• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Work-Family Conflict pada Polwan yang Sudah Berkeluarga di Wilayah Polda Jabar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Work-Family Conflict pada Polwan yang Sudah Berkeluarga di Wilayah Polda Jabar."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui work family conflict pada Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jumlah sampel penelitian yang mewakili populasi sebanyak 254 orang. Teknik penarikan sampel menggunakan cluster sampling.

Alat ukur work family conflict yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil penerjemahan dari alat test yang dikembangkan oleh Dawn S. Carlson, K. Michele Kacmar, Larry J Wiliams (2000) yang diterjemahkan oleh Indah soca M. Psi., Psikolog (2011). Uji validitas alat ukur menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) (0,52-0,90) dan uji reliabilitas alat ukur menggunakan Cronbach Alpha (α)(0,88).

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner, berupa data utama mengenai enam dimensi work -family conflict, yaitu Time-based WIF, Strain-based WIF, Behavior-based WIF, Time-based FIW, Strain-based FIW, Behavior-based FIW serta data penunjang mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi work family conflict. Dari data penelitian didapatkan bahwa work family conflict yang dialami oleh Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar lebih dari setegahnya adalah rendah. Work conflict yang terkait dialami oleh Polwan yang mengalami Time based WIF. Dari data penunjang didapatkan faktor yang memiliki kerterkaitan adalah jam kerja, bidang pola penugasan operasional, dan jadwa kerja yang fleksibel cenderung membuat Polwan mengalami hambatan dalam pemenuhan perannya. Sedangkan dari family domain, faktor yang signifikan yaitu dukungan suami yang berprofesi sebagai polisi.

Untuk penelitian selanjutnya, peneliti mengajukan saran untuk fokus pada responden yang homogen, namun berberbeda dalam bidang pola penugasan. Selain itu, peneliti mengajukan saran untuk meneliti hubungan dan juga pengaruh antara WFC dengan faktor faktor yang mempengaruhi serta faktor individual yang menetap seperti kepribadian responden.Untuk polisi wanita diharapkan mengikuti training menejemen waktu. Saran untuk Polda Jawa Barat , terutama bagi kepala personil untuk mengambil keuntungan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi kerja . Salah satu yang merupakan pemberian fasilitas bagi perawat yang ingin konseling, terutama untuk mencegah hasil negatif dari konflik keluarga-pekerjaan .

(2)

ABSTRACT

This study was conducted to address the work family conflict on Police women who is married at Polda Jabar Region. The method used in this research is descriptive method with the amount of sample that represents 254 people of a population. Sampling technique was using cluster sampling.

Work family conflict measuring instrument used in this study is the result of the translation of the test tool developed by Dawn S. Carlson, K. Michele Kacmar, Larry J Wiliams (2000) translated by Indah Soca M. Psi., Psychologist (2011). The validity test of measuring instrument using Confirmatory Factors Analysis (CFA) (0,52-0,90) and reliability test measuring instrument using Cronbach Alpha (α )(0,88).

Measuring instrument used is a questionnaire, the main data on the six dimensions of work family conflict, which are the Time-based WIF, Strain-based WIF, Behavior-based WIF, Time-based FIW, Strain-based FIW, Behavior-based FIW and supporting data about the factors that affect work family conflict. Out of the data showed that the work family conflict experienced by police women who are married in at Polda Jabar Region more than half is low. Work conflict significantly, experienced by policewomen who are time-based WIF. The factors obtained linkage from supporting data that are working hours, operational patterns deployment field, and flexible working hours tend to problems for police women in fulfilling its role. While the family domain, a significant factor is the support from husband who works as a police officer.

The researchers propose suggestions to specify the respondent homogeneous, but differ in the field of the assignment pattern. In addition, the researchers propose suggestions to examine the relationship between WFC and the factors that influence as well as individual factors such as personality respondents were settled. For police woman are expected to follow time management training. Suggestions for Polda Jabar , especially for the head of personnel to take advantage of this research is to improve job performance. One of which is the provision of facilities for police woman who want counseling, especially to prevent the negative outcomes of work-family conflict.

(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN ... iii

PERSYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR DIAGRAM ... xv

DAFTAR BAGAN... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah …... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 15

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 15

1.3.1 Maksud Penelitian ... 15

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 15

1.4. Kegunaan Penelitian ... 16

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 16

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 16

1.5. Kerangka Pemikiran ... 17

(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 31

2.1. Work-Family Conflict………..……... 31

2.1.1. Definisi Peran dan Konflik Peran……… 31

2.1.2. Definisi Work-Family Conflict (WFC)... 34

2.1.3. Bentuk Work-Family Conflict ………...………...…... 38

2.1.4. Faktor Penyebab Work- Family Conflict ... 41

2.1.5. Dimensi Work-Family Conflict... 47

2.2. Tahap Perkembangan... 48

2.2.1. Masa Dewasa Awal... 48

2.2.2. Perkembangan Karir dan Kerja Masa Dewasa Awal... 48

2.2.3. Siklus Kehidupan Keluarga... 50

2.2.4. Tugas Perkembangan Keluarga dan Wanita yang Bekerja... 50

2.3. Tugas dan Wewenang Polisi Wanita... 51

2.3.1. Tugas Polisi Wanita... 51

2.3.2. Wewenang Polisi Wanita... 53

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 56

3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian... 56

3.2. Bagan Prosedur Penelitian... 56

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 56

3.3.1 Variabel Penelitian... 56

3.3.2 Definisi Operasional... 57

3.4. Alat Ukur... 58

3.4.1. Alat Ukur Work- Family Conflict...58

3.4.1.1. Kisi-Kisi Alat Ukur... 59

(5)

3.4.1.3. Sistem Penilaian... 60

3.4.2. Data Pribadi dan Data Penunjang...62

3.4.3. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur...62

3.4.3.1. Validitas Alat Ukur... 62

3.4.3.2. Reliabilitas Alat Ukur………...64

3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel... 65

3.5.1 Populasi Sasaran………...…...…... 65

3.5.2 Karakteristik Populasi... 65

3.5.3. Teknik Penarikan Sampel………66

3.6 Teknik Analisis Data... 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 69

4.1 Gambaran Sampel Penelitian... 69

4.1.1. Gambaran Sampel Berdasarkan Usia……….. 69

4.1.2. Gambaran Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 70

4.1.3. Gambaran Sampel Berdasarkan Jam Kerja... 70

4.1.4. Gambaran Sampel Berdasarkan Jabatan... 71

4.1.5. Gambaran Sampel Berdasarkan Pangkat... 71

4.1.6. Gambaran Sampel Berdasarkan Bidang Pola Penugasan.... 72

4.1.7. Gambaran Sampel Berdasarkan Jadwal Kerja.... 72

4.1.8. Gambaran Sampel Berdasarkan Total Masa Kerja……….. 73

4.1.9. Gambaran Sampel Berdasarkan Lama Menikah... 73

4.1.10. Gambaran Sampel Berdasarkan Jumlah Anak... 74

4.1.11. Gambaran Sampel Berdasarkan Usia Anak Terkecil... 74

4.1.12. Gambaran Sampel Berdasarkan Kepemilikan Pembantu Rumah Tangga... 75

(6)

4.1.14. Gambaran Sampel Berdasarkan Keberadaan Tinggal

dalam Keluarga Besar... 76

4.1.15. Gambaran Sampel Berdasarkan Pekerjaan Suami... 76

4.2. Hasil Penelitian... 77

4.2.1. Gambaran Mengenai Work Family Conflict...77

4.2.2 Gambaran Mengenai Arah Work Family Conflict... 77

4.2.3 Gambaran Mengenai Dimensi Work Family Conflict... 79

4.3. Pembahasan... ... 80

4.4. Diskusi... 96

BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 98

5.1. Simpulan... 98

5.2.Saran... 99

5.2.1 Saran Teoritis……...………... 99

5.2.2 Saran Praktis... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 100

DAFTAR RUJUKAN... 102

(7)

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1. Kisi – Kisi Alat Ukur Work-Family Conflict...59

TABEL 3.2. Skor Jawaban………...60

TABEL 3.3. Norma Mutlak…...61

TABEL 3.4. Kriteria Validitas………...62

TABEL 3.5. Hasil Validitas Alat Ukur...63

TABEL 3.6. Kriteria Reliabilitas………...64

TABEL 3.7. Hasil Reabilitas Alat Ukur...65

TABEL 3.8. Pembagian Jumlah Sampel Penelitian Berdasarkan Cluster...67

TABEL 4.1. Gambaran Sampel Berdasarkan Usia...69

TABEL 4.2. Gambaran Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan...70

TABEL 4.3. Gambaran Sampel Berdasarkan Jam Kerja...70

TABEL 4.4. Gambaran Sampel Berdasarkan Jabatan...71

TABEL 4.5. Gambaran Sampel Berdasarkan Pangkat...71

TABEL 4.6. Gambaran Sampel Berdasarkan Bidang Pola Penugasan...72

TABEL 4.7. Gambaran Sampel Berdasarkan Jadwal Kerja...72

TABEL 4.8. Gambaran Sampel Berdasarkan Total Masa Kerja...73

TABEL 4.9. Gambaran Sampel Berdasarkan Lama Menikah...73

TABEL 4.10. Gambaran Sampel Berdasarkan Jumlah Anak...74

TABEL 4.11. Gambaran Sampel Berdasarkan Usia Anak Terkecil...74

TABEL 4.12. Gambaran Sampel Berdasarkan Kepemilikan Pembantu Rumah Tangga...75

TABEL 4.13. Gambaran Sampel Berdasarkan Jumlah Penghasilan Perbulan...75

TABEL 4.14. Gambaran Sampel Berdasarkan Keberadaan Tempat Tinggal...76

(8)

DAFTAR DIAGRAM

DIAGRAM 4.1. Gambaran Mengenai Work Family Conflict... 77

DIAGRAM 4.1. Gambaran Mengenai Arah Work Interfering with Family...77

DIAGRAM 4.1. Gambaran Mengenai Arah Family Interfering with Work... 78

(9)

DAFTAR BAGAN

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Work-family Conflict... 1

Informed Consent & Letter of consent... 2

Identitas... 3

Kuesioner (WFC) ... 5

Lampiran 2 Hasil Input Data...7

Tabel Lampiran 2.1. Hasil Skoring Berdasarkan Arah Work-Family Conflict dan Total Work-Family Conflict... 8

Tabel Lampiran 2.2. Hasil Skoring Berdasarkan Dimensi Work-Family Conflict ...15

Lampiran 3 Validitas dan Reliabilitas………...………24

Hasil Uji Validitas Work-Family Conflict………..………….……...………...25

Hasil Uji Reliabilitas Work-Family Conflict……….26

Lampiran 4 Tabel Distribusi Frekuensi dan Hasil Crosstabs………...27

Tabel Lampiran 4.1. Distribusi Frekuensi Data Demografi………..28

Tabel Lampiran 4.2. Distribusi Frekuensi Variabel Work-Family Conflict…….…….31

Tabel Lampiran 4.3. Crosstabs Antara Arah Konflik dengan WFC……….33

Tabel Lampiran 4.4. Crosstabs antara Dimensi dengan WFC………..34

Tabel Lampiran 4.5. Crosstabs Data Penunjang denganWFC……….…..37

Tabel Lampiran 4.6. Crosstabs Data Penunjang Dengan Arah WIF………..……45

Tabel Lampiran 4.7. Crosstabs Data Penunjang Dengan Arah FIW……….…50

Tabel Lampiran 4.8. Crosstabs Data Penunjang dengan Dimensi WIF…………..…...51

Tabel Lampiran 4.9. Crosstabs Data Penunjang Dengan Dimensi FIW……...………..66

Lampiran 5 Pengenalan Lokasi Pengambilan Data………..75

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini permasalahan mengenai kerja dan interaksi keluarga menarik untuk diteliti. Antara pekerjaan dan keluarga adalah dua ruang lingkup manusia untuk menghabiskan sebagian besar waktu yang dimilikinya. Bekerja merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi sebagian orang dewasa (Frone et al, 1992). Dari total populasi 112 juta jumlah pekerja di Indonesia (data Badan Pusat Statistik, 2012), saat ini ada 43 juta pekerja perempuan yang membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Itu artinya jumlah pekerja perempuan hampir sama besarnya dengan pekerja laki-laki (http://female.kompas.com). Melalui pekerjaan seseorang dapat menyalurkan bakat serta minatnya dan mengaktualisasikan dirinya juga memperkaya ilmu serta memperluas lingkungan sosialnya. Di sisi lain, keluarga juga dikaitkan dengan kasih sayang dimana seseorang dapat mengembangkan diri dan memperoleh pemenuhan dirinya, serta merupakan tempat yang penting bagi sebuah kebahagiaan dan harapan. Tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga dan menjaga anak ditentukan oleh besarnya keluarga, komposisi keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap anggota lain (Yang,Chen, Choi & Zou, 2000).

(12)

istri yang juga harus bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan mendapatkan penghasilan tambahan. Hal ini ditunjang sesuai dengan data Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), jumlah penduduk wanita yang bekerja di Indonesia selama tiga tahun (2010-2012) cenderung terus meningkat yakni dari 10.754.822 orang pada tahun 2010 menjadi 13.390.411 orang pada tahun 2011 dan 13.919.258 orang pada tahun 2012. Dari data tersebut menunjukkan bahwa persentase perempuan yang bekerja di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun (http://kompas.bps.go.id).

Peran wanita kini telah bergeser dari peran tradisional menjadi modern. Dari hanya memiliki peran tradisional untuk melahirkan anak dan mengurus rumah tangga, kini wanita memiliki peran sosial dimana dapat berkarir dalam bidang kesehatan, ekonomi, sosial, maupun politik dengan didukung pendidikan yang tinggi. Secara tradisional, peran wanita seolah dibatasi dan ditempatkan dalam posisi pasif yaitu wanita hanyalah pendukung karir suami. Peran wanita yang terbatas pada peran reproduksi dan mengurus rumah tangga membuat wanita identik dengan pengabdian kepada suami dan anak. Sementara wanita modern dituntut untuk berpendidikan tinggi, berperan aktif, dan kritis.

(13)

berpartisipasi dalam membentuk kebijakan polisi telah sangat ditentang. Polwan dipandang secara skeptis atau lebih buruk oleh rekan-rekan pria mereka terlepas dari kenyataan bahwa perempuan telah melakukan pekerjaan polisi. Tantangan terpenting bagi para Polwan di Indonesia adalah bukan pada ”tuntutan” kesetaraan jabatan dengan Polisi pria saja, namun lebih

dari itu tantangan terpenting bagi mereka adalah bagaimana mereka mampu dapat menunjukkan performa dalam melaksanakan pekerjaan ”the real police job”. Seiring dengan hal tersebut,

Schulz (1995) telah mengamati bahwa perempuan hanya bisa mengubah peran penting pekerjaan Polisi wanita dalam kepolisian karena didukung oleh tekad dan perjuangan mereka sendiri. Dia berpendapat bahwa perempuan mengubah peran polisi mereka sepanjang sejarah dengan menggambarkan bagaimana pada kekuatan-kekuatan sosial di luar, serta mengandalkan hukum yang berlaku untuk memungkinkan mereka bekerja sebagai polisi (dalam Garcia, 2003). Wanita di Indonesia memiliki kesempatan menjadi polisi asalkan telah terpilih, lulus pendidikan kepolisian, diangkat melalui surat keputusan Presiden atau Kapolri menjadi anggota Polri dan berdinas aktif dalam penugasan kepolisian (Mabes Polri, dalam Sari, 2002). Secara Umum Polwan memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dengan Polisi laki-laki sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Pasal 13, yang berbunyi “Tugas pokok Kepolisian Negara

Republik Indonesia adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”

(14)

dalam memperbaiki citra Polri. Kesabaran, ketelatenan, dan mampu meredam cacian masyarakat terhadap Polri. Setidaknya telah memberi warna tersendiri dalam kehidupan Polri yang mampu melahirkan suatu dorongan dan kesadaran untuk patuh dan taat pada hukum, serta akan mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Polri guna mewujudkan kamtibmas. Dari data rekap kekuatan dan kondisi anggota Polri dan keluarga yang bertugas di wilayah Polda Jabar triwulan I tahun 2015, jumlah keseluruhan anggota Polri tercatat sebanyak 31.297 orang. Anggota Polwan yang bertugas di wilayah Polda Jabar berjumlah 1.675 orang. Dari jumlah Polwan yang tercatat, 54% atau sebanyak 931 orang belum menikah, ada pula yang sedang menjalani ikatan dinas, dan kurang lebih 1% sudah menikah namun bercerai dikarenakan konflik yang tidak teratasi. Sebanyak 44% atau 744 orang sudah berkeluarga yang tersebar dari pangkat BRIPDA hingga AKBP dengan pola penugasan operasuinal dan non-operasional (Data Resmi Kepolisian Daerah Jawa Barat, 2015)

Selaras dengan tujuan Polri yaitu untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban nasional (kamtibnas), tentunya perbandingan rasio polisi dan masyarakat harus berimbang. Berdasarkan survey kependudukan, Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki jumlah penduduk terbanyak. Pada tahun 2014, Pusdalisbang Jawa Barat menyatakan Jumlah penduduk Jawabarat berjumlah 46,02 juta penduduk (http://pusdalisbang.jabarprov.go.id). Dari segi kejahatan pada tahun 2013, Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang menempati urutan ketiga dengan jumlah sebanyak 24.843 kasus yang bervariasi mulai dari kejahatan terhadap orang dan juga terhadap barang (http://www.bps.go.id/). Sedangkan, Rasio polisi dengan masyarakat saat ini masih berkisar 1 : 575. Rasio tersebut belum ideal, untuk kota besar seharusnya 1 : 300 (http://nasional.kompas.com). Dengan demikian, tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada polisi untuk menjamin keamanan dan ketertiban dalam masyarakat menjadi lebih berat.

(15)

masalah yang berkaitan dengan perempuan dan anak-anak. Seiring dengan berkembangnya organisasi kepolisian, penugasan Polwan tidak hanya terbatas pada perempuan dan anak-anak saja, tetapi mencakup semua tugas-tugas kepolisian baik dalam bidang operasional maupun non-operasional atau pembinaan. Jam masuk kerja bagi Polwan di bidang Operasional di wajibkan menghadiri piket pagi pukul 06.00 dan mulai aktif pukul 07.00 dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya di setiap divisi. Jam pulang ke rumah pukul 15.00 dengan ketentuan harus siap siaga 24 jam stand by ketika ada panggilan dari pimpinan. Jam masuk kantor untuk bidang non-operasional yaitu Polwan diwajibkan apel pagi pada pukul 07.00 dan mulai menjalankan aktivitas pada pukul 08.00 hingga pukul 15.00.

(16)

Selain itu dalam bidang pembinaan, pola penugasan Polwan terbagi dalam fungsi Pembinaan Personil, Pembinaan Sistem Informasi Operasional, fungsi Penerangan Polri, fungsi Interpol, fungsi Logistik, fungsi Keuangan Polri, fungsi Pendidikan, fungsi Pengawasan, fungsi Kedokteran dan Kesehatan. Dalam fungsi Pembinaan Personil para Polwan ditugaskan untuk penyelenggaraan perekrutan, pembinaan, pemeliharaaan personil, dan pemberhentian personil. Biasanya dilibatkan dalam satuan provost guna penegakan disiplin anggota Polri. Dalam fungsi Pembinaan Sistem Informasi Operasional, tugas pokok Polwan yaitu penanganan terhadap pemrosesan data baik dari wilayah ataupun pusat. Dalam fungsi Penerangan Polri, Polwan dilibatkan dalam tugas-tugas yang berkaitan dengan penerangan baik secara langsung ataupun menggunakan media massa. Dalam fungsi Interpol, yaitu berkaitan dengan tugas menjalin hubungan politik dengan negara lain dalam kasus yang berkaitan dengan interpol. Dalam fungsi Logistik, meliputi administrasi, pengaturan penyediaan logistik seperti kendaraan dinas dan seragam dinas. Dalam fungsi keuangan, yaitu berperan dalam penyelenggaraan serta penyaluran dana serta administrasi di tingkat pusat maupun tingkat wilayah. Dalam fungsi pendidikan, tugas Polwan yaitu menyelenggarakan administrasi pendidikan seperti misalnya membuat kurikulum pendidikan bagi anggota Polri, membuat seminar Nasional, ataupun menyiapkan materi yang akan digunakam untuk penyuluhan. Dalam fungsi pengawasan, yaitu Polwan ditugaskan untuk menjadi perwira pemeriksa dan mengawasi anggota-anggota dalam kinerja di kantor. Dalam fungsi kedokteran dan Kesehatan, biasanya anggota Polwan memiliki latar belakang pendidikan kedokteran bertugas untuk melayani kesehatan personil anggota Polri atau pun masyarakat umum.

(17)

waktu berhari-hari tanpa pulang ke rumah hingga tugas selesai. Polwan yang ditugaskan dalam bidang operasinal memiliki waktu yang tidak dapat dipastikan. Meskipun tugas yang dibebankan secara Undang-Undang sama dengan polisi laki-laki, namun dalam praktiknya Polwan memiliki kelonggaran-kelonggaran dalam situasi tertentu. Misalnya ada anggota keluarga terutama anak yang sedang sakit ataupun ketika dirinya sedang sakit, adanya pemangkasan waktu piket pada malam hari, dan ijin secara lisan maupun tertulis ketika ada permasalahan keluarga yang tidak dapat ditinggalkan. Hal-hal tersebut biasanya ditoleransi oleh pimpinan. Jika Polwan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku maka akan dikenakan sanksi berupa hukuman kurungan di sel tahanan Kepolisian, diberhentikan dengan tidak hormat maupun secara hormat ketika melakukan pelanggaran. Seperti, menikah pada saat masa ikatan dinas, menjadi istri kedua, menjadi selingkuhan anggota Polri ataupun non-Polri, sering tidak masuk kerja dikarenakan sibuk mengurus pekerjaan rumah tangganya.

(18)

anggota keluarga yang tidak mendukung (low spouse support), tinggal dalam keluarga yang besar (large family), dan pekerjaan suami (spouse employement). Tuntutan peran di keluarga mempengaruhi pemenuhan tuntuan peran di pekerjaan memiliki dampak yaitu individu tidak dapat memenuhi tuntutan peran di pekerjaan karena tuntutan keluarga, misalnya istri yang harus menjaga anak yang sedang sakit mengakibatkan istri tidak masuk kerja dan pekerjaan tidak dapat diselesaikan (Greenhaus, 1985).

(19)

Work-family conflict adalah salah satu bentuk interrole conflict, tekanan dan

ketidakseimbangan peran di pekerjaan dan peran di keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Work-family conflict didefinisikan sebagai konflik yang terjadi antara peran pekerjaan dan

peran dalam keluarga sebagai akibat dari tekanan tinggi tuntutan terkait dengan peran masing-masing, dan mengurangi tingkat kinerja dalam peran lain (Greenhaus et al., 2006). Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan perannya dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya atau sebaliknya (Frone, 1992).

Greenhaus dan Beutell (1985) work-family conflict terbentuk dari 3 ketidakcocokan tekanan peran, yaitu time-based conflict, strain-based conflict, dan behavior-based conflict. Time-based conflict adalah konflik yang berkaitan dengan waktu. Dalam bentuk konflik ini

waktu yang dihabiskan untuk satu peran (pekerjaan/keluarga) membuatnya sulit untuk memenuhi kebutuhan peran lain. Strain-based conflict terjadi pada saat ketegangan yang dihasilkan oleh satu peran membuatnya sulit untuk memenuhi kebutuhan peran lain. Hal ini diartikan bahwa kinerja peran dalam keluarga terganggu akibat kinerja peran dalam pekerjaan atau sebaliknya. Behavior-based conflict adalah perilaku yang diperlukan dalam satu peran membuatnya sulit untuk memenuhi kebutuhan peran lain. Hal ini berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diharapkan oleh kedua bidang baik dalam keluarga ataupun pekerjaan.

Ketiga bentuk konflik yang terjadi dalam work-family conflict dapat terjadi dalam dua arah (Greenhaus & Beutell, 1985). Kedua arah konflik tersebut adalah family interfering with work dan work interfering with family. Pertama, family interfering with work adalah konflik

(20)

mempengaruhi keluarga. Arah dari konflik ini dimaksudkan bahwa pemenuhan tuntutan peran dalam pekerjaan mempengaruhi pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga.

Konflik pekerjaan-keluarga yang memuncak dapat berpengaruh pada penurunan fisik dan kejiwaan pada pekerja (Frone & Cooper, 1992). Selain itu, Konflik pekerjaan-keluarga mempunyai pengaruh menurunnya kehidupan rumah tangga/keluarga dan mengganggu aktifitas bekerja (Kinnunen dan Mauno, 1998). Bagi organisasi dampak konflik pekerjaan-keluarga tersebut akan berakibat pada menurunnya komitmen organisasi, motivasi, kepuasan kerja dan produktifitas, serta meningkatnya absensi bahkan turnover (Abbot et al.,1998; dalam Frone & Cooper, 1992). Konflik pekerjaan-keluarga juga dapat menimbulkan dampak dalam kehidupan berkeluarga yang mengakibatkan kecenderungan Polwan tersebut sering marah-marah kepada anak dan suami, kurang memperhatikan kebutuhan anak-anak dan suami, cepat lelah, dan lain-lain.

Kemudian peneliti malakukan wawancara pada 25 orang personil Polwan Polda Jabar yang ditujukan untuk mendapatkan gambaran lebih lanjut mengenai konflik yang terjadi antara keluarga dan pekerjaan. Dari survey awal yang dilakukan peneliti pada 25 orang Polwan yang bertugas di wilayah Polda Jabar diperoleh informasi bahwa 100% menghayati bahwa mereka mengalami konflik antara peran dalam pekerjaan dan peran dalam keluarganya. Sebanyak 60% atau 15 orang menghayati bahwa dalam menjalankan tuntutan perannya di dalam keluarga, seperti menjadi istri bagi suami dan ibu dari anak-anaknya dipengaruhi oleh tuntutan peran sebagai Polwan di lingkungan pekerjaannya. Dengan kata lain, mereka mengalami arah konflik work interfering with family (WIF). Seperti, waktu pekerjaan yang cukup padat dan tidak teratur

(21)

keluarga. Hal tersebut mengakibatkan intensitas dan kualitas waktu untuk keluarga menjadi berkurang, keadaan psikis yang tidak stabil, banyak menghabiskan waktu untuk istirahat, kurangnya pengawasan terhadap anak atau sikap yang terlalu tegas terhadap anak, dan terkadang mengalami perselisihan dengan suami.

Di sisi lain, sebanyak 40% atau 10 orang menghayati bahwa dalam menjalankan tuntutan perannya sebagai Polwan di dalam lingkungan pekerjaan dipengaruhi oleh perannya di dalam keluarga. Dengan kata lain, mereka mengalami arah konflik family interfering with work (FIW). Seperti misalnya, waktu untuk menjalankan peran di keluarga diutamakan sehingga terkadang telat masuk kantor atau apel pagi dikarenakan menyiapkan terlebih dahulu sarapan untuk anak dan suami, memandikan anak, menyusui anak, dan mengantar anak ke sekolah. Bahkan ketika sedang menjalankan tugas dalam pekerjaannya teringat akan anak dan suami di rumah. Akibatnya konsentrasi dalam pekerjaan menurun karena lebih banyak memikirkan keadaan keluarga. Selain itu kelelahan fisik di pagi hari menimbulkan rasa kantuk di kantor ataupun saat bekerja di lapangan. Selain itu, perilaku terhadap bawahan tumpang tindih dengan perilaku saat di rumah yang mengakibatkan terlalu mentoleransi jika bawahan melakukan kesalahan.

Dari 60% Polwan yang menghayati dirinya mengalami work-family conflict dengan arah work interfering with family (WIF), sebanyak 28% Polwan menghayati bahwa mereka

(22)

Selain itu, apel pagi yang dirasakan terlalu pagi yaitu pukul 6.00 bagi Polwan yang bekerja di lapangan dan pukul 7.00 bagi Polwan yang bekerja sebagai staff di kantor. Sebanyak 20% Polwan menghayati bahwa kelelahan saat menjalankan peran dalam pekerjaan, membuat Polwan kurang mampu untuk melakukan perannya di dalam keluarga setelah seharian bekerja, sesampainya di rumah, kelelahan fisik dan kelelahan psikis yang dirasakan membuat mereka kurang mampu untuk mengontrol perkembangan anak, menemani anak untuk bercerita maupun sharing dengan anak dan suami, dan mereka lebih sering menghabiskan waktu untuk

beristirahat. Sebanyak 12% Polwan menghayati bahwa perilaku saat menjalankan perannya di dalam pekerjaan mempengaruhi perannya di dalam keluarga. Seperti sikap terlalu tegas terhadap anak, kaku dalam pengasuhan terhadap anak, dan bersikap cenderung mendominasi terhadap anak maupun suami. Ketika di rumah, mereka seringkali memerintah bahkan membentak anak ketika anak tidak disiplin karena terbiasa dengan disiplin waktu yang diterapkan di kantor.

Selain itu, ketika membantu anak dalam proses membimbing belajar, mereka sering kali tidak sabar dalam menghadapi anak-anaknya. Hal ini dikarenakan mereka sudah terbiasa untuk bekerja cepat dan sesuai dengan prosedur serta perintah atasan di tempat mereka bekerja. Para Polwan menghayati adanya perasaan bersalah di dalam dirinya ketika tidak memenuhi tuntutan peran di dalam keluarga akibat lebih banyak menghabiskan waktu serta tenaga yang diberikan untuk memenuhi tuntutan dan tanggung jawab dalam pekerjaan. Perasaan bersalah yang dirasakan cenderung mengarah kepada kejengkelan yang dirasakan terhadap diri sendiri. Mereka cenderung menghayati bahwa mereka belum bisa menjadi orang tua yang baik selama berada dalam keluarga.

(23)
(24)

untuk memahami tugas dan tanggung jawabnya sebagai kesatuan Polri. Padahal tuntutan instansi Polri mewajibkan para Polwan harus sigap dan bersedia untuk bekerja secara efektif dan efisien untuk menghadapi fenomena-fenomena yang ada di dalam masyarakat. Akibat dari banyaknya waktu yang dicurahkan untuk berperan di dalam keluarga, para Polwan menghayati bahwa adanya rasa bersalah ketika didalam pekerjaan memikirkan urusan rumah tangga. Mereka menghayati bahwa mereka belum optimal untuk bekerja sebagai Polwan.

Dari data survey awal yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa konflik peran terjadi terutama pada Polwan yang sudah memiliki anak dan kurang mendapat dukungan dari pihak keluarga. Konflik peran tersebut terjadi ketika subyek kurang mampu mengontrol diri dan emosi dalam keadaan lelah, kurangnya waktu yang diberikan kepada suami dan anak, tidak dapat memenuhi keinginan anak untuk rekreasi. Dampak dari konflik peran yang dimiliki oleh 25 subyek juga bervariasi, diantaranya seperti terjadinya konflik dengan suami ataupun dengan anak yang menyebabkan terganggunya konsentrasi dalam pekerjaan, adanya konflik dengan pimpinan serta rekan dalam pekerjaan yang terbawa ke rumah, sikap yang lebih protektif terhadap anak, kondisi psikis yang lebih mudah mengalami stres, perasaan bersalah terhadap keluarga maupun di dalam lingkungan pekerjaan.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap 25 Polwan yang bertugas di teritorial Polda Jabar, diperoleh informasi bahwa mereka menghayati mengalami work-family conflict. Namun dalam penghayatannya, 56% menghayati mengalami kesulitan mengatasi konflik yang dialami dan 44% menghayati konflik yang dialami dapat diatasi. Meskipun ada beberapa contoh konflik yang sudah dipaparkan, gambaran umum mengenai konflik belum diketahui secara mendetail mengenai dimensi dari konflik yang terjadi pada Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai work-family conflict pada Polwan yang yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar guna mendapatkan

(25)

hubungan kerja dan keluarga karena hal ini sangat penting bagi kesejahteraan Polwan. Selain itu, work-family conflict (WFC) Polwan juga menarik untuk diteliti karena work-family conflict (WFC) yang terjadi pada Polwan dapat berkaitan dengan kontribusi yang mereka berikan

kepada instansi Kepolisian Republik Indonesia khususnya di wilayah Provinsi Jawa Barat.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini yaitu ingin diketahui bagaimana gambaran work-family conflict pada Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar diwakilkan dengan wilayah Mapolda Jabar, Polres Kota Besar Bandung, Polres Bogor Kota, Polres Sukabumi Kota, Polres Garut, Polres Cirebon Kota, dan Polres Tasikmalaya Kota.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai Work-Family Conflict pada Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui derajat work-family conflict pada Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar dilihat dari dimensi work-family conflict yang terbentuk dari arah dan bentuk konflik yaitu Time-based WIF, Time-based FIW, Strain-based WIF, Strain-Strain-based FIW, Behavior-Strain-based WIF dan Behavior-Strain-based FIW. Serta

(26)

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan memberikan

informasi tambahan mengenai work-family conflict bagi bidang psikologi, khususnya bidang psikologi industri dan organisasi, serta psikologi sosial fokus pada permasalahan keluarga.

2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukkan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai work-family conflict.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi instansi POLRI. Khususnya ditujukan bagi Kapolda, Karo SDM, dan ibu asuh Polwan untuk memahami konflik dalam pekerjaan maupun dalam keluarga yang dialami oleh para Polwan. Informasi ini dapat digunakan untuk memberikan konseling maupun penanganan sesuai dengan work-family conflict yang dialami oleh para Polwan. Adapun tujuan dari konseling dan intervensi tersebut yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan prestasi kerja Polwan di wilayah Polda Jabar.

2. Hasil dari penelitian ini akan diberikan kepada Karo SDM Polda Jabar berupa jurnal penelitian yang dapat dijadikan sebagai bahan seminar bagi para anggota Polwan. 3. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan Informasi kepada Polwan guna

(27)

1.5 Kerangka Pemikiran

Polwan yang bekerja di wilayah Polda Jabar dikategorikan termasuk ke dalam tahap perkembangan dewasa awal. Menurut Santrock (2002), tahap perkembangan dewasa awal terjadi pada rentang usia 20 hingga 40 tahun. Pada tahap perkembangan ini, Polwan berada di usia produktif. Mereka dituntut untuk mampu melepaskan ketergantungan mereka pada orang tua mereka secara mandiri baik dari segi finansial dan juga pengambilan keputusan. Hal ini menyebabkan mereka mengambil keputusan secara mandiri untuk bekerja dan berumah tangga. Pekerjaan yang mereka geluti merupakan pekerjaan yang bersifat non-tradisional dan jarang wanita memilih untuk mengabdi kepada negara sebagai polisi. Pilihan untuk bekerja sebagai Polwan menentukan peran yang mereka lakukan sebagai aparatur negara, seorang istri bagi suaminya, dan juga seorang ibu bagi anak-anaknya.

(28)

Ketika kedua peran yang harus dijalankan itu muncul dalam waktu yang bersamaan yang dialami oleh para Polwan, maka mereka mengalami konflik peran. Selaras dengan hal tersebut, Khan et al.dalam Grenhaus & Beutell (1985), mendefinisikan konflik peran sebagai dua tekanan yang terjadi secara bersamaan, dimana pemenuhan pada satu sisi akan menyebabkan kesulitan pemenuhan yang lain. Para Polwan mengalami konflik peran yang berkaitan dengan pemenuhan perannya dapat bersumber dari lingkungan keluarga atau lingkungan pekerjaannya. Dengan demikian mereka mengalami konflik antar peran (interrole conflict) yaitu seseorang yang menjalani dua peran atau lebih secara bersamaan saat pemenuhan

tuntutan dari suatu peran bertentangan dengan pemenuhan tuntutan dari peran yang lain (Khan et al dalam Greenhaus & Beutell, 1985).

Ketika seorang wanita yang sudah berkeluarga memutuskan untuk bekerja sebagai Polwan, tentunya mereka telah mengambil konsekuensi yaitu menjalankan dua peran dan tanggung jawab sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Dengan adanya tuntutan pekerjaan sebagai polisi dan juga tuntutan di rumah sebagai seorang istri dan ibu, mengakibatkan Polwan di wilayah Polda Jabar berpotensi mengalami konflik dalam menjalankan peran-peran di tempat kerja maupun di keluarga. Konflik peran ini disebut sebagai interrole conflict. Khan Wolfe, Quinn, Snoek, dan Rosenthal (dalam Greenhaus & Beutell, 1985) mendefinisikan interrole conflict sebagai munculnya dua atau lebih tekanan dari peran yang berbeda secara bersamaan.

Konflik peran yang seperti ini mengakibatkan pemenuhan tuntutan dari peran yang satu akan menjadi lebih sulit karena juga memenuhi tuntutan peran yang lain.

(29)

ketidakcocokan dalam beberapa karakter. Hal ini menimbulkan kesulitan untuk pemenuhan tuntutan peran dalam pekerjaan dan juga tuntutan peran dalam keluarga.

Menurut Greenhaus (1985), terdapat dua faktor penyebab terjadinya konflik kerja keluarga yaitu domain pekerjaan (work domain) dan domain keluarga (family domain), namun kedua faktor tersebut memiliki persamaan yaitu mempunyai sumber tekanan (pressure). Domain pekerjaan dan domain keluarga dapat mendukung polwan dalam menjalankan peran baik sebagai petugas kepolisian dan ibu rumah tangga. Pertama, mereka menjalankan peran serta tanggung jawab pada tempat kerja dimana mereka bekerja. Hal ini berhubungan dengan faktor dari tekanan yang timbul dari domain pekerjaan yaitu jam kerja (hours worked), pekerjaan yang tidak fleksibel (inflexible work), jadwal shift kerja (schedule shift work), serta batasan aktivitas dalam bidang pola penugasan serta beban kerja yang mereka jalankan berkaitan dengan status pangkat dan jabatan (boundary-spanning activities). Kedua, menjalankan peran serta bertanggung jawab kepada keluarga untuk menjadi istri bagi suaminya dan Ibu yang baik bagi anak-anaknya. Hal ini berhubungan dengan tekanan yang timbul dari urusan rumah tangga dan pengasuhan anak. Dengan demikian, tuntutan peran di dalam domain keluarga seperti kehadiran anak, seperti masih mempunyai tanggungjawab utama pada anak usia balita (young children), mempunyai konflik dengan anggota keluarga dengan keberadaan anggota keluarga yang tidak mendukung (low spouse support), tinggal dalam keluarga yang besar (large family), dan pekerjaan suami (spouse employement).

Menurut Gutek et al (dalam Carlson, 2000) konflik kerja-keluarga dapat muncul dalam dua arah yaitu konflik dari pekerjaan yang mempengaruhi kehidupan keluarga (FIW: family interfering with work) dan konflik dari keluarga yang mempengaruhi pekerjaan (WIF: Work

interfering with family). Work interfering with family (WIF) adalah konflik yang disebabkan

(30)

tekanan terjadinya arah work interfering with family (WIF). Family interfering with work (FIW) adalah arah work-family conflict yang disebabkan dari memenuhi tuntutan peran di lingkungan keluarga yang mengakibatkan tuntutan peran di lingkungan pekerjaan tidak terpenuhi. Faktor-faktor dari domain keluarga yang menjadi sumber tekanan terjadinya arah family interfering with work (FIW).

Kemudian menurut Greenhaus & Beutell (dalam Carlson, 2000), work-family conflict terjadi dalam 3 bentuk-bentuk konflik yaitu time-based conflict, strain-based conflict, dan behavior-based conflict. Pertama, Time-based conflict adalah konflik yang disebabkan oleh

tuntutan waktu untuk memenuhi peran yang satu dan yang lainnya. Dengan kata lain, konflik ini terjadi disaat pemenuhan suatu peran menghambat pemenuhan peran yang lainnya. Time-based conflict ini disebabkan oleh dua jenis konflik, yaitu tuntutan waktu disuatu peran

membuat seseorang secara fisik tidak dapat memenuhi ekspektasi dari peran yang lain. Tuntutan waktu juga dapat membuat seseorang mengalami kebingungan atau ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dengan satu peran meskipun seseorang tersebut telah berusaha secara fisik untuk memenuhi tugas peran yang lainnya. Kedua, strain-based conflict adalah konflik yang muncul karena ketegangan atau kelelahan pada satu peran sehingga mempengaruhi kinerja dalam peran yang lain, ataupun ketegangan disatu peran bercampur dengan pemenuhan tanggung jawab diperan yang lain. Konflik ini menyebabkan seseorang dapat memenuhi salah satu perannya secara baik dan disisi lain menyebabkan perannya yang lain terabaikan. Ketiga, Behavior-based conflict adalah konflik yang berhubungan dengan perilaku. Konflik ini muncul

(31)

enam dimensi work-family conflict yaitu Time-based WIF dan Time-based FIW, Strain-based WIF dan Strain-based FIW, serta Behavior-based WIF dan Behavior-based FIW.

Time-based conflict WIF adalah konflik yang muncul dalam bentuk tuntutan waktu yang

berasal dari urusan pekerjaan yang muncul pada saat para Polwan ini harusnya memenuhi peran sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya di lingkungan keluarga. Dengan kata lain, ketika Polwan lebih banyak meluangkan waktu untuk pekerjaan maka waktu untuk di rumah akan menjadi kurang. Hal tersebut menyebabkan pemenuhan waktu yang seharusnya Polwan ini memenuhi perannya dalam keluarga cenderung digunakan untuk menyelesaikan pekerjaannya sehingga Polwan ini kurang mampu memenuhi perannya untuk berada di rumah dalam keluarganya, seperti di hari libur yang semestinya merupakan waktu untuk menghabiskan waktu dengan keluarganya, tidak dapat dilakukan karena Polwan ini mendapat tugas yang mendadak dari atasan sehingga Polwan tersebut tidak dapat menjalankan perannya sebagai orang tua dan sebagai istri secara fisik. Secara psikis, jika Polwan ini tidak mengikuti perintah atasan maka pikirannya akan terbagi dengan urusan pekerjaan, yang berdampak adanya rasa tidak nyaman. Sehingga dalam mengoptimalkan waktu yang diberikan untuk keluarga akan berkurang karena memikirkan urusan pekerjaan.

Yang dimaksud dengan Time-based WIF tinggi adalah Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar mengalami konflik yang berkaitan dengan pemenuhan waktu di pekerjaannya dalam intensitas yang tinggi dan berlangsung dalam periode waktu yang panjang. Sehingga mengalami kesulitan untuk memenuhi waktu yang dicurahkan untuk berperan di dalam keluarga sebagai istri untuk suami dan ibu bagi anak-anaknya. Yang dimaksud dengan Time-based WIF rendah adalah Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar

(32)

kesulitan mengalokasikan waktu untuk berperan di dalam keluarga sebagai istri untuk suami dan ibu untuk anak-anaknya.

Time-based FIW adalah adalah konflik yang muncul dalam bentuk tuntutan waktu yang

berasal dari urusan keluarga yang muncul pada saat para Polwan ini harusnya memenuhi peran sebagai aparatur negara. Dengan kata lain, ketika Polwan lebih banyak meluangkan waktu untuk keluarga maka waktu untuk pekerjaan akan menjadi kurang. Seperti misalnya, ketika ada hal-hal yang menyangkut keluarganya seperti saat anak atau suami sakit, acara-acara di sekolah anak yang harus dihadiri oleh orang tua, permintaan anak untuk ditemani les ataupun kegiatan non akademis yang diikutinya. Polwan tersebut semestinya berada di kantor atau melaksanakan tugas dari atasan dan menjalankan perannya sebagai polisi. Secara fisik saat individu tersebut memenuhi perannya dalam keluarga maka perannya sebagai polisi yang sebenarnya harus dipenuhi pada waktu itu tidak dapat dipenuhinya. Secara psikis akan memberi tekanan saat Polwan yang bersangkutan berusaha mengabaikan tuntutannya dari urusan keluarga tersebut, namun saat bekerja pikiran mereka tidak terlepas dari urusan keluarga sehingga kemudian menghambat kinerja dan konsentrasi mereka dalam pelaksanaan tugas.

(33)

Strain-based WIF merupakan merupakan konflik ketegangan atau kelelahan yang dialami

oleh Polwan yang bekerja di wilayah Polda Jabar yang berasal dari tuntutan pekerjaan yang mempengaruhi kehidupan keluarga. Polwan yang mengalami konflik jenis ini akan merasa bahwa dirinya tidak menjadi sosok istri dan ibu yang baik di dalam keluarga. Misalnya, Polwan yang bekerja seharian di kantor maupun di lapangan karena tugas pekerjaannya. Seperti menghadapi atasan yang tegas, pekerjaan yang monoton, teriknya matahari, melakukan penyidikan, resiko kejahatan yang mungkin akan dihadapi, dan lain sebagainya akan berdampak pada kelelahan secara fisik. Sehingga tuntutan peran Polwan tersebut di rumah untuk menyiapkan segala kebutuhan dalam keluarga. Secara psikis, kelelahan dan keletihan yang dirasakannya secara tidak langsung mempengaruhi perasaannya misalnya melayani suami serta memberi perhatian kepada anak akan terhambat yang dikarenakan ketegangan dan kelelahan yang dirasakannya.

Yang dimaksud Strain-based WIF yang tinggi adalah Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar mengalami konflik yang berkaitan dengan ketegangan atau kelahan secara fisik dan psikis di pekerjaannya dalam intensitas yang tinggi dan berlangsung dalam periode waktu yang panjang. Sehingga mengalami kesulitan untuk memenuhi tuntutan peran di dalam keluarga sebagai istri untuk suami dan ibu untuk anak-anaknya. Yang dimaksud strain-based WIF yang rendah adalah Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar mengalami

konflik yang berkaitan dengan ketegangan atau kelahan secara fisik dan psikis di pekerjaannya dalam intensitas yang rendah dan berlangsung dalam periode waktu yang singkat. Sehingga tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi tuntutan peran di dalam keluarga sebagai istri untuk suami dan ibu untuk anak-anaknya.

Strain-based FIW merupakan konflik merupakan konflik ketegangan yang dialami oleh

(34)

konflik yang mengakibatkan individu tersebut tidak dapat bekerja secara optimal. Polwan yang menghadapi konflik ini cenderung merasa bahwa dirinya bukan pekerja yang baik sehingga seringkali dilanda kecemasan saat bekerja. Seperti misalnya, ketika berhadapan dengan masalah keluarga, contohnya urusan akademis anak, kurang dukungan dari suami untuk dirinya bekerja, anak atau suami sakit yang kemudian akan terbawa ke ranah pekerjaannya yang menyebabkan performa kerja menurun dikarenakan kondisi fisik yang lelah bedampak pada kinerja yang lambat. Secara psikis, munculnya kejenuhan, stress kerja, kehilangan konsentrasi saat bertugas, dan banyak tugas yang tertunda yang sebenarnya harus segera diselesaikan.

Yang dimaksud strain-based FIW yang tinggi adalah Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar mengalami konflik yang berkaitan dengan ketegangan atau kelahan secara fisik dan psikis di keluarganya yang menghambat perannya didalam pekerjaan dalam intensitas yang tinggi dan berlangsung dalam periode waktu yang panjang. Sehingga mengalami kesulitan untuk memenuhi tuntutan peran di dalam pekerjaan sebagai Polwan. Yang dimaksud strain-based FIW yang rendah adalah Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar mengalami konflik yang berkaitan dengan ketegangan atau kelahan secara fisik dan psikis di keluarganya yang menghambat pemenuhan peran didalam pekerjaan dalam intensitas yang rendah dan berlangsung dalam periode waktu yang singkat. Sehingga tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi tuntutan peran di dalam pekerjaannya sebagai Polwan.

Behavior-based WIF adalah konflik yang muncul ketika pengharapan suatu peran di

(35)

sehingga dimungkinkan seorang Polwan akan menjadi figur otoriter di keluarga. Sedangkan, tuntutan peran dalam keluarga di tuntut untuk hangat dan sabar saat mengasuh anak dan melayani suami.

Yang dimaksud Behavior based WIF tinggi yaitu Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar mengalami konflik yang berkaitan dengan ketidak sesuaian tuntutan pola perilaku di pekerjaannya yang tidak sesuai untuk diterapkan di keluarga dalam intensitas yang tinggi dan berlangsung dalam periode waktu yang panjang. Sehingga mengalami kesulitan untuk menukar antara peran yang dia jalani di dalam pekerjaan pada saat menjalani peran di dalam keluarga. Yang dimaksud Behavior based WIF rendah yaitu Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar mengalami konflik yang berkaitan dengan ketidak sesuaian tuntutan pola perilaku di pekerjaannya yang tidak sesuai untuk diterapkan di keluarga dalam intensitas yang rendah dan berlangsung dalam periode waktu yang singkat. Sehingga tidak mengalami kesulitan untuk menukar antara peran yang dia jalani di dalam pekerjaan pada saat menjalani peran di dalam keluarga.

Behavior-based FIW adalah konflik yang muncul ketika pengharapan suatu perilaku

(36)

Yang dimaksud Behavior based FIW tinggi yaitu Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar mengalami konflik yang berkaitan dengan ketidak sesuaian tuntutan pola perilaku di keluarganya yang tidak sesuai untuk diterapkan di pekerjaan dalam intensitas yang tinggi dan berlangsung dalam periode waktu yang panjang. Sehingga mengalami kesulitan untuk menukar antara peran yang dia jalani di dalam keluarga pada saat menjalani peran di dalam pekerjaan. Yang dimaksud Behavior based FIW rendah yaitu Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar mengalami konflik yang berkaitan dengan ketidak sesuaian tuntutan pola perilaku di keluarganya yang tidak sesuai untuk diterapkan di pekerjaan dalam intensitas yang rendah dan berlangsung dalam periode waktu yang singkat. Sehingga tidak mengalami kesulitan untuk menukar antara peran yang dia jalani di dalam keluarga pada saat menjalani peran di dalam pekerjaan.

Keenam dimensi work-family conflict yaitu Time-based WIF dan Time-based FIW, Strain-based WIF dan Strain-based FIW, serta Behavior-based WIF dan Behavior-based FIW

menghasilkan derajat tinggi atau rendahnya work-family conflict. Yang dimaksud work-family conflict tinggi adalah penghayatan mengenai konflik antara pekerjaan dan keluarga dalam

(37)

Work-family conflict dapat memberikan dampak baik pada lingkup atau area kerja

(38)
(39)

1.6 Asumsi Penelitian

1. Setiap Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar mengalami work-family conflict dilatarbelakangi dengan adanya tekanan atau tuntutan peran meliputi

tekanan dari domain pekerjaan dan juga domain keluarga.

2. Tekanan dari domain pekerjaan bersumber dari waktu kerja (hours worked), pekerjaan yang tidak fleksibel (inflexible work), serta batasan aktivitas dalam bidang pola penugasan serta beban kerja yang mereka jalankan berkaitan dengan status pangkat dan jabatan yang diemban (boundary-spanning activities) yang variatif dimiliki oleh Polwan dalam pekerjaannya.

3. Tekanan dari domain keluarga bersumber dari kehadiran anak atau mempunyai tanggungjawab utama pada anak usia balita dan remaja (young children), mempunyai konflik dengan anggota keluarga dengan keberadaan anggota keluarga yang tidak mendukung dan juga kepemilikan pembantu rumah tangga (low spouse support), tinggal dalam keluarga yang besar (large family), dan pekerjaan suami

(spouse employement) yang variatif dimiliki oleh Polwan dalam keluarganya.

4. Sumber tekanan atau tuntutan peran dari domain pekerjaan dan domain keluarga yang dialami oleh Polwan memberikan keterkaitan terhadap arah dan bentuk dari work-family conflict.

5. Work-family conflict yang di hayati oleh Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar terbentuk dari Time-based conflict, Strain-based conflict, dan Behavior-based conflict dengan arah Work Interfering with Family (WIF) yaitu

konflik dari pekerjaan yang mempengaruhi kehidupan keluarga atau Family Interfering with Work (FIW) yaitu konflik dari keluarga yang mempengaruhi

(40)

6. Work-family conflict yang dihayati oleh Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar dilihat dari kombinasi antara arah work-family conflict dengan bentuk work-family conflict yang akan menghasilkan enam dimensi work-family conflict,

yaitu time-based WIF, based WIF, behavior-based WIF, time-based FIW, strain-based FIW, dan behavior strain-based FIW

(41)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan hasil dari penelitian, dapat ditarik kesimpilan sebagai berikut :

1. Penghayatan mengenai work-family conflict yang dialami oleh Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar lebih dari setengahnya menghayati mengalami work-family conflict dalam intensitas yang rendah dan sisanya mengalami work-family

conflict dalam intensitas yang tinggi.

2. Arah konflik yang paling dominan pada Polwan yang menghayati mengalami work-family conflict dengan intensitas yang tinggi adalah work interfering with work-family (WIF)

tinggi.

3. Dimensi paling dominan dialami oleh Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah teritorial Polda Jabar dengan yang menghayati work-family conflict dengan intensitas tinggi yaitu Time-based WIF (work interfering with family)

4. Tekanan dari domain pekerjaan yaitu bertugas dalam bidang pola penugasan operasional dengan jabatan sebagai pelaksana lapangan terkait dengan tingginya intensitas work-family conflict yang dihayati oleh Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar.

5. Tekanan dari domain keluarga yaitu dukungan suami yang tidak berprofesi sebagai polisi dan tidak memiliki pembantu rumah tangga terkait dengan tingginya intensitas work-family conflict yang dihayati oleh Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah

(42)

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoritis

1. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dipertimbangkan untuk melakukan penelitian dengan responden yang sama, namun lebih mengkonsentrasikan pada divisi-divisi tertentu yang ada dalam ranah kepolisian serta mempersempit area cakupan agar lebih mendapatkan gambaran yang lebih spesifik.

2. Untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan studi perbandingan dengan melibatkan gender, hubungan atau kontribusi antara faktor-faktor yang mempengaruhi work-family conflict dengan melibatkan faktor internal misalnya kepribadian individu.

3. Dapat dipertimbangkan juga untuk memodifikasi item-item yang ada dalam kuesioner work family conflict agar lebih jelas lagi menggambarkan tekanan-tekanan yang

bersumber dari domain keluarga ataupun dari domain pekerjaan. Selain itu dapat juga melibatkan variabel-variabel lain yang yang merupakan dampak dari work-family conflict misalnya kepuasan pernikahan, kepuasan kerja, komitmen organisasi, stress

kerja, maupun dukungan sosial.

4. Dapat dipertimbangkan juga untuk memilih sampel dengan profesi pekerjaan yang berbeda dengan peneliti seperti misalnya, anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), pilot, pramugari, pekerja seni, pelaut, commuter mariage, pekerja lepas pantai, dan lain sebagainya yang cenderung menghabiskan banyak waktu di luar rumah.

5.2.2. Saran Praktis

(43)

penyelesaian terhadap work-family conflict yang dialami misalnya mengikuti program pelatihan manejemen waktu agar dapat memprioritaskan kepentingan-kepentingan dalam menjalankan kedua peran baik dalam pekerjaan maupun dalam keluarga

2. Kabag SDM Polda Jabar disarankan untuk dapat memberikan pelatihan-pelatihan yang terkait dengan cara mengolah konflik yang cenderung muncul pada peran sebagai Polwan, serta memberikan fasilitas konseling secara berkala terhadap Polwan yang memiliki permasalahan dalam pekerjaan dan juga keluarga untuk mencegah hasil negatif dari konflik keluarga pekerjaan.

(44)

PADA POLWAN YANG SUDAH BERKELUARGA

DI WILAYAH POLDA JABAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Sidang Sarjana pada Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh:

BERNAND JOSEP HASUDUNGAN

NRP : 0830159

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

(45)
(46)
(47)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Puji syukur juga dipanjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus untuk segala sesuatu yang telah Engkau anugerahkan kepada peneliti hingga dapat menyelesaikan penelitian ini. Adapun judul dari penelitian ini adalah “Studi Deskriptif Mengenai Work Family Conflict pada Polwan yang Sudah Berkeluarga di Wilayah Polda Jabar.” Tujuan penelitian ini dilakukan untuk menempuh gelar Sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti. Oleh karena itu, peneliti bersedia menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun agar peneliti dapat memperbaikinya di masa yang akan datang dan juga sebagai bahan masukan yang berguna untuk dikaji lebih lanjut.

Dalam proses penyusunan Penelitian ini, peneliti banyak menerima bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Lie Fun Fun, M.Psi., Psikolog selaku Ketua Program S-1 yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat bagi peneliti untuk berjuang menyelesaikan penelitian ini.

3. Dra. Sianiwati S. Hidayat, M.Si., Psikolog selaku Dosen Koordinator Skripsi. 4. Ellen Theresia, M.Psi., Psikolog selaku dosen wali yang selalu memberikan

(48)

5. Indah Soca, M.Psi., Psikolog., selaku dosen pembimbing utama yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, arahan, dukungan, dan bantuan serta memberikan kesempatan kepada peneliti untuk berpartisipasi dalam penelitian payung disertasinya.

6. Efnie Indrianie, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, arahan, dukungan, dan bantuan kepada peneliti.

7. Dr.Yuspendi, M.Psi., M.Pd., Psikolog, Missiliana R., M.Si, Psikolog, dan Priska Analya M.Psi., Psikolog yang telah memberikan kritik dan saran yang harus diperhatikan pada saat sidang.

8. Kapolda Jawa Barat yang memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Instansi POLRI.

9. Kombes Pol. Drs. Budi Siswanto, M.H. selaku Karo SDM Polda Jabar yang telah membantu memberikan informasi, menunjukan jalur birokrasi, dan memberikan data-data yang dibutuhkan oleh peneliti.

10. Kombes Pol Drs. Hindra Susfitri, M.M. selaku Karo SDM Polda Jabar yang menggantikan Kombes Pol. Drs. Dody Marsidy, M.Hum. yang sebelumnya di jabat oleh Kombes Pol. Drs. Budi Siswanto, M.H. yang telah mengijinkan peneliti untuk melanjutkan penelitian di wilayah Polda Jabar.

(49)

12. Jajaran Polwan di wilayah teritorial Polda Jabar yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh peneliti. Terima kasih atas kesediaannya untuk meluangkan waktu dan telah menjadi responden dalam penelitian ini.

13. Seluruh Staf Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha yang telah memberikan bantuan kepada peneliti untuk pengurusan surat dan perizinan untuk dilaksanakannya penelitian ini.

14. Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda tercinta Bapak Robert M. Simatupang, Ibunda yang ku sayangi Ratnaningsih yang telah mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang serta perhatian moril maupun materil, serta adik saya Berneta Lianawati yang dibanggakan. Semoga damai sejahtera dari Allah Bapa dan dari kita Tuhan Yesus Kristus senantiasa melimpahkan hikmat dan kebijaksanaan di dalam kasih.

15. Regina Adriani, S.Psi., Yoshua S.Psi. Taufik Adi Putra, S.Psi., Jacka Suwanda S.Psi., yang selalu memberikan dukungan dan bantuan kepada Peneliti.

16. Seluruh teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuan, saran, dan dukungan kepada peneliti.

17. Keluarga kedua “Banditozz Family” yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Kalian yang senantiasa memberikan dukungan untuk bertukar pikiran, menemani keseharian saya, membina, membantu serta membimbing saya.

Akhir kata peneliti berharap tugas Penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandung, Agustus 2016

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, Tammy D., Herst, David E.L., Bruck, Carly S., & Sutton, Martha. (2000). Consequence assosiated with work-to-family conflict : A review and agenda for future research. Journal of Occupational Health Psychology, Vol 5 No. 2 (278-308).

Biddle, B.J. dan Thomas, E.J. (1966). Role theory : Concept and research. New York : Wiley. Carlson, Dawn S., K. Michele Kacmar, Larry J. Williams. (2000). Construction and initial validation of a multidimensional measure of work–family conflict. Journal of Vocational Behavior, Vol 56. (249–276).

Crawford, M. & Unger, R. (2000). Women and Gender : A feminist psychology (3rd edition). USA : McGraw-Hills Companies, Inc.

Duxbury, L.E., & Higgins, C.A. (1991). Gender differences in work-family conflict. Journal of Applied Psychology, Vol 76, No. 1. (60-74).

Friedenberg, Lisa. (1995). Psychological testing : Design, analysis and use. Boston : Allyn and Bacon.

Frone, M. R., Russell, M., & Cooper, M .L. (1992). Antecedents and outcomes of work–family conflict: Testing a model of the work–family interface. Journal of Applied Psychology, Vol 77 No. 1 (65–75).

Frone, M. R. (2000). Work-family conflict and employee psychiatric disorder : The national comorbidity survey. Journal of Applied Psychology, Vol 85 No. 6 (888-895).

Garcia, Vanessa. (2003). Difference in the police department - women, policing, and doing gender. Journal of Contemporary Criminal Justice, Vol. 85 No. 3 (330-344).

Greenhaus, Jeffrey. H., Nicholas J. Beutell. (1985). Sources of conflict between work and family roles. Journal The Academy of Management Review, Vol. 10, No. 1 (76-88). Kinnunen, U., & Mauno, S. (1998). Antecedents and outcomes of work-family conflict among

employed women and men in Finland. Human Relations, Vol. 51, No.2, (157-177). Korabik, Karen., Donna S Lero, Denise L. Whitehead. (2008). Handbook of work–family

integration. Canada : Academic Press.

Maria, Christina & Kuntari, Indah Soca R. (2014). Hubungan work-family conflict dengan burnout pada satpam PT “X” Bandung. Humanitas-Jurnal Psikologi Indonesia, Vol. 1 No 3, (233-244).

Mufida, Alia. (2008). Hubungan antara work-family conflict dengan psychology well being pada ibu yang bekerja. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

(51)

Santrock. J. W. (2002). Life-span development: Perkembangan masa hidup (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Singarimbun, Masri dkk, (1989), Metode penelitian survei (cetakan ke-18), Februari 2006 (Edisi revisi). Jakarta: Pustaka LP3ES.

Sugiyono, Prof. DR. (2005). Statistika untuk penelitian (cetakan ke-8). Bandung : Alfabeta. Yang, N., Chen, C.C., & Zou, Y. (2000). Source of work-family conflict: A sino-U.S.

(52)

DAFTAR RUJUKAN

Amelia, Ricka A. (2012). Studi dekskriptif mengenai work-family conflict pada karyawati yang sudah berkeluarga di PT Astra Daihatsu Motor Jakarta bagian assembly plant Bandung. (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha: Bandung.

Pusat Data dan Analisis Pembangunan Jawa Barat. (2014) Data kependudukan tahun 2014. (Online). : (http://pusdalisbang.jabarprov.go.id/pusdalisbang/data-94-Kependudukan.html, di akses tanggal 21 Mei 2015).

Badan Pusat Statistik Nasional. (Maret, 2013). Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia, Maret 2013. (Online). (http://kompas.bps.go.id, di akses pada tanggal 2 Mei 2014).

Kompas. (Maret, 2014). Rasio polisi dan masyarakat 1:575. Online : (http://nasional.kompas.com/read/2014/03/11/1445361/Rasio.Polisi.dan.Masyarakat.1.5 75#page1, di akses tanggal 21 Mei 2015).

_______. (6 Mei, 2013). Jangan Takut Berhenti Bekerja. Online : (http://female.kompas.com/read/2013/05/06/10164817/jangan.takut.berhenti.bekerja , diakses tanggal 15 April 2015)

Kepolisian Republik Indonesia. (2015). (Online). (http://www.polri.go.id/organisasi/op/lp, di akses, 28 April 2015).

Kepolisian Republik Indonesia. (2015). Rekap Kekuatan dan Kondisi Anggota POLRI dan Keluarga Perpangkat. Bandung : POLDA JABAR.

Polwan garda depan pendekatan polisi kepada masyarakat. (Online). (http://www.hersays.com/category/Lifestyle/It's-All-About-Life/242/Polwan,-Garda-Depan-Pendekatan-Polisi-Kepada-Masyarakat, di akses tanggal 20 April).

Polwan kekuatan besar dalam mendukung dan mewarnai kesuksesan. (Online).

(http://www.lawunews.com/2013/09/polwan-kekuatan-besar-dalam-mendukung.html?m=0, di akses tanggal 16 April 2015).

Tim Penyusun Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. (2015). Panduan penulisan skripsi sarjana (Edisi Revisi)-Juli 2015. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. (2002). Jakarta : Visimedia Pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

Adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan llmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,sehubungan dengan penelitian skripsi berjudul : "Dampak Aplikasi Sistem

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompetensi dosen dan factor psikologis mahasiswa terhadap pengetahuan kewirausahaan, dengan objek

Sri Rohmawati, (2013) Peran Instruktur dalam Menumbuhkan Motivasi Warga Belajar Pada Pelatihan Kewirausahaan (Studi Deskriptif Pada Warga Belajar Paket C di

Finally, the writer hopes this Observation Report can benefit to the writer, academic environment, and the readers.. The writer realizes that this

Data yang diperoleh berupa laporan keuangan perusahaan perbankan go public di Bursa Efek Jakarta untuk tahun buku 2001, 2002, dan 2003 dari Indonesian Capital Market

signifikan kecerdasan emosional ditinjau dari jenis kelamin pada siswa kelas X SMA. Negeri 3 Salatiga dengan nilai signifikansi 0,187 (p

Persiapan paling awal yang dilakukan oleh praktikan adalah mengikuti kuliah pengajaran mikro. Dalam hal ini praktikan sekaligus melakukan praktik mengajar pada kelas yang kecil

Oleh sebab itu kondisi optimum untuk fraksi MAG ini (suhu reaksi 45º C, waktu reaksi 17 jam dan pelarut tertier-butanol 10 ml) tidak dipilih sebagai kondisi optimum proses