi akibat serangan tikus cukup besar, karena menyerang tanaman sejak di persemaian hingga menjelang panen.

Di daerah persawahan, kepadatan populasi tikus berkaitan erat dengan fase pertumbuhan tanaman padi. Pada fase vegetatif, populasi tikus umumnya masih relatif rendah, seterusnya akan meningkat pada saat tanaman padi berada pada fase generatif. Tikus dapat menyerang padi pada fase vegetatif dengan menggigit dasar anakan rumpun sampai hancur. Biasanya dimulai dari bagian tengah petakan kemudian dilanjutkan ke pinggir pematang sawah (Tobing dan Sianturi, 1982; Priyambodo, 1995).

Potensi perkembangbiakan tikus sangat dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas makanan yang tersedia. Tikus memiliki sifat pemakan segala jenis makanan (omnivora), tetapi dalam hidupnya membutuhkan makanan yang kaya akan karbohidrat dan protein seperti bulir padi, kacang tanah, jagung, umbi-umbian dan biji-bijian.

Menurut Priyambodo (1995), tikus akan menyerang tanaman lain seperti jagung, palawija, ubi kayu dan ubi jalar apabila tidak tersedia makanan di sawah. Keragaman komiditi menyebabkan terciptanya lingkungan yang selalu menguntungkan bagi kehidupan dan perkembangan tikus.

Mobilitas tikus tergantung kepada natalitas dan mortalitas, artinya jika makanan tersedia di lapangan maka satu populasi akan membentuk beberapa populasi lainnya. Jika ketersediaan makanan berkurang maka akan terjadi mortalitas yang tinggi di lapangan. Populasi yang baru terbentuk akan kembali ke populasi yang lama dengan dua macam pergerakan, yaitu pergerakan harian dalam mencari makan sehari-hari dengan jarak + 100 m dan pergerakan musiman dengan jarak pergerakan mencapai + 500 m (Sianturi, 1990).

Pengendalian hama tikus yang sering dilakukan petani adalah dengan cara mengatur waktu tanam, rotasi tanaman, sanitasi lingkungan, pengendalian secara fisik-mekanik, pengendalian secara biologis dan kimiawi. Pengendalian dengan menggunakan umpan beracun (rodentisida sintetik) masih menjadi pilihan utama bagi petani, karena lebih praktis dan langsung memperlihatkan hasilnya sehingga menyebabkan tikus menjadi mandul.

(2)

tumbuhan seperti akar tegari (Dianella sp) untuk mengendalikan tikus sawah (Jumar dan Helda, 2003).

Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) diperlukan pengetahuan aspek biologi hama sebagai dasar memilih teknik pengendalian yang tepat. Alternatif pengunaan perangkap merupakan pengendalian yang relatif aman terhadap lingkungan, karena pengendalian ini mengacu pada konsep PHT dan tepat sasaran (Theceli, 1992).

Menurut Rachman (2007), salah satu jenis perangkap tikus yang dapat digunakan adalah perangkap bambu dan perangkap yang dibuat dari kawat. Penggunaanya mudah yaitu hanya dengan meletakkan perangkap yang telah diberi umpan pada setiap petakan sawah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prefelensi jenis dan bentuk umpan yang digunakan sebagai perangkap terhadap tikus sawah yang menyerang padi.

METODOLOGI

Penelitian dilaksanakan di lahan sawah lokasi Primatani desa Aneuk Gle, Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar mulai bulan Februari sampai Maret 2008. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok non Faktorial dengan enam perlakuan dan empat ulangan.

Jenis umpan yang diuji yaitu: U1 (padi/gabah), U2 (beras utuh), U3 (beras pecah), U4 (jagung

utuh), U5 (jagung pecah) dan U6 (tepung jagung). Pengamatan dilakukan terhadap presentase

kerusakan tanaman, jumlah tikus yang terperangkap dan rasio tikus jantan dan betina.

Bahan yang digunakan berupa padi/gabah, beras utuh, beras pecah, jagung utuh, jagung pecah, tepung jagung dan tali nilon. Alat yang digunakan adalah perangkap tikus, cangkul, gunting, meteran, dan ATK.

Persiapan lahan dilakukan dengan cara menentukan luas lahan yaitu 2 x 2 m/ unit percobaan. Lahan diberikan pembatas dengan menggunakan kayu dan tali nilon untuk dapat memudahkan pengamatan.

Pemasangan perangkap dengan jenis umpan tikus yang berbeda dengan dosis 1 ons pada setiap perangkap. Pemasangan dilakukan pada saat tanaman padi berumur 45 hari hingga panen. Penggunaan perangkap yang telah diberi umpan dengan meletakkan pada sudut-sudut petak perlakuan. Setiap perlakuan diberi label sesuai dengan masing–masing perlakuan dan ulangan.

Pengamatan dilakukan terhadap persentase kerusakan tanaman yang terserang, diamati 3 hari sekali pada saat pergantian makanan dengan rumus:

dimana :

P = Persentase tanaman rusak a = Jumlah tanaman yang diserang b= Jumlah tanaman/ petak

Tikus yang terperangkap diamati 3 hari sekali pada sore hari dengan menghitung jumlah tikus yang masuk dalam peragkap pada setiap unit perlakuan, dan rasio tikus jantan dengan menggunakan rumus:

Jantan

% Jantan = x 100 %

Jantan + betina

a

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase kerusakan tanaman

Hasil analisis ragam terhadap kerusakan tanaman padi menunjukkan bahwa perlakuan berbagai jenis dan bentuk umpan berpengaruh terhadap ketertarikan tikus sawah, kecuali pada pengamatan 1, 7 dan 9. Tabel 1 memperlihatkan rata-rata persentase kerusakan tanaman, sedagkan Tabel 2 memperlihatkan bahwa ketika padi telah siap dipanen ternyata tikus lebih tertarik memakan padi dari pada umpan yang ada di dalam perangkap. Hal tersebut menyebabkan persentase kerusakan tanaman padi semakin meningkat.

Tabel 1. Rata-rata persentase kerusakan tanaman (transformasi Log x + 10).

Perl menjadi penyebab kerusakan terbesar pada tanaman padi. Di antara tujuh jenis tikus, yang menjadi hama utama pada tanaman padi adalah R. argentiventer, karena tikus sawah dapat menimbulkan kerusakan 50 – 100%.

Penanganan tikus sebaiknya dilakukan sejak dini, sebelum berkembang biak. Pada fase generatif pemicu perkembangan tikus adalah padi bunting. Saat padi bunting, tikus memakan dan merusak titik tumbuh atau memotong pangkal batang serta memakan bulir gabah. Pada kategori serangan berat semua rumpun padi habis dikonsumsi. Hal ini disebabkan pada fase bunting, tanaman padi mengeluarkan aroma dan bulir padi belum mengalami proses pengerasan kulit (proses pengerasan fisik) sehingga lebih mudah dan suka untuk dimakan. Selain itu kandungan karbohidrat pada padi sedang mengalami fase transisi dari substansi cairan ke bentuk padat, kondisi ini yang paling disukai oleh tikus.

Aktivitas harian tikus berkaitan dengan kebutuhan untuk mencari pakan dan berkembang biak. Tristianti et al., (1972) mengemukan bahwa rata-rata rumpun padi yang terpotong oleh seekor tikus meningkat mulai dari saat primordial (7,1 rumpun tiap malam), stadia bunting (11,9 rumpun) hingga stadia keluar malai (13,2 rumpun tiap malam). Apabila kondisi di sawah tidak ada pertanaman (bera) tapi masih ada pertanaman yang terlambat panen, maka tanaman tersebut akan menjadi sasaran utama.

2. Jumlah tikus yang terperangkap

Hasil penelitian terhadap tikus yang terperangkap pada pengamatan pertama sampai pengamatan ke sembilan secara analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai jenis dan bentuk umpan berpengaruh nyata terhadap jumlah tikus yang terperangkap, kecuali pada pengamatan pertama. Rata-rata jumlah tikus yang terperangkap disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata jumlah tikus yang terperangkap (Transformasi √x+0,5).

Perl

(4)

Padi juga memiliki aroma dan susunan gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tikus. Selain itu juga padi terdapat berbagai unsur protein, mineral dan vitamin dengan nilai gizi 85-90% dan kandungan protein Glutein dengan nilai gizi 80% sebagian kecil adalah pentosan, seulosa, hemi selulosa dan gula (http//www.e-paper.unair.ac.id/entryfile/Prokarimah%Mia.pdf).

Selain itu, kuantitas dan kualitas makanan yang tersedia di lapangan merupakan salah satu faktor pembentuk yang berkesinambungan. Apabila ketersediaan makanan berkurang maka akan terjadi mortalitas yang tinggi. Populasi yang baru terbentuk akan kembali ke populasi yang lama dengan dua macam pergerakan, yaitu pergerakan harian dalam mencari makan sehari-hari dengan jarak + 100 m dan pergerakan musiman dengan jarak pergerakan mencapai 500 m (Sianturi, 1990).

3. Rasio Tikus Jantan

Hasil penelitian terhadap rasio tikus jantan pada pengamatan pertama sampai pengamatan ke sembilan secara analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai jenis dan bentuk umpan berpengaruh nyata terhadap jenis kelamin (rasio tikus), kecuali pada pengamatan ke sembilan. Rata-rata rasio tikus jantan disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata rasio tikus jantan (Transformasi Log x + 10).

Perlk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Asli Trans Asli Trans Asli Trans Asli Trans Asli Trans Asli Trans Asli Trans Asli Trans Asli Trans

U1 50 1,5b 50 1,5b 100 2,0b 100 2,0b 75 1,7b 50 1,5b 25 1,3b 75 1,7b 75 1,7b

U2 0 1,0a 50 1,5b 25 1,2b 50 1,5b 50 1,5b 50 1,5b 75 1,7b 25 1,3b 25 1,3b U3 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a

U4 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,3b 25 1,3b

U5 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 25 1,3b 0 1,0a 0 1,0a 25 1,0a 0 1,0a

U6 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a 0 1,0a

BNT 0,43 0,54 0,37 0,43 0,66 0,54 0,51 0,56 -

Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil penelitian terhadap rasio tikus, ternyata yang terperangkap lebih banyak adalah tikus yang berkelamin jantan. Hal ini membuktikan bahwa tikus jantan lebih aktif mencari makanan dan mencari pasangan. Sedangkan tikus betina lebih banyak berdiam dalam liang dengan aktivitas melahirkan, menyusui dan jarang keluar mencari makanan.

Yulianto et al., (2007) menyatakan bahwa tikus jantan mampu menimbun 5-8 kg persediaan makanan di dalam liangnya. Hal ini dilakukan untuk menghindar dari pemangsa seperti ular sawah, burung elang dan burung hantu sebagai predator. Thamrin et al., (1998) menambahkan bahwa tikus jantan mampu merusak tanaman budidaya dalam waktu yang singkat dan menimbulkan kehilangan hasil dalam jumlah yang besar. Selanjutnya Mukarami et al., (1990) menyimpulkan bahwa kerusakan tanaman padi di Indonesia yang disebabkan oleh tikus jantan dapat mencapai 20% setiap tahunnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Perbedaan struktur dan jenis umpan terhadap keterpilihan tikus pada umumnya menunjukkan perbedaan di antara perlakuan. Namun pada rentang pengamatan, ada yang tidak berbeda nyata. Umpan yang lebih disukai oleh tikus adalah padi/gabah dibandingkan dengan umpan lainnya.

2. Persentase kerusakan tanaman padi tertinggi ditemui pada saat umur padi telah siap untuk dipanen, pada saat ini tikus cenderung lebih menyukai padi menjelang panen dari pada umpan yang ada di dalam perangkap.

3. Rasio tikus yang banyak terperangkap adalah tikus yang berkelamin jantan.

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 2007. Laporan Tahun 2006. Pertanian untuk Kesejahteraan Petani (diakses 1 Agustus 2007).

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten. http://banten.litbang.deptan.go.id (diakses 16 Januari 2008). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. http://jateng.litbang.deptan.go.id (diakses 17 Februari

2008).

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NAD. Teknik Pengendalian Hama Tikus: PHTT (Pengendalian Hama Tikus Terpadu. http://bptpnad.litbang.deptan.go.id (diakses 17 Februari 2007).

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. Masalah Lapang Hama dan Penyakit Hara pada Padi. hhtp://sumut.litbang.deptan.go.id (diakses 17 Februari 2007).

Priyambodo, S. 1995. Pengedalian Hama Tikus Terpadu. Penebar Swadaya. Jakarta

Rachman, L.O. 2007. http://www.unila.ac.id/ Powered by Mambo Open Source. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung (diakses 10 Juni 2008).

Rochman. 1992. Biologi dan Ekologi Tikus Sawah sebagai Dasar Pengendalian Hama Tikus Terpadu: Cisarua, 17-18 Juni 1992. Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sianturi, J. M. 1990. Pengendalian Tikus pada Tebu di Cirebon, Propinsi Jawa Barat. Laboratorium Pengendalian Vertebrata Hama. Medan

Sudarmaji, 2007. Pengendalian Hama Tikus Terpadu untuk Mendukung P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional). Direktorat Perlindungan Tanaman. Dirjen Tanaman Pangan Jakarta.

Thamrin, M., Heru Sutikno, dan S. Asikin. 2001. Pengendalian Hama Tikus Terpadu di Lahan Pasang Surut. Bulletin Teknik Departeen Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa. Banjarbaru.

Theceli, 1992. UU. 12 Tahun 1992. Sistem Budidaya Tanaman Padi.

http://www.theceli.com/dokumen/produk/1992/UU12.1992.htm-44k (diakses 17 Maret 2008).

Tristianti, H. J. Priyono dan O. Murahami. 1992. Hubungan antara kepadadatan Populasi Tikus dan Kerusakan yang diakibatkannya di lahan berpagar. Laporan akhir kerjasama teknis Indonesia-Jepang. Direktorat Perlindungan Tanaman. Jakarta.

Yulianto, Dwiyana E. dan Hartono, 2007. Teknologi Pengendalian Tikus Sawah secara Terpadu,

Referensi

Dokumen terkait

1) nama penanggung jawab. Nama bayi : untuk mengetahui identitas bayi. 3) Umur bayi : untuk mengetahui berapa umur bayi yang nanti akan disesuaikan dengan tindakan

2.7.4.1.5.1.18.12 Fasilitasi Pemilihan Kepala Desa Jumlah Desa terfasilitasi pengisian kekosongan jabatan Kepala

E. Seksi Tata Pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 1 huruf c, dipimpin oleh Kepala Seksi yang mempunyai tugas Melaksanakan koordinasi penyelenggaraan

1 Surat Pernyataan bahwa Perusahaan yang bersangkutan dan manajemennya atau peserta perorangan, tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut dan tidak sedang dihentikan

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Hasil Evaluasi Dokumen Kualifikasi 07/POKJA.D2.A1/ST/IV/2017 tanggal 12 April 2017, maka dengan ini diumumkan Daftar Pendek

seorang mahasiswa perlu memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungannya, baik lingkungan di dalam kampus maupun di luar kampus..

Demikian undangan dari kami dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.. Pokja 2 ULP Kabupaten Kendal

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Hasil Evaluasi Dokumen Kualifikasi 07/POKJA.D2.A1/SL/IV/2017 tanggal 12 April 2017, maka dengan ini diumumkan Daftar Pendek