• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Coping Strategy pada Ibu yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di SLB Manunggal Kabupaten Tegal.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Coping Strategy pada Ibu yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di SLB Manunggal Kabupaten Tegal."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui bentuk coping strategy pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di SLB Manunggal kabupaten Tegal dengan rancangan penelitian deskripif dan sampel berjumlah 30 orang .

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur coping strategy merupakan hasil modifikasi dari alat ukur Ways of Coping dari Lazarus (1984) sebanyak 36 item. Hasil validitas untuk alat coping strategy sebesar 0,313 sampai 0,993. Untuk hasil reliabilitas diolah menggunakan Alpha Cronbach didapat reliabilitas untuk alat ukur coping strategy adalah sebesar 0,751.

Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa dari 16 ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus,(53,3 %) ibu menggunakan problem focused form of coping, terdapat 8 ibu yang memiliki anan berkebutuhan khusus (26,7%)ibu yang cenderung seimbang menggunakan kedua jenis coping dan 6 ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus (20%) ibu menggunakan problem focus coping.

Peneliti mengajukan saran kepada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus agar dapat menanggulangi stress mereka dengan tepat, dengan cara mengenali strategi Coping yang dilakukan saat menghadapi situasi stressful.

(2)

ABSTRACT

The aim of this research is to know a coping strategy on mother who has a special need child at SLB Manunggal, Tegal within descriptive research plan and 30 people as the sample.

The measure tool which was used to measure the coping strategy was a modification tool from Ways of Coping by Lazarus (1986) in 36 item. The validity result of coping strategy tool was 0,313 to 0.993. in order to have a rebility result, it was managed by using Alpha Cronbach which brought to 0.751 as the result.

Based on the results of data processing is known that of the 16 mothers who have children with special needs ( 53.3 % ) of mothers using a form of problem focused coping , there are eight mother who have special needs children ( 26.7 % ) of mothers who tend to be balanced using both types coping and 6 mothers of children with special needs ( 20 % ) of mothers using focus problem coping .

Researchers propose advice to mothers of children with special needs in order to tackle them with appropriate stress , coping strategies by identifying who do when faced with stressful situations .

.

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ORISINAL SKRIPSI

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN

ABSTRAK

1.2. Identifikasi Masalah ... 11

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 11

1.3.1. Maksud Penelitian ... 11

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Kegunaan Penelitian ... 11

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 11

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 12

1.5. Kerangka Pemikiran ... 12

1.6. Asumsi ... 20

BAB II Tinjauan Pustaka ... 21

(4)

2.1. Stress ... 21

2.1.1. Pengertian Stress ... 21

2.1.2. Stressor ... 2.1.3. Sumber Stress ... 22 23 2.2. Penilaian Kognitif ... 24

2.2.1. Teori tentang Penilaian Kognitif ... 24

2.2.2. Proses Penilaian Kognitif ... 25

2.2.2.1. Proses Penilaian Primer ( Primary Appraisal ) ... 25

2.2.2.2. Proses Penilaian Sekunder ( Secondary Appraisal ) …………... 28

2.2.2.3. Penilaian Kembali ( Reappraisal ) ……… 28

2.3. Coping Strategy………... 29

2.3.1. Definisi Coping Strategy ………... 29

2.3.2. Konsep dasar Coping Strategy………... 30

2.3.3. Fungi Coping Strategy ………... 31 2.3.4. Bentuk Coping Strategy ………...

2.3.5. Faktor – faktor yang mempengaruhi Coping Strategy ... 2.4. Hubungan Stress dengan Coping Strategy ... 2.5 Masa Dewasa Awal………...

2.5.1 Transisi Masa Remaja Menuju Masa Dewasa Awal………..

2.5.2 Perkembangan Kognitif Masa Dewasa Awal……….

2.5.3 Perkembangan Sosial Masa Dewasa Awal………

2.5.4 Tugas Perkembangan Dewasa Awal………..

2.5.5 Tugas Perkembangan Keluarga dan Pasangan Menikah………

2.6 Anak Berkebutuhan Khusus………

2.6.1 Pengertian Anank Berkebutuhan Khusus………

(5)

2.6.2 Hakekat Anak Berkebutuhan Khusus……….

2.6.3 Pengelompokan Anak Berkebutuhan Khusus………..

2.6.4 Penyebab Kelainan ABK……….

2.6.5 Konsep Pendidikan Pada Anak Berkebutuhan Khusus………

42

43

44

45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

3.1. Rancangan Penelitian ... 46

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 47

3.2.1. Variabel Penelitian ... 3.2.2. Definisi Konseptual ... 47 47 3.2.3. Definisi Operasional ... 47

3.3. Alat Ukur ... 3.3.1. Alat ukur way of coping Coping Strategy ... 49 49 3.3.2 Sistem Penilaian ………... 51

3.4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Coping Strategy…... 54

3.4 .1Pengujian Validitas Alat Ukur ... 54

3.4.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 55

3.4.3 Kuesioner data Penunjang... 56

3.5. Populasi Sasaran dan Karakteristik Sampel...

3.5.1 Populasi Sasaran……….

3.5.2 Karakteristik Populasi………..

3.5.3 Teknik Pengambilan Sampel………

56

56

56

56

3.6. Teknik Analisis Data ... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...

4.1 Gambaran Sampel ...

57

58

58

(6)

4.1.1 Gambaran populasi berdasarkan usia ...

4.1.2 Gambaran populasi berdasarkan Pendidikan………...

4.1.3 Gambaran populasi berdasarkan pekerjaan ………..

4.1.4 Gambaran populasi berdasarkan pendapatan……...

4.2 Hasil Penelitian ...

4.3 Pembahasan ... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...

5.1 Kesimpulan ...

5.2 Saran ...

5.2.2 Saran Teoritis ...

5.2.3 Saran Praktis ...

58

59

59

60

61

65

72

72

72

73

DAFTAR PUSTAKA ... 75 DAFTAR RUJUKAN ...

xii

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Rincian Alat Ukur……….………...

Tabel 3.3 Bobot Penilaian.………..

Tabel 3.3 Kategori Kriteria Penilaian………..

Tabel 3.4 Pengkategorian Coping Strategy………. Tabel 4.1 Pengelompokan Sampel………...

Tabel 4.2 Pengelompokan sampel berdasarkan pendidikan...

Tabel 4.3 Pengelompokan Sampel berdasarkan pekerjaan...

Tabel 4.4 Pengelompokan Sampel berdasarkan Pendapatan

Tabel 4.5 Kategori Coping Strategy Responden ...

Tabel 4.6 Kategori Problem Focused Responden……… Tabel 4.7 Kategori Emotion Focused Responden……….. Tabel 4.8 Pilihan bentuk Coping Strategy ( Problem Focused Form of Coping )

...

Tabel 4.9 Pilihan bentuk Coping Strategy ( Emotional Focused Form of Coping )

...

Tabel 4.10 Bentuk Coping Dominan……….

(8)

Bagan 1.1 Skema Kerangka Pemikiran ... 19

Bagan 3.1 Skema Prosedur Penelitian………... 46

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kisi-kisi alat Ukur……… L-1

Lampiran 2 Validitas & Reabilitas ... L-15

Lampiran 3 Hasil Cosstab ………...

Lampiran 4 Data Mentah ...

Lampiran 5 Profil Peneliti ...

L-19

L-27

L-34

(10)
(11)

LAMPIRAN 1

Kisi-kisi dan kuesioner Alat Ukur Coping strategy

ASPEK INDIKATOR ITEM

Problem focused form of Coping

Planful :

• Menyusun rencana

• Mencari berbagai informasi

• Berusaha memperoleh hasil

yang lebih baik dari

sebelumnya

• Menganalisa masalah

Saya membuat langkah-langkah penanganan ketika akan melatih anak

saya yang berkebutuhan khusus

Ketika anak saya tantrum, saya mencari informasi pada terapis atau

orang yang ahli

Saya mencari informasi kepada orang yang lebih ahli berkaitan dengan

anak saya yang berkebutuhan khusus

Saya berdiskusi dengan suami mengenai keadaan anak saya yang

(12)

Confrontative coping :

• Mengatakan apa yang

dirasakan

• Melampiaskan dan

mengekspresikan perasaan

• Melakukan apapun

Ketika anak saya tantrum, saya bertanya pada orang yang lebih ahli

seperti terapis

Ketika anak saya tantrum saya langsung menenangkannya

Ketika anak saya mengalami kemunduran dalam pengobatannya saya

langsung menanyakannya pada yang lebih ahli atau terapisnya

Saya langsung memeluk anak saya yang berkebutuhan khusus ketika

menangis meronta - ronta

Emotion focused

form of Coping

Distancing :

(13)

• Melakukan aktivitas lain

• Menolak memikirkan masalah

Saya akan pergi ke pusat pembelanjaan untuk waktu yang cukup lama

dengan membawa anak saya yang berkebutuhan khusus

Ketika anak saya yang berkebutuhan khusus menabgis meronta –ronta

saya lebih memilih untuk menonton televisi

Self – Controlling :

• Memendam masalah sendiri

• Menjaga untuk tetap tenang

• Tidak mencampuradukkan

masalah

Saya berusaha menahan rasa malu ketika orang lain bertanya mengenai

anak saya yang berkebutuhan khusus

Meskipun saya sedih ketika mengetahui keadaan anak saya yang

sedang berkebutuhan khusus, tetapi saya tetap tersenyum

(14)

• Tidak bertindak tergesa-gesa Saya selalu memikirkan segala terapi yang akan dilakukan ketika

mengetahui anak saya yang mengalami berkebutuhan khusus

Accepting responsibility :

• Mengkritik dan mengevaluasi

diri

• Menyadari bahwa

permasalahan yang disebabkan

oleh dirinya sendiri

Saya melawan rasa bosan untuk menjalani kembali terapi di rumah

bagi anak saya yang berkebutuhan khusus

Saya menyadari jika saya menyalahkan diri terus, anak saya yang

berkebutuhan khusus akan terbengkalai

Meskipun saya merasa sedih dengan keadaan anak saya yang

(15)

• Pasrah terhadap yang terjadi

• Mengingatkan diri sendiri

bahwa sesuatu yang lebih

buruk dapat terjadi

• Menyadari peran dirinya

sendiri

Saya tetap bersyukur atas anak yang diberikan pada kita dengan segala

kelebihan dan kekurangan meskipun memiliki anak berkebutuhan

khusus

Saya berusaha menerima keadaan anak saya yang berkebutuhan khusus

Saya tetap dapat membawa anak saya bepergian keluar rumah

walaupun anak saya adalah anak berkebutuhan khusus

Saya berusaha menenangkan anak saya yang berkebutuhan khusus

ketika tantrum (meledak emosinya)

Saya tetap membawa anak saya yang berkebutuhan khusus mengikuti

(16)

Saya tidak pilih kasih dalam memperlakukan anak-anak saya yang lain

Escape avoidance :

• Beristirahat melebihi biasanya

• Berkhayal tentang sesuatu

yang menyenangkan

• Menggunakan obat-obatan

untuk tetap tenang

Saya mencoba melupakan keadaan anak saya yang berkebutuhan

khusus dengan tidur

Saya mengharapkan keajaiban sehingga anak saya yang berkebutuhan

khusus dapat sembuh

Bila saya tidak dapat tidur karena anak saya yang berkebutuhan khusus

mengalami kemunduran dalam pengobatannya, saya minum obat tidur

Positive reappraisal :

• Berdoa Saya tetap mendoakan anak saya meskipun mengetahui anak saya

(17)

• Berpikir sisi positif dan

masalah yang dihadapi

Saya merasa menjadi ibu yang istimewa memiliki anak berkebutuhan

khusus

Saya tidak menyalahkan diri saya berkaitan dengan anak saya yang

berkebutuhan khusus

Saya merupakan ibu yang tegar

Seeking social support :

• Mendapat dukungan dari

keluarga atau orang terdekat

Ketika saya memikirkan keadaan anak saya yang berkebutuhan khusus,

saya dapat menceritakan perasaan saya pada suami

Keluarga saya adalah tempat terbaik saya dalam mencurahkan masalah

(18)

• Mencari bantuan dari orang

lain atau orang yang lebih ahli

• Berbicara dengan orang lain

Saya mencari informasi mengenai terapis untuk anak saya yang

berkebutuhan khusus dari teman

Saya memperoleh informasi mengenai terapis untuk anak saya yang

berkebutuhan khusus dari teman

Saya berbagi cerita dengan ibu-ibu lain, terkait dengan anak saya yang

(19)

Data Pribadi

Nama (inisial) : Jenis Kelamin :

Usia :

Tingkat Pendidikan :

Pekerjaan :

Pendapatan per bulan : a. Kurang dari 2.000.000

b. 2.000.000 – 5.000.000

c. di atas 5.000.000

(20)

KATA PENGANTAR

Dalam rangka untuk memenuhi persyaratan skripsi di Falkutas Psikologi Universitas Kristen Maranatha maka akan dilakukan penelitian. Melalui penelitian ini, peneliti mengharapkan bantuan saudara untuk meluangkan waktu mengisi daftar pertanyaan yang peneliti buat mengenai Coping strategy pada Ibu yang memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di SLB Manunggal kabupaten Tegal.

Data yang saudara berikan akan sangat bermanfaat bagi penelitian yang dilakukan. Saudara diharapkan untuk mengisi daftar pertanyaan ini dengan sungguh-sungguh dan sejujur-jujurnya sesuai dengan keadaan saudara sendiri. Dalam hal ini peneliti akan menjaga kerahasiaannya.

Akhir kata, atas kesediaan dan bantuannya peneliti ucapkan terima kasih

Hormat saya

(21)

KUESIONER

INSTRUKSI

Dalam lembar ini, tertulis sejumlah pernyataan yang harus saudara jawab sesuai dengan perasaan dan keadaan saudara yang sebenarnya, bacalah setiap item dengan seksama dan pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan diri saudara dan beri tanda silang (√) pada kolom yang sesuai dengan pilihan saudara.

Keterangan

SS = Sangat sering

SR = Sering

J = Jarang

SJ = Sangat Jarang

No.

Pernyataan

SS

SR

J

SJ

1. Saya mencoba melupakan keadaan anak saya yang berkebutuhan khusus dengan tidur.

2. Saya langsung memeluk anak saya yang

berkebutuhan khusus ketika menangis meronta-ronta

3. Saya tetap membawa anak saya yang berkebutuhan khusus mengikuti terapi/pengobatan sesuai jadwal yang ada

4. Meskipun saya sedih ketika mengetahui keadaan anak saya yang berkebutuhan khusus, tetapi saya tetap tersenyum

5. Saya melawan rasa bosan untuk menjalani kembali terapi dirumah bagi anak saya yang berkebutuhan khusus

(22)

untuk berbicara

7. Saya mengurangi jadwal terapi anak saya yang berkebutuhan khusus

8. Saya berdiskusi dengan suami mengenai keadaan anak saya yang berkebutuhan khusus

9. Saya akan pergi ke pusat pembelanjaan untuk waktu yang cukup lama dengan membawa anak saya yang berkebutuhan khusus

10. Saya tetap bersyukur atas anak yang diberikan pada kita dengan segala kelebihan dan kekurangan meskipun memiliki anak berkebutuhan khusus

11. Saya merupakan ibu yang tegar

12. Saya berusaha menerima keadaan anak saya yang berkebutuhan khusus

13. Saya tetap mendoakan anak saya meskipun mengetahui anak saya berkebutuhan khusus

14. Saya menyadari jika saya menyalahkan diri terus, anak saya yang berkebutuhan khusus akan terbengkalai

15. Saya tetap dapat membawa anak saya berpergian keluar rumah walaupun anak saya adalah anak berkebutuhan khusus

16. Saya merasa menjadi ibu yang istimewa memiliki anak berkebutuhan khusus

17. Meskipun saya merasa sedih dengan keadaan anak saya yang berkebutuhan khusus tetapi saya tetap membawanya

18. Saya berbagi cerita dengan ibu-ibu lain, terkait dengan anak saya yang berkebutuhan khusus

(23)

20. Saya mencari informasi mengenai terapis untuk anak saya yang berkebutuhan khusus dari teman 21. Bila saya tidak dapat tidur karena anak saya yang

berkebutuhan khusus mengalami kemunduran dalam pengobatannya, saya minum obat tidur

22. Saya berusaha menenangkan anak saya yang berkebutuhan khusus ketika tantrum (meledak emosinnya)

23. Ketika saya memikirkan keadaan anak saya yang berkebutuhan khusus, saya dapat menceritakan perasaan saya pada suami

24. Ketika anak saya yang berkebutuhan khusus menangis meronta- ronta saya lebih memilih untuk menonton telivisi

25. Saya berusaha menahan rasa malu ketika orang lain bertanya mengenai anak saya yang berkebutuhan khusus

26. Saya selalu memikirkan segala terapi yang akan dilakukan ketika mengetahui anak saya yang mengalami berkebutuhan khusus

27. Saya tidak pilih kasih dalam meperlakukan anak-anak saya yang lain

28. Saya mencari informasi kepada orang yang lebih ahli berkaitan dengan anak saya yang berkebutuhan khusus

29. Keluarga saya adalah tempat terbaik saya dalam mencurahkan masalah saya mengenai anak saya yang berkebutuhan khusus

30. Ketika berbagai masalah datang, saya berusaha untuk tetap tenang

(24)

32. Ketika anak saya tantrum saya bertanya pada orang yang lebih ahli seperti terapis

33. Ketika anak saya mengalami kemunduran dalam pengobatannya saya langsung menanyakannya pada yang lebih ahli atau terapisnya

34. Ketika anak saya tantrum saya mencari informasi pada terapis atau orang yang ahli

35. Saya mengharapkan keajaiban sehingga anak saya yang berkebutuhan khusus dapat sembuh

(25)

Lampiran 2

Tabel Validitas dan Reabilitas

Jenis

(26)

34 0.751 0.300 Valid

Accepting Responsibility

3 0.851 0.300 Valid

5 0.954 0.300 Valid

11 0.807 0.300 Valid

13 0.917 0.300 Valid

16 0.799 0.300 Valid

17 0.932 0.300 Valid

19 0.932 0.300 Valid

23 0.023 0.300 Tidak Valid

25 0.481 0.300 Valid

32 0.941 0.300 Valid

Escape Avoidance

1 0.696 0.300 Valid

24 0.663 0.300 Valid

31 0.295 0.300 Tidak Valid

43 0.313 0.300 Valid

Positive Reappraisal

9 0.112 0.300 Tidak Valid

12 0.966 0.300 Valid

14 0.966 0.300 Valid

(27)

44 0.982 0.300 Valid

Problem Focused form of

coping

Planful Problem

Solving

6 0.355 0.300 Valid

8 0.355 0.300 Valid

33 0.939 0.300 Valid

42 0.355 0.300 Valid

Confrontive Coping

2 0.389 0.300 Valid

15 0.389 0.300 Tidak Valid

38 0.870 0.300 Valid

39 0.701 0.300 Valid

40 0.221 0.300 Tidak Valid

(28)

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items

,751 30

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 30 100,0

(29)

LAMPIRAN 3

Tabel L3.1 Tabulasi silang Problem Focused dan Planfull Problem Solving

Problem Focused

Total Tinggi Rendah

Planfull

Table L3.2 Tabulasi silang Problem Focused dan Convrontative

Problem Focused

Total Tinggi Rendah

Confrontative

Table L3.3 Tabulasi silang Emotion Focused dan Distancing

Emotion Focused

Total Tinggi Rendah

(30)

Table L3.4 Tabulasi silang Emotion Focused dan Self Controling

Emotion Focused

Total Tinggi Rendah

Self-Table L3.5 Tabulasi silang Emotion Focused dan Seeking Social Support

Emotion Focused

Total Tinggi Rendah

Seeking Social

Table 3.6 Tabulasi silang Emotion Focused dan Accepting Responsibility

Emotion Focused Total

Tinggi Rendah

(31)

Table 3.7 Tabulasi silang Emotion Focused Dan Escape Avoidance

Table L3.8 tabulasi silang Emotion Focused dan Positive Reappraisal

Emotion Focused Total

Tinggi Rendah

Positive Reappraisal

Tinggi 12 0 12

85.71% 0.00% 40.00%

Rendah 2 16 18

14.29% 100.00% 60.00%

Total 14 16 30

100.00% 100.00% 100%

Emotion Focused Total

Tinggi Rendah

Escape Avoidance

Tinggi 7 1 8

50.00% 6.25% 26.67%

Rendah 7 15 22

50.00% 93.75% 73.33%

Total 14 16 30

(32)
(33)
(34)
(35)

Table L3.11 Tabel tabulasi silang coping strategy dengan Pekerjaan

Pekerjaan

Total IRT Wirausaha Karyawan

Swasta PNS IRT Wirausaha Karyawan

Swasta PNS IRT Wirausaha Karyawan

(36)
(37)

Lampiran 4

Tabel L4.1 Data Mentah

No Resp

COPING STRATEGY Problem Focus

T K

Planful Problem Solving Confrontative Coping

(38)

No

Resp Distancing Self-controlling Seeking Social Support

(39)

28 4 3 7 TINGGI 1 1 1 3 RENDAH 3 2 2 2 9 RENDAH

29 4 3 7 TINGGI 1 1 1 3 RENDAH 2 1 1 1 5 RENDAH

(40)

No Resp

Accepting Responsibility Escape Avoidance

(41)
(42)

No

Emotional Focused Total

(43)

15 13 11 24 TINGGI 3 4 10 14 4 10 45 RENDAH Problem

16 13 12 25 TINGGI 7 4 9 14 4 9 47 RENDAH Problem

17 12 13 25 TINGGI 7 10 9 22 5 16 69 TINGGI SEIMBANG

18 12 11 23 TINGGI 3 10 12 11 4 7 47 RENDAH Problem

19 11 13 24 TINGGI 7 10 12 22 8 16 75 TINGGI SEIMBANG

20 11 11 22 TINGGI 4 11 15 11 8 10 59 TINGGI SEIMBANG

21 13 11 24 TINGGI 3 8 9 15 4 8 47 RENDAH Problem

22 12 11 23 TINGGI 3 4 11 15 5 8 46 RENDAH Problem

23 12 11 23 TINGGI 3 6 10 15 4 9 47 RENDAH Problem

24 12 12 24 TINGGI 5 9 11 21 8 16 70 TINGGI SEIMBANG

25 12 11 23 TINGGI 3 10 12 15 5 11 56 TINGGI SEIMBANG

26 9 11 20 RENDAH 3 10 12 13 8 14 60 TINGGI Emotion

27 11 12 23 TINGGI 3 5 7 18 4 9 46 RENDAH Problem

28 13 11 24 TINGGI 7 3 9 16 3 9 47 RENDAH Problem

29 13 11 24 TINGGI 7 3 5 17 4 10 46 RENDAH Problem

(44)
(45)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pada saat ini, para orangtua masih menganggap anak merupakan anugerah dan titipan

terindah oleh Tuhan. Karena itu, Orang tua memilik keinginan agar anaknya lahir dengan

kondisi normal, sempurna dan tanpa cacat. Bagi ibu merasa bangga dan bahagia ketika

harapannya menjadi kenyataan. Namun, ibu harus menerima ketika anak memiliki

karakteristik khusus yang berbeda dengan anak lain umumnya tanpa selalu menunjukan

ketidakmampuan mental, emosi atau fisik yang umumnya dikenal sebagai anak berkebutuhan

khusus (menurut Heward,1996). Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik

khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya yang merujuk pada ketidakmampuan

mental, emosi atau fisik. Anak berkebutuhan khusus dapat dibedakan kedalam dua kelompok

yaitu anak berkebutuhan khusus pada masalah dalam sensorimotor dan anak berkebutuhan

khusus pada masalah dalam belajar dan tingkah laku.

AAMD (America Association of Mental Deficiency) menjelaskan bahwa Anak

Berkebutuhan Khusus menunjukkan adanya keterbatasan yang mencakup fungsi intelektual

yang dibawah rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih

keterampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan social,

kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, dan waktu luang. Keadaan ini nampak sebelum

usia 18 Tahun. Anak Berkebutuhan Khusus dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan

psikososial (Kaplan, 1997).

1

(46)

2

Anak berkebutuhan khusus merupakan jenis gangguan yang tidak dapat disembuhkan.

Keadaan seperti itu dapat membuat keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus lebih

mendapatkan tekanan karena perkembangan anak yang lebih lambat daripada anak normal

lainnya. Sehingga ada beberapa keluarga yang menolak kehadiran anaknya yang

berkebutuhan khusus, namun ada pula beberapa keluarga yang tetap dapat menerima anaknya

yang berkebutuhan khusus dan membantu anaknya agar mendapatkan fasilitas yang baik

demi kepentingan perkembagan anaknya yang berkebutuhan khusus.

Dalam rumah tangga, Ibu memiliki tugas sebagai seorang istri yaitu mengatur rumah

tangga, berkomunikasi dua arah dengan suami, bersama dengan suami memenuhi kewajiban

financial. Saat memiliki anak peran dan tanggung jawab menjadi bertambah karena itu ibu

harus menyesuaikan diri dengan tuntutan baru untuk merawat anak, bertanggung jawab

menjadi orang tua dan harus menjaga hubungan dengan suami(Duval,1977). Peranan seorang

ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus menjadi lebih berat mengingat dalam

kehidupan sehari-hari anak berkebutuhan khusus mengalami hambatan dalam perkembangan

fisik, kognitif, bahasa, emosi dan penyesuaian sosial.

Karena itu, Ibu mempunyai peranan yang sangat penting dalam merawat anaknya

yaitu mendamping anaknya dalam kegiatan sehari-hari seperti membantu menggenakan

pakaian anaknya, mengajarkan memasang kancing, membantu membesihkan diri saat mandi

dan membantu menyiapkan makanan untuk anak. Ibu yang memiliki anak berkebutuhn

khusus harus bersabar dan menahan emosinya ketika anak mereka marah dan menangis

ataupun melakukan hal-hal yang berlebihan ditempat umum. Bersabar dan tekun memberikan

perhatian penuh, mengajari anak dan mendidik anak dalam mengasuh dan membimbing anak

agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dalam hal yang berhubungan dengan fisik,

psikis dan sosialnya dikarenakan anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian yang

(47)

3

lebih seperti terapi dan sekolah khusus untuk meningkatkan kemampuannya dan memerlukan

waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit.

Munculnya rasa kecewa yang mendalam, beragam suasana hati dan pikiran yang

mengganggu karena ibu lebih peduli, peka dan dekat dengan anaknya. Ibu mencurahkan

kasih sayangnya yang sangat besar dan ibu lebih banyak menghabiskan waktu bersama

anaknya. Hal tersebut memunculkan stressor bagi ibu dan memunculkan reaksi ibu tehadap

masalah yang dialaminya. Peran Ibu dalam merawat anak memang sangat istimewa, tidak

hanya menjaga kesehatan anak tetapi bagaimana cara menstrategi kepribadian anak menjadi

lebih baik. Selain membutuhkan kesabaran, ibu dituntut untuk tekun dan pandai dalam

membimbing anaknya. Tantangan tersendiri bagi ibu yang mempunyai anak berkebutuhan

khusus karena harus membedakan cara mempersiapkan masa depan anak dengan anak

lainnya.

Keterampilan yang dicapai anak setelah mengikuti terapi dan sekolahnya tidak selalu

sesuai dengan harapan ibu. Jika perkembangan terjadi secara lambat bahkan terjadi

kemunduruan. Keadaan ini dapat membuat ibu mengalami stress, ditambah dengan

pembagian waktu dalam merawat anaknya yang berkebutuhan khusus dan yang normal.

Biaya yang tidak sedikit untuk dapat menjalani terapi atau pengobatan secara

berkesinambungan. Selain ibu harus berperan sebagai terapis atau guru dirumah, ibu juga

harus memikirkan biaya yang tidak sedikit untuk pengobatan dan sekolah anaknya. Bila ibu

mempunyai anak lain yang normal, ibu pun harus dapat membagi waktu untuk

memperhatikan juga anaknya yang lain dan mengerjakan pekerjaannya yang lain. Kondisi

stress dapat mengganggu kesehatan ibu dan dapat mengakibatkan ibu kurang maksimal

dalam merawat anaknya.

Coleman (1976), mengungkapkan bahwa stress merupakan suatu keadaan mental atau

emosional dalam diri individu yang dapat mengganggu keseimbangan tubuh yang

(48)

4

bersangkutan. Dengan kata lain stress merupakan peristiwa yang menunjukan keadaaan atau

tuntutan lingkungan atau mental yang membebani atau melampaui sumber adaptif, situasi

sosial individu.

Kota Tegal, merupakan sebuah kota kecil didaerah Jawa Tengah yang dimana pada

kota tersebut angka anak berkebutuhan khusus cukup tinggi dan bertambah pada tiap

tahunnya khususnya di Kabupaten Tegal. Hal ini dapat terlihat dari berdirinya beberapa

sekolah luar biasa di kabupaten Tegal dan pada salah satu SLB yang dikenal pada kabupaten

Tegal murid ABK bertambah sebanyak 20% tiap tahunnya. Penanganan anak berkebutuhan

khusus di kabupaten Tegal masih sangatlah rendah dan menjadi hal yang tabu bagi

masyarakatnya, tidak seperti halnya pada kota besar yang sudah banyak tempat-tempat untuk

mencari informasi atau pengetahuan dan sosialisasi tentang anak berkebutuhan khusus,

karena kurangnya pengetahuan masyarakat di kabupaten Tegal khususnya keluarga-keluarga

atau orang tua-orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus yang sangat minimal tidak

seperti kota besar lainnya yang menjadikan dampak bagi orang tua yang memiliki anak

berkebutuhan khusus kurang memberikan penanganan sejak dini atau masih banyak orang tua

yang membiarkan anak mereka tidak bersekolah atau adapun orang tua yang salah

memberikan didikan bagi anak mereka yang berkebutuhan khusus.

Keberadaan pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus merupakan sarana

pendukung yang sangat tepat untuk membina kemampuan pada peserta didik yang

mengalami hambatan atau kelainan, kekurangan segi fisik, mental intelektual, emosi, sosial,

sehingga menghasilkan kemandirian yang bermanfaat baik bagi anak berkebutuhan khusus

ini, keluarga dan juga masyarakat sekitarnya. Pelayanan pendidikan terutama kepada anak

berkebutuhan khusus usia sekolah merupakan salah satu unsur penting yang sangat

menunjang keberhasilan penyandang anak berkebutuhan khusus untuk dapat meningkatkan

(49)

5

kemampuannya. Anak berkebutuhan khusus membutuhkan layanan pendidikan secara khusus

yakni disesuaikan dengan kemampuan anaknya. Pada kenyataannya tidak smua anak biasa

mendapatkan kesempatan pendidikan untuk mengembangkan potensinya.

Untuk melihat situasi yang ada, peneliti melakukan survai awal di SLB Manunggal

yang merupakan salah satu SLB yang terdapat di kabupaten Tegal. Beberapa guru

menyatakan bahwa kebanyakan dari murid yang ada di SLB Manunggal terlambat

mendapatkan bimbingan atau pendidikan pada usia dini dan kebanyakan dari anak

berkebutuhan khusus sebelumnya bersekolah di sekolah umum. Kurang adanya penyuluhan

atau sosialisasi kepada masyarakat di kabupaten Tegal ataupun keluarga-keluarga terutama

orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus mengenai cara penanganan atau

mengatasi anak berkebutuhan khusus. Pengetahuan orang tua terutama ibu sebagai orang

terdekat anak yang kurang mengakibatkan anak menjadi terlantar dalam hal pendidikan dan

terlambatkan pengembangan potensi yang dimiliki oleh anak.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap sepuluh ibu yang

memiliki anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di SLB Manunggal, peneliti

mendapatkan beberapa masalah yang dialami oleh ibu mengenai penanganan anak mereka

yang berkebutuhan khusus dibanding kepada anaknya nomal. Beberapa faktor seperti

pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan pendapatan seringkali dapat mempengaruhi ibu dalam

mengatasi anak mereka yang berkebutuhan khusus. Faktor tersebut dapat mengakibatkan

tekanan yang dirasakan oleh ibu seperti ketika seorang ibu yang memiliki anak bekebutuhan

khusus harus bekerja atau ibu yang juga mempunyai karir dalam pekerjaannya namun ibu

dituntut juga menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anaknya yang berkebutuhan khusus.

Tekanan tersebut mempengaruhi ibu dalam mengatasi anak mereka. Fokus yang terbagi

antara pekerjaan dan keluarga juga khususnya pada anak mereka. Begitu juga pada ibu yang

(50)

6

tidak bekerja juga dapat memberikan tekanan bagi diri ibu karena mereka melihat tingkah

laku, perkembangan anak yang mereka sayangi setiap waktu. Diketahui bahwa banyak ibu

yang menyamakan anaknya sama seperti anak normal lainnya. Bagi ibu sekolah luar biasa

merupakan hal yang asing dan mendapatkan nilai buruk atau cap jelek pada masyarakat bila

ibu memasukkan anaknya ke sekolah khusus atau SLB. Ibu masih belum sepenuhnya

menerima kenyataan kalau anaknya akan jauh lebih terarah dan terbina pendidikannya

dengan baik bila dimasukkan ke sekolah Berkebutuhan Khusus atau SLB. Keterlambatan

memasukkan anaknya yang berkebutuhan khusus di SLB dan kurangnya pengetahuan ibu

terhadap menangani kebutuhan yang diperlukan anaknya yang berkebutuhan khusus menjadi

salah satu masalah yang ada di Kabupaten Tegal.

Masalah ekonomi juga menjadi kendala bagi ibu yang memiliki anak berkebutuhan

khusus, karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan, seperti biaya sekolah di SLB, biaya

melakukan terapi, obat-obat yang harus dimimum dan biaya yang tidak terduga. Pendapatan

tiap bulan keluarga yang tidak sebanding dengan pengeluaran yang harus dikeluarkan pada

tiap bulannya memunculkan tekanan bagi ibu harus ekstra sabar dan penerimaan ibu pada

kondisi yang dialaminya. Salah satu Ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di SLB

Manunggal mengungkapkan adanya stressor yang diterima oleh ibu dan anaknya yang

berkebutuhan khusus dari lingkungan yang tidak dapat menerima kondisi anaknya, bahkan

suami yang tega meninggalkan karena tidak menerima anaknya yang berkebutuhan khusus.

Selain itu, ada pula Ibu yang memiliki seorang anak berkebutuhan khusus lainnya

menceritakan bahwa awalnya anak mereka menunjukan perilaku yang normal seperti anak

normal lainnya, namun saat usianya menginjak 3 tahun anak mereka tumbuh menjadi anak

berkebutuhan khusus. Ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus lebih rentan terkena

stress dibanding Ibu yang memiliki anak normal. Perkembangan anak Berkebutuhan Khusus

(51)

7

yang tidak sempurna seperti non ABK dapat memicu kekecewaan yang sangat besar bagi ibu,

kekecewaan tersebut dapat diekpresikan dengan sikap cepat marah dan kesal ketika melihat

perilaku anaknya yang susah diatur dan membutuhkan perhatian khusus serta pengawasaan

yang ekstra.

Menurut Lazarus (1984) terdapat beberapa gejala yang menjadi indikator stress yang

dialami seseorang, yaitu fisik, psikologis dan kognitif. Berdasarkan hasil wawancara pada 10

ibu yang memiliki Anak Berkebutuhan Khusus SLB Manunggal kabupaten Tegal, terdapat

sebanyak 4 ibu(40%) mengalami gejala fisik seperti nafsu makan berkurang dan pola makan

berubah, ibu tidak dapat mengikuti kegiatan diluar rumah seperti kegiatan soasial atau

interaksi yang dilakukan ibu-ibu lainnya. Gejala psikologis yang dialami ibu berkebutuhan

khusus seperti sulit tidur dan jam tidur yang tidak teratur hal ini dialami oleh 3 ibu (30%).

Keadaan tersebut dirasakan ibu bahwa waktu tersita melakukan pengobatan untuk anaknya

sehingga pekerjaan ibu di rumah menjadi terbengkalai dan tidak bias di selesaikan. Gejala

koqnitif yang dapat dialami ibu antara lain konsentrasi kerja terganggu baik dirumah maupun

kegiatan diluar rumah dan dialami sebanyak 3 ibu (30%). Dampak negatif yang ditimbulkan

bila ibu menghayati stress adalah perhatian yang diberikan ibu pada anak berkebutuhan

khusus, maupun anak lainnya yang non ABK juga suaminya, serta kegiatan rumah tangga

yang menjadi kurang maksimal.

Tuntutan umum yang dapat memunculkan stress diklasifikasikan dalam beberapa

strategi, yaitu frustasi, konflik, tekanan dan ancaman. Hasil wawancara kepada 10 ibu

didapatkan 4 ibu (40%) yang memiliki anak berkebutuhan khusus mengalami frustasi, ketika

usahanya mengalami hambatan seperti setelah menjalani pengobatan anaknya mengalami

kemunduran dan hasil perkembangan anak tidak sesuai dengan harapan. Sebanyak 2 ibu

(20%) yang memiliki anak berkebutuhan khusus mengalami konflik ketika ibu harus

(52)

8

menjalani perannya sebagai ibu dan mencari penghasilan tambahan untuk pengobatan

anaknya yang mahal. Sebanyak 2 ibu (20%) mengalami tekanan ketika ibu dihadapkan pada

paksaan untuk mencapai hasil tertentu yang sumbernya dari dalam atau luar diri, ketika ibu

mendapat paksaan atau tuntutan dari pihak keluarga agar anaknya dapat sembuh dan

beraktivitas seperti anak sebayanya yang lain. Terdapat sebanyak 2 ibu (20%) yang memiliki

anak berkebutuhan khusus mengalami ancaman ketika dihadapkan pada situasi ibu yang

merasa kurang nyaman dan kurang menyenangkan, ketika ibu harus mengetahui anaknya

berkebutuhan khusus dan harus bersekolah di SLB juga keterbatasan biaya karena

pengobatan untuk anaknya.

Individu yang mengalami stress akan terdorong untuk meredakan stressnya. Strategi

penanggulangan stress yang digunakan setiap ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus

dapat berbeda-beda. Perbedaan cara penanggulangan stress ini tergantung bagaimana ibu

menilai situasi stress yang dihadapi. Berdasakan penilaian tersebut, ibu akan membuat

strategi, dalam Strategi Coping untuk dapat menghadapi situasi tersebut. Menurut Lazarus

(1984) Coping Strategy atau strategi penanggulanan stress adalah perubahan kognitif dan

tingkah laku yang terus menerus sebagai usaha individu untuk mengatasi tuntutan internal

dan eksternal yang dianggap sebagai beban atau melampaui sumber daya yang dimilikinya.

Lazarus menyebutkan Strategi Coping ini dibagi menjadi dua yaitu strategi penanggulangan

stress yang berpusat pada masalah (problem focused form of coping) dan strategi

penanggulangan stress yang berpusat pada masalah (emotion focused form coping). (Lazarus

dan Folkman, 1986).

Permasalahan-permasalahan dan tekanan yang dialami oleh ibu yang memiliki anak

Berkebutuhan Khusus memunculkan kecenderungan ibu untuk melakukan strategi

penanggulangan stress. Ibu yang mengalami konflik dalam kehidupannya, membutuhkan

(53)

9

tempat untuk mencurahkan segala perasaan pada seseorang yang dapat mengerti dan

mendukungnya pada masalah yang sedang terjadi. Pengendalian diri Ibu sangat dibutuhkan

untuk mengontrol emosi, agar lebih tenang dalam bersikap dan tidak meluapkan kekesalan

pada anaknya, sehingga anak merasakan dampak kasih sayang Ibu, serta terus berusaha

menjadi ibu terbaik bagi anaknya. Hal tersebut harus dimiliki oleh Ibu untuk memberikan

respon positif guna perkembangan anaknya, dan istilah tersebut lebih dikenal sebagai

Emotion Focused form of Coping. Sebagian ibu mencari jalan keluar dari masalah yang

mereka hadapi dengan memberikan fasilitas yang terbaik bagi anaknya seperti memberikan

bimbingan diluar jam sekolah, memberikan therapi, mengatur dan mengatasi masalah

penyebab stress melalui perubahan relasi yang sulit terhadap lingkungan, seperti

menempatkan anak mereka pada sekolah yang khusus sehingga Ibu dapat menilai bahwa

situasi yang dihadapi harus berubah atau sebagai Problem Focused form of Coping. Dengan

demikian, ibu akan mengurangi stress yang muncul secara langsung.

Berdasarkan hasil wawancara ke 10 ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus,

didapatkan bahwa 6 ibu menyekolahkan anaknya di tempat khusus Anak Berkebutuhan

Khusus seperti SLB, dimana sebelumnya menyekolahkan di sekolah umum. Ibu tidak

mengetahui dan menyadari bahwa anaknya memiliki keterbatasan dibandingkan dengan anak

lainnya. Penolakan dari sekolah umum adalah sebuah kenyataan yang harus di terima Ibu,

penolakan tersebut direspon cepat oleh ibu dengan mencarikan sekolah berkebutuhan khusus

terbaik di kabupaten Tegal, walaupun awalnya menolak kenyataan bahwa anaknya harus

bersekolah di sekolah khusus atau SLB. Ibu juga melakukan terapi kepada dokter atau terapis

yang dapat menunjang perkembangan dan pertumbuhan anak, meskipun biaya yang

dikeluarkan cukup tinggi dalam sekali terapi. Akibat tingginya biaya yang dibutuhkan, ibu

terkadang harus mengabaikan kepentingan dirinya untuk mengutamakan kemajuan dari

(54)

10

anaknya. Dengan demikian, ke 6 ibu ini melakukan strategi penanggulangan stress

mengambil tindakan untuk memecahkan masalah atau mencari informasi yang berguna untuk

membantu pemecahan masalah yang sedang hadapi.

Terdapat juga 4 ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus, ibu berusaha untuk

menurunkan emosi negatif yang dirasakan ketika menghadapi masalah. Lingkungan yang

kurang mendukung dan memberikan dampak negatif kepada ibu, membuat ibu merasa kurang

bersemangat dengan menjalani kehidupannya, seperti : ejekan-ejekan karena memiliki anak

berkebutuhan khusus, bukan terhadap dirinya saja anaknya pun ikut menerima ejekan dari

lingkungannya, merasa di terasingkan dan beberapa dari mereka ada yang menjauh. Seorang

ibu mengatakan bahwa penyesalan kerap terjadi pada mereka karena memiliki Anak

Berkebutuhan Khusus, malu dan kecewa pada lingkungan serta keluarga.

Beban hidup seorang ibu pemilik anak berkebutuhan khusus cukuplah berat, dalam

kondisi apapun seorang Ibu akan selalu mementingkan kebutuhan anak-anaknya terutama

anak berkebutuhan khusus. Seorang ibu tidak akan menampakkan kesedihan dan

kemurungannya di depan anak-anaknya, dia akan berusaha tersenyum dengan tujuan agar

anak-anaknya bisa tumbuh berkembang sesuai yang diharapkannya. Keyakinan seorang Ibu

dengan memberikan kasih sayang yang penuh dan tulus, terutama kepada anaknya yang

berkebutuhan khusus, akan berakibat pada berkembangnya fisik maupun mental anaknya.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, terdapat adanya variasi strategi

penanggulangan stress yang dilakukan oleh ibu yang memiliki anak Berkebutuhan Khusus

dalam menanggulangi tekanan-tekanan yang terjadi. Peneliti tertarik mengetahui gambaran

Coping Strategy pada ibu yang memiliki anak Berkebutuhan Khusus di SLB Manunggal

kabupaten Tegal.

(55)

11

1.2 Identifikasi Masalah

Masalah yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah gambaran Coping

Strategi pada ibu yang memiliki anak Berkebutuhan Khusus di SLB Manunggal

kabupaten Tegal.

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data mengenai Coping Strategy

yang digunakan oleh ibu yang memiliki anak Berkebutuhan Khusus di SLB

Manunggal Kabupaten Tegal dalam menghadapi stress yang dihadapi

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bentuk strategi Coping Strategy yang digunakan ibu yang

memiliki anak Berkebutuhan Khusus di SLB Manunggal kabupaten Tegal

berdasarkan strategi coping stress yaitu problem focused form of coping dan

emotional focused form of coping. Begitu pula hal-hal yang mempengaruhi

penggunaan bentuk coping strategy.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Memberikan pengetahuan tambahan mengenai strategi Coping Strategy pada ibu yang memiliki anak Berkebutuhan Khusus bagi peneliti lain.

(56)

12

• Memberikan informasi bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai strategi coping strategy pada ibu yang

memiliki anak Berkebutuhan Khusus di SLB kota Tegal.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi mengenai strategi coping strategy kepada ibu yang memiliki anak Berkebutuhan Khusus agar dapat membantu ibu dalam mempertimbangkan

penggunaan strategi strategi coping strategy saat ibu mengatasi masalah yang

dihadapi.

• Sebagai tinjauan, serta peningkatan mutu pelayanan bagi SLB untuk menangani siswa.

1.5 Kerangka Pikir

Setiap ibu berharap memiliki anak yang sehat dan tidak memiliki kekurangan.

Namun, harapan tersebut tidak terwujud bagi beberapa ibu yang harus menyadari bahwa

anaknya berkebutuhan khusus. Mendidik anak dan memenuhi kebutuhan untuk tumbuh

kembang anak adalah tanggung jawab yang tidak mudah yang dihadapi oleh ibu.

Memberikan kebutuhan tumbuh kembang anak menambah tekanan yang dialami ibu yang

memiliki anak Berkebutuhan Khusus di SLB Manunggal kabupaten kota Tegal.

Keberadaan anak yang memiliki kebutuhan khusus dalam lingkungan SLB di

kabupaten Tegal, merupakan situsi yang dapat memunculkan stress dalam bentuk fisik,

psikis, dan dan stressor sosiokultural. Menurut Lazarus (1976), ketiga bentuk Stressor ini

dapat diartikan oleh individu sebagai Stress dalam kegiatannya. Dalam menghadapi situasi

dimana mereka memiliki anak berkebutuhan khusus, para ibu akan memiliki situasi-situasi

yang dapat dirasakan atau dihayati sebagai sebuah stressor Fisik, sebagai contoh anak yang

(57)

13

mengamuk, kelelahan sesudah merawat anak dan bekerja, rasa sakit yang dialami pada saat

ibu mengalami penurunan kondisi fisik, kesibukan yang dialami, dan berbagai situasi lain.

Stressor Psikis dapat muncul dari rasa takut, kecemasan, kesepian, kekecewaan, dan tekaan

yang diaami oleh para ibu, pada saat memikirkan kondisi anak berkebutuhan khusus.

Stressor terakhir, adalah stressor sosiokultural, yang dapat muncul dari kematian suami,

perceraian, perpisahan dengan keluarga, konflik dengan keluarga, menghadapi masa pension,

dan diskriminasi dari lingkungan, yang dapat muncul sebagai akibat memiliki anak

berkebutuhan khusus. ketiga stressor ini dapat memunculkan stress pada ibu yang memiliki

anak berkebutuhan khusus.

Menurut Lazarus & Folkman (1984), stress merupakan suatu strategi interaksi antara

individu dan lingkungannya yang dirasa sebagai suatu yang membebani atau melampaui

kapasitas kemampuan yang dimiliki, serta mengancam kesejahteraan diri individu. Ibu yang

memiliki anak Berkebutuhan Khusus akan mengalami stress yang lebih besar dari pada ibu

yang memiliki anak normal pada umumnya. Pengasuhan dan pendidikan yang diberikan oleh

ibu kepada anaknya yang berkebutuhan khusus sangat berbeda dengan anak normal.

Beberapa ibu mempunyai pengertian terbatas mengenai proses tumbuh kembang anaknya

yang berkebutuhan khusus. Hal ini menimbulkan stress dan menguras pikiran juga tenaga ibu

yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

Menurut Folkman(1984), individu akan mengalami tekanan emosi bila situasi yang

dihadapi mengancam diri atau bila tuntutan yang dirasakan melebihi kemampuan yang

dimilikinya (Lazarus, 1984). Ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus melakukan

penilaian primer dengan mengevaluasi situasi yang dihadapinya yaitu peran dan tanggung

jawab sebagai seorang ibu dalam memberikan kebutuhan seperti merawat dan mendidik

anaknya, juga kondisi kemajuan perkembangan anaknya yang berkebutuhan khusus. apabila

(58)

14

kondisi yang dihadapi oleh ibu dianggap membebani dan melebihi kemampuan yang dimiliki

maka ibu akan mengalami stress

Tuntutan lingkungan dan tekanan dapat memproduksi stress, namun perbedaan pada

individu akan membuat derajat, penghayatan dan reaksi stress berbeda. Derajat stress pada

ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di SLB manunggal kabupaten Tegal akan

berbeda tergantung dari penilaian kognitifnya masing-masing. Intensitas stress akan muncul

tergantung dari penghayatan terhadap bahaya yang akan terjadi. Jika ibu semakin merasa

tidak mampu dan tidak dapat mengatasinya maka stress yang dirasakan akan semakin kuat

(Lazarus, 1976).

Penghayatan stress pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus akan menuntun

kepada tahapan kedua dari penilaian kognitif, yaitu penilaian sekunder (Secondary Appraisal)

individu mengevaluasi potensi-potensi yang ada dalam dirinya, baik fisik, psikis sosial

ataupun material untuk menghadapi tuntutan lingkungan terhadap dirinya. Ketika ibu

melakukan penilaian sekunder ibu akan mengevaluasi kemampuannya untuk menghadapi

keadaan stress sebagai ibu dalam merawat anak berkebutuhan khusus dan juga ibu lebih

memahami kemampuannya dalam berelasi dengan orang lain.

Penilaian primer dan penilaian sekunder lebih didasarkan pada penilaian subyektif

individu terhadap dirinya sendiri dan terhadap situasi yang dihadapinya. Hal ini

menyebabkan kondisi stress yang dihayati secara berbeda-beda oleh setiap individu walaupun

situasi dan stressor yang di hadapi sama. (Lazarus,1984). Setelah melakukan penilaian

primer dan penilaian sekunder. Ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus akan

menentukan strategi coping strategy yang digunakan, karena pada dasarnya setiap individu

akan berusaha menyesuaikan strategi yang digunakan dengan situasi yang dihadapinya,

begitu pula dengan ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

(59)

15

Strategi Coping sendiri merupakan perubahan kognitif dan tingkah laku yang

berlangsung secara terus menerus untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang

dinilai sebagai beban atau tekanan yang melampaui sumber daya individu atau dapat

membahayakan keberadaan serta kesejahteraan individu (Lazarus, 1984). Coping strategy ini

digunakan oleh ibu untuk mengatasi situasi atau tuntutan yang menimbulkan stress pada saat

stressor datang.

Strategi Coping yang dilakukan ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di SLB

Manunggal kabupaten Tegal dipengaruhi oleh enam faktor. Kesehatan dan energi merupakan

sumber-sumber fisik yang dapat mempengaruhi ibu dalam menangani tuntutan dalam

menangani stress saat pengerjaan rencana usulan penelitian. Ibu akan lebih mudah dalam

menggunakan coping strategy ketika mereka dalam keadaan sehat. Sebaliknya jika ibu

sedang sakit atau kelelahan, maka energi untuk melakukan menanggulangi stress akan

berkurang. Faktor kedua adalah Keyakinan diri yang positif. Sikap optimis atau pandangan

positif pada kemampuan diri ibu merupakan sumber daya yang penting dalam menanggulangi

stress. Hal ini dapat membangkitkan motivasi untuk terus berupaya mencari

alternatif-alternatif penanggulangan stress yang efektif saat menghadapi dan mendidik anak ibu yang

berkebutuhan khusus. Keterampilan untuk memecahkan masalah merupakan kemampuan ibu

untuk mencari informasi, menganalisis situasi, mengidentifikasi masalah sebagai usaha dalam

mencari alternatif tindakan, mempertimbangkan, memilih dan menerapkan rencana yang

tepat dalam menanggulangi stress saat memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak.

Keterampilan ini diperoleh melalui pengalaman, pengetahuan, kemampuan intelektual atau

kognitif dalam menggunakan pengetahuan tersebut, serta kapasitas untuk mengendalikan diri.

Faktor yang keempat adalah dukungan sosial. Melalui orang lain, ibu dapat memperoleh

informasi, bantuan secara nyata dan dukungan emosional yang dapat membantu dalam

menangani stress yang dihadapi. Sumber-sumber material seperti uang, barang, serta fasilitas

(60)

16

lain yang dapat mendukung terlaksananya penanggulangan stress dengan lebih efektif. Faktor

yang terakhir adalah Keterampilan sosial. Hal ini memudahkan pemecahan masalah yang

dapat dilakukan bersama orang lain. Ini memberikan kemungkinan bagi ibu untuk

bekerja-sama serta memperoleh dukungan dari keluarga dan lingkungannya.

Lazarus membagi Coping Strategy menjadi dua yaitu problem focused form of coping

dikenal sebagai penanggulangan stress yang berpusat pada masalah berfungsi untuk mengatur

dan mengatasi masalah penyebab stress melalui perubahan relasi yang sulit terhadap

lingkungan dan emotion focused form coping dikenal sebagai penanggulangan stress yang

berpusat pada emosi berfungsi untuk mengatur respon emosional terhadap masalah yang

terdiri atas proses-proses kognitif yang ditujukan pada pengurangan tekanan emosional.

Menurut penelitian yang telah diungkapkan Lazarus (1984) bahwa orang dengan derajat

stress sedang lebih dominan menggunakan Problem Focused Form of Coping. Sedangkan

jika derajat Stress tinggi lebih dominan menggunakan Emotional Focused Form of Coping.

Problem Focused Form of Coping terdiri dari dua strategi khusus, yaitu Confrontive

coping dan Planful problem-solving. Ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di SLB

Manunggal kabupaten Tegal jika menggunakan Confrontive Coping, ibu akan berusaha

mencari cara untuk mengatasi keadaan yang menyebabkan stress. Ibu mencari informasi

sehingga ibu memahami masalah anaknya sehingga dapat mencari cara untuk menangani

masalah tersebut. Planful problem-solving, akan mengubah keadaan dengan tenang dan

berhati-hati disertai pendekatan analitis untuk memecahkan masalahnya. Misalnya ibu

menentukan langkah-langkah,mencari beragam informasi seperti melakukan terapi untuk

anaknya yang berkebutuhan khusus.

Emotional - Focused Form of Coping terdiri dari enam strategi khusus, yaitu :

Distancing, berusaha untuk menjaga jarak dalam menghadapi masalah dan berusaha

(61)

17

menciptakan pandangan yang positif. ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus berusaha

untuk dapat melepaskan diri dari permasalahan. Meliputi melakukan aktivitas lain,

menghindari masalah, menghindari terlibat dalam masalah. Self control berusaha untuk

mengatur perasaan diri serta mengatur tindakan diri sendiri. Misalnya walaupun ibu merasa

lelah dengan tugasnya yang telah dilakukan sebagai seorang ibu bagi anaknya yang

berkebutuhan khusus dan mengurus rumah, ibu mencoba mengatasi dan mengolah rasa lelah

sehingga dapat menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawabnya.

Seeking social support usaha untuk mencari dukungan dari pihak luar baik berupa

informasi bantuan nyata maupun dukungan sosial. Seperti sharing kepada ibu yang

sama-sama memiliki anak berkebutuhan khusus dan berkonsultasi dengan terapis. Accepting

responsibility usaha untuk mengakui peran dirinya dalam permasalahan yang dihadapi dan

mencoba untuk mendudukkan segala sesuatu dengan benar. Escape-avoidance ibu

menunjukan reaksi berhayal dan usaha menghindar atau melarikan diri atau menghindar dari

masalah yang dihadapi. Positive reappraisal usaha untuk menciptakan makna yang positif

dan memusatkan pada pengembangan personal dan juga melibatkan hal yang bersifat religius.

Beberapa ibu mempunyai pengertian terbatas mengenai proses tumbuh kembang anak

mereka yang mengalami Anak Berkebutuhan Khusus. Ibu yang memiliki anak Berkebutuhan

Khusus mengalami tekanan-tekanan yang lebih besar dari pada ibu yang memiliki anak

normal pada umumnya. Pengasuhan dan pendidikan yang diberikan oleh sang ibu kepada

anak Berkebutuhan Khusus sangatlah berbeda dengan anak yang normal. Hal itu menunjukan

tekanan yang hebat dan banyak menguras pikiran juga tenaga ibu yang memiliki anak

Berkebutuhan Khusus. Penolakan dari lingkungan kepada anak kesayangannya membuat ibu

tersebut mengalami tekanan. Perasaan mereka hancur dan sedih melihat kekurangan pada

anak yang dicintainya. Ibu merasa tidak mampu menjadi ibu yang baik untuk anaknya,

(62)

18

menyalahkan diri mereka dan terlebih lagi menyalahkan sang Pencipta karena mereka

dihadapkan oleh permasalahan yang berat. Merasa putus asa dan ketidak berdayaan untuk

membuat anaknya sembuh dari keterbatasan yang diderita oleh anaknya. Konflik yang

dialami oleh ibu karena tidak adanya pemenuhan harapan yang berasal dari diri sendiri dan

kenyataan, ibu juga merasa terbebani dalam memikirkan masa depan anak, kebutuhan

ekomoni meningkat, dan kebutuhan hidup anaknya yang lebih khusus untuk perkembangan

diri anak. Hal–hal tersebut dapat membuat ibu merasa tidak berdaya sehingga menimbulkan

konflik dalam diri dan frustasi dan menimbulkan tekanan emosi pada dirinya. Ibu menjadi

sulit untuk mengendalikan emosi saat merasa tertekan dan memikirkan hal yang berat

membuat pekerjaannya menjadi terganggu. Oleh karena itu, ibu harus dapat berusaha untuk

bertanggung jawab lebih besar dengan kehidupan yang dihadapinya agar masalah–masalah

yang terjadi dapat segera diatasi sehingga tidak memunculkan masalah yang tidak dapat

terselesaikan oleh ibu.

Dalam kenyataannya, ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus akan

menggunakan kedua strategi strategi tersebut untuk menanggulangi stress. Hal yang

membedakan adalah perbandingan penggunaan kedua jenis strategi, ada yang cenderung pada

Emotion Focused from Coping dan Problem Focused from of Coping.

(63)

Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran

STRESS Coping

Strategy

Emotion Focused

Distancing

Self control

Seeking social support

Accepting responsibility

Escape avoidance

Positive reappraisal

Faktor yang mempengaruhi Coping Strategy: 1. Kesehatan dan Energi

2. Keterampilan memecahkan masalah 3. Keyakinan yang positif

4. Dukungan Sosial

5. Sumber-sumber material 6. Keterampilan sosial

Primary appraisal

Secondary Appraisal

Macam Stressor :

Stressor Fisik

Stressor Psikis

Stressor Sosiokultural

(64)

18

1.6 Asumsi

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran dapat ditarik asumsi, bahwa :

1. Ibu yang memiliki anak Berkebutuhan Khusus akan mengalami tingkat stress

berbeda-beda

2. Ibu yang memiliki anak Berkebutuhan Khusus mengalami stress akan melakukan

strategi penanggulangan stress yang biasa dikenal sebagai Coping Strategy sebagai

hasil dari Primary Appraisal yang dilakukan

3. Secondary appraisal menentukan coping strategy yang akan digunakan ibu yang

memiliki anak berkebutuhan khusus.

4. Coping strategy yang digunakan Ibu yang memiliki anak Berkebutuhan Khusus akan

menunjukan perilaku dalam pemecahan terhadap masalah yang dihadapi (Problem

Focused from of Coping) dan akan menunjukan perilaku dalam hal emosi (Emotion

Focused from of Coping)

(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik suatu gambaran

umum mengenai coping strategy pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus dengan

kesimpulan sebagai berikut 30 Ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di SLB

Manunggal kabupaten Tegal

1. Ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di SLB Manunggal kabupaten Tegal mayoritas menggunakan Problem Focused form of Coping.

2. Tingkat pendidikan memiliki kaitan dalam pemilihan strategi coping yang diambil ibu sebagai strategi coping strategy yang dihadapi yaitu Problem Focused form of

Coping. Semakin tinggi pendidikan ibu, semakin ibu dapat berpikir logis yang

lebih berkembang sehingga ibu dapat lebih fokus kedalam masalah.

3. Pengaruh rentang usia ibu tidak memiliki kaitan bagaimana ibu memilih strategi

coping yang lebih dominan untuk menanggulangi stress yang dihadapi.

5.2Saran

5.2.1Saran Teoritis.

1. Peneliti menyarankan pada peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis untuk dapat

menggunakan hubungan korelasional, dalam melihat hubungan antara coping strategy

dengan data penunjang yang teliti, sehingga factor seperti usia, tingkat pendidikan dan

pekerjaan dapat mendorong muncul coping strategy tertentu dan dapat terlihat

pengaruhnya dalam penelitian.

72

(66)

73

Universitas Kristen Maranatha 2. Peneliti menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk dapat menambahkan

pertanyaan-pertanyaan dalam data penunjang sehingga dapat memperkaya hasil

penelitian, sehingga hubungan antara coping strategy dan faktor pendukung dapat

lebih rinci.

5.2.2 Saran Praktis

1. Penelitian dapat digunakan sebagai informasi bagi ibu agar dapat membantu ibu dalam

menggunakan strategi coping strategy yang sesuai dan dapat menanggulangi stress

mereka dengan tepat. Peneliti menemukan sebagian besar responden memiliki

kecenderungan untuk melakukan problem focused form of coping saat berhadapan

dengan stressor dilingkungannya. Dengan demikian para ibu dengan anak

berkebutuhan khusus harus mempelajari kemampuan untuk beradaptasi dalam

berbagai situasi stressfull yang dihadapi dilingkungannya, dengan demikian para

responden tidak hanya dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi secara langsung,

tetapi juga mampu untuk dapat menangani dampak yang muncul dari masalah yang

dihadapi yang dapat mempengarui kondisi emosional yang dihadapi. Untuk itu, para

ibu diharapkan dapat mengenali masalah yang terjadi, dan dapat menggunakan strategi

coping strategy yang tepat dalam menangani stressoryang muncul dari anak

berkebutuhan khusus.

2. Memberikan informasi mengenai coping strategy kepada guru dan staf pengajar dari

SLB, sehingga mereka dapat memberikan dukungan sosial yang dapat diberikan oleh

ibu, saat ibu tersebut menghadapi stressor yang muncul dalam lingkungannya. Dengan

dukungan sosial yang baik dari phak yang mengenali masalah yang dimiliki oleh ibu,

(67)

74

Universitas Kristen Maranatha pada saat mereka menghadapi situasi yang menjadi stressor pada saat berhadapan

dengan anak berkebutuhan khusus

3. Sebagai tinjauan, serta peningkatan mutu pelayanan bagi SLB untuk menangani siswa

dan sebagai sarana untuk memberikan informasi kepada ibu yang memiliki anak

berkebutuhan khusus terhadap penanggulangan stress yang digunakan oleh ibu,

disarankan sekolah SLB dapat memberikan pelatihan mengenai penanganan masalah

yang umum terjadi pada anak berkebutuhan khusus, untuk menambah pengetahuan

(68)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI COPING STRATEGY PADA IBU

YANG MEMILIKI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SLB

MANUNGGAL KABUPATEN TEGAL

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Falkultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh :

Melissa Hardiyanti

0730017

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

(69)
(70)
(71)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih, hikmat dan pimpinan

yang selalu menyertai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian

ini sesuai pada waktu yang ditentukan.

Laporan penelitian ini merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan dalam

rangka memenuhi persyaratan akademik untuk menempuh mata kuliah Skripsi. Adapun

penelitian ini diberi judul “Studi Deskriptif Mengenai Coping Stress pada Ibu yang

Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di SLB Manunggal Kabupaten Tegal”.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan tugas penelitian ini :

1. Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karunia, sehingga peneliti bisa menyelesaikan

tugas akhir penelitian ini.

2. Dr. Irene P. Edwina, M. Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Kristen Maranatha.

3. Robert Oloan Rajaguguk., Ph.D, Psikolog selaku dosen pembimbing utama dengan

sabar membimbing, membagikan ilmu, mengarahkan, dan memberikan motivasi

bagi peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir.

4. Cakrangadinata, M.Psi.,Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping, yang telah

dengan sabar membimbing, mengarahkan, dan meluangkan waktunya bagi peneliti

(72)

5. Seluruh staff pengajar Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha yang telah

memberikan berbagai ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi peneliti

6. Papah, mamah dan adikku yang selalu memberikan motivasi, dan tidak lelah untuk

mendengarkan keluh kesah dari peneliti, juga terima kasih untuk doa dan

pesan-pesan yang membuat peneliti dapat terus untuk berjuang.

7. Untuk sahabat-sahabat dan kekasih terbaik khususnya Yonatan, Zipporayati dan

teman – teman yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu yang memberikan

motivasi, dan tenaga untuk peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan berkatNya kepada semua

pihak yang telah membantu peneliti dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca dan semua pihak yang memerlukan

Bandung, Juni 2016

Peneliti

(73)

DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo

Handojo, Y. 2003. Autisma : Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk Mengajar

Anak Normal, Anak Berkebutuhan Khusus dan Perilaku Lain. PT. Bhuana Ilmu

Populer.

Lazarus, R. S., & Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal and Coping. New York : Springer Publishing Company.

Monat, Alan., & Lazarus, R. S., 1991. Stress and Coping An Anthology. New York : Columbia University Press.

Santrock. John W. 2004. Life Span Development. Penerbit : Erlangga Indonesia. Jakarta. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Februari 2009. Pedoman Penulisan

Skripsi Edisi Revisi III. Bandung.

Guilford, J.P.. 1995, Fundamental Statistic in Psychology And Education. 3rd Ed. New

York : McGraw-Hill Book Company, Inc.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametik untuk Ilmu-ilmu Sosialm, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo

Heiman. 2002. Journal of Developmental and Physical Disabilities, Vol 14. No 2. Plenum Publishing Corpoation.

Soemantri, Dra. Hj. T Sutjihati, M. Si, pdi. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa: Bandung Refika Aditama.

Gambar

Tabel  Validitas dan Reabilitas
Tabel L3.1 Tabulasi silang Problem Focused dan Planfull Problem Solving
Table L3.4 Tabulasi silang Emotion Focused dan Self Controling
Table 3.7 Tabulasi silang Emotion Focused Dan Escape Avoidance
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tesis dengan judul “ ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR FUNDAMENTAL, SKALA PERUSAHAAN DAN JENIS KOMODITI TERHADAP DAYA TAHAN PERUSAHAAN INDUSTRI MANUFAKTUR PADA KRISIS

( 3) Perat uran t ent ang Sanksi Kecurangan Akadem ik diat ur t ersendiri dengan keput usan

Tesis dengan judul “ ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR FUNDAMENTAL, SKALA PERUSAHAAN DAN JENIS KOMODITI TERHADAP DAYA TAHAN PERUSAHAAN INDUSTRI MANUFAKTUR PADA KRISIS

(1) Program kerjasama pendidikan adalah bentuk kerjasama penyelenggaraan pembelajaran dan alih kredit antara UMM dengan perguruan tinggi lain baik dari dalam maupun

Hasil penelitian ini untuk memberikan informasi mengenai hubungan kualitas hidup dan kehilangan pasangan pada lansia di Desa Beji Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten

Menurut Fried-Booth (2012), berikut ini hal-hal yang terkait dengan showtime project work dan prosedur pelaksanaan: (a) Rentang usia: remaja, (b) Alokasi

Question

[3.10.6] Bahwa terhadap dalil Pemohon yang menyatakan ketiadaan tolok ukur dalam Pasal 21 UU PTPK dapat membuat penegak hukum bertindak sewenang- wenang bahkan menjadikannya