• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Dinamika Psikologis Perilaku Kecurangan Akademis Pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Dinamika Psikologis Perilaku Kecurangan Akademis Pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seorang siswa bernama Alif dari SDN Gadel 2 Surabaya pada saat ujian

nasional ( UN ) tahun 2011 dipaksa oleh gurunya memberikan contekan kepada

teman-temannya pada saat ujian nasional berlangsung. Kejadian tersebut sudah

sedemikian terencana sebelumnya. Oknum guru Alif sudah menseting. Alif yang

oleh guru dipandang paling pandai di minta untuk belajar kemudian oleh gurunya

diajarkan cara menterjemahkan jawaban dan memperlihatkan lembar jawaban

kepada teman-temannya. Kasus ini terbongkar ketika Alif bercerita kepada ibunya

kemudian sang ibu melaporkan untuk menuntut keadilan terhadap kecurangan

yang terjadi di sekolah anaknya. Lebih ironis lagi keluarga Alif menjadi sasaran

kemarahan wali murid yang lain karena ketakutan anaknya tidak lulus ujian

nasional. Peristiwa ini akhirnya menjadi pemberitaan nasional yang seolah-olah

seperti gunung es yang menggambarkan kondisi pendidikan di Indonesia secara

umum, meskipun menteri pendidikan saat itu bapak Muhammad Nuh

mengklarifikasi tidak ada pencontekan massal di sana. Yang menjadi alasan

adalah hasil nilai siswa dalam kelas tersebut tidak sama ( Republika,2011 ).

Peristiwa Alif ini kemudian mengangkat isu-isu kecurangan akademis

(2)

berkaitan dengan kecurangan akademis kembali mulai digaungkan. Hal ini

tentunya menjadi perhatian besar karena sebagaimana amanah Undang-undang

No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas menggariskan

bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa. Ki Hadjar Dewantoro bapak pendidikan

nasional kita jauh-jauh hari sudah menekankan bahwa pendidikan merupakan

daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pakerti ( kekuatan batin,

karakter ), pikiran ( intellect ), dan tubuh anak. Bahkan hampir di setiap institusi

pendidikan memiliki visi-misi yang tidak jauh dari apa yang dikemukakan oleh Ki

Hajar Dewantara dan amanah undang-undang No.20/2003.

Fenomena kecurangan akademis di sekolah, bisa jadi merupakan wujud

penyesuaian diri siswa terhadap lingkungan berikut tuntutan-tuntutan yang ada.

Perilaku kecurangan akademis seperti mencontek, plagiasi serta perilaku curang

lainnya bisa jadi wujud perilaku siswa dalam menjawab tuntutan akademis yang

ada seperti misalnya nilai ujian yang bagus. Nilai ujian bagus tidak selalu

ditopang kejujuran. Tidak jarang kejujuran dikorbankan untuk mendapatkan nilai

yang bagus.

Tindakan kecurangan seperti menyontek misalnya, sudah tidak asing bagi

semua orang. Meskipun orang tersebut tidak setuju dan belum pernah melakukan

tindakan menyontek. Tindakan menyontek sering dikaitkan dengan ujian karena

semua peserta ujian menginginkan hasil yang lebih bagus. Namun masalahnya

(3)

dapat ditempuh untuk mendapatkan hasil yang lebih mulai dari cara yang benar

sampai cara yang curang ( tidak jujur ). Pada kondisi tertentu seseorang tidak

peduli dengan tindakan ketidak-juujran akademis. Seseorang membiarkan orang

lain melakukan tindakan mencontek bahkan orang yang peduli pada kegiatan ini

malah dikucilkan dari masyarakat ( Santoso, 2011 ).

Kecurangan akademis terjadi hampir di semua tingkatan satuan

pendidikan mulai dari sekolah dasar ( SD ) sampai perguruan tinggi ( PT ). Survei

dari Litbang Media Group pada 19 April 2007 terhadap 480 responden dewasa di

enam kota besar di Indonesia, yaitu Makasar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung,

Jakarta dan Medan menunjukkan bahwa mayoritas anak didik baik dari bangku

sekolah dan perguruan tinggi melakukan kecurangan akademis dalam bentuk

menyontek. Hampir 70% responden yang ditanya apakah pernah menyontek

ketika sekolah maupun kuliah menjawab pernah (Halida, 2007)

Penelitian terkait tentang kecurangan akademis sudah pernah dilakukan

sebelumnya. Kustiwi (2014) misalnya dalam penelitiannya diperoleh hasil sebagai

berikut, tindakan menyontek maupun plagiasi dipengaruhi cukup besar oleh peran

guru yaitu sebesar 54,4%. Selain itu internet mempunyai peran penting dalam

memperoleh informasi plagiasi yaitu sebesar 27,8%. Pemanfaatan internet sebagai

sarana melakukan tindakan plagiasi dengan cara mengutip sebanyak 51,6%, copy

paste dari internet sebanyak 41,8% serta copy paste dari teman sebanyak 6,3%

dengan tujuan mempercepat penyelesaian tugas. Motivasi siswa melakukan

plagiat yaitu adanya keinginan menghindari kegagalan sebanyak 24,1% disertai

(4)

Kajian mengenai kecurangan akademis di sekolah masih luas dan menarik

untuk dikaji. Penelitian Kustiwi tersebut dilakukan di SMA dan menitikberatkan

pada kecurangan akademis cara memperoleh hasil dan motivasinya. Bagaimana

dengan sekolah setara SMA yaitu Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ). Pada

SMK proses pembelajaran tidak semua dilakukan didalam kelas. Ada materi

tertentu yang pelaksanaanya dilakukan secara praktek diluar kelas. Output

hasilnya tidak bisa hanya sekedar di copy paste dari internet. Menjadi menarik

karena siswa pada SMK adalah siswa-siswa yang diproyeksikan setelah lulus

bekerja, meskipun mereka bisa saja meneruskan studinya ke perguruan tinggi

kalau mereka menginginkannya. Selain itu mata pelajaran yang ada pada sekolah

kejuruan secara keseluruhan ada perbedaan dengan sekolah lain yang setara pada

umumnya. Ketika ada fenomena kecurangan akademis pada SMK, bagaimana

jadinya ketika para siswa ini lulus dan memasuki dunia kerja karena titik

penekanan belajarnya lebih kepada kompetensi praktek.

Salah satu guru pada salah satu SMK di Salatiga menceritakan bahwa ada

satu bentuk kecurangan yang dilakukan siswa pada SMK adalah pada saat

pelajaran praktek yang individu. Praktek yang mengukur kompetensi siswa ini

ternyata ada juga siswa yang bukan karena tidak bisa tetapi bisa jadi tidak sempat

atau malas sehingga minta dibuatkan oleh teman yang lain dengan imbalan uang.

Selain itu pada SMK tersebut juga ada pelajaran yang berkonten moral seperti

agama dan lain sebagainya. Hal ini tentunya juga menarik ketika dikaitkan dengan

(5)

Berdasar fenomena tersebut penulis ingin mengkaji dinamika kecurangan

siswa pada sekolah Menengah Kejuruan.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari gambaran di atas, penulis mengajukan beberapa rumusan masalah

sebagai berikut :

Bagaimana dinamika kecurangan akademis pada siswa Sekolah Menengah

Kejuruan ?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Dari rumusan permasalahan tersebut, tujuan penelitian adalah :

Menjabarkan dinamika kecurangan akademis pada siswa Sekolah Menengah

Kejuruan

Manfaat penelitian adalah :

a. Manfaat teoritis, dengan penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan

pada ilmu Psikologi dan dapat dijadikan referensi untuk penelitian

selanjutnya.

b. Manfaat praktis, dengan penelitian ini diharapkan memberikan masukan

pada dunia pendidikan secara umum dan secara khusus kepada siswa,

guru, sekolah dan orang tua siswa mengenai kajian kecurangan akademis

siswa, sehingga harapannya bisa menemukan solusi yang tepat untuk

Referensi

Dokumen terkait

RINCIAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN

Karenanya pada benturan kepentingan tertentu, Dekan perlu mengadakan penelitian atas sejumlah factor, termasuk sejauh mana komitmen waktu, pendapatan yang dihasilkan oleh staf

Candidates should have background in : computer science (mainly programming in C/C++/Python/Matlab/Open CV and general algorithms); basic skills in computer vision, embedded

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa budaya sekolah adalah norma, nilai, dan keyakinan yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan peneliti dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan hubungan tingkat pengetahuan perawat post

a) Menghasilkan unsur-unsur hara yang penting bagi tanaman, yaitu seresah yang dimasukkan dalam saluran, akan terdekomposisi. Lalu aktivitas mikroba meningkat dalam

Pengusulan pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Bitung telah memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tatrun 2OOg tentang Kawasan

1) Barang dan/atau Jasa yang dibutuhkan bagi kinerja utama perusahaaan dan tidak dapat ditunda keberadaannya (business critical asset). 2) Penyedia Barang dan/atau Jasa