• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Akibat Hukum Alasan Penolakan Bilyet Giro yang Tidak Sesuai dengan Fakta dan Perlindungan bagi Pihak Ketiga Dikaitkan dengan Peraturan Perundang-Undangan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Akibat Hukum Alasan Penolakan Bilyet Giro yang Tidak Sesuai dengan Fakta dan Perlindungan bagi Pihak Ketiga Dikaitkan dengan Peraturan Perundang-Undangan."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

vii

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA PERUNDANG-UNDANGAN

Annisa Safitri Septiyani

(1187079)

Bank sebagai lembaga intermediasi yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit. Dalam kegiatannya bank menghasilkan produk dan jasa perbankan,salah satunya adalah bilyet giro. Bilyet giro merupakan salah satu produk perbankan yang banyak digunakan dalam transaksi bisnis. Berdasarkan ketentuan dalam SKBI No.28/32/KEP/DIR/1995 bilyet giro hanya dapat dialihkan satu kali yaitu antara penarik dan pembawa pertama. Namun, dalam praktinya terjadi masalah yaitu penerbitan Bilyet Giro yang dengan sengaja mengosongkan bagian nama penerima sehingga bilyet tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain dan menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga. Disisi lain bilyet giro ditolak oleh pihak bank dengan alasan diblokir oleh penerbit. Penatausahaan bilyet giro yang dilakukan tidak sesuai dengan fakta akan menimbulkan sanksi bagi pegawai bank tersebut sehingga perlu dikaji perihal akibat hukum alasan penolakan bilyet giro yang tidak sesuai dengan fakta dan perlindungan hukum bagi pihak ketiga.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan. Tipe penelitian bersifat deskriptif analitis yaitu dilakukan dengan mengumpulkan data dalam literatur, perundang-undangan. Melalui metode ini, sasaran yang hendak dicapai adalah dapat diperoleh analisis mengenai perlindungan bagi pihak ketiga karena penerbitan bilyet giro yang menyimpangi syarat formil dan akibat hukum dari penatausahaan bilyet giro yang tidak sesuai dengan fakta.

Penelitian ini menjelaskan bahwa peralihan bilyet giro yang terjadi secara berulang-ulang tidak menimbulkan tanggungjawab apapun dari pihak bank kepada pihak ketiga. Perbuatan bank dalam hal ini pegawai bank yang tidak melakukan ketaatan terhadap peraturan perbankan dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administratif, sanksi perdata dan sanksi pidana. Bank hanya dapat dikenakan sanksi administratif karena sampai saat ini hukum di Indonesia belum bisa memidana korporasi. Peraturan mengenai bilyet giro masih harus dilengkapi agar mengatur mengenai peralihan dan sanksi terhadap peralihan bilyet giro. Dalam blanko bilyet giro perlu dibuat klausula yang menyatakan bahwa peralihan bilyet giro sepenuhnya menjadi tanggungjawab yang mengalihkan, agar pihak pengguna bilyet giro menjadi berhati-hati.

(2)

vii that used in business transaction. Based on SKBI NO.28/32/KEP/DIR/1995, transfer form can only be switched once by the receiver of bilyet giro and first carrier. However, in practice, there is a problem regarding to transfer form publication that intentionally leave the name of receiver blank so that that form can be switched to the other people and it results disadvantage to the third person. On the other side, the transfer form is rejected by bank and the reason is rejected by the publisher. Administration transfer form that is carried out is not in accordance with the facts will lead to sanction against the bank employee. Therefore, that needs to be studied regarding to the legal consequence of rejection reasons due to the fact and legal protection for third parties

The method used in this research is normative juridical approach which is the approach legislation. Analytical descriptive research is carried out by collecting data in the literature and legislation. Through this method, the target that will be achieved is obtained by analysis of protection for third party. Since the publication of transfer form deviates the formal requirement and the legal consequence of the administration of transfer form. So that it is not in accordance with the fact.

This research explains that the transition of bilyet giro that happens repeatedly

does not create any responsible from the bank to the third party. The bank’s action, in

this matter the employee who does not obey the banking’s regulation, can be charged with administrative, civil and crime sanctions. The bank only can be charged with administrative sanction because until this time the law in Indonesia has not had the authority to give the penalty to corporations. The regulation about bilyet giro must be completed in order to manage the handover and its sanctions. There is a need to make a clause based on the bilyet giro form, which stated that a bilyet giro handover is on the

party’s own responsibility, so that the party who use the bilyet giro must be cautious.

(3)

viii

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

LEMBAR JUDUL………. i

PERNYATAAN KEASLIAN………... ii

LEMBAR PENGESAHAN……….. iii

PERSETUJUAN PANITIA SIDANG………. iv

KATA PENGANTAR………... v

ABSTRAK………. vii

DAFTAR ISI……….. viii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A.Latar Belakang Masalah……….. 1

B.Identifikasi Masalah……… 10

C.Tujuan Penelitian………. 11

D.Kegunaan Penelitian……… 11

E.Kerangka Pemikiran……… 12

F. Metode Penelitian……… 20

G.Sistematika Penulisan……….. 22

BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM PERBANKAN INDONESIA……… 25 A.Tinjauan Normatif Aktivitas Perbankan di Indonesia………. 25

1. Pengertian Bank……… 25

2. Landasan Yuridis Kegiatan Perbankan Di Indonesia………. 26 3. Asas, Fungsi Dan Tujuan Bank……….. 28

B.Peranan Bank Dalam Lalu Lintas Pembayaran………... 34

(4)

ix

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Pembayaran……….

a. Pengiriman Uang……… 39

b. Inkaso………. 40

c. Kliring……… 41

d. Kartu Kredit………... 42

e. Perdagangan Valuta Asing……… 45

f. Letter of Credit……….. 46

C.Surat Berharga dan Surat Yang Mempunyai Harga……….... 47

1. Surat Berharga……… 47

a. Pengertian Surat Berharga……….. 47

b. Ciri-Ciri Surat Berharga……….. 50

c. Sumber Pengaturan Surat Berharga………... 53

d. Jenis-Jenis Surat Berharga………. 54

1) Surat Wesel……… 54

2) Surat Sanggup……… 56

3) Cek………. 57

4) Promes Atas Tunjuk……….. 59

5) Saham ………... 60

6) Obligasi………. 60

7) Saham……… 61

e. Tujuan Penggunaan Surat Berharga………... 61

f. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Penerbitan Surat Berharga………. 62 g. Hubungan Hukum Antara Para Pihak……… 64

(5)

x A.Pengertian, Karakteristik dan Dasar Hukum Penggunaan Bilyet Giro Dalam Transaksi Keuangan……….. 83 1. Pengertian Bilyet Giro……… 83

2. Karakteristik bilyet Giro Sebagai Surat yang Mempunyai Harga………... 86 3. Dasar Hukum Penerbitan Bilyet Giro………. 89

B.Syarat Formal dan Prosedur Penggunaan Bilyet Giro………. 91

1. Syarat Formal Bilyet Giro………... 91

2. Prosedur dan Tahapan Penggunaan Bilyet Giro…………. 96

a. Tata Cara Penerbitan Bilyet Giro………... 96

b. Pengisian Bilyet Giro………. 97

c. Peredaran Bilyet Giro………. 98

d. Kewajiban Penarik Menyediakan Dana………... 100

e. Pembatalan Bilyet Giro……….. 104

f. Pemindahbukuan Bilyet Giro………. 105

g. Penolakan Bilyet Giro……… 105 C.Penyimpangn Syarat Formal dan Prosedur Penggunaan

Bilyet Giro dalam Praktik Transaksi Pembayaran…………..

109

BAB IV ANALISIS AKIBAT HUKUM ALASAN PENOLAKAN

BILYET GIRO YANG TIDAK SESUAI DENGAN FAKTA

DAN PERLINDUNGAN BAGI PEMBAWA BILYET

GIRO………

(6)

xi

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 1. Analisis Akibat Hukum Penyimpangan Penerbitan Bilyet

Giro……….

116

2. Analisis Perlindungan Hukum bagi Pihak Ketiga……….. 122

a. Hubungan Hukum antara Penerbit dan Pemegang Pertama………... 124 b. Hubungan Penerima Pertama dengan Pemegang Selanjutnya………. 125 c. Hubungan antara Penerbit dan Bank ………. 125

d. Hubungan Hukum antara Penerbit dengan Penerima Terakhir……….. 126 B.Akibat Hukum Atas Tindakan Penolakan Pemindahbukuan Bilyet Giro Yang Tidak Sesuai Dengan Fakta……… 130 1. Pertanggungjawaban Hukum Administrasi……… 130

2. Pertanggungjawaban Hukum Perdata………. 134

3. Pertanggungjawaban Pidana………... 139

BAB V PENUTUP………... 147

A.Kesimpulan……….. 147

B.Saran……… 148

DAFTAR PUSTAKA 149

(7)

1

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, menuntut para pelaku bisnis dapat melakukan segala transaksi dengan lebih cepat, tepat, dan mudah mengikuti laju perekonomian. Untuk mempermudah segala transaksi bisnis, bank hadir sebagai salah satu lembaga keuangan yang dapat menjawab tantangan perkembangan zaman dengan tuntutan segala aktifitas bisnis dilakukan dengan cepat, mudah, dan praktis. Bank adalah bagian yang tidak terpisahkan dari aktifitas bisnis dalam sistem keuangan dan sistem pembayaran, serta merupakan salah satu pilar penopang perekonomian negara dalam rangka memajukan kesejahteraan rakyat.

Bank sebagai lembaga intermediasi, memiliki fungsi sebagai perantara keuangan. Dalam peranannya tersebut, terdapat hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang saling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya dapat melakukan kegiatan dan mengembangkan banknya, apabila masyarakat “percaya” untuk

(8)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA menyalurkan kembali dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa perbankan.1

Keberadaan bank pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Selanjutnya disingkat Undang-Undang Perbankan), Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Berdasarkan pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi dalam sistem hukum perbankan di Indonesia.

Bank menghimpun dana dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit. Pengertian simpanan dari Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perbankan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Pada Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan memberikan batasan terhadap kredit, yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

1

(9)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Perkembangan dunia perdagangan dan bisnis yang berkembang dengan sangat pesat, yang dapat dilihat dari meningkatnya volume perdagangan. Sejalan dengan hal tersebut, dunia bisnis pun dituntut untuk semakin cepat dan mudah dalam menjalankan transaksinya. Selain menuntut kecepatan dalam bertransaksi, dunia bisnis juga menuntut keefisienan yang secara administratif tidak rumit. Namun demikian setiap transaksi harus memperhatikan aspek keamanan dalam bertransaksi. Apabila aspek keamanan ini diabaikan, akan menimbulkan kerugian yang besar bagi para pelaku bisnis.

Untuk memenuhi tuntutan tersebut, diciptakanlah surat berharga. Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang, tetapi pembayaran tersebut tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang melainkan dengan alat bayar lain yang berupa surat yang memuat perintah kepada pihak ketiga atau pernyataan sanggup membayar kepada pemegang surat tersebut. Adapun fungsi utama surat berharga adalah :

1. Sebagai alat pembayaran;

(10)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi).

Disamping surat berharga ada yang dikenal dengan surat yang berharga. Surat yang mempunyai harga (papier van waarde) adalah surat yang memang diterbitkan hanya sebagai bukti diri bagi pemegangnya, yaitu orang yang berhak atas apa yang terdapat didalamnya. Adapun ciri-ciri dari surat yang mempunyai harga adalah :

1. Surat yang melekat suatu hak;

2. Sulit untuk dipindahtangankan atau dialihkan;

3. Klausula rekta, adalah klausula yang terdapat dalam surat berharga yang biasanya berbunyi “tidak atas penggantiatau “tidak kepada

pengganti”.

Pada penelitian ini hanya akan difokuskan kepada pembahasan mengenai bilyet giro. Bilyet giro sebenarnya merupakan jenis surat yang termasuk dalam golongan surat yang mempunyai harga (papier van waarde), dan bukan masuk dalam golongan surat berharga (waarde

papier). Bilyet giro dimasukkan dalam kelompok surat yang mempunyai

harga karena dalam bilyet giro tidak terdapat klasula untuk memindahkan. Bilyet giro ini timbul karena kebutuhan praktik dalam praktik sehari-hari guna pembayaran giral.

(11)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA (selanjutnya disebut SKBI tentang Bilyet Giro). Pasal 1 huruf d SKBI tentang Bilyet Giro disebutkan, bilyet giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana, untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening bersangkutan pada rekening pemegang yang disebutkan namanya.

Dalam SKBI tentang Bilyet Giro mengenai pengertian bilyet giro telah memberikan gambaran bahwa bilyet giro tidak dapat dialihkan atau dipindahtangankan dari tangan ke tangan maupun melalui endosemen. Ketentuan ini juga ditegaskan dengan pernyataan yang terdapat pada bagian belakang lembaran bilyet giro yang memuat kata-kata “endosemen atau penyerahan tidak diakui”, dengan demikian jelas bahwa bilyet giro tidak dapat dialihkan.

(12)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Dilihat dari syarat formil bilyet giro diketahui bahwa bilyet giro berklausula atas nama, yang mengharuskan dicantumkannya nama pihak penerima pemindahbukuan dana dan jika perlu beserta alamatnya.2 Jadi jelas disini terlihat bahwa pembayaran bilyet giro dilakukan atas nama, artinya hanya yang namanya tercantum yang berhak menerima dana melalui pemindahbukuan.

Terkait masalah bilyet giro, hubungan hukum terjadi hanya antara penarik dengan penerima. Hal ini disebabkan bahwa bilyet giro diterbitkan atas nama sehingga yang terjadi hanya hubungan antara penarik dan penerima. Seperti yang tercantum dalam pasal 1340 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat menjadi KUHPerdata) yang menyatakan bahwa Persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.

Dalam praktiknya biasanya bilyet giro sengaja diterbitkan oleh penerbit dengan tidak mencantumkan nama penerima dan nama bank penerima. Apabila hal ini terjadi, maka ini memungkinkan pihak yang pertama menerima bilyet giro dari penerbit untuk mengalihakn bilyet giro kepada pihak lain. Biasanya pihak yang mengalihkan bilyet giro ini membubuhkan tandatangan dan cap/stempel pada bagian belakang bilyet giro tersebut yang membenarkan bahwa bilyet giro itu berasal dari dia dan bertanggungjawab terhadap pihak yang menerima pengalihan apabila

2

(13)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA terjadi sesuatu hal yang menghambat pembayaran bilyet giro tersebut misalnya, bilyet giro kosong.

Dari fakta di atas berarti sudah terjadi pelanggaran terhadap syarat formal bilyet giro yang mengharuskan penulisan nama penerima dan bank penerima. Apabila terjadi pengalihan bilyet giro dengan ketentuan yang melanggar syarat formil tersebut, dan pengalihan bilyet giro ternyata jatuh kepada orang yang tidak tepat, dalam penelitian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai apakah ada perlindungan bagi pihak ketiga.

(14)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Pada dasarnya bank boleh menolak pemindahbukuan bilyet giro sebagaimana yang terdapat pada SEBI 9/13/2007 apabila memenuhi salah satu alasan di antara ke-22 alasan yang tercantum di dalamnya, salah satunya adalah apabila bilyet giro tersebut hilang namun harus disertai dengan bukti surat kehilangan.

Terkait dengan penolakan Bilyet Giro oleh Bank Tertarik, Bank tertarik wajib menerbitkan Surat Keterangan Penolakan (SKP) dengan ketentuan :

1. jika Bank Tertarik menolak pembayaran atau pemindahbukuan Bilyet Giro dengan menggunakan alasan di luar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, Bank Tertarik tersebut harus dapat mempertanggungjawabkan penolakan tersebut atas dasar ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan melaporkannya kepada Bank Indonesia;

2. bank Tertarik wajib memberitahukan alasan penolakan kepada Pemegang disertai dengan pengembalian Bilyet Giro yang ditolak; 3. bank Tertarik wajib memberitahukan alasan penolakan

sebagaimana dimaksud kepada Penarik;

4. bank wajib menatausahakan penolakan Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolak dengan alasan apapun secara lengkap dan benar;

(15)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA SKP tidak sesuai dengan fakta. Salah satu contoh kasus yang diangkat dalam tulisan ini diuraikan sebagai berikut : Bank X merupakan sebuah bank yang terletak di kota Tasikmalaya. Pengusaha A membuka rekening giro di Bank X dan mendapatkan bilyet giro. Pengusaha A melakukan kegiatan bisnis dengan B, namun dalam transaksi pembayarannya A tidak membayarnya secara tunai melainkan dengan menerbitkan bilyet giro dan memberikannya kepada B. Pada lain waktu, B melakukan suatu kegiatan bisnis dan pada saat melakukan pembayaran, B memberikan bilyet giro yang berasal dari A kepada C. Pada saat C akan mencairkan bilyet tersebut kepada Bank X, Bank X menolak pemindahbukuan bilyet giro tersebut dengan alasan bahwa bilyet giro tersebut diblokir oleh A karena bilyetnya hilang, tetapi Bank tidak mempunyai bukti surat keterangan hilang dari pihak kepolisian atas kehilangan bilyet giro milik A. Setelah diketahui, ternyata A memblokir bilyet giro karena B diduga terlibat tindak pidana penipuan, hal ini disertai dengan bukti laporan dari pihak kepolisian. Namun pihak Bank X justru membuat SKP dengan dasar bilyet giro hilang.

(16)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA kepercayaan dari masyarakat. Topik mengenai hal ini ada peneliti lain yang membahas, namun dilihat dari sudut pandang perlindungan bagi pembawa bilyet giro kosong oleh : Anggi Febriando, Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Bilyet Giro Dalam Hal Penerbitan Bilyet Giro Kosong, Jurnal, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2013.

Untuk membahas mengenai permasalahan ini lebih lanjut, penulis tertarik untuk mengambil judul “TINJAUAN YURIDIS AKIBAT

HUKUM PENOLAKAN BILYET GIRO YANG TIDAK SESUAI

DENGAN FAKTA DAN PERLINDUNGAN BAGI PIHAK KETIGA

DIKAITKAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar Belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah penerbitan Bilyet Giro yang tidak mencantumkan secara lengkap syarat formil sesuai dengan Surat Keputusan Bank Indonesia No.28/32/KEP/DIR/1995 dapat memberikan perlindungan bagi pembawa atau pihak ketiga?

(17)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengkaji dan memahami mengenai penerbitan Bilyet Giro yang tidak mencantumkan secara lengkap syarat formil sesuai dengan Surat Keputusan Bank Indonesia No.28/32/KEP/DIR/1995 dapat memberikan perlindungan bagi pembawa atau pihak ketiga. 2. Untuk mengkaji dan memahami alasan penolakan pemindahbukuan

yang dilakukan oleh bank tertarik yang pencatatannya tidak sesuai dengan fakta dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ke dalam unsur-unsur pidana.

D. Kegunaan Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu :

1. Kegunaan teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun masyarakat umum serta diharapkan dapat memberi manfaat dalam bentuk sumbang saran untuk perkembangan ilmu hukum pada umumnya terutama dalam hukum perbankan khususnya dalam hal bilyet giro di Indonesia.

2. Kegunaan praktis

(18)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi dunia perbankan dalam upaya menghindari penolakan pemindahbukuan bilyet giro yang tidak sesuai dengan fakta. c. Sebagai data sekunder bagi mahasiswa lainnya yang hendak

meneliti permasalahan yang sama.

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah butir-butir pendapat mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis. Kerangka teori merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis menjadi landasan, acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan,3 sedangkan teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris.

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting sebagai sarana untuk merangkum serta memahami dan menyelesaikan masalah dengan lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa dipersatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan mensistemasikan masalah yang dibicarakan.4

3

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung: 2004, hlm. 72.

4

(19)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori surat berharga, yaitu :

1. Teori Kreasi Atau Teori Penciptaan (Create Theori).

Menurut teori ini yang menjadi dasar terikatnya penerbit dengan pemegang surat berharga yang terakhir, yaitu “perbuatan

menandatangani surat berharga ketika pertama kali diterbitkannya.”

Dengan menandatangani surat berharga tersebut, penerbit menjadi terikat dengan siapa saja yang memegang surat berharga sehingga penerbit harus tetap membayar, walaupun di antara penerbit dan pemegang surat berharga tersebut tidak ada hubungan hukum. 2. Teori Kepantasan (Redelijkheidstheorie).

Menurut teori kepantasan, penerbit tidak terikat kepada semua pemegang surat berharga. Penerbit hanya terikat kepada pemegang yang pantas saja. Yang dimaksud dengan “pemegang yang pantas”

adalah pemegang yang mendapatkan surat berharga tidak dengan cara melawan hukum atau dengan jalan halal atau mendapatkan surat berharga tersebut secara pantas atau lazim, yang diakui masyarakat dan dilindungi oleh hukum.

3. Teori Perjanjian (Overeenkomsttheorie).

(20)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA pertama, pemegang yang pertama dapat mengalihkan surat berharga tersebut kepada pihak lain dan penerbit tetap terikat dengan pihak lain tersebut. Apabila pemegang yang pertama mengalihkan kepada pemegang lainnya tersebut atas dasar perjanjian yang pernah dibuatnya dengan pemegang yang pertama.

4. Teori Perjanjian Dengan Tambahan.

Menurut teori ini tanggung jawab penerbit dengan pemegangnya yaitu tetap pada perjanjian yang pertama kali dibuat, yaitu antara penerbit dan pemegang yang pertama. Bila surat berharga tersebut dipindahtangankan kepada pemegang lain, maka tanggung jawab penerbit kepada pemegang yang selanjutnya yaitu berdasarkan hukum positif yang ada.

5. Teori Penunjukan.

Menurut teori ini yang menjadi dasar hukum mengikatnya penerbit dengan pemegang yang terakhir, yaitu perbuatan penunjukan surat berharga kepada penerbit atau debitur. Jika surat berharga tersebut oleh pemegangnya ditunjukkan kepada penerbitnya, maka penerbit saat itu akan terikat kepada siapa saja yang membawa surat berharga tersebut menjadi dasar terikatnya penerbit terhadap pemegang surat berharga.

(21)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya bank wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. 5

Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik.6 Arti dari prinsip kehati-hatian sendiri adalah prinsip pengendalian risiko melalui penerapan peraturan perundang-undangan ketentuan yang berlaku secara konsisten. Tujuan dari penerapan prinsip kehati-hatian ini adalah untuk menjaga aktivitas di dalam bank agar berjalan dengan aman, sehat, dan stabil. Penerapan prinsip kehati-hatian berkaitan dengan tulisan ini adalah Bank harus konsisten dalam melakukan kegiatannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun dalam kenyataannya dalam kasus yang diangkat dalam tulisan ini, bank tidak konsisten dalam memberikan keterangan mengenai alasan penolakan pemindahbukuan bilyet giro. Ketidakkonsistenannya bank dapat dilihat dari pengungkapan alasan yang disampaikan oleh bank untuk penolakan pemindahbukuan bilyet giro yang tidak sesuai dengan faktanya.

5

Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Gramedia Pustaka Utama, 2001, hlm. 18.

6

(22)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Berkaitan dengan prinsip kehati-hatian pengaturan mengenai prinsip ini dapat dapat ditemukan di dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang mempertegaskan kembali mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian itu diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank, yakni dalam Pasal 29 Undang-Undang Perbankan. Berdasarkan prinsip kehati-hatian yang diatur dalam pasal 29 Undang-Undang Perbankan tersebut, maka tidak ada alasan apapun bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatannya. Artinya, bahwa segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat bank dalam menjalankan kegiatannya harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar setiap perbuatannya dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.

Pertanggungjawaban hukum dapat berupa pertanggungjawaban perdata, pertanggung jawaban administratif dan pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban perdata berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata, sebagai berikut :

“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada orang

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

(23)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 1365 KUHPerdata tersebut, yaitu: ada perbuatan, perbuatan tersebut melawan hukum, ada kesalahan, ada kerugian, ada hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian.

Ada beberapa kemungkinan penuntutan yang dapat didasarkan pada pasal 1365 KUHPerdata, yaitu7 :”

1) “Ganti rugi atas kerugian dalam bentuk uang;

2) Ganti rugi atas kerugian dalam bentuk natura atau dikembalikan dalam keadaan semula;

3) Pernyataan bahwa perbuatan adalah melawan hukum; 4) Larangan dilakukannya perbuatan tertentu;

5) Meniadakan sesuatu yang diadakan secara melawan hukum; 6) Pengumuman keputusan dari sistem yang telah diperbaiki.” Pertanggung jawaban administratif pertanggung jawaban atau sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat administrasi. Bentuk sanksi bagi pelanggar administratif berupa denda, pembekuan hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin, penghentian sementara pelayanan administrasi serta tindakan administratif.

Pertanggung jawaban pidana adalah bentuk pertanggungjawaban yang dikenakan kepada seseorang yang melakukan tindak pidana. Bentuk pertanggung jawaban pidana menurut Pasal 10 KUHPidana yaitu terdiri dari hukuman pokok dan hukuman tambahan. Hukuman pokok terbagi menjadi hukuman mati, hukuman penjara, hukuman kurungan dan

7

(24)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA hukuman denda. Hukuman tambahan terbagi menjadi pencabutan beberapa hak tertentu, perampasan barang tertentu dan keputusan hakim.

Subjek hukum pidana yang termasuk di dalamnya adalah korporasi yang dalam tulisan ini akan difokuskan kepada bank. Bank sebagai korporasi yang tidak mempunyai sikap batin sebagaimana yang terdapat pada manusia, akan sulit untuk menentukan ada atau tidaknya unsur kesalahannya. Berdasarkan hal tersebut, yaitu bahwa korporasi sebagai subjek hukum pidana, maka hal ini menimbulkan permasalahan yang menyangkut pertanggungjawaban dalam hukum pidana, yaitu apakah badan hukum dapat mempunyai kesalahan baik berupa kesengajaan atau kealpaan. Sebab bagaimanapun kita masih menganut asas “tiada pidana tanpa kesalahan” oleh sebab itu sanksi pertanggungjawaban pidana pada

korporasi didasarkan pada kriteria tertentu.

Doktrin yang membenarkan pertanggungjawaban pidana korporasi adalah Strict Liability atau yang disebut juga pertanggungjawaban tanpa kesalahan. Sutan Remi Sjahdeni mengatakan “Dalam hukum pidana yang

terjadi belakangan, diperkenalkan pula tindak pidana yang pertanggungjawaban pidananya dapat dibebankan kepada pelakunya sekalipun pelakunya tidak memiliki mens rea yang disyaratkan. Cukuplah apabila dapat dibuktikan bahwa pelaku tindak pidana telah melakukan actus reus, yaitu melakukan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan

(25)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA pidana.” 8

Maksudnya adalah pertanggungjawaban pidana dapat dikenakan kepada pelakunya apabila dapat dibuktikan bahwa pelaku tersebut melanggar ketentuan yang diancam dengan pidana atau tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangannya.

Doktrin kedua yang membenarkan pertanggungjawaban korporasi adalah Vicarious Liability atau yang lazim disebut dengan pertanggungjawaban pengganti. Pada dasarnya doktrin vicarious liability ini didasarkan pada prinsip “employment principle”.9 Yang dimaksud

dengan prinsip employment principle dalam hal ini, bahwa majikan (employer) adalah penanggung jawab utama dari perbuatan para buruhnya atau karyawannya.

Berdasarkan doktrin pertanggungjawaban pengganti ini, seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan atau kesalahan atau perbuatan dan kesalahan orang lain. Namun, teori ini hanya dibatasi pada keadaan tertentu, di mana majikan (korporasi) hanya bertanggung jawab atas kesalahan salah pekerja yang masih dilakukan dalam ruang lingkup pekerjaannya.10 Rasionalitas penerapan teori ini adalah karena majikan (korporasi) memiliki kontrol dan kekuasaan atas mereka dan keuntungan yang mereka peroleh secara langsung dimiliki oleh majikan (korporasi).

8

Sutan Remi Sjahdeni, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta: Grafiti Pers, 2006, hlm,78.

9

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cetakan ke-2 Edisi Revisi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 249.

10

(26)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Jadi, dalam hal ini pertanggungjawaban pengganti ini hanya dapat diterapkan apabila dapat dibuktikan bahwa ada hubungan atasan dan bawahan antara majikan (korpoasi) dengan buruh atau karyawan yang melakukan tindak pidana.

Dari kesenjangan antara peraturan dan fakta yang terjadi, dalam tulisan ini penulis akan melakukan analisis lebih lanjut mengenai akibat hukum alasan penolakan pemindahbukuan yang tidak sesuai dengan fakta yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga dan analisis sanksi yang dapat diterapkan bagi korporasi dalam hal ini adalah bank.

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yang dalam hal ini penulis dituntut untuk mengkaji kaedah hukum yang berlaku. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru (suatu tesis) dan kebenaran-kebenaran induk (teoritis).

(27)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA menjadi penting sebab pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika menyelesaikan isu hukum yang dihadapi. Pandangan/doktrin akan memperjelas ide-ide dengan memberikan pengertian-pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan..

2. Data Sekunder

Sumber Data yang berupa bahan hasil penelitian kepustakaan diperoleh dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, antara lain berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Hukum Perbankan, Bilyet Giro, Tindak Pidana Perbankan.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, antara lain berupa buku atau literatur, tulisan atau pendapat para pakar yang dituangkan dalam makalah-makalah (artikel) tentang Hukum Perbankan, Bilyet Giro, Tindak Pidana, dan dokumen-dokumen lain yang terkait dengan pembahasan yang akan ditulis, yang diperoleh dari instansi-instansi perbankan atau lembaga-lembaga terkait baik secara langsung ke instansi atau lembaga tersebut, maupun melalui website atau internet.

(28)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin,

pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, dan karya ilmiah lainnya.

4. Metode Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang telah diperoleh dan disusun sistematis, kemudian ditarik kesimpulan. Dan kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu dengan cara berpikir yang mendasar pada hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan secara khusus.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan Penelitian ini tersusun atas sistematika sebagai berikut ini :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi uraian mengenai : Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM PERBANKAN DI INDONESIA

(29)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA dengan fakta atau kasus yang sedang dibahas. Disamping itu juga dapat disajikan mengenai berbagai asas atau pendapat yang berhubungan dan benar-benar bermanfaat sebagai bahan untuk melakukan analisis terhadap fakta atau kasus yang sedang diteliti pada BAB IV.

BAB III ASPEK HUKUM PENGGUNAAN BILYET GIRO DALAM TRANSAKSI KEUANGAN

Dalam bab ini berisi uraian mengenai Bilyet Giro secara spesifik, penguraian aspek-aspek hukum mengenai Bilyet Giro secara deskriptif.

BAB IV ANALISIS AKIBAT HUKUM ALASAN PENOLAKAN PEMINDAHBUKUAN BILYET GIRO TIDAK SESUAI DENGAN FAKTA DAN PERLINDUNGAN BAGI PEMBAWA BILYET GIRO

Pada bab ini penulis akan memberikan uraian pembahasan mengenai akibat hukum alasan penolakan pemindahbukuan bilyet giro yang tidak sesuai dengan fakta dan perlindungan bagi pihak ketiga.

BAB V PENUTUP

(30)
(31)

147

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA A. KESIMPULAN

Dari pembahasan mengenai Tinjauan Yuridis Akibat Hukum Penolakan Bilyet Giro Yang Tidak Sesuai Dengan Fakta dan Perlindungan Bagi Pihak Ketiga, dapat diambil kesimpulan sebaga berikut:

Dari penjelasan bab I sampai IV diketahui bahwa antara penerbit dengan penerima mempunyai hubungan hukum yaitu perjanjian jual beli, antara penerima dengan pihak ketiga hubungan yang terjadi juga perjanjian jual beli. Namun antara penerbit dengan pihak ketiga tidak terjadi hubungan hukum sama sekali, sehingga pihak ketiga menjadi tidak mendapat perlindungan hukum.

(32)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA dikenai pertanggungjawaban apapun. Pihak ketiga meminta pertanggungjawaban kepada pihak darimana ia mendapatkan bilyet giro tersebut.

2. Alasan penolakan pemindahbukuan bilyet giro yang tidak sesuai dengan fakta menyebabkan pegawai bank dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana hanya dapat dikenakan kepada pegawai bank, karena sampai saat ini dalam hukum pidana Indonesia yang bisa bertanggungjawab hanya subjek hukum dalam bentuk orang. Jika dikaitkan dengan doktrin Vicarious Liability, yaitu pertanggungjawaban pengganti yang dapat dikenakan kepada korporasi terhadap kesalahan pegawainya namun karena tidak terbukti salah satu unsur yaitu adanya keuntungan yang diterima oleh korporasi atas tindakan yang dilakukan oleh pegawai bank maka bank tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana. Selain pertanggungjawaban pidana yang dapat dimintakan kepada pegawai bank, bank dapat dikenakan sanksi perdata atau administrasi.

B. SARAN

(33)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA giro perlu dilengkapi agar dapat mengantisipasi permasalahan mengenai bilyet giro.

2. Agar para pelaku bisnis yang menggunakan bilyet giro dalam transaksinya mengisi secara lengkap blanko bilyet giro sesuai dengan syarat formal agar tidak dapat dialihkan kepada pihak ketiga.

(34)

140

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

---, Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007.

Adrian Sutedi, Hukum Perbankan ; Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Amir M.S. Letter of Credit dalam Bisnis Ekspor Impor, Penerbit PPM, Jakarta, 2003.

Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, 2011.

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Edi Setiadi dan Rena Yulia, Hukum Pidana Ekonomi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010.

Edilius dan Sudarsono, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, Rineka Cipta. Jakarta, 1994.

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1982.

Farida Hasyim, Hukum Dagang, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

(35)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA H. A. K. Moch. Anwar, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Bandung: Alumni,

1986.

Hermansyah, , Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2011.

James Julianto Irawan, Surat Berharga: Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2014.

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.

Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, 2004.

Kristian dan Yopi Gunawan, Tindak Pidana Perbankan, Nuansa Alia, Bandung, 2014.

Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat, Alat Pembayaran, Alat Bukti, dan

Peradilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2014.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002.

M. Bahsan, Giro dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

M. Irsan Nasaruddin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Predana Media,Jakarta, 2004.

(36)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Muhammad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Rajagrafindo

Persada, Jakarta, 2011.

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008.

O.P. Simorangkir. Seluk Beluk Bank Komersial, Perbanas, Jakarta, 1998.

R. Tjipto Adinugroho, Perbankan Masalah Permodalan Dana Potensial, Padya Paramita, Jakarta, 1985.

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Bandung, 2001.

Ruddi Tri Santoso, Mengenal Dunia Perbankan, Andi Offset, Yogyakarta, 1996.

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Disertasi dan Tesis, Rajawali Pers, Jakarta, 2014.

Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan Edisi Revisi, Mandar Maju.Bandung, 2012.

Soerjono Soekanto, Metodologi Research, Andi Offset, Yogyakarta, 1998.

Suryahadibroto dan Prakoso, Surat Berharga, Alat Pembayaran dalam Masyarakat Modern, Jakarta, Bina Aksara, 1995.

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut

Bankir Indonesia, Jakarta, 1993.

Thomas Suyatno, dkk. Kelembaga an Perbankan, Gramedia, Jakarta,1997.

(37)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Wirjono Prodjodikoro, Hukum dan Wesel, Cek, dan Aksep di Indonesia, Sumur

Bandung, Bandung, 1961.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992. Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR/1995

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/29/PBI/ 2006 Tentang Daftar Hitam Nasional Penarikan Cek Dan/Atau Bilyet Giro Kosong.

Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 2/10/DASP Tanggal 8 Juni 2000 Kepada Semua Bank Peserta Kliring Di Indonesia Perihal : Tata Usaha Penarikan Cek/ Bilyet Giro Kosong.

Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 8/33/DASP Tanggal 20 Desember 2006 Kepada Semua Bank Peserta Kliring Di Indonesia Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran bank Indonesia Nomor 2/10/DASP/ tanggal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/ Bilyet Giro Kosong.

Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.9/13/2007 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong.

JURNAL

Hassanain Haykal: “Pertanggungjawaban Bank Atas Pencatatan Palsu yang

(38)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Penolakan (SKP) Bilyet Giro” dalam Kumpulan Tulisan Hukum Fakultas

Hukum Universitas Kristen Maranatha

Seri Dasar Hukum Ekonomi 6, Surat Berharga, Elips dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Elips, 1998: Jakarta

LAMAN

file:///C:/Users/distro/Downloads/booklet-perbankan-indonesia-2014.pdf

http://www.bi.go.id/id/sistem-pembayaran/edukasi/Documents/b43945c13f224997a3c4f95e79e08c76Bo

okletDHNnet.pdf diakses 7 april 2015

Referensi

Dokumen terkait

Para pemuka agama harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi, di saat banyaknya bermunculan beberapa oknum yang dianggap sebagai tokoh agama dengan eksis

Pada hari ini Senin tanggal Dua Puluh Tujuh bulan Agustus Tahun Dua Ribu Dua Belas , kami selaku Pokja Pengadaan Barang/Jasa Satker MIN 7 Jakarta Kementerian Agama

Universitas Negeri

Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, digunakan untuk mengetahui karakteristik kawasan Kampung Batik Laweyan yang terdiri dari karakteristik fisik (meliputi

masalahan eksternal yaitu adanya perubahan persyaratan administrasi untuk mengikuti pendidikan PPNS yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, yang mempersyaratkan

Bab Pertama yang dirujuk sebagai pengenalan memerihalkan latar belakang dan matlamat kajian yang secara khususnya diilhamkan untuk memberi sumbangan dalam upaya merungkai persoalan

Bahwa setelah dilaksanakan musrenbang desa akan dilaksanakan musrenbang RKPD Tingkat Kecamatan yang bertujuan untuk membahas dan menyepakati langkah- langkah

4.2.2 Correlation Coefficient: The correlation coefficient (r), called the linear correlation coefficient, measures the strength and the direction of a