• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENGELOLAAN WORKSHOP DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PEMBELAJARAN MATA DIKLAT PRAKTIK KEJURUAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KELOMPOK TEKNOLOGI DAN INDUSTRI : Studi Deskriptif-Analitik di SMK Negeri I Cilegon-Banten Tahun 2002.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PENGELOLAAN WORKSHOP DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PEMBELAJARAN MATA DIKLAT PRAKTIK KEJURUAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KELOMPOK TEKNOLOGI DAN INDUSTRI : Studi Deskriptif-Analitik di SMK Negeri I Cilegon-Banten Tahun 2002."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIWTAS PENGELOLAAN WORKSHOP

DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PEMBELAJARAN MATA DIKLAT

PRAKTIK KEJURUAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KELOMPOK TEKNOLOGI DAN INDUSTRI

(Studi Deskriptif-Analitik di SMK Negeri I Cilegon-Banten Tahun 2002)

TESIS

Diajukan Untuk memenuhi

Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada Program Studi Administrasi Pendidikan

Oleh:

A.H. SAHALUDIN, S.Ag.

NIM. 009723

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) BANDUNG

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Peribimbing I

Prof. Dr. H. Tb. Abin SvamsiidtHn Makmun, M.A.

Pembimbing II

(3)

EFEKTIVITAS PENGELOLAAN WORKSHOP DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PEMBELAJARAN

MATA DIKLAT PRAKTIK KEJURUAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KELOMPOK TEKNOLOGI DAN INDUSTRI

(Studi Deskriptif-Analitik di SMK Negeri I Cilegon-Banten Tahun 2002)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dasar pemikiran baliwa seiring dengan tuntutan kemajuan jaman terutama dalam bidang teknologi industri, harus diimbangi dengan kemampuan sumber daya manusia yang handal agar tidak ketinggalan oleh derasnya kemajuan tersebut. Dunia pendidikan merupakan tempat berlangsungnya proses infestasi sumber daya manusia. Khusus bagi Sekolali Menengali Kejuruan yang bertugas mempersiapkan lulusannya menjadi tenaga terampil pada tingkat menengali harus tanggap dengan perubahan jaman yang terus berlangsung dan harus senantiasa meningkatkan kualitas proses pendidikannya, sehingga dapat mengantarkan lulusannya menjadi pribadi yang unggul sebagai sosok yang tangguh, kreatif, mandiri, jujur, dan berdisiplin, serta pada akliirnya akan menjadi tenaga kerja yang handal dan dapat bersaing di dunia kerja yang tersedia. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kegiatan-kegiatan yang terencana dengan matang, dilaksanakan dengan mengacu kepada program yang telah dibuat, dan upaya pengawasan yang intensif dan profesional terhadap proses pengelolaan work shop yang dilakukan. Work shop sebagai tempat berlangsungnya proses pembelajaran praktik dan berfungsi sebagai sumber belajar dan sarana pendidikan harus dikelola dengan efektif.

Fokus utama masalah penelitian ini adalah: "Bagaimana efektivitas pengelolaan work shop dalam pelaksanaan program pembelajaran mata diktatpraktik kejuruan di SMKTI Negeri I Cilegon-Banten" sehingga dapat menghasilkan output yang baik berupa kinerja kegiatan belajar mengajar dan hasil belajar siswa yaitu hasil uji kompetensi.

Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan proses pengelolaan work shop di SMK Negeri I Cilegon. Data tentang pengelolaanwork shopdihimpun melalui kegiatan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, kemudian analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode deskriptif. Data dan informasi dalam penelitian ini diperoleh dari: kepala sekolah, pengelolawork shop(ketua program) dan guru mata diklat di ketiga work shopjurusan

yang ada.

Hasil penelitian ini menunjukkan baliwa secara umum pengelolaan work shopdi SMK Negeri I Cilegon dinilai sudah cukup efektif, terbukti dengan adanya keunggulan-keunggulan

yang dimiliki, namun disamping itu masih terdapat pula kelemahan-kelemahan dan keunggulan yang ada pun dengan kadar yang cukup saja, sehingga tingkat efektivitasnya dinilai belum

maksimal. Oleh karena itu masih diperlukan perbaikan-perbaikan, terutama aspek-aspek: (1) perencanaan, yaitu terutama pada aspek perencanaan tenaga pengelola dan pengembangan

kemampuannya; (2) pelaksanaan, yaitu pada aspek pelayanan terhadap kegiatan belajar mengajar

dan pelaksanaan fungsi workshopsebagai sumber belajar; dan (3) pengawasan, yaitu pada aspek

intensitas/frekuensi pengawasan.

Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang ada maka upaya perbaikan harus dilakukan, terutama pada aspek substantif dari pengelolaan work shop. Dalam hal ini direkomendasikan kepada pihak-pihak yang terkait dan bertangung jawab terhadap pengelolaanwork shopdi SMK Negeri I Cilegon, yaitu: Kepala Sekolah, pengelola work shop,dan pemerintah kota (terutama pada aspek pembinaan dan pengembangan tenaga pengelolawork shop serta alokasi pendanaan yang lebih memadai). Dengan demikian diharapkan pengelolaanworkshopdi masa mendatang dapat berlangsung dengan lebih efektif, sehingga dapat menghasilkan output yang lebih

berkualitas.

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ]

UCAPAN TERIMA KASIH... in

DAFTAR ISI vu

DAFTAR TABEL XU1

DAFTAR GAMBAR - xiv

ABSTRAK •> : xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Masalah Penelitian 8

C. Tujuan Penelitian 9

D. Manfaat Penelitian H

E. Paradigma Penelitian 12

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Administrasi Pendidikan 16

a. Pengertian Administrasi Pendidikan 17 b. Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan 19 c. Aspek Administrasi Pendidikan Dalam Lembaga Pendidikan

Kejuruan 22

d. Kedudukan Work Shop Dalam Administrasi Pendidikan

Sekolah Menengah Kejuruan 25

B. Pendidikan Kejuruan 27

a. Pengertian Pendidikan Kejuruan 27

b. Fungsi, Tujuan, dan Manfaat Pendidikan Kejuruan --29

c. Karakteristik Pendidikan Kejuruan 31

d. Landasan Pendidikan Kejuruan 33

(5)

e. Prinsip-Prinsip Pendidikan Kejuruan

.-.

36

f. Model-Model Penyelenggaraan Pendidikan Kej unian 37

C. Konsep Tentang

Work Shop,

Laboratorium, dan Keterampilan ..

39

a. Workshop 40

b. Laboratorium 41

c. Keterampilan 45

D. Faktor Keselamatan Kerja 47

E. Pengelolaan Workshop 49

a. Perencanaan Pengelolaan Workshop 49 1. Proses Penyusunan Program Kegiatan 50

2. Perencanaan Tenaga Pengelola dan Pengembangan

Kemampuannya 53

3. Perencanaan Fasilitas, Alat, Bahan, dan Biaya 57

4. Perencanaan Pengembangan Workshop 63

b. Pelaksanaan Kegiatan Workshop 65

1. Koordinasi dengan Pihak-Pihak Terkait Dalam Kegiatan

Workshop 66

2. Pelaksanaan Kegiatan Work Shop Dalam Melayani

Kebutuhan KBM 68

3. Optimalisasi Penggunaan Fasilitas, Alat, dan

Bahan 70

4. Pengawasan Penggunaan Alat dan Bahan 70

5. Pemeliharaan dan Pencatatan Alat dan Bahan 72 6. Pelaksanaan Fungsi Work ShopSebagai

Sumber Belajar 73

7. Pelaksanaan Fungsi Work Shop Sebagai Sarana

Pendidikan 74

c. Pengawasan Kegiatan Workshop 76

1 Pelaksana Pengawasan 77

(6)

2. Teknik Pengawasan

78

F.

Efektivitas Pengelolaan

78

a. Pengertian Efektivitas

79

b. Kriteria Efektivitas 81

c. Strategi Meningkatkan Efektivitas Pengelolaan

Workshop 85

G. Analisis SWOT Terhadap Pengelolaan Workshop 86

a. Kekuatandan Kelemahan 87

b. Peluang dan Ancaman 88

H. Output Pengelolaan Workshop 89

a. Kinerja Kegiatan Belajar Mengajar 89

b. Hasil Belajar Siswa 91

I. Kesimpulan Tinjauan Kepustakaa 92

J. Kajian Studi Terdahulu Yang Relavan 95

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian 100

B. Lokasi dan Subjek Penelitian l°l

C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 102

D. Pelaksanaan Penelitian 105

E. Teknik Analisa Data 106

F. Validasi Data Penelitian 107

BAB IV DESKRIPSI TEMUAN PENELITIAN

A. Deskripsi Gambaran Umum 112

a. Sekolah Menengali Kejuruan (SMK) Negeri I

Cilegon-Banten 112

b. WorkshopSMK Negeri I Cilegon 115

(7)

B. Pengelolaan

Work Shop

di SMK Negeri ICilegon-Banten

118

a. Perencanaan Kegiatan

Workshop

H8

1. Proses Penyusunan Program Kegiatan

H8

2. Perencanaan Tenaga Pengelola dan Pengembangan

119

Kemampuannya

3. Perencanaan Fasilitas, Alat, Bahan, dan Biaya

Operasional Kegiatan

Workshop

l2~

4. Perencanaan Pengembangan

Workshop...

I28

b Pelaksanaan Kegiatan

Workshop

129

1. Koordinasi dengan Pihak-Pihak Terkait Dalam Kegiatan

Workshop

13°

2. Pelaksanaan Kegiatan Work Shop Dalam Melayani

Kegiatan Belajar Mengajar

]32

3. Optimalisasi Penggunaan Fasilitas, Alat, dan Bahan Yang

Tersedia

4. Pengawasan Penggunaan Alat dan Bahan

138

5. Pemeliharaan dan Pencatatan Alat dan Bahan 141

6. Pelaksanaan Fungsi Work ShopSebagai Sumber Belajar... 141

7. Pelaksanaan Fungsi Work Shop Sebagai Sarana

Pendidikan 142

c. Pengawasan Kegiatan

Workshop

I43

1. Pelaksana Pengawasan I44

2. Teknik Pengawasan 145

C. Analisis SWOT Pengelolaan Workshop 146

a. Kekuatan dan Kelemahan 146

b. Peluang dan Ancaman 147

D. Output Pengelolaan

Workshop

149

a. Kinerja Kegiatan Belajar Mengajar 150

(8)

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Perencanaan Kegiatan

Workshop

15

a. Proses Penyusunan Program Kegiatan

155

b. Perenanaan Tenaga Pengelola dan Pengembangan

157

Kemampuannya •

c. Perencanaan Fasilitas, Alat, Bahan, dan Biaya Operasional

159

Kegiatan Workshop

d. Perencanaan Pengembangan

Workshop

162

B. Pelaksanaan Kegiatan

Workshop

••

164

a. Koordinasi dengan Pihak-Pihak Terkait Dalam Kegiatan

Workshop

164

b. Pelaksanaan Kegiatan Work Shop Dalam Melayani Kegiatan

Belajar Mengajar

166

c. Optimalisasi Penggunaan Fasilitas, Alat, dan Bahan Yang

Tersedia

d. Pengawasan Penggunaan Alat dan Bahan

170

e. Pemeliharaan dan Pencatatan Alat dan Bahan 172

f. Pelaksanaan Fungsi

Work Shop

Sebagai Sumber Belajar

173

g. Pelaksanaan Fungsi

Work Shop

Sebagai Sarana Pendidikan .. 175

_ ^ 176

a. Pelaksana Pengawasan

C. Pengawasan Kegiatan Workshop

176

b. Teknik Pengawasan 178

D. Analisis SWOT Pengelolaan Workshop I80

a. Kekuatan dan Kelemahan I80

b. Peluang dan Ancaman I82

E. Output Pengelolaan

Workshop

I83

a. Kinerja Kegiatan Belajar Mengajar

184

b. Hasil Belajar Siswa

I86

(9)

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASl, DAN REKOMENDASI

189

A. Kesimpulan

« , ri •••• l9i

B. Imphkasi

195 C. Rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA

2°l

LAMPIRAN-LAMPIRAN

205

A. Alat Pengumpul Data

213 B. Data Penelitian

Riwayat Hidup

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan media dalam menciptakan dan meningkatkan sumber

daya manusia (SDM). Begitu pentingnya investasi sumber daya manusia melalui

pendidikan sehingga berbagai pihak, seperti pemerintah, masyarakat secara umum,

keluarga, dan individu anggota masyarakat merasa berkepentingan untuk melakukan

investasi pendidikan. Dalam hal ini Ace Suryadi dalam bukunya yang berjudul:

Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan, mengemukakan bahwa "pemerintah

berupaya meningkatkan mutu pendidikan agar di kemudian hari akan diperoleh SDM

yang semakin menguasai keahlian dan keterampilan, dapat bekerja secara profesional,

serta dapat menghasilkan karya-karya yang bermutu sehingga SDM tersebut dapat memberikan peranan dalam pembangunan bangsa" (1999: 189). Dengan demikian yang dituju oleh investasi sumber daya manusia adalah penciptaan manusia yang berkualitas. Manusia yang berkualitas adalah manusia yang memiliki pengetahuan, terampil, berdisiplin, dan mempunyai daya yang tinggi untuk membangun di segala bidang, sedangkan pendidikan merupakan salah satu lembaga yang mengemban kunci dalam pengadaan sumber daya manusia yang berkualitas. Di dalam Undang-undang

Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989 disebutkan bahwa:

pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatanjasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan

(11)

Berbicara masalah sumber daya manusia, dalam hal lm Notoatmodjo (1998: 1) melihatnya dari dua aspek, yakni kuantitas dan kualitas. Kuantitas menyangkut jumlali sumber daya manusia (penduduk) yang kurang penting kontribusinya dalam pembangunan, dibandingkan dengan aspek kualitas.bahkan kuantitas sumber daya manusia tanpa disertai dengan kualitas yang baik akan menjadi beban pembangunan

suatu bangsa. Sedangkan kualitas menyangkut mutu sumber daya manusia tersebut,

yang menyangkut kemampuan, baik kemampuan fisik maupun kemampuan non-fisik

(kecerdasan dan mental). Oleh sebab itu untuk kepentingan ekselerasi suatu pembangunan di bidang apapun, maka peningkatan kualitas sumber daya manusia

merupakan suatu persyaratan utama. Seiaras dengan yang dikemukakan oleh

Notoatmodjo, Nanang Fattah (2000: 16) mengemukakan pula bahwa sumber daya

manusia terdiri dari dimensi kuantitatif dan kualitatif. Tenaga kerja, prestasi tenaga

kerja yang memasuki dunia kerja dalam jumlali waktu belajar adalah dimensi

kuantitatifdari SDM. Sedangkan dimensi kualitatif mencakup berbagai potensi yang

terkandung pada setiap manusia, antara lain pikiran (ide), pengetaliuan, sikap, dan keterampilan yang memberikan pengaruh terhadap kapasitas kemampuan manusia

untuk melaksanakan pekerjaan yang produktif. Jika pengeluaran untuk meningkatkan kapasitas tersebut ditingkatkan, maka nilai produktivitas dari SDM akan

menghasilkan nilai baik(rate ofreturn)yang positif.

(12)

sumberdaya manusia." Namun Sukamto mengingatkan baliwa pendidikan kejuruan

tidak seharusnya mendidik peserta didik dengan seperangkat skill yang spesifik untuk

pekerjaan tertentu saja, karena hal ini biasanya lalu kurang memperhatikan

perkembangan sebagai suatu totalitas. Menekankan pengembangan kemampuan

spesifik secara terpisah dari totalitas pribadi peserta didik akan berarti memberi bekal yang sangat terbatas bagi masa depannyasebagai tenaga kerja.

Pendidikan Menengah Kejuruan (SMK), sebagai salah satu sub-sistem dari

sistem pendidikan nasional, sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang No. 2

tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, yang mempunyai hijuan utama

menyiapkan tamatannya memasuki dunia kerja, adalah salah satu jenis dan jenjang

pendidikan yang mendapatkan perhatian utama sesuai dengan amanat GBHN

termaksud.

Pendidikan kejuruan dapat diklasitikasikan ke dalam jenis pendidikan khusus (specialized education), karena kelompok pelajaran atau program yang disediakan hanya dipilih oleh orang-orang yang memiliki minat kliusus untuk mempersiapkan dirinya bagi lapangan pekerjaan di masa mendatang. Agar lapangan kerja khusus ini dapat sukses maka pendidikan kejuruan dimaksudkan untuk menyiapkan tenaga trampil yang dibutuhkan di masyarakat (Suharsimi Arikunto, 1988: 1). Lebih lanjut Suliarsimi Arikunto mengemukakan bahwa ada tiga istilali sehubungan dengan pendidikan khusus, yaitu pendidikan teknologi (technical education), pendidikan kejuruan(vocational education),dan pendidikan karier (career education).

(13)

pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lainnya. Definisi ini mengandung

pengertian baliwa setiap bidang studi adalah pendidikan kejuruan, sepanjang bidang studi tersebut dipelajari lebih mendalam daripada bidang studi lainnya dan kedalaman itu dimaksudkan sebagai bekal memasuki dunia kerja. Dengan demikian bahasa Inggris yang dipelajari lebih mendalam daripada lainnya untuk tujuan bekerja, maka bahasa Inggris tersebut merupakan pendidikan kejuruan. Menurut Undang-Undang no. 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan: "Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu." Arti pendidikan kejuruan ini dijabarkan lebih spesifik dalam peraturan pemerintah no. 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengali, yaitu: Pendidikan Menengah Kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengali yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk pelaksanaan jenis pekerjaan tertentu. Pada tingkat undang-undang, nimusan pendidikan kejuruan

masih luas, namun setelah sampai pada peraturan pemeritah nimusan pendidikan

kejuruan mulai dipersempit, yaitu hanya untuk jenjang pendidikan menengali.

Berkaitan dengan peran pendidikan kejuruan dalam pengembangan sumber

daya manusia sebagaimana di atas, Djodjonegoro (1998) mengemukakan berbagai hasil kajian yang dilakukan pada tahun terakhir pelita V, dimana hasil kajian

(penemuan) tersebut kurang sejalan dengan wawasan sumber daya manusia. Temuan

itu antara lain. Pertama, dunia usaha dan dunia industri lebih cenderung

mempekerjakan tamatan SMA daripada tamatan STM, SMEA, SMKK, atau tamatan Sekolah Menengah Kejuruan lainnya, dan gaji tamatan STM/SMEA/SMKK tidak

berbeda dengan gaji tamatan SMA. Kedua, program Pendidikan Menengah Kejuruan

(14)

kompetensi atau kemampuan yang diperlukan di dunia kerja. Ketiga, program

pendidikan (kurikulum) disusun oleh guru dan pakar pendidikan yang tidak

mempunyai wawasan lapangan kerja, diajarkan oleh guru yang tidak mempunyai

pengalaman kerja di dunia kerja, dan hasil pendidikannyapun dievaluasi oleh guru

dengan menggunakan ukuran dunia pendidikan. Keempat, perilaku dan kebiasaan

belajar mengajar di sekolah yang terkonsepsi sebagai dunia sekolah, berbeda jauh

dengan perilaku, cara kerja dan kebiasaan yang adadi dunia industri. Kelima, perilaku

sekolah cenderung melaksanakan program pendidikan demi pendidikan, dan kurang

memahami pasar, wawasan mutu, dan wawasan keunggulan untuk menghadapi

persaingan.

Berdasarkan kajian-kajian itulali, pada taliun 1994 atau tahun terakhir pelita V

Depdikbud di bawah Wardiman sendiri sebagai Mentri Pendidikan dan Kebudayaan

melakukan langkah-langkah pembaliaruan pendidikan kejuruan dengan

memperkenalkan kebijaksanaan link and match, yang mana bentuk kebijaksanaan ini

dioperasionalkan dalam bentuk pelaksanaan program Pendidikan Sistem Ganda

(PSG). Program Pendidikan Sistem Ganda merupakan proses pendidikan kejuruan

yang dilakukan di lembaga sekolah dan dilakukan di dunia industri langsung. Dengan

demikian proses pendidikannya dilakukan berdasarkan kerja sama pihak sekolah

dengan pihak industri. Kemudian secara lebih rinci, dimensi pembaliaruan

pendidikan kejuruan yang dilakukan meliputi: (1) Perubahan dari pendekatansupply

driven ke demand driven; (2) perubahan dari pendidikan berbasis sekolah (school

base program) ke sistem berbasis ganda (dual based program); (3) perubahan dari

model pengajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran ke model pengajaran

berbasisi kompetensi; (4) perubahan dari program dasar yang sempit (narrow based)

(15)

sistem pendidikan formal yang kaku ke sistem yang luwes dan menganut prinsip

multy entry, multy exit;(6) perubahan dari sistem yang tidak mengakui keahlian yang

telah diperoleh sebelumnya ke sistem yang mengakui keahlian yang diperoleh dari

mana dan dengan cara apapun kompetensi itu diperoleh; (7) perubahan dari

pemisahan antara pendidikan dengan pelatihan kejuruan, ke sisitem baru yang

mengintegrasikan pendidikan dan pelatihan kejuman secara terpadu; (8) pembahan

dari sistem tenmnal ke sistem berkelanjutan; (9) perubahan dan manajemen terpusat

ke pola manajemen mandiri; (10) pembalian dari ketergantungan sepenuhnya dari

pembiayaan pemerintah pusat ke swadana dengan subsidi pemerintah pusat.

Dalam konteks proses pendidikan pada Sekolah Menengali Kejuruan yang

berbasis Pendidikan Sistem Ganda, pendidikan dan latihan dilakukan di sekolah dan

di dunia industri. Sebagian besar program yaitu teori dan praktik kejuruan

dilaksanakan di sekolah, dan sebagian lainnya dilaksanakan di dunia kerja (industri),

yaitu keahlian produktif yang diperoleh melalui kegiatan bekerja di dunia kerja.

Berdasarkan kurikulum 1999(curiculum base competency, curiculum base training, production base training)persentasi antara pembelajaran praktik dan teori dalam mata

diklat produktif adalah 60 : 40, kemudian siswa (tingkat tiga) diwajibkan

melaksanakan praktik kerja* industri selama 12 minggu dan sisanya yaitu 24 minggu

berlangsung di sekolah, sementara untuk tingkat satu dan tingkat dua pembelajaran

praktik pada mata diklat produktif berlangsung diworkshopsekolah.

Berdasarkan hal di atas, sangat nyata bahwa peran bengkel/vtwA:shop sangat

vital dalam mewujudkan pencapaian tujuan pembelajaran siswa. Aspek yang sangat

menentukan berkaitan dengan proses kegiatan pembelajaran praktik di work shop

adalah manajemen work shop itu sendiri. Sejauhmana work shop dikelola dengan

(16)

praktik yang harus dilakukan di work shop. Semakin efektif pengelolaan work shop

yang dilakukan maka semakin maksimai tujuan pembelajaran dapat tercapai. Suharsimi (1988: 281) mengemukakan bahwa "nilai positif dari pengelolaan bengkel

yang baik bukan hanya diperoleh oleh murid dan pengelolanya saja, tetapi dengan

pengelolaan yang baik tersebut para guru akan dapat melaksanakan tugas

mengajamya dengan lebih baik." Berdasarkan hal ini penulis tertarik untuk

melakukan penelitian berkaitan denganEfektivitas Pengelolaan Work Shopdi SMK

Negeri 1 Cilegon-Banten Dalam Pelaksanaan Program Pembelajaran Mata

Diklat Praktik Kejuruan. Penelitian yang dimaksud dianggap penting karena akan diketahui kelemahan-kelemahan manajemen work shop di SMKN I Cilegon, dan

sejauhmana tingkat efektivitas pengelolaannya. Temuan-temuan penelitian dijadikan

bahan masukan sebagai rekomendasi guna penyempumaan proses manajemen di

masa mendatang.

Pertama-tama penelitian diorientasikan kepada pengungkapan gambaran

tentang wujud pengelolaan work shop yang dilakukan di SMK Negeri I Cilegon.

Kemudian fakta tentang pengelolaan work shop yang dilakukan tersebut dianalisis

sehingga didapat suatu kesimpulan tentang tingkat efektivitas pengelolaan yang

dilakuan. Fakta kesimpulan tentang tingkat efektivitas pengelolaan yang didapat

dijadikan dasar untuk melakukan analisis terhadap pengelolaan work shop dengan

menggunakan pendekatan SWOT untuk melihat faktorkekuatan, kelemahan, peluang,

dan ancaman yang berpotensi mempengaruhi terhadap pengembangan efektivitas

pengelolaan yang diharapkan. Dari hasil analisis diharapkan dapat dikembangkan

pola-pola alternatif guna penyempurnaan terhadap kelemahan-kelemahan yang ada

dan hal ini menjadi bahan masukan bagi pihak manajemen sekolah untuk

(17)

B. Masalah Penelitian \\ ^7**^" ^ , Mengingat urgennya keberadaan dan pengelolaan work shop

menunjang pelaksanaan program pembelajaran praktik dan lebih jauh perannya dalam

pencapaian tujuan pembelajaran di SMK, maka berdasarkan uraian di atas yang

menjadi pennasalahan pokok dalam penelitian ini adalah:

"Bagaimana efektivitas pengelolaan work shop dalam pelaksanaan

program pembelajaran mata diklat praktik kejuruan di SMK Negeri I Cilegon-Banten ?"

pennasalahan pokok di atas dapat diperinci dengan nimusan masalahan

penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pengelolaanwork shopdi SMK Negeri I Cilegon-Banten

?

Lebih lanjut pertanyaan ini diperinci sebagai berikut:

a. Bagaimana proses penyusunan program pengelolaanwork shop?

b. Bagaimana perencanaan tenaga pengelola work shop dan pengembangan

kemampuannya ?

c. Bagaimana perencanaan Fasilitas, alat, bahan, dan biaya operasional work

shop? ... *

d. Bagaimana perencanaan pengembanganwork shop?

2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan work shopdi SMK Negeri I Cilegon-Banten?

Pertanyaan ini diperinci sebagai berikut:

a. Bagaimana koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam proses pengelolaan

workshop?

b. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pengelolaan work shop dalam melayani

(18)

c. Bagaimana optimalisasi penggunaan fasilitas, alat dan bahan yang tersedia? d. Bagaimana pengawasan penggunaan alat dan bahan ?

e. Bagaimana pemeliharaan dan pencatatan alat dan bahan ?

f. Bagaimana pelaksanaan fungsi workshopsebagai sumber belajar ? g. Bagaimana pelaksanaan fungsi work shopsebagai sarana pendidikan ?

3. Bagaimana pengawasan terhadap pengelolaan work shop di SMK Negeri I

Cilegon-Banten ?

Pertanyaan ini diperinci sebagai berikut:

a. Siapa yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaanworkshop? b. Bagaimana teknik pengawasan yang dilakukan terhadap pengelolaan work

shop?

4. Bagaimana Analisis SWOT tentang pengelolaan work shop di SMK Negeri I

Cilegon ?

Pertanyaan ini diperinci sebagai berikut:

a. Faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengelolaan work shop?

b. Faktor apa saja yang menjadi peluang dan ancaman ?

5. Bagaimana output pengelolaanwork shop di SMK Negeri I Cilegon ?

Pertanyaan ini diperinci sebagai berikut:

a. Bagaimana output pengelolaan work shop dalam kinerja kegiatan belajar mengajar ?

b. Bagimana output pengelolaanworkshoppada hasil belajar siswa ?

C. Tujuan Penelitian

(19)

c. Bagaimana optimalisasi penggunaan fasilitas, alat dan bahan yang tersedia?

d. Bagaimana pengawasan penggunaan alat dan bahan ?

e. Bagaimana pemeliharaan dan pencatatan alat dan bahan ?

f. Bagaimana pelaksanaan fungsi work shopsebagai sumber belajar ? g. Bagaimana pelaksanaan fungsi work shopsebagai sarana pendidikan ?

3. Bagaimana pengawasan terhadap pengelolaan work shop di SMK Negeri I

Cilegon-Banten ?

Pertanyaan ini diperinci sebagai berikut:

a. Siapa yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaanworkshop? b. Bagaimana teknik pengawasan yang dilakukan terhadap pengelolaan work

shop?

4. Bagaimana Analisis SWOT tentang pengelolaan work shop di SMK Negeri I

Cilegon ?

Pertanyaan ini diperinci sebagai berikut:

a. Faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengelolaan work shop ?

b. Faktor apa saja yang menjadi peluang dan ancaman ?

5. Bagaimana output pengelolaanworkshop di SMK Negeri I Cilegon ?

Pertanyaan ini diperinci sebagai berikut:

a. Bagaimana output pengelolaan work shop dalam kinerja kegiatan belajar

mengajar ?

b. Bagimana output pengelolaan workshoppada hasil belajar siswa ?

C. Tujuan Penelitian

(20)

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripi

dan menarik kesimpulan serta memprediksi implikasinya

rekomendasi berdasarkan fenomena yang menjadi fokus pennasalahan

dengan efektivitas manajemen work shop dalam pelaksanaan program pembelajaran mata diklat praktik kejuman di SMK Negeri I Cilegon-Banten.

b. Tujuan Khusus

Bertitik tolak dari tujuan umum di atas, secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan tentang pengelolaan work shop yang mencakup aspek perencanaannya, meliputi: proses penyusunan rencana kegiatan work shop;

perencanaan tenaga pengelola dan pengembangan kemampuannya; perencanaan tentang fasilitas, peralatan, bahan, dan biaya opersional; dan perencanaan tentang pengembangan work shop. Pada aspek pelaksanaan kegiatannya, mencakup: proses koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan pengelolaan work shop; pelaksanaan kegiatan work shop dalam melayani kebutuhan kegiatan pembelajaran; optimalisasi penggunaan fasilitas, alat dan bahan yang telah

tersedia; pengawasan penggunaan alat dan bahan; pemeliharaan dan pencatatan

alat dan bahan; pelaksanaan fungsi work shop sebagai sumber belajar; dan pelaksanaan fungsi work shop sebagai sarana pendidikan. Kemudian pada aspek pengawasannya, meliputi: pelaksana pengawasan dan teknik pengawasan

tersebut. Sertaoutput pengelolaan work shop dalam aspek kinerja proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa.

2. Menganalisis tentang efektivitas pengelolaan work shop, yang meliputi aspek

perencanaannya, mencakup: proses penyusunan rencana kegiatan work shop;

(21)

tentang fasilitas, alat, bahan, dan dana opersional kegiatan work shop; dan

perencanaan pengembangan work shop. Aspek pelaksanaan kegiatannya,

mencakup: koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan work shop;

pelaksanaan kegiatan work shop dalam melayani kebutuhan kegiatan

pembelajaran; optimalisasi pemanfaatan fasilitas, alat dan bahan yang tersedia;

pengawasan penggunaan alat dan bahan; pemeliharaan dan pencatatan alat dan

bahan; pelaksanaan fungsi work shop sebagai sumber belajar; dan pelaksanaan

fungsi work shop sebagai sarana pendidikan. Kemudian aspekpengawasannya,

yang mencakup: pelaksana pengawasan dan teknik pengawasan yang dilakukan.

Serta output pengelolaannya dalam aspek kinerja kegiatan belajar mengajar dan

hasil belajar siswa.

3. Menarik kesimpulan dan memprediksi implikasi dari fakta kelemahan-kelemahan

yang ditemukan dalam penelitian serta memberikan rekomendasi berdasarkan

hasil temuan penelitian dan pembahasan menjadi bahan masukan bagi pihak

manajemen sekolah dalam rangka upaya perbaikan dan peningkatan efektivitas

pengelolaan work shop sehingga betul-betul berfungsi optimal dalam proses

pencapaian tujuan pembelajaran mata diklat praktik kejuruan di SMK Negeri I

Cilegon.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat bagi peneliti pribadi dalam

meningkatkan wawasan tentang penelitian sosial dan tentang pola-pola pengelolaan

work shop yang efektif dalam pelaksanaan program pembelajaran mata pelajaran

praktik kejuruan. Kemudian penelitian ini juga bermanfaat bagi para pengelola

(22)

12

untuk memperkaya khasanah studi administrasi pendidikan khususnya yang berkaitan

dengan Sekolah Menengah Kejunian mengingat masih langkanya penelitian yang telah dilakukan yang mengambil kajian SMK khususnya di UPI. Di samping itu

secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak

yang terkait dalam pengelolaan work shopdi Sekolah Menengali Kejunian khususnya SMK Negeri I Cilegon-Banten guna bahan-bahan evaluasi dan pengambilan keputusan manajerial selanjutnya.

E. Paradigma Penelitian

Agar proses pembelajaran praktik berlangsung dengan efektif dan

tujuan-tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik oleh para siswa sehingga siswa dapat

memperoleh keterampilan yang diharapkan, maka perlu diperhatikan faktor-faktor

yang mempengaruhi proses belajar dan motivasi siswa. Dalam hal ini faktor utama

yang terkait adalah pola-pola pengelolaan work shop sebagai tempat pembelajaran

praktik. Sejauh mana pengelolaan work shop telah sesuai dengan

kebutuhan-kebutuhan pembelajaran dan sejauhmana pula efektivitas pengelolaannya sehingga

lebih jauh dapat memberikan suasana kegiatan belajar mengajar yang kondusif

sehingga dapat memberikan motivasi yang tinggi bagi siswa terhadap pembelajaran

praktik, kemudian berdasarkan motivasi yang tinggi dan pengelolaan work shopyang

optimal, maka tujuan keterampilan yang diharapkan akan dapat dicapai oleh siswa

secaraoptimal sesuai dengan yang telahditetapkan.

Ruang lingkup administrasi sekolah mencakup: administrasi kesiswaan;

kurikulum; personil (tenaga kependidikan); sarana-prasarana; keuangan; tatalaksana

pendidikan; dan hubungan masyarakat. Work shop sebagai tempat-berlangsungnya

(23)

13

pada bidang sarana-prasarana. Agar work shop berfungsi secara optimal dalam

pencapaian tujuan pembelajaran, maka semua komponen yang terdapat di dalamnya

harus dikelola dengan efektif.

Kajian penelitian berangkat dari aspek manajemen work shopyang mencakup

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Pada taliap perencanaandilihat proses

penyusunan program pengelolaan work shop; perencanaan tenaga pengelola dan

pengembangan kemampuannya; perencanaan fasilitas, alat, bahan, dan biaya

operasional kegiatan work shop; serta perencanaan pengembangan work shop. Pada

aspek pelaksanaandilihat tentang proses koordinasi dengan pihak yang terkait dalam

proses pengelolaan kegiatan work shop; pelaksanaan kegiatan pengelolaan work

shop dalam melayani kebutuhan kegiatan pembelajaran; optimalisasi penggunaan

fasilitas, alat dan bahan yang tersedia; pengwasan penggunaan alat dan bahan;

pemeliharaan dan pencatatan alat dan bahan; pelaksanaan fungsi work shop sebagai

sumber belajar; dan pelaksanaan fungsi work shop sebagai sarana pendidikan.

Kemudian pada aspek pengawasan berkenaan dengan pelaksana dan teknik

pengawasannya.

Ketiga aspek manajemen terkait yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasan tersebut dianalisis, sejauhmana efektivitasrjya. Efektivitas pengelolaan

dapat teriihat paling tidak dari adanya indikator: efisiensi, akuntabilitas, tingkat

pencapaian tujuan pembelajaran, situasi pembelajaran yang kondusif, motivasi siswa,

dan tingkat kompetensi siswa. Dengan analisis yang dilakukan diharapkan akan

diperoleh gambaran fenomena tingkat efektivitas pengelolaan work shopyang telah

ada. Berdasarkan fenomena efektivitas pengelolaan yang ditemukan, kemudian

dilakuan analisis dengan menggunakan pola SWOT yang melihat faktor kekuatan

(24)

14

pada pengelolaanwork shopuntuk mendapatkan pola-pola alteniatif penyempumaan terhadap kelemahan-kelemahan yang ada. Hasil analisis yang dilakukan dapat menjadi umpan balik bagi kepala sekolah dan jajaran yang terkait dalam manajemen

work shopyang berftingsi sebagai sumber belajar dan fungsi sarana pendidikan guna mencapai kualitas output yang diharapkan, berupa kinerja proses belajar mengajar yang kondusif dan tingkat keberhasilan belajar yang optimal.

(25)

15 MANAJEMEN KESIS-WAAN KURI-KULUM PER-SONIL SARA- NA-PRASA RANA

Umpan Balik WORK

SHOP SWOT * Kekuatan * Kelemahan * Peluang * Ancaman Penomena Pengelolaan Work Shop Tingkat Efektivitas: * Perencanaan * Pelaksanaan * Pengawasan MASALAH Efektivitas Pengelolaan Work Shop Meningkat:

* Kinerja KBM

* Hasil Belajar

Siswa KE- UANG-AN TATA LAKSA NA PENDI DIKAN HU-MAS PENGELOLAANWORKSHOP Perencanaan:

Proses penyusunan program Tenaga pengelola dan

pengembangan kemampuannya Fasilitas, alat, bahan, dan biaya operasional

Pengembanganworkshop.

Pelaksanaan:

Koordinasi pihak-pihak terkait

dalam kegiatanwork shop Pelavanan terhadap kebutuhan

KBM

Optimalisasi penggunaan fasilitas, alat, dan bahan Pengawasan penggunaan alat dan bahan

Pemeliharaan dan pencatatan alat dan bahan

Pelaksanaan fungsi work shop sebagai sumber belajar

Pelaksanaan fungsi work shop

sebagai sarana pendidikan.

Pengawasan:

[image:25.595.87.496.77.613.2]

Pelaksana pengawasan Teknik pengawasan.

Gambar 1: Paradigma Penelitian Efektivitas Pengelolaan Work ShopPada

(26)
(27)

100

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan dan menganalisis tentang keadaan

pengelolaan work shop di SMK Negeri I Cilegon-Banten. Data dan informasi yang

diperoleh dari temuan di lapangan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan

metode deskriptif analitik. Penggunaan metode deskriptif dimaksudkan untuk

mendeskripsikan keadaan pengelolaan Work Shop di SMK Negeri I Cilegon-Banten

yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

Berdasarkan objek penelitian yang hanya pada satu lembaga dan terfokus

kepada satu sub sistem dari lembaga tersebut yaitu work shop, maka jenis penelitian

ini mempakan studi kasus. Menumt Nana Sudjana dan Ibrahim (2001) studi kaus

mengisyaratkan pada penelitian kualitatif dan mempakan salah satu jenis penelitian

deskriptif. Studi kasus pada dasamya studi yang mempelajari objek penelitian yang

terfokus pada suatu objek (seseorang/lembaga) secara intensif dan mendalam serta

dalam waktu tertentu yang terkadang cukup lama. Mendalam artinya mengungkap

semua variabel yang terkait dengan objek/kasus yang diteliti. Guna mengungkap

persoalan yang diteliti, peneliti perlu mencari data yang berkenaan dengan persoalan

tersebut. Data diperoleh dari berbagai sumber, dan teknik memperoleh data sangat

komprehensif, seperti observasi, wawancara, analisis dokumenter, tes, dan Iain-lain

bergantung kepada kasus yang dipelajari.

Ditetapkannya metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif mengacu

kepada konsep Bogdan dan Biklen (1982) yang menyatakan bahwa masalah aktivitas

(28)

101

ini bersifat naturalistik dalam situasi yang wajar(natural setting). Pemilihan metode

deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif dalam mencari kenetralan dan

kebenaran. Artinya serangkaian data yang diharapkan dan telah berhasil dihimpun

dan sesuai dengan kebutuhan penelitian dikumpulkan dan dianalisis dengan

melakukan penilaian secara komprehensif. Penggunaan metode dekriptif analitik

dengan pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk menemukan altematifjawaban yang

dikembangkan dari masalah, terutama menilai tingkat efektivitas pengelolaan work

shop.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri I Cilegon Banten. Pertimbangan

dipilihnya lokasi penelitian ini, adalahpertama, peneliti sendiri pernah mengajar di

sana selama + satu setengah tahun sebelumnya, sehingga secara praktis lebih

memudahkan peneliti dalam berkomunikasi dengan pihak-pihak yang terkait atau

yang menjadi subjek penelitian, serta dapat mempermudah upaya pendalaman analisis

dan keabsahan data karena keikutsertaan peneliti terhitung lebih lama pada lokasi

penelitian. Kedua, SMK Negeri I Cilegon terbilang relatif masih bam berdiri, yaitu

pada tahun 1997, dan hanya satu-satunya SMK kelompok teknologi dan industri

berstatus negeri di wilayah kota Cilegon, oleh karenanya SMK ini berstatus SMK

pembina di wilayah kota Cilegon. Peneliti berpandangan bahwa sudah saatnya ada

upaya penelaahan atau evaluasi terhadap proses pengelolaan SMK ini guna melihat

sejauhmana efektivitas manajemennya, apakah sudah dipandang memadai sebagai

SMK pembina atau belum. Karenanya peneliti tertarik untuk menelaah aspek

pengelolaan work shop, di mana work shop mempakan komponen utama dalam

(29)

102

Sementara itu, berkaitan dengan subjek penelitian, menurut Suharsimi (1998:

115) populasi adalah keselumhan subjek penelitian. Karenanya populasi dalam

penelitian ini adalah semua pihak baik manusia maupun non-manusia yang dipandang

dapat memberikan data yang berhubungan dengan pengelolaan work shop, subjek

bempa manusia yaitu terdiri dari Kepala Sekolah, kepala seksi work shop

masing-masing jumsan yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan work shop secara

langsung, staf pengelola, tenaga pengajar, siswa, serta pihak-pihak lain yang terkait.

Sementara subjek non-manusia yaitu bempa dokumen-dokumen yang berhubungan

dengan manajemen work shop,simbul-simbul, dan benda-benda lainnya.

C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan untuk menghimpun data dan

infonnasi yang berkaitan dengan pengelolaan work shop di SMK Negeri I

Cilegon-Banten, sangat bergantung kepada model studi yang dikembangkan dalam penelitian

ini. Sumber data utama akan diusahakan diperoleh dari kepala sekolali yang menjadi

muara segala informasi dari berbagai bidang umsan yang ada pada garapan program

sekolah secara keselumhan, diperoleh dari kepala bagian work shop, penanggung

jawab jumsan yang berkaitan dengan penggunaanwork shop, para gum yang terkait,

dan pihak-pihak lain termasuk siswa.

Kemudian secara khusus penelitian akan dilakukan dengan menggunakan teknik

pengumpulan data yang bempa:

1. Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab, tatap muka, atau mengkonfirmasikan

sampel penelitian dengan berpedoman kepada materi wawancara yang telah

dirancang. Wawancara ini bertujuan untuk menggali data dan informasi dari

(30)

103

2. Observasi, yaitu melakukan pengamatan tentang pengelolaan work shopdi SMK

Negeri I Cilegon yang berkaitan dengan proses perencanaan dan aktifitas

pelaksanaan.

3. Dokumentasi, bertujuan untuk melengkapi data yang bersumber bukan dari orang,

yang dapat mengecek kesesuaian data.

Sementara instnunen pengumpulan data berdasarkan teknik pengumpulan

data yang digunakan. Ada tiga macam instnunen yang dipergunakan untuk

pengumpulan data, yaitu: pedoman wawancara, pedoman observasi, dan pedoman

studi dokumentasi.

/. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara disusun berdasarkan variabel penelitian, responden yang

ditetapkan yaitu: kepala sekolah, penanggungjawab work shop, tenaga pengajar,

dan siswa. Adapun sifat informasi yang ingin dicapai oleh pedoman ini adalali:

a. Deskripsi maupun refleksi responden tentang proses perencanaan kegiatan

work shop, mencakup: proses penyusunan program kegiatan work shop;

perencanaan tenaga pengelola dan pengembangan kemampuannya;

perencanaan fasilitas, alat, bahan, dan biaya opersional work shop; dan

perencanaan pengembanganworkshop.

b. Deskripsi dan refleksi responden tentang pelaksanaan kegiatan work shop,

meliputi: koordinasi pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan work shop;

pelaksanaan kegiatan work shop dalam melayani kebutuhan KBM;

optimalisasi penggunaan fasilitas, alat, dan bahan; pengawasan penggunaan

alat dan bahan; pemeliharaan dan pencatatan alat dan bahan; pelaksanaan

fungsi work shop sebagai sumber belajar; dan pelaksanaan fungsi work shop

(31)

104

c. Deskripsi tentang pengawasan pengelolaan work shop, yang mencakup

pelaksana dan teknik pengawasan yang dilakukan.

d. Deskripsi tentang output pengelolaan work shopyang mencakup kinerja KBM

dan hasil belajar siswa. . .

2. Pedoman Observasi

Instrumen ini digunakan sebagai pegangan untuk melakukan pengematan

langsung terhadap fokus penelitian agar proses pengamatan itu terarah. Pedoman

ini diupayakan cukup fleksibel agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan

infonnasi di lapangan. Observasi akan dilakukan sendiri oleh peneliti agar tidak

ada penafsiran lain dari pihak lain tentang data yang diperoleh. Melalui instrumen

ini diharapkan dapat temngkap data dan infonnasi tentang:

a. Pelaksanaan kegiatan work shop. Mencakup: proses koordinasi pihak-pihak

yang terkait dalam kegiatan work shop; kegiatan work shop dalam melayani

kebutuhan KBM; optimalisasi penggunaan fasilitas, alat, dan balian;

pengawasan penggunaan alat dan bahan; pemeliharaan dan pencatatan alat dan

bahan; pelaksanaan fungsi work shopsebagai sumber belajar; dan pelaksanaan

fungsiworkshopsebagai sarana pendidikan.

b. Pengawasan kegiatan work shop yang mencakup pelaksana dan teknik

pengawasan yang dilakukan.

c. Output pengelolaan work shop, yang berhubungan dengan kinerja kegiatan

belajar mengajar.

3. Pedoman Studi Dokumentasi

Instrumen ketiga yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen

(32)

105

maupun dari luar lembaga. Melalui instmmen ini diharapkan diperoleh data

tentang:

a. Perencanaan, yang mencakup: program kegiatan work shop; perencanaan

tenaga pengelola dan pengembangan kemampuannya; perencanaan fasilitas,

alat, balian, dan biaya operasional work shop; dan rencana pengembangan

work shop.

b. Output pengelolaan work shop,yang menyangkut hasil belajar siswa.

D. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga taliap. Tahapan itu sebagaimana yang

dikemukakan oleh Nasution (1996: 33) yaitu: orientasi, eksplorasi, dan member

check.

Tahap orientasi dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umum di

lapangan, untuk memperoleh hal itu kegiatan yang peneliti lakukan adalah pra-survey.

Peneliti melakukan kunjungan ke lokasi penelitian dan mengadakan wawancara awal

dengan pihak pengelolawork shopguna memperoleh informasi yang luas mengenai

hal-hal yang umum di lapangan. Informasi yang diperoleh dianalis untuk menemukan

hal-hal yang menonjol, menarik, penting, dan berguna dalam penelitian selanjuttiya

secara mendalam.

Tahap eksplorasi dilakukan oleh peneliti bempa penelitian lapangan guna

memperoleh data secara empirik dengan cara yang lebih mendalam dan komprehensif

terhadap fokus penelitian. Data diperoleh melalui wawancara dengan subjek

penelitian, observasi, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan eksistensi dan

(33)

Tahap member check dilakukan guna memperoleh validitas data per^hfkn,^ -V v

yaitu dengan melakukan pemeriksaan ulang terhadap data yang telali diperoleh guna

mengetahui keabsahan dan tingkat konsistensi infonnasi yang diperoleh.

Pemeriksaan ulang diusaliakan peneliti setiap kali selesai wawancara, dan dalam

pelaksanaan wawancara juga sedapat mungkin menarik kesimpulan bersama-sama

dengan responden. Hal ini dimaksudkan guna mengurangi kesalahfahaman dalam

menafsirkan informasi yang disampaikan. Selain itu catatan lapangan yang telah

diperoleh dalam kesempatan lain, hasilnya dimintai koreksi kepada nara sumber yang

bersangkutan. Sebagai tindak lanjut dilakukan observasi dan studi dokumentasi serta

triangulasi kepada responden maupun nara sumber tain yang berkompeten.

Sementara waktu pelaksanaan member check dilakukan seiring ketika tahap

eksplorasi.

E. Teknik Analisa Data

Secara opersional temuan data dan infonnasi akan dianalisis dengan mengikuti

apa yang diungkapkan oleh Nasution (1996: 129-130) yaitu menggunakan tiga

tahapan:

1. Tahap reduksi

Dilakukan untuk menelaah secara keseluruhan data yang dihimpun dari lapangan

sehingga dapat ditemukan hal-hal pokok dari objek yang diteliti, kemudian

kegiatan yang dapat dilakukan antara lain adalah mengumpulkan data dan

informasi dari catatan, hasil wawancara dan hasil pengamatan, serta mencari inti

atau pokok yang dianggap penting dari setiap aspek temuan penelitian.

(34)

107

Pada tahap ini akan dilakukan perangkuman terhadap temuan penelitian dalam

susunan yang sistematis untuk mengetahui kebennaknaan pengelolaan work shop

yang diteliti. Kegiatan telaah dalam tahap ini antara lain adalah membuat

rangkuman secara deskriptif dan sistematis, sehingga tenia sentral dapat diketahui

dengan mudah, kemudian memberi makna setiap rangkuman tersebut dengan

memperhatikan kesesuaian dengan materi penelitian.

3. Tahap perifikasi

Pada tahap ini akan dilakukan pengkajian tentang kesimpulan yang telali diambil

dengan data pembanding teori tertentu. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat

kebenaran hasil analisis sehingga melahirkan kesimpulan yang dapat dipercaya.

Dalam hal ini langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah: menguji kesimpulan

yang telah diambil dengan membandingkan teori-teori yang dikemukakan para

pakar, terutama teori yang relevan; melakukan proses pengecekan ulang, mulai

dari pelaksanaan pra survey, wawancara inti, pengamatan dari data dan informasi

yang telah dikumpulkan; membuat kesimpulan umum untuk dilaporkan sebagai

hasil dari penelitian yang nanti telah dilakukan.

F. Validasi Data Penelitian

Menumt Moleong (2000: 173) untuk dapat memeriksa keabsahan

(trustworthiness)

data penelitian dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu: (1) derajat

kepercayaan

(credibility),

dikenal dalam nonkualitatif dengan istilah "validitas

internal;" (2) keteralihan (transferbalitiy),Nasution (1996: 114) mempersamakan cara

ini dengan validitas eksternal dalam nonkualitatif; (3) kebergantungan

(35)

108

nonkualitatif; dan (4) kepastian (confirmability), dalam nonkualitatif dikenal dengan

istilah "objektivitas."

Sementara untuk mendapatkan keabsahan data yang dimaksud, peneliti

menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang juga diungkapkan oleh

Moleong (2000: 175-181), yaitu sebagai berikut:

/. Perpanjangan keikutsertaan

Sebagaimana telah difahami bahwa peneliti dalam penelitian kualitatif adalah

instrumen itu sendiri, karenanya keikutsertaan peneliti dalam masa waktu yang

panjang dipandang penting, peneliti menyadari akan hal ini. Sekalipun masa

penelitian secara resmi di lapangan berlangsung relatif tidak lama, namun

pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian peneliti

dapatkan dari kebersamaan ketika mengajar di tempat penelitian selama ± setahun

sebelumnya.

2. Ketekunan pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam

situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari,

kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci dan mendalam.

Karenanya peneliti berusaha mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci

secara berkesinambungan selama masa penelitian terhadap faktor-faktor yang

menonjol guna mendapatkan pemahaman yang biasa tentang faktor-faktor

tersebut.

3. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemerikasaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

(36)

109

membedakan empat triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan

penggunaan: sumber, metode, penyidik, dan teori. Patton (1987: 331)

mengemukakan bahwa triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu infonnasi yang diperoleh melalui

waktu dan alat yang berada dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan

jalan: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara;

(2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang

tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4)

membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan

pandangan orang lain yang berbeda; (5) membandingkan hasil wawancara dengan

isi suatu dokumen yang berkaitan. Lebih lanjut Patten mengemukakan dua

strategi berkaitan dengan triangulasi dengan metode, yaitu: (1) pengecekan derajat

kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data; dan

(2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang

sama. Sementara triangulasi denganpenyidikyaitu dengan jalan memanfaatkan

peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat

kepercayaan data. Kemudian triangulasi denganteori, menumt Guba dan Lincoln

(1981: 307) adalah berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat

diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori, maka hams

diupayakan memikirkan kemungkinan-keungkinan lain yang ditunjang dengan

data-data yang ada. berdasarkan hal di atas peneliti mencoba untuk melakukannya

demi diperolehnya tingkat keabsahan data yang diinginkan.

(37)

Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir

yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat

5. Analisis kasus negatif

Teknik ini dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak

sesuai dengan pola dan kecendemngan informasi yang telah dikumpulkan dan

digunakan sebagai bahan pembanding.

6. Penggunaan bahan referensi

Digunakan untuk mengamankan berbagai infonnasi yang didapatkan dari

lapangan. Dalam hal ini peneliti memanfaatkan penggunaan tape recorder untuk

merekam hasil wawancara. Dengan cara ini peneliti dapat memperoleh gambaran

yang lengkap tentang informasi yang diberikan oleh narasumber sekaligus dapat

memahami konteks pembicaraan. 7. Pengecekan anggota (member check)

Tujuan dari teknik ini adalali agar informasi yang diperoleh dan digunakan dalam

penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan. Para pihak

yang terlibat dimanfaatkan untuk memberikan reaksi dari segi pandangan dan

situasi mereka sendiri terhadap data yang telah diorganisir oleh peneliti. Setiap

akhir wawancara atau pembaliasan satu topik diupayakan untuk disimpulkan

secara bersama. Sehingga perbedaan persepsi dalam suatu masalah dapat

dihindarkan, juga dilakukan konfirmasi dengan narasumber terhadap laporan hasil

wawancara. Sehingga apabila ada kekeliman dapat diperbaiki atau bila ada

kekurangan dapat ditambali dengan infonnasi bam. Dengan demikian data yang

diperoleh sesuai dengan yang dimaksudkan oleh narasumber.

(38)

I l l

keteralihan (transferbility) berkenaan dengan kebergunaan hasil penelitian dalam situasi-situasi lain. Dalam hal ini diupayakan tercapainya generalisasi

yang menunjukkan sampai dimanakah hasil penelitian beriaku bagi populasi tertentu. Generalisasi menunjukkan validitas eksternal.

Kebergantungan (dependability) dan kepastian (konfirmability) adalah suatu

kriteria kebenaran dalam penelitian kualitatif yang pengertiannya sejajar dengan

reliabilitas dalam nonkualitatif, yakni mengupas tentang konsistensi hasil penelitian.

Artinya sebagai kriteria untuk menguji apakah penelitian ini dapat diulang atau

dilakukan di tempat lain dengan temuan hasil penelitian yang sama. Adapun

konfirmabilityberkenaan dengan objektivitas hasil penelitian.

Agar kebenaran dan objektivitas hasil penelitian dapat

dipertanggungjawabkan, dapat dilakukan dengan cara audit, yakni dengan melakukan

pemeriksaan ulang sekaligus dilakukan konfirmasi untuk meyakinkan bahwa hal-hal

yang dilaporkan dapat dipercaya dan sesuai dengan data yang ada. dalam hal ini

peneliti melakukan upaya sebagai berikut:

1. Data mentah yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi

direkapitulasi dalam laporan lapangan yang lengkap dan cermat.

2. Data mentali disusun dalam hasil analisis dengan cara menyeleksi, kemudian

merangkum atau menyusunnya kembali dalam bentuk deskripsi yang lebih

sistematis

3. Membuat hasil sintesis data, bempa kesesuaian tema dengan tujuan penelitian,

penafsiran dan kesimpulan.

4. Melaporkan selumh proses penelitian sejak pra survey dan desain pengelolaan

(39)
(40)

BAB VI

KESIMPULAN, IMPLIKASl, DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan pennasalahan yang diteliti, yaitu bagaimana pengelolaan work

shop

dilakukan dalam pelaksanaan program pembelajaran mata diklat praktik dasar

kejuruan di SMK Teknologi dan Industri Negeri I Cilegon, maka dapat

disimpulkan bahwa secara umum pengelolaan

work shop

yang dilakukan telali

menunjukkan keunggulan-keunggulan, sekalipun masih terdapat beberapa aspek

yang memeriukan penyempumaan. Secara rinci kesimpulan tersebut dapat dilihat

sebagai berikut:

1. Pada aspek perencanaan, secara umum telah menunjukkan

keunggulan-keunggulan, yaitu keunggulan pada aspek proses penyusunan program

kegiatan; perencanaan fasilitas, alat, bahan, dan biaya operasional; dan

perencanaan pengembangan

work shop,

sementara kelemahannya terletak pada

aspek perencanaan tenaga pengelola dan pengembangan kemampuannya. Di

samping aspek yang dinilai belum efektif, pada beberapa bagian aspek yang

dinilai sudah efektif juga perlu upaya penyempumaan agar perencanaan kegiatan pengelolaan work shopmencapai tingkat efektivitas yang maksimal.

2. Dari aspek pelaksanaan kegiatan, secara umum juga telah menunjukkan

keunggulan-keunggulan. Keunggulan tersebut yaitu pada aspek: koordinasi

dengan pihak-pihak terkait dalam kegiatanworkshop; optimalisasi penggunaan

fasilitas, alat, dan bahan; pengawasan penggunaan alat dan bahan; pemeliharaan

(41)

190

Sekalipun demikian, keunggulan-keunggulan tersebut dipandang masih butuh

penyempumaan, karena masih ada bagian-bagian pada aspek tersebut di atas

yang masih hams dibenahi. Sedangkan kelemahan yang ada yaitu pada aspek

kegiatan

work shop

dalam melayani kegiatan KBM dan pelaksanaan fungsi

work shopsebagai sumber belajar. Sekalipun kelemahannya hanya pada bidang

kegiatan pelayanan KBM dan pelaksanaan fungsi

work shop

sebagai sumber

belajar, namun bidang ini dinilai sangat pokok dalam kegiatan

work shop,

dan

berkontribusi besar dalam menentukan kualitas output yang diharapkan.

3. Pada aspek pengawasan, secara umum masih menunjukkan

kelemahan-kelemahan, temtama pada aspek intensitas atau frekuensi pengawasan dan

pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah maupun pengawas

pemda/diknas. Kemudian keunggulannya nampak pada teknik pengawasan

yang dilakukan, namun hal ini bukan masalali yang terlalu pokok, masalah yang

pokok adalah intensitas pengawasan dan pembinaan pelaksana pengawasan.

4. Kemudian pada output pengelolaan work shop, telah ditemukan

keunggulan-keunggulan, yaitu pada aspek kinerja kegiatan belajar mengajar dan hasil

belajar siswa. Sementara kelemahan yang prinsip belum ditemukan. Sekalipun

demikian hasil yang sangat maksimal belum diperoleh sehingga upaya

penyempumaan masih hams terns dilakukan.

5. Sementara hasil analisis SWOT menunjukkan baliwa proses upaya

memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan intensitas kelemahan dinilai

belum efektif, karena upaya memaksimalkan kekuatan belum dapat

meminimalkan kelemahan secara penuh yang jumlahnya lebih kompleks.

(42)

191

ada dinilai sudah efektif, karena ancaman yang ada jauh lebih sedikit dan

dengan intensitas yang rendah dibanding dengan peluang yang ada.

B. Implikasi

Pertama:

Menurut hasil penelitian terungkap bahwa masih terdapat kelemahan pada

aspek perencanaanwork shop,yaitu temtama pada aspek perencanaan dan keadaan

tenaga pengelola dan pengembangan kemampuannya. Pertama, jabatan tenaga

pengelola (ketua program dan toolman) sifatnya mempakan tugas tambahan,

karena tugas pokok ketua program adalah sebagai gum dan tugas pokok toolman

sebagai pembantu umum tata usaha. Tentu saja hal ini akan berpengaruh besar

terhadap kedua bidang tugas yang diemban. Memberikan tugas tambahan kepada

seorang gum berarti menambah beban dan jam kerja gum yang selama ini dinilai

sudah cukup berat, jam mengajar seorang ketua program akan terkurangi oleh tugas

sebagai ketua program, sehingga pembelajaran yang dilakukan tidak akan

maksimal, sementara tugas ketua programpun tidak akan optimal dijalankan

karena harus dibagi waktu dan tugas-tugas mengajar. Begitupun seorang toolman,

tidak akan optimal melaksanakan tugas sebagai toolman karena waktunya dibagi

dengan pekerjaan sebagai pembatu TU. Menumt PP. No.38 Th. 1992 Bab 2pasal

2, gum (tenaga pendidik), laboran, teknisi sumber belajar mempakan tenaga

kependidikan yang masing-masing terpisah. Secara lengkap dinyatakan bahwa

"tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan,

penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan,

(43)

192

work shopdapat dikategorikan sebagai teknisi sumber belajar dan laboran. Kedua,

jumlah pengelola yang tidak memadai akan berpengamh terhadap kurang

optimalnya pelayanan terhadap kegiatan belajar mengajar, yang pada akhimya akan

berpengaruh pada tingkat pencapaian hasil yang tidak maksimal. Kedua aspek

tersebut pada akhimya akan berpengamh terhadap kinerja dan produktivitas proses

pendidikan, sehingga akan berpengamh pada mutu pendidikan secara umum.

Di sisi lain, sekalipun aspek-aspek lainnya dinilai sudah efektif, namun

tingkat

efektivitasnya

belum

maksimal,

sehingga

masih

dibutulikan

penyempumaan.

Misalnya, belum adanya rencana/program kerja yang jelas

(tertulis), sehingga mengakibatkan kurang terarahnya kegiatan yang dilakukan,

karena tidak ada acuan/pedoman kerja yang sehamsnya tertuang dalam program

kerja.

Kedua:

Sebagaimana telah diungkapkan bahwa pada aspek pelaksanaan kegiatan

masih terdapat kelemahan temtama pada bidang pelayanan kegiatan belajar

mengajar, yang pada pokoknya disebabkan oleh kurangnya personil pengelola,

sehingga berimbas pada rendahnya kualitas pelayanan. Pelayanan yang bumk akan

mempengaruhi kegiatan pembelajaran, pada akhimya akan mempengaruhi pula

kualitas hasil belajar.

Sementara aspek lain yang dinilai sudah efektif, dipandang masih perlu

penyempumaan.

Misalnya, pada aspek koordinasi titemukan belum adanya

pemetaan tugas

(job description)

yang jelas, sehingga mengakibatkan kurangnya

pengetahuan tentang fungsi masing-masing personil dan kurang adanya keselarasan

(44)

193

menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing). Kemudian hal lain adalali pada

bidang ftingsi work shop sebagai sumber belajar, telah terungkap tentang

terbatasnya jumlah alat, sehingga dapat mempengaruhi optimalisasi kegiatan

pembelajaran. Penambahan jumlah alat perlu diupayakan dengan

sungguh-sungguh dan terns menerus.

Ketiga:

Pengawasan/supervisi mempakan bagian penting dari tugas pokok kepala

sekolali. Proses supervisi tidak sebatas meninjau, melihat, mengamati, namun

tindak lanjut dari itu adalali upaya pembinaan yang hams dilakukan, agar

kekurangan-kekurangan yang ditemukan dari hasil pengawasan dapat diperbaiki.

Kurangnya intensitas/ftekuensi pengawasan menggambarkan kurangnya upaya

pembinaan yang dilakukan, ditambah dengan kurangnya ketegasan dan daya kreatif

kepala sekolah terhadap pengelolaan work shop,hal ini akan berpengamh terhadap

kinerja personil bawahan, kinerja personil tidak akan maksimal karena merasa

kurang diawasi dan dibina, hal ini terbukti dengan masih adanya gum yang kurang

maksimal dalam menjalankan tugas. Pada akhimya hal ini akan mempengaruhi

kinerja sekolali secara keselumhan.

Keempat:

Berdasarkan hasil analisis SWOT terungkap baliwa upaya memaksimalkan

kekuatan dan meminimalkan intensitas pengamh kelemahan yang ada dinilai belum

efektif, karena kompleksnya kelemahan yang ada dibandingkan dengan upaya

memaksimalkan kekuatan yang dilakukan. Kelemahan-kelemahan tersebu'.

memiliki implikasi sebagai berikut: 1) kekurangan jumlah alat dibanding dengan

(45)

!i oil ".

•I

\ \

mengajar, yang pada akhimya akan mempengaruhi pencapaian hasil peml^jarari:

2) masih banyak siswa yang memiliki motivasi belajar rendah akan mempengafufii

hasil belajar secara pribadi, pada akhimya akan berpengaruh kepada hasil rata-rata

prestasi siswa secara umum; 3) masih ada gum yang belum maksimal dalam

menjalankan tugas akan berpengamh kepada kinerja proses belajar mengajar; 4)

kekurangan personil pengelola work shop akan berpengaruh kepada kurang

optimalnya pelayanan terhadap kegiatan belajar mengajar; 5) keterbatasan dana

akan mempengaruhi proses pengadaan fasilitas/alat/bahan dan pengelolaan work

shop secara keseluruhan; 6) kurang tegasnya kebijakan dan daya kreatif kepala

sekolah terhadap pengelolaan work shop akan berpengaruh kepada lambannya

pengembangan work shop sebagai sentral kegiatan pembelajaran praktik di

sekolah, sementara di sisi lain kemajuan teknologi industri menuntut kualitas

output pendidikan yang baik, sehingga dapat bersaing pada pasar kerja yang ada; 7)

kurangnya ketegasan dan intensitas pengawasan kepala sekolah akan berimbas

kepada kurang maksimalnya kinerja personil, yang pada akhimya akan

mempengaruhi kinerja sekolah secara umum. Hal ini terbukti dengan masih

adanya gum yang belum maksimal dalam menjalankan tugas; 8) struktur organisasi

yang kurang lengkap akan berpengamh kepada kurang maksimalnya pelaksanaan

fungsi dan tugas masing-masing personil; 9) program kerja/kegiatan yang tidak

sistematis berimplikasi kepada kurang terarahnya pelaksanaan kegiatan yang

dilakukan, tidak adanya keselarasan bertindak pada setiap personil, karena tidak

(46)

195

C. Rekomendasi

Workshop

sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran praktik di

SMK Teknologi dan Industri memiliki peran sentral dalam menentukan tingkat

kualitas output pendidikan yang dihasilkan, karena orientasi pendidikan SMKTI

adalah mempersipkan lulusannya menjadi tenaga kerja tingkat menengah yang

profesional untuk bekerja di dunia industri. Profesionalisme menuntut pengetahuan

dan keterampilan yang memadai. Output yang baik dihasilkan dari proses

manajemen yang baik pula, salah satu indikator manajemen yang baik adalah

manajemen yang memiliki tingkat efektivitas yang tinggi.

Efektivitas pengelolaan work shop secara keseluruhan ditunjang oleh

efektivitas bagian-bagian di dalamnya yang satu sama lain saling mempengaruhi.

Satu bagian dinilai tidak efektif akan mempengaruhi aspek lain yang pada akhimya

akan berimplikasi pada kualitas output secara keselumhan. Perencanaan yang baik

hams ditunjang oleh pelaksanaan kegiatan dan pengawasan serta pembinaan yang

baik pula. Pengelolaan

work shop

yang efektif merupakan hal yang utama dalam

menghasilkan output yang berkualitas sesuai dengan tuntutan ideal lulusan yang

ingin dicapai. Karena itu perlu ada upaya penyempumaan, temtama yang berkaitan

dengan tiga aspek pokok dalam pengelolaan, yaitu perencanaan program,

pelaksanaan kegiatan, dan pengawasan/pembinaan. Guna penyempumaan

pengelolaan

work shop

yang ada, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,

dengan ini dapat diajukan rekomendasi yang diharapkan menjadi bahan

pertimbangan untuk langkah-langkah selanjutnya dalam upaya penyempumaan

(47)

196

Pertama, susun rencana/program kerja yang jelas/tertulis. Karena

program kerja yang jelas/matang dan tertulis mempakan acuan atau panduan bagi

masing-masing devisi dalam pelaksanaan kegiatan, sehingga tindakan dalam proses

pencapaian tujuan akan seiaras dan terpadu dengan baik. Keterpaduan antara

kepala sekolah, pihak jumsan, para gum, dan pihak-pihak lain yang terkait dalam

proses perencanaan pengelolaanwork shopperlu terns dikembangkan, tidak hanya

dari segi proses pengajuan kebutuhan fasilitas, alat, bahan, dan biaya, namun

perencanaan kegiatan

work shop

yang lebih menyeluruh menyangkut berbagai

aspek yang dibutuhkan, seperti penentuan visi, misi, dan strategi pengembangan;

menentukan pengelola dan pengembangan kemampuannya yang menyangkut

bagaimana mengadakan pelatihan di luar maupun di dalam lembaga sendiri;

menentukan program kegiatan yang matang sesuai dengan tuntutan maten

pembelajaran.

Kedua, tunjuk petugas yang khusus menangani pengelolaan work shop

(tanpa mamiliki tugas lain). Jika yang dilakukan adalah pemberdayaan gum yang

ada, maka kurangi beban jam mengajar gum yang bersangkutan, sehingga akan

lebih dapat terfokus pada tugas menangani work shop. Misalnya seorang gum

yang ditunjuk menjadi ketua program tidak diberikan beban jam mengajar lebih

banyak setiap minggunya, sehingga waktunya untuk mengelola bengkel lebih

tersedia, begitupun seorang toolman hendaknya tidak memiliki tugas lain di luar

work shop.

Ketiga, guna mengoptimalkan pelayanan kegiatan belajar mengajar,

penuhi standar minimum jumlah pengelola.

Misalnya dengan menambah petugas

(48)

197

program dapat terkurangi, sehingga kebutuhan kegiatan pembelajaran dapat

terlayani dengan baik.

Keempat,

tingkatkan kesejahteraan pengelola.

Kesejaliteraan pengelola

yang memadai diharapkan akan menambah motivasi dan produktivitas

kerjanya.

Upayakan agar pendapatan pengelola dapat mencukupi standar minimum

kebutuhan hidupnya, sehingga ia tidak lagi mencari tambahan pendapatan

sampingan diluartugasnya.

Kelima, tingkatkan standar minimum jumlah fasilitas, alat, dan bahan

praktik agar sebanding dengan kebutuhanjumlah siswa.

Alat

yang relevan dengan

materi pembelajaran saja tidak cukup, akan tetapi untuk alat-alat tertentu

memeriukan jumlah yang memadai sesuai dengan perbandingan jumlah siswa

yang menggunakan.

Keenam, guna memberikan solusi keterbatasan jumlah alat, optimalkan

penggunaan fasilitas alat yang ada.<

Gambar

Gambar 1: Paradigma Penelitian Efektivitas Pengelolaan Work Shop PadaSekolah Menengah Kejuruan.

Referensi

Dokumen terkait

 Children who display mastery motivation are task- oriented; instead of focusing on their ability, they concentrate on learning strategies and the process of achievement rather

NOTE: A referenceable grid with each 'general grid axis' having a coefficient vector (i.e. coefficients varying over just one axis of the grid) is 'rectilinear' (i.e. parallel

Sebenarnya kerangka sistem islam secara keseluruhan ini dibentuk berdasarkan kebebasan individu di dalam mencari dan memiliki harta benda dan campur tangan

Sehubungan dengan hasil evaluasi penawaran dan kualifikasi perusahaan Saudara pada paket pekerjaan Perencanaan Pembangunan Jembatan Dermaga dan Parkir Jembatan Mantikas Desa

[r]

[r]

PENERAPAN MODEL KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V PADA PEMBELAJARAN IPA DI SD.. Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dasar hukum gadai terdapat pada Kitap Undang Undang Hukum Perdata, tentang gadai pada pasal 1150. Pasal 1150, yang berisi : “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur