• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kepribadian Big Five terhadap Gaya Kepemimpinan Servant Leadership (Suatu Studi pada Pemimpin Kelompok Sel di Gereja Mawar Sharon Bandung).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kepribadian Big Five terhadap Gaya Kepemimpinan Servant Leadership (Suatu Studi pada Pemimpin Kelompok Sel di Gereja Mawar Sharon Bandung)."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

v

Universitas Kristen Maranatha Abstrak

Kepemimpinan diyakini menjadi unsur kunci dalam melakukan pengelolaan suatu organisasi yang efektif. Salah satu faktor yang memengaruhi gaya kepemimpinan adalah diri pemimpin dalam arti kepribadiannya. Penelitian ini menggunakan Teori Kepribadian Big Five (Costa & McCrae, 1997) dan Teori Servant Leadership (Patterson, 2003) untuk mengetahui pengaruh kepribadian big five terhadap gaya kepemimpinan servant leadership pada pemimpin kelompok sel di Gereja Mawar Sharon Bandung.

Terdapat 52 orang yang saat dilakukan penelitian menjadi pemimpin kelompok sel di Gereja Mawar Sharon Bandung. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik sampling jenuh, semua pemimpin kelompok sel berpartisipasi sebagai responden. Setiap responden mengisi dua kuesioner. Kuesioner pertama yaitu Big Five Inventory terdiri dari 44 item. Sedangkan kuesioner kedua yaitu kuesioner Servant Leadership terdiri dari 55 item. Skor Big Five pada masing-masing domain-nya dikorelasikan dengan skor Servant Leadership dengan menggunakan uji regresi linier sederhana di dalam program SPSS 22.

Berdasarkan pengolahan data secara statistik, kepribadian big five secara bersama-sama memengaruhi gaya kepemimpinan servant leadership (ΔR2 = 0,584). Selain itu, domain agreeableness mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap gaya kepemimpinan servant leadership (β = 0,363). Domain neuroticism mempunyai pengaruh yang tidak searah / negatif terhadap gaya kepemimpinan servant leadership (β = -0,235). Domain openness to experiences juga memengaruhi servant leadership (β = 0,247). Sedangkan untuk domain extraversion dan conscientiousness tidak memengaruhi servant leadership.

Kesimpulan yang diperoleh adalah kepribadian memengaruhi gaya kepemimpinan servant leadership pada pemimpin kelompok sel di Gereja Mawar Sharon Bandung. Peneliti mengajukan saran agar pihak gereja dapat mempertimbangkan aspek kepribadian dalam memilih seorang pemimpin sehingga proses kepemimpinan di gereja dapat berjalan dengan lebih efektif. Selain itu, untuk lebih lanjut perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh big five terhadap servant leadership pada gereja lain dan juga organisasi yang lain selain gereja untuk mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh tentang pengaruh tersebut.

(2)

vi

Universitas Kristen Maranatha Abstract

Leadership is believed to be a key in an effective organization management. One of the factor that effects leadership style is the personality of the leader him/herself. This research uses Big Five Personality Theory (Costa & McCrae, 1997) and Servant Leadership Theory (Patterson, 2003) in order to identify the effects of big five personality to servant leadership style in cell group leaders of Gereja Mawar Sharon Bandung.

When this research was held, there are 52 people that serve as cell group leaders in Gereja Mawar Sharon Bandung. Sampling method used is census sample, all cell group leaders participated as respondents. Each of them filled two questionnaires. First questionnaire is Big Five Inventory consists of 44 items. Next questionnaire is Servant Leadership questionnaire consists of 55 items. Big Five scores on each domain were correlated with Servant Leadership scores using simple linear regression in SPSS 22 program.

On the basis of data processing statistically, big five personality also effects servant leadership style (ΔR2 = 0.584). Agreeableness domain effects servant leadership style mostly (β = 0.363). Neuroticism domain has negative effects on servant leadership style (β = -0.235). Openness to experiences domain also effects servant leadership (β = 0.247). While extraversion and conscientiousness domains has no effects on servant leadership.

The conclusion is personality effects servant leadership style of cell group leaders of Gereja Mawar Sharon Bandung. The researcher suggests church can consider personality aspects in choosing a leader that leadership process in the church can be more effective. For a further study, it is needed to do research on big five effects to servant leadership in other churches and organizations to get a better description.

(3)

Universitas Kristen Maranatha ix

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Maksud Penelitian ... 7

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 8

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 8

1.5 Kerangka Pemikiran ... 8

1.6 Asumsi ... 15

(4)

Universitas Kristen Maranatha x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gaya Kepemimpinan Servant Leadership ... 16

2.1.1 Kepemimpinan ... 16

2.1.1.1 Organisasi ... 16

2.1.1.2 Kepemimpinan dan Pemimpin ... 17

2.1.1.3 Gaya Kepemimpinan ... 18

2.1.2 Servant Leadership ... 22

2.1.2.1 Awal Mula Servant Leadership ... 22

2.1.2.2 Servant Leadership dari Patterson ... 24

2.1.3 Servant Leadership vs Transformational Leadership ... 30

2.2 Kepribadian Big Five ... 31

2.2.1 Kepribadian ... 31

2.2.2 Big Five ... 33

2.3 Keterkaitan antara Kepribadian Big Five dengan Gaya Kepemimpinan Servant Leadership ... 38

2.4 Gereja Mawar Sharon ... 39

2.5 Tahap Perkembangan ... 41

2.5.1 Tahap Perkembangan Remaja ... 41

2.5.1.1 Pengertian Remaja ... 41

2.5.1.2 Tugas pada Tahapan Perkembangan Remaja ... 42

2.5.2 Tahap Perkembangan Dewasa Awal ... 43

2.5.1.1 Pengertian Dewasa Awal ... 43

(5)

Universitas Kristen Maranatha xi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 46

3.2 Rancangan Penelitian ... 46

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 47

3.3.1 Variabel Penelitian ... 47

3.3.2 Definisi Konseptual ... 47

3.3.3 Definisi Operasional ... 47

3.4 Alat Ukur ... 49

3.4.1 Alat Ukur Variabel Tipe Kepribadian Big Five ... 49

3.4.2 Alat Ukur Variabel Gaya Kepemimpinan Servant Leadership ... 50

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 51

3.4.4 Validitas dan Reabilitas Alat Ukur ... 51

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 53

3.5.1 Populasi Sasaran ... 53

3.5.2 Karateristik Populasi ... 53

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 53

3.6 Hipotesa Statistik ... 53

3.7 Teknik Analisis Data ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian ... 56

4.2 Hasil Penelitian ... 57

4.2.1 Uji Analisis Big Five terhadap Servant Leadership ... 57

4.2.2 Korelasi Big Five dan Servant Leadership ... 60

(6)

Universitas Kristen Maranatha xii

4.3 Pembahasan ... 61

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 66

5.2 Saran ... 67

5.2.1 Saran Teoretis ... 67

5.2.2 Saran Praktis ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(7)

Universitas Kristen Maranatha xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Karakteristik Sifat Five Factor Models ... 34

Tabel 3.1. Kisi-kisi Alat Ukur Big Five ... 50

Tabel 3.2. Kisi-kisi Alat Ukur Servant Leadership ... 51

Tabel 4.1. Gambaran Responden Penelitian ... 56

Tabel 4.2. Uji Regresi Linier Big Five dan Servant Leadership ... 58

Tabel 4.3. Uji Korelasi Big Five dan Servant Leadership ... 60

(8)

Universitas Kristen Maranatha xiv

DAFTAR BAGAN

(9)

Universitas Kristen Maranatha xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 LOC dan Alat Ukur

Lampiran 1.1. Kata Pengantar Lampiran 1.2. LOC

Lampiran 1.3. Alat Ukur Kuesioner Big Five

Lampiran 1.4. Alat Ukur Kuesioner Servant Leadership

LAMPIRAN 2 Kisi-kisi Alat Ukur

Lampiran 2.1. Kisi-kisi Alat Ukur Big Five

Lampiran 2.2. Kisi-kisi Alat Ukur Servant Leadership

LAMPIRAN 3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Lampiran 3.1. Validitas dan Reliabilitas Big Five

Lampiran 3.2. Validitas dan Reliabilitas Servant Leadership

LAMPIRAN 4 Uji Hasil Penelitian

Lampiran 4.1. Uji Asumsi Klasik Lampiran 4.2. Uji Regresi

Lampiran 4.3. Uji Korelasi Big Five dengan Servant Leadership

Lampiran 4.4. Uji Korelasi Data Penunjang dengan Servant Leadership

(10)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kepemimpinan diyakini menjadi unsur kunci dalam melakukan pengelolaan suatu

organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya

kepemimpinan. Menurut Yukl (2010) kepemimpinan adalah suatu proses untuk memengaruhi

orang lain agar memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan, serta memahami

bagaimana suatu tugas dilakukan secara efektif. Kepemimpinan juga merupakan proses untuk

memfasilitasi upaya individu dalam mencapai tujuan secara bersama. Kepemimpinan juga

merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan oleh organisasi.

Gereja, selain merupakan tempat beribadah juga merupakan suatu organisasi. Gereja

sebagai organisasi mengenal adanya jabatan organisasi dan jabatan pelayanan gereja.

Organisasi gereja memiliki karakteristik yang berbeda dari organisasi-organisasi lainnya.

Organisasi gereja masuk ke dalam kategori organisasi nirlaba atau organisasi non-profit.

Organisasi nirlaba adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu

atau perihal didalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa

ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (Komang, 2008).

Unsur-unsur yang ada pada kepemimpinan menurut Narwawi (2005) yaitu, adanya

seorang pemimpin, adanya orang lain yang dipimpin, adanya kegiatan menggerakan orang lain,

serta adanya tujuan yang hendak dicapai. Pemimpin adalah seseorang pribadi yang memiliki

kecakapan dan kelebihan khususnya di satu bidang, sehingga ia mampu memengaruhi orang

lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau

(11)

2

Universitas Kristen Maranatha

Peran sebagai seorang pemimpin tidaklah mudah, karena setiap kesuksesan organisasi

ditentukan oleh para pemimpinnya. Oleh karena itu dibutuhkan orang-orang tepat yang dapat

mengisi peran seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus merupakan orang yang benar-benar

siap untuk menjadi pemimpin. Di samping itu juga seorang pemimpin sebisa mungkin

merupakan orang berpengalaman dan memiliki wawasan luas, sehingga dapat menjalankan

kepemimpinannya dengan baik. Selain itu, seorang pemimpin juga adalah orang yang dilihat

menjadi model bagi bawahannya, sehingga diharapkan dapat menjadi panutan bagi

bawahannya.

Pada konteks gereja berarti seorang pemimpin adalah seorang yang dinilai memiliki

kerohanian yang memenuhi standard, siap untuk mengerjakan tugas sebagai seorang

pemimpin, memiliki hati yang ingin melayani, dan yang memiliki pengertian tentang ajaran

agamanya juga lebih dalam. Jadi orang-orang yang menjadi pemimpin adalah orang-orang yang

dinilai memiliki sesuatu yang lebih di dalam dirinya dibandingkan dari orang lain. Di samping

itu, untuk menjadi seorang pemimpin dalam gereja, seseorang harus memiliki komitmen yang

tinggi terhadap gereja tersebut.

Seorang pemimpin di dalam organisasi gereja perlu menerapkan gaya kepemimpinan

yang sesuai agar dapat memimpin organisasi gereja secara efektif, dan tujuan organisasi gereja

dapat tercapai. Sebagian besar teori tentang gaya kepemimpinan berkaitan erat dengan

kekuasaan, posisi, atau jabatan (Yulk, 2010). Tapi tidak demikian dengan kepemimpinan

melayani (servant leadership), Greenleaf (dalam Nixon, 2005) menyatakan servant leadership

dipandang sebagai salah satu pelopor revolusi baru dalam pemikiran kepemimpinan. Prinsip

yang paling penting dinyatakan oleh Greenleaf (2005) adalah bahwa servant leadership

berdasarkan pada tanggung jawab utama dalam pelayanan terhadap bawahan dengan

(12)

3

Universitas Kristen Maranatha

Menurut Sendjaya (1997) servant leadership melayani bukan semata-mata hanya untuk

mendapat hasil, tetapi perilaku untuk melayani adalah hasilnya. Menurut Patterson (2003)

pemimpin yang melayani adalah seseorang yang cenderung melayani, dan kecenderungan ini

didasarkan pada prinsip-prinsip, nilai-nilai, dan keyakinan. Secara khusus Patterson

mengembangkan model servant leadership yang didasarkan pada 7 komponen, yaitu: kasih

agape, kerendahan hati, altruisme, visi, kepercayaan, pemberdayaan, dan pelayanan.

Hasil studi yang dilakukan oleh Tannenbaum dan Schmid (dalam Kadarman, et.al,

1996) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh diri pemimpin, ciri atasan,

ciri bawahan, persyaratan tugas, iklim organisasi dan kebijakan, serta perilaku dan harapan

rekan. Salah satu faktor dalam diri pemimpin adalah kepribadiannya. Setiap manusia pasti

memiliki tipe kepribadian tersendiri. Tipe kepribadian seseorang bervariasi dan unik satu

dengan yang lainnya. Definisi kepribadian menurut Allport (dalam Feist, 2006) adalah sebuah

organisasi dinamis di dalam sistem psikis dan fisik individu yang menentukan karakteristik

perilaku dan pikirannya.

Pada teori-teori kepribadian ada yang disebut sebagai teori trait. Menurut Gordon W

Allport (dalam Pervin, 1996), trait merupakan disposisi untuk berperilaku dengan cara tertentu,

seperti yang tercermin dalam perilaku seseorang pada berbagai situasi. Kepribadian big five

merupakan salah satu tipe kepribadian yang dijelaskan dalam teori trait. Kepribadian big five

adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia

melalui trait yang tersusun dalam lima domain kepribadian yang telah dibentuk dengan

menggunakan analisis faktor (Costa & McCrae, 1997). Lima trait atau domain tersebut adalah

extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to experiences.

Penelitian yang dilakukan oleh Sudjiwanati (2008) tentang pengaruh tipe kepribadian

big five terhadap gaya kepemimpinan transformasional karyawan PT Arta Boga Cemerlang

(13)

4

Universitas Kristen Maranatha

kepemimpinan transformasional. Lebih lanjut lagi dalam penelitian itu dijelaskan bahwa tiga

hipotesis yang diajukan dalam penelitian tesebut semuanya diterima. Hipotesis pertama yang

diterima yaitu semua tipe kepribadian big five secara bersama-sama memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap gaya kepemimpinan transformasional. Hipotesis kedua yang diterima yaitu

masing-masing dari lima tipe kepribadian big five secara mandiri memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap gaya kepemimpinan transformasional. Dan hipotesis ketiga yang diterima

adalah tipe kepribadian conscientiousness yang paling dominan berpengaruh kepada gaya

kepemimpinan transformasional.

Banyak ahli yang membandingkan servant leadership dengan bentuk kepemimpinan

yang lain. Bass (2000) dalam diskusinya tentang transformational leadership dengan bentuk

kepemimpinan yang lain menyatakan bahwa terdapat banyak kesamaan servant leadership

dengan transformational leadership. Transformational leadership dan servant leadership

mengungkapkan banyak kesamaan mendasar, diantaranya adalah sama-sama visioner,

menghasilkan tingkat kepercayaan yang tinggi, berfungsi sebagai model peran, menunjukkan

pertimbangan bagi orang lain, mendelegasikan tanggung jawab, memberdayakan pengikut,

mengajar, berkomunikasi, mendengarkan, dan memengaruhi pengikutnya. Kedua gaya

kepemimpinan itu saling melengkapi karena keduanya menggambarkan bentuk yang sangat

baik dari kepemimpinan. Meskipun demikian, ada poin penting yang menunjukkan

perbedaannya. Perbedaan yang paling penting, transformational leadership cenderung lebih

fokus pada tujuan organisasi, sementara servant leadership lebih fokus pada orang-orang atau

pengikutnya. Kedua kepemimpinan tersebut menawarkan kerangka kerja konseptual untuk

kepemimpinan yang dinamis. Transformational leadership telah diteliti dengan baik, dan telah

menjadi populer dalam prakteknya. Seperti transformational leadership, servant leadership

dapat membawa perubahan nyata dalam organisasi, meskipun melalui cara-cara yang berbeda

(14)

5

Universitas Kristen Maranatha

Hogan, Curphy, dan Hogan (1994) mengemukakan bahwa efektivitas servant

leadership di antaranya sangat dipengaruhi oleh faktor conscientiousness dan agreeableness.

Kedua faktor tersebut juga merupakan dua domain dalam tipe kepribadian big five.

Agreeableness pada intinya membahas tentang kualitas orientasi interpersonal dan

conscientiousness pada intinya membahas motivasi dalam mencapai tujuan. Jadi, bila

dibandingkan antara penelitian Sudjiwanati (2008) dengan teori dari Hogan (1994), dapat

dikatakan bahwa transformasional membutuhkan conscientiousness sebagai faktor yang

dominan, sedangkan servant leadership membutuhkan lebih dari sekedar conscientiousness

karena membutuhkan juga agreeableness.

Gereja Mawar Sharon (biasa disingkat GMS) berpusat di kota Surabaya. GMS sudah

memiliki cabang-cabang yang berada di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya adalah

GMS Bandung. Setiap visi, misi, nilai-nilai, dan pengajaran di GMS Bandung sendiri selalu

mengikuti dari gereja pusat. Seluruh Gereja Mawar Sharon memiliki satu visi dan misi. Visi ini

telah diaplikasikan dalam hidup berjemaat lewat kelompok sel yang saat ini dikenal sebagai

Connect Group (biasa disingkat CG). Setiap CG dipimpin oleh pemimpin kelompok sel yang

dinamakan fasilitator. Menurut penuturan dari salah satu gembala di GMS Bandung, saat ini

diperkirakan jumlah pemimpin kelompok sel di GMS Bandung adalah sekitar kurang lebih 50

orang.

Di GMS Bandung, menjadi seorang pemimpin merupakan salah satu pelayanan, yaitu

dengan melayani anak-anak rohaninya yang merupakan anggota jemaat di GMS Bandung, di

dalam kelompok-kelompok sel atau CG. Pemimpin di dalam kelompok sel tersebut melayani

dengan kerelaan hati karena tidak dibayar, memberikan perhatian kepada anak-anak rohaninya,

mengorbankan energi dan waktunya di samping kesibukannya sendiri. Berdasarkan

(15)

6

Universitas Kristen Maranatha

yang terutama adalah untuk menjaga kehidupan anak-anak rohaninya dengan menjadi teladan

atau contoh bagi hidup anak-anak rohaninya, sehingga mereka dapat belajar banyak dari sosok

pemimpinnya. Seorang pemimpin diharapkan dapat memengaruhi anak rohaninya sehingga

termotivasi untuk memiliki hidup kerohanian yang benar, bahkan diharapkan anak rohaninya

suatu saat nanti dapat juga menjadi seorang pemimpin. Selain itu seorang fasilitator juga

digembalakan oleh pemimpin-pemimpin di atasnya, yang di GMS Bandung disebut sebagai

penilik, asisten gembala, dan gembala.

Survei awal juga dilakukan sekitar bulan Mei 2014 kepada beberapa pemimpin

kelompok sel di GMS Bandung, yang dilakukan kepada lima orang melalui metode observasi

dan wawancara singkat. Hasil survei awal menunjukkan bahwa semua pemimpin kelompok sel

tersebut memiliki dan menjalankan prinsip servant leadership dalam kepemimpinannya, yaitu

dengan cara menjadi teladan dan melayani anak-anak rohaninya dan memfokuskan perhatian

terhadap kebutuhan anak-anaknya dalam memimpin. Hal ini terlihat dalam beberapa hal seperti,

dengan memberikan tema sharing dalam CG yang sesuai dengan kebutuhan anak rohani,

menyediakan waktu untuk anak rohaninya yang sedang dalam masalah dan ingin bercerita,

mengajarkan dan membimbing anak rohaninya sesuai dengan pengajaran dalam gereja serta

dalam Alkitab.

Berdasarkan hasil observasi mengenai tugas, kewajiban, dan aktivitas kerja yang

ditampilkan oleh pemimpin kelompok sel di GMS Bandung, peneliti berpendapat bahwa gaya

kepemimpinan yang dilakukan sebagian besar adalah gaya kepemimpinan servant leadership.

Pada dasarnya setiap tugas dan tanggung jawab setiap aktivitas kerohanian di dalam organisasi

gereja, disebut sebagai pelayanan. Selain itu di dalam buku pengajaran kepemimpinan yang

digunakan oleh GMS Bandung juga menyatakan bahwa kepemimpinan yang dilaksanakan

sesuai dengan gaya kepemimpinan melayani, yaitu memfokuskan kepemimpinannya terhadap

(16)

7

Universitas Kristen Maranatha

orang yang bertanggung jawab atas kehidupan anak-anak rohaninya. Adapun hal-hal yang

dilakukan sebagai supporting ligament intinya terdiri dari tiga tahapan, yaitu pertama

mengajarkan, kemudian memberi contoh, dan terakhir melibatkan anak rohaninya untuk

melakukan sesuatu yang awalnya seorang anak tidak mampu melakukannya.

Penelitian tentang servant leadership ini masih jarang dilakukan di Indonesia ataupun

di dalam organisasi gereja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

pengaruh kepribadian big five terhadap gaya kepemimpinan servant leadership pada pemimpin

kelompok sel di Gereja Mawar Sharon Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Melalui penelitian ini ingin diketahui bagaimana pengaruh kepribadian big five terhadap

gaya kepemimpinan servant leadership pada pemimpin kelompok sel di Gereja Mawar Sharon

Bandung.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan gambaran mengenai

kepribadian big five dan gaya kepemimpinan servant leadership pada pemimpin kelompok sel

di Gereja Mawar Sharon Bandung.

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepribadian big five

terhadap gaya kepemimpinan servant leadership pada pemimpin kelompok sel di Gereja

(17)

8

Universitas Kristen Maranatha 1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoretis

a. Memberikan informasi bagi bidang ilmu Psikologi Industri dan Organisasi serta

bidang ilmu Psikologi Kepribadian mengenai pengaruh kepribadian big five

terhadap gaya kepemimpinan servant leadership.

b. Memberikan informasi kepada ilmu psikologi mengenai gaya kepemimpinan

servant leadership.

1.4.2. Kegunaan Praktis

a. Memberikan informasi kepada Gereja Mawar Sharon Bandung mengenai pengaruh

kepribadian big five terhadap gaya kepemimpinan servant leadership pada

pemimpin kelompok sel. Sehingga dapat digunakan dalam membimbing pemimpin

kelompok sel dan memilih pemimpin kelompok sel yang tepat.

b. Memberikan informasi kepada pemimpin kelompok sel di Gereja Mawar Sharon

Bandung pengaruh kepribadian big five terhadap gaya kepemimpinan servant

leadership. Sehingga mereka dapat mempertahankan atau mengoptimalkan gaya

kepemimpinan servant leadership.

1.5. Kerangka Pemikiran

Pada hakikatnya, tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya

kepempimpinan. Kepemimpinan diyakini menjadi unsur kunci dalam melakukan pengelolaan

suatu organisasi yang efektif (Yulk 2010). Gereja, selain merupakan tempat beribadat juga

merupakan suatu organisasi. Organisasi gereja masuk ke dalam kategori organisasi nirlaba.

(18)

9

Universitas Kristen Maranatha

atau perihal didalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa

ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (Komang, 2008).

Gereja sebagai organisasi juga mengenal adanya jabatan organisasi dan jabatan

pelayanan gereja. Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting

dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Di dalam suatu

organisasi pasti diperlukan seorang pemimpin. Seorang pemimpin perlu menerapkan gaya

kepemimpinan yang sesuai agar dapat memimpin organisasi gereja secara efektif. Berbagai

gaya kepemimpinan telah dibahas dalam literatur teori dan perilaku organisasi. Sebagian besar

teori kepemimpinan berkaitan erat dengan kekuasaan, posisi, atau jabatan (Yulk, 2010). Tapi

tidak demikian dengan kepemimpinan melayani (servant leadership).

Di GMS Bandung, menjadi seorang pemimpin merupakan salah satu pelayanan, yaitu

dengan melayani anak-anak rohaninya yang merupakan jemaat di GMS Bandung, dengan

kerelaan hatinya, memberikan perhatian kepada anak-anaknya, mengorbankan energi dan

waktunya disamping kesibukannya sendiri, tanpa mendapatkan keuntungan finansial.

Berdasarkan pengalaman salah seorang pemimpin di GMS Bandung, tugas dan kewajiban

sebagai pemimpin kelompok sel atau yang disebut sebagai fasilitator, yang terutama adalah

untuk menjaga kehidupan anaknya dengan menjadi teladan atau contoh bagi hidup

anak-anaknya, sehingga anak-anak dapat belajar banyak dari sosok pemimpinnya. Seorang

pemimpin diharapkan dapat memengaruhi anak rohaninya sehingga termotivasi untuk memiliki

hidup kerohanian yang benar, bahkan diharapkan anak rohaninya suatu saat nanti dapat juga

menjadi seorang pemimpin. Selain itu seorang fasilitator juga digembalakan oleh

pemimpin-pemimpin di atasnya, yang di GMS Bandung disebut sebagai penilik, asisten gembala, dan

gembala.

Menurut Patterson (2003) servant leadership adalah tentang fokus, fokus pada

(19)

10

Universitas Kristen Maranatha

pengikut. Pada penulisan ini, peneliti akan membahas gaya kepemimpinan servant leadership

pada pemimpin kelompok sel GMS Bandung. Secara khusus Patterson mengembangkan model

servant leadership yang didasarkan pada 7 komponen servant leader dalam oganisasi, yaitu:

kasih agape, kerendahan hati, altruisme, visi, kepercayaan, pemberdayaan, dan pelayanan.

Pertama, kasih agape yaitu bagaimana pemimpin kelompok sel GMS Bandung

menunjukkan kepedulian terhadap anak-anak rohaninya daripada organisasi gerejanya,

menunjukkan kasih yang asli dan nyata tidak pura-pura, memberikan apresiasi, merayakan

perkembangan, bersimpati, mendengarkan secara aktif, berkomunikasi dan berempati. Kedua,

kerendahan hati yaitu, bagaimana pemimpin kelompok sel GMS Bandung bertindak percaya

diri serta sederhana, menjaga citra diri yang sehat, tidak bersikap angkuh, sombong, dan

bermegah atas dirinya sendiri. Ketiga, altruisme yaitu, bagaimana pemimpin kelompok sel

GMS Bandung berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk anak-anak rohaninya daripada

untuk dirinya sendiri.

Keempat, visi yaitu bagaimana pemimpin kelompok sel GMS Bandung melayani

dengan cara belajar untuk mengetahui kemampuan anak-anak rohaninya dan melihat kemana

tujuan anak rohaninya tersebut ke depan. Kelima, kepercayaan yaitu bagaimana pemimpin

kelompok sel GMS Bandung percaya pada potensi dari anak-anak rohaninya yang belum

terlihat, percaya bahwa mereka dapat mencapai tujuannya, pemenuhan diri. Keenam,

pemberdayaan yaitu bagaimana pemimpin kelompok sel GMS Bandung dapat memberikan

kendali dan membiarkan anak-anak rohaninya bertanggung jawab sesuai dengan kebutuhannya

untuk pertumbuhan dan perkembangan anak rohaninya. Ketujuh, pelayanan yaitu bagaimana

pemimpin kelompok sel GMS Bandung memberikan dan melibatkan dirinya untuk melayani,

menjadi teladan melalui tingkah laku dan gayanya dalam melayani.

Peran sebagai seorang pemimpin tidaklah mudah. Oleh karena itu dibutuhkan

(20)

11

Universitas Kristen Maranatha

Menurut hasil studi yang dilakukan oleh Tannenbaum dan Schmid, dalam melaksanakan gaya

kepemimpinannya, seorang pemimpin dipengaruhi oleh enam faktor yaitu diri pemimpin, ciri

atasan, ciri bawahan, persyaratan tugas, iklim organisasi dan kebijakan, serta perilaku dan

harapan rekan (Kadarman, et.al, 1996).

Salah satu faktor yang berada dalam diri pemimpin adalah kepribadiannya. Setiap

manusia pasti memiliki tipe kepribadian tersendiri. Oleh karena itu, tipe kepribadian pemimpin

bervariasi dan unik satu dengan yang lainnya. Definisi kepribadian menurut Allport (dalam

Feist, 2006) adalah sebuah organisasi dinamis di dalam sistem psikis dan fisik individu yang

menentukan karakteristik perilaku dan pikirannya. Kepribadian big five adalah suatu

pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait

yang tersusun dalam lima domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan

analisis faktor (Costa & McCrae, 1997). Lima trait atau domain tersebut adalah extraversion,

agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to experiences. Hogan, Curphy,

dan Hogan (1994) mengemukakan bahwa conscientiousness dan agreeableness merupakan

salah satu faktor yang memengaruhi efektivitas servant leadership.

Extraversion adalah seberapa besar kecenderungan pemimpin kelompok sel GMS

Bandung memiliki kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal, memiliki level aktivitas,

kebutuhan akan stimulasi, dan kapasitas kesenangan. Seorang pemimpin yang memiliki

karakteristik extraversion dengan skor tinggi misalnya akan berperilaku mudah bergaul, aktif,

optimis, menyenangkan, bersahabat, ramah terhadap orang lain, memiliki antusiasme yang

tinggi, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, memiliki

tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga

dominan dalam lingkungannya. Sedangkan seorang pemimpin yang memiliki karakteristik

(21)

12

Universitas Kristen Maranatha

menyendiri, pemalu, dan pendiam. Hal ini berkaitan dengan komponen kasih agape dan

kerendahan hati pada servant leadership.

Agreeableness adalah seberapa besar kecenderungan pemimpin kelompok sel GMS

Bandung memiliki kualitas orientasi interpersonal, mulai dari perasaan kasihan sampai pada

sikap permusuhan dalam hal pikiran, perasaan, dan tindakan. Seorang pemimpin yang memiliki

karakteristik agreeableness dengan skor tinggi misalnya akan berperilaku berhati lembut, baik,

suka menolong, dapat dipercaya, mudah memaafkan, cenderung mengalah, menghindari

konflik, cenderung untuk mengikuti orang lain. Sedangkan seorang pemimpin yang memiliki

karakteristik agreeableness dengan skor rendah misalnya akan berperilaku sinis, kasar, curiga,

tidak mau bekerjasama, pendendam, kejam, mudah marah, dan manipulatif. Hal ini berkaitan

dengan komponen kasih agape, kerendahan hati, dan altruisme pada servant leadership.

Conscientiousness adalah seberapa besar kecenderungan pemimpin kelompok sel GMS

Bandung memiliki tingkat keteraturan, ketahanan, dan motivasi dalam mencapai tujuan.

Seorang pemimpin yang memiliki karakteristik conscientiousness dengan skor tinggi misalnya

akan berperilaku teratur, dapat dipercaya, pekerja keras, disiplin, teliti, tekun, berpikir sebelum

bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan

memprioritaskan tugas. Sedangkan seorang pemimpin yang memiliki karakteristik

conscientiousness dengan skor rendah misalnya akan berperilaku malas, tidak bertujuan, tidak

dapat dipercaya, kurang perhatian, lalai, sembrono, tidak disiplin, dan lebih suka

bersenang-senang. Hal ini berkaitan dengan aspek visi, kepercayaan, pemberdayaan, dan pelayanan pada

ciri servant leadership.

Neuroticism adalah seberapa besar kecenderungan pemimpin kelompok sel GMS

Bandung memiliki distress psikologi, ide-ide yang tidak realistis, kebutuhan atau keinginan

yang berlebihan, dan respon coping yang tidak sesuai. Seorang pemimpin yang memiliki

(22)

13

Universitas Kristen Maranatha

nyaman, kurang penyesuaian, mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, memiliki

kecenderungan emotionally reactive, memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan

berkomitmen, dan juga memiliki tingkat self esteem yang rendah. Sedangkan seorang pemimpin

yang memiliki karakteristik neuroticism dengan skor rendah misalnya akan berperilaku tenang,

santai, tidak emosional, tabah, nyaman, dan puas terhadap diri sendiri. Hal ini bertentangan

dengan aspek kasih agape, kepercayaan, pemberdayaan, dan pelayanan pada ciri servant

leadership.

Openness to experiences adalah seberapa besar kecenderungan pemimpin kelompok sel

GMS Bandung memiliki keinginan untuk mencari dan menghargai pengalaman baru, serta

senang mengetahui sesuatu yang tidak familiar. Seorang pemimpin yang memiliki karakteristik

openness to experience dengan skor tinggi misalnya akan berperilaku rasa ingin tahu yang

tinggi, ketertarikan luas, kreatif, original, imajinatif, mudah bertoleransi, memiliki kapasitas

untuk menyerap informasi, dan bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi

yang baru. Sedangkan seorang pemimpin yang memiliki karakteristik openness to experience

dengan skor rendah misalnya akan berperilaku mengikuti apa yang sudah ada, tertarik hanya

pada satu hal, kurang memiliki jiwa seni, dan kurang analitis. Hal ini berkaitan dengan aspek

visi dan pemberdayaan pada ciri servant leadership.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan, karakteristik-karakteristik dan faktor-faktor

yang sudah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa kepribadian big five akan berpengaruh kepada

gaya kepemimpinan servant leadership pada pemimpin kelompok sel di Gereja Mawar Sharon

(23)

14

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran

Gaya Kepemimpinan Servant Leadership Pemimpin kelompok sel di GMS Bandung Domain - Extraversion - Agreeableness - Conscientiousness - Neuroticism

- Openness to experiences

Komponen

- kasih agape - kerendahan hati - altruisme - visi

- kepercayaan - pemberdayaan - pelayanan

Faktor yang memengaruhi:

- diri pemimpin - ciri atasan - ciri bawahan - persyaratan tugas - iklim organisasi dan

kebijakan

(24)

15

Universitas Kristen Maranatha 1.6. Asumsi Penelitian

1. Setiap pemimpin kelompok sel Gereja Mawar Sharon Bandung memiliki tipe

kepribadian yang berbeda menurut teori kepribadian big five.

2. Terdapat lima trait atau domain kepribadian berdasarkan teori kepribadian big five

adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to

experiences.

3. Setiap pemimpin kelompok sel Gereja Mawar Sharon Bandung diharapkan

melaksanakan gaya kepemimpinan servant leadership. Terdapat 7 komponen dalam

gaya kepemimpinan servant leadership, yaitu: kasih agape, kerendahan hati, altruisme,

visi, kepercayaan, pemberdayaan, dan pelayanan.

4. Gaya dan efektifitas gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh enam faktor yaitu, diri

pemimpin, ciri atasan, ciri bawahan, persyaratan tugas, iklim organisasi dan kebijakan,

serta perilaku dan harapan rekan.

1.7. Hipotesis Penelitian

Kepribadian big five memengaruhi gaya kepemimpinan servant leadership pada

(25)

66 Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh kepribadian terhadap

gaya kepemimpinan servant leadership pada pemimpin kelompok sel di Gereja Mawar Sharon

Bandung, diperoleh hasil bahwa:

1. Domain-domain kepribadian big five memengaruhi gaya kepemimpinan servant

leadership pada pemimpin kelompok sel di Gereja Mawar Sharon Bandung.

2. Tipe kepribadian agreeableness, neuroticism, dan openness to experiences

memengaruhi gaya kepemimpinan servant leadership pada pemimpin kelompok sel di

Gereja Mawar Sharon Bandung. Sedangkan tipe kepribadian extraversion dan

conscientiousness tidak memengaruhi gaya kepemimpinan servant leadership pada

pemimpin kelompok sel di Gereja Mawar Sharon Bandung.

3. Tipe kepribadian agreeableness mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap gaya

kepemimpinan servant leadership dari pada tipe kepribadian extraversion, neuroticism,

conscientiousness, dan openness to experiences pada pemimpin kelompok sel di Gereja

Mawar Sharon Bandung.

4. Tipe kepribadian neuroticism mempunyai pengaruh yang tidak searah terhadap gaya

kepemimpinan servant leadership pada pemimpin kelompok sel di Gereja Mawar

(26)

67

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

5.2.1. Saran Teoretis

a. Bagi peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian di tempat lain, baik itu di Gereja

Mawar Sharon lainnya, atau di gereja lain selain Gereja Mawar Sharon, atau juga di

organisasi lainnya selain gereja.

b. Bagi peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian dari faktor-faktor lain yang

memengaruhi servant leadership, di samping faktor kepribadian.

5.2.2. Saran Praktis

Bagi Gereja Mawar Sharon Bandung, hasil penelitian dapat digunakan dalam

(27)

Universitas Kristen Maranatha

68

DAFTAR PUSTAKA

Bass, B M. (1985a). Leadership And Performance Beyond Expectations. New York: The Free Press.

Bass, B M. (1985b). Leadership: Good, Better, Best. Organizational Dynamics, ed 13, page 26-40.

Bass, B M. (1990a). Bass and Stogdill’s Handbook Of Leadership: Theory, Research, & Managerial Applications third edition. New York: The Free Press.

Bass, B M. (1990b). From Transactional to Transformational Leadership: Learning to Share The Vision. Organizational Dynamics, 18, 19-31.

Bass, B M. (2000). The Future of Leadership in Learning Organizations. Journal of Leadership Studies, 7, 18-40.

Cooper, C L & Payne, R. (1991). Personality and Stress: Individual Differences in The Stress Process. England: John Wiley & Sons Ltd.

Covey, S T. (2005). The 8th Habit: Melampaui Efektivitas, Menggapai Keagungan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Dennis, R & Bocarnea. (2006). Development of the Servant Leaderhsip Assesment Instrument. Leadership & Organization Development Journal, 26, 8, 600-615.

Feist, J & Feist, G J. (2006). Theories of Personality sixth edition. New York: McGraw-Hill Inc.

Greenleaf, R. (1977). Servants Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness. New York: Paulist Press.

Gujarati, Damodar. (2006). Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga.

Gunarsa, S D. (1991). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.

Gutierrez, J. L. G., B. M., Jimenez, E. G., Hernandez, & Puente, C. P. (2005). Personality and subjective well-being: big five correlates and demographic variables. Personality and Individual Differences, 38, 1561-1569.

Hjelle, L A & Ziegler, D J. (1992). Personality Theories. Singapore: McGraw Hill Book.

Hogan, R, Curphy, G J & Hogan, J. (1994). What We Know About Leadership: Effectiveness and Personality. Journal of American Psychological Association, 49, 6, 493-504.

House, R J. (1977). A Theory of Charismatic Leadership. Carbondale: Southern Illinois University Press.

John, O P, Donahue, E M & Kentle, R L. (1991). The Big Five Inventory versions 4a and 54. Berkeley, CA: University of California, Berkeley, Institute of Personality and Social Research.

(28)

Universitas Kristen Maranatha

69

Kadarman, A.M., et.al. (1996). Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta: Gramedia.

Kartono, Kartini. (1994). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Keith Davis. (1962). Human Relations at Work. (New York, San Francisco, Toronto, London). Hlm.15-19

Lemme, B H. (1995). Development in Adulthood. Boston: Ally & Bacon.

Linzey & Hall. (1993). Theories of Personality 4th ed. New York: John Wiley & Sons.

Maxwell, J C. (2001). 21 Hukum Kepemimpinan Sejati. Batam: Interaksa.

McCrae, R.R., & Costa, P.T. (1997). Personality Trait Structure as Human Universal. American Psychologist, 52, 509-516.

McCrae, R.R., & Allik, J. (2002). The Five Factor Model of Personality Across Cultures. New York: Kluwer Academic/ Plenum Publishers.

Nawawi, Hadari. (1995). Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta: Gajah Mada Unisity Press.

Northouse, P G. (2004). Leadership, Theory and Practise. Thousand Oaks: Sage Publication.

Papalia, D E, Olds, S W, & Feldman, R D. (2007). Human Development. New York: McGraw-Hill.

Patterson, K & Russell, R.F. (2004). Transformational Versus Servant Leadership – A Difference In Leader Focus. Leadership & Organization Development Journal, 25, 4.

Patterson, K. (2003). Servant Leadership: A Theoretical Model. Virginia Beach: Proceeding, Servant Leadership Roundtable, Regent University.

Pervin, L.A., et.al. (2005). Personality: Theory and Research. New York: John Wiley & Sons.

Pranaya, Nyi R D Susatya. 2008. Pengaruh Gaya Kepemimpinan yang Ditampilkan oleh Atasan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawannya: Studi Kasus Karyawan pada PT X. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Spears, L C. (1995). Servant Leadership and the Greenleaf Legacy. NY: John Wiley & Son.

Sudjiwanati. (2010). Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Karyawan PT Arta Boga Cemerlang Surabaya. Jurnal Aplikasi Manajemen, 8 (3), pp: 642-652.

Sugiyono. (2001). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Thoha, Miftah. (2007). Kepemimpinan dalam Manajemen edisi 12. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tjiptono, Fandy. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Raja Grafindo.

Tornroos, Maria. 2015. Personality and Work Stress: The Role of Five-Factor Model Traits and Cynicism in Perceptions of Work Characteristic. Faculty of Behavioural Sciences University of Helsinki Finland.

Winardi. (2000). Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: PT Rineka Cipta.

(29)

Universitas Kristen Maranatha

70

DAFTAR RUJUKAN

http://bee-mo.blogspot.com/2009/07/sistem-pengukuran-kinerja-organisasi.html/

http://gms.or.id

http://id.shvoong.com/social-sciences/2068184-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-gaya/[5/15/2014 11:17:46 PM]

http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi/

http://komangadi.wordpress.com/2007/11/22/mengelola-organisasi-nonprofit/

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact= 8&ved=0CCcQFjAB&url=http%3A%2F%2Fjurnal.psikologi.ugm.ac.id%2Findex.php%2 Ffpsi%2Farticle%2Fdownload%2F154%2Fpdf_13&ei=j9naVMCWBdC7uATSvIE4&usg =AFQjCNGbM4WtkBslcYYWAPP5gYaKiUghOQ&sig2=MXYbHs7_tBJGgeDbivSm6 Q&bvm=bv.85761416,d.c2E

Gambar

Tabel 4.2. Uji Regresi Linier Big Five dan Servant Leadership ...........................................

Referensi

Dokumen terkait

Tanaman mengandung berbagai macam metabolit sekunder (MS) yang dapat mempunyai aktivitas biologi, oleh karena itu banyak penelitian untuk pengembangan obat infeksi DENV

Sterilisasi cawan petri, pinset, scalpel dan gunting dilakukan dengan melapisi cawan petri, pinset, scalpel dan gunting dengan kertas dan dimasukkan ke

“Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkanhukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang

Bunyi kedua batu merambat melalui zat cair, ketika dua batu yang bersifat padat itu ditemukan didalam zat cair maka zair cair itu akan bergetar dan getaran tersebut meremabat

Pada RUPS tersebut juga diputuskan pemberian manfaat lain serta pendelegasian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memutuskan kenaikan manfaat pensiun dan manfaat

Dari penjelasan tabel hasil pra survei diatas, dapat ditarik kesimpulan terdapat masalah pegawai di Dinas Pendidikan provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang

“Malahan kekacauan fikiran yang tidak lagi berpedoman kepada Al-Qur’an itu yang menyebabkan kaum laki-laki berlaku dzalim kepada perempuan, menyebabkan propagandis agama lain

MASYARAKAT DI DESA MANONGKOKI KECAMATAN POLONGBANGKENG UTARA KABUPATEN TAKALAR Skripsi ini adalah studi tentang Tradisi Apanaung Panganreang bagi masyarakat di Desa