• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI DENGAN MENGGUNAKAN MODUL PADA MATA PELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI DENGAN MENGGUNAKAN MODUL PADA MATA PELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

No. Daftar

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI

DENGAN MENGGUNAKAN MODUL

PADA MATA PELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Mcmperoleh Gclar Magister Pendidikan Program Studi Pengembangan Kurikulur

WetSS

DJADJA DJADJURI

999742

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

Pembira bing I

Prof. Dr.H. Nana'Syacjdih Sukmadinata NIP. 13br43873

PeinbinibingJI

Dr.Hj.Mulyani Sumantri, M.Sc

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul "Pengembangan Model Pembelajaran Investigasi Dengan Menggunakan Modul Pada Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar" ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau

klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 24 Agustus 2001 Yang membuftfpernyataan,

(4)

ABSTRAK

Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah dasar, khususnya dalam mata

pelajaran IPA, terlalu ditekankan pada proses menghafalkan materi pelajaran, yang bersumber dari bukupaket. Proses pembelajaran seperti itu sangat tidak sesuai dengan

hakikat IPA sebagai proses.

Melalui action research di Kl. V SD Negeri KPAD Gegerkalong, penelitian ini diarahkan pada peningkatan kualitas proses pembelajaran melalui proses investigasi dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif mencari dan menemukan sendiri fokta, konsep, dan prinsip. Pertanyaan penelitian tertuju pada prosedur pembelajaran model investigasi dengan menggunakan modul, bentuk modul yang digunakan, kegiatan belajar siswa, bentuk bimbingan guru, bentuk evaluasi, dan hasil

belajar.

Berdasarkan hasil survey pendahuluan dan dengan mengacu pada salah satu teori investigasi dalam mata pelajaran IPA serta teori pembelajaran lain, pola pembelajaran yang dikembangkan meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Modul berisi tujuan, kegiatanbelajar, dan evaluasi; yang terdiri dari lembar petunjuk guru, lembar kegiatan siswa, lembar kerja siswa, lembar pertanyaan pemantapan, dan lembar soal tes. Kegiatan belajar siswa meliputi pengerjaan tes awal, pengungkapan pengalaman lampau yang terkait dengan bahan baru, praktek percobaan, diskusi, merangkumkan materi pelajaran, dan pengerjaan tes akhir. Bimbingan guru dilakukan secara klasikal, kelompok dan individual pada saat siswa melakukan praktek percobaan, diskusi, dan merangkum materi pelajaran. Evaluasi sesuai dengan hakikat IPA dilakukan terhadap proses dan hasil belajar. Hasil belajar berupapengetahuan, pemahaman, aplikasi, keterampilan dan sikap.

—• Dari pengembangan model ditemukan beberapa prinsip pembelajaran yaitu berpusat pada aktivitas belajar siswa, belajar melalui pengalaman langsung, balikan dan penguatan dengan segera, dan penggunaan lingkungan sebagai sumber dan media

pembelajaran.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran di atas, selain daya serap materi atau pencapaian tujuan pembelajaran yang dapat dinilai cukup baik, sikap-sikap positif siswa seperti keberanian bertanya dan mengemukakan pendapat, kemampuan menghargai pendapat orang lain, kritis, dan kemampuan bekerjasama ada kecenderungan meningkat pula.

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR BAGAN vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah dan Penjelasan Istilah 13

C. Pertanyaan Penelitian 17

D.Tujuan dan Manfaat Penelitian 19

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar 21

B. Model Pembelajaran Investigasi 41

C. Model Pembelajaran Investigasi Dalam Pendidikan IPA 48

D. Modul 49

E. Model Pmbelajaran Investigsi Dengan Menggunakan Modul 54

F. Hasil Penelitian Yang Relevan 56

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A.Lokasi dan Waktu Penelitian 60

B. Metode Penelitian 60

C. Prosedur Penelitian 64

D. Teknik Pengumpulan Data 68

E. Teknik Analisis dan Penafsiran Data 69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Data Hasil Survey Pendahuluan 71

B. Pengembangan Model 80

C. Model Pembelajaran Investigasi Dengan Menggunakan Modul Yang Dapat Dikembangkan Pada Mata Pelajaran IPA

Di Sekolah Dasar 111

D. Interpretasi Data Hasil Penelitian 117

E. Pembahasan Hasil Penelitian 130

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 141

B. Saran 151

DAFTAR PUSTAKA 155

LAMPIRAN - LAMPIRAN 158

RIWAYAT HIDUP

(6)

DAFTAR BAGAN

1 . Peta Variabel Teoretis Proses Pembelajaran 13

2 . Peta Variabel Proses Pembelajaran IPA 14

3 . Kerucut Pengalaman 46

4 . Action Research 62

5 . Prosedur Penelitian 65

6 . Rangkuman Pengembangan Model 110

7 . Dimensi Model Pembelajaran Investigasi

Dengan Menggunakan Modul 143

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pada saat ini bangsa Indonesia sedang mengalami berbagai krisis, seperti

krisis moral, krisis ekonomi, krisis kebudayaan, krisis politik. Semua krisis tersebut terutama terpulang pada perilaku manusia atau perilaku bangsa Indonesia itu sendiri. Hal ini berarti bangsa Indonesia sedang mengalami krisis

SDM.

Di dalam pembangunan, SDM merupakan faktor yang paling utama dibanding dengan sumber daya alam dan dana. Pengembangan kualitas SDM

merupakan bidang garapan pembangunan pendidikan. Selama pembangunan

pendidikan tidak digarap secara sungguh-sungguh dan profesional, selama itu pulalah SDM akan tetap menjadi masalah utama di dalam berbagai bidang pembangunan.

Wardiman Djojonegoro (1998:562) mengemukakan : "Pendidikan hams mampu mengembangkan SDM Indonesia yang bermutu, ... SDM yang bermutu paling tidak memiliki tiga kompetensi dasar, yaitu : (1) kemampuan menguasai keahlian dalam cabang IPTEK; (2) kemampuan bekerja secara profesional; dan (3) kemampuan menghasilkan karya yang bermutu".

(8)

Mencerdaskan kehidupan bangsa memang menjadi salah satu aspek sasaran pendidikan nasional, sebagaimana tercantum pada pasal 4, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai

berikut:

Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung

jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa musti selalu dilakukan di dalam

setiap pelaksanaan pendidikan di setiap jalur dan jenjang pendidikan, apalagi

dikaitkan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Akhir-akhir ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terasa semakin pesat, akan tetapi sebagian besar, bahkan hampir semua perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, khususnya perkembangan teknologi tinggi, merupakan "barang import". Bangsa Indonesia sendiri, termasuk para ilmuwan, sebagian besar merupakan konsumen ilmu dan teknologi. Kenyataan seperti ini bila dibiarkan terus, maka bangsa ini dalam bidang IPTEK akan tetap "dijajah" oleh bangsa lain yang lebih maju di bidang

itu.

Selama kemampuan berpikir masih tetap rendah, maka ketinggalan di bidang IPTEK akan semakin jauh. Kemampuan berpikir dengan kadar tinggi masih menjadi masalah dalam pendidikan di Indonesia.

(9)

Sebagaimana dikemukakan oleh Ace Suryadi (1999:50), bahwa pendidikan persekolahan sampai saat ini dianggap sebagai unsur utama dalam pengembangan SDM. Melalui jalur pendidikan sekolah upaya peningkatan kualitas SDM, termasuk meningkatkan kemampuan berpikir dapat dilakukan

secara sistematis dan terprogram, sehingga kualitas SDM akan semakin

meningkat. Sekaitan dengan itu Wardiman Djojonegoro mengemukakan : Namun, untuk dapat mencapai mutu yang lebih tinggi lagi, diperlukan

beberapa kajian serta perbaikan terhadap beberapa masalah berikut ini : (1) pendidikan di sekolah cenderung masih terlalu berorientasi terhadap penguasaan teori dan hapalan, sehingga orientasinya terhadap penanaman kemampuan belajar (learning capacity) dan penanaman penalaran masih perlu ditingkatkan (Wardiman Djojonegoro, 1998: 560)

Peningkatan kualitas SDM merupakan upaya yang musti dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan di jalur sekolah melalui jenjang pendidikan dasar bahkan dari taman kanak-kanak sampai pendidikan tinggi. Pendidikan di jenjang pendidikan dasar mestinya memberikan kemampuan-kemampuan dasar yang kuat untuk belajar di jenjang pendidikan menengah. Dengan memperoleh kemampuan dasar yang kuat di jenjang pendidikan dasar, termasuk di Sekolah Dasar, para lulusan pendidikan dasar diharapkan memiliki bekal yang lebih potensial untuk berkembang menjadi SDM yang lebih baik.

(10)

diselenggarakan di sekolah dasar (SD) bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar 'baca-tulis-hitung', pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan

mereka untuk mengikuti pendidikan di SLTP".

Untuk menghasilkan kualitas lulusan yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional maupun tujuan sekolah, setiap sistem pendidikan atau sekolah memiliki kurikulum yang berfungsi sebagai alat untuk mencapainya. Oleh karena itu kurikulum memegang peranan yang sangat penting di dalam membina kemampuan SDM, termasuk kemampuan berpikir

dengan kadar yang tinggi.

Seperti dikemukakan oleh Soedijarto (1997:11) bahwa unsur terpenting dalam pendidikan sekolah ialah sistem kurikulumnya. Karena itu sistem kurikulum adalah unsur yang paling strategis dari sistem pendidikan sekolah.

Senada dengan pendapat di atas, Ace Suryadi (1999:89) berpendapat : "Kurikulum atau program pendidikan merupakan faktor terpenting dalam pendidikan karena dapat mengarahkan ingin dibawa ke mana pendidikan itu. Dengan meramu kurikulum dan program pendidikan, proses pendidikan diatur sedemikian rupa sehingga berbagai faktor yang menyangkut sarana-prasarana

serta arus murid dapat dikendalikan".

Di dalam Kurikulum Pendidikan Dasar tercantum :

Kurikulum pendidikan dasar yang berkenaan dengan sekolah lanjutan

tingkat pertama (SLTP) lebih menekankan pada kemampuan siswa untuk

menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi yang disesuaikan

dengan kebutuhan pembangunan dan lingkungan. Penguasaan tersebut

(11)

secara bertahap seperti berpikir teratur dan kritis, memecahkan masalah sederhana, serta sanggupdan bersikap mandiri dalam kebersamaan.

Memperhatikan penekanan pada kurikulum untuk SLTP di atas, maka pembinaan kemampuan berpikir di tingkat Sekolah Dasar merupakan upaya yang sangat penting dilakukan, sebagai persiapan untuk belajar di SLTP dengan

lebih baik.

Kualitas lulusan suatu satuan pendidikan merupakan hasil dari proses pembelajaran yang telah terjadi, sebagai wujud implementasi kurikulum. Jadi kualitas lulusan sangat bergantung kepada proses pembelajaran yang terjadi, di

mana guru sangat memegang peranan penting.

Beberapa ahli menyatakan bahwa betapapun bagusnya suatu kurikulum (official), hasilnya sangat bergantung pada apa yang dilakukan oleh guru di dalam kelas (actual). Dengan demikian, guru memegang peranan penting baik dalam penyusunan maupun pelaksanaan kurikulum (Nana Syaodih

Sukmadinata, 1997:194).

Oleh karena itu salah satu titik strategis yang harus diperhatikan adalah peningkatan kualitas proses belajar mengajar yang dihayati para peserta didik. Untuk itu pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan, termasuk guru, perlu dilaksanakan secara profesional dan memperoleh prioritas yang memadai

(Soedijarto, 1997:52).

Sejalan dengan pendapat tersebut Wardiman Djojonegoro (1998:571) mengemukakan bahwa peningkatan mutu pendidikan akan terwujud jika setiap sekolah memiliki kreativitas untuk dapat meningkatkan kemampuan belajar

(12)

Peningkatan kemampuan belajar siswa sering kurang mendapat perhatian

dari kalangan guru-guru di sekolah. Guru-guru pada umumnya cenderung lebih

memfokuskan perhatian pada segi hasil belajar siswa yang berupa penguasaan

sejumlah pengetahuan hapalan. Belajar pada hakikatnya ialah berpikir.

Kemampuan belajar berarti kemampuan berpikir. Jadi peningkatan kemampuan

belajar siswa berarti peningkatan kemampuan berpikir siswa dengan kadar yang

tinggi. Yang menjadi persoalan sekarang ialah bagaimana upaya meningkatkan

berpikir siswa.

Praktek pendidikan tradisional yang sering disebut "maintenance learning"

dipandang terlalu adaptif, yaitu terlalu bersifat menyesuaikan diri secara pasif

dengan apa yang sudah ada (Buchori,1994).

Praktek-praktek pendidikan yang cenderung hanya mengandalkan pemberian informasi (transfer of knowledge) belaka merupakan bentuk dari

praktek pendidikan yang bersifat adaptif itu. Menghadapi masa depan yang

berubah-ubah secara cepat produk pendidikan tradisional akan merasa tidak berdaya jika berhadapan dengan kondisi yang berubah-ubah setiap saat. Bahkan tak jarang ketidakberdayaan serupa itu dipandang sebagai krisis (M.Djahir

Basir, 1998:112).

(13)

Pengalaman dapat diperoleh melalui kegiatan belajar dalam bentuk latihan

berpikir. Latihan berpikir dalam kegiatan pembelajaran pada dasarnya adalah

latihan mengemukakan pikiran secara lisan maupun tulisan. Kegiatan ini hendaknya dikondisikan oleh rangsangan untuk berpikir, pemberian kesempatan berpikir, dan kesempatan mengemukakan pikiran. Melalui latihan berpikir setiap peserta didik dituntut secara aktif berbuat sesuatu(Basir, 1998:114).

Akan tetapi kegiatan belajar seperti itu, terutama di Sekolah Dasar, tidak terjadi dengan sendirinya pada setiap diri siswa. Dalam hal ini kemampuan dan kreativitas guru sangat menentukan. Guru berperan sebagai pembuat skenario dan sekaligus sebagai sutradara proses pembelajaran. Guru berperan sebagai guru manajer yang mengemban tugas merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, danmengawasi proses pembelajaran (Ivor. K. Davies, 1987: 35).

Di dalam perspektif pendidikan untuk pembangunan nasional, guru tidak dapat dipandang sama dengan faktor-faktor lainnya dari komponen pendidikan, seperti sarana-prasarana, dan sebagainya. Sebagai pembawa misi pembangunan nasional, guru adalah makhluk intelektual yang memiliki otonomi dalam derajat

tertentu. Dalam mengajar, guru melaksanakan kegiatan yang tidak semata-mata

ditentukan oleh kurikulum dan instruksi dari atasan mereka. Di samping mengembangkan misi pemerintah yang tertuang dalam kurikulum, guru juga memiliki misinya sendiri yang tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun

(Ace Suryadi, 1999:90).

(14)

bagaimanapun kurikulum, buku, dan peralatan diadakan dengan md

bila tenaga pendidik tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan mer

pengertian memberikan pelajaran, memberikan bimbingan, dan memberikan

bantuan kepada peserta didik serta mengelola keseluruhan proses belajar

mengajar, sukar diharapkan semua rencana yang baik akan dapat menjadi

kenyataan.

Di satu pihak harapan peningkatan kualitas proses pembelajaran sangat

tertumpu pada pundak guru. Di pihak lain kualitas guru, khususnya kualitas

guru Sekolah Dasar, berdasarkan data tahun 1995/1996 sungguh sangat

[image:14.595.116.480.258.531.2]

memprihatinkan, ialah sebagai berikut:

Tabel -1: Kualifikasi Guru yang Tidak Memenuhi Persyaratan Minimal

Jenjang sekolah Jumlah Prestasi

1. SD 1.049.468 89%

2. SLTP 235.929 57%

3. SLTA 86.306 20%

Sumber : Statistik Persekolahan 1995/1996

(Purnomo Setiady Akbar: 1998)

(15)

mengeluh tentang kurang lengkap dan kurang banyaknya buku paket. Mereka

khawatir kalau yang diajarkan tidak sesuai dengan soal-soal yang akan muncul

dalam TPB, EBTA, dan EBTANAS, (5) kecenderungan guru dalam

melaksanakan tugas mengajar "hanya" memindahkan informasi dan ilmu

pengetahuan saja. Dimensi pengembangan kemampuan berpikir logis, kritis,

dan kreatif kurang mendapat perhatian.

Dari uraian di atas muncul kebutuhan yang mendesak untuk

mngembangkan sebuah model pembelajaran yang menuntut siswa lebih aktif

belajar melalui pencarian yang dilakukannya sendiri secara langsung (proses

inkuiri),

dengan

melibatkan

guru

dari

mulai

perencanaan

sampai

pelaksanaannya.

Upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut mestinya dilakukan sedini

mungkin di jenjang pendidikan yang paling rendah dan semua pihak, terutama

para ahli dan praktisi pendidikan, hendaknya menaruh kepedulian untuk

melakukannya, sehingga kualitas SDM esok hari lebih baik daripada kualitas

SDM hari ini.

Hal ini telah menjadi salah satu arah kebijakan pembangunan pendidikan

yang tercantum di dalam GBHN : "Mengembangkan kualitas sumber daya

manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui

berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar

generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai hak dukungan dan

(16)

Penggunaan model pembelajaran di dalam implementaa

terutama sangat bergantung kepada hakikat mata pelajaran itu se^

terdapat satu model pembelajaran yang cocok untuk segala mata pelajaran. CMeh"

karena itu pemilihan dan penerapan sebuah model pembelajaran mesti

didasarkan kepada pertimbangan hakikat tujuan dan isi mata pelajaran yang

diajarkan.

Salah satu mata pelajaran di dalam kurikulum Sekolah Dasar yang

memiliki makna eksplorasi, yang menuntut siswa untuk melakukan proses

inkuiri di dalam mempelajarinya ialah ilmu pengetahuan alam (IPA).

Sebagaimana dikemukakan oleh Arthur. A. Carin (1993:4) : "The Activity of

questioning and exploring the universe and finding and expressing its hidden

order is called science".

Berdasarkan hakikat sain tersebut, proses pembelajaran yang harus terjadi

di dalam mata pelajaran IPA ialah proses pembelajaran yang memberi

kesempatan kepada siswa untuk aktif melaksanakan kegiatan belajar melalui

pengamatan, percobaan, dan pemecahan masalah, dan bukan menerima

informasi secara "pasif. IPA sebaiknya tidak dipandang hanya sebagai produk

akan tetapi IPA lebih menekankan kepada proses, yaitu proses pencarian konsep

dan hukum-hukum alam.

Bahkan di dalam Kurikulum 1994 untuk Sekolah Dasar pun telah

digariskan secara jelas : "Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil

kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian

(17)

proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian

gagasan-gagasan".

Hal ini membawa implikasi terhadap tugas guru di dalam proses

pembelajaran IPA, khususnya di Sekolah Dasar. Guru-guru Sekolah Dasar, khususnya guru kelas III s/d guru kelas VI, karena IPA diajarkan sejak kelas III, dalam pelajaran IPA hendaknya memiliki kemampuan dalam hal:

1. Merancang proses pembelajaran mata pelajaran IPA yang mencerminkan

program inkuiri/investigasi.

2. Mengorganisasikan siswa dan alat-alat pelajaran yang relevan dengan

kebutuhan pelaksanaan proses inkuiri/investigasi IPA.

3. Memimpin siswa di dalam melakukan proses inkuiri/investigasi IPA.

4. Mengawasi dan menilai proses dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA yang dipelajari melalui proses inkuiri/investigasi.

Akan tetapi dengan memperhatikan kenyataan di lapangan, berdasarkan uraian di atas, ternyata : (1) Kualifikasi sebagian besar guru Sekolah Dasar belum memenuhi persyaratan minimal untuk melaksanakan proses pembelajaran yang lebih berkualitas, (2) sebagian besar guru masih dihinggapi "penyakit enggan" untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan di bidang

pembelajaran.

(18)

Salah satu alternatif ialah pembelajaran dengan menggunakan modul. Dengan menggunakan modul guru-guru akan merasa "terpaksa" mengikuti dan melaksanakan langkah-langkah pembelajaran yang telah dirancang di dalam modul. Di samping itu guru-guru akan sedikit diringankan dalam hal keharusan membuat persiapan harian, karena persiapan harian secara otomatis sudah

menjadi bagian dari modul.

Hal lain yang menjadi dasar pertimbangan pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan modul ialah kemampuan dan kecepatan belajar siswa yang beragam. Dengan pengajaran klasikal dapat memungkinkan siswa yang cepat belajar merasa bosan dan siswa yang lamban belajar merasa didesak-desak, sehingga kedua kelompok siswa tersebut akan mejadi kecewa. Akibatnya, proses belajar tidak terjadi secara baik dan hasilnya tidak

menggembirakan.

Dengan menggunakan modul siswa diberi kesempatan belajar secara individual, kelompok, dan juga klasikal. Dengan variasi pendekatan pembelajaran seperti ini diharapkan motivasi dan aktivitas belajar siswa akan

lebih meningkat.

Berdasarkan semua uraian di atas, penelitian yang diarahkan untuk

meningkatkan kualitas proses pembelajaran dinilai sangat penting dan penulis merasa terpanggil untuk melakukannya dengan judul "Pengembangan model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran IPA

di sekolah dasar", dengan melibatkan guru SD melalui action research.

(19)

B. RUMUSAN MASALAH DAN PENJELASANISTILAH

1. Rumusan masalah

Proses dan hasil belajar dipengaruhi oleh dua kelompok variabel, ialah faktor internal dan ekstemal siswa. Faktor internal siswa antara lain berupa

kecerdasan, pengalaman, minat, motivasi. Faktor ekstemal ialah faktor instrumental dan faktor lingkungan. Faktor instrumental ialah kurikulum, media

pembelajaran, alat-alat dan bahan pembelajaran. Faktor lingkungan antara lain :

perilaku profesional guru, ukuran kelas, jumlah dan kondisi waktu, iklim

sekolah dan iklim kelas. Semua variabel tersebut berinteraksi di dalam proses pembelajaran dan produknya berupa kemampuan siswa. Variabel-variabel yang

dimaksud dapat dilihat pada bagan satu di bawah ini.

Kondisi Awal Siswa : - Bakat - Pengalaman - Minat - Tingkat perkemba ngan - Tingkat kecerdasan. Kurikulum Guru Ukuan Kelas Faktor Instrumental Media Pembelajaran

Alat dan Bahan

Pembelajaran Waktu Iklim Sekolah Faktor Lingkungan Lingkungan sekitar

Bagan 1 : Peta Variabel Teoretis Proses Pembelajaran

(20)

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus perhatian penulis ialah

pembelajaran IPA yang dipengaruhi oleh faktor siswa, faktor instrumental, dan

faktor lingkungan. Faktor siswa, terutama variabel pengalaman dan tingkat

perkembangan; faktor instrumental berupa substansi pengajaran IPA itu sendiri

ialah tujuan dan topik bahasan, yang dalam penelitian ini menjadi acuan model

pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul, serta media, alat dan

bahan. Faktor lingkungan meliputi kemampuan profesional guru, ukuran kelas,

waktu, dan iklim sekolah.

Semua variabel tersebut berinteraksi di dalam proses pembelajaran IPA

dan produknya berupa kemampuan siswa. Variabel-variabel tersebut dapat

dilihat pada bagan dua di bawah ini.

Substansi

Pengajaran IPA

Tujuan Topik bahasan

I Model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul Pengalaman dan tingkat perkembangan siswa Kemampuan profesional guru Ukuran kelas dan waktu Lingkungan

Bagan 2 :Peta Variabel Proses Pembelajaran IPA

(21)

Salah satu masalah yang dihadapi dalam pengajaran IPA ialah lemahnya

kualitas proses belajar mengajar yang terjadi selama ini. Berdasarkan hasil

beberapa penelitian terdahulu, maupun uraian dalam latar belakang masalah

seperti yang telah dikemukakan di atas, dalam pelaksanaan proses pembelajaran

IPA, guru cenderung terlalu banyak menerapkan pola ekspositori yang kurang

melatih siswa untuk berpikir kritis, sehingga aktivitas belajar siswa lebih banyak

menghafalkan sejumlah fakta atau informasi daripada melakukan berbagai

kegiatan mencari sendiri. Proses pembelajaran IPA seperti itu dinilai sangat

tidak sesuai dengan hakikat pengajaran IPA itu sendiri.

Oleh karena itu melalui "action research", penelitian ini dirancang untuk

mengkaji dimensi proses pembelajaran IPA di sekolah dasar dengan rumusan

sebagai berikut: "Model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul

yang bagaimana yang dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar

siswa pada mata pelajaran IPA di sekolah dasar, yang sesuai dengan kondisi

siswa dan lingkungan sekolah sertakurikulum yang berlaku ?"

2. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari salah persepsi tentang istilah dan variabel serta sebagai pegangan dalam merinci variabel dan penyusunan instrumen dalam penelitian ini, penulis jelaskan sebagai berikut:

a. Pengembangan model dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai penerapan

model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul pada mata

pelajaran IPA di Sekolah Dasar yang sesuai dengan kondisi siswa dan

sekolah serta Kurikulum 1994 untuk Sekolah Dasar. Pengembangan tersebut

(22)

difokuskan pada prosedur pembelajaran, penyusunan modul, pelaksanaan

proses pembelajaran, dan evaluasi.

b. Model pembelajaran investigasi ialah model pembelajaran yang berpusat

kepada aktivitas belajar siswa (non-directive learning). Dalam penelitian ini

penulis berpedoman pada prosedur investigasi yang dikemukakan oleh Peter

C. Gega, sebagai berikut: 1). Penentuan topik bahasan.

2). Kegiatan pendahuluan. Siswa menjawab sejumlah pertanyaan dan/atau

menyimak sejumlah pernyataan sekitar pengalaman siswa yang ada

kaitannya dengan materi pelajaran yang akan dipelajari siswa. Kegiatan

ini berfungsi membangkitkan minat siswa dan mengungkapkan bahan

apersepsi.

3). Perumusan masalah yang dimunculkan dari materi kegiatan pendahuluan.

4). Identifikasi media dan alat-alat pelajaran IPA yang diperlukan di dalam

pemecahan masalah.

5). Identifikasi sejumlah petunjuk pemecahan masalah.

6). Pemecahan masalah dengan berpedoman pada sejumlah pertanyaan yang

berfungsi sebagai "guide".

7). Komentar guru terhadap respon siswa secara keseluruhan.

c. Modul ialah paket belajar yang dapat dipelajari sendiri oleh siswa, yan" dalam penelitian ini memuat:

1).Topik bahasan.

(23)

3). Petunjuk penggunan modul.

4). Penjelasan dengan ilustrasi materi, serta pertanyaan sekitar pengalaman

siswa yang ada kaitan dengan materi pelajaran yang akan dipelajari

siswa.

5). Masalah yang hams dipecahkan.

6). Identifikasi media dan alat-alat pelajaran IPA yang diperlukan di dalam

pemecahan masalah.

7). Petunjuk teknis pemecahan masalah.

8). Sejumlah pertanyaan yang berfungsi sebagai "guide" dalam pemecahan

masalah.

9). Respon siswa yang berfungsi sebagai kunci jawaban yang disertai

penjelasan-penjelasannya.

d. Mata pelajaran IPA di sekolah dasar dalam penelitian ini ialah mata pelajaran

IPA yang diajarkan di kelas V sekolah dasar pada catur wulan ke-3 tahun

ajaran 2000/2001

C. PERTANYAAN PENELITIAN.

Terdapat dua pertanyaan pokok dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kondisi gum, siswa, fasilitas, dan pelaksanaan pengajaran IPA

yang selama ini berlangsung di sekolah dasar ?

Pokok pertanyaan penelitian ini menyangkut kondisi dan situasi pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Data yang terkumpul mengenai kondisi dan situasi pembelajaran IPA tersebut digunakan sebagai bahan masukan dalam pengembangan model pembelajaran investigasi yang diterapkan.

(24)

Pokok pertanyaan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut :

a.Bagaimana persepsi gum mengenai hakikat pengajaran IPA?

b.Bagaimana pelaksanaan pengajaran IPA yang selama ini berlangsung di

sekolah dasar ?

1) Bagaimana peranan guru ? 2) Bagaimana partisipasi siswa ?

c.Bagaimana ketersediaan fasilitas belajar untuk pengajaran IPA di sekolah

dasar saat ini ?

d.Bagaimana iklim sekolah dan iklim kelas di sekolah dasar saat ini ?

2.Bagaimana bentuk model pembelajaran investigasi dengan menggunakan

modul yang dapat dikembangkan pada mata pelajaran IPA di sekolah dasar ?

Pokok pertanyaan ini mengenai pengembangan model pembelajaran

investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran IPA di sekolah

dasar setelah mempertimbangkan data kondisi dan situasi nyata pembelajaran

IPA di atas.

Pokok pertanyaan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

a.Bagaimana prosedur pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul

pada mata pelajaran IPA di sekolah dasar ? b.Bagaimana bentuk modul yang digunakan ?

c.Bagaimana kegiatan belajar siswa dalam model tersebut ? d.Bagaimana bentuk bimbingan gum dalam model tersebut ?

e.Bagaimana bentuk evaluasi yang dilaksanakan gum ?

f.Bagaimana hasil belajar siswa?

(25)

D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pembelajaran

investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran IPA di kelas V

sekolah dasar sesuai dengan kondisi siswa dan sekolah serta kurikulum yang

berlaku (Kurikulum 1994).

Secara khusus tujuan penelitian tersebut sebagai berikut:

1.Diperoleh prosedur pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul

pada mata pelajaran IPA di sekolah dasar.

2.Diperoleh contoh modul yang digunakan dalam pengembangan model

tersebut.

3.Diperoleh bentuk kegiatan belajar yang dilakukan siswa dalam pengembangan

model tersebut.

4.Diperoleh bentuk bimbingan gum terhadap kegiatan belajar siswa

5.Diperoleh bentuk evaluasi yang dilaksanakan gum.

6.Diperoleh gambaran hasil belajar siswa

Dengan pengembangan model tersebut diharapkan akan bermanfaat

l.Manfaat teoretis

Memperkaya teori pembelajaran, khususnya model pembelajaran

investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran IPA di sekolah

dasar, yang meliputi:

a. Konsep model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul, yang

memuat atribut-atribut pokok konsep tersebut.

(26)

b. Prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan di dalam model pembelajaran

investigasi dengan menggunakan modul. 2. Manfaat praktis

Bagi guru sekolah dasar, ialah sebagai salah satu pedoman dalam

mengajarkan IPA untuk meningkatkan kualitas hasil dan proses pembelajaran,

meliputi: peningkatan kemampuan berpikir siswa, peningkatan motivasi belajar

siswa, pengembangan sikap-sikap positif (seperti sikap : kritis, kreatif,

kerjasama, toleransi, terbuka, demokratis).

Bagi kepala sekolah, pengawas, dan kepala dinas Diknas, sebagai salah

satu

bahan

masukan

untuk

meningkatkan

kemampuan

guru

mengimplementasikan kurikulum sekolah dasar dalam rangka meningkatkan

kualitas proses dan hasil belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran IPA.

(27)
(28)

BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelas V Sekolah Dasar Negeri KPAD

Gegerkalong Kecamatan Sukasari Kota Bandung. Sekolah Dasar tersebut

tennasuk "SD Center".

Pemilihan lokasi ini bukan hanya didasarkan pada alasan teknis, akan tetapi

juga didasarkan pada kenyataan bahwa sekolah tersebut mempakan salah satu

sekolah center di kota Bandung. Dengan demikian diharapkan upaya perbaikan

yang terjadi membawa imbas positif pada sekolah dasar-sekolah dasar yang lain,

khususnya dalam mata pelajaran IPA.

2. Waktu Penelitian

Sesuai dengan rencana, penelitian ini dilaksanakan pada catur wulan 3

Tahun Ajaran 2000/2001, yaitu mulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni

2001 (jadwal penelitian terlampir).

B. METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, yaitu mengenai pengembangan model pembelajaran

investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran IPA di sekolah

dasar, penulis bermaksud memperbaiki proses pembelajaran IPA, yang sesuai

dengan hakikat pendidikan IPA itu sendiri, dengan didasarkan pada kondisi nyata

yang sekarang terjadi di lapangan (di sekolah), dengan melibatkan gum yang

bersangkutan.

(29)

Yang penulis lakukan ialah penggabungan prosedur ilmiah ( research)

dengan tindakan ( action ). Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis

menggunakan metode penelitian tindakan ( action research).

Hal ini seperti yang telah dikemukakan pula oleh David Hopkins "Action

research combines as substantive act with a research procedure, it is action

disciplined by enquiry, a personal attempt at understanding while engage in

process ofimprovement reform " (David Hopkins, 1993:44).

Lebih jauli Geoffrey E. Mills, mengemukakan :

Action research is any systematic inquiry conducted by teacher researcher

principals, school counsellors, or other stakeholders in the teaching/learning

environment, to gather information about the ways that their particular

schools operate, how they teach, and how well their students learn This

^formation is gathered with the goals of gaining insight, developing

reflective practice, effecting positive changes in the school environment (

and on educational practices in general), and improving student outcomes

and the lives ofthose involved". ( Geoffrey E. Mills, 2000:6).

Tujuan utama penelitian dengan metode penelitian tindakan ialah

mengadakan perbaikan yang dalam penelitian ini ialah perbaikan pembelajaran.

Sebagaimana yang dikemukakan John Elliot (1993:49) "The fundamental aim of

action research is to improve rather than to produce knowledge".

Yang dimaksud dengan perbaikan pembelajaran dalam penelitian ini ialah

mulai dari perbaikan persepsi gum tentang hakikat pendidikan IPA, proses

pembelajaran IPA melalui model pembelajaran investigasi dengan menggunakan

modul, sampai proses evaluasi dalam pendidikan IPA.

Ada empat langkah pokok yang penulis lakukan dalam penelitian ini, seperti

yang dikemukakan oleh Geoffrey E. Mills, ialah : "(1) Identify an area of focus,

(2) collect data, (3) analyze and interpret data, (4) develop an action plan"

(Geoffrey E. Mills, 2000 : 6 ).

(30)

Action research dengan empat langkah pokok di atas dilaksanakan seperti

spiral. Langkah-langkah dari mulai penelitian awal terhadap kondisi nyata dan

pengembangan ide, perencanaan serta pelaksanaannya tidak terputus. Artinya,

setelah selesai melaksanakan suatu tindakan dalam langkah implementasi, peneliti

dihadapkan pada persoalan bam yang didapatkan dari hasil monitoring dan

evaluasi. Stephen Kemmis (1990) menggambarkannya sebagai berikut:

Replanning understanding learning

Replanning understanding learning

Bagan 4 :Action Research Cycle (Geoffrey E. Mills, 2000:17)

(31)

Dari bagan di atas, dapat dijelaskan bahwa proses pelaksanaan action

research yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis terdiri dari langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Action research dimulai dengan mengidentifikasi ide yang akan dijadikan

kajian penelitian. Ide tersebut mempakan pemyataan dari keadaan atau situasi

tertentu yang memerlukan pembahan atau peningkatan. Elliot menyatakan :

"In other words the "general idea" refers to state of affairs or situation on

wishes to change or improve on" (Elliot, 1993:72).

2. Mengadakan studi pendahuluan (reconnaissance). Pada langkah ini ada dua hal

yang hams dikerjakan. Pertama, menggambarkan fakta yang ada di lapangan

sesuai dengan masalah yang berhubungan dengan ide yang dijadikan kajian

penelitian. Kedua, adalah menjelaskan fakta melalui analisis yang cermat

sebagai bahan pertimbangan atau bahan masukan dalam penyusunan

perencanaan penelitian.

3. Menyusun perencanaan secara umum sesuai dengan hasil studi pendahuluan

(constmcting the general plan). Dalam langkah ini peneliti mengembangkan

tindakan-tindakan apa yang hams dilakukan sesuai dengan masalah penelitian.

4. Mengimplementasikan tindakan sesuai dengan perencanaan yang telah

disusun. Selama pelaksanaan tindakan dilakukan monitoring dan evaluasi

sebagai bahan perbaikan dan pengembangan.

5. Menjelaskan berbagai kelemahan, masalah atau pengaruh yang timbul

berdasarkan hasil monitoring selama implementasi berlangsung, yang

digunakan sebagai bahan perbaikan.

6. Melakukan perbaikan dan menyusun rencana selanjutnya.

(32)

7. Mengimplementasikan kembali tindakan sesuai dengan perencanaan yang telah

direvisi (kembali ke langkah "4").

C. PROSEDUR PENELITIAN

Sesuai dengan metode penelitian yang menggunakan action research,

prosedur penelitian yang dilakukan seperti tergambar dalam bagan di bawah ini

(33)

SURVEY

PENDAHULUAN

MONITORING, EVALUASI

DANREFLEKSI

PERENCANAAN UMUM/

MODEL TAHAP 1

Topik Tujuan

Prosedurpembelajaran - Kegiatan pendahuluan - Kegiatan inti - Kegiatan penutup Alat dan bahan

Evaluasi

PERENCANAAN UMUM/

MODEL TAHAP 2

1. Topik 2. Tujuan

3. Prosedur pembelajaran - Kegiatan pendahuluan - Kegiatan inti - Kegiatan penutup

4. Alat dan bahan 5. Evaluasi

PERENCANAAN UMUM/

MODEL TAHAP 3

I

1. Topik 2. Tujuan

3. Prosedur pembelajaran - Kegiatan pendahuluan - Kegiatan inti

- Kegiatanpenutup

4. Alat dan bahan

5. Evaluasi

rMPLEMENTASI MODEL TAHAP 1

KBM Guide/

Fasilitator

1. Menjelaskan topik bahasan. Guru

2. Melaksanakan tes awal. Modul

3.Menelaah tujuan pembelajaran Modul 4.Mengungkapkan pengalaman lampau siswa yang

terkait dengan materi bam.

Modul 5.Praktek percobaan yang diikuti dengan diskusi

kelompok.

Modul 6.Laporan kelompok yang diikuti dengan diskusi

klasikal.

Guru 7.Diskusi kelompok untuk pemantapan mengenai

penerapan konsep.

Modul 8. Laporan kelompok yang diikuti dengan diskusi

klasikal.

Gum 9.Memperkaya materi yang dikaitkan dengan

fenomena dan peristiwa alam dalam kehidupan

sehari-hari masyarakat.

Gum

10.Merangkumkan materi pelajaran Gum

11. Melaksanakan tes akhir Modul

IMPLEMENTASI MODEL TAHAP 2

KBM Guide/

Fasilitator

1.Menjelaskantopik bahasan. Guru

2. Melaksanakan tes awal. Modul 3. Menelaah tujuanpembelajaran Modul 4.Mengungkapkan pengalaman lampau siswe yang

terkait dengan materi baru.

Modul 5.Praktekpercobaan yang diikuti dengan diskusi

kelompok.

Modul 6.Laporan kelompok yang diikuti dengan diskusi

klasikal.

Guru 7.Diskusi kelompok untuk pemantapan mengenai

penerapan konsep.

Modul 8.Laporan kelompok yangdiikuti dengan diskusi

klasikal.

Guru 9.Memperkaya materi yang dikaitkan dengan

fenomena dan peristiwa alam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Guru

lO.Merangkumkan mBteri pelajaran Guru

11.Melaksanakan tes akhir Modul

IMPLEMETASI MODEL TAHAP 3 Dst

KBM Guide/

Fasilitator

1. Menjelaskan topikbahasan. Guru

2. Melaksanakan tes awal. Modul 3. Menelaah tujuanpembelajaran Modul 4. Mengungkapkan pengalaman lampausiswa

yang terkait dengan materi bam. Modul

5. Praktekpercobaan yangdiikutidengandiskusi

kelompok. Modul

6. Laporan kelompok yangdiikutidengandiskusi klasikal.

Guru 7. Diskusi kelompok untuk pemantapan mengenai

penerapan konsep.

Modul 8. Laporan kelompok yangdiikuti dengandiskusi

klasikal.

Guru 9. Memperkaya materi yangdikaitkan dengan

fenomena danperistiwa alam dalam kehidupan

sehari-hari masyarakat.

Guru

lO.Merangkumkan materipelajaran Gum

(34)

Bagan prosedur penelitian di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Mengadakan survey pendahuluan

Survey pendaliuluan dilakukan untuk mengumpulkan data yang

penting sesuai dengan pertanyaan penelitian.

Data yang dikumpulkan dalam survey pendahuluan ialah :

a. Faktor gum, yang menyangkut persepsi gum tentang hakikat pendidikan

IPA, konsep investigasi, dan modul.

b. Faktor siswa, yang menyangkut kondisi awal siswa dalam pendidikan IPA.

c Proses pembelajaran IPA yang berlangsung selama ini, yang meliputi:

1) Metode mengajar yang digunakan gum

2) Alat dan bahan yang digunakan siswa

3) Sistem evaluasi yang digunakan gum

d. Fasilitas atau sumber dan media pembelajaran yang tersedia :

1) Paket belajar

2) Mediapembelajaran

e. Lingkungan sekolah/kelas yang biasa dikelola gum selama ini dalam

pembelajaran IPA:

1) Ukuran kelas 2) Iklim sekolah/kelas

2. Menyusun perencanaan awal (perencanaan umum) dan draft model tahap 1

bersama gum dengan memperhatikan data hasil survey pendahuluan, yang

terdiri dari :

a. Topik bahasan

b. Tujuan pembelajaran

c. Prosedurpembelajaran

(35)

d. Alat dan bahan e. Evaluasi

3. Mengimplementasikan rencana model 1 oleh gum. Selama implementasi

berlangsung dilakukan observasi mengenai:

a. Kemampuan gum mengorganisir lingkungan belajar, membimbing siswa

menggunakan modul, membimbing siswa melakukan praktek percobaan,

membimbing siswa berdiskusi, membimbing siswa menyimpulkan

pelajaran, membimbing siswa memperkaya ilustrasi dari kehidupan

sehari-hari.

b. Aktivitas dan motivasi belajar siswa dalam mempelajari modul,

melakukan praktek percobaan, melakukan diskusi; serta sikap seperti :

berani mengemukakan pendapat, berani bertanya, kerjasama dalam

kelompok, terbuka terhadap pendapat orang lain.

c. Modul yang meliputi : relevansi isi dengan tujuan, teknik penyusunan,

relevansi langkah pembelajaran dengan model pembelajaran investigasi,

penggunaan bahasa, dan alat evaluasi.

4. Bersama gum, melalui diskusi, melakukan evaluasi dan refleksi implementasi

model pembelajaran tahap 1.

5. Bersama gum menyusun draftmodel tahap 2.

6. Mengimplementasikan draft model tahap 2 seperti yang telah dilakukan pada

langkah ke-3.

7. Mengevaluasi dan merefleksikan hasil evaluasi implementasi model tahap 2.

8. Revisi perencanaan dan setemsnya.

(36)

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Sesuai dengan pertanyaan penelitian yang diajukan, teknik pengumpulan

data yang digunakan ialah :

I. Wawancara

Teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan informasi:

a. Dari gum mengenai : persepsinya terhadap hakikat pendidikan IPA,

pengetahuannya tentang model investigasi dan modul, proses pembelajaran

IPA yang biasa dilaksanakan, sistem evaluasi yang biasa dilaksanakan,

alat-alat dan bahan IPA yang tersedia di sekolah, paket belajar dan media

pembelajaran IPA, ukuran dan iklim kelas, serta kesan gum setelah model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul selesai dilaksanakan. b. Dari siswa mengenai: kebiasaan mereka mempelajari IPA, pengetahuan awal

siswa tentang pelajaran IPA sebelum model pembelajaran investigasi

dilaksanakan.

c. Dari kepala sekolah : kesannya tentang pembelajaran IPA selama ini, alat-alat

dan bahan IPA yang tersedia di sekolah, paket belajar dan media pembelajaran

IPA yang tersedia di sekolah.

Data dari kepala sekolah digunakan untuk melengkapi data dari gum.

Teknik wawancara tersebut bersifat terbuka dan berkembang selama

penelitian berlangsung.

2. Analisis dokumen

Analisis dokumen dilakukan untuk memperoleh data mengenai:

a. Kurikulum IPA yang sedang dilaksanakan, meliputi tujuan dan topik bahasan. b. Persiapan harian gum dalam mata pelajaran IPA yang meliputi sistematika dan

rumusan komponen-komponen pembelajaran.

(37)

c. Alat penilaian dalam pendidikan IPA yang telah dibuat gum. d. Daftar nilai siswa dalam matapelajaran IPA.

3. Observasi

Observasi dilakukan selama proses implementasi model

investigasi dengan menggunakan modul dilaksanakan mulai dari tahap pertama

sampai dengan tahap terakhir, yang meliputi:

a. Kemampuan gum dalam melaksanakan pembelajaran IPA melalui model investigasi dengan menggunakan modul, sebagaimana telah dikemukakan

pada prosedur penelitian.

b. Aktivitas dan motivasi belajar siswa serta sikap-sikap tertentu yang muncul

selama implementasi model tersebut terjadi.

c. Modul yang digunakan selama implementasi model berlangsung.

d. Iklim kelas yang terjadi selama implementasi model dilakukan, yang muncul

dalam interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan gum.

Semua data yang diperoleh dari hasil observasi dicatat di dalam catatan harian

(catatan hasil observasi harian), baik selama studi pendahuluan maupun selama

pengembangan model dilakukan.

E. TEKNIK ANALISIS DAN PENAFSIRAN DATA

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Hal ini disesuaikan dengan jenis masalah pengembangan

model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran IPA di sekolah dasar serta metode penelitian "action research" yang lebih

menekankan pada segi proses.

Dalam penelitian kualitatif, analisis dan penafsiran data mempakan proses yang tidak dapat dipisahkan (Maleong, 1988:182). Oleh karena itu dalam

(38)

penelitian ini analisis dan penafsiran data dilakukan secara bersama-sama dan

tems menems sampai berhasil menemukan model pembelajaran investigasi yang

dianggap memadai sesuai dengan tujuan penelitian.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses analisis dan penafsiran data

sebagai berikut:

1. Menelaah seluruh data yang diperoleh dari hasil wawancara, analisis

dokumen, dan hasil observasi.

2. Memeriksa keabsahan data dengan membandingkan hasil dari setiap teknik

yang digunakan.

3. Membuat rangkuman hasil penelaahan data tersebut di atas. 4. Menyusun katagorisasi data sesuai dengan pertanyaan penelitian.

5. Menafsirkan data dengan berpedoman kepada teori yang dijadikan acuan,

yang dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran investigasi dengan m

enggunakan modul pada mata pelajaran IPA.

(39)
(40)

BABV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Salah satu masalah pendidikan di Indonesia ialah yang berkaitan dengan

kualitas pendidikan itu sendiri, termasuk kualitas hasil belajar. Kualitas hasil

belajar bergantung pada kualitas proses pembelajaran. Oleh karena itu segala

upaya yang berkaitan dengan peningkatan kualitas proses pembelajaran perlu

mendapat perhatian dan dukungan dari berbagai pihak, temtama dari para praktisi

pendidikan.

Upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran dapat dilakukan dengan

berbagai cara antara lain dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai

dengan hakikat ilmu atau mata pelajaran yang diajarkan, sesuai dengan

karakteristik siswa, dan sesuai dengan hakikat belajar.

Model pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran EPA, seperti yang

ditemukan dari hasil suvey pendahuluan di lapangan dapat disimpulkan sebagai

model pembelajaran yang kurang baik; sebab dilihat dari hakikat ilmu (IPA), dilihat dari karakteristik siswa, dan dilihat dari hakikat belajar kurang sesuai.

Dilihat dari hakikat IPA, model pembelajaran hasil survey pendahuluan hanya

didasarkan pada EPA sebagai ilmu hasil penelitian para ahli yang harus diterima

begitu saja dengan cara membacanya dari buku dan/atau mendengarkan

penjelasan guru. Dilihat dari karakteristik siswa, pembelajaran terlalu abstrak, sementara berdasarkan perkembangan intelektual siswa sekolah dasar, materi

(41)

pembelajaran akan lebih mudah dikuasai bila diajarkan secara konkret. Di samping itu pembelajaran kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensinya lebih optimal. Dilihat dari hakikat belajar, pembelajaran yang terjadi kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kadar berpikir dan mengalaminya secara langsung, serta hasil

belajar lebih banyak bersifat hafalan.

Model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran EPA yang dikembangkan dalam penelitian ini, merupakan model

pembelajaran yang disesuaikan baik dengan hakikat EPA, karakteristik siswa,

maupun hakikat belajar. Dengan demikian model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul dapat digunakan sebagai salah satu model

pembelajaran di sekolah dasar, khususnya pada mata pelajaran IPA.

Model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul memiliki dua

dimensi, yaitu dimensi desain dan dimensi implementasi. Dimensi desain bempa modul yang berisi tujuan, petunjuk mempelajari modul, kegiatan pembelajaran,

dan evaluasi.

Tujuan pembelajaran mempakan rincian dari tujuan mata pelajaran EPA kurikulum yang sedang dilaksanakan.

Petunjuk mempelajari modul berisi hal-hal yang hams diperhatikan dan dilakukan siswa dalam mempelajari EPA dengan menggunakan modul di bawah bimbingan gum.

(42)

Kegiatan pembelajaran menggambarkan kegiatan belajar siswa dengan menggunakan modul di bawah bimbingan gum melalui tiga tahapan ialah pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.

Evaluasi terdiri dari evaluasi hasil yang mengacu pada tujuan pembelajaran dengan menggunakan soal tes dan evaluasi proses untuk mengevaluasi

keterampilan dan sikap dengan menggunakan panduan observasi.

Implementasi desain bempa prosedur pembelajaran yang terdiri dari tiga tahapan ialah kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Kedua dimensi tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini

Desain (Modul) 1. Tujuan 2. Petunjuk 3. Kegiatan: - pendahuluan - inti - penutup 4. Evaluasi

- Evaluasi hasil

- Evaluasi proses

Implementasi:

Menggunakan modul di bawah bimbingan guru

Pendahuluan

1. Penjelasan topik

2. Tes awal

3. Telaah tujuan dan petunjuk Inti 1.Pengungkap an pengalaman lampau 2. Percobaan 3. Laporan kelompok 4. Diskusi pemantapan 5. Laporan kelompok 6.Pengayaan

I

Prinsi-prinsip : Penutup 1. Merangkum materi 2. Tes akhir.

1. Berpusat pada aktivitas belajar siswa 2. Belajar melalui pengalaman langsung 3. Balikan dan penguatan dengan segera

4. Penggunaan lingkungan sebagai sumber dan media pembelajaran.

Bagan 7 : Dimensi model pembelajaran investigasi dgn menggunakan modul.

(43)

Selanjutnya sesuai dengan pokok pertanyaan penelitian, di bawah ini disajikan prosedur pembelajaran, bentuk modul, kegiatan belajar siswa, bentuk

bimbingan gum, bentuk evaluasi, dan hasil belajar siswa. Untuk melengkapi

kesimpulan, disajikan pula konsep model pembelajaran investigasi dengan

menggunakan modul dan prinsip-prinsip pembelajarannya sebagai temuan lain dari penelitian ini di samping yang berkaitan dengan pokok penelitian di atas.

1. Prosedur Pembelajaran

Prosedur pembelajaran model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran EPA yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan di atas, dimensi implementasi.

a. Kegiatan Pendahuluan

Kegiatan pokok yang dilakukan siswa pada tahap kegiatan pendahuluan ialah : (1) menyimak penjelasan gum tentang topik bahasan, (2) mengerjakan tes awal, (3) menelaah tujuan pembelajaran dan petunjuk penggunaan modul

yang tercantum di dalam lembar kegiatan siswa.

b. Kegiatan Inti

Pada tahap kegiatan inti kegiatan belajar siswa ialah (1)

mengungkapkan pengalaman lampau yang terkait dengan materi bam melalui modul, (2) melakukan praktek percobaan yang diikuti diskusi kelompok dengan menggunakan modul sebagai pemandu, (3) menyampaikan laporan kelompok diikuti diskusi klasikal yang dipimpin guru, (4) memantapkan penguasaan materi melalui diskusi kelompok, (5) menyampaikan laporan

(44)

kelompok diikuti diskusi klasikal yang dipimpin gum, (6) memperkaya

materi pelajaran melalui tanya jawab dengan gum. c. Kegiatan Penutup

Ada dua kegiatan pokok yang dilakukan siswa pada tahap kegiatan

penutup, ialah (1) merangkumkan materi bam, dan (2) mengerjakan tes akhir.

Prosedur dasar model pembelajaran investigasi pada mata pelajaran IPA yang

dikembangkan dalam penelitian ini diambil dari pendapat Peter C. Gega.

(1994).

2. Modul

Modul yang digunakan dalam pengembangan model, mempakan bagian

yang tidak dapat dipisahkan dari model pembelajaran investigasi itu sendiri.

Modul berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan model, pemandu kegiatan belajar

siswa, dan media pembelajaran. Modul berisi tujuan, kegiatan pembelajaran, dan

evaluasi.

Tujuan pembelajaran dimmuskan dalam bentuk tujuan khusus yang

mempakan penjabaran dari tujuan umum yang tercantum di dalam kurikulum. Kegiatan belajar siswa yang dipandu modul, meliputi pengungkapan pengalaman lampau yang terkait dengan bahan bam, praktek percobaan, dan diskusi

kelompok.

Alat evaluasi yang disusun dalam modul, bempa soal tes untuk mengetahui

tingkat pencapaian tujuan.

(45)

Modul yang digunakan dalam model pembelajaran investigasi terdiri dari lima komponen ialah : lembar petunjuk gum, lembar kegiatan siswa, lembar kerja siswa, lembar pertanyaan pemantapan, dan lembar soal tes.

Lembar petunjuk gum berisi tujuan pembelajaran dan petunjuk membimbing kegiatan belajar siswa. Lembar kegiatan siswa berisi tujuan pembelajaran, petunjuk menggunakan modul, pendahuluan, praktek percobaan, dan kunci jawaban. Lembar kerja siswa berfungsi sebagai tempat siswa menjawab

pertanyaan-pertanyaan mengenai kegiatan pendahuluan, praktek percobaan, dan pemantapan. Lembar pertanyaan pemantapan berisi sejumlah pertanyaan untuk memantapkan kemampuan siswa memahami dan menerapkan konsep.Lembar soal tes berisi sejumlah soal yang disusun berdasarkan tujuan pembelajaran dan

berfungsi sebagai alat untuk mengetahui pencapaian tujuan pembelajaran.

Paling tidak terdapat tiga keuntungan penggunaan modul dalam model pembelajaran investigasi dalam mata pelajaran IPA ialah :

a. Gum tidak hams membuat persiapan harian, karena semua komponen persiapan harian sudah mempakan bagian dari isi modul. Dengan demikian guru memiliki waktu yang lebih leluasa untuk memusatkan perhatiannya pada kegiatan membimbing siswa dan melakukan evaluasi.

b. Modul dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi kekurang mampuan gum dalam melaksanakan model pembelajaran investigasi, sebab prosedur pembelajaran model tersebut sudah dipola dalam modul.

c. Belajar dengan menggunakan modul berarti pula memberi peluang kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan membaca.

(46)

3. Kegiatan Belajar Siswa

Partisipasi siswa dalam implementasi model terjadi

mempersiapkan

alat-alat

praktek

EPA.

Mereka

secara

berk^lonipeK!^^y

mempersiapkan perangkat alat-alat dan bahan-bahan untuk melakukan praktek

percobaan.

Kegiatan utama belajar yang siswa lakukan dalam implementasi model ialah praktek percobaan dan diskusi, baik diskusi kelompok maupun diskusi klasikal, di samping memperhatikan penjelasan gum dan melakukan tanya jawab.Pada saat siswa melakukan praktek percobaan dan diskusi kelompok dipandu modul dan pada saat mereka melakukan diskusi klasikal dipimpin oleh gum.

Dengan demikian aktivitas belajar siswa cukup bervariasi dan dengan kadar

aktivitas mental yang cendemng tinggi pula. Oleh karena itu kualitas proses

belajar siswa dengan model pembelajaran investigasi dapat disimpulkan cukup

baik.

4. Bimbingan Guru

Peranan gum lebih ditekankan sebagai fasilitator dan evaluator. Gum memberikan dorongan, pengarahan, bimbingan, dan penilaian terhadap kegiatan

serta hasil belajar siswa.

Dalam membimbing kegiatan belajar siswa, gum menerapkan beberapa

prinsip antara lain: a. Prinsip aktivitas

Siswa diarahkan, didorong, dan dibantu supaya aktivitas belajarnya

makin meningkat, sehingga diharapkan Icadar berpikir siswa meningkat pula.

(47)

b. Prinsip perhatian dan motivasi

Diupayakan situasi belajar tetap menarik dan terpusat kepada pelajaran

yang sedang dipelajari. c. Prinsip pemantapan

Guru selalu bemsaha memantapkan kemampuan siswa dalam setiap

langkah pembelajaran, sebelum dilanjutkan ke langkah berikutnya. d. Prinsip penguatan dan balikan dengan segera

Setiap respon siswa mendapat koreksi dan balikan dengan segera, serta respon siswa yang benar segera mendapat penguatan (reinforcement).

e. Prinsip individual

Gum bempaya supaya setiap siswa aktif belajar. Siswa yang agak lambat belajar mendapat pengarahan dan bantuan secara individual.

f. Prinsip kerjasama

Gum bempaya supaya situasi kerjasama dalam kegiatan belajar tumbuh dan berkembang dengan cara merangsang dan mengarahkan setiap siswa untuk melakukan kerjasama dalam melakukan praktek percobaan.

5. Evaluasi

Sesuai dengan hakikat EPA sebagai produk dan EPA sebagai proses, maka evaluasi dalam model pembelajaran investigasi ditujukan terhadap penguasaan siswa atas materi EPA dan terhadap proses pembelajaran yang siswa lakukan. Evaluasi terhadap penguasaan siswa atas materi EPA ( evaluasi produk ) menggunakan soal tes yang didasarkan pada tujuan pembelajaran yang hams

(48)

dicapai. Sedangkan evaluasi proses menggunakan panduan observasi yang

dikembangkan selama evaluasi proses pembelajaran itu sendiri dilaksanakan.

Evaluasi produk dimaksudkan untuk mengevaluasi pencapaian tujuan

pembelajaran, sedangkan evaluasi proses dimaksudkan untuk mengetahui kualitas

proses pembelajaran. Kedua jenis evaluasi tersebut dijadikan dasar pertimbangan

untuk melakukan perbaikan program dan proses pembelajaran dalam rangka

memperbaiki atau meningkatkan kualitas hasil belajar.

6. Hasil Belajar

Hasil belajar yang dapat dicapai siswa dari proses pembelajaran model

pembelajaran investigasi pada mata pelajaran EPA cukup komprehensif meliputi

keterampilan intelektual, keterampilan motorik, dan sikap-sikap positif.

Pencapaian tujuan pembelajaran yang meliputi pengetahuan fakta, pemahaman

dan penerapan konsep rata-rata cukup tinggi yaitu - 82 %. Di samping itu

keterampilan siswa melakukan praktek percobaan dan membuat perkakas

sederhana cukup baik. Bahkan sikap-sikap positif seperti : keberanian bertanya

dan mengemukakan pendapat, kemampuan menghargai pendapat orang lain,

kritis, dan kemampuan bekerja sama, ada kecendemngan makin meningkat pula.

Oleh karena itu proses pembelajaran EPA dengan model pembelajaran

investigasi dapat disimpulkan cukup efektif.

Selain yang menyangkut pertanyaan penelitian, sebagai temuan lain dari

penelitian ini dapat dikemukakan konsep model pembelajaran investigasi dengan

menggunakan modul dan beberapa prinsip pembelajaran yang digunakan.

(49)

1. Konsep

Model pembeljaran investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran EPA mempakan salah satu bentuk model pembelajaran yang :

a. Disesuaikan dengan hakikat EPA sebagai poduk dan EPA sebagai proses serta

hakikat belajar.

b. Dipusatkan pada aktivitas belajar siswa untuk mencari dan menemukan sendiri fakta, konsep, dan prinsip IPA.

c. Menggunakan modul yang berfungsi sebagai desain dan pedoman pembelajaran.

d. Diarahkan pada pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal dan pembentukan sikap-sikap positif pada diri siswa.

2. Prinsip Pembelajaran.

a. Berpusat pada aktivitas belajar siswa

Salah satu karakteristik model pembelajaran investigasi ialah siswa mencari dan menemukan sendiri konsep dan prinsip. Untuk itu siswa musti diberi kesempatan, didorong, dan diarahkan untuk belajar lebih aktif mencari sendiri. Dengan demikian pembelajaran musti berpusat pada aktivitas siswa (student centred).

b. Belajar melalui pengalaman langsung

Model pembelajaran investigasi pada mata pelajaran EPA menuntut siswa untuk aktif mengamati langsung benda dan peristiwa alam atau melakukan percobaan dengan menggunakan benda-benda alam sekitar. Tanpa

(50)

kegiatan seperti itu model pembelajaran investigasi pada mata pelajaran EPA

akan kehilangan makna.

c. Balikan dan penguatan dengan segera

Setiap selesai melakukan kegiatan praktek percobaan, siswa hams mempertanggung jawabkan temuannya melalui laporan kelompok untuk

memperoleh balikan dan penguatan.

Tanpa memperoleh balikan, siswa tidak akan memperoleh kepastian tentang kebenaran hasil percobaan yang ia temukan. Dengan demikian pada model pembelajaran investigasi pada mata pelajaran IPA temuan siswa musti mendapat balikan dan penguatan dengan segera.

d. Penggunaan lingkungan alam sekitar

Obyek EPA ialah benda-benda dan peristiwa alam. Dalam proses investigasi pada mata pelajaran EPA siswa melakukan pengamatan terhadap benda-benda alam dan/atau melakukan percobaan dengan menggunakan benda-benda alam sekitar. Dengan demikian penggunaan lingkungan alam sekitar di dalam pengembangan model pembelajaran investigasi pada mata

pelajaran EPA mempakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran itu sendiri.

B. Saran

1. Saran Untuk Guru

a. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dengan model pembelajaran investigasi, tingkat pencapaian tujuan mata pelajaran EPA cukup tinggi. Di samping itu sikap-sikap positif pada diri siswa cenderung meningkat pula.

(51)

Oleh karena itu pelaksanaan model pembelajaran investigasi dengan

menggunakan modul pada mata pelajaran EPA dapat tems dilanjutkan.

Untuk itu gum dapat mulai menyusun modul untuk topik bahasan lain

dengan berpedoman pada pengalaman dan modul yang telah ada.

b. Dalam pelaksanaan model, selain hams tetap memperhatikan

prinsip-prinsip pembelajaran dan karakteristik siswa , penggunaan benda-benda

yang ada di dalam masyarakat dan lingkungan alam sekitar hendaknya

tetap dilakukan, mengingat keterbatasan media dan alat-alat EPA yang

tersedia di sekolah.

c. Sesuai dengan hakikat EPA sebagai produk dan EPA sebagai proses, maka

dalam menilai prestasi belajar siswa hendaknya tidak hanya didasarkan

pada pencapaian tujuan pembelajaran yang segera dapat diukur, akan

tetapi juga pada kecenderungan meningkatnya sikap-sikap positif. Oleh

karena itu evaluasi proses pembelajaran hendaknya selalu dilakukan pula

di samping evaluasi hasil belajar.

d. Kemampuan gum melaksanakan model pembelajaran investigasi pada

mata pelajaran EPA sebaiknya dapat ditularkan pula kepada gum lain

melalui diskusi atau loka karya di dalam PKG.

2. Saran Untuk Kepala Sekolah

a. Pelaksanaan model pembelajaran investigasi pada mata pelajaran EPA

hendaknya dimasukan ke dalam program perbaikan kurikulum sekolah

dan dilaksanakan secara bertahap.

(52)

b. Untuk menyebarluaskan pelaksanaan model pembelajaran in^M^Lt^^V

setiap kelas, kepala sekolah hendaknya memprakarsai pelak%r5aW»^55 *

karya atau pelatihan termasuk penyusunan modul yang akan digu^JfeltitfcJ^S^

dalam model tersebut.

c. Untuk melengkapi media dan alat-alat praktek IPA, kepala sekolah dapat

melakukan kerjasama dengan pihak masyarakat melalui orgaanisasi BP3

atau dewan sekolah.

3. Saran Untuk Kepala Dinas Diknas

a. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dalam bidang pendidikan, pihak

Dinas Diknas dapat membuat program pengembangan kurikulum yang

berbasis kewilayahan, termasuk program pembelajaran yang berorientasi

pada kepentingan pembangunan daerah dengan memanfaatkan masyarakat

dan lingkungan alam setempat, khususnya dalam model pembelajaran

investigasi IPA.

b. Memanfaatkan SD Center sebagai SD percontohan implementasi kurikulum

yang berbasis kewilayahan antara lain melalui penerapan model

pembelajaran investigasi dengan menggunakan

modul pada mata

pelajaran EPA.

c. Memanfaatkan sumber-sumber masyarakat dalam implementasi kunkulum,

termasuk

implementasi

model

pembelajaran

investigasi

dengan

menggunakan modul pada mata pelajaran IPA, melalui jasa-jasa dewan

sekolah.

(53)

e. Mengintensifkan pemanfaatan PKG untuk meningkatkan kemampuan

gum dalam memperbaiki kualitas pembelajaran, termasuk pembelajaran

IPA melalui model pembelajaran investigasi dengan menggunakan

modul. Dalam hal ini dapat dilakukan kerjasama dengan pihak perguruan

tinggi untuk menyelenggarakan loka karya atau pelatihan bagi gum-gum.

e. Kerjasama dengan pihak Pemda untuk melengkapi fasilitas pembelajaran

termasuk alat-alat pembelajaran IPA.

4. Saran Untuk Peneliti Yang Lain

a. Dapat dilakukan penelitian yang sama dalam skala yang lebih luas, baik

kelas maupun sekolah dan daerah, dalam rangka memperbanyak sekolah

dan daerah yang tersentuh upaya- upaya pembaharuan pembelajaran.

b. Dapat dilakukan penelitian sempa dengan menggunakan model yang lain

untuk menambah wawasan pembelajaran, dan sekaligus dapat dijadikan

sebagai altematif lain dalam melaksanakan pembelajaran EPA.

c. Dapat dilakukan penelitian eksperimen untuk mengetahui efektivitas model

pembelajaran investigasi dengan menggunakan

modul dibandingkan

dengan model yang lain pada mata pelajaran EPA.

(54)
(55)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Pumomo, S. (1998). Apa Yang Perlu Direformasikan Pada Guru.

Jakarta-ISPI

Basir, Djahir. (1998). Tantangan Dunia Pendidikan Tahun 2003: ImpUkasinya

Terhadap Kegiatan Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Jakarta: ISPI

Borg, Walter, R. and Gall, Meredith, Damien. ( 1979 ). Educational Research. New

York: Longman Inc

Carin, Arthur, A. ( 1993). Teaching Science Through Discovery. New York: Macmillan Publishing Company

Dahar, Ratna, W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga

Davies, Ivor, K. (1987). Pengelolaan Belajar. Terjemahan. Jakarta: PAU Ditjen

Dikti Depdikbud

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1994). Kurikulum Pendidikan Dasar.

Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SD, TK, dan SLB

Djojonegoro, Wardiman. (1998). Lima Tahun Mengemban Tugas Pengembangan

SDM. Jakarta: Balitbang Dikbud

Gagne', Robert, M. (1997). The Conditions of Learning. New York: Holt, Rinehart

and Winston.

Gega, Peter, C. (1994). Concepts and Experiences in Elementary School Science. New York: Macmillan Publishing Company

Gronlund, Norman, E. (1985). Measurement andEvaluation in Teaching. New York: Macmillan Publishing Company

Hadiat. (1998). Alam Sekitar Kita 3, IPA UntukSekolah Dasar Kelas 5. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdikbud

Hasan, Said, H. (1988). Evaluasi Kurikulum. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Ditjen Dikti Depdikbud.

Jones, Beau Fly. (1987). Strategic Teaching andLearning. ASCD Publishers Joyce, Bmce. (1996). Models ofTeaching. USA: Allyn & Bacon Company

(56)

Killen, Roy. (1998). Effective Teaching Strategies. KatoombaNSW Australia: Social

Science Press

Kindsvatter, Richard. (1996). Dynamics of Effective Teaching. USA: Longman

Publishers

Lythcott, Jean. (1990). Science Education. NewYork: John Wiley & Sons Inc

Mills, Geoffrey, E. (2000). Action Research. New Jersey: Prentice - Hall Nasution, S. (1987). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Penerbit Alumni

Orlich, Donald, C. (1990). Teaching Trategies. Canada: D.C. Heath and Company

Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 28 Tahun 1990. Tentang Pendidikan Dasar

Jakarta: Dharma Bhakti

Reece, Ian and Waker, Stephen. (1997). Teaching, Training and Learning. Leighton

House:Business Education Publishers

Renner, John, W. (1972) Teaching Science in The Secondary School.New York:

Harper and Row Publishers Inc

Sadiman, Arief, S. dkk.. (1990 ). MediaPendidikanJakarta: C.V. Rajawali

Soedijarto. (1993). Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta: P.T. Gramedia (1997) Memantapkan Kinerja Sistem Pendidikan Nasional Dalam

Menyiapkan Manusia Indonesia Memasuki Abad ke-2I. Jakarta: Proyek

Perencanaan Terpadu dan Ketenagaan Diklusepora

Sukmadinata, Nana, S. (1997). Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek.

Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya

Suryadi, Ace. ( 1999 ). Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan. Jakarta:

Depdikbud

Tapilouw, Fransiska, S. ( \997).Kreativitas Berpikir Anak UsiaSekolah DasarDalam

Memecahkan Masalah-Masalah IPA. Disertasi. Bandung: Progam Pasca

Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia

TapMPR .(1999). Garis-Garis Besar Haluan Negara. Bandung: Pustaka Setia Tim Nasional Kurikulum. (1974). Pedoman Penyusunan Modul. Jakarta: Penerbitan

PPSP. BPP

Gambar

Tabel -1: Kualifikasi GuruyangTidakMemenuhi Persyaratan Minimal

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa tidak adanya pelayanan yang diberikan oleh pihak terminal kepada objek retribusi, karena memang tidak berfungsinya

 Jika ada 2 mapel mulok, salah satu harus masuk jam wajib tambahan.  Kurikulum 2013 SMP

Pada industri kimia, pengontrolan dengan teliti dari pengaruh laju reaksi dan konsentrasi kesetimbangan berperan penting dalam metode produksi untuk mendapatkan keuntungan.. Kimia

sudah maju mau mengonsumsi KMD; 3) Peran pemerintah daerah masih kecil. KMD jelas membutuhkan dana yang tidak sedikit. Mengandalkan iklan atau pelanggan rasanya

Di samping itu ditunjukkan juga dalam simulasi ini pengaruh perubahan parameter serat optis dan sistem komunikasi optis terhadap besarnya daya sinyal FWM yang dibangkitkan..

C. Wright Mills , pendiri teori konflik modern menyatakan bahwa konflik dalam masyarakat terjadi karena adanya perbedaan kepentingan dan sumber daya. Dalam pandangan Mills,

Tepung Mocaf (modified cassava flour) merupakan produk turunan dari tepungsingkong yang menggunakan prinsip modifikasi sel singkong secarafermentasi dimana mikrobia BAL

Chatib Basri untuk memelihara dan mengembangkan hasil melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140/ cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, PMK.07/2013 tertanggal