• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Dan Uji Coba Modul Pelatihan Self-Regulation Fase Forethought Bidang Akademik Pada Siswa Kelas VIII di SMP "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Dan Uji Coba Modul Pelatihan Self-Regulation Fase Forethought Bidang Akademik Pada Siswa Kelas VIII di SMP "X" Bandung."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

ii

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Self-regulation Fase Forethought Bidang Akademik pada Siswa/i kelas VIII SMP “X” Bandung. Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai kemampuan self-regulation fase forethought bidang akademik sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan pada siswa kelas VIII SMP “X” Bandung. Sedangkan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat apakah terjadi peningkatan kemampuan self-regulation fase forethought bidang akademik sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan pada siswa kelas VIII SMP “X” Bandung.

Sampel pada penelitian ini adalah 11 orang siswa/i kelas VIII SMP “X” Bandung yang memiliki kemampuan self-regulation fase forethought yang berada dalam kategori ragu-ragu. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner self-regulation fase forethought yang dimodifikasi dari kuesioner yang disusun oleh R. Sanusi Soesanto (2009). Kuesioner self-regulation fase forethought terdiri dari 24 pertanyaan. Validitas item-item berkisar antara 0.461-0.874. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa item-item tersebut masuk dalam kriteria moderat-tinggi dan item-item tersebut dapat dipakai. Sedangkan reliabilitasnya sebesar 0.9. Hal tersebut menunjukkan bahwa item-item tersebut tergolong memiliki reliabilitas yang tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa/i pelatihan self-regulation fase forethought mengalami peningkatan kemampuan self-self-regulation fase forethought, dari ragu-ragu menjadi mampu melakukan perencanaan mengenai kegiatan akademiknya, hal ini menandakan bahwa modul pelatihan self-regulation fase forethought ini dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan self-regulation fase forethought. Siswa/i menghayati bahwa pelatihan self-regulation fase forethought ini berguna, menarik dan mendorong mereka untuk melaksanakan hasil yang mereka dapatkan dari setiap sesi.

(2)

iii

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

The title of this study is the Design and Try Out Training Modules Forethought Phase Self-regulation in Academic Domain on 8 th grade students in junior high school "X" Bandung. The intention of this study was to gain insight about the ability of forethought phase of self-regulation of academic domain before and after training at 8 th grade students in junior high school "X" Bandung. While the purpose of this study was to see whether an increase in the ability of self-regulation phase of forethought academic domain before and after training at 8 th grade students in junior high school "X" Bandung.

The sample in this study were 11 8 th grade students in junior high school "X" Bandung which have the ability forethought phase of self-regulation which is in doubtful category. Measuring devices used in this study is a questionnaire forethought phase of self-regulation is modified from a questionnaire compiled by R. Soesanto Sanusi (2009). Questionnaire forethought phase of self-regulation consists of 24 questions. The validity of the items ranged from 0461-0874. This suggests that that the items included in the criteria for moderate-high and the items can be used. While the reliability of 0.9. It shows that these items have relatively high reliability.

Results showed that most students who attended training forethought phase of self-regulation has increased the ability of self-regulation phase of forethought, of hesitation becomes capable of planning regarding the academic activities, it indicates that the training module forethought phase of self-regulation can be used to enhance the ability of self-regulation phase of forethought. Students appreciate that the training of forethought phase of self-regulation is useful, interesting and encouraging them to implement the results they get from each session.

(3)

iv

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan... i

Abstraksi... ii

Abstract... iii

Daftar Isi... iv

Daftar Tabel... viii

Daftar Skema... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian... 1

1.2. Identifikasi Masalah... 12

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian... 12

1.4. Kegunaan Penelitian... 12

1.4.1. Kegunaan Teoretis... 12

1.4.2. Kegunaan Praktis... 13

1.5. Metodologi... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Self-Regulation... 15

2.1.1. Definisi Triadik Self-regulation... 15

2.1.2. Struktur Sistem Self-regulatory... 17

2.1.3. PengaruhSosial dan Lingkungan terhadap Self-regulation... 32

(4)

v

Universitas Kristen Maranatha

2.2. Masa Remaja... 37

2.2.1. Ciri-ciri Masa Remaja... 37

2.2.2. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Masa Remaja... 39

2.2.3. Tugas Perkembangan pada Masa Remaja... 40

2.3. Pembelajaran Eksperiential... 41

2.4. Mengembangkan Tujuan Pelatihan Aktif... 44

2.4.1. Mengembangkan Tujuan Umum... 45

2.4.2. Mengembangkan Tujuan Khusus... 46

2.4.3. Menginformasikan Materi Pelatihan... 49

2.4.4. Pedoman Umum Merancang Program Pelatihan... 49

2.5. Evaluasi Program Pelatihan... 51

2.6. Kerangka Pemikiran... 55

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian... 71

3.2. Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Definisi Operasional.. 72

3.2.1. Variabel dalam Penelitian... 72

3.2.2. Definisi Konseptual... 72

3.2.2.1. Definisi Konseptual Self-regulation Fase Forethought Bidang Akademik... 72

3.2.2.2. Definisi Konseptual Pelatihan Self-regulation Fase Forethought Bidang Akademik... 72

(5)

vi

Universitas Kristen Maranatha

3.2.3.1. Definisi Operasional Self-regulation Fase Forethought

Bidang Akademik... 73

3.2.3.2. Definisi Operasional Pelatihan Self-regulation Fase Forethought Bidang Akademik... 75

3.3. Alat Ukur... 76

3.3.1. Kuesioner Self-regulation... 76

3.3.2. Data Pribadi dan Data Penunjang... 78

3.3.3. Evaluasi Program Pelatihan... 79

3.4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 79

3.4.1. Validitas Alat Ukur... 79

3.4.2. Reliabilitas Alat Ukur... 80

3.5. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel... 81

3.5.1. Populasi Sasaran... 81

3.5.2. Karakteristik Populasi... 81

3.5.3. Teknik Pengambilan Sampel... 81

3.6. Teknik Analisis Data... 82

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Responden... 83

4.1.1. Jenis Kelamin... 83

4.1.2. Usia... 83

(6)

vii

Universitas Kristen Maranatha

4.2. Hasil Penelitian... 84

4.2.1. Hasil Penelitian Berdasarkan Uji Statistik... 84

4.2.2. Hasil Penelitian Berdasarkan Evaluasi Proses Belajar yang dialami siswa/i ... 85

4.3. Pembahasan... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 114

5.2. Saran... 115

DAFTAR PUSTAKA... 118

DAFTAR RUJUKAN... 119

(7)

viii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Fase dan Subproses Self-regulation ... 19

Tabel 2.2. Proses Pengukuran dan Pengumpulan Data Evaluasi... 55

Tabel 3.1. Rancangan pelatihan Self-regulation ... 75

Tabel 3.2. Kisi-kisi Alat Ukur... 77

Tabel 3.3. Sistem Penilaian... 78

Tabel 3.4. Pengkategorian self-regulation fase forethought ... 78

Tabel 3.5. Aspek Penilaian Evaluasi Program... 79

Tabel 4.1. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 83

Tabel 4.2. Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 83

Tabel 4.3. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 84

Tabel 4.4. Gambaran Kemampuan Self-regulation fase forethought sebelum dan sesudah pelatihan... 85

Tabel 4.5. Gambaran goal setting sebelum dan sesudah pelatihan... 86

Tabel 4.6. Gambaran strategic planning sebelum dan sesudah pelatihan 87 Tabel 4.7. Gambaran self-efficacy sebelum dan sesudah pelatihan... 88

Tabel 4.8. Gambaran outcome expectation sebelum dan sesudah pelatihan... 89

Tabel 4.9. Gambaran intrinsic interest sebelum dan sesudah pelatihan... 89

(8)

ix

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR SKEMA

Skema 2.1. Siklus Triadik Self-regulation ... 17

Skema 2.2. Siklus Self-regulation ... 18

Skema 2.3. Kerangka Pemikiran ... 69

(9)

1

Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan suatu bangsa.

Isjoni (2006) menyatakan bahwa pendidikan adalah ujung tombak suatu negara.

Tertinggal atau maju sebuah negara sangat tergantung kondisi pendidikannya

(http://abstrak.digilib.upi.edu/Direktori/TESIS/ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/

0707728__ISAK_TOROBI/T_ADP__0707728_Chapter1.pdf). Produk

pendidikan yang bermutu adalah lahirnya sumber daya manusia berkualitas yang

kelak akan menjadi kunci dalam menentukan keberhasilan pembangunan suatu

negara. Pendidikan, menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003, merupakan

usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki

peserta didik melalui proses pembelajaran. Mengingat pentingnya peran

pendidikan, proses pembelajaran bagi peserta didik harus dapat diselenggarakan

dengan optimal. Salah satu upaya untuk menyelenggarakan pendidikan secara

optimal adalah melalui jenjang pendidikan formal yang diadakan secara bertahap

dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah salah satu jenjang pendidikan

formal yang terdiri dari tiga tingkatan kelas yaitu kelas VII, VIII dan IX. SMP

“X” adalah salah satu SMP swasta yang berada di kota Bandung. SMP “X” adalah

sekolah yang memiliki siswa/i yang relatif sedikit, kelas VII terdiri dari satu kelas,

(10)

2

Universitas Kristen Maranatha

BP, siswa/i kelas VIII untuk tahun ajaran 2010-2011 berbeda dari siswa/i dari

angkatan-angkatan sebelumnya. Beliau dan tim guru menilai bahwa siswa/i kelas

VIII ini lebih sulit diatur jika dibandingkan dengan angkatan-angkatan

sebelumnya. Guru wali kelas dan bidang studi mengeluh bahwa hampir separuh

dari siswa/i kelas VIII untuk tahun ajaran 2010-2011 sering ribut di kelas, tidak

memerhatikan penjelasan guru dan jarang mengerjakan tugas atau pekerjaan

rumah yang diberikan guru. Beberapa dari mereka juga sering dipanggil oleh guru

bagian tata tertib sekolah karena tidak memakai perlengkapan seperti yang

diwajibkan oleh sekolah, seperti tidak mengenakan dasi dan kaos kaki berlogo

SMP “X” dan sering terlambat datang ke sekolah.

Ketika siswa/i tersebut terkesan tidak peduli terhadap kegiatan belajarnya dan

tidak memiliki tujuan dalam belajar, hal tersebut berpengaruh pada pencapaian

prestasi akademik mereka. Siswa/i yang tidak peduli pada kegiatan belajar

memiliki prestasi belajar yang kurang memuaskan, walaupun guru BP dan Pusat

Konseling SMP “X” Bandung mencatat bahwa siswa/i tersebut tidak memiliki

hambatan intelektual. Sebagian besar dari mereka memiliki taraf kecerdasan

rata-rata bahkan di atas rata-rata-rata-rata, namun menunjukkan prestasi jauh di bawah prestasi

yang mungkin dicapai dengan taraf kecerdasan yang mereka miliki. Nilai-nilai

yang mereka peroleh banyak yang berada di bawah Kriteria Kelulusan Mutlak

(KKM) yakni tujuh.

Untuk mengatasi hal tersebut, Pusat Konseling SMP “X” telah berupaya

menyelenggarakan program bimbingan konseling individual kepada siswa/i

(11)

3

Universitas Kristen Maranatha

seperti matematika, bahasa Inggris, bahasa Sunda dan akuntansi serta memanggil

orang tua siswa/i tersebut untuk mendukung kegiatan belajar siswa/i di rumah.

Program memanggil orang tua siswa/i ini dirasakan kurang efektif pada beberapa

orang tua yang bersikap kurang peduli, misalnya tidak hadir pada pertemuan yang

telah direncanakan dan kurang menunjukkan rasa ingin tahu tentang kemajuan

belajar anak. Beberapa siswa/i yang memiliki orang tua yang peduli pada

kemajuan anak, menunjukkan perubahan dalam kegiatan belajarnya.

Uniknya, walaupun menunjukkan prestasi akademik yang kurang memuaskan,

beberapa dari siswa/i tersebut menunjukkan prestasi yang menonjol pada

kegiatan-kegiatan yang merupakan hobi mereka seperti seni lukis, beat box, skate

board, bongkar pasang sepeda. Siswa/i ini banyak menghabiskan waktu untuk

berlatih untuk melakukan hobi mereka. Ketika mereka banyak menghabiskan

waktu untuk melakukan hobi, waktu belajar mereka di rumah semakin sedikit.

Mereka menghayati bahwa lebih senang menghabiskan waktu untuk melakukan

hobi mereka dan bersantai daripada belajar, karena mereka merasa waktu yang

dihabiskan untuk belajar di sekolah sudah tergolong lama sehingga ketika pulang

ke rumah mereka enggan untuk belajar atau mengerjakan PR.

Tidak dapat dimungkiri bahwa beban belajar seorang siswa SMP saat ini

cukup berat karena siswa/i harus hadir dalam pertemuan tatap muka di kelas

selama 34 jam/ minggu dan ditambah dengan mengerjakan tugas atau pekerjaan

rumah baik tugas individual maupun kelompok selama 17 jam/ minggu. Jika

dibagi ke dalam lima hari sekolah (Senin-Jumat), siswa/i harus menghabiskan

(12)

4

Universitas Kristen Maranatha

rumah. Di samping itu, tuntutan agar dapat meraih nilai Kriteria Kelulusan Mutlak

(KKM) yaitu minimal tujuh untuk setiap mata pelajaran (14 mata pelajaran)

memberikan beban tersendiri bagi siswa/i. Di SMP “X” agar dapat naik kelas,

siswa/i hanya diperbolehkan memiliki empat mata pelajaran yang berada di bawah

nilai KKM dan untuk mata pelajaran inti yaitu PKN, Bahasa Indonesia dan

Agama siswa/i tidak diperbolehkan memperoleh nilai di bawah KKM.

Menjawab tingginya tuntutan akademik di atas dan besarnya keinginan untuk

melakukan hobi dan bersantai, siswa/i perlu mengembangkan kemampuan untuk

mengatur diri. Secara teoretis kemampuan mengatur diri agar dapat mencapai

keberhasilan dalam pendidikan ini dikenal sebagai self-regulation (Zimmerman,

dalam Boekaerts, 2000). Self-regulation diartikan sebagai pikiran (thoughts),

perasaan (feelings) dan tindakan (action) yang direncanakan dan diadaptasikan

secara terus menerus untuk mencapai tujuan pribadi (personal goals).

Self-regulation merupakan sebuah siklus yang terdiri dari tiga fase yang saling

memengaruhi secara berkesinambungan yaitu fase forethought (perencanaan),

performance/ volitional control (pelaksanaan) dan self-reflection (refleksi diri).

Self-regulation memang bukan satu-satunya penentu keberhasilan siswa/i dalam

belajar, namun kemampuan ini penting dimiliki oleh siswa/i untuk mengantarkan

siswa/i lebih dekat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapainya.

Self-regulation memang bukan satu-satunya penentu keberhasilan siswa/i dalam

belajar, namun kemampuan ini penting dimiliki oleh siswa/i untuk mengantarkan

siswa/i pada tujuan pendidikan yang ingin dicapainya. Hasil penelitian

(13)

5

Universitas Kristen Maranatha

akademik maka prestasi belajar yang dicapainya akan semakin optimal (Elizabeth

Monika, 2005).

Fase forethought sebagai fase awal merupakan fase yang mendasari fase

performance dan self-reflection. Penelitian ini menitikberatkan hanya pada satu

fase yaitu fase forethought karena fase forethought ini merupakan fase dasar yang

melandasi terbentuknya fase-fase berikutnya dan meskipun tidak bersifat mutlak,

ketika kemampuan individu pada fase ini rendah maka kemampuannya pada fase

berikutnya akan menunjukkan derajat yang rendah pula (Zimmerman, 1989).

Hasil penelitian pada siswa kelas XII SMA underachiever menunjukkan ketika

siswa tidak mampu self-regulation akademik pada fase forethought maka ia juga

menunjukkan ketidakmampuan pada dua fase berikutnya (Prisilia, 2008).

Fase forethought merupakan fase perencanaan, pada fase ini siswa/i

menganalisa tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pelajar (task analysis).

Task analysis terdiri dari goal setting yakni ketika siswa/i menentukan tujuan

pendidikannya dalam hal ini spesifik kepada target nilai yang ingin dicapai pada

akhir semester. Agar siswa/i dapat mencapai target nilai tersebut, mereka perlu

menyusun rencana strategi belajar (strategic planning). Strategi belajar yang

disusun oleh siswa/i dapat berbeda-beda satu sama lain tergantung minat

masing-masing siswa/i. Siswa/i yang menyukai belajar secara berkelompok akan

menyusun strategi agar dapat belajar berkelompok bersama teman-teman.

Agar dapat mencapai target nilai, siswa/i perlu menumbuhkan keyakinan dan

(14)

6

Universitas Kristen Maranatha

pada target nilai yang ingin dicapai (self-motivational beliefs). Siswa/i harus yakin

dengan kemampuan yang dimilikinya (self-efficacy), mempercayai bahwa usaha

belajar yang dilakukannya akan dapat mengantarkannya pada target nilai yang

telah ditetapkan (outcome expectation). Setelah itu, siswa/i dapat menguraikan

manfaat dan keuntungan yang akan mereka peroleh ketika berhasil mencapai

target nilai yang telah ditetapkan (intrinsic interest) serta mampu

mempertahankan motivasi belajar dan meningkatkan usaha belajarnya untuk

mencapai target nilai yang ingin diraih (goal orientation).

Berdasarkan hasil survei awal pada 38 (100 %) siswa/i kelas VIII SMP “X”

Bandung didapatkan data bahwa sebanyak 20 (52.6 %) siswa/i memiliki

kemampuan self-regulation fase forethought bidang akademik yang memadai,

sedangkan sebanyak 15 (39.5 %) siswa/i menghayati ragu-ragu mengenai

kemampuan mereka dalam membuat perencanaan akademik dan sebanyak 3 (7.9

%) siswa/i menghayati kurang mampu melakukan perencanaan akademik

(Lampiran P, Tabel P.2.). Kemampuan self-regulation fase forethought bidang

akademik yang memadai ditandai dengan sebanyak 18 (47.4 %) siswa/i mampu

menentukan dengan jelas target nilai untuk tiap mata pelajaran dan nilai rata-rata

yang ingin dicapai pada akhir semester (goal setting). Target nilai ini mereka buat

dengan memperhitungkan kemampuan diri mereka sehingga realistis dan dapat

dicapai pada akhir semester. Mereka menuliskan dengan spesifik bahwa ingin

mendapatkan nilai yang tinggi yaitu 7.5-8 untuk mata pelajaran yang menurut

mereka mudah dan menargetkan nilai sama dengan KKM untuk mata pelajaran

(15)

7

Universitas Kristen Maranatha

sebanyak 5 (13.2 %) siswa/i merasa ragu-ragu mengenai kemampuan mereka

untuk menetapkan target nilai, mereka menghayati bahwa sulit untuk menentukan

dengan pasti target nilai yang ingin mereka raih untuk setiap pelajaran. Sedangkan

sebanyak 15 (39.4 %) siswa/i terkesan asal-asalan dalam menentukan target nilai

ditandai dengan nilai yang sama yaitu berkisar 8-9 untuk semua mata pelajaran

tanpa memperhitungkan tingkat kesulitan mata pelajaran, tidak mau menuliskan

nilai yang ingin dicapai, menuliskan tidak memiliki target nilai tertentu dan akan

mengikuti saja nilai berapa pun yang diberikan guru (Lampiran P, Tabel P.3.).

Sebesar 19 (50 %) siswa/i dapat menyusun strategi belajar secara rinci

(strategic planning), misalnya mengikuti les tambahan, membuat jadwal belajar,

mengurangi waktu bermain dan menambah waktu belajar. Sedangkan 6 (15.8 %)

siswa/i merasa ragu-ragu mengenai kemampuan mereka menyusun strategi.

Mereka ragu apakah dengan strategi belajar yang mereka rencanakan, mereka

akan dapat mncapai target nilai yang telah mereka tetapkan. Sebanyak 13 (34.2

%) siswa/i belum dapat menyusun strategi belajar secara rinci, mereka tidak

memiliki jadwal belajar khusus dan mengatakan akan belajar jika telah mendekati

saat ujian akhir (Lampiran P, Tabel P.4.). Sebagian besar waktu mereka

dihabiskan untuk aktivitas lain di luar belajar seperti melakukan hobi, bermain

game online, chatting, facebook, bermain game di komputer, menonton siaran

televisi yang menyediakan tontonan menarik, mengobrol dan sms menggunakan

handphone untuk waktu yang lama dan pergi ke pusat-pusat perbelanjaan untuk

berjalan-jalan dan bersantai. Tidak ada yang salah dengan kegiatan tersebut atau

(16)

8

Universitas Kristen Maranatha

dilakukan terus menerus dan untuk waktu yang lama maka kesempatan dan waktu

mereka untuk belajar menipis, sehingga mereka sulit untuk mencapai prestasi

akademik yang sesuai dengan potensi yang mereka miliki.

Berkaitan dengan target yang telah dibuat dan strategi belajar yang telah

disusun, siswa/i perlu yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan yang memadai

untuk mencapai target tersebut. Sebanyak 18 (47.4 %) siswa/i menghayati yakin

dengan kemampuan yang dimilikinya untuk mencapai target nilai yang telah

mereka tetapkan. Keyakinan diri ini muncul karena banyak faktor yang dapat

mengantarkan mereka untuk mencapai target nilai yang mereka inginkan seperti

faktor kecerdasan yang memudahkan mereka untuk menangkap materi pelajaran

yang disampaikan guru, sarana dan prasarana yang disediakan oleh orang tua

seperti buku cetak, seragam, komputer dan internet untuk mengerjakan tugas.

Sedangkan 9 (23.7 %) siswa/i merasa ragu-ragu apakah mereka dapat mencapai

target nilai yang telah mereka tentukan. Sebesar 11 (28.9 %) siswa/i merasa

kurang yakin bahwa mereka dapat mencapai target nilai tersebut, walaupun

mereka menilai bahwa mereka tidak memiliki hambatan kecerdasan dan memiliki

fasilitas belajar yang dapat mendukung mereka untuk mencapai target yang

mereka tentukan. (Lampiran P, Tabel P.5.). Peneliti mengkaitkan kurangnya

keyakinan diri ini dengan penetapan target nilai yang ingin mereka capai. Ketika

target nilai yang ditentukan bersifat asal-asalan dan tidak memerhitungkan

kemampuan diri, mereka kurang yakin bahwa mereka akan dapat mencapai target

(17)

9

Universitas Kristen Maranatha

Siswa/i juga perlu memiliki keyakinan bahwa usaha belajar yang

dilakukannya akan dapat mengantarkan mereka untuk mencapai target nilai yang

telah ditetapkan (outcome expectation). Sebesar 20 (52.6 %) siswa/i merasa yakin

bahwa usaha belajarnya akan dapat membuat mereka dapat mencapai target nilai

yang telah ditentukan. Sedangkan 4 (10.5 %) siswa/i menghayati merasa

ragu-ragu bahwa usaha belajar yang dilakukannya akan dapat membuat mereka

mencapai target nilai, hal ini dikarenakan mereka mereka menghayati usaha

belajarnya belum maksimal sehingga mereka ragu-ragu apakah usaha belajarnya

yang mereka cukup untuk mengantarkan mereka untuk mencapai target nilai yang

telah mereka tentukan. Sebanyak 14 (36.9 %) siswa/i menghayati kurang yakin

bahwa usaha belajar yang dilakukannya akan dapat membuat mereka mencapai

target nilai yang telah ditetapkan (Lampiran P, Tabel P.6.).

Pada fase forethought ini siswa/i perlu memiliki kemampuan untuk

menguraikan manfaat dan keuntungan yang akan didapatkan jika mereka berhasil

mencapai target nilai yang telah ditetapkan (intrinsic interest/ value). Sebesar 33

(86.8 %) siswa/i telah dapat menjelaskan manfaat dan keuntungan yang akan

mereka dapatkan ketika berhasil mencapai target nilai, misalnya menjadi bekal

untuk belajar di kelas IX SMP, persiapan untuk menghadapi UN. Sementara 2

(5.3 %) siswa/i menghayati ragu-ragu dan 3 (7.9%) siswa/i merasa kurang

mampu menemukan manfaat dan keuntungan jika berhasil mencapai target nilai

yang telah ditetapkan (Lampiran P, Tabel P.7.).

Di samping itu, siswa/i perlu memiliki kemampuan untuk memertahankan

(18)

10

Universitas Kristen Maranatha

telah ditetapkan. Sebesar 21 (55.3 %) siswa/i menghayati mampu menjaga

motivasi belajar dan berencana untuk meningkatkan usaha belajar jika diperlukan

untuk mencapai target nilai yang telah ditetapkan. Sedangkan sebesar 11 (28.9 %)

siswa/i menghayati ragu-ragu apakah mereka dapat mempertahankan motivasi

belajar, terutama untuk mata pelajaran yang mereka anggap sulit atau tidak

menarik. Sebesar 6 (15.8 %) siswa/i menghayati bahwa mempertahankan

semangat belajar adalah hal yang sulit karena banyaknya godaan untuk melakukan

kegiatan rekreasi seperti bermain game online, game di komputer, chatting

(Lampiran P, Tabel P.8.).

Berangkat dari gejala yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa

terdapat 18 (47.4 %) siswa/i kelas VIII SMP “X” yang masih merasa ragu-ragu

mengenai perencanaan mengenai kegiatan akademiknya. Hal tersebut ditandai

dengan sikap belum dapat membuat target nilai yang realistis dan spesifik serta

kurang mampu memotivasi diri sendiri untuk bersemangat dalam belajar.

Berdasarkan hal tersebut serta mempertimbangkan usia siswa/i yang berada pada

tahap perkembangan remaja awal ketika mereka masih membutuhkan arahan dan

dukungan dari orang dewasa yang berada di sekitarnya untuk mendukung

pembentukan self-regulation, membuat peneliti tertarik untuk menyusun suatu

kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan self-regulation fase

forethought bidang akademik. Beragam metode dapat digunakan untuk mencapai

tujuan tersebut antara lain melalui konseling individual dan kelompok, ceramah

(19)

11

Universitas Kristen Maranatha

Peneliti memilih untuk menggunakan metode pelatihan karena metode ini

dirasakan sesuai dengan karakteristik siswa/i yang menunjukkan prestasi

akademik di bawah potensi yang dimilikinya. Mereka telah cukup sering diomeli

bahkan dimarahi oleh orang tua atau guru terkait dengan hasil studi yang kurang

memuaskan sehingga pendekatan yang bersifat directive tidak lagi efektif jika

diterapkan pada siswa/i tersebut. Melalui pelatihan, siswa/i akan mendapatkan

pengalaman langsung dari kegiatan (games, diskusi, tugas pribadi dan tugas

kelompok) yang diikutinya. Asumsinya ketika siswa/i belajar dari pengalaman

yang ia dapatkan, mengartikan pengalaman tersebut sesuai dengan tujuan, arah,

ambisi dan harapan yang telah ditetapkan maka siswa/i akan mendapatkan insight,

penemuan dan pengertian baru. (Weight, Albert, 1970).

Selama proses pelatihan, siswa/i diajak melakukan refleksi terkait dengan

studi mereka dan menemukan hambatan yang mereka alami terkait dalam

menempuh pendidikan. Ketika siswa/i telah menyadari hambatan tersebut,

pengetahuan mengenai perencanaan kegiatan akademiknya seperti membuat target

nilai yang realistis dan penyusunan strategi untuk mencapai target nilai tersebut

akan diberikan kepada mereka, sehingga pada akhir program pelatihan

kemampuan siswa/i untuk membuat parencanaan terkait dengan studi dapat

mengalami peningkatan. Berangkat dari pemikiran yang diuraikan di atas, maka

peneliti tertarik untuk menyusun modul pelatihan self-regulation fase forethought

bidang akademik dan mengamati sejauh mana pengaruh modul tersebut dalam

meningkatkan self-regulation fase forethought bidang akademik siswa/i kelas VIII

(20)

12

Universitas Kristen Maranatha 1.2.Identifikasi Masalah

Apakah terjadi peningkatan kemampuan self-regulation fase forethought

bidang akademik sebelum dan setelah diberikan pelatihan self-regulation fase

forethought bidang akademik pada siswa kelas VIII SMP ‘X’ Bandung ?

1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran

mengenai kemampuan self-regulation fase forethought bidang akademik,

sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan pada siswa kelas VIII SMP “X”

Bandung.

1.3.2. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat apakah terjadi

peningkatan kemampuan self-regulation fase forethought bidang akademik

sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan pada siswa kelas VIII SMP “X”

Bandung.

1.4.Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoretis

a. Memberi sumbangan yang dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan

pemahaman mengenai Psikologi Pendidikan terutama yang berkaitan

dengan teori self-regulation bidang akademik.

b. Sebagai bahan pertimbangan untuk penyusunan modul pelatihan

(21)

13

Universitas Kristen Maranatha

1.4.2. Kegunaan Praktis

a. Bagi siswa/i, pelatihan self-regulation diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan mengenai cara merencanakan tujuan

yang ingin dicapai, memotivasi diri untuk mencapai tujuan dan

berperan aktif dalam proses belajar.

b. Bagi guru wali kelas dan bidang studi, pemahaman mengenai

self-regulation diharapkan dapat membantu pendidik untuk mendampingi

siswa/i dalam proses belajar mengajar.

c. Bagi guru BP dan tim di Pusat Konseling SMP ’X’, pemahaman

mengenai self-regulation diharapkan dapat memberikan masukan guna

membantu siswa/i agar lebih memahami mengenai diri mereka sendiri

khususnya dalam membuat perencanaan mengenai kegiatan akademik.

1.5.Metodologi

Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi experimental dengan

desain penelitian one-group design, untuk melihat pengaruh independent variable

yaitu pelatihan self-regulation fase forethought bidang akademik terhadap

dependent variable yaitu kemampuan self-regulation fase forethought bidang

akademik pada siswa/i kelas VIII SMP “X” Bandung. Pengukuran kemampuan

self-regulation fase forethought bidang akademik dilakukan dengan menggunakan

kuesioner self-regulation fase forethought yang dimodifikasi dari kuesioner yang

dibuat oleh R. Sanusi Soesanto (2009). Hasil pengukuran kemampuan

(22)

14

Universitas Kristen Maranatha

pelatihan, akan dibandingkan dengan menggunakan uji beda Wilcoxon, untuk

melihat apakah terjadi peningkatan kemampuan self-regulation fase forethought

(23)

114

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Sebagian besar siswa/i pelatihan self-regulation fase forethought

mengalami peningkatan kemampuan self-regulation fase forethought, dari

ragu-ragu menjadi mampu melakukan perencanaan mengenai kegiatan

akademiknya, hal ini menandakan bahwa modul pelatihan self-regulation

fase forethought ini dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan

self-regulation fase forethought.

2. Siswa/i menghayati bahwa pelatihan self-regulation fase forethought ini

berguna, menarik dan mendorong mereka untuk melaksanakan hasil yang

mereka dapatkan dari setiap sesi. Hal ini menunjang terjadinya

peningkatan kemampuan forethought setelah diberikan pelatihan.

3. Kemampuan siswa/i pada sub-aspek goal setting, self-efficacy, outcome

expectation, strategic planning dan goal orientation mengalami

peningkatan, sementara untuk sub-aspek intrinsic interest/ value siswa/i

telah memiliki kemampuan yang memadai sebelum diberikan pelatihan.

4. Sebagian besar siswa/i yang mengalami peningkatan kemampuan

strategic planning dan goal orientation menyebutkan bahwa orang tua

(24)

115

Universitas Kristen Maranatha

mereka. Usia siswa/i yang berkisar antara 14-16 tahun, saat ini berada

pada fase remaja awal, membuat mereka masih sangat membutuhkan

peran orang dewasa khusunya orang tua untuk menunjang terbentuknya

self-regulation fase forethought

5.2. Saran

5.2.1. Saran Praktis

1. Kepada siswa yang mengalami peningkatan kemampuan self-regulation

fase forethought bidang akademik, agar dapat mempertahankan

kemampuan tersebut. Bagi siswa yang masih berada pada kategori

ragu-ragu mengenai kemampuan self-regulation fase forethought-nya agar

dapat meminta bantuan dari pihak-pihak yang dapat memberikan bantuan

seperti orang tua dan guru untuk mengawasi kegiatan belajar sehingga

jadwal belajar yang dibuat dapat ditepati, mematuhi aturan dan saran yang

diberikan oleh orang tua dan guru serta mematuhi peraturan sekolah

sehingga pada akhirnya siswa dapat mencapai target nilai yang telah

ditetapkan.

2. Kepada Pusat Konseling SMP “X” Bandung, agar secara konsisten dan

intensif memberikan pendampingan kepada siswa melalui kegiatan

konseling baik individual maupun kelompok untuk membicarakan

(25)

116

Universitas Kristen Maranatha

yang dialami siswa untuk mencapai target nilai ynag telah mereka

tetapkan.

3. Kepada guru wali kelas dan guru bidang studi, agar memberikan

pendampingan secara personal kepada siswa supaya dapat mematuhi

jadwal belajar yang telah mereka buat dan mengawasi kegiatan belajar

siswa di sekolah.

4. Kepada orang tua, agar memberikan pendampingan kepada siswa/i

mengingat usia siswa/i yang masih sangat membutuhkan arahan dan

dukungan dari orang tua. Orang tua dapat mengarahkan siswa/i untuk

mematuhi jadwal belajar yang telah mereka buat, mengawasi kegiatan

belajar siswa/i di rumah dan memberikan penghargaan kepada siswa/i jika

siswa/i tersebut berhasil mematuhi jadwal belajar yang telah mereka buat

ataupun teguran ketika siswa/i tidak mematuhi jadwal belajar.

5.2.2. Saran Penelitian

1. Mengingat penelitian ini hanya merancang modul pelatihan self-regulation

pada fase forethought, penelitian selanjutnya disarankan untuk merancang

modul pelatihan untuk fase performance dan self-reflection agar

didapatkan modul pelatihan yang lengkap untuk ketiga fase

self-regulation.

2. Merujuk pada kesimpulan penelitian yang menunjukkan bahwa orang tua

(26)

117

Universitas Kristen Maranatha

selanjutnya disarankan untuk meneliti pengaruh peran serta orang tua

(27)

118

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Bandura, Albert. 1977. Social Learning Theory. Prentice-Hall, Inc., New Jersey

Boekaerts, Monique. 2000. Handbook of Self-Regulation. Academic Press, USA

Graziano, Anthony M. 2000. Research Methods: a Process of Inquiry. Allyn & Bacon, USA

Johnson, David W. 1975. Joining Together. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey

Kirkpatrick, Donald. 2006. Evaluating Training Programs Ther Four Level

Third Edition. Berrett-Koehler Publishers, Inc, San Fransisco

Hurlcok, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta

Santrock.2004. Life Span Development. McGraw-Hill Companies, New York

Silberman, Mel. 1990. Active Training, a Handbook of Techniques Designs,

Case Example and Tips, University Press, New York

(28)

119

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

http://abstrak.digilib.upi.edu/Direktori/TESIS/ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/ 0707728__ISAK_TOROBI/T_ADP__0707728_Chapter1.pdf

Monika, Elizabeth, 2005. Skripsi: Studi Deskriptif mengenai Self-regulation

akademik pada siswa/i kelas V SD “X” Bandung: Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha, tidak diterbitkan.

Prisilia, 2008. Skripsi: Studi Deskriptif mengenai Self-regulation

akademik pada siswa/i underachiever kelas 3 SMU IPEKA Tomang,

Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, tidak diterbitkan.

Sinaga, Naomi Feelnawaty, 2011. Skripsi: Studi Deskriptif Mengenai Self-

regulation FasePerformance/ Volitional Control dalam Bidang Akademik

pada Siswa Kelas IX B dan C SMP “X” Bandung: Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha, tidak diterbitkan.

Soesanto, R. Sanusi, 2009. Tesis: Studi Mengenai Perbedaan Self Regulation Fase Forethought Sebelum dan Sesudah Mengikuti Pelatihan pada

Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas “X” di Bandung: Fakultas

Psikologi Program Magister Profesi Universitas Kristen Maranatha, tidak diterbitkan.

Weight, Albert, Participative Education and The Inevitable Revolution in Journal

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud Behavior based WIF tinggi yaitu Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar mengalami konflik yang berkaitan dengan ketidak sesuaian tuntutan pola

Dari hasil dan pembahasan pada penelitian ini, maka didapatkan simpulan yaitu pembuatan mal bentangan belokan pipa dengan Matlab dapat dilakukan dengan mudah,

Powerpoint dapat memberikan prestasi belajar lebih baik daripada pelaksanaan metode pembelajaran kooperative STAD dilengkapi modul pada materi hukum dasar kelas X SMAN

Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Sebelum melaksanakan pratik mengajar dikelas, mahasiswa terlebih dahulu menyusun silabus sesuai dengan kurikulum

Mesin inferensi dari sistem pakar ini menggunakan metode Penalaran Mundur (Backward Chaining). Hasil dari penelitian ini adalah sesi konsultasi yang berupa dialog

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, KOMPENSASI, DAN LOCUS OF CONTROL (LoC) TERHADAP KINERJA KARYAWAN.. (STUDI PADA PT. BAHTERA

lima dimensi kebudayaan Khuclohn bagian orientasi terhadap hubungan antar sesama, masing-masing dari pemilik memiliki kesepahaman bahwa hubungan antar sesama manusia

memikat lalat lebih banyak tetapi secara statistik tidak berbeda nyata sehingga hati sapi segar dapat digunakan sebagai pemikat alternatif oleh peternak-peternak tradisional di