DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN PENGESAHAN ………... i
PERNYATAAN ……… ii
KATA PENGANTAR ………... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ………. ABSTRAK ………. ABSTRACT ………... DAFTAR ISI ………. DAFTAR TABEL ……….. DAFTAR GAMBAR ………. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang …….……….……. 1
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah ………….……….…... 8
C. Tujuan Penelitian ………….……….. 10
D. Manfaat Penelitian ………….…………..……….……….. 10
E. Definisi Operasional ………..………. 11
BAB II DESAIN PENGEMBANGAN PROGRAM PERKULIAHAN LABORATORIUM FISIKA SEKOLAH II A. Bagaimana Sebaiknya Fisika Diajarkan? ……… 13
B. Pentingnya Bereksperimen dan Kemampuan yang Dibangun dalam Bereksperimen ……..……… 18
Fisika Sekolah II ………. 25
E. Pembelajaran Sains Melalui Inkuiri ………...………… 28
F. Pembelajaran Laboratorium Sains Melalui Pemecahan Masalah ………..……….. 31
G. Metode Pembelajaran Modelling ……….… 32
H. Perkuliahan dengan Pendekatan Lapangan/Program Kemitraan di Beberapa Negara ………...………. 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian ……… 36
B. Metode dan Desain Penelitian ……….……… 37
C. Subjek Penelitian ……… 43
D. Instrumen Penelitian ……….... 45
1. Studi pendahuluan ……..……… 45
2. Analisis kemampuan awal mahasiswa ………... 46
3. Keterlaksanaan perkuliahan …………...……….……... 46
4. Rambu-rambu penilaian terkait dengan produk yang dihasilkan oleh mahasiswa ……….………. 47
5. Tanggapan mahasiswa ………. 47
E. Teknik Pengolahan Data …..…….……… 48
1. Tafsiran presentase …….………. 48
2. Validitas dan reliabilitas instrumen tes pilihan berganda ….... 48
3. Uji keberhasilan program perkuliahan yang dikembangkan ... 49
2) Uji terbatas tahap 2 ……… 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan ………... 52
1.Analisis kurikulum Pendidikan Fisika di LPTK ……… 52
3.Analisis kemampuan bereksperimen mahasiswa calon guru fisika ……….……… 54
4.Rancangan re-desain perkuliahan Laboratorium Fisika Sekolah II ………. 57
B. Data dan Analisis Data pada Uji Terbatas Tahap 1 ……… 59
C. Data dan Analisis Data pada Uji Terbatas Tahap 2 ……… 71
D. Diskusi dan Pembahasan ….……… 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 95
B. Saran ……… 96
DAFTAR PUSTAKA ……….. 98
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Distinctive approaches to acience instruction in five country ….. 14
Tabel 2.2 Aktifitas kegiatan ilmuan di laboratorium ………. 20
Tabel 2.3 Standar kompetensi guru pemula terkait dengan kegiatan laboratorium ... 23
Tabel 2.4 Perbedaan laboratorium pemecahan masalah dan laboratorium tradisional ... 33
Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 44
Tabel 3.2 Subjek pada setiap tahapan penelitian ... 45
Tabel 3.3 Tafsiran hasil persentase ... 50
Tabel 3.4 Pedoman interpretasi nilai koefisien korelasi ... 53
Tabel 4.1 Analisis hasil survei merencanakan dan melaksanakan kegiatan eksperimen di sekolah ………. 56
Tabel 4.2 Tafsiran persentase kemampuan bereksperimen ... 62
Tabel 4.3 Rancangan Re-Desain Perkuliahan Laboratorium Fisika Sekolah II ... 66
Tabel 4.4 Perolehan nilai χ2hitung dari setiap variabel yang dilatihkan …… 68
Tabel 4.5 Beberapa temuan dan saran perbaikan hasil implementasi uji terbatas tahap 1 ……….. 69
Tabe l4.7 Matriks perolehan nilai mahasiswa pada ujicob tahap 2……… . 79 Tabel 4.8a Matriks korelasi antar variabel ……… 79
Tabel 4.8b Hasil pengolahan data analisis regresi (Coefficientsa) ………… 80 Tabel 4.9a Matriks korelasi antar variabel………. 81 Tabel 4.9b Hasil pengolahan data analisis regresi (Model Summary) ……. 81
Tabel 4.9c Hasil pengolahan data analisis regresi (Anovab) ……… 81 Tabel 4.9d Hasil pengolahan data analisis regresi (Coefficientsa) ………… 81
Tabel 4.10 Besarnya pengaruh variabel eksogen terhadap kemampuan
merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah.. 82 Tabel 4.11 Rancangan Program Perkuliahan Laboratorium
Fisika Sekolah II ……….. 95
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Framework Kurikulum Sains Negara Singapura
Dikutip dari: Science Syllabus Primary 2008, Ministry of
Education–SINGAPORE (2007) ……….. 15
Gambar 2.2 Diagram Hirarki Inkuiri (Wenning’s, 2005) ……… 17 Gambar 2.3 Element of Teacher’s Knowledge, Etkina (2005) ... 22
Gambar 2.4 Hubungan antar mata kuliah dan mata kuliah yang
dikembangkan berdasarkan kurikulum di suatu LPTK ……….. 26 Gambar 2.5 Rancangan materi perkuliahan untuk membekali calon guru
fisika dalam merencanakan kegiatan eksperimen fisika sekolah.. 27 Gambar 3.1 Paradigma rancangan program perkuliahan untuk membekali
kemampuan calon guru dalam merencanakan kegiatan
eksperimen fisika di sekolah menengah ... 36 Gambar 3.2 Desain Model Pendekatan Sistem menurut
Walter Dick dan Lou Carey (Borg & Gall, 1980)... 38 Gambar 3.3 Kegiatan penelitian yang dilakukan ... 43
Gambar 4.1 Bagan hubungan antar mata kuliah di suatu LPTK ……… 52 Gambar 4.2 Contoh mendapatkan informasi melalui kegiatan browsing
internet terkait dengan pembuatan alat peraga sederhana
Gambar 4.3 Hubungan kausall vaeiabel eksogen terhadap variabel endogen dari perkuliahan yang dirancang ……….. 76
Gambar 4.4 Jalinan materi perkuliahan Laboratorium Fisika Sekolah 2
berdasarkan model perkuliahan yang dikembangkan ……….. 86
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1 Instrumen survei kelapangan dan hasil pengolahnnya ……….. 103
Lampiran 2 Instrumen tes kemampuan bereksperimen dan pengolahannya .. 124
Lampiran 3 Seskripsi, silabi , SAP dan keterlaksanana perkuliahan ………. 167
Lampiran 4 Rambu-rambu penilaian uji terbatas tahap 1 dan tahap 2 ……... 243
Lampiran 5 Bahan ajar perkuliahan ……… 275
Lampiran 6 Angket mahasiswa dan pengolahannya ……….. 321
Lampiran 7 Data dan pengolahan data uji coba tahap 1……… 330
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awalnya, kemampuan dasar yang dikembangkan untuk anak didik
adalah kemampuan menulis, membaca dan berhitung. Namun kemampuan ini dirasakan kurang memadai untuk memberikan pemahaman dan cara berpikir bagi
bekal kehidupan mereka. Cara berpikir tersebut terkait dengan berbagai permasalahan kehidupan yang muncul seperti globalisasi, pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, hujan asam, penggundulan hutan, polusi lingkungan,
penyakit, dan berbagai hal lainnya, dimana mereka akan memiliki tantangan kehidupan yang lebih besar. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perlu dipikirkan
berbagai inovasi yang dikembangkan dalam pembelajaran sains seperti: hakekat pemahaman sains, konsep dasar alam semesta dari sudut pandang sains, jalinan konsep sains, cara berpikir sains, reformasi pendidikan untuk mencapai literasi
sains (Ruthterford and Ahlgren, 1990).
Di negara China, ide pembelajaran fisika diarahkan pada peningkatan
pemahaman tentang Scientific literacy yang menekankan pada proses pengamatan, mengkaitkan hubungan antara sains dan teknologi yang mengembangkan arah pendidikan pada peningkatan kemampuan individual dengan melakukan multi
Terkait dengan pengembangan inovasi dalam proses pendidikan sains di Indonesia, pemerintah menjelaskan tujuan pembelajaran sains adalah untuk
memahami gejala alam (KTSP, 2006). Dalam proses pembelajaran sains, perlu dibangkitkan rasa ingin tahu untuk mendorong siswa agar melakukan proses penyelidikan ilmiah hingga mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang
dikembangkan berdasarkan hasil analisis terhadap fakta (doing science). Latihan inilah yang seharusnya muncul dalam proses pembelajaran sains, sehingga
kemampuan-kemampuan yang berdampak pada perkembangan potensi diri siswa dapat tumbuh dan terbentuk dengan baik.
Pembelajaran sains memberikan dampak yang positif bagi kemampuan
menganalisis dan memecahkan masalah. Beberapa ahli yang mendukung tentang pembelajaran sains dalam kaitannya terhadap perkembangan kemampuan
menganalisis dan memecahkan masalah (Etkina 2007, Wenning 2006, Mc Dermott et al. 2005, Mueller 2005, Heller 2001). Agar pembelajaran sains mampu memberikan pengaruh terhadap kemampuan yang diharapkan, Tentunya harus
dipikirkan bagaimana proses pembelajaran ini disampaikan kepada anak didik, apalagi paradigma pembelajaran sains saat ini tidak hanya menekankan pada hasil
tetapi juga proses. Hal ini memberikan indikasi bahwa proses pembentukan pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan dalam pembelajaran sains adalah suatu hal yang penting.
Agar proses pembelajaran sains dapat terealisasi dengan baik, salah satu cara adalah meningkatkan kualitas calon guru. Dalam mempersiapkan calon guru,
guru fisika. Etkina (2005) antara lain mengembangkan tiga hal yang berkaitan dengan pengetahuan yang harus dimiliki calon guru fisika, yaitu: content knowledge terkait dengan pemahaman konsep, hubungan antar konsep (cara
memperoleh dan aplikasinya), pedagogical content knowledge berorientasi pada pengetahuan pembelajaran seperti kurikulum, strategi dan pendekatan
pembelajaran yang efektif, dan teknik evaluasi, pedagogical knowledge terkait dengan pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan sains, kemampuan
bekerjasama dan kemampuan lainnya. Berkaitan dengan hal ini Scherr R (2008) melakukan penelitian tentang model pembelajaran yang terkait dengan pengembangan kemampuan berpikir siswa dalam memahami konsep dan
pengembangan ide atau gagasan. Di pihak lain Olszewski (2005) mengembangkan konsep tentang Good teaching and learning yang terkait dengan subject of science, encouragement of thinking, progression of knowledge, construction of
knowledge.
Berdasarkan gambaran di atas, seorang guru fisika hendaknya menyadari
akan pentingnya proses pembelajaran, harus mampu menciptakan kondisi belajar bagi siswanya agar kemampuan mereka dapat berkembang secara maksimal.
Beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh Balitbang Depdiknas (Rustad dkk, 2004) menunjukkan bahwa sekitar 15% guru IPA SMP dan sekitar 43% guru fisika SMA di Indonesia tidak dapat menggunakan alat-alat laboratorium yang
kemampuan merancang percobaan merupakan kemampuan yang perlu ditingkatkan (Kaniawati dkk, 2006).
Terkait dengan kegiatan survei ke beberapa sekolah di kota Bandung sebagai studi awal dari penelitian ini, ditemukan bahwa penggunaan metode eksperimen dilakukan sekitar 3-6 kali dari kegiatan proses pembelajaran yang
dilakukan dalam satu semester. Guru menyatakan pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen dapat memotivasi siswa dan menjadikan
konsep lebih realitis. Kesulitan guru terkait dengan kegiatan eksperimen antara lain: semua guru merasa kesulitan dalam membuat instruksi praktikum, hampir seluruhnya guru mengalami kesulitan dalam menentukan spesifikasi alat , hampir
seluruhnya guru mmengalami kesulitan dalam membuat prosedur eksperimen, lebih dari setengahnya guru mengalami kesulitan dalam melakukan ujicoba
kegiatan eksperimen yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran fisika di kelas, lebih dari setengahnya guru mengalami kesulitan dalam mengatasi trouble shooting, dan semua guru merasa kesulitan dalam melakukan penilaian dalam
kegiatan eksperimen.
Selain kesulitan yang dihadapi guru, terdapat beberapa temuan antara lain
tidak ada guru yang menggunakan internet sebagai media untuk mendapatkan informasi tentang berbagai inovasi yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran fisika di sekolah menengah. Dalam kaitannya dengan materi
pengayaan yang diinginkan guru berkaitan dengan merencanakan dan melaksanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah menyatakan
pengukuran, hampir seluruhnya guru menginginkan materi merancang prosedur eksperimen baik untuk eksperimen yang bersifat verifikasi maupun inkuiri, dan
seluruh guru menginginkan mandapatkan materi pembuatan alat peraga sederhana dan penilaian dalam kegiatan eksperimen. Berbagai informasi dari hasil kegiatan survei ini dapat menjadi inspirasi untuk mengembangkan materi
perkuliahan yang membekali kemampuan calon guru dalam merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah.
Hasil analisis terhadap perkuliahan yang membekali kemampuan calon guru dalam merencanakan kegiatan eksperimen yang selama ini dilakukan di sebuah LPTK menunjukkan bahwa pembekalan diarahkan untuk memahami
eksperimen dengan menggunakan kit eksperimen yang ada di pasaran. Hal ini dilakukan agar guru dapat menggunakan kit yang tersedia. Namun pembekalan
ini dirasakan kurang memberikan pengalaman kemampuan merencanakan kegiatan eksperimen mengingat mahasiswa tidak terlibat dalam membuat instruksi praktikum, mahasiswa hanya melakukan kegiatan praktik dari instruksi praktikum
yang tersedia di dalam kit. Oleh karena itu pengembangan perkuliahan perlu diarahkan untuk membekali kemampuan calon guru agar dapat merencanakan
kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah, melakukan pengujian dan mencoba mengimplementasikan hasil rancangannya di sekolah menengah. Hal ini dilakukan agar mahasiswa calon guru memiliki pengalaman yang lebih lengkap.
Hasil analisis kemampuan bereksperimen mahasiswa pada semester enam di LPTK (24 orang), ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa sangat lemah
menyatakannya dalam bentuk bahasa simbolik/matematika (4,2%), dalam merumuskan hasil melalui estimasi, aproksimasi dan order of magnitude
(8,3%), melakukan pengolahan data dan melaporkan hasil (16,7%), mendesain eksperimen/menentukan prosedur dan langkah pengolahan data (20,8%), dalam mencari informasi yang dibutuhkan untuk mendapatkan hubungan antar variabel
dan menambahkan informasi untuk menetapkan hubungan sebab akibat (23,6%).
Berdasarkan analisis kurikulum di suatu LPTK diperoleh gambaran bahwa program perkuliahan untuk membekali calon guru agar dapat merencanakan kegiatan eksperimen fisika sekolah menengah belum optimal, hal ini ditunjukkan
oleh deskripsi dan silabus dari beberapa program perkuliahan. Kurikulum tersebut menunjukkan bahwa dalam tataran awal beberapa program perkuliahan
berbasis laboratorium berfungsi sebagai latihan memiliki pengalaman bereksperimen, dan pada bagian akhir beberapa program perkuliahan berbasis laboratorium difokuskan pada pengetahuan tentang kelaboratoriuman,
pengalaman bereksperimen dengan menggunakan kit yang ada di pasaran (kit telah dilengkapi dengn instruksi praktikum) dan perancangan alat
bantu/demonstrasi untuk mengamati gejala fisika yang digunakan dalam proses pembelajaran fisika di sekolah menengah.
Berbagai hasil di atas menyatakan bahwa pembekalan yang diberikan
kepada calon guru dirasakan belum optimal, sehingga guru menemukan kesulitan di lapangan. Sejalan dengan pendapat Wenning (2005) yang menyatakan bahwa
siswa untuk melakukan sains (do science), hal ini berkaitan dengan pengalaman guru ketika menuntut ilmu di perguruan tinggi, salah satunya adalah karena para
pengajar di perguruan tinggi (dosen) tidak mengajarkannya kepada para calon guru tersebut.
Salah satu cara untuk memperbaiki proses pembelajaran sains di sekolah
adalah dengan memperbaiki proses pembekalan pada calon guru. LPTK sebagai lembaga penghasil guru sebaiknya mengembangkan berbagai inovasi untuk
menciptakan lulusan yang berkualitas, diantaranya menyelenggarakan perkuliahan yang berkualitas, sesuai dengan kebutuhan lapangan, dan mengacu kepada standar kompetensi guru sehingga akan meningkatkan kualitas guru yang dihasilkannya.
Terkait dengan permasalahan kemampuan guru dalam menyelenggarakan kegiatan eksperimen, Lawson (2001) dan Mc.Dermott (2000) telah
mengembangkan kegiatan laboratorium berbasis inquiry. Menurut Lawson, kegiatan Laboratorium berbasis inquiry memungkinkan siswa untuk (1) mengeksplorasi gejala dan merumuskan masalah, (2) merumuskan hipotesa, (3)
mendesain dan melakukan cara pengujian hipotesa, (4) mengorganisasikan dan menganalisis data yang diperoleh, serta (5) menarik kesimpulan dan
mengkomunikasikannya.
Penelitian serupa (implementasi laboratorium berbasis inquiry) telah diterapkan di Universitas Negeri Semarang oleh Wiyanto (2005). Hasil temuan
menunjukkan bahwa desain perkuliahan yang dirancang dapat meningkatkan aspek-aspek kemampuan yang dibutuhkan dalam merancang dan melaksanakan
rendah. Pada penelitian tersebut, uji coba instruksi praktikum yang dibuat mahasiswa diujikan pada kelompok mahasiswa lain, sehingga instruksi yang
dikembangkan belum dapat menggambarkan implementasi di lapangan secara nyata. Oleh karena itu, pada penelitian ini pengujian instruksi praktikum dilakukan di sekolah.
Berdasarkan gambaran di atas, maka penelitian diarahkan untuk mendapatkan desain model perkuliahan yang dapat membekali calon guru fisika
dalam merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah, maka hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah rancangan desain model perkuliahan untuk membekali calon guru dalam merencanakan kegiatan
eksperimen fisika di sekolah menengah. Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini dirasakan sangat penting bagi terselenggaranya proses pembelajaran
sains yang lebih baik, sehingga penelitian ini perlu dilakukan. B. Rumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah ”Bagaimanakah program perkuliahan yang dikembangkan untuk membekali calon guru dalam merencanakan kegiatan eksperimen fisika di
sekolah menengah?”. Permasalahan ini dapat dijabarkan melalui pertanyaan penelitian yang dikembangkan sebagai berikut:
1. Kemampuan apa saja yang perlu dibekalkan kepada mahasiswa calon guru
2. Bagaimana cara membekalkan kemampuan-kemampuan tersebut kepada mahasiswa calon guru fisika?
3. Bagaimana kemampuan calon guru fisika dalam merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah setelah mendapat pembekalan? 4. Seberapa besar kemampuan-kemampuan yang dibekalkan dapat
mempengaruhi kemampuan calon guru dalam merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah?
5. Bagaimana karakteristik rancangan program perkuliahan untuk membekali calon guru dalam merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah?
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pembatasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kemampuan merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah digambarkan melalui produk hasil rancangan dan modifikasi perbaikan rancangan berdasarkan hasil implementasi kegiatan uji coba
produk di sekolah menengah.
2. Rancangan program perkuliahan yang membekali kemampuan calon guru
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian di atas, maka
tujuan umum dan tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan umum
Mendapatkan program perkuliahan Laboratorium Fisika Sekolah II untuk
membekali calon guru dalam merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah.
2. Tujuan Khusus
a. Mengembangkan suatu program perkuliahan Laboratorium Fisika Sekolah II untuk membekali calon guru dalam merencanakan kegiatan
eksperimen fisika di sekolah menengah.
b. Memberikan pembekalan kepada mahasiswa calon guru fisika agar
memiliki kemampuan merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah.
c. Menghasilkan sejumlah bahan ajar yang dapat digunakan dalam
perkuliahan Laboratorium Fisika Sekolah II untuk memberikan bekal kemampuan mahasiswa calon guru dalam merencanakan kegiatan
eksperimen fisika di sekolah menengah. D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan sejumlah informasi yang berkaitan dengan
pembekalan calon guru agar dapat merencanakan kegiatan laboratorium fisika sekolah menengah. Berdasarkan informasi yang diperoleh, maka manfaat
1. Pengembangan program perkuliahan terkait dengan pembekalan calon guru fisika.
2. Penyempurnaan kurikulum Program Studi Pendidikan Fisika di LPTK. E. Definisi Operasional
Berdasarkan variabel-variabel penelitian yang digunakan, maka untuk
mengoperasionalkan variabel-variabel penelitian digunakan definisi operasional sebagai berikut:
1. Kemampuan-kemampuan yang dibekalkan meliputi: kemampuan merancang tujuan eksperimen, kemampuan merancang teknik pengukuran, kemampuan merancang spesifikasi alat, kemampuan merancang prosedur
eksperimen dan kemampuan mendapatkan informasi melalui kegiatan
browsing internet. Untuk menggambarkan kemampuan tersebut
digunakan rambu-rambu penilaian produk hasil kinerja mahasiswa.
2. Kemampuan merencanakan kegiatan eksperimen di sekolah menengah digambarkan melalui produk hasil rancangan dan modifikasi perbaikan
rancangan berdasarkan hasil implementasi kegiatan uji coba produk di sekolah menengah. Untuk menggambarkan kemampuan tersebut
digunakan rambu-rambu penilaian produk.
3. Program perkuliahan pembekalan calon guru berupa deskripsi mata kuliah, silabi dan SAP yang dikembangkan berdasarkan hasil analisis data dari
pengujian pengaruh hubungan antar variabel dengan menggunakan
Distribusi Chi (χ2), dan keberartian hubungan antar variabel dengan
4. Keterlaksanaan program perkuliahan digambarkan melalui format observasi dan pelaksanaan perkuliahan yang dikembangkan berdasarkan
BAB II
DESAIN PENGEMBANGAN PROGRAM PERKULIAHAN LABORATORIUM FISIKA SEKOLAH II
A. Bagaimana Sebaiknya Fisika Diajarkan
Kesadaran tentang pengajaran sains yang tidak hanya berorientasi pada produk, tetapi juga proses memberikan indikasi bahwa proses pengajaran sains
suatu hal yang penting, proses sains memberikan pengalaman dan pembekalan bagi peserta didik. Oleh karena itu berbagai keterampilan yang terkait dengan proses sains perlu dilatihkan melalui proses pembelajaran. Menghadapi hal ini,
kurikulum 2006 telah menjelaskan bagaimana seharusnya sains diajarkan.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (KTSP 2006).
Fisika merupakan bagian dari materi sains dengan karakter unik, dimana fisika dapat menampilkan fenomena dalam waktu singkat dan mudah diulang.
dimengerti. Dengan demikian fisika dapat dijadikan sebagai sarana untuk membangun pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan.
Berdasarkan studi analisis pengajaran sains di beberapa negara dengan peringkat TIMSS tinggi, Eckert (2008) menggambarkan arah pengajaran sains seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Distinctive approaches to science instruction in five country
Country Distinctive Approaches to Science Instruction Jepang, the
top-performing country in the video study
focuses science instruction on inguiry-oriented, inductive lessons that seek to connect ideas and evidence. However, this finding points to one of the criticisms of the TIMSS video study in that the Japanese study did not include juku schools, private schools that the majority of secondary students attend after the typical state school day (Brown, 1999).
The Czech Republic
focuses instruction on talking about science through whole-class presentations and discussions.
Netherlands focus instruction on independent science learning through homework, independent investigation, and reading.
Australian eighth-grade classrooms attempt to make connections between main ideas and real-life issues.
US classrooms implement a variety of activities and techniques to
attempt to communicate concepts.
Pengajaran sains difokuskan pada aktivitas, agar siswa berinteraksi secara aktif untuk melatihkan berbagai kemampuan yang diperlukan. Hal yang sama
Framework kurikulum sains negara Singapura dikembangkan berdasarkan
the Policy Framework for the Teaching and Learning of Science. Kurikulum ini
bertujuan untuk mempersiapkan warga negaranya agar memiliki kemampuan yang cukup sebagai warga negara, mampu menempatkan diri dan berkontribusi untuk kemajuan teknologi di dunia. Fokus dari framework kurikulum adalah
membangun kemampuan berinkuiri dimana guru sebagai fasilitator dan bertugas sebagai model pembelajaran inkuiri di kelas. Domain inkuiri yang dibangun
meliputi: (a) Knowledge, Understanding and Application, (b) Skills and Processes (c) Ethics and Attitudes. Kurikulum dirancang untuk memungkinkan siswa melihat penerapan sains sebagai sesuatu yang bermakna dan bermanfaat.
@ 2004 Curriculum Planning and Development Division Ministry of Education, Singapure
Namun, kita sering menemukan kegagalan-kegagalan dalam pembelajaran inkuiri. Kegagalan tersebut disebabkan banyaknya kelemahan dalam
pembelajaran inkuiri yang selama ini telah dilaksanakan oleh guru. Menurut Wenning (2006), kelemahan-kelemahan tersebut di antaranya:
1. Proses scientific inquri sering diperkenalkan sebagai gabungan yang tidak
terorganisasi, maksudnya pelaksanaan tahap-tahap pada kegiatan inkuiri dilakukan secara parsial meskipun memiliki prosedur yang saling
berhubungan, sebagian guru melakukan proses inkuiri secara tidak teratur, dimana kegiatan inkuiri yang dilaksanakan tidak berdasarkan pada pengalaman dan kemampuan belajar siswa.
2. Guru tidak mengetahui perbedaan antara setiap tahapan dalam proses inkuiri, sehingga guru tidak dapat memberikan pembelajaran yang tepat kepada siswa
sesuai dengan kemampuan siswa.
3. Guru tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang bagaimana mengajarkan siswa untuk melakukan sains (do science), hal ini berhubungan dengan
pengalaman guru ketika menuntut ilmu di perguruan tinggi, salah satunya karena dosen tidak mengajarkannya kepada calon guru tersebut.
4. Sebagian guru kurang memiliki persiapan untuk melakukan inkuiri, hal ini disebabkan karena adanya kemalasan dalam melakukan persiapan, serta adanya rasa percaya diri yang berlebihan.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam pembelajaran inkuiri ialah dengan menerapkan sebuah hierarki kegiatan pembelajaran inkuiri
untuk menentukan tahap-tahap kegiatan pembelajaran inkuiri agar kegiatan pembelajaran inkuiri berlangsung secara sistematis dan efektif. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, Wenning memberikan solusi adanya sebuah hierarki pembelajaran inkuiri. Dalam jurnalnya, dijelaskan bahwa hierarki ini dikembangkan berdasarkan hierarki yang pernah dibuat oleh orang lain yang
kemudian disempurnakan. Adapun hierarki yang telah disempurnakan tersebut tercantum dalam diagram pada Gambar 2.2.
Pelaksanaan kegiatan inkuiri dari bagian kiri ke bagian kanan, dimana pada bagian paling kiri diperlukan kecerdasan yang rendah sedangkan pada
bagian paling kanan diperlukan kecerdasan yang tinggi. Begitu pula perubahan pihak pengontrol dari guru ke siswa bergerak dari kiri ke kanan, dimana bagian
paling kiri guru lebih banyak mengontrol dan siswa bersifat lebih pasif sedangkan bagian paling kanan siswa lebih banyak mengontrol pembelajaran dan guru hanya mendampingi dan mengawasi pembelajaran.
Berdasarkan gambaran Hirarki of Inquiry yang dikembangkan oleh Wenning, kegiatan laboratorium menduduki peran yang penting, melakukan
pengamatan, mengembangkan pertanyaan, membangun prosedur, bereksperimen
Discovery Learning Interactive Demonstration Inquiry Lesson Guided Inquiry Lab Pure Hypothetical Inquiry
Low Kecerdasan intelektual
learning by example learning by doing
B.Pentingnya Bereksperimen dan Kemampuan yang Dibangun dalam Bereksperimen
The test of all knowledge is experiment. Experiment is the sole judge of scientific “truth.” But what is the source of knowledge? Where do the laws that are to be tested come from? Experiment, itself, helps to produce these laws, in the sense that it gives us hints. But also needed is imagination to create from these hints the great generalization - to guess at the wonderful, simple, but very strange patterns beneath them all. And to experiment to check again whether we have made the right guess
American Association of Physics Teachers
The Art of Experiment
Experimental and analytical skills
Conceptual learning
Understanding the Basic of Knowledge in Physics
learning skills
scientific theory,
order of
Laboratory Report America
No
Kemampuan yang dikembangkan
No
Kemampuan yang dikembangkan
Penjelasan
National Science Teacher
Association in Collaboration with the Association for Education of Teachesr in
Science ,
Standard for Science Teacher Preparation: Content , Nature of
Science, Inkuiri, Context of Science, Skills of Teaching, Curriculum, Social
Context, assessment, Environment for learning, Professional Practice
Element of Teacher’s Knowledge
Conten knowledge knowledge of • concepts;
• relationships among them;
• methods of
accuiring and applying knowledge
Pedagogical content knowledge
Orientation towards teaching
Knowledge of : curriculum;
student difficulties; effective
instructional strategies for a particular concept; assessment methods
Padagogical knowledge Knowledge of :
• brain
development,
• cognitivve science,
STANDAR KOMPETENSI
KOMPETENSI
DASAR INDIKATOR
program that focus on subject matter knowledge and
on student learning of particular subject matter are likely to have large
positive effects on student learning than a program that focus on teaching
behaviour
cookbook, inquiry
problem solving
feedback
Pemahaman konsep fisika
Materi Pedagogi
Analisis kurikulum fisika sekolah:
Evaluas
Pengalaman bereksperimen, diperoleh dari mata kuliah
cookbook
Inquiry Problem solving
browsing
E.Pembelajaran Sains Melalui Inkuiri
physics by inquiry
physics by inquiry
guided inquiry
ambiguity empirical
work interest
interest
National
open-ended
Problem-solving Laboratory
problem solving
problem-solving
UM problem-solving lab Traditional verification lab
Major goal:
To illustrate, support what is being learned in the course
Major goal:
To illustrate, support what is being learned in the course and teach experimental technique
Introduction:
- Students are given a context rich problem to solve - Students must apply theory from text/lecture
- Students predict what their measurements should yield
Introduction:
- Students are given quantity to compare with measurement - Students are given theory and how to apply it to the lab - Students are given the
prediction (value measurement should yield)
problem-solving
Methods:
- Students are told what to measure
- Students decide in groups how to make the measurements (guided qualitative exploration)
Methods:
- Students are told what to measure
- Students are told how to make the measurements
Analysis:
- Students decide in groups details of analysis
- Emphasis in on concepts (quantitatively)
Analysis:
- Students usually given analysis technique
- Emphasis is on precision and experimental errors
Conclusion:
Students determine if their own ideas (prediction) match their measurements.
Conclusion:
Students determine how well their measurement matches the accepted value
problem solving
problem
problem
problem
problem
G. Metode Pembelajaran Modelling
modelling
imitation
modelling
field
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian
Gagasan utama dari penelitian ini adalah mengembangkan program
perkuliahan untuk membekali calon guru fisika agar memiliki kemampuan merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah. Rancangan
penelitian ini dilandasi oleh paradigma yang dapat diilustrasikan melalui diagram pada Gambar 3.1.
[image:44.595.112.529.312.681.2]
Gambar 3.1 Paradigma rancangan program perkuliahan untuk membekali
kemampuan calon guru dalam merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah.
Kemampuan yang dibekalkan Kesulitaan guru dalam
merencanakan dan melaksanakan kegiatan eksperimen
fisika di sekolah menengah
Kajian pustaka: aktivitas kegiatan ilmuan di
laboratorium
Kajian kurikulum dan silabi, kajian kemampuan
mahasiswa dalam bereksperimen Merancang tujuan eksperimen Pemahaman terhadap kurikulum fisika sekolah Konsep-konsep fisika Merancang teknik pengukuran Merancang Spesifikasi alat ukur Merancang prosedur eksperimen melalui metode: inkuiri, problem soving, cookbook Mendapatkan informasi melalui kegiatan
browsing internet
Pengujian Merancang kegiatan eksperimen fisika di sekolah
B. Metode dan Desain Penelitian
Seperti telah diungkapkan pada bab sebelumnya bahwa tujuan penelitian
ini adalah mendapatkan rancangan program perkuliahan untuk membekali calon guru fisika agar memiliki kemampuan dalam merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah. Rancangan program perkuliahan dibangun atas dasar
kebutuhan lapangan dan analisis kurikulum di suatu LPTK. Untuk mendapatkan rancangan program perkuliahan, maka rancangan program perkuliahan
dikembangkan berdasarkan beberapa kegiatan penelitian. Pada tahap awal, dilakukan studi pustaka, analisis hasil survei kondisi permasalahan yang dihadapi guru dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan eksperimen fisika di
sekolah menengah dan analisis kurikulum untuk membekali calon guru fisika di suatu LPTK. Maka untuk keperluan penelitian ini digunakan metode penelitian
dan pengembangan atau research and development (R&D), (Borg & Gall, 1998). Metode penelitian R&D ini memiliki empat langkah pokok meliputi: studi pendahuluan, penyusunan draf program, pengembangan program, dan validasi
program. Penjabaran dari keempat langkah ini adalah sebagai berikut: 1. Studi pendahuluan meliputi: studi literatur dan survei lapangan.
2. Penyusunan draf program: merumuskan tujuan program, menentukan sasaran program, dan komponen-komponen program berdasarkan langkah studi pendahuluan.
4. Validasi program: pengujian program, antara lain berupa implementasi program pada kelas eksperimen serta uji signifikansinya.
[image:46.595.77.557.242.603.2]Namun karena keterbatasan pengambilan sampel, maka penelitian dilakukan dalam taraf uji coba terbatas, sehingga penelitian yang dilakukan hanya sampai hipotetis model. Adapun penjelasan langkah penelitian ditunjukkan pada
Gambar 3.2.
Langkah studi pendahuluan meliputi:
Langkah 1. Mengevaluasi kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan. Analisis kebutuhan dilakukan berdasarkan survei kebutuhan di lapangan (kesulitan yang
dihadapi guru dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan eksperimen). Informasi ini memberikan sumbangan pada permasalahan serta mengidentifikasi
Revisi Pembelajaran Menganalisis Kurikulum Menganalis Siswa dan Konteks Mengevaluasi kebutuhan untuk
mengidentifikasi tujuan Merumuskan pencapaian tujuan Mengembang-kan instrumen assessment Mengembang kan strategi pembelajaran Mengembang kan bahan pembelajaran Mendesain dan melakukan tes formatif pembelajaran Mendesain dan melakukan tes sumatif
Step 1
Step 2
Step 3
Step 4 Step 5 Step 6 Step 7
Step 8 Step 9
Step 10
Gambar 3.2 Desain Model Pendekatan Sistem menurut
tujuan program perkuliahan yang akan dibangun (instrumen dan pengolahan data survei terdapat pada Lampiran 1).
Langkah 2. Melakukan analisis kurikulum program studi pendidikan fisika di suatu LPTK. Langkah ini dilakukan untuk mendapat gambaran tentang: jalinan mata kuliah, fungsi dan kedudukan mata kuliah, serta dukungan beberapa mata
kuliah terhadap mata kuliah yang akan dikembangkan. Informasi ini akan memberikan gambaran terkait dengan tugas dan fungsi mata kuliah yang akan
dibangun.
Langkah 3. Menganalisis siswa dan kontek. Menganalisis kemampuan awal mahasiswa dilakukan berdasarkan tes pilihan ganda yang dikembangkan
berdasarkan kemampuan bereksperimen (Brotosiswoyo, 2000). Tes ini dapat memberikan informasi terkait dengan kemampuan mahasiswa sebelum mengikuti
perkuliahan. Analisis ini memberikan kontribusi terkait dengan kemampuan awal mahasiswa dan kemampuan apa saja yang perlu dibekalkan, konten perkuliahan serta aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan pada program perkuliahan
yang dikembangkan (tes kemampuan bereksperimen dan pengolahan datanya terdapat pada Lampiran 2).
Langkah merancang draf pengembangan program awal
Langkah 4. Berdasarkan hasil langkah 1, 2, dan 3. Langkah 4 ini digunakan untuk mengembangkan deskripsi , silabi dan SAP rancangan program perkuliahan yang
akan dikembangkan, sekaligus dalam langkah ini dilakukan perumusan pencapaian tujuan perkuliahan (deskripsi mata kuliah, silabi, dan SAP dapat
Langkah 5. Mengembangkan penilaian untuk mengukur hasil belajar, penilaian dikembangkan merujuk kepada rancangan perkuliahan dan kemampuan apa yang
dilatihkan. Berdasarkan tujuan perkuliahan yang dibangun, maka perkuliahan ini dirancang agar mahasiswa melakukan aktivitas terkait dengan keterampilan-keterampilan tertentu dalam menghasilkan produk yang spesifik, sehingga
pengembangan penilaian dalam perkuliahan ini mengarah kepada performance assessment (Arends, 2001; Stiggins, 1994). Dalam rancangan penelitian ini,
rambu-rambu penilaian produk pada tahap uji coba pertama dibangun dengan menggunakan ceklis rubric (skala 0-1) untuk tahap pertama dan rubrik analitik untuk tahap kedua dengan skala 0-5. Untuk membangun performance assessment
yang dinyatakan dalam rubrik analitik perlu dilakukan langkah seperti: memeriksa kembali tujuan yang akan dicapai, mengidentifikasi produk yang akan dihasilkan,
mengembangkan atribut kinerja, membuat deskripsi untuk setiap skor secara menyeluruh dengan tahapan yang kontinu, menunjukkan contoh setiap bagian skala, dan memeriksa kembali rubrik yang dirancang (Mertler, 2001)
(rambu-rambu penilaian untuk uji tahap pertama dan kedua terdapat pada Lampiran 4). Langkah 6. Merancang strategi dan pendekatan perkuliahan untuk melatih kemampuan–kemampuan yang telah dirancang. Berdasarkan karakteristik materi perkuliahan dimana materi yang diajarkan merupakan materi untuk melatihkan keterampilan bagi mahasiswa calon guru agar memiliki kemampuan dalam
merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah, maka metode
modelling menjadi hal yang lebih mudah untuk dipahami oleh mahasiswa. Agar
perkuliahan mahasiswa mengujikan rancangan eksperimennya ke sekolah menengah. Dengan mengembangkan program kemitraan (mahasiswa, guru, dan
dosen) cara ini dipandang dapat membangun hubungan kemitraan dimana LPTK dapat menerapkan teorinya terkait dengan pemecahan permasalahan kegiatan eksperimen di sekolah dan sekolah dapat memberikan sumbangsih kepada
LPTK untuk mengembangkan materi perkuliahan sesuai dengan kebutuhan lapangan, serta mahasiswa mendapat pengalaman yang nyata sesuai dengan dunia
kerja.
Langkah 7. Merancang perangkat perkuliahan berupa: deskripsi mata kuliah, silabi, SAP, dan rencana proses pembelajaran untuk 16 pertemuan.
Langkah 8. Setelah menentukan strategi dan pendekatan pembelajaran pada program perkuliahan, langkah selanjutnya adalah mengembangkan bahan ajar.
Bahan ajar yang dikembangkan pada uji tahap terbatas ini masih sangat sederhana, yaitu berupa power point perkuliahan (bahan ajar berupa power point tersedia pada Lampiran 5)
Pengujian model
Langkah 9. Uji keberhasilan program perkuliahan dalam skala terbatas dilakukan
secara dua tahap. Pertama, pengujian dilakukan dengan menggunakan uji Chi (χ2)
untuk melihat adanya keterkaitan antara kemampuan yang dilatihkan terhadap kemampuan merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah.
dilatihkan terhadap kemampuan dalam merancang kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah (hasil pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 6).
Hingga langkah ini telah diperoleh model hipotetis yang akan diuji pada tahap uji lebih luas dengan kelompok kontrol. Desain penelitian untuk uji coba terbatas merupakan penelitian pra eksperimental tanpa menggunakan kelas
[image:50.595.117.510.257.399.2]kontrol (one post-tes-pretes design) dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Desain Penelitian
Uji coba
terbatas Kelas Tes awal Perlakukan
Penilaian Produk
Tahap 1 Eksperimen 1 O X1 O’ skala (0-1)
Tahap 2 Eksperimen 2 O X2 O’ skala (1-5)
Berdasarkan tabel 3.1 di atas, selama uji coba tidak digunakan kelompok kontrol baik pada uji coba terbatas tahap 1 maupun uji coba terbatas tahap 2. Tes awal
dilakukan hanya untuk mengetahui kemampuan bereksperimen awal dan uji homogenitas antar sampel pada tahap 1 dan tahap 2, sedangkan setelah diberi
perlakuan produk hasil belajar dinilai berdasarkan rambu-rmbu penilaian produk yang telah dikembangkan dari uji tahap 1 ke uji tahap 2.
Langkah 10. Melakukan uji coba lebih luas dengan menggunakan kelas kontrol. Karena keterbatasan sampel, penelitian ini hanya dilakukan sampai dengan langkah 9 tahap uji terbatas.
Gambar 3.3. Kegiatan kegiatan penelitian yang dilakukan.
C. Subjek Penelitian
Berdasarkan Gambar 3.3 di atas, maka penelitian terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu: studi pendahuluan, studi pustaka untuk merancang desain perkuliahan, dan uji coba terbatas (tahap 1 dan tahap 2). Berdasarkan desain ini
maka subjek penelitian dapat dijelaskan seperti pada Tabel 3.2. Studi
Pustaka
Penelitian Pendahuluan
(Angket survei ke sekolah )
(Soal Pilihan ganda kemampuan bereksperimen) Validitas isi: trianggulasi; (Tes: TK, DB, R &V)
Persiapan pengembangan program perkuliahan
(Deskripsi, silabi, SAP, RPP, materi ajar, media pembelajaran)
Rambu-rambu penilaian: Validitas isi:Trianggulasi
Lapangan: 3 guru SMP 3 guruSMA
Kurikulum LPTK
24 mahasiswa di LPTK
Penelitian uji terbatas tahap 1
Menggunakan rambu-rambu penilaian skala 0-1: uji χ2 (chi).
Keterkaitan antara kemampuan yang dilatihkan terhadap kemampuan merencanakan dan melaksanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah.
Penelitian uji terbatas tahap 2
Menggunakan rambu-rambu penilaian skala 1-5
Path-analysis: uji korelasi dan keberartian jalur: antara kemampuan yang dilatihkan terhadap kemampuan merencanakan dan melaksanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah.
Draf model hipotetis: Pengembangan Program Perkuliahan Laboratorium Fisika Sekolah II
Untuk membekali kemampuan calon guru dalam merencanakan dan melaksankan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah.
24 mahasiswa di LPTK
Tabel 3.2 Subjek pada setiap tahapan penelitian
No Penelitian Subjek Tujuan
1 Studi Pendahuluan a.Survei ke
sekolah
3 sekolah SMP dan 3 sekolah SMA yang memiliki guru fisika lulusan LPTK yang sama.
Mendapatkan informasi tentang kegiatan merencanakan dan melaksanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah, kendala yang dihadapi serta solusi yang dilakukan. b.Kajian kurikulum di suatu LPTK Beberapa dosen pengampu mata kuliah berbasis eksperimen dan mata kuliah Laboratorium Fisika Sekolah yang akan dikembangkan.
Mendapatkan gambaran fungsi dan jalinan antar mata kuliah terkait dengan program perkuliahan yang dikembangkan.
Mendapatkan gambaran tentang perkuliahan sebelumnya.
c.Analisis kemampuan bereksperimen
24 orang mahasiswa yang mengontrak mata kuliah
Laboratorium Fisika sekolah II pada tahun ajaran 2008/2009.
Mendapatkan gambaran tentang kemampuan bereksperimen.
2 Studi Pustaka
Studi Pustaka - Merancang desain perkuliahan yang akan dikembangkan:
a. Deskripsi, Silabi dan SAP. b. Modul power point perkuliahan. c. Peralatan demo dan eksperimen. d.Rambu-rambu penilaian.
3 Uji coba terbatas
Tahap 1 24 orang mahasiswa yang mengontrak mata kuliah
Laboratorium Fisika sekolah II pada tahun ajaran 2008/2009
Sekolah implementasi: 1 Sekolah SMP (sekolah swasta), 2 Sekolah SMA (1 sekolah negeri dan 1 sekolah swasta).
1.Mendapatkan gambaran apakah ada kaitan antara kemampuan yang dilatihkan dengan kemampuan merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah.
2.Mendapatkan gambaran informasi terkait implementasi perkuliahan tahap 1 dan beberapa saran perbaikan untuk perkulihan yang
Tabel 3.2 Subjek pada setiap tahapan penelitian (lanjutan)
No Penelitian Subjek Tujuan
3 Uji coba terbatas
Tahap 2 16 orang mahasiswa yang mengontrak mata kuliah
Laboratorium Fisika sekolah II pada tahun ajaran 2008/2009 di semester pendek. Sekolah
implementasi: 5 Sekolah SMP, (1 sekolah swasta dan 4 sekolah negeri) 6 Sekolah SMA: (2 sekolah swasta dan 4 sekolah negeri).
1.Mendapatkan gambaran uji keberartian jalur antara kemampuan yang dilatihkan dengan kemampuan mahasiswa dalam merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah.
2.Mendapatkan gambaran tentang model hipotetis program perkuliahan untuk membekali kemampuan calon guru dalam merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah.
D. Instrumen Penelitian
Berdasarkan desain penelitian yang direncanakan, maka beberapa kegiatan eksperimen dan instrumen yang dikembangkan adalah sebagai berikut:
1. Studi pendahuluan
Studi pendahuluan digunakan untuk mendapatkan informasi terkait dengan: pelaksanaan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah, fasilitas
yang dimiliki sekolah, serta kesulitan yang dihadapi guru ketika menggunakan metode eksperimen. Instrumen yang digunakan berupa angket, pedoman wawancara yang ditujukan kepada guru fisika di sekolah menengah, angket ini
terdiri dari tiga bagian, pertama tentang fasilitas peralatan eksperimen, kedua tentang merencanakan kegiatan eksperimen, dan bagian ketiga tentang
kendala-kendala yang dihadapi guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran fisika dengan metode eksperimen.
2. Analisis kemampuan awal mahasiswa
Untuk mengetahui kemampuan awal mahasiswa terkait dengan kegiatan eksperimen, digunakan tes kemampuan bereksperimen. Tes ini terdiri dari 51 soal
pilihan berganda. Instrumen dibuat berdasarkan kisi-kisi kemampuan bereksperimen yang telah dikembangkan oleh Brotosiswoyo (2000) tetapi yang
bisa diujikan hanya melalui bentuk tes pilihan berganda. Materi tes meliputi sejumlah eksperimen yang telah dilakukan oleh mahasiswa yang bersangkutan pada mata kuliah eksperimen fisika dasar I dan eksperimen fisika dasar II di
tingkat 2, yaitu: eksperimen mekanika (kereta dinamika, pesawat atwood, bandul sederhana dan pegas), eksperimen mekanika fluida (viscositas, hukum
Archimides), eksperimen listrik-magnet (rangkaian seri-paralel, kapasitor, hambatan lampu pijar, medan magnet oleh kawat lurus berarus, medan magnet oleh kawat melingkar berarus), eksperimen optik (pemantulan dan pembiasan,
indeks bias), eksperimen gelombang (Melde dan resonansi). Dari 51 soal dilakukan uji coba tingkat kesukaran daya beda dan reliabilitasnya, terpilih 30
soal yang valid dan reliabel (dapat dilihat pada Lampiran 2). 3. Keterlaksanaan perkuliahan
Untuk mengamati keterlaksanaan program perkuliahan dibuat format
observasi perkuliahan (pertemuan ke-1 sampai dengan pertemuan ke-16), format observasi dibangun berdasarkan deskripsi, silabi dan SAP perkuliahan. Format
keterlaksanaan kegiatan mahasiswa, dan temuan hal-hal yang dianggap penting (dapat dilihat pada Lampiran 3).
4. Rambu-rambu penilaian terkait dengan produk yang dihasilkan oleh mahasiswa
Untuk melihat keterlaksanaan perkuliahan digunakan format observasi,
dan untuk melihat produk hasil perkuliahan digunakan rambu-rambu penilaian produk. Rambu-rambu penilaian dikembangkan berdasarkan analisis tujuan yang
ingin dicapai dari suatu tugas yang diberikan, mengidentifikasi produk yang akan dihasilkan, menggambarkan atribut produk, menentukan skala dan deskripsi secara kontinu, memberikan gambaran contoh dari setiap sampel skala yang
dikembangkan, dan menelaah kembali rambu-rambu penilaian yang dikembangkan. Rambu-rambu penilaian tersebut digunakan untuk menilai
produk yang dihasilkan dari kegiatan: merancang tujuan eksperimen, merancang teknik pengukuran, merancang spesifikasi alat, merancang prosedur eksperimen (inkuiri, problem solving, cookbook), membuat alat sederhana berdasarkan
browsing internet, merancang kegiatan eksperimen, dan melaporkan hasil kegiatan eksperimen yang telah dilakukan di sekolah, (rambu-rambu penilaian ini
dapat dilihat pada Lampiran 4). 5. Tanggapan mahasiswa
Tanggapan mahasiswa diperlukan untuk mendapatkan gambaran tentang
perkuliahan yang dibangun, tanggapan mahasiswa diperoleh melalui angket yang berkaitan dengan: materi, penjelasan dosen, pelaksanaan perkuliahan, tugas, dan
E. Teknik Pengolahan Data
Mengingat penelitian ini membutuhkan sejumlah data yang dihasilkan dari
beberapa instrumen, maka untuk menjelaskan hasil penelitian diperlukan beberapa teknik pengolahan data, antara lain:
1. Tafsiran persentasi
Tafsiran presentasi ini digunakan untuk menggambarkan kecenderungan data. Data hasil perolehan baik dari kegiatan survei, hasil tes, hasil penilaian
[image:56.595.113.512.319.554.2]produk diidentifikasi kemudian dilakukan analisa dengan menggunakan tafsiran persentasi seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Tafsiran hasil persentasi
No. Persentasi (%) Tafsiran
1 0 Tidak ada
2 1-25 Sebagian kecil
3 26-49 Hampir setengahnya
4 50 Setengahnya
5 51-75 Sebagian besar
6 75-99 Hampir seluruhnya
7 100 Seluruhnya
2. Validitas dan reliabilitas instrumen tes pilihan berganda
Instrumen dikembangkan dengan menggunakan indikator kemampuan
melaksanakan kegiatan eksperimen (Brotosiswoyo, 2000) dan materi eksperimen yang telah mereka lakukan pada perkuliahan eksperimen sebelumnya. Pembuatan
instrumen tes pilihan berganda dimulai dengan pembuatan kisi-kisi soal yang di uji oleh ahli menggunakan teknik trianggulasi. Dilanjutkan dengan pembuatan soal. Pengujian instrumen dilakukan melalui: validitas isi dengan jugement ahli
belah dua (Arikunto, 2006). Untuk menganalisis kemampuan mahasiswa digunakan tafsiran presentasi terhadap jawaban yang benar.
3. Uji keberhasilan program perkuliahan yang dikembangkan
Uji keberhasilan program perkuliahan dalam skala terbatas, pengujian dilakukan secara dua tahap, yaitu:
a. Uji terbatas tahap 1
Uji terbatas tahap 1 dilakukan untuk melihat keterhubungan antar variabel
kemampuan yang diajarkan (merancang tujuan eksperimen, teknik pengukuran, spesifikasi alat dan prosedur eksperimen) terhadap kemampuan calon guru dalam merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah. Untuk melihat
adanya hubungan digunakan distribusi chi (χ2), chi kuadrat adalah teknik statistik
yang digunakan untuk menguji hipotesis bila data berbentuk nominal (Sugiyono, 2010) dengan langkah sebagai berikut:
1) Melakukan penilaian produk yang telah dihasilkan oleh mahasiswa. Kemampuan mahasiswa yang dilatihkan tergambar melalui produk yang
dihasilkan, produk ini dinilai dengan menggunakan rambu-rambu penilaian dengan skala 0-1.
2) Menentukan harga frekuensi observasi dan frekuensi yang diharapkan,
menghitung nilai chi kuadrat, dengan persamaan:
= ( − )
Dengan: χ2 = nilai chi kuadrat berdasarkan perhitungan.
fh = frekuensi yang diharapkan.
3) Uji Hipotesisi Ho1, uji hipotesis dilakukan dengan membandingkan χ2hitung
dengan χ2tabel chi kuadrat dengan ketentuan sebagai berikut, pada dk=1 dan
taraf kepercayaan α = 0,05, jika:
- χ2hitung < χ2tabel, maka Ho1 diterima yang berati kemampuan-kemampuan
tersebut independen.
- χ2hitung > χ2tabel, maka Ha1 diterima yang berati kemampuan-kemampuan
tersebut dependen.
b. Uji terbatas tahap 2
Uji terbatas tahap 2 dilakukan untuk mendapatkan gambaran hubungan antara variabel-variabel yang dilatihkan terhadap kemampuan merencanakan
kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah. Instrumen dikembangkan berdasarkan uji terbatas tahap 1 untuk mengukur produk yang dihasilkan calon
guru fisika, rambu-rambu penilaian menggunakn skala 1-5. Langkah pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Menilai produk yang dihasilkan oleh mahasiswa dengan menggunakan
rambu-rambu penilaian dengan skala 1-5.
2) Mengubah matriks perolehan nilai skala interval menjadi matriks skala
ordinal, hal ini dilakukan agar data dapat diolah dengan skala yang sesuai, pengolahan dilakukan dengan Method Sucessive Interval (MSI).
3) Menentukan matriks korelasi antar variabel, dimana variabel bebasnya adalah
prosedur eksperimen, dan mendapatkan informasi dari kegiatan browsing
internet) dinyatakan dalam X1, ..., X7 dan variabel terikatnya adalah nilai
produk kemampuan merencanakan kegiatan eksperimen dan laporan hasil eksperimen di sekolah dinyatakan dalam Y. Korelasi dibangun menunjukkan hubungan antar variabel X1, Xn, dan Y.
4) Menentukan persamaan struktural dari model perkuliahan yang dikembangkan:
= + + + + + + +
+ .
Dimana:
Y = variabel terikat, nilai produk merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah.
X1-X7 = variabel bebas, nilai produk: merancang tujuan eksperimen, teknik
pengukuran, spesifikasi alat dan prosedur eksperimen, dan mendapatkan informasi dari kegiatan browsing internet.
Pyx1 = koefisien jalur antara variabel Y terhadap variabel X1 yang berasal dari nilai koefisien beta/beta hitung hasil perhitungan analisa jalur. 5) Menentukan matriks korelasi antar variabel eksogenus ( Rx1-x8)
6) Menghitung matriks invers (R x1-x8-1)
7) Menentukan nilai koefisien jalur : = 1,2, …,
Dengan persamaan = ∗
8) Menentukan koefisien determinasi total x terhadap y
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah:
1. Sejumlah kemampuan yang perlu dibekalkan agar mahasiswa calon guru dapat merencanakan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah adalah: merancang tujuan eksperimen, merancang teknik pengukuran, merancang
prosedur eksperimen dengan menggunakan metode inkuiri dan cookbook, serta mendapatkan informasi melalui kegiatan browsing internet.
2. Cara membekalkan kemampuan-kemampuan tersebut dengan mengunakan pendekatan modelling dan dilanjutkan dengan kegiatan praktik untuk penguatan. Agar mahasiswa memiliki panduan yang jelas dalam mengerjakan
tugas, maka mahasiswa perlu diberi rambu-rambu penilaian yang digunakan untuk menilai hasil pekerjaan mahasiswa. Pada akhir perkuliahan dilakukan
pengujian terhadap rancangan kegiatan eksperimen fisika di sekolah menengah dengan menerapkan program kemitraan.
3. Kemampuan calon guru fisika dalam merencanakan kegiatan eksperimen
setelah mendapat pembekalan digambarkan melalui hasil rancangan eksperimen yang menyatakan bahawa rancangan telah sesuai dengan
memperhatikan syarat batas dan teknik pengukuran yang benar, namun kualitas pertanyaan pengarah belum sempurna (pencapaian nilai rata-rata kemampuan
merancang adalah 3,79 dari skala 5).
4. Besar pengaruh kemampuan-kemampuan yang dibekalkan terhadap kemampuan merencanakan kegiatan eksperimen adalah 99,5%, dimana
kemampuan mendapatkan informasi melalui kegiatan browsing internet memberikan sumbangan pengaruh terbesar (33,7%) dan hanya 0,5 %
kemampuan merencanakan kegiatan eksperimen dipengaruhi oleh kemampuan lainnya.
5. Program perkuliahan untuk membekali kemampuan calon guru dalam
merencanakan kegiatan eksperimen memiliki karakteristik mata kuliah yang mengandung prasyarat pemahaman konsep fisika sekolah dan ketrampilan
bereksperimen, pembekalan dilakukan dengan menggunakan pendekatan modeling, melakukan kegiatan praktik di laboratorium dan sekolah, serta menggunakan penilaian berbasis produk untuk mengukur hasil belajar
B. Saran
Berdasarkan gambaran temuan hasil penelitian, maka beberapa saran yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengingat hasil penelitian masih dalam model hipotesis, maka penelitian perlu dilanjutkan untuk mendapat model teruji melalu penelitian uji lebih
luas.
2. Terkait dengan saran perbaikan kurikulum, maka mata kuliah ini lebih sesuai
evaluasi pendidikan dan sedang mengontrak mata kuliah Perencanaan Pembelajaran Fisika (PPF) sehingga dapat saling melengkapi, kemampuan
mengembangkan pertanyaan untuk membangun konsep dapat dilatihkan ketika mahasiswa mendalami konsep-konsep fisika sekolah yaitu di perkulihan Fisika Sekolah I, II, dan III, dan kemampuan melakukan penilaian
dalam kegiatan eksperimen dapat dilatih pada perkuliahan Evaluasi Pendidikan. Berdasarkan jumlah materi dan tugas yang diberikan cukup
banyak, maka perlu dipikirkan untuk penambahan jumlah sks menjadi 3 sks. 3. Mengingat mahasiswa memerlukan sarana untuk menguji rancangan
eksperimen, maka ada baiknya Program Studi Pendidikan Fisika
mengembangkan pola kemitraan dengan sekolah. Kegiatan ini dapat membangun hubungan yang saling menguntungkan, dimana guru dan dosen
secara bersama-sama berusaha memperbaiki proses pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi akan mendapatkan informasi terkait dengan permasalahan yang ada di lapangan sebagai bahan pengembangan program
DAFTAR PUSTAKA
Anonim A. (1998). “Goal of the Introductory Physics Laboratory”, American Association of Physics Teacher. American Journal of Physics, Vol66(6), June 1998, pp 483-485.
Anonim B. (2005). America’s Lab. Report, Investigation in High School Science. [Online]. Tersedia: http://books.nap.edu/open book.php>record id=1311 &page=138 [28 Maret, 2008]
Anonim C. (2007).”Science Syllabus, 2007 Ministry of Education Singapore”.
Allie,Saalih. et al. (1997). “Writing-Intensive Physics Laboratory Report: Task and Asessment”. The Physics Teacher.Vol (35), October 1997, pp 399-405.
Allie,Saalih. et al.(2003). “Teaching Measurement in the Introductory Physics Laboratoory”. The Physics Teacher.Vol (42), October 2003, pp 394-401. Arends, Richard I. (2001).” Learning To Teach”, Fifth Edition. Singapore:
McGraw –Hill Book Co.
Asmawi, Z (2001).Alternative Assessment, Pusat antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Intruksional DIKTI .
Bing-Yuan. (2006). “China’s physics education reform in the new century: Opportunities and challenges”. Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching, Volume 8, Issue 1. [Online]. Tersedia dalam:
http://www.ied.edu.hk/apfslt [4 April 2008]
Borg & Gall. (1983). Educational Research an Introduction. (Fourth Edition) New York, Longman.
Borghi. et. al. (2003). Secondary shool teacher preparation in Italy: the experience in Pavia. [Online]. Tersedia dalam: http://www1.phys.uu.nl /essera2003/
programme/pdf%5c29954.pdf [5 Juli 2009].
Brotosiswoyo, S. (2000). Hakekat Pembelajaran MIPA (Fisika) di Perguruan Tinggi, Proyek Pengembangan Universitas Terbuka Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Jakarta, Depdiknas.
Creswell. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative Approaches. State publication, London
________________________, (2006). Kurikulum KTSP ,Mata Pelajaran Fisika ,
Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA), Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta.
Dufresne R.J and Gerace W.J. (2004). “Assessing –To-Learn: Formative
Assessment in Physics Instruction”. The Physics Teacher, Vol 42, October 2004, pp 428-432.
Eckert, M, Jonathan. (2008), “Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS): international accountability and implication for science
instruction”. USA: Peabody College, Vanderbilt University, USA, melalui
Research in Comparative and International Education. Volume 3 Number 2
2008 [Online]. Tersedia dalam http: www.wwwprds.co.uk/RCIE [10 Maret 2010]
Etkina E. (2005). “Preparing Tomorrow’s Physics Teacher”. Forum on The American Physics Society [Online]. Tersedia dalam: http://units.aps.org/ unit/fed/newsletters/fall2005/ preparing.html[10 April 2009]
_________ (2007). “Acting like a physicst: Student approach study to
experimental design”. Physical Review Special Topics-Physics education research 3, 020106.
Harnet (1991), Model Program for Middle School Teacher Preparation [Online]. Tersesia dalam: http://www.ericdigests.org [2 Juli 2009].
Heller, K.at al. (2001). “Instructors’ ideas bout problem solving – Setting goals”.
Proceedings of Physics Education Research Conference, Rochester, New York, July 2001.
Heller & Heller, Problem-solving Laboratory, Minesotta [Online]. Tersedia dalam http://groups.physics.umn [02 Juli 2007]
Heuvelen, A, A (2001). “Milikan Lecture 1999: The Workplace, Student Minds and Physics Learning System”, Am.J.Phys, Vole 69 (11), pp 1139-1146. Hobson, D (1996). “Practical work in school science, exploring some direction fir
change”, Int.J.Sci.Educ, Vol 18 (7), pp755-760.
Ismail Sahin, (2007), College of Education Faculty Members’ Preferences Towards Internet-based Learning Environments [Online]. Tersedia dalam:
Kaniawati dkk, (2006). “Profil kemampuan Mengajar Calon Guru Fisika dalam Program Pengalaman Lapangan (PPL)”, Laporan Penelitian Pembinaan FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.
Lawson, A.E (1995). Science Teaching and the Development of Thinking, California Wad word publishing Company.
Mc.Dermott, L.C. et al. (1996). Physics by Inquiry, Vole I, New York; John Wiley & Sons, Inc.
__________________. (1996). Physics by Inquiry, Vole II, New York; John Wiley & Sons, Inc.
__________________. (2000). “Preparing Teacher to teach physics and physical science by inquiry”. Physics edu, vole 35 (6) pp 411-416.
__________________. (2005). Preparing K-12 teachers to teach physics and physical science , Forum