Yussi Herdiyanti, 2014
Assertive training untuk mereduksi peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone
Yussi Herdiyanti (2013). Assertive Training untuk Mereduksi Peserta Didik yang Mengalami Gejala Adiksi Handphone (Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Peserta
Didik Kelas XI SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)
Abstrak : Kemajuan teknologi khususnya handphone diciptakan sebagai salah satu sarana untuk memudahkan berkomunikasi. Remaja lebih banyak menggunakan handphone saat proses pembelajaran berlangsung. Fenomena mendorong melakukan penelitian mengenai gejala adiksi handphone. Penelitian bertujuan memperoleh gambaran umum gejala adiksi handphone, merancang program intervensi dengan menggunakan teknik assertive training untuk mereduksi peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone, seberapa besar efektivitas assertive training untuk mereduksi peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan harapan memperoleh data mengenai gambaran umum peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone. Metode penelitian yang digunakan yaitu pra-eksperimen, dengan desain Pretest-Postest One Group Design. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket gejala adiksi handphone dengan sampel sebanyak 151 peserta didik. Hasil pengolahan data sebanyak 14 peserta didik termasuk dalam gejala adiksi handphone pada kategori sangat tinggi. Assertive training dilakukan sebanyak 6 kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukan assertive training efektif mereduksi gejala adiksi handphone karena menunjukan adanya perubahan hasil dari pre test ke hasil post test. Rekomendasi ditujukan, kepada guru BK dan peneliti selanjutnya.
Kata kunci : Gejala adiksi handphone, Assertive training.
Abstrack : Technological progress particularly cell phone was created as one of the facilities to ease communicate. Adolescent greater use of cell phones when the learning process takes place. Phenomena push do research on cell phone addiction symptoms. The research purpose to gain an overview of the cell phone addiction symptoms intervention program, designed with the use of assertive training techniques for the reduction of learners who are experiencing cell phone addiction symptoms, how big the effectiveness of assertive training for reduction of learners who are experiencing cell phone addiction symptoms. Research using quantitative approach, in hopes of obtaining a general overview of data on learners who experience cell phone addiction symptoms. The research method used pre-design experiments, with One Group Pretest-Postest Design. Collecting data was done using cell phone addiction symptoms poll samples as many as 151 students. The results of data processing a total of 14 students included in a cell phone addiction symptoms in the prologue and very high. Assertive training done as much as six times the training. Research showed assertive training effective reduction of cell phone addiction symptoms . because show the changes result from pre test results post to test. Recommendations aimed at, to counseling teacher and researchers next.
Yussi Herdiyanti, 2014
Assertive training untuk mereduksi peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
ABSTRAK………. i
KATA PENGANTAR……….. ii
UCAPAN TERIMAKASIH ……… iii
DAFTAR ISI………. v
DAFTAR TABEL ……… vi
DAFTAR GRAFIK……….. vii
DAFTAR LAMPIRAN ………... xi
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
A. Latar Belakang Penelitian ………. 1
B. Rumusan Masalah ………. 7
C. Tujuan Penelitian ………... 8
D. Manfaat Penelitian ………. 9
E. Metode Penelitian ……….. 10
F. Hipotesis……… 10
BAB II TEKNIK ASSERTIVE TRAINING DAN GEJALA ADIKSI HANDPHONE……… 11
A. Bimbingan Konseling………. 11
B. Assertive Training ………... 14
C. Gejala Adiksi Handphone……… 22
D. Assertive Training untuk Mereduksi Gejala Adiksi Handphone……… 29
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan BAB III METODE PENELITIAN ……… 35
A. Lokasi dan Subjek Populasi / Sampel Penelitian……… 35
B. Desain Penelitian ……….. 36
C. Metode Penelitian ………. 36
D. Definisi Operasional Variabel ……….. 36
E. Instrumen Penelitian ………. 38
F. Proses Pengembangan Instrumen……….. 46
G. Teknik Pengumpulan Data………. 48
H. Analisis Data ………. 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 53
A. Hasil Penelitian………... 53
B. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 85
C. Keterbatasan Penelitian ……….. 90
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………. 91
A. Kesimpulan ……… 91
B. Rekomendasi……….. 92
DAFTAR PUSTAKA……….. 93
Yussi Herdiyanti, 2014
Yussi Herdiyanti, 2014
Assertive training untuk mereduksi peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Teknologi ibarat pedang bermata dua, dapat bermanfaat, dapat juga berarti
sebaliknya. Sebuah studi yang diadakan di Swedia, tepatnya di Akademik
Sahlgrenska di Universitas Gothenburg mengatakan handphone dan komputer atau
laptop adalah jenis perangkat yang dapat mengakibatkan masalah atau penyakit
mental seperti depresi, stress, sulit tidur, gangguan tidur, dan gangguan mental
lainnya (Bill, www.kabarnesia.com, 2012).
Kemajuan mobile phone atau yang lebih dikenal dengan telepon genggam
(handphone) terutama dalam fungsinyaS semakin pesat. Telepon genggam tidak lagi
hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi suara dan pesan singkat (short messages
service), tetapi sudah multifungsi. Fungsi-fungsi yang dihadirkan dalam telepon
genggam utamanya fungsi komunikasi, fungsi hiburan dan fungsi peralatan kantor.
Manfaat kemajuan fungsi telepon genggam dapat dinikmati oleh individu pada semua
tahapan perkembangan mulai anak-anak, remaja dan dewasa. (Yuwanto, 2010: 1).
Handphone merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat modern. Proses
globalisasi dalam tatanan kehidupan modern telah menimbulkan dampak yang luar
biasa dalam kehidupan masyarakat suatu negara. Handphone merupakan salah satu
sarana komunikasi dan informasi yang penting, yang bersifat praktis dan ringan
karena dapat dibawa ke mana – mana, oleh siapapun.
Penggunaan handphone dalam dunia pendidikan merupakan sebuah permasalahan
yang perlu dikaji secara mendalam karena selayaknya fungsi handphone berguna
untuk menyampaikan short message service (sms), mendengarkan musik, menonton
tayangan audiovisual, dan game. Tidak ada manfaat yang berarti untuk pelajar
sehingga harus dilarang untuk dibawa dan dipergunakan siswa di lingkungan sekolah.
handphone yang dapat terhubungan dengan layanan internet akan membantu siswa
menemukan informasi yang dapat menopang pengetahuannya di sekolah. Pada
kenyataannya sangat sedikit siswa yang memanfaatkan pada sisi ini, handphone yang
dimiliki umumnya digunakan untuk sms-an, main game, mendengarkan musik,
menonton tayangan audiovisual, serta penggunaan sosial media. Dengan kata lain
memfungsikan handphone bukan untuk fungsinya.
Standarisasi penggunaan handphone yaitu selain berfungsi untuk melakukan dan
menerima panggilan telepon, ponsel umumnya juga mempunyai fungsi pengiriman
dan penerimaan pesan singkat (short message service, SMS). Ada pula penyedia jasa
telepon genggam di beberapa negara yang menyediakan layanan generasi ketiga (3G)
dengan menambahkan jasa videophone, sebagai alat pembayaran, maupun untuk
televisi online di telepon genggam mereka. Sekarang, telepon genggam menjadi
gadget yang multifungsi. Mengikuti perkembangan teknologi digital, kini ponsel juga
dilengkapi dengan berbagai pilihan fitur, seperti bisa menangkap siaran radio dan
televisi, perangkat lunak pemutar audio (MP3) dan video, kamera digital, game, dan
layanan internet (WAP, GPRS, 3G). Selain fitur-fitur tersebut, ponsel sekarang sudah
ditanamkan fitur komputer. Jadi di ponsel tersebut, orang bisa mengubah fungsi
ponsel tersebut menjadi mini komputer. Di dunia bisnis, fitur ini sangat membantu
bagi para pebisnis untuk melakukan semua pekerjaan di satu tempat dan membuat
pekerjaan tersebut diselesaikan dalam waktu yang singkat.(www.wikipedia.org,
2013)
Generasi muda yang mengalami gejala ketergantungan telepon genggam merasa
seperti kehilangan anggota tubuh ketika teleponnya tertinggal di rumah. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Universitas Maryland yang melibatkan 1000 pelajar di
seluruh dunia, termasuk Inggris. Para pelajar diberikan pertanyaan dan diminta untuk
tidak mengakses telepon genggam selama 24 jam dengan pengawasan dari pihak
peneliti. Hasil penelitian menunjukkan teknologi merupakan pusat kehidupan bagi
para pelajar yang dibuktikan dengan 50% responden dalam penelitian tidak dapat
diutarakan oleh salah satu partisipan dalam penelitian, Rayen Blondino mengaku
merasa cacat. Hanya saja bukan cacat fisik, tetapi cacat karena tidak menggunakan
telepon genggamnya. Rayen juga merasa telepon genggamnya terus menerus bergetar
dan merasa masih menerima pesan walaupun tidak membawa telepon genggamnya.
Salah seorang partisipan lain secara terang-terangan mengakui dirinya
ketergantungan dan merasa ada sesuatu yang hilang. Gejala-gejala yang dialami
kedua partisipan juga terlihat pada kebanyakan partisipan lainnya
(www.mentang.blogspot.com, Tempointeraktif, 2011, online).
Tercatat sekitar 7,3 juta pengguna telepon genggam di Indonesia dan 56%
diantaranya adalah kelompok muda, dibawah umur 20 tahun (Nugroho, 2008). Fitur
telepon genggam yang sering digunakan remaja antara lain fungsi panggilan suara,
pesan singkat, bermain game, browsing internet, kamera, dan video. Fitur-fitur
telepon genggam menyebabkan aktivitas menggunakan telepon genggam menjadi
menyenangkan bagi remaja.
Yuwanto (2010: 9) melakukan validasi simtom-simtom kecanduan telepon
genggam dengan subjek penelitian sebanyak 200 mahasiswa berusia 17-18 tahun
dengan teknik incidental sampling. Hasil penelitiannya mengungkapkan empat
simtom, pertama kecanduan telepon genggam yaitu ketidakmampuan mengontrol
keinginan menggunakan telepon genggam dengan persentase 35,5% (sedang), kedua
simtom kecemasaan dan kehilangan bila tidak menggunakan telepon genggam 34%
(sedang), ketiga simtom menarik diri / mengalihkan dari masalah 31% (tinggi), dan
keempat simtom kehilangan produktivitas 45% (tinggi). Dapat dilihat dari data
mahasiswa apabila mengalami masalah akan mengalihkan diri dengan menggunakan
telepon genggamnya sehingga kehilangan produktivitas.
Leung (2007a) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji faktor-faktor
psikologis yang berhubungan dengan kecanduan telepon genggam. Hasil penelitian
menunjukan leisure borendom, sensation seeking, dan self-esteem berhubungan
sensation seeking maka makin tinggi skor kecanduan telepon genggam. Sebaliknya
makin tinggi skor self-esteem maka makin rendah skor kecanduan telepon genggam.
James dan Drennan (2005) meneliti tentang faktor situasi yang dapat menjadi
penyebab kecanduan telepon genggam. Hasil penelitian menunjukan terdapat
beberapa faktor situasi yang dapat menjadi penyebab kecanduan telepon genggam.
Faktor-faktor tersebut adalah perasaan sedih, kesepian, mengalami kebosanan, dan
stres.
Billieux, Linden, dan Rochat (2008) menyatakan kecemasan dan depresi dapat
menjadi penyebab individu menggunakan telepon genggam secara berlebihan. Selain
faktor depresi dan kecemasan Billieux, Linden, dan Rochat menguji faktor
implusivitas. Hasil penelitian menunjukan individu yang memiliki tingkat
implusivitas tinggi dicirikan dengan keinginan melakukan sesuatu dengan segera dan
kontrol diri yang rendah memiliki kecenderungan mengalami kecanduan telepon
genggam.
Journal Personal and Ubiquitous Computing merilis penelitian tentang kebiasaan
secara kompulsif memeriksa handphone. Secara berulang-ulang seseorang dapat
mengecek handphonenya paling tidak selama 30 detik dalam rentang waktu kurang
dari 10 menit. Seseorang yang terkena gejala ketergantungan handphone dapat
bolak-balik memeriksa handphonenya sedikitnya 34 kali dalam sehari. Kebiasaan secara
kompulsif memeriksa handphone terjadi di bawah sadar yang dapat dijelaskan dalam
dua tahapan. Pertama, individu menyukai perasaan ketika menerima e-mail, twitter,
atau informasi baru. Individu selalu menyukai hal baru yang diterima pada
smartphonenya dan tanpa sadar selalu mengharapkan kehadiran notifikasi baru,
secara tidak sadar otak senang dengan hal tersebut. Kedua, memeriksa handphone
menjadi hal yang otomatis bahkan tanpa perlu dipikirkan. Penelitian juga
mengungkapkan individu menghentikan kegiatan penting hanya untuk memeriksa
BlackBerry, pikiran orang tersebut akan menjadi sulit untuk kembali ke tugas
sebelumnya dengan mood dan konsentrasi yang sama. (Kwanghyo dalam Letty, 2012
Cooper, (Letty, 2012: 4) berpendapat kecanduan merupakan perilaku
ketergantungan pada suatu hal yang disenangi. Individu biasanya secara otomatis
akan melakukan apa yang disenangi pada kesempatan yang ada. Individu dikatakan
ketergantungan apabila dalam satu hari melakukan kegiatan yang sama sebanyak lima
kali atau lebih. Ketergantungan merupakan kondisi terikat pada kebiasaan yang
sangat kuat dan tidak mampu lepas dari keadaan, individu kurang mampu mengontrol
dirinya sendiri untuk melakukan kegiatan tertentu.
Penggunaan telepon genggam berlebih memiliki dampak negatif dan positifnya.
Dampak negatif kecanduan telepon genggam (Yuwanto, 2010: 60) dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Konsumtif, penggunaan telepon genggam dengan berbagai fasilitas yang
ditawarkan penyedia jasa layanan telepon genggam (operator) sehingga membuat
individu harus mengeluarkan biaya untuk memanfaatkan fasilitas yang
digunakan.
2. Psikologis, individu merasa tidak nyaman atau gelisah ketika tidak menggunakan
atau tidak membawa telepon genggam.
3. Fisik, terjadi gangguan seperti gangguan atau pola tidur yang berubah.
4. Relasi sosial, berkurangnya kontak fisik secara langsung dengan orang lain.
5. Akademis/pekerjaan, berkurangnya waktu untuk mengerjakan sesuatu yang
penting dengan kata lain berkurangnya produktivitas sehingga mengganggu
akademis atau pekerjaan.
6. Hukum, keinginan untuk menggunakan telepon genggam yang tidak terkontrol
menyebabkan menggunakan telepon genggam saat mengemudi dan
membahayakan bagi diri sendiri dan pengendara lain.
Mobile phone addict tidak hanya mempunyai dampak negatif, tetapi terdapat
dampak positifnya, antara lain :
1. Handphone menjadi salah satu sarana mengurangi kondisi kurang nyaman.
2. Handphone salah satu alat yang digunakan untuk berkomunikasi dan
mempertahankan kontak dengan orang lain.
Dapat dilihat adanya dampak negatif dan positif dari penggunaan handphone.
Stress akademik, kejenuhan belajar, kesepian mempergunakan handphone sebagai
media coping masalah atau keadaan tidak menyenangkan. Disinilah peranan
bimbingan dan konseling salah satunya untuk melakukan pencegahanan (preventif)
agar peserta didik tidak mengalami adiksi handphone sesuai dengan fungsi
bimbingan dan konseling yaitu sebagai pencegahan (preventif), yaitu fungsi yang
berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah
yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh
peserta didik. Melalui fungsi preventif, konselor memberikan bimbingan kepada
konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang
membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan
orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu
diinformasikan kepada para siswa dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku
yang tidak diharapkan.
Konselor memberikan bantuan terhadap peserta didik yang mengalami gejala
ketergantungan handphone dengan cara membantu peserta didik mampu menolak
gejala-gejala ketergantungan handphone. Apabila tidak ditangani sejak dini peserta
didik yang mempunyai ciri-ciri ketergantuangan handphone akan menjadi mobile
phone addict yang nantinya berdampak kurangnya konsentrasi di kelas,
berkurangnya waktu untuk mengerjakan tugas bahkan untuk memperhatikan
pelajaran di kelas. Konselor membantu dengan mengajarkan peserta didik untuk
belajar menolak dengan latihan asertif (assertive training), Assertive training
bertujuan agar peserta didik mampu bersikap tegas dalam menghadapi stimulus yang
bersifat internal (dari dalam diri) maupun eksternal (dari lingkungan luar).
Asertivitas berasal dari bahasa inggris, yaitu assert yang berarti menyatakan,
menegaskan, menuntut, dan memaksa. Menurut kamus Inggris-Indonesia (John M.
menegaskan. To assert dapat juga berarti menyatakan dengan sopan dan manis serta
hal-hal lain yang menyenangkan diri sendiri. Asertif adalah perilaku yang dipelajari
atau dibiasakan. Perilaku asertif adalah suatu perilaku seseorang yang merespon
suatu stimulus dari lingkungannya dengan tegas dan menjaga hak dirinya tanpa
melanggar hak orang lain.
Keunggulan teknik assertive training adalah dirancang untuk membantu orang
berdiri untuk dirinya sendiri dan memperkuat dirinya sendiri. Diharapkan peserta
didik dapat menolak dan menegaskan diri sehingga tidak mengalami gejala adiksi
handphone dan dapat menggunakan handphone dengan sehat.
Studi pendahuluan di SMA Pasundan 8 Bandung mengenai gejala-gejala adiksi
handphone dengan metode wawancara dan observasi langsung dilakukan peneliti
ketika mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) pada bulan Januari sampai
Juni 2013. Peneliti mewawancarai beberapa peserta didik yang ketika berada
didalam kelas terus saja melakukan kegiatan dengan handphone, didapatkan data
peserta didik mengaku mengalami kegelisahan ketika handphonenya tertinggal
dirumah, merasakan aneh jika tidak melihat handphonenya untuk lima menit saja
walaupun tidak ada sms, bbm, atau telepon masuk. Terkadang ketika sedang
berbincang dengan teman atau keluarga tidak memperhatikan secara serius karena
pusat perhatiannya tertuju kepada telepon genggamnya, yang sangat sering dilakukan
adalah ketika peserta didik mengalami kesepian maka handphone adalah alat yang
dicarinya. Terdapat peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone di SMA
Pasundan 8 Bandung.
Selanjutnya penelitian dilakukan di SMA Pasundan 8 Bandung berdasarkan
fenomena penelitian mengangkat masalah “Assertive Training untuk Mereduksi
B. Rumusan Masalah
Telepon genggam diciptakan sebagai salah satu sarana untuk memudahkan
berkomunikasi. Melalui telepon genggam, komunikasi dapat dilakukan tanpa batasan
waktu dan tempat secara fisik. Pengguna telepon genggam diduga sebagian besar
adalah remaja (Yuwanto, 2010, 5). Penggunaan telepon genggam yang berlebihan
juga dapat berdampak pada kecanduan telepon genggam (mobile phone addict).
Telepon genggam memungkinkan individu berkomunikasi tanpa batasan waktu
dan lokasi, namun menjadi masalah apabila individu tidak dapat hidup secara normal
tanpa menggunakan telepon genggam seperti keinginan membawa telepon genggam
kemana saja, merasa tidak nyaman, dan terganggu apabila tidak menggunakan
telepon genggam. (Yuwanto, 2010: 6).
Remaja membutuhkan bimbingan agar mempunyai kemampuan untuk bersikap
tegas. Remaja harus mampu mengambil keputusan sesuai dengan keinginannya tanpa
khawatir akan tekanan yang ada dari lingkungan sekitar. Banyak remaja yang cemas
atau takut untuk berperilaku asertif. Remaja juga kurang terampil dalam
mengekspresikan diri secara asertif.
Dari paparan peneliti mengajukan rumusan masalah penelitian : “Apakah Teknik
Assertive Training Efektif untuk Mereduksi Peserta Didik yang Mengalami Gejala
Adiksi Handphone ?”
Rumusan masalah penelitian, diturunkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana gambaran umum gejala adiksi handphone pada peserta didik kelas
XI SMA Pasundan 8 Bandung angkatan 2013/2014?
2. Bagaimana rancangan assertive training untuk mereduksi peserta didik yang
mengalami gejala adiksi handphone di SMA Pasundan 8 Bandung kelas XI
angkatan 2013/2014?
3. Seberapa besar efektivitas teknik assertive training untuk mereduksi gejala
adiksi handphone di SMA Pasundan 8 Bandung kelas XI angkatan
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ialah memperoleh gambaran efektivitas teknik
assertive training untuk mereduksi peserta didik yang mengalami gejala adiksi
handphone di SMA Pasundan 8 Bandung kelas XI angkatan 2013/2014. Tujuan
khususnya adalah :
1. Memperoleh gambaran umum gejala adiksi handphone pada peserta didik kelas
XI SMA Pasundan 8 Bandung angkatan 2013/2014.
2. Merumuskan rancangan assertive training untuk mereduksi peserta didik yang
mengalami gejala adiksi handphone di SMA Pasundan 8 Bandung kelas XI
angkatan 2013/2014.
3. Mengetahui seberapa besar efektivitas teknik assertive training untuk mereduksi
gejala adiksi handphone di SMA Pasundan 8 Bandung kelas XI angkatan
2013/2014.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling
Pedoman bantuan layanan bimbingan dan konseling untuk mereduksi peserta
didik yang mengalami gejala adiksi handphone.
2. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Salah satu implementasi layanan BK untuk mereduksi gejala adiksi handphone
E. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan harapan memperoleh
data mengenai gambaran umum peserta didik yang mengalami gejala adiksi
handphone.
Metode penelitian yang digunakan yaitu pra-eksperimen, dengan desain
Pretest-Postest One Group Design.
F. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ialah “Assertive training efektif mereduksi peserta
Yussi Herdiyanti, 2014
Assertive training untuk mereduksi peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Lokasi dan Subjek Populasi / Sampel Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di SMA Pasundan 8 Bandung, yang berada di jalan
Cihampelas No.167, telp./fax. (022) 2034430 Bandung.
Pertimbangan dalam menentukan populasi penelitian di SMA Pasundan 8
Bandung sebagai berikut :
a. SMA Pasundan 8 Bandung berada di pusat kota sehingga aktivitas berbagai
bidang ada disana. Selain itu, dilihat secara demografi merupakan pusat Kota
Bandung yang secara tidak langsung memberikan dampak pada gaya hidup dan
pola pikir peserta didik.
b. Peserta didik kelas XI berada pada rentang usia 16-17 tahun dalam lingkup
psikologi perkembangan individu memasuki masa remaja tengah.
c. Selama PPL (Program Pengalaman Lapangan) berlangsung dijadikan peneliti juga
sebagai observasi mengenai gejala adiksi handphone pada peserta didik di SMA
Pasundan 8 Bandung ketika peneliti ada di dalam kelas sedang melakukan
bimbingan kepada peserta didik.
Populasi penelitian diambil 60% dari 251 keseluruhan peserta didik SMA
Pasundan 8 Bandung menjadi 151 peserta didik. Penentuan sampel dikembangkan
dari Isaac dan Michael (Sugiyono, 2013 :126) :
Sampel (s) =
Ket :
x² dengan dk = 1, artinya memilih taraf kesalahan 1 %
P = Q = 0,5
d = 0,05
Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto,
1993:104). Sampel penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling, yang di
mana pengambilan sampel dilakukan atas dasar pertimbangan peserta didik yang
memiliki gejala adiksi handphone. Setelah dilakukan pre tes dan dihitung dengan
menggunakan skor aktual didapat 14 peserta didik sebagi sampel, yang berada dalam
kriteria sangat tinggi gejala adiksi handphone yang akan diberikan assertive training.
B. Desain Penelitian
Penelitian menggunakan Pre-Experimental Design dengan One-Group
Pretest-Posttest Design dimana terdapat pretes sebelum diberikan perlakuan. Dengan
demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan
dengan keadaan sebelum diberikan perlakuan. Skema model penelitian
Pre-Experimental Design dengan One-Group Pretest-Posttest Design, sebagai berikut:
Keterangan :
01 : Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (pre-test)
X : Eksperimen atau tindakan
02 : Observasi yang dilakukan sesudah eksperimen (post-test)
(Arikunto, 2010:124)
C. Metode Penelitian
Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang digunakan dalam penelitian.
Untuk memperoleh gambaran umum gejala adiksi handphone dan seberapa besar
D. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel dalam penelitian dibagi menjadi dua definisi, yaitu :
1). Gejala adiksi handphone dan 2). Teknik assertive training. Maka dapat
dipaparkan definisi operasional variabel dari setiap poinnya adalah :
1. Gejala adiksi handphone adalah perilaku siswa SMA Pasundan 8 Bandung
yang menggunakan handphone dengan berlebihan yang disertai dengan ciri –
ciri kurangnya control saat menggunakan handphone, perasaan cemas dan
kehilangan saat tidak menggunakan handphone, menarik diri serta melarikan
diri dari masalah hingga kehilangan produktivitas pada peserta didik. Ciri-ciri
seseorang mengalami gejala adiksi handphone adalah:
a. Inability to control craving (ketidakmampuan mengontrol keinginan) adalah
ketidakmampuan seseorang mengontrol perilaku menggunakan handphone
seperti menggunakan handphone pada saat PBM.
b. Anxiety and feeling lost (kecemasan dan merasa kehilangan) adalah memiliki
kecemasan dan merasa kehilangan apabila tidak menggunakan handphone
seperti tidak melakukan komunikasi secara langsung, tidak senang bergaul.
c. Withdrawal and escape (menarik diri dan melarikan diri) adalah media
handphone digunakan sebagai sarana untuk menarik diri dan melarikan diri
saat mengalami masalah.
d. Productivity loss (kehilangan produktivitas) adalah kehilangan produktivitas
saat menggunakan handphone sehingga peserta didik menjadi tidak aktif saat
mengikuti diskusi dikelas, enggan terlibat aktivitas dikelas, dan tidak
memahami pelajaran.
2. Teknik assertive training (latihan asertif) adalah terapi perilaku yang
dirancang untuk membantu mereduksi peserta didik yang memiliki gejala
a. Tahap Pertama
Menghapuskan rasa takut yang berlebihan dan keyakinan yang tidak logis.
Rasa takut yang berlebihan ketika tidak membawa atau meninggalkan
handphone. Merasa cemas dan kehilangan apabila tidak menggunakan
handphone. Ketakutan berlebih ketika tidak bersama dengan handphone.
Ketakutan yang berlebihan dan keyakinan yang irasional sering menghentikan
individu yang akan bertindak tegas.
b. Tahap Kedua
Menerima/mengemukakan fakta-fakta masalah yang akan dihadapi.
Peserta didik harus mampu bersikap tegas dan mengekspresikan pikiran,
perasaan, keyakinan secara jujur dan sehat dalam menggunakan handphone.
c. Tahap Ketiga
Berlatih untuk bersikap asertif sendiri. Latihan bersikap tegas sendiri
biasanya menggunakan refleksi atau permainan peran jiwa dimana individu
akan lebih dapat bersikap asertif, memusatkan pada perilaku nonverbal yang
penting dalam ketegasan menggunakan handphone.
d. Tahap Keempat
Menempatkan individu dengan orang lain untuk bermain peran pada
situasi yang sulit. Tahap keempat menyediakan kesempatan untuk berlatih
peran dan mendapatkan umpan balik orang lain dalam kelompok. Pelatihan
lebih lanjut mengizinkan konseli untuk lebih lanjut menunjukan perubahan
perilaku dan membiasakan konseli untuk bersikap lebih tegas, dan dapat
menolak gejala-gejala adiksi handphone. Mengadakan latihan juga membuat
konseli semakin bertambah nyaman dan senang saat menjadi asertif.
e. Tahap Kelima
Membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya atau dalam
kehidupan sehari-hari. Konseli membuat kontrak perilaku untuk
melaksanakan perilaku asertif yang sebelumnya dihindari. Pada sesi
dilakukan, hubungkan dalam latihan selanjutnya dan membuat kontrak
perilaku lain untuk keluar dari pengalaman asertif kelompok.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian menggunakan alat ukur berupa angket untuk mengungkap gejala adiksi
handphone di SMA Pasundan 8 Bandung. Angket (sebelum uji coba) terdiri dari 51
pernyataan dan angket (setelah uji coba) terdiri dari 47 pernyataan yang mewakili
setiap indikator dan aspek dari gejala adiksi handphone.
Tabel 3.1
Instrument gejala adiksi handphone sebelum uji coba dan setelah uji coba
Aspek Indikator Item Pernyataan
(Sebelum Uji Coba)
No Item
Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No Item 1. Inability to
control
1. Saya menggunakan
handphone pada
saat ada panggilan telepon masuk saja.
1 1) Saya menggunakan
handphone pada saat
ada panggilan telepon masuk saja
1
2. Saya menggunakan
handphone disaat
berkomunikasi saja 2
Aspek Indikator Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No Item
Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No
6. Saya memeriksa
handphone
walaupun saya tidak mengsms seseorang.
5
7. Saya memeriksa
handphone ketika
jam pelajaran
7 6) Saya memeriksa
handphone ketika
jam pelajaran
6
8. Saya mengurangi waktu
9. Saya memeriksa
handphone ketika
sedang berbicara dengan orang lain
9 8) Saya memeriksa
handphone ketika
sedang berbicara dengan orang lain
8
10.Saya melihat
handphone jika
ada kepentingan.
10 9) Saya melihat
handphone jika ada
kepentingan
11.Saya lebih senang melihat media sosial melalui
handphone
dibandingkan dari komputer/leptop
11 10)Saya lebih senang melihat media sosial melalui handphone dibandingkan dari komputer/leptop
10
12.Saya membuka media sosial melalui
handphonejika ada
waktu luang
12
13.Saya mengerjakan tugas terlebih dahulu dibandingkan meng- update status
13 11)Saya mengerjakan tugas terlebih dahulu dibandingkan meng-
update status
Aspek Indikator Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No Item
Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No Item 14.Saya senang
meng-update status
dimedia sosial melalui
handphone.
14 12)Saya senang
meng-update status
dimedia sosial melalui handphone.
12
15.Saya kehilangan waktu tidur karena sibuk mengupdate status dimedia sosial melalui
handphone
15 13)Saya kehilangan waktu tidur karena sibuk meng-update status dimedia sosial melalui handphone
13
16.Saya khawatir akan ada panggilan masuk (telepon)
17.Saya nyaman tidak membawa
18.Saya tenang apabila tidak ada yang menghubungi saya.
18 16)Saya tenang apabila tidak ada yang menghubungi saya
16 bangun tidur tidak langsung melihat
handphone
17
20.Saya tenang apabila saya jauh dari handphone
20 18)Saya tenang apabila saya jauh dari
handphone
18
21.Saya cemas ketika tidak memeriksa
Aspek Indikator Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No Item
Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No
22.Seperti ada yang kurang apabila
23.Saya kehilangan ketika handphone rusak
23 21)Saya kehilangan ketika handphone rusak.
21
24.Saya kehilangan ketika diminta mematikan
handphone
24 22)Saya kehilangan ketika diminta mematikan
handphone
22
25.Saya senang tidak membawa
26.Saya bersedia untuk mematikan
handphone
26 24)Saya bersedia untuk mematikan
handphone.
24
27.Saya nyaman pada saat handphone dipinjam teman / keluarga
27 25)Saya nyaman pada saat handphone dipinjam teman / keluarga
28.Saya menggunakan
handphone ketika
mempunyai masalah dengan lingkungan sekitar
28
29.Saya menggunakan
handphone ketika
29 26)Saya menggunakan
handphone ketika
berada ditempat baru walaupun tidak ada panggilan masuk atau sms.
26
30.Saya senang bergaul langsung dibandingkan melalui handphone
30 27)Saya senang bergaul langsung
dibandingkan melalui handphone
Aspek Indikator Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No Item
Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No Item 31.Saya lebih banyak
berkomunikasi melalui handphone
32 29)Saya menyelesaikan masalah dengan teman secara langsung tidak melalui handphone
29
33.Saya menggunakan
handphone untuk
bersilaturahmi dengan teman lama
33
34.Saya menggunakan
handphone untuk
berbicara dengan orang lain saat merasa kesepian
34 30)Saya menggunakan
handphone untuk
berbicara dengan orang lain saat merasa kesepian
30
35.Ketika saya mempunyai masalah di kelas saya menyibukkan
36.Saya menggunakan
handphone untuk
membuat diri merasa lebih baik saat sedih.
36 32)Saya menggunakan
handphone untuk
membuat diri merasa lebih baik saat sedih.
32
Aspek Indikator Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No Item
Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No Item
handphone. handphone.
38.Saya
38 34)Saya membicarakan masalah yang
39.Saya bermain
games dari
handphone karena
lelah mengerjakan pr yang banyak
39 35)Saya bermain games
40.Saya lebih sering menggunakan
handphone saat
jam pelajaran
handphone saat jam
pelajaran dikelas dibanding
menyimak materi dari guru.
36
41.Saya menggunakan
headset dan
mendengarkan musik saat jam pelajaran
41 37)Saya menggunakan
headset dan
mendengarkan musik saat jam pelajaran
37
42.Saya lebih sering menggunakan belajar berkurang
38
43.Saya menaruh
handphone saya di
tas saat jam pelajaran
43 39)Saya menaruh
handphone saya
ditas saat jam pelajaran
39
44.Saya mengabaikan panggilan masuk dari handphone pada saat guru menerangkan di
44 40)Saya mengabaikan panggilan masuk dari handphone pada saat guru
menerangkan
Aspek Indikator Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No Item
Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No Item
kelas. dikelas.
45.Saya membagi waktu untuk belajar dan menggunakan
handphone
45 41)Saya membagi waktu untuk belajar dan menggunakan
46.Saya enggan berbincang dengan teman karena sibuk menggunakan
handphone
46 42)Saya enggan berbincangdengan teman karena sibuk menggunakan
handphone
42
47.Saya senang mengobrol
48.Saya enggan berpartisipasi pada saat berkumpul dengan teman-teman karena asyik menggunakan
49.Ketika bersama teman-teman saya
50.Saya menjadi enggan terlibat aktivitas dikelas karena lebih sibuk dengan handphone
50 46)Saya menjadi enggan terlibat aktivitas dikelas karena lebih sibuk dengan handphone
46
51.Saya terlibat aktivitas digunakan pada saat ada komunikasi
Aspek Indikator Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No Item
Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)
No Item saat ada
komunikasi yang masuk.
yang masuk.
F. Proses Pengembangan Instrumen
1. Uji Kelayakan Instrumen
Uji kelayakan instrumen mempunyai tujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan
instrumen dari segi konstruk, isi dan bahasa. Dilakukan penimbangan (judgement)
terhadap tiga ahli dari Jurusan Psikologi Pendidikan dua ahli dan satu ahli dosen
Jurusan Psikologi. Masukan dari dosen yaitu revisi devinisi operasional variabel
(DOV), skala model Likert dari 4 berubah menjadi 2, semua kalimat harus diawali
dengan kata “saya”, dan penambahan item tiap indikator. Komentar dan saran dari
tiga dosen ahli menjadi penyempurna instrumen yang dibuat untuk mengungkap
gejala adiksi handphone.
2. Uji Keterbacaan
Uji keterbacaan dilakukan kepada tiga orang peserta didik yakni untuk mengukur
sejauh mana instrumen dapat dipahami peserta didik. Pernyataan – pernyataan yang
kurang dipahami peserta didik saat uji keterbacaan direvisi sehingga dapat dipahami
oleh peserta didik kelas XI SMA Pasundan 8 Bandung. Hasil uji keterbacaan
menunjukan peserta didik memahami semua pernyataan yang terdapat dalam
instrumen yang sebelumnya telah di judgement oleh tiga dosen ahli.
3. Uji Validitas dan Reliabilitas
a. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir – butir
dalam suatu daftar pernyataan dalam mendefiniskan suatu variabel
merupakan keseluruhan pernyataan yang ada dalam instrumen yang
mengungkap gejala adiksi handphone pada peserta didik kelas XI
SMA Pasundan 8 Bandung. Sebanyak 51 butir item yang akan di uji
validitas, pengolahan validitas menggunakan bantuan program SPSS
17.0 for Windows.
Pengujian validitas alat pengumpul data ini akan menggunakan
rumus korelasi product-moment dengan skor mentah.
r
y
x =
2 2
2 2
y y
n x x
n
y x xy
n
Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi yang dicari
xy : Jumlah perkalian antara skor x dan skor y
x2 : Jumlah skor x yang dikuadratkan
y2 : Jumlah skor y yang dikuadratkan
Untuk melihat signifikasinya digunakan rumus t sebagai berikut.
2
2
1
n
t
r
r
-=
-dimana :
t = harga thitung untuk tingkat signifikansi
r = koefisien korelasi
n = banyaknya subjek
Hasil dari uji validitas yang dilakukan, yaitu sebanyak empat item
yang tidak valid sedangkan 47 item valid. Maka rincian item valid dan
tidak valid sebagai berikut :
Table 3.3
Hasil Uji Validitas Angket Gejala Adiksi Handphone
Kesimpulan Item Jumlah
Valid 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8 ,9 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52.
47
Tidak Valid 3, 12, 28, 33 4
Jumlah 51
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui keajegan (konsisten) suatu
instrumen. Pengolahan reliabilitas dilakukan menggunakan bantuan
program SPSS 17.0 for Windows.
Tabel 3. 4
Hasil Uji Reliabilitas Angket Gejala Adiksi Handphone
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,820 47
Hasil dari uji reliabilitas yaitu 0,820 dari 47 item valid berarti tingkat
derajat keterandalan sangat tinggi.
Keterangan :
0,00 – 0,199 derajat keterandalan sangat rendah
0,20 – 0,399 derajat keterandalan rendah
0,40 – 0,599 derajat keterandalan cukup
0,80 – 1,00 derajat keterandalan sangat tinggi
Riduwan (2011: 98).
G. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara penyebaran angket mengenai gejala
adiksi handphone kepada peserta didik SMA Pasundan 8 Bandung kelas XI angkatan
2013/2014. Angket pada pre test terdiri dari 51 pernyataan yang harus diisi oleh
peserta didik denggan sungguh-sungguh sesuai dengan yang peserta didik lakukan
dalam kesehariannya. Setelah dilakukan olah data uji validitas dan reliabilitas,
pernyataan yang valid adalah 47 item.
H. Analisis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitan pra – eksperimen adalah berupa data tes
pertama (pre test sebelum perlakuan) dan tes kedua (post test setelah perlakuan).
1. Penyekoran
Penyekoran pada instrumen gejala adiksi handphone dilakukan dengan skala
likert lima pilihan jawaban yaitu Selalu, Sering, Jarang, Pernah, dan Tidak Pernah.
Tabel 3.5
Ketentuan Penyekoran
Pernyataan Skor
Selalu Sering Jarang Pernah Tidak Pernah
Positif (+) 5 4 3 2 1
Negatif (-) 1 2 3 4 5
Adapun setiap kategori gejala adiksi handphone mengandung pengertian sebagai berikut :
Tabel 3.6
Interpretasi Skor Kategori Gejala Adiksi Handphone
Kategori Skor Interpretasi
Sangat Tinggi >153 Peserta didik yang memiliki gejala adiksi
handphone yang sangat tinggi tidak dapat
Kategori Skor Interpretasi
handphone dengan tidak sehat, seperti tidak
dapat mengontrol keinginan menggunakan
handphone, merasa cemas dan kehilangan
apabila tidak menggunakan handphone, lalu menarik dan melarikan diri menggunakan
handphone saat mengalami masalah, dan
kehilangan produktivitas karena menggunakan handphone.
Tinggi 135 – 152 Peserta didik yang memiliki gejala adiksi
handphone yang tinggi mempunyai kriteria
tidak dapat mengontrol saat menggunakan
handphone, seperti kurang dapat mengontrol
keinginan menggunakan handphone, merasa cemas dan kehilangan apabila tidak menggunakan handphone, menarik dan melarikan diri menggunakan handphone saat mengalami masalah tertentu, dan kehilangan produktivitas saat menggunakan handphone. Sedang 117 – 134 Peserta didik yang memiliki gejala adiksi
handphone yang sedang berarti menggunakan handphone saat penting dan terkadang dalam keadaan tertentu menggunakan handphone lebih dari biasanya. seperti dapat dengan baik mengontrol penggunaan handphone, tidak terlalu merasa cemas dan kehilangan saat tidak menggunakan handphone.
Rendah 99 – 116 Peserta didik yang memiliki gejala adiksi
handphone yang rendah berarti menggunakan handphone tidak berlebihan dan pada waktu yang tepat, seperti cukup dapat mengontrol penggunaan handphone, merasa nyaman tanpa adanya handphone. Sangat Rendah <81 Peserta didik yang memiliki gejala adiksi
handphone yang sangat rendah mempunyai
arti dapat menggunakan handphone pada saat yang tepat dan tegas kepada diri sendiri. Dapat mengontrol dengan baik penggunaan
handphone setiap saat, merasa nyaman
Kategori Skor Interpretasi
kegiatan yang dilakukan lebih aktif dan produktif
2. Pengumpulan Data
Data awal dilakukan pada tanggal Jum’at, 23 Agustus 2013 disebarkan kepada
60% dari populasi peserta didik di SMA Pasundan 8 Bandung yaitu sebanyak 151
peserta didik. Angket yang disebarkan untuk pre tes, sebanyak 51 pernyataan.
Langkah – langkah penyebaran angketnya adalah :
a. Mengecek instrumen yang akan di sebarkan
b. Memastikan sampel (peserta didik) dan jam masuk untuk membagikan
instrumen
c. Menjelaskan tujuan diadakannya pengisian angket gejala adiksi
handphone.
d. Menjelaskan secara singkat dan jelas mengenai cara pengerjaan instrumen
e. Mengumpulkan instrumen dan lembar jawaban yang sudah diisi oleh
peserta didik.
f. Mengecek ulang kelengkapan identitas yang telah diisi oleh peserta didik
dan jawaban setiap pernyataan
3. Pengolahan Data, Pengambilan Sampel, dan Pre – Test
Tahap pengolahan data pertama kali dilakukan entri data sebanyak sampel yang
telah ditentukan. Setelah data dimasukan ke excel dilakukan uji validitas dan
reliabilitas untuk mengetahui item yang valid dan mengetahui keajegan angket gejala
adiksi handphone. Setelah diketahui pernyataan yang valid, maka ada 47 item yang
valid dan mewakili setiap indikator gejala adiksi handphone.
Setelah mengetahui item yang valid dilakukan penghitungan dengan skor aktual
Pasundan 8 Bandung kelas XI tahun ajaran 2013/2014, dengan langkah – langkah
sebagai berikut :
a. Untuk mencari range (rentang) = skor terbesar – skor terkecil
b. Ditentukan banyaknya kelas yaitu 5 kelas :
1) Sangat Tinggi (ST)
2) Tinggi (T)
3) Sedang (S)
4) Rendah (R)
5) Sangat Rendah (SR)
c. Panjang Kelas = Rentang Banyak Kelas
Didapatkan gambaran umum gejala adiksi handphone, lalu untuk mengetahui
tinggi dan rendahnya setiap aspek dan indikator dihitung dengan cara yang sama.
Setelah mendapatkan gambaran umum untuk menempatkan skor, sampel diurutkan
dari skor terbesar ke skor terkecil untuk mengetahui peserta didik yang masuk
kedalam kategori sangat tinggi gejala adiksi handphone nya sampai peserta didik
yang sangat rendah gejala adiksi handphone nya. Peserta didik yang termasuk dalam
kategori tinggi ditetapkan sebagai sampel. Pemberian tindakan ditetapkan sebanyak
14 peserta didik. Skor dari peserta didik dengan kategori sangat tinggi ditetapkan sebagai skor pre – test.
4. Post Test
Post test dilaksanakan pada tanggal 07 – November – 2013. Post test dilakukan
setelah adanya pemberian treatment (pelatihan) asertif kepada peserta didik yang
termasuk dalam kategori sangat tinggi gejala adiksi handphone nya. Peserta didik
yang mendapatkan pelatihan asertif sebanyak 14 orang. Treatment dilakukan
sebanyak 6 kali pertemuan. Setelah selesai treatment, dilakukanlah post test untuk
mengetahui efektivitas teknik assertive training untuk mereduksi gejala adiksi