• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASSERTIVE TRAINING UNTUK MEREDUKSI PESERTA DIDIK YANG MENGALAMI GEJALA ADIKSI HANDPHONE : Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ASSERTIVE TRAINING UNTUK MEREDUKSI PESERTA DIDIK YANG MENGALAMI GEJALA ADIKSI HANDPHONE : Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Yussi Herdiyanti, 2014

Assertive training untuk mereduksi peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone

Yussi Herdiyanti (2013). Assertive Training untuk Mereduksi Peserta Didik yang Mengalami Gejala Adiksi Handphone (Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Peserta

Didik Kelas XI SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

Abstrak : Kemajuan teknologi khususnya handphone diciptakan sebagai salah satu sarana untuk memudahkan berkomunikasi. Remaja lebih banyak menggunakan handphone saat proses pembelajaran berlangsung. Fenomena mendorong melakukan penelitian mengenai gejala adiksi handphone. Penelitian bertujuan memperoleh gambaran umum gejala adiksi handphone, merancang program intervensi dengan menggunakan teknik assertive training untuk mereduksi peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone, seberapa besar efektivitas assertive training untuk mereduksi peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan harapan memperoleh data mengenai gambaran umum peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone. Metode penelitian yang digunakan yaitu pra-eksperimen, dengan desain Pretest-Postest One Group Design. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket gejala adiksi handphone dengan sampel sebanyak 151 peserta didik. Hasil pengolahan data sebanyak 14 peserta didik termasuk dalam gejala adiksi handphone pada kategori sangat tinggi. Assertive training dilakukan sebanyak 6 kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukan assertive training efektif mereduksi gejala adiksi handphone karena menunjukan adanya perubahan hasil dari pre test ke hasil post test. Rekomendasi ditujukan, kepada guru BK dan peneliti selanjutnya.

Kata kunci : Gejala adiksi handphone, Assertive training.

Abstrack : Technological progress particularly cell phone was created as one of the facilities to ease communicate. Adolescent greater use of cell phones when the learning process takes place. Phenomena push do research on cell phone addiction symptoms. The research purpose to gain an overview of the cell phone addiction symptoms intervention program, designed with the use of assertive training techniques for the reduction of learners who are experiencing cell phone addiction symptoms, how big the effectiveness of assertive training for reduction of learners who are experiencing cell phone addiction symptoms. Research using quantitative approach, in hopes of obtaining a general overview of data on learners who experience cell phone addiction symptoms. The research method used pre-design experiments, with One Group Pretest-Postest Design. Collecting data was done using cell phone addiction symptoms poll samples as many as 151 students. The results of data processing a total of 14 students included in a cell phone addiction symptoms in the prologue and very high. Assertive training done as much as six times the training. Research showed assertive training effective reduction of cell phone addiction symptoms . because show the changes result from pre test results post to test. Recommendations aimed at, to counseling teacher and researchers next.

(2)

Yussi Herdiyanti, 2014

Assertive training untuk mereduksi peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

ABSTRAK………. i

KATA PENGANTAR……….. ii

UCAPAN TERIMAKASIH ……… iii

DAFTAR ISI………. v

DAFTAR TABEL ……… vi

DAFTAR GRAFIK……….. vii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Penelitian ………. 1

B. Rumusan Masalah ………. 7

C. Tujuan Penelitian ………... 8

D. Manfaat Penelitian ………. 9

E. Metode Penelitian ……….. 10

F. Hipotesis……… 10

BAB II TEKNIK ASSERTIVE TRAINING DAN GEJALA ADIKSI HANDPHONE……… 11

A. Bimbingan Konseling………. 11

B. Assertive Training ………... 14

C. Gejala Adiksi Handphone……… 22

D. Assertive Training untuk Mereduksi Gejala Adiksi Handphone……… 29

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan BAB III METODE PENELITIAN ……… 35

A. Lokasi dan Subjek Populasi / Sampel Penelitian……… 35

B. Desain Penelitian ……….. 36

C. Metode Penelitian ………. 36

D. Definisi Operasional Variabel ……….. 36

E. Instrumen Penelitian ………. 38

F. Proses Pengembangan Instrumen……….. 46

G. Teknik Pengumpulan Data………. 48

H. Analisis Data ………. 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 53

A. Hasil Penelitian………... 53

B. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 85

C. Keterbatasan Penelitian ……….. 90

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………. 91

A. Kesimpulan ……… 91

B. Rekomendasi……….. 92

DAFTAR PUSTAKA……….. 93

(3)

Yussi Herdiyanti, 2014

(4)

Yussi Herdiyanti, 2014

Assertive training untuk mereduksi peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Teknologi ibarat pedang bermata dua, dapat bermanfaat, dapat juga berarti

sebaliknya. Sebuah studi yang diadakan di Swedia, tepatnya di Akademik

Sahlgrenska di Universitas Gothenburg mengatakan handphone dan komputer atau

laptop adalah jenis perangkat yang dapat mengakibatkan masalah atau penyakit

mental seperti depresi, stress, sulit tidur, gangguan tidur, dan gangguan mental

lainnya (Bill, www.kabarnesia.com, 2012).

Kemajuan mobile phone atau yang lebih dikenal dengan telepon genggam

(handphone) terutama dalam fungsinyaS semakin pesat. Telepon genggam tidak lagi

hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi suara dan pesan singkat (short messages

service), tetapi sudah multifungsi. Fungsi-fungsi yang dihadirkan dalam telepon

genggam utamanya fungsi komunikasi, fungsi hiburan dan fungsi peralatan kantor.

Manfaat kemajuan fungsi telepon genggam dapat dinikmati oleh individu pada semua

tahapan perkembangan mulai anak-anak, remaja dan dewasa. (Yuwanto, 2010: 1).

Handphone merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat modern. Proses

globalisasi dalam tatanan kehidupan modern telah menimbulkan dampak yang luar

biasa dalam kehidupan masyarakat suatu negara. Handphone merupakan salah satu

sarana komunikasi dan informasi yang penting, yang bersifat praktis dan ringan

karena dapat dibawa ke mana – mana, oleh siapapun.

Penggunaan handphone dalam dunia pendidikan merupakan sebuah permasalahan

yang perlu dikaji secara mendalam karena selayaknya fungsi handphone berguna

untuk menyampaikan short message service (sms), mendengarkan musik, menonton

tayangan audiovisual, dan game. Tidak ada manfaat yang berarti untuk pelajar

sehingga harus dilarang untuk dibawa dan dipergunakan siswa di lingkungan sekolah.

(5)

handphone yang dapat terhubungan dengan layanan internet akan membantu siswa

menemukan informasi yang dapat menopang pengetahuannya di sekolah. Pada

kenyataannya sangat sedikit siswa yang memanfaatkan pada sisi ini, handphone yang

dimiliki umumnya digunakan untuk sms-an, main game, mendengarkan musik,

menonton tayangan audiovisual, serta penggunaan sosial media. Dengan kata lain

memfungsikan handphone bukan untuk fungsinya.

Standarisasi penggunaan handphone yaitu selain berfungsi untuk melakukan dan

menerima panggilan telepon, ponsel umumnya juga mempunyai fungsi pengiriman

dan penerimaan pesan singkat (short message service, SMS). Ada pula penyedia jasa

telepon genggam di beberapa negara yang menyediakan layanan generasi ketiga (3G)

dengan menambahkan jasa videophone, sebagai alat pembayaran, maupun untuk

televisi online di telepon genggam mereka. Sekarang, telepon genggam menjadi

gadget yang multifungsi. Mengikuti perkembangan teknologi digital, kini ponsel juga

dilengkapi dengan berbagai pilihan fitur, seperti bisa menangkap siaran radio dan

televisi, perangkat lunak pemutar audio (MP3) dan video, kamera digital, game, dan

layanan internet (WAP, GPRS, 3G). Selain fitur-fitur tersebut, ponsel sekarang sudah

ditanamkan fitur komputer. Jadi di ponsel tersebut, orang bisa mengubah fungsi

ponsel tersebut menjadi mini komputer. Di dunia bisnis, fitur ini sangat membantu

bagi para pebisnis untuk melakukan semua pekerjaan di satu tempat dan membuat

pekerjaan tersebut diselesaikan dalam waktu yang singkat.(www.wikipedia.org,

2013)

Generasi muda yang mengalami gejala ketergantungan telepon genggam merasa

seperti kehilangan anggota tubuh ketika teleponnya tertinggal di rumah. Sebuah

penelitian yang dilakukan oleh Universitas Maryland yang melibatkan 1000 pelajar di

seluruh dunia, termasuk Inggris. Para pelajar diberikan pertanyaan dan diminta untuk

tidak mengakses telepon genggam selama 24 jam dengan pengawasan dari pihak

peneliti. Hasil penelitian menunjukkan teknologi merupakan pusat kehidupan bagi

para pelajar yang dibuktikan dengan 50% responden dalam penelitian tidak dapat

(6)

diutarakan oleh salah satu partisipan dalam penelitian, Rayen Blondino mengaku

merasa cacat. Hanya saja bukan cacat fisik, tetapi cacat karena tidak menggunakan

telepon genggamnya. Rayen juga merasa telepon genggamnya terus menerus bergetar

dan merasa masih menerima pesan walaupun tidak membawa telepon genggamnya.

Salah seorang partisipan lain secara terang-terangan mengakui dirinya

ketergantungan dan merasa ada sesuatu yang hilang. Gejala-gejala yang dialami

kedua partisipan juga terlihat pada kebanyakan partisipan lainnya

(www.mentang.blogspot.com, Tempointeraktif, 2011, online).

Tercatat sekitar 7,3 juta pengguna telepon genggam di Indonesia dan 56%

diantaranya adalah kelompok muda, dibawah umur 20 tahun (Nugroho, 2008). Fitur

telepon genggam yang sering digunakan remaja antara lain fungsi panggilan suara,

pesan singkat, bermain game, browsing internet, kamera, dan video. Fitur-fitur

telepon genggam menyebabkan aktivitas menggunakan telepon genggam menjadi

menyenangkan bagi remaja.

Yuwanto (2010: 9) melakukan validasi simtom-simtom kecanduan telepon

genggam dengan subjek penelitian sebanyak 200 mahasiswa berusia 17-18 tahun

dengan teknik incidental sampling. Hasil penelitiannya mengungkapkan empat

simtom, pertama kecanduan telepon genggam yaitu ketidakmampuan mengontrol

keinginan menggunakan telepon genggam dengan persentase 35,5% (sedang), kedua

simtom kecemasaan dan kehilangan bila tidak menggunakan telepon genggam 34%

(sedang), ketiga simtom menarik diri / mengalihkan dari masalah 31% (tinggi), dan

keempat simtom kehilangan produktivitas 45% (tinggi). Dapat dilihat dari data

mahasiswa apabila mengalami masalah akan mengalihkan diri dengan menggunakan

telepon genggamnya sehingga kehilangan produktivitas.

Leung (2007a) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji faktor-faktor

psikologis yang berhubungan dengan kecanduan telepon genggam. Hasil penelitian

menunjukan leisure borendom, sensation seeking, dan self-esteem berhubungan

(7)

sensation seeking maka makin tinggi skor kecanduan telepon genggam. Sebaliknya

makin tinggi skor self-esteem maka makin rendah skor kecanduan telepon genggam.

James dan Drennan (2005) meneliti tentang faktor situasi yang dapat menjadi

penyebab kecanduan telepon genggam. Hasil penelitian menunjukan terdapat

beberapa faktor situasi yang dapat menjadi penyebab kecanduan telepon genggam.

Faktor-faktor tersebut adalah perasaan sedih, kesepian, mengalami kebosanan, dan

stres.

Billieux, Linden, dan Rochat (2008) menyatakan kecemasan dan depresi dapat

menjadi penyebab individu menggunakan telepon genggam secara berlebihan. Selain

faktor depresi dan kecemasan Billieux, Linden, dan Rochat menguji faktor

implusivitas. Hasil penelitian menunjukan individu yang memiliki tingkat

implusivitas tinggi dicirikan dengan keinginan melakukan sesuatu dengan segera dan

kontrol diri yang rendah memiliki kecenderungan mengalami kecanduan telepon

genggam.

Journal Personal and Ubiquitous Computing merilis penelitian tentang kebiasaan

secara kompulsif memeriksa handphone. Secara berulang-ulang seseorang dapat

mengecek handphonenya paling tidak selama 30 detik dalam rentang waktu kurang

dari 10 menit. Seseorang yang terkena gejala ketergantungan handphone dapat

bolak-balik memeriksa handphonenya sedikitnya 34 kali dalam sehari. Kebiasaan secara

kompulsif memeriksa handphone terjadi di bawah sadar yang dapat dijelaskan dalam

dua tahapan. Pertama, individu menyukai perasaan ketika menerima e-mail, twitter,

atau informasi baru. Individu selalu menyukai hal baru yang diterima pada

smartphonenya dan tanpa sadar selalu mengharapkan kehadiran notifikasi baru,

secara tidak sadar otak senang dengan hal tersebut. Kedua, memeriksa handphone

menjadi hal yang otomatis bahkan tanpa perlu dipikirkan. Penelitian juga

mengungkapkan individu menghentikan kegiatan penting hanya untuk memeriksa

BlackBerry, pikiran orang tersebut akan menjadi sulit untuk kembali ke tugas

sebelumnya dengan mood dan konsentrasi yang sama. (Kwanghyo dalam Letty, 2012

(8)

Cooper, (Letty, 2012: 4) berpendapat kecanduan merupakan perilaku

ketergantungan pada suatu hal yang disenangi. Individu biasanya secara otomatis

akan melakukan apa yang disenangi pada kesempatan yang ada. Individu dikatakan

ketergantungan apabila dalam satu hari melakukan kegiatan yang sama sebanyak lima

kali atau lebih. Ketergantungan merupakan kondisi terikat pada kebiasaan yang

sangat kuat dan tidak mampu lepas dari keadaan, individu kurang mampu mengontrol

dirinya sendiri untuk melakukan kegiatan tertentu.

Penggunaan telepon genggam berlebih memiliki dampak negatif dan positifnya.

Dampak negatif kecanduan telepon genggam (Yuwanto, 2010: 60) dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Konsumtif, penggunaan telepon genggam dengan berbagai fasilitas yang

ditawarkan penyedia jasa layanan telepon genggam (operator) sehingga membuat

individu harus mengeluarkan biaya untuk memanfaatkan fasilitas yang

digunakan.

2. Psikologis, individu merasa tidak nyaman atau gelisah ketika tidak menggunakan

atau tidak membawa telepon genggam.

3. Fisik, terjadi gangguan seperti gangguan atau pola tidur yang berubah.

4. Relasi sosial, berkurangnya kontak fisik secara langsung dengan orang lain.

5. Akademis/pekerjaan, berkurangnya waktu untuk mengerjakan sesuatu yang

penting dengan kata lain berkurangnya produktivitas sehingga mengganggu

akademis atau pekerjaan.

6. Hukum, keinginan untuk menggunakan telepon genggam yang tidak terkontrol

menyebabkan menggunakan telepon genggam saat mengemudi dan

membahayakan bagi diri sendiri dan pengendara lain.

Mobile phone addict tidak hanya mempunyai dampak negatif, tetapi terdapat

dampak positifnya, antara lain :

1. Handphone menjadi salah satu sarana mengurangi kondisi kurang nyaman.

(9)

2. Handphone salah satu alat yang digunakan untuk berkomunikasi dan

mempertahankan kontak dengan orang lain.

Dapat dilihat adanya dampak negatif dan positif dari penggunaan handphone.

Stress akademik, kejenuhan belajar, kesepian mempergunakan handphone sebagai

media coping masalah atau keadaan tidak menyenangkan. Disinilah peranan

bimbingan dan konseling salah satunya untuk melakukan pencegahanan (preventif)

agar peserta didik tidak mengalami adiksi handphone sesuai dengan fungsi

bimbingan dan konseling yaitu sebagai pencegahan (preventif), yaitu fungsi yang

berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah

yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh

peserta didik. Melalui fungsi preventif, konselor memberikan bimbingan kepada

konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang

membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan

orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu

diinformasikan kepada para siswa dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku

yang tidak diharapkan.

Konselor memberikan bantuan terhadap peserta didik yang mengalami gejala

ketergantungan handphone dengan cara membantu peserta didik mampu menolak

gejala-gejala ketergantungan handphone. Apabila tidak ditangani sejak dini peserta

didik yang mempunyai ciri-ciri ketergantuangan handphone akan menjadi mobile

phone addict yang nantinya berdampak kurangnya konsentrasi di kelas,

berkurangnya waktu untuk mengerjakan tugas bahkan untuk memperhatikan

pelajaran di kelas. Konselor membantu dengan mengajarkan peserta didik untuk

belajar menolak dengan latihan asertif (assertive training), Assertive training

bertujuan agar peserta didik mampu bersikap tegas dalam menghadapi stimulus yang

bersifat internal (dari dalam diri) maupun eksternal (dari lingkungan luar).

Asertivitas berasal dari bahasa inggris, yaitu assert yang berarti menyatakan,

menegaskan, menuntut, dan memaksa. Menurut kamus Inggris-Indonesia (John M.

(10)

menegaskan. To assert dapat juga berarti menyatakan dengan sopan dan manis serta

hal-hal lain yang menyenangkan diri sendiri. Asertif adalah perilaku yang dipelajari

atau dibiasakan. Perilaku asertif adalah suatu perilaku seseorang yang merespon

suatu stimulus dari lingkungannya dengan tegas dan menjaga hak dirinya tanpa

melanggar hak orang lain.

Keunggulan teknik assertive training adalah dirancang untuk membantu orang

berdiri untuk dirinya sendiri dan memperkuat dirinya sendiri. Diharapkan peserta

didik dapat menolak dan menegaskan diri sehingga tidak mengalami gejala adiksi

handphone dan dapat menggunakan handphone dengan sehat.

Studi pendahuluan di SMA Pasundan 8 Bandung mengenai gejala-gejala adiksi

handphone dengan metode wawancara dan observasi langsung dilakukan peneliti

ketika mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) pada bulan Januari sampai

Juni 2013. Peneliti mewawancarai beberapa peserta didik yang ketika berada

didalam kelas terus saja melakukan kegiatan dengan handphone, didapatkan data

peserta didik mengaku mengalami kegelisahan ketika handphonenya tertinggal

dirumah, merasakan aneh jika tidak melihat handphonenya untuk lima menit saja

walaupun tidak ada sms, bbm, atau telepon masuk. Terkadang ketika sedang

berbincang dengan teman atau keluarga tidak memperhatikan secara serius karena

pusat perhatiannya tertuju kepada telepon genggamnya, yang sangat sering dilakukan

adalah ketika peserta didik mengalami kesepian maka handphone adalah alat yang

dicarinya. Terdapat peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone di SMA

Pasundan 8 Bandung.

Selanjutnya penelitian dilakukan di SMA Pasundan 8 Bandung berdasarkan

fenomena penelitian mengangkat masalah Assertive Training untuk Mereduksi

(11)

B. Rumusan Masalah

Telepon genggam diciptakan sebagai salah satu sarana untuk memudahkan

berkomunikasi. Melalui telepon genggam, komunikasi dapat dilakukan tanpa batasan

waktu dan tempat secara fisik. Pengguna telepon genggam diduga sebagian besar

adalah remaja (Yuwanto, 2010, 5). Penggunaan telepon genggam yang berlebihan

juga dapat berdampak pada kecanduan telepon genggam (mobile phone addict).

Telepon genggam memungkinkan individu berkomunikasi tanpa batasan waktu

dan lokasi, namun menjadi masalah apabila individu tidak dapat hidup secara normal

tanpa menggunakan telepon genggam seperti keinginan membawa telepon genggam

kemana saja, merasa tidak nyaman, dan terganggu apabila tidak menggunakan

telepon genggam. (Yuwanto, 2010: 6).

Remaja membutuhkan bimbingan agar mempunyai kemampuan untuk bersikap

tegas. Remaja harus mampu mengambil keputusan sesuai dengan keinginannya tanpa

khawatir akan tekanan yang ada dari lingkungan sekitar. Banyak remaja yang cemas

atau takut untuk berperilaku asertif. Remaja juga kurang terampil dalam

mengekspresikan diri secara asertif.

Dari paparan peneliti mengajukan rumusan masalah penelitian : “Apakah Teknik

Assertive Training Efektif untuk Mereduksi Peserta Didik yang Mengalami Gejala

Adiksi Handphone ?”

Rumusan masalah penelitian, diturunkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

1. Bagaimana gambaran umum gejala adiksi handphone pada peserta didik kelas

XI SMA Pasundan 8 Bandung angkatan 2013/2014?

2. Bagaimana rancangan assertive training untuk mereduksi peserta didik yang

mengalami gejala adiksi handphone di SMA Pasundan 8 Bandung kelas XI

angkatan 2013/2014?

3. Seberapa besar efektivitas teknik assertive training untuk mereduksi gejala

adiksi handphone di SMA Pasundan 8 Bandung kelas XI angkatan

(12)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ialah memperoleh gambaran efektivitas teknik

assertive training untuk mereduksi peserta didik yang mengalami gejala adiksi

handphone di SMA Pasundan 8 Bandung kelas XI angkatan 2013/2014. Tujuan

khususnya adalah :

1. Memperoleh gambaran umum gejala adiksi handphone pada peserta didik kelas

XI SMA Pasundan 8 Bandung angkatan 2013/2014.

2. Merumuskan rancangan assertive training untuk mereduksi peserta didik yang

mengalami gejala adiksi handphone di SMA Pasundan 8 Bandung kelas XI

angkatan 2013/2014.

3. Mengetahui seberapa besar efektivitas teknik assertive training untuk mereduksi

gejala adiksi handphone di SMA Pasundan 8 Bandung kelas XI angkatan

2013/2014.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Pedoman bantuan layanan bimbingan dan konseling untuk mereduksi peserta

didik yang mengalami gejala adiksi handphone.

2. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Salah satu implementasi layanan BK untuk mereduksi gejala adiksi handphone

(13)

E. Metode Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan harapan memperoleh

data mengenai gambaran umum peserta didik yang mengalami gejala adiksi

handphone.

Metode penelitian yang digunakan yaitu pra-eksperimen, dengan desain

Pretest-Postest One Group Design.

F. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ialah “Assertive training efektif mereduksi peserta

(14)

Yussi Herdiyanti, 2014

Assertive training untuk mereduksi peserta didik yang mengalami gejala adiksi handphone

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Subjek Populasi / Sampel Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di SMA Pasundan 8 Bandung, yang berada di jalan

Cihampelas No.167, telp./fax. (022) 2034430 Bandung.

Pertimbangan dalam menentukan populasi penelitian di SMA Pasundan 8

Bandung sebagai berikut :

a. SMA Pasundan 8 Bandung berada di pusat kota sehingga aktivitas berbagai

bidang ada disana. Selain itu, dilihat secara demografi merupakan pusat Kota

Bandung yang secara tidak langsung memberikan dampak pada gaya hidup dan

pola pikir peserta didik.

b. Peserta didik kelas XI berada pada rentang usia 16-17 tahun dalam lingkup

psikologi perkembangan individu memasuki masa remaja tengah.

c. Selama PPL (Program Pengalaman Lapangan) berlangsung dijadikan peneliti juga

sebagai observasi mengenai gejala adiksi handphone pada peserta didik di SMA

Pasundan 8 Bandung ketika peneliti ada di dalam kelas sedang melakukan

bimbingan kepada peserta didik.

Populasi penelitian diambil 60% dari 251 keseluruhan peserta didik SMA

Pasundan 8 Bandung menjadi 151 peserta didik. Penentuan sampel dikembangkan

dari Isaac dan Michael (Sugiyono, 2013 :126) :

Sampel (s) =

Ket :

x² dengan dk = 1, artinya memilih taraf kesalahan 1 %

P = Q = 0,5

d = 0,05

(15)

Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto,

1993:104). Sampel penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling, yang di

mana pengambilan sampel dilakukan atas dasar pertimbangan peserta didik yang

memiliki gejala adiksi handphone. Setelah dilakukan pre tes dan dihitung dengan

menggunakan skor aktual didapat 14 peserta didik sebagi sampel, yang berada dalam

kriteria sangat tinggi gejala adiksi handphone yang akan diberikan assertive training.

B. Desain Penelitian

Penelitian menggunakan Pre-Experimental Design dengan One-Group

Pretest-Posttest Design dimana terdapat pretes sebelum diberikan perlakuan. Dengan

demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan

dengan keadaan sebelum diberikan perlakuan. Skema model penelitian

Pre-Experimental Design dengan One-Group Pretest-Posttest Design, sebagai berikut:

Keterangan :

01 : Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (pre-test)

X : Eksperimen atau tindakan

02 : Observasi yang dilakukan sesudah eksperimen (post-test)

(Arikunto, 2010:124)

C. Metode Penelitian

Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang digunakan dalam penelitian.

Untuk memperoleh gambaran umum gejala adiksi handphone dan seberapa besar

(16)

D. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dalam penelitian dibagi menjadi dua definisi, yaitu :

1). Gejala adiksi handphone dan 2). Teknik assertive training. Maka dapat

dipaparkan definisi operasional variabel dari setiap poinnya adalah :

1. Gejala adiksi handphone adalah perilaku siswa SMA Pasundan 8 Bandung

yang menggunakan handphone dengan berlebihan yang disertai dengan ciri

ciri kurangnya control saat menggunakan handphone, perasaan cemas dan

kehilangan saat tidak menggunakan handphone, menarik diri serta melarikan

diri dari masalah hingga kehilangan produktivitas pada peserta didik. Ciri-ciri

seseorang mengalami gejala adiksi handphone adalah:

a. Inability to control craving (ketidakmampuan mengontrol keinginan) adalah

ketidakmampuan seseorang mengontrol perilaku menggunakan handphone

seperti menggunakan handphone pada saat PBM.

b. Anxiety and feeling lost (kecemasan dan merasa kehilangan) adalah memiliki

kecemasan dan merasa kehilangan apabila tidak menggunakan handphone

seperti tidak melakukan komunikasi secara langsung, tidak senang bergaul.

c. Withdrawal and escape (menarik diri dan melarikan diri) adalah media

handphone digunakan sebagai sarana untuk menarik diri dan melarikan diri

saat mengalami masalah.

d. Productivity loss (kehilangan produktivitas) adalah kehilangan produktivitas

saat menggunakan handphone sehingga peserta didik menjadi tidak aktif saat

mengikuti diskusi dikelas, enggan terlibat aktivitas dikelas, dan tidak

memahami pelajaran.

2. Teknik assertive training (latihan asertif) adalah terapi perilaku yang

dirancang untuk membantu mereduksi peserta didik yang memiliki gejala

(17)

a. Tahap Pertama

Menghapuskan rasa takut yang berlebihan dan keyakinan yang tidak logis.

Rasa takut yang berlebihan ketika tidak membawa atau meninggalkan

handphone. Merasa cemas dan kehilangan apabila tidak menggunakan

handphone. Ketakutan berlebih ketika tidak bersama dengan handphone.

Ketakutan yang berlebihan dan keyakinan yang irasional sering menghentikan

individu yang akan bertindak tegas.

b. Tahap Kedua

Menerima/mengemukakan fakta-fakta masalah yang akan dihadapi.

Peserta didik harus mampu bersikap tegas dan mengekspresikan pikiran,

perasaan, keyakinan secara jujur dan sehat dalam menggunakan handphone.

c. Tahap Ketiga

Berlatih untuk bersikap asertif sendiri. Latihan bersikap tegas sendiri

biasanya menggunakan refleksi atau permainan peran jiwa dimana individu

akan lebih dapat bersikap asertif, memusatkan pada perilaku nonverbal yang

penting dalam ketegasan menggunakan handphone.

d. Tahap Keempat

Menempatkan individu dengan orang lain untuk bermain peran pada

situasi yang sulit. Tahap keempat menyediakan kesempatan untuk berlatih

peran dan mendapatkan umpan balik orang lain dalam kelompok. Pelatihan

lebih lanjut mengizinkan konseli untuk lebih lanjut menunjukan perubahan

perilaku dan membiasakan konseli untuk bersikap lebih tegas, dan dapat

menolak gejala-gejala adiksi handphone. Mengadakan latihan juga membuat

konseli semakin bertambah nyaman dan senang saat menjadi asertif.

e. Tahap Kelima

Membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya atau dalam

kehidupan sehari-hari. Konseli membuat kontrak perilaku untuk

melaksanakan perilaku asertif yang sebelumnya dihindari. Pada sesi

(18)

dilakukan, hubungkan dalam latihan selanjutnya dan membuat kontrak

perilaku lain untuk keluar dari pengalaman asertif kelompok.

E. Instrumen Penelitian

Penelitian menggunakan alat ukur berupa angket untuk mengungkap gejala adiksi

handphone di SMA Pasundan 8 Bandung. Angket (sebelum uji coba) terdiri dari 51

pernyataan dan angket (setelah uji coba) terdiri dari 47 pernyataan yang mewakili

setiap indikator dan aspek dari gejala adiksi handphone.

Tabel 3.1

Instrument gejala adiksi handphone sebelum uji coba dan setelah uji coba

Aspek Indikator Item Pernyataan

(Sebelum Uji Coba)

No Item

Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No Item 1. Inability to

control

1. Saya menggunakan

handphone pada

saat ada panggilan telepon masuk saja.

1 1) Saya menggunakan

handphone pada saat

ada panggilan telepon masuk saja

1

2. Saya menggunakan

handphone disaat

berkomunikasi saja 2

(19)

Aspek Indikator Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No Item

Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No

6. Saya memeriksa

handphone

walaupun saya tidak mengsms seseorang.

5

7. Saya memeriksa

handphone ketika

jam pelajaran

7 6) Saya memeriksa

handphone ketika

jam pelajaran

6

8. Saya mengurangi waktu

9. Saya memeriksa

handphone ketika

sedang berbicara dengan orang lain

9 8) Saya memeriksa

handphone ketika

sedang berbicara dengan orang lain

8

10.Saya melihat

handphone jika

ada kepentingan.

10 9) Saya melihat

handphone jika ada

kepentingan

11.Saya lebih senang melihat media sosial melalui

handphone

dibandingkan dari komputer/leptop

11 10)Saya lebih senang melihat media sosial melalui handphone dibandingkan dari komputer/leptop

10

12.Saya membuka media sosial melalui

handphonejika ada

waktu luang

12

13.Saya mengerjakan tugas terlebih dahulu dibandingkan meng- update status

13 11)Saya mengerjakan tugas terlebih dahulu dibandingkan meng-

update status

(20)

Aspek Indikator Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No Item

Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No Item 14.Saya senang

meng-update status

dimedia sosial melalui

handphone.

14 12)Saya senang

meng-update status

dimedia sosial melalui handphone.

12

15.Saya kehilangan waktu tidur karena sibuk mengupdate status dimedia sosial melalui

handphone

15 13)Saya kehilangan waktu tidur karena sibuk meng-update status dimedia sosial melalui handphone

13

16.Saya khawatir akan ada panggilan masuk (telepon)

17.Saya nyaman tidak membawa

18.Saya tenang apabila tidak ada yang menghubungi saya.

18 16)Saya tenang apabila tidak ada yang menghubungi saya

16 bangun tidur tidak langsung melihat

handphone

17

20.Saya tenang apabila saya jauh dari handphone

20 18)Saya tenang apabila saya jauh dari

handphone

18

21.Saya cemas ketika tidak memeriksa

(21)

Aspek Indikator Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No Item

Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No

22.Seperti ada yang kurang apabila

23.Saya kehilangan ketika handphone rusak

23 21)Saya kehilangan ketika handphone rusak.

21

24.Saya kehilangan ketika diminta mematikan

handphone

24 22)Saya kehilangan ketika diminta mematikan

handphone

22

25.Saya senang tidak membawa

26.Saya bersedia untuk mematikan

handphone

26 24)Saya bersedia untuk mematikan

handphone.

24

27.Saya nyaman pada saat handphone dipinjam teman / keluarga

27 25)Saya nyaman pada saat handphone dipinjam teman / keluarga

28.Saya menggunakan

handphone ketika

mempunyai masalah dengan lingkungan sekitar

28

29.Saya menggunakan

handphone ketika

29 26)Saya menggunakan

handphone ketika

berada ditempat baru walaupun tidak ada panggilan masuk atau sms.

26

30.Saya senang bergaul langsung dibandingkan melalui handphone

30 27)Saya senang bergaul langsung

dibandingkan melalui handphone

(22)

Aspek Indikator Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No Item

Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No Item 31.Saya lebih banyak

berkomunikasi melalui handphone

32 29)Saya menyelesaikan masalah dengan teman secara langsung tidak melalui handphone

29

33.Saya menggunakan

handphone untuk

bersilaturahmi dengan teman lama

33

34.Saya menggunakan

handphone untuk

berbicara dengan orang lain saat merasa kesepian

34 30)Saya menggunakan

handphone untuk

berbicara dengan orang lain saat merasa kesepian

30

35.Ketika saya mempunyai masalah di kelas saya menyibukkan

36.Saya menggunakan

handphone untuk

membuat diri merasa lebih baik saat sedih.

36 32)Saya menggunakan

handphone untuk

membuat diri merasa lebih baik saat sedih.

32

(23)

Aspek Indikator Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No Item

Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No Item

handphone. handphone.

38.Saya

38 34)Saya membicarakan masalah yang

39.Saya bermain

games dari

handphone karena

lelah mengerjakan pr yang banyak

39 35)Saya bermain games

40.Saya lebih sering menggunakan

handphone saat

jam pelajaran

handphone saat jam

pelajaran dikelas dibanding

menyimak materi dari guru.

36

41.Saya menggunakan

headset dan

mendengarkan musik saat jam pelajaran

41 37)Saya menggunakan

headset dan

mendengarkan musik saat jam pelajaran

37

42.Saya lebih sering menggunakan belajar berkurang

38

43.Saya menaruh

handphone saya di

tas saat jam pelajaran

43 39)Saya menaruh

handphone saya

ditas saat jam pelajaran

39

44.Saya mengabaikan panggilan masuk dari handphone pada saat guru menerangkan di

44 40)Saya mengabaikan panggilan masuk dari handphone pada saat guru

menerangkan

(24)

Aspek Indikator Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No Item

Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No Item

kelas. dikelas.

45.Saya membagi waktu untuk belajar dan menggunakan

handphone

45 41)Saya membagi waktu untuk belajar dan menggunakan

46.Saya enggan berbincang dengan teman karena sibuk menggunakan

handphone

46 42)Saya enggan berbincangdengan teman karena sibuk menggunakan

handphone

42

47.Saya senang mengobrol

48.Saya enggan berpartisipasi pada saat berkumpul dengan teman-teman karena asyik menggunakan

49.Ketika bersama teman-teman saya

50.Saya menjadi enggan terlibat aktivitas dikelas karena lebih sibuk dengan handphone

50 46)Saya menjadi enggan terlibat aktivitas dikelas karena lebih sibuk dengan handphone

46

51.Saya terlibat aktivitas digunakan pada saat ada komunikasi

(25)

Aspek Indikator Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No Item

Item Pernyataan (Sebelum Uji Coba)

No Item saat ada

komunikasi yang masuk.

yang masuk.

F. Proses Pengembangan Instrumen

1. Uji Kelayakan Instrumen

Uji kelayakan instrumen mempunyai tujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan

instrumen dari segi konstruk, isi dan bahasa. Dilakukan penimbangan (judgement)

terhadap tiga ahli dari Jurusan Psikologi Pendidikan dua ahli dan satu ahli dosen

Jurusan Psikologi. Masukan dari dosen yaitu revisi devinisi operasional variabel

(DOV), skala model Likert dari 4 berubah menjadi 2, semua kalimat harus diawali

dengan kata “saya”, dan penambahan item tiap indikator. Komentar dan saran dari

tiga dosen ahli menjadi penyempurna instrumen yang dibuat untuk mengungkap

gejala adiksi handphone.

2. Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan dilakukan kepada tiga orang peserta didik yakni untuk mengukur

sejauh mana instrumen dapat dipahami peserta didik. Pernyataan – pernyataan yang

kurang dipahami peserta didik saat uji keterbacaan direvisi sehingga dapat dipahami

oleh peserta didik kelas XI SMA Pasundan 8 Bandung. Hasil uji keterbacaan

menunjukan peserta didik memahami semua pernyataan yang terdapat dalam

instrumen yang sebelumnya telah di judgement oleh tiga dosen ahli.

3. Uji Validitas dan Reliabilitas

a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir – butir

dalam suatu daftar pernyataan dalam mendefiniskan suatu variabel

(26)

merupakan keseluruhan pernyataan yang ada dalam instrumen yang

mengungkap gejala adiksi handphone pada peserta didik kelas XI

SMA Pasundan 8 Bandung. Sebanyak 51 butir item yang akan di uji

validitas, pengolahan validitas menggunakan bantuan program SPSS

17.0 for Windows.

Pengujian validitas alat pengumpul data ini akan menggunakan

rumus korelasi product-moment dengan skor mentah.

r

y

x =

 

 

 

2 2

2 2

y y

n x x

n

y x xy

n

Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi yang dicari

xy : Jumlah perkalian antara skor x dan skor y

x2 : Jumlah skor x yang dikuadratkan

y2 : Jumlah skor y yang dikuadratkan

Untuk melihat signifikasinya digunakan rumus t sebagai berikut.

2

2

1

n

t

r

r

-=

-dimana :

t = harga thitung untuk tingkat signifikansi

r = koefisien korelasi

n = banyaknya subjek

(27)

Hasil dari uji validitas yang dilakukan, yaitu sebanyak empat item

yang tidak valid sedangkan 47 item valid. Maka rincian item valid dan

tidak valid sebagai berikut :

Table 3.3

Hasil Uji Validitas Angket Gejala Adiksi Handphone

Kesimpulan Item Jumlah

Valid 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8 ,9 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52.

47

Tidak Valid 3, 12, 28, 33 4

Jumlah 51

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui keajegan (konsisten) suatu

instrumen. Pengolahan reliabilitas dilakukan menggunakan bantuan

program SPSS 17.0 for Windows.

Tabel 3. 4

Hasil Uji Reliabilitas Angket Gejala Adiksi Handphone

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

,820 47

Hasil dari uji reliabilitas yaitu 0,820 dari 47 item valid berarti tingkat

derajat keterandalan sangat tinggi.

Keterangan :

0,00 – 0,199 derajat keterandalan sangat rendah

0,20 – 0,399 derajat keterandalan rendah

0,40 – 0,599 derajat keterandalan cukup

(28)

0,80 – 1,00 derajat keterandalan sangat tinggi

Riduwan (2011: 98).

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara penyebaran angket mengenai gejala

adiksi handphone kepada peserta didik SMA Pasundan 8 Bandung kelas XI angkatan

2013/2014. Angket pada pre test terdiri dari 51 pernyataan yang harus diisi oleh

peserta didik denggan sungguh-sungguh sesuai dengan yang peserta didik lakukan

dalam kesehariannya. Setelah dilakukan olah data uji validitas dan reliabilitas,

pernyataan yang valid adalah 47 item.

H. Analisis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitan pra – eksperimen adalah berupa data tes

pertama (pre test sebelum perlakuan) dan tes kedua (post test setelah perlakuan).

1. Penyekoran

Penyekoran pada instrumen gejala adiksi handphone dilakukan dengan skala

likert lima pilihan jawaban yaitu Selalu, Sering, Jarang, Pernah, dan Tidak Pernah.

Tabel 3.5

Ketentuan Penyekoran

Pernyataan Skor

Selalu Sering Jarang Pernah Tidak Pernah

Positif (+) 5 4 3 2 1

Negatif (-) 1 2 3 4 5

Adapun setiap kategori gejala adiksi handphone mengandung pengertian sebagai berikut :

Tabel 3.6

Interpretasi Skor Kategori Gejala Adiksi Handphone

Kategori Skor Interpretasi

Sangat Tinggi >153 Peserta didik yang memiliki gejala adiksi

handphone yang sangat tinggi tidak dapat

(29)

Kategori Skor Interpretasi

handphone dengan tidak sehat, seperti tidak

dapat mengontrol keinginan menggunakan

handphone, merasa cemas dan kehilangan

apabila tidak menggunakan handphone, lalu menarik dan melarikan diri menggunakan

handphone saat mengalami masalah, dan

kehilangan produktivitas karena menggunakan handphone.

Tinggi 135 – 152 Peserta didik yang memiliki gejala adiksi

handphone yang tinggi mempunyai kriteria

tidak dapat mengontrol saat menggunakan

handphone, seperti kurang dapat mengontrol

keinginan menggunakan handphone, merasa cemas dan kehilangan apabila tidak menggunakan handphone, menarik dan melarikan diri menggunakan handphone saat mengalami masalah tertentu, dan kehilangan produktivitas saat menggunakan handphone. Sedang 117 – 134 Peserta didik yang memiliki gejala adiksi

handphone yang sedang berarti menggunakan handphone saat penting dan terkadang dalam keadaan tertentu menggunakan handphone lebih dari biasanya. seperti dapat dengan baik mengontrol penggunaan handphone, tidak terlalu merasa cemas dan kehilangan saat tidak menggunakan handphone.

Rendah 99 – 116 Peserta didik yang memiliki gejala adiksi

handphone yang rendah berarti menggunakan handphone tidak berlebihan dan pada waktu yang tepat, seperti cukup dapat mengontrol penggunaan handphone, merasa nyaman tanpa adanya handphone. Sangat Rendah <81 Peserta didik yang memiliki gejala adiksi

handphone yang sangat rendah mempunyai

arti dapat menggunakan handphone pada saat yang tepat dan tegas kepada diri sendiri. Dapat mengontrol dengan baik penggunaan

handphone setiap saat, merasa nyaman

(30)

Kategori Skor Interpretasi

kegiatan yang dilakukan lebih aktif dan produktif

2. Pengumpulan Data

Data awal dilakukan pada tanggal Jum’at, 23 Agustus 2013 disebarkan kepada

60% dari populasi peserta didik di SMA Pasundan 8 Bandung yaitu sebanyak 151

peserta didik. Angket yang disebarkan untuk pre tes, sebanyak 51 pernyataan.

Langkah – langkah penyebaran angketnya adalah :

a. Mengecek instrumen yang akan di sebarkan

b. Memastikan sampel (peserta didik) dan jam masuk untuk membagikan

instrumen

c. Menjelaskan tujuan diadakannya pengisian angket gejala adiksi

handphone.

d. Menjelaskan secara singkat dan jelas mengenai cara pengerjaan instrumen

e. Mengumpulkan instrumen dan lembar jawaban yang sudah diisi oleh

peserta didik.

f. Mengecek ulang kelengkapan identitas yang telah diisi oleh peserta didik

dan jawaban setiap pernyataan

3. Pengolahan Data, Pengambilan Sampel, dan Pre Test

Tahap pengolahan data pertama kali dilakukan entri data sebanyak sampel yang

telah ditentukan. Setelah data dimasukan ke excel dilakukan uji validitas dan

reliabilitas untuk mengetahui item yang valid dan mengetahui keajegan angket gejala

adiksi handphone. Setelah diketahui pernyataan yang valid, maka ada 47 item yang

valid dan mewakili setiap indikator gejala adiksi handphone.

Setelah mengetahui item yang valid dilakukan penghitungan dengan skor aktual

(31)

Pasundan 8 Bandung kelas XI tahun ajaran 2013/2014, dengan langkah – langkah

sebagai berikut :

a. Untuk mencari range (rentang) = skor terbesar – skor terkecil

b. Ditentukan banyaknya kelas yaitu 5 kelas :

1) Sangat Tinggi (ST)

2) Tinggi (T)

3) Sedang (S)

4) Rendah (R)

5) Sangat Rendah (SR)

c. Panjang Kelas = Rentang Banyak Kelas

Didapatkan gambaran umum gejala adiksi handphone, lalu untuk mengetahui

tinggi dan rendahnya setiap aspek dan indikator dihitung dengan cara yang sama.

Setelah mendapatkan gambaran umum untuk menempatkan skor, sampel diurutkan

dari skor terbesar ke skor terkecil untuk mengetahui peserta didik yang masuk

kedalam kategori sangat tinggi gejala adiksi handphone nya sampai peserta didik

yang sangat rendah gejala adiksi handphone nya. Peserta didik yang termasuk dalam

kategori tinggi ditetapkan sebagai sampel. Pemberian tindakan ditetapkan sebanyak

14 peserta didik. Skor dari peserta didik dengan kategori sangat tinggi ditetapkan sebagai skor pre – test.

4. Post Test

Post test dilaksanakan pada tanggal 07 – November – 2013. Post test dilakukan

setelah adanya pemberian treatment (pelatihan) asertif kepada peserta didik yang

termasuk dalam kategori sangat tinggi gejala adiksi handphone nya. Peserta didik

yang mendapatkan pelatihan asertif sebanyak 14 orang. Treatment dilakukan

sebanyak 6 kali pertemuan. Setelah selesai treatment, dilakukanlah post test untuk

mengetahui efektivitas teknik assertive training untuk mereduksi gejala adiksi

Gambar

Tabel 3. 4 Hasil Uji Reliabilitas Angket Gejala Adiksi
Tabel 3.5 Ketentuan Penyekoran

Referensi

Dokumen terkait

“ wanita pekerja seks adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang

Tujuan dari pembuatan Tugas Akhir Perencanaan Pengamanan Pantai Dari Bahaya Abrasi Di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak adalah untuk memberikan perlindungan pada Pantai Sayung

Figure 14 shows the cumulative biogas volume of each reactor volume unit in rice husk without the addition of NaOH.. It can be concluded from the above observation

Perusahaan khususnya pihak manajemen selalu dihadapkan pada perencanaan pengambilan keputusan yang menyangkut berbagai macam alternative yang harus dipilih .Dalam penggambilan

Hasil penelitian diharapkan jadi masukan yang berarti bagi setiap perawat yang bekerja di rumah sakit jiwa dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa

Pengukuran Kinerja perspektif Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor Berdasarkan empat perspektif pada balanced scorecard yang terdiri dari 12 (dua belas) Indikator Kinerja Utama

[r]

Observasi ini dilakukan sebagai tolok ukur dalam perumusan program PPL yang akan dilaksanakan, mengetahui kondisi dan situasi kelas pada saat proses pembelajaran