MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI MELALUI PENGGUNAAN METODE BERCERITA
(STORY TELLING)
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelompok B TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur
Jl. Patrol II No 14 Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung)
SKRIPSI
Oleh:
YULI YULIANTI
NIM. 1007595
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
JURUSAN PEDAGOGIK
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI MELALUI PENGGUNAAN METODE BERCERITA
(STORY TELLING)
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelompok B TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur
Jl. Patrol II No. 14 Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung)
Oleh :
Yuli Yulianti
1007595
SebuahSkripsi yang Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi
Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan
@Yuli Yulianti 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2014
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI
MELALUI PENGGUNAAN METODE BERCERITA (STORY TELLING)
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelompok B TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur
Jl. Patrol II No. 14 Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung)
Oleh :
Yuli Yulianti
1007595
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PENGUJI
Penguji I
Rudiyanto,S.Pd., M.Si NIP. 197406171999031003
Penguji II
Dr. Aan Listiana, M.Pd NIP. 197208032001122002
Penguji III
Leli Kurniawati, S.Pd., M.Mus NIP. 132252248
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan
ABSTRAK
Yuli Yulianti. Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini Melalui Penggunaan Metode Bercerita (Storytelling) di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur Baleendah. Penelitian ini dilakukan atas dasar permasalahan yang muncul pada anak kelompok B umumnya kemampuan berbicara anak masih rendah. Maka peneliti melakukan penelitian pada kelompok B sebanyak 8 orang siswa. Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk memperoleh informasi tentang kondisi obyektif kemampuan berbicara anak TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur. (2) Untuk mengetahui penerapan metode bercerita (storytelling) dalam meningkatkan kemampuan berbicara di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur. (3) Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbicara anak di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur setelah menggunkan metode bercerita (storytelling). Metode yang digunakan adalah metode bercerita (storytelling) dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) melalui 2 siklus. Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan observasi, wawancara, studi dokumentasi, catatan anekdot, dan instrument penelitian. Hasil penelitian kemampuan berbicara anak kelompok B setelah diberikan tindakan melalui pemberian metode bercerita (storytelling)
terbukti meningkat. Rekomendasi bagi guru anak usia dini (PAUD) diharapkan menggunakan berbagai metode untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak seperti halnya metode bercerita (storytelling). Bagi peneliti diharapkan selalu berusaha mencari alternatif metode sehingga dapat menambah masukan khususnya PAUD.
ABSTRACT
Yuli Yulianti. Improve early childhood speech through use of storytelling in kindergarten Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur Baleendah. The research was conducted on the basis of the problems that arise in group B children generally speaking skills the child is still low. So the researchers conducted a study in group B as many as 8 students. The objectives of this study were: (1) To obtain information about the state objectively speaking skills of kindergarten children Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur. (2) To determine the application of the method of storytelling (storytelling) in improving speaking skills in kindergarten Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur. (3) To determine the improvement of speaking skills in kindergarten children Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur after use the method of storytelling (storytelling). Method used is the method of storytelling (storytelling)
with Classroom Action Research (CAR) through 2 cycles. Collecting data in this study is the observation, interviews, document study, anecdotal notes, and research instruments. The results of the study child's ability to speak in group B after a given action through the provision of storytelling (storytelling) proved to be increased. Recommendation for early childhood teachers (ECD) is expected to use a variety of methods to enhance the child's ability to speak as well as methods of storytelling. For researcher expected always trying to find alternative methods that can add input especially ECD.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAKSI ... iv
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR GRAFIK ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat Penelitian ... 9
F. Struktur Organisasi Penulisan Skripsi ... 10
BAB II KAJIAN TEORITIS A. Anak Usia Dini ... 11
1. Pengertian Anak Usia Dini ... 11
2. Karakteristik Anak Usia Dini ... 12
B. Kemampuan Berbicara ... 14
1. Pengertian Berbicara ... 14
2. Faktor-Faktor yang dapat Mempengaruhi Kemampuan Berbicara... 15
3. Karakteristik Kemampuan Berbicara ... 16
1. Pengertian Bercerita (Storytellling) ... 19
2. Sejarah dan Perkembangan Bercerita (Storytelling) ... 22
3. Karakteristik Cerita (Storytelling) untuk Anak Usia Dini ... 23
4. Jenis dan Sumber Bercerita (Storytellling) ... 24
5. Manfaat Metode Bercerita (Storytellling)... 29
D. Teknik Penyajian Cerita ... 33
a. Memilih dan Mempersiapkan Tepat ... 33
b. Bercerita Tanpa Alat Peraga ... 36
c. Mengekspresikan Karakter Tokoh ... 37
d. Menirukan Bunyi dan Karakter Suara ... 37
e. Menghidupak Suasana Cerita ... 37
f. Memilih Diksi dan Struktur Kalimat ... 38
E. Penelitian Terdahulu... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 40
1. Pengertian Tindakan Kelas (PTK) ... 40
2. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 41
3. Alasan Penulis Menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 41
4. Langkah –Langkah Tindakan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) 42 B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 44
C. Penjelasan Istilah dalam Judul ... 44
D. Instrument Penelitian ... 46
1. Teknik Pengumpulan Data ... 46
a. Observasi ... 46
b. Wawancara ... 46
c. Studi Dokumentasi ... 47
d. Catatan Anekdot ... 47
e. Alat Tes Kemampuan Berbicara ... 48
b. Mendeskripsikan Data ... 54
c. Kesimpulan ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 55
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 55
2. Kondisi Objektif Kemampuan Berbicara Anak Kelompok B TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur ... 67
3. Penerapan Metode Bercerita (Storytelling) Untuk Meningkatkan Berbicara ... 72
4. Temuan Penelitian Tentang Peningkatan Kemampuan Berbicara Anak Pada Kelompok B Di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur Setelah Menggunakan Metode Bercerita (Storytelling) ... 108
B. Pembahasan Penelitian ... 103
1. Kondisi Objektif Kemampuan Berbicara Anak Pada Kelompok B Di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur Setelah Menggunakan Metode Bercerita (Storytelling) ... 113
2. Penerapan Pembelajaran Dalam Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Pada Kelompok B Dengan Menggunakan Metode Bercerita (Storytelling) Di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur ... 116
3. Peningkatan Kemampuan Berbicara Anak Kelompok B Di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur Setelah Menggunakan Metode Bercerita (Storytelling) ... 119
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 124
B. Rekomendasi ... 125
DAFTAR PUSTAKA ... 127
DAFTAR TABEL
3.1. Tabel Kisi-Kisi Instrument Penelitian Kemampuan Berbicara Anak ... 49
4.1. Tabel Kepala Sekolah dan Guru-Guru TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur ... 57
4.2 Tabel Keadaan Jumlah Siswa Kelompok B TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur ... 57
4.3.Tabel Rencana Kegiatan Harian TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur... 62
4.4. Tabel Hasil Observasi Pra Siklus ... 70
4.5. Tabel Skenario Pembelajaran Siklus I ... 73
4.6. Tabel Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Siklus I ... 80
4.7. Tabel Kemampuan Berbicara Anak pada Siklus I ... 85
4.8. Tabel Skenario Pembelajaran Siklus II ... 93
4.9. Tabel Skenario Cerita Siklus II ... 92
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Penataan tempat duduk model paruh bangun untuk ruang besar ... 3.3
Gambar 2.2 Penataan bercerita model letter U ... 34
Gambar 3.1. Tahapan siklus PTK ... 40
Gambar 4.1. Latar cerita “Kancil dan Buaya” ... 76
Gambar 4.2. Kegiatan evaluasi/review setelah bercerita (Storytelling) ... 79
Gambar 4.3. Anak sedang menggambarkan cerita kancil dan buaya ... 80
Gambar 4.4. Foto anak ABK ... 81
Gambar 4.5. Kegiatan Evaluasi setelah Siklus II ... 95
Gambar 4.6. Kegiatan storytelling Siklus II ... 95
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1. Kemampuan berbicara anak kelompok B sebelum tindakan ... 68
Grafik 4.2. Kemampuan berbicara anak kelompok B setelah Siklus I ... 85
Grafik 4.3. Kemampuan berbicara anak kelompok B Setelah Siklus II... 102
Grafik 4.4. Perbandingan kemampuan berbicara anak kelompok B Pra Siklus,
Siklus I dan Siklus II ... 104
DAFTAR LAMPIRAN
3.1 Kisi Kisi Instrument Peneilitian
3.2 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara
3.3 Dokumentasi Penelitian
3.4 Kisi-Kisi Instrument Penelitian
4.1 Instrument Penelitian Observasi Tingkat Pencapaian Perkembangan Berbicara Anak Kelompok B
4.2 Catatan Anekdot Pra Siklus
4.3 Pedoman Wawancara Guru Kelas Pra Siklus
4.4 Skenario Pembelajaran Siklus I
4.5 Skenario Cerita Kancil dan Buaya
4.6 Catatan Anekdot Siklus 1
4.7 Pedoman Wawancara Guru Kelas Siklus I
4.8 Lembar Observasi Aktifitas Guru Dalam Kegiatan Bercerita (Storytelling)
Siklus I
4.9 Skenario Pemeblajaran Sikuls II
4.10 Skenario Cerita “Harimau Yang Setia”
4.11 Catatan Anekdot Siklus II
4.12 Pedoman Wawancara Guru Kelas Siklus II
4.13 Lembar Observasi Aktifitas Guru Dalam Kegiatan Bercerita (Storytelling) Siklus II
4.14 Rencana Kegiatan Minggun (RKM)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain,
dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran
dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau symbol untuk
mengungkapkan pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, isyarat, bilangan,
lukisan, dan mimik muka. (Syamsu Yusuf, 2000:118)
Di dalam sebuah jurnal hasil penelitian yang ditulis oleh Dewi (2013)
diungkapkan bahwa:
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia pada umumnya dan dalam kegiatan berkomunikasi pada khususnya. Demikia pula peran bahasa bagi anak. Membaca memberi sumbangan yang besar dalam perkembangan anak menjadi dewasa. Perkembangan TK/RA masih jauh dari sempurna. Namun demikian, potensinya bisa dirangsang melalui membaca yang aktif dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Kemampuan bahasa anak dapat ditumbuhkan dengan berbagai cara seperti: bermain tebak-tebak kata, bercerita, mendongeng dengan alat peraga, atau membuat pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh anak. Keterampilan membaca dan bercerita harus dikembangkan sejak dini.
Berangkat dari hasil penelitian di atas, dapat diketahui bahwa bahasa
memiliki peranan penting bagi anak usia dini sehingga mereka mampu
berkomunikasi dengan baik dan benar sesuai dengan tahap perkembangannya. Hal
ini senada dengan apa yang ditulis oleh Hurlock (1997:175) bahwa:
2
Anak usia dini merupakan individu yang mengalami suatu proses
pertumbuhan dan perkembangan. Pada usia ini anak berada dalam keadaan yang
sangat peka untuk menerima rangsangan dari lingkungannya. Apabila anak
berinteraksi dengan lingkungan berarti sekaligus anak dipengaruhi dan
mempengaruhi lingkungan. Dengan demikian, hubungan anak dengan lingkungan
bersifat timbal balik, baik yang bersifat perkembangan psikologis,fisik, motorik,
intelektual, emosi, bahasa dan social.
Fungsi dari bahasa menurut Rochmah (2005:128) adalah sebagai sarana
komunikasi. Untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, semua individu harus
menguasai dua fungsi yang berbeda yaitu: kemampuan menangkap maksud yang
ingin dikomunikasikan orang lain dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan
orang lain sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti oleh orang lain.
Bahasa sebagai alat komunikasi yang penting didalam kehidupan
sehari-hari, baik bahasa tulisan maupun lisan. Namun, bahasa lisan merupakan bahasa
yang paling efektif dan efisien Karena kemungkinan terjadinya salah faham
sangat kecil. Tanpa bahasa setiap individu tidak mungkin dapat mengungkapkan
perasaan sendiri kepada orang lain sehingga mungkin tidak akan dapat dimengerti
oleh orang lain.
Di dalam mempelajari perkembangan bahasa maka semakin tinggi
penguasaan bahasa anak maka semakin baik pula kemampuan berbicara anak
dalam komunikasi. Pada saat ini, anak usia dini memerlukan berbagai rangsangan
yang dapat meningkatkan perkembangan bahasanya, sehingga perkembangan
bahasa anak usia dini dapat berkembang lebih optimal sesuai dengan standar
tingkat pencapaian perkembangan yang telah tertuang dalam Permen Diknas No.
58 tahun 2009 tanggal 17 September 2009. Standar tingkat pencapaian
perkembangan dalam kemampuan mengungkapkan bahasa anak pada kelompok B
(usia 5-6 tahun) diantaranya mampu menceritakan pengalaman/kejadian secara
3
berani bertanya secara sederhana, mampu meniru kembali 4-5 urutan kata dan
dapat menjawab pertanyaan tentang keterangan /informasi.
Namun, pada kenyataannya situasi yang terjadi di dalam kelas di TK
Tresna Bhakti Mulia AlMabrur, setelah di observasi ternyata tidak seluruh anak
dapat menguasaai perbendaharaan kata dan belum mampu untuk bertutur kata
sesuai dengan tahap perkembangan berbicaranya. Dari hasil observasi di TK
tersebut penulis menemukan bahwa kemampuan berbicara anak pada kelompok B
belum tercapai secara maksimal (belum sesuai dengan tingkat pencapaian
perkembangan). Hal ini, dapat terlihat dari sebagian anak masih belum jelas di
dalam mengucapkan kata-kata seperti huruf l, r, t dan k. Selain itu pula, dapat
terlihat ada anak yang belum mampu untuk menjawab pertanyaan siapa, mengapa,
dimana, bagaimana, dan sebagainya. Dapat dilihat pula pada kemampuan didalam
mengungkapkan kejadian/pengalaman sederhana dan juga ada anak yang kurang
berani untuk mengungkapkan pendapatnya serta mengalami kesulitan ketika
menceritakan kembali isi cerita yang sudah di bacakan oleh guru. Hal ini
disebabkan karena selama ini guru menggunakan metode pembelajaran yang
belum tepat didalam menstimulus kemampuan berbicara anak di kelompok B.
Apalagi masa ini, menjadi guru TK itu penuh dengan tantangan baik tantangan
dari luar maupun dari orang tua murid. Sekarang ini orang tua murid senantiasa
menginginkan anaknya setelah menyelesaikan sekolahnya di TK, anak tersebut
harus bisa membaca, menulis dan berhitung. Akhirnya apa yang terjadi? Guru
menjadi dilema.
Di satu sisi gurupun memahami bahwa pendidikan anak usia dini itu
bukanlah salahsatu wadah untuk persiapan anak belajar Calistung (membaca,
menulis dan berhitung) hingga anak tersebut siap melanjutkan sekolahnya ke
SD. Dan disisi lain tuntutan orang tua terlalu tinggi dan kurangnya pemahaman
orang tua terhadap pendidikan anak usia dini, apalagi bagi orang tua yang sibuk
bekerja sehingga tidak ada waktu untuk berbicara dengan anaknya. Semakin maju
4
pendidik/guru harus memilih metode yang tepat/relevan di dalam proses
pembelajaran di kelas sesuai dengan tumbuhkembang anak sehingga anak mampu
mengembangkan kemampuan berbicaranya sesuai tingkat pencapaian
perkembangannya.
Kemampuan berbicara merupakan bentuk bahasa yang menggunakan
artikulasi atau kata-kata yang di gunakan untuk menyampaikan maksud. Karena
berbicara merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif, penggunaannya
paling luas dan paling efektif. Sehingga dengan kemampuan berbicara maka anak
dapat berkomunikasi dengan orang lain yang dapat dipahami pentingnya untuk
menjadi anggota kelompok sehingga dapat diterima dengan baik oleh
teman-temannya, dan anak dapat berkembang secara optimal dan tidak mengalami
hambatan.
Moeslichatoen (2004: 18) mengungkapkan bahwa menurut Vygotsky ada
tiga tahap perkembangan bicara anak yang menentukan tingkat perkembangan
berfikir dengan bahasa, diataranya tahap eksternal, egosentris dan internal. Tahap
ekternal merupakan tahap berfikir dengan bahasa yang datang dari luar dirinya,
sumber utamanya adalah orang dewasa misalnya orang dewasa bertanya kepada
anak: “apa judul cerita yang telah ibu bacakan? Anak menjawab: “serigala dan babi kecil” dan seterusnya. Tahap egosentris merupakan tahap di mana pembicaraan orang dewasa tidak lagi menjadi persyaratan, missal “serigalanya
lapar..babinya takut”. Tahap ketiga merupakan tahapan dimana anak menghayati sepenuhnya proses berfikirnya, maksudnya anak memproses pikirannya dengan
pemikirannya sendiri: misalnya “apa yang harus saya gambar? Saya tahu saya menggambar serigala lapar”.
Seperti telah dikemukakan tentang tahapan perkembangan berbicara
menurut Vygotsky di atas maka pada kenyataan di kelas sebagian anak mengalami
kesulitan di dalam menjawab pertanyaan tentang keterangan yang lebih kompleks
seperti didalam menjawab pertanyaan apa, mengapa, di mana, berapa, bagaimana
5
Hildebrand ( 1990) mengungkapkan bahwa perkembangan bicara anak itu
adalah untuk menghasilkan bunyi verbal. Kemampuan mendengar dan membuat
bunyi-bunyi verbal merupakan hal paling utama untuk menghasilkan bicara.
Kemampuan berbicara anak juga akan meningkat melalui pengucapan suku kata
yang berbeda-beda dan diucapkan secara jelas. Karena pengucapan merupakan
factor penting didalam berbicara. (Moeslichatoen, 2004:19)
Sehingga masalah yang terjadi di dalam kelas tersebut menjadi bahan
penelitian bagi penulis, Penelitian ini menggunakan metode bercerita
(storytelling), metode ini dilakukan tanpa alat peraga, berawal dari guru sebagai
pencerita di depan anak-anak kelompok B. Namun, sebelum bercerita guru
terlebih dulu menghias kelas menjadi tempat sesuai tema/judul cerita yang akan
dibawakan. Setelah guru bercerita anak-anak ditugaskan untuk menggambarkan
cerita yang telah diceritakan oleh guru di kertas yang sudah disediakan dan setelah
itu anak bercerita di depan kelas sambil menunjukkan hasil gambarnya.
Penelitian dengan menggunakan metode bercerita (storytelling) ini
melatih daya pikir anak usia dini untuk terlatih memahami proses cerita, melatih
anak untuk dapat menceritakan kembali cerita yang telah diceritakan guru dan
juga melatih anak-anak untuk memilih kata-kata sehingga mampu berbicara
dengan jelas. Berbicara mengenai storytelling sungguh banyak manfaatnya. Tak
hanya bagi anak-anak tetapi juga bagi orang yang mendongengkannya. Dari
proses storytelling kepada anak ini banyak manfaat yang dapat dipetik. Menurut
Josette Frank yang dikutip oleh (Asfandiyar 2007: 98), seperti halnya orang
dewasa, anak-anak memperoleh pelepasan emosional melalui pengalaman fiktif
yang tidak pernah mereka alami dalam kehidupan nyata. Storytelling ternyata
merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan aspek-aspek
bahasa, kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), sosial, dan aspek konatif
(penghayatan) anak-anak.
6
dalam kelas dengan pembelajaran yang lebih tepat dan menyenangkan. Menurut
Froebel di ungkapkan bahwa pembelajaran di Taman Kanak-Kanak adalah
bermain. Karena kekuatan permainan merupakan kendaraan bagi perkembangan
social, emosi dan pikiran maupun sebagai cerminan perkembangan mereka. (Carol
Seefeldt, 2008:23). Teori Piaget (1952) menunjukkan bahwa permainan adalah
proses berfikir. Permainan adalah jalan bagi anak-anak mengembangkan
kemampuan menggunakan lambang dan memahami lingkungan mereka. (Carol
Seefeldt, 2008:24). Sedangkan menurut Mulyasa (2012:166) di ungkapkan bahwa
bermain merupakan cara belajar yang paling penting bagi anak usia dini, karena
bermain bagi anak usia dini dapat mempelajari dan belajar banyak hal, dapat
mengenal aturan, bersosialisasi, menempatkan diri, menata emosi, tolenransi,
kerjasama dan menjunjung tunggi sportivitas.
Berangkat dari hal tersebut di atas menegaskan bahwa pembelajaran di
Taman Kanak-Kanak tidak terlepas dari bermain sambil belajar. Karena bermain
dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk bereksplorasi, menemukan,
mengungkapkan perasaan, berkreasi dan belajar secara menyenangkan. (Isjoni,
2011:59).
Berkenaan dengan masalah yang berkaitan dengan perkembangan
berbicara pada anak usia dini diatas, maka hal itu perlu mendapat perhatian dari
para pendidik/guru di dalam kelas sehingga dapat memperkecil kesalahpahaman
antara anak yang satu dengan anak lainnya. Dengan demikian, dalam pendidikan
anak usia dini guru harus pandai memilih permainan yang dibutuhkan dan paling
tepat menjadi sarana pembelajaran, terutama didalam memilih metode
pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berbicara anak usia dini.
Dalam membantu mengembangkan keterampilan berbicara pada anak
usia dini, guru TK banyak menggunakan metode bercerita, penugasan, praktek
langsung, bercakap-cakap, tanya jawab, menyanyi, deklarasi, karya wisata,
7
detik ini, bercerita (storytelling) masih menjadi salah satu pilihan orang tua dan
guru dalam menanamkan budi pekerti pada anak usia dini.
Moeslichatoen (2004: 157) mengungkapkan bahwa: “metode bercerita
(storytelling) merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak usia
dini secara lisan, sehingga kegiatan bercerita (storytelling) dapat memberikan
pengalaman belajar anak untuk berlatih mendengarkan informasi tentang
pengetahuan,nilai dan sikap untuk dihayati dan diterapkandalam kehidupan
sehari-hari. Isjoni (2011:90) mengungkapkan bahwa: bercerita (storytelling)
merupakan media untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat
sehingga akan memberikan suasana yang segar, menarik dan menjadi pengalaman
yang unik bagi anak.
Itadz (2008:48) juga mengungkapkan bahwa bercerita (storytelling) dapat
meningkatkan aspek perkembangan bahasa anak usia dini, cerita dalam kontelasi
ini dimaksudkan sebagai stimulus perkembangan bahasa anak secara
komprehensif, karena bahasa merupakan aspek yang cukup penting untuk melihat
perkembangan lain. Selain itu juga, bercerita dapat meningkatkan perkembangan
kosakata, perkembangan struktur (ujaran kata) dan perkembangan pragmatif
(bertutur kata) bahasa anak usia dini.
Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh para ahli di atas tentang betapa
pentingnya metode bercerita (storytelling) terhadap kemampuan berbicara anak
usia dini, maka hal itu menjadikan bahan penelitian bagi penulis.
Berdasarkan hasil observasi dan latar belakang masalah di atas, maka
penulis akan mencoba menelaah dan menelitinya dalam sebuah skripsi yang
berjudul: “Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini Melalui Penggunaan Metode Bercerita (Storytelling).”
B. Identifikasi Masalah Penelitian
8
Mulia Al-Mabrur Baleendah. Dari hasil observasi di TK tersebut penulis
menemukan permasalahan sebagai berikut, diantaranya:
1. Tidak semua anak pada kelompok B dapat menguasai perbendaharaan kata
dan belum mampu untuk bertutur kata sesuai dengan tahap perkembangan
berbicaranya.
2. Kemampuan berbicara anak pada kelompok B belum tercapai secara
maksimal (belum sesuai dengan tingkat pencapaian perkembangan).
3. Guru belum mengetahui strategi/metode pembelajaran yang tepat didalam
menstimulus kemampuan berbicara anak di kelompok B.
4. Orang tua terlalu sibuk bekerja sehingga tidak ada cukup waktu untuk
berbicara dengan anak-anaknya, apalagi ditunjang dengan semakin maju
teknologi yang mengakibatkan anak untuk memilih bermain game di
depan computer/Ipad dibanding bermain dengan teman sebayanya.
5. Guru TK penuh dengan tantangan baik tantangan dari luar maupun dari
orang tua murid. Sekarang ini orang tua murid senantiasa menginginkan
anaknya setelah menyelesaikan sekolahnya di TK, anak tersebut harus bisa
membaca, menulis dan berhitung (Calistung).
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil observasi dan latar belakang di atas maka penelitian
skripsi ini akan difokuskan pada masalah-masalah berikut:
1. Bagaimana kondisi obyektif kemampuan berbicara anak di TK Tresna Bhakti
Mulia Al-Mabrur ?
2. Bagaimana penerapan metode bercerita (Storytelling) dalam meningkatkan
kemampuan berbicara di TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur?
3. Bagaimana peningkatan kemampuan berbicara anak di TK Tresna Bhakti
9
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini secara umumnya adalah untuk mengetahui
apakah metode bercerita (Storytelling) itu dapat meningkatkan perkembangan
bahasa anak usia dini. Secara lebih rinci tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk memperoleh informasi tentang kondisi obyektif kemampuan berbicara
anak di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur.
2. Untuk mengetahui penerapan metode bercerita (storytelling) dalam
meningkatkan kemampuan berbicara di TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur
3. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbicara anak di TK Tresna
Bhakti Mulia Al-Mabrur setelah menggunakan metode bercerita (storytelling).
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi bidang keilmuan: Penelitian ini dapat menambah referensi mengenai
penelitian khususnya tentang bercerita.
b. Bagi guru: menjadi tolak ukur di dalam menggunakan metode yang tepat
untuk meningkatkan perkembangan bahasa anak usia dini yaitu
salahsatunya dengan bercerita (storytelling).
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti: untuk menambah wawasan tentang metode yang tepat untuk
meningkatkan kemampuan berbicara anak usia dini dengan metode
bercerita (Storytelling).
b. Bagi guru, dapat menambah pengalaman baru mengenai kegiatan bercerita
(Storytelling) sebagai metode di dalam pengembangan kemampuan
berbicara anak usia dini.
c. Bagi peneliti selanjutnya: penelitian ini diharapkan dapat memberikan
rujukan untuk peneliti selanjutnya dalam upaya mengembangkan kegiatan
10
F. Struktur Organisasi Penulisan Skripsi
Adapun sistematika penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah” yang di tentukan oleh UPI tahun 2013 dan melalui
bimbingan dengan Dosen Pembimbing. Skripsi ini terdiri dari:
1. Bab 1 yaitu Pendahuluan diantaranya: latar belakang penelitian, identifikasi
masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan struktur organisasi.
2. Bab II yaitu kajian pustaka diantaranya: konsep perkembangan bahasa pada
anak usia dini, kemampuan berbicara, pengertian dan karakteristik anak usia
dini, pengertian bercerita (storytelling) , metode-metode bercerita.
3. Bab II yaitu metode penelitian diantaranya: subyek penelitian, desain
penelitian, metode penelitian, penjelasan istilah, instrument penelitian,
prosedur penelitian, tekhnik pengumpulan data dan analisis data.
4. Bab IV yaitu hasil penelitian dan pembahasan diantaranya: hasil penelitian
dan pembahasan hasil analisis data.
5. Bab V yaitu: kesimpulan dan saran diantaranya: kesimpulan, saran, daftar
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Metode yang akan dikembangkan pada penelitian di TK Tresna Bhakti
Mulia Al Mabrur adalah dengan menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK).
Adapun tekhnik di dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
praktek langsung, observasi dan dokumentasi.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) termasuk penelitian kualitatif walaupun
data yang terkumpul bisa berupa kuantitatif. Menurut Hidayah (2013:6)
diungkapkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas dikenal dengan istilah Classroom
Research (CAR). Kemmis (1983) dalam Hidayah (2013:6) juga mengungkapkan
bahwa PTK adalah sebuah bentuk penelitian inkuiri reflektif yang dilakukan
untuk meneliti masalah sosial termasuk pembelajaran.
Sedangkan menurut Hasley (1972) dalam Sanjaya (2009:24)
mengungkapkan penelitian tindakan kelas adalah intervensi dalam dunia nyata
serta pemeriksaan terhadap pengaruh yang ditimbulkan dari intervensi tersebut.
Kemudian Burns (1999) yang dikutip oleh Sanjaya (2009: 25) mengungkapkan
bahwa penelitian tindakan adalah penerapan berbagai fakta yang ditemukan
untuk memecahkan masalah dalam situasi sosial untuk meningkatkan kualitas
tindakan yang dilakukan dengan melibatkan kolaborasi dan kerjasama para
peneliti dan praktisi.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
diketahui bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan intervensi dalam
dunia nyata dengan berbagai perlakuan tertentu dan fakta yang ditemukan untuk
41
2. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
PTK sangat berbeda dengan penelitian umumnya yang bertujuan menguji
hipotesis dan membangun teori secara umum (general). PTK lebih menekankan
pada perbaikan kinerja, bersifat kontekstual dan hasilnya tidak bisa digenaralisir.
Menurut Sanjaya (2009:33) tujuan utama PTK adalah peningkatan kualitas proses
hasil belajar, meningkatkan kualitas pembelajaran secara praktis, sehingga
kadang pelaksanaannya sangat situasional dan kondisional yang
kadang-kadang kurang memerhatikan kaidah-kaidah ilmiah.
Sedangkan menurut Ardiana dan Kisyani-Laksono (2006) yang dikutip
oleh Hidayah (2013:7) mengungkapkan bahwa tujuan dari PTK adalah untuk
menemukan masalah yang dihadapi oleh guru di kelas. Sehingga dengan
melakukan PTK maka guru dapat memperoleh model-model pembelajaran yang
tepat, menarik dan menyenangkan, kreatif dan efektif.
Dari beberapa tujuan penelitian tindakan kelas di atas, maka dapat
diketahui bahwa dengan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) maka guru
dapat menemukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi didalam kelas dan
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran secara praktis dengan model
pembelajaran yang tepat, menarik dan menyenangkan, kreatif dan efektif.
3. Alasan Penulis Menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Menurut Sanjaya (2009: 32) diungkapkan bahwa “PTK adalah salah satu
cara yang dapat dilakukan guru untuk menguji dan sekaligus memanfaatkan
berbagai rekayasa teknologi untuk meningkatkan kualitas mengajar.
Dari paparan diatas, maka hal itu menjadikan inspirasi bagi penulis untuk
melakukan penelitian dengan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Karena
dengan alasan sebagai berikut:
a) Untuk mengembangkan keterampilan mengajar penulis di dalam kelas
b) Untuk mengetahui berbagai permasalahan yang ada didalam kelas
c) Untuk menyelesaikan masalah secara praktis yang dihadapi dalam proses
42
meningkatkan perkembangan anak usia dini. Terutaman untuk meningkatkan
kemampuan berbicara anak usia dini, yang merupakan bahan penelitian
penulis.
4. Langkah-Langkah Tindakan Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK) ada
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh peneliti, ada beberapa pendapat, namun
penulis menggunakan tahapan penelitian menurut Hidayah (2013:18), tahapan-
tahapan penelitian tindakan kelas diantara lain:
a) Tahap 1 adalah perencanaan
b) Tahap 2 adalah pelaksanaan tindakan
c) Tahap 3 adalah pengamatan
d) Tahap 4 adalah refleksi
Senada dengan tahapan-tahapan atau siklus menurut pendapat Kemmis,
Mc. Taggart (1988), sebagai berikut:
PELAKSANAAN
PERENCANAAN
REFLEKSI
PENGAMATAN
PERENCANAAN PENGAMATAN
REFLEKSI
PELAKSANAAN SIKLUS -I
SIKLUS -II
43
Dari tahapan-tahapan penelitian tindakan kelas di atas, maka dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Perencanaan
a. Studi Pendahuluan
Melakukan tindakan persiapan awal sebagai langkah untuk melakukan
wawancara dan observasi dan sebagai dasar untuk mengembangkan
pelaksanaan tindakan pembelajaran siklus I selanjutnya siklus II.
b. Rencana Tindakan
Rencan tindakan ini diharapkan anak dapat menceritakan kembali cerita yang
telah diceritakan oleh gurunya di depan kelas. Dengan metode ini guru dapat
mengukur sejauhmana kemampuan anak-anak setelah mendengar cerita.
Menurut Hidayah (2013:21) kegiatan didalam rencana tindakan diantaranya:
menyusun RKH, merancang pengorganisasian kelas, menyusun dan
mempersiapkan instrument, dan membuat kesepakatan terhadap persepsi
tindakan yang akan dilakukan dalam tindakan.
2. Pelaksanaan Tindakan
Menurut Sanjaya (2009:79) mengungkapkan bahwa pelaksanaan tindakan
merupakan perlakuan yang dilaksanakan guru berdasarkan perencanaan yang
telah disusun.
Kegiatan pokoknya diantaranya: melaksanakan sesuai dengan rencana,
selama berlangsung peneliti melakukan observasi, merekam proses pembelajaran
berlangsung dan melakukan analisis data dan evaluasi (hidayah, 2013:21).
Maka, kegiatan pelaksanaan tindakan ini diharapkan guru dapat
melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana, tentunya dibarengi
dengan kegiatan observasi sehingga pelaksanaan tindakan ini dapat dianalisis dan
dievaluasi.
3. Pengamatan
44
Dengan adanya kegiatan pengamatan ini, secara langsung dapat
membantu guru untuk merekam semua proses pembelajaran yang berlangsung.
4. Refleksi
Hidayah (2013:22) mengungkapkan bahwa kegiatan refleksi adalah
kegiatan analisis interpretasi, penjelasan informasi dari selama proses kegiatan
pembelajaran. Hal ini senada dengan pendapat dari Sonjaya (2009:80)
mengungkapkan bahwa refleksi merupakan aktifitas melihat berbagai kekurangan
yang dilakukan guru selama tindakan.
Maka dari itu, dengan adanya kegiatan refleksi maka guru dapat
menemukan berbagai kekurangan yang perlu diperbaiki didalam melaksanakan
rencana kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, kekurangan-kekurangan yang
terjadi dapat dijadikan sebagai dasar dalam penyususnan rencana /siklus ulang
sehingga peneliti (dalam hal ini guru sebagai peneliti) dapat melakukan kegiatan
pembelajaran/siklus II dengan lebih baik lagi.
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur yang
beralamat di Jln. Patrol II No 14 Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung.
Adapun subjek dari penelitian ini adalah anak-anak Kelompok B TK
Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur Bandung Tahun Ajaran 2013-2014.
C. Penjelasan Istilah dalam Judul
1. Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk mengekspresikan apa yang dialami
dan dipikirkan anak untuk menangkap pesan dari lawan bicara. Dengan berbahasa
anak dapat berkomunikasi dan bersosialisasi dengan anak lainnya dan mampu
berkreativitas melalui kegiatan bercerita, menceritakan kembali cerita yang telah
diperdengarkan, berbagi pengalaman ataupun bersajak/puisi.
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain,
45
mengungkapkan pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, isyarat, bilangan,
lukisan, dan mimik muka. (Syamsu Yusuf, 2000:118)
Maka dapat diketahui bahwa bahasa merupakan hal yang penting bagi
anak, karena dengan bahasa anak dapat mengekspresikan keinginannya dan
mampu berkomunikasi dengan orang lain sehingga kesalahpahaman diantara
teman sebayanya dapat diminimalisir.
2. Berbicara
Berbicara merupakan bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau
kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan maksud. Bicara juga merupakan
keterampilan mental- motorik yang tidak hanya melibatkan koordinasi kumpulan
otot mekanisme suara yang berbeda, tetapi juga mempunyai aspek mental yakni
kemampuan mengaitkan arti dengan bunyi yang dihasilkan.
Ada dua criteria yang dapat digunakan untuk memutuskan apakah anak
berbicara dengan artian yang benar atau hanya “membeo”. Pertama anak harus
mengetahui arti kata yang digunakannya dan mengaitkannya dengan objek yang
diwakilinya. Sebagai contoh, kata “bola” harus mengacu pada bola, bukan pada mainan umumnya. Kedua anak harus melafalkan kata-katanya sehingga orang
memahaminya dengan mudah.
Berbicara merupakan sarana berkomunikasi dengan individu lainnya yang
dapat dilakukan dalam setiap bentuk bahasa-tulis, lisan, isyarat tangan, ungkapan
musik dan artistik. Namun, bahasa lisan merupakan bahasa yang paling efektif
dan efisien karena kemungkinan terjadinya salah paham sangat kecil. (Rochmah,
128:2005).
Berangkat dari pengertian berbicara diatas, maka dengan berbicara anak
akan mampu mengeluarkan pendapat dengan mudah, efektif dan efisien.
3. Metode Bercerita
Metode bercerita merupakan cara untuk meneruskan warisan dari satu
46
berkomunikasi, mengembangkan fantasi anak, sebagai dimensi kognitif dan
bahasa anak usia dini.
D. Instrument Penelitian
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Menurut Nasution (1987) mengungkapkan bahwa metode observasi
merupakan metode yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan
manusia seperti terjadi dalam kenyataan. Sedangkan menurut Sanjaya (2009:86)
diungkapkan bahwa observasi merupakan teknik mengumpulkan data dengan cara
mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung.
Dalam observasi ini hal yang akan diamati adalah:
1) Kondisi obyektif kemampuan berbicara anak kelompok B di TK Tresna
Bhakti Mulia Al Mabrur
2) Proses pembelajaran di TK Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur
3) Pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita
(storytelling) di kelompok B
4) Proses peningkatan kemampuan berbicara anak kelompok B di TK Tresna
Bhakti Mulia Al Mabrur setelah menggunakan metode bercerita (storytelling).
Maka dengan observasi maka penulis dapat memperoleh gambaran yang
lebih jelas tentang kemampuan anak usia dini di dalam berbicara.
(Adapun Kisi-Kisi Instrument Observasi lebih jelas lihat lampiran 3.1)
b. Metode Wawancara
Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam
percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. (Nasution 1987).
Sedangkan menurut Sanjaya (2009:96) diungkapkan bahwa wawancara
atau interviu dapat diartikan sebagai teknik mengumpulkan data dengan
menggunakan bahasa lisan secara tatap muka ataupun melalui saluran media
47
Dalam hal ini wawancara yang dilakukan termasuk kedalam wawancara
bebas, yakni pewawancara bebas menanyakan apa saja, tetapi mengingat data apa
yang akan dikumpulkan. Pihak yang diwawancara adalah guru kelompok B di TK
Tresna Bhakti Mulia Al Mabrur.
Dengan demikian, teknik wawancara ini diharapkan peneliti dapat
mengetahui sejauhmana kemampuan anak usia dini didalam kemampuan
berbicara.
(Adapun Kisi-Kisi Instrument Wawancara lihat pada lampiran 3.2)
c. Study Dokumentasi
Menurut Arikunto (1998:149) diungkapkan bahwa dokumentasi, dari asal
katanya dokumentasi, yang artinya barang-barang tertulis. Didalam melaksanakan
metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti
buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notula rapat, catatan harian dan
sebagainya.
Dalam hal ini yang dilakukan oleh penulis adalah memotret seluruh
keadaan dan proses pembelajaran pada kelompok B di TK Tresna Bhakti Mulia
Al Mabrur.
Kegiatan studi dokumentasi ini dilakukan untuk mendokumentasikan
seluruh kegiatan pembelajaran, mulai dari perencanaan sampai kepada kegiatan
refleksi. Sehingga kegiatan ini menjadi bukti fisik didalam melakukan kegiatan
penelitian.
(Untuk lebih jelas Dokumentasi Kegiatan Penelitian lihat lampiran 3.3)
d. Catatan Anekdot
Catatan anekdot adalah suatu tekhnik pengumpulan data yang bersifat
pengamatan (observasi), karena guru sebagai pengamat hanya mencatat berbagai
peristiwa yang terjadi selama proses kegiatan belajar berlangsung. (Agustin,
2010:54)
Catatan anekdot akan menjadi bukti fisik kejadian yang terjadi pada saat
48
kepada kegiatan refleksi. Dengan demikian, catatan anekdot didalam penelitian
tindakan kelas penting dilakukan sebagai bahan evaluasi peneliti.
e. Alat Tes Kemampuan Berbicara
Di dalam proses pengumpulan data peneliti membuat alat tes kemampuan
berbicara atau sering disebut dengan instrument penelitian. Dibawah ini
merupakan bagan kisi-kisi instrument penelitian kemampuan berbicara anak usia
dini yang diambil dari Kurikulum 2004, Program Kegiatan Belajar (PKB) Taman
49
Table 3.1 Kisi-Kisi Instrument Penelitian Kemampuan Berbicara Anak
Variable Sub Variable Deskripsi Indicator Item
50
9. Anak dapat mengungkapkan pendapat secara sederhana
10.Anak mampu menyebutkan sebanyak-banyaknya nama
tokoh dalam cerita yang sudah diceritakan guru
11.Anak mampu menyebutkan sebanyak-banyaknya
nama benda
12.Anak dapat menyebutkan kata-kata sifat yang
51
13.Anak dapat menyebutkan kata-kata sifat yang
berhubungan dengan ukuran
14.Anak dapat menyebutkan kata-kata sifat yang
berhubungan dengan rasa
17.Anak dapat memberi keterangan tentang suatu hal
18.Anak mau mengungkapkan pendapat secara sederhana
19. Anak dapat mengikuti perintah secara berurutan
dengan benar.
20.Anak dapat Mendengarkan dan menceritakan kembali
cerita secara utuh.
21.Anak mampu melanjutkan cerita yang telah didengar
52
(untuk lebih jelas lihat lampiran 3.4)
guru..
Bercerita tentang
gambar yang
dibuat sendiri
22.Anak dapat mengulang kalimat yang telah didengarnya
53
2. Analisis Data
Menurut Sanjaya (2009:106) mengungkapkan bahwa menganalisis data
adalah suatu proses mengolah dan menginterpretasi data dengan tujuan untuk
mendudukkan berbagai informasi sesuai dengan fungsinya hingga memiliki
makna dan arti yang jelas sesuai dengan tujuan penelitian.
Analisis data didalam PTK dapat dilakukan dengan analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis data kualitatif digunakan untuk menentukan peningkatan
proses belajar khususnya berbagai tindakan yang dilakukan guru, maksudnya
peneliti sebagai instrument penelitian, peneliti mengadakan penelitian sendiri
dengan teknik yang sudah dijelaskan sebelumnya yaitu wawancara, observasi dan
lainnya.
Sedangkan analisis data kuantitatif digunakan untuk menentukan
peningkatan hasil belajar siswa sebagai pengaruh dari setiap tindakan yang
dilakukan guru. Data penelitian kuantitatif ini dianalisis dengan tekhnik
persentase. Maksudnya untuk mengetahui tingkat perkembangan berbicarara anak
setelah mendengarkan cerita dan menceritakan kembali cerita yang telah didengar.
Rumus yang digunakan untuk mencari persentase adalah:
P ,
dimana :
P = persentase
F = jumlah anak yang mencapai tingkat perkembangan tertentu
n = jumlah anak yang di jadikan sampel penelitian
100 = konstanta
Analisis data menurut Sanjaya dalam bukunya yang berjudul Penelitian
54
a. Reduksi Data
Yakni kegiatan menyeleksi data sesuai dengan fokus masalah. Pada tahap ini
peneliti mengumpulkan instrument yang digunakan untuk mengumpulkan
data kemudian dikumpulkan berdasarkan focus masalah.
b. Mendeskripsikan Data
Maksudnya agar data yang telah terorganisir menjadi bermakna.
Mendeskripsikan data bisa dilakukan dalam bentuk naratif, membuat grafik
atau table.
c. Kesimpulan
Membuat kesimpulan berdasarkan deskripsi data. Pada tahap ini peneliti
menguraikan fokus yang ditemukan sehingga datanya lebih rinci dan pada
tahap ini peneliti telah menemukan karakteristik, kontras-kontras/perbedaan
dan kesamaan antar kategori serta menemukan hubungan antara satu kategori
124
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Kemampuan berbicara anak usia dini melalui penggunaan metode
bercerita (storytelling) pada kelompok B di TK Tresna Bhakti Mulia Al-Mabrur,
setelah dilaksanakannya penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengalami
peningkatan. Maka peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Kondisi objektif kemampuan berbicara anak kelompok B di TK Tresna Bhakti
Mulia Al-Mabrur peneliti menemukan bahwa kemampuan berbicara anak
pada kelompok B belum tercapai secara maksimal (belum sesuai dengan
tingkat pencapaian perkembangan). Berdasarkan pada observasi awal pada
umumnya kemampuan anak di dalam berbicara sebelum dilakukan penerapan
metode bercerita (storytelling) masih rendah.
2. Penerapan metode bercerita (storytelling) untuk meningkatkan kemampuan
berbicara anak usia dini kelompok B di TK Tresna bhakti Mulia Al Mabrur
dilakukan dengan 2 siklus. Siklus I peneliti bercerita tentang fabel (cerita
binatang) yaitu cerita “Kancil dan Buaya”dan siklus II peneliti juga bercerita
tentang fabel (cerita binatang) yang berisi tentang cerita legenda. Metode
bercerita (storytelling) yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini
adalah bercerita secara langsung sehingga guru sangat mengandalkan kualitas
suara, ekspresi wajah, serta gerak tangan dan tubuh. Sehingga kegiatan
bercerita (storytelling) ini lebih fleksibel dan sangat menarik membuat anak
bebas berimajinasi dan menemukan pendapat/gagasan sendiri tentang cerita
yang telah didengar dan disampaikan.
125
kemampuan berbicara. Terlihat dari hasil yang ditunjukkan oleh anak dalam
menjawab pertanyaan yang diajukan guru secara sederhana, dapat
mengungkapkan pendapat/gagasan, pikiran, perasaan melalui serangkaian
kalimat secara lisan dan dapat menceritakan cerita secara utuh.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kasimpulan dalam penelitian ini, dapat disampaikan
saran-saran bagi pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan untuk perbaikan kegiatan
bercerita (storytelling), antara lain:
1. Pihak Sekolah
Kemampuan berbicara pada anak usia dini (PAUD) hendaknya
ditanamkan sejak mereka lahir dan mulai berkembang dalam keluarga lalu lebih
berkembang lagi ketika mereka masuk sekolah, khususnya mulai dari Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) atau Taman Kanak-kanak (TK), sebelum mereka
memasuki sekolah-sekolah yang lebih tinggi lagi tingkatnya.
Sekolah hendaknya memfasilitasi kelengkapan sarana prasarana sebagai
penunjang proses pembelajaran, kelengkapan dan ketersediaannya fasilitas sarana
prasarana, buku-buku sumber lainnya yang tersedia dan juga tidak lepas dari guru
dan peserta didik itu sendiri yang sangat mendukung demi proses kegiatan
bercerita (storytelling) yang berjalan dengan baik.
2. Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Penerapan metode bercerita (storytelling) sebaiknya direncanakan oleh
guru sematang mungkin, mulai dari strategi, bagaimana menggunakan media
maupun sumber yang baik, pola belajar, sehingga dalam pelaksanaannya tidak
mendapatkan hambatan yang berarti.
Guru senantiasa meningkatkan wawasan profesionalisme, sehingga dapat
126
sesuai tahap perkembangannya. Keadaan itu tidak terlepas dari pada peran serta
guru itu sendiri dalam pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar di kelas.
3. Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini
Bagi prodi pendidikan pendidikan anak usia dini perlu memperhatikan
pembelajaran yang memberikan arahan kepada mahasiswanya dalam menanggapi
siswanya. Lebih menanamkan pembelajaran yang mampu membantu mahasiswa
untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak usia dini, kelak nanti sudah
menjadi guru PAUD.
4. Universitas Pendidikan Indonesia
Bagi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) merupakan universitas
dengan begitu banyak jurusan yang ditujukan untuk menjadi guru. Sehingga
diharapkan dapat menanamkan pembelajaran yang menjadikan guru lebih kreatif
dan inovatif didalam mendidik anak-anak bangsa sehingga mereka dapat
meningkatkan aspek perkembangannya terutama perkembangan bahasa anak yang
sangat perlu untuk di kaji lebih dalam lagi. Karena dengan berkomunikasi yang
baik dapat membantu anak-anak bangsa untuk menjelajahi dunia.
5. Peneliti Selanjutnya
Peneliti berikutnya diharapkan dapat melakukan penelitian mengenai
penggunaan metode bercerita (storytelling) serta dampaknya pada kemampuan
berbahasa yang lain, seperti kemampuan menyimak, membaca dini atau
127
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, A.A. (2008). Mendidik dengan Dongeng. Bandung: PT ROSDA KARYA.
Asmani, et al. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Purwakarta: Alma Pustaka Sejahtera.
Asfandiyar, Andi Yudha, 2007. Cara Pintar Mendongeng, Jakarta: Mizan.
Boltman, A. (2001). Childrens storytelling technologies: Differences in elaboration and recall [Online]. Tersedia: http://1stitiseer.1psu.edo 1563253.html [18 Agustus 2013].
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2010). Undang-undang Nomor 20 tahun 2003. Tentang Pendidikan Anak Usia Dini.
Hurlock, E.B. (1997). Perkembangan Anak. Jakarta: PT ERLANGGA.
Isjoni, H. (2011). Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: ALFABETA
Itadz. (2008). Memilih, Menyusun Dan Menyajikan Cerita Untuk Anak Usia Dini. Yogyakarata: TIARAWACANA.
Masitoh. (2010). Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Malika, A. (2008). Memilih Buku untuk Mendongeng. [online]. Tersedia:
http://www.kompas.com. [10 januari 2009].
MariyanA, Rita. Nugraha, Ali. dan Rachmawati, Y. (2010). Pengelolaan Lingkungan Belajar. Jakarta: KENCANA.
128
Moeleong, L.J. (1998). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT ROSDA KARYA.
Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik. Bandung: TARSITO.
Nasution, S (1987). Metode Riset. Bandung: JEMMARS.
Patmonodewo, S. (1995). Pendidikan Anak Pra Sekolah. Jakarta: RINEKA CIPTA.
Purboyo, Kunto. (2004). Bermain dan Kreatifitas. Jakarta: PAPAS SINAR
SINANTI.
Papalia, D.E. Wendoks, S. dan Feldman, R.D. (2008). Human Development. Jakarta: KENCANA
Rachmawati, Y. dan kurniati, Euis.(2010) Strategi Pengembangan Kreatifitas Pada Anak. Jakarta: KENCANA.
R, Moeslichatoen. (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: RINEKA CIPTA.
Rahayu, Y.A,. (2013). Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan
Bercerita. Jakarta. PT Indeks.
Rokayah, S. (2003). Bermain, Bernyanyi dan Bercerita. Bandung: BKPRMI
Rochmah, YR. (2015). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta:
Seefeldt, C. dan Wasik, B.A. (2008). Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT INDEKS.
Serrat, O. (2008). Storytelling. United States of America: Reed Elsevier.
129
UPI. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Yuliani, E. (2005). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: TERAS
Yusuf, S. (2000). Psikologi perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: ROSDAKARYA.
Yus, Anita. (2011). Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: KENCANA