• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mendalami pembangunan Jemaat yang hidup : belajar dari buku ``Batu-Batu Yang Hidup`` karya Dr. P.G. Van Hooijdonk.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mendalami pembangunan Jemaat yang hidup : belajar dari buku ``Batu-Batu Yang Hidup`` karya Dr. P.G. Van Hooijdonk."

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT YANG HIDUP: BELAJAR DARI BUKU “BATU-BATU YANG HIDUP” KARYA Dr. P.G. VAN HOOIJDONK. Judul ini dipilih berdasarkan pengalaman nyata di lingkungan tempat penulis berasal di Paroki Santo Fidelis Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat, dimana Pembangunan Jemaat dirasa masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan sesuai dengan perkembangan zaman. Penulis juga terinspirasi oleh buku Batu-batu yang Hidup karya Dr. P.G. Van Hooijdonk yang memaparkan pemikiran mengenai Pembangunan Jemaat. Penulis mempunyai kesan bahwa Pembangunan Jemaat di paroki tempat asal penulis masih banyak kekurangan di antaranya sumber daya manusia dan juga keterlambatan dalam menanggapi situasi zaman yang semakin modern, karena berada di daerah pedalaman yang jauh dari kota.

Persoalan pokok pada skripsi ini adalah bagaimana umat beriman Kristiani dapat menemukan dan menghayati Pembangunan Jemaat sebagai dasar dalam membangun sebuah komunitas utuh yang berpusat pada Kristus dalam hidup menggereja. Pembangunan Jemaat bukan semata-mata membangun sebuah gedung melainkan lebih kepada sebuah pemikiran yang dituangkan ke dalam tindakan konkret. Oleh karena itu, untuk mengkaji persoalan yang dihadapi umat tersebut dibutuhkan pemecahan masalah lewat pemikiran-pemikiran yang tertuang di dalam Pembangunan Jemaat oleh para ahli teologi. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan studi pustaka sebagai metode, yang bersumber dari Kitab Suci, Dokumen-dokumen Gereja, pandangan para ahli, dan sumber utama buku Batu-batu yang Hidup karya Dr. P.G. Van Hooijdonk yang membahas pengantar ke dalam Pembangunan Jemaat. Penulis menemukan bahwa Pembangunan Jemaat perlu dipahami sebagai teologi praktis yang memperhatikan setiap prosesnya, sehingga umat menyadari tingkat kedewasaan imannya, mau mengikuti Kristus, serta terbuka pada perkembangan zaman.

▸ Baca selengkapnya: jika label identitas pada batu asah adalah rg 38 d 170 l 5 sb be, maka batu asah tersebut memiliki butiran ....

(2)

ABSTRACT

This thesis entitled FATHOMING A LIVING COMMUNITY BUILDING: LEARNING FROM A BOOK “LIVING STONES” WRITTEN BY Dr. P. G. VAN HOOIJDONK. This title is chosen based on an empiric experience from the author’s homeland at Santo Fidelis Parish Sejiram, Diocese of Sintang, West Kalimantan, where the Community Building seems necessary to be developed and improved in line with the ages. The author is also inspired from a book Living Stones written by Dr. P. G. Van Hooijdonk which exposes the thought about Community Building. The author has an impression that Community Building at his homeland is still many shortcomings, especially human resources and also a retardment in responding the modern age, because is located in hinterland area that far from the city.

The main subject in this thesis is how the Christians may finding and living the Community Building as a foundation in build a whole community which Chistocentric in religious life. Community Building is not merely to build a building but rather to a thought which is implemented into a concrete action. Therefore, to assess the matter, which is faced by the people, is required a problem solving through the thoughts about Community Building by the theologians. In making this thesis, the author use a literature study as a method, which sourced ftom the Bible, Church Documents, the experts reviews, and the main source a book Living Stones written by Dr. P. G. Van Hooijdonk which discusses about Community Building. The author find that Community Building is need to be understood as a praxis theology which concerning every process, so that the people realize their faith maturity level, will to follow the Christ, and also open to the developing era.

(3)

MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT YANG HIDUP: BELAJAR DARI BUKU “BATU-BATU YANG HIDUP”

KARYA Dr. P.G. VAN HOOIJDONK

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Disusun oleh:

Fernandus Yongki Januardi NIM : 101124059

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Allah Bapa di surga lewat perantaraan Putera-Nya

dan

(7)

v MOTTO

“Perhatikanlah orang yang tulus dan lihatlah kepada orang yang jujur, sebab

pada orang yang suka damai akan ada masa depan”

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT YANG HIDUP: BELAJAR DARI BUKU “BATU-BATU YANG HIDUP” KARYA Dr. P.G. VAN HOOIJDONK. Judul ini dipilih berdasarkan pengalaman nyata di lingkungan tempat penulis berasal di Paroki Santo Fidelis Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat, dimana Pembangunan Jemaat dirasa masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan sesuai dengan perkembangan zaman. Penulis juga terinspirasi oleh buku Batu-batu yang Hidup karya Dr. P.G. Van Hooijdonk yang memaparkan pemikiran mengenai Pembangunan Jemaat. Penulis mempunyai kesan bahwa Pembangunan Jemaat di paroki tempat asal penulis masih banyak kekurangan di antaranya sumber daya manusia dan juga keterlambatan dalam menanggapi situasi zaman yang semakin modern, karena berada di daerah pedalaman yang jauh dari kota.

Persoalan pokok pada skripsi ini adalah bagaimana umat beriman Kristiani dapat menemukan dan menghayati Pembangunan Jemaat sebagai dasar dalam membangun sebuah komunitas utuh yang berpusat pada Kristus dalam hidup menggereja. Pembangunan Jemaat bukan semata-mata membangun sebuah gedung melainkan lebih kepada sebuah pemikiran yang dituangkan ke dalam tindakan konkret. Oleh karena itu, untuk mengkaji persoalan yang dihadapi umat tersebut dibutuhkan pemecahan masalah lewat pemikiran-pemikiran yang tertuang di dalam Pembangunan Jemaat oleh para ahli teologi. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan studi pustaka sebagai metode, yang bersumber dari Kitab Suci, Dokumen-dokumen Gereja, pandangan para ahli, dan sumber utama buku Batu-batu yang Hidup karya Dr. P.G. Van Hooijdonk yang membahas pengantar ke dalam Pembangunan Jemaat. Penulis menemukan bahwa Pembangunan Jemaat perlu dipahami sebagai teologi praktis yang memperhatikan setiap prosesnya, sehingga umat menyadari tingkat kedewasaan imannya, mau mengikuti Kristus, serta terbuka pada perkembangan zaman.

(11)

ix ABSTRACT

This thesis entitled FATHOMING A LIVING COMMUNITY BUILDING: LEARNING FROM A BOOK “LIVING STONES” WRITTEN BY Dr. P. G. VAN HOOIJDONK. This title is chosen based on an empiric experience from the author‟s homeland at Santo Fidelis Parish Sejiram, Diocese of Sintang, West Kalimantan, where the Community Building seems necessary to be developed and improved in line with the ages. The author is also inspired from a book Living Stones written by Dr. P. G. Van Hooijdonk which exposes the thought about Community Building. The author has an impression that Community Building at his homeland is still many shortcomings, especially human resources and also a retardment in responding the modern age, because is located in hinterland area that far from the city.

The main subject in this thesis is how the Christians may finding and living the Community Building as a foundation in build a whole community which Chistocentric in religious life. Community Building is not merely to build a building but rather to a thought which is implemented into a concrete action. Therefore, to assess the matter, which is faced by the people, is required a problem solving through the thoughts about Community Building by the theologians. In making this thesis, the author use a literature study as a method, which sourced ftom the Bible, Church Documents, the experts reviews, and the main source a book Living Stones written by Dr. P. G. Van Hooijdonk which discusses about Community Building. The author find that Community Building is need to be understood as a praxis theology which concerning every process, so that the people realize their faith maturity level, will to follow the Christ, and also open to the developing era.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas segala cinta dan berkat, serta kasih setia-Nya yang senantiasa membimbing dan menyertai penulis setiap waktu, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul “MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT YANG HIDUP: BELAJAR DARI BUKU “BATU-BATU YANG HIDUP” KARYA Dr. P.G. VAN HOOIJDONK”.

Skripsi ini ditulis berdasarkan kesan pribadi penulis ketika selama tinggal di lingkungan umat dalam rangka mata kuliah Karya Bakti Paroki selama lima puluh hari, membuat penulis tergugah dan tergerak untuk membuat sebuah karya tulis skripsi ini. Situasi umat setempat sangat mencerminkan jemaat yang dibangun dengan baik oleh pihak paroki maupun pihak awam yang terlibat dalam hidup menggereja. Berdasarkan pengalaman tersebut penulis mengharapkan situasi yang serupa di tempat tinggal penulis khususnya daerah Paroki Santo Fidelis Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat. Skripsi ini merupakan sumbangan pemikiran bagi umat katolik khususnya umat Paroki tempat tinggal penulis supaya Pembangunan Jemaat dapat tumbuh dan berkembang seturut perkembangan zaman.

(13)

xi

1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung SJ, M.Ed., selaku Kaprodi Pendidikan Agama Katolik yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. C Putranto SJ, selaku dosen pembimbing utama sekaligus sebagai dosen pendamping akademik yang selalu mendampingi, membimbing serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. B Agus Rukiyanto SJ, selaku dosen penguji kedua yang telah mendorong penulis untuk menyusun skripsi ini.

4. P. Banyu Dewa, H.S. S.Ag., M.Si, selaku dosen penguji ketiga yang telah bersedia menjadi dosen penguji pada pertanggungjawaban skripsi ini.

5. Bapak Fiktorianus Hellarius dan Ibu Genoveva Katarina yang telah membesarkan, mendidik dan mendoakan penulis hingga sampai pada tahap ini.

6. Teman-teman De‟kill serta keluarga Longginus angkatan 2010 yang dengan caranya masing-masing telah mendukung serta memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Semua pihak yang telah berperan dalam proses studi, khususnya dalam penyelesaian skripsi ini.

(14)
(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR SINGKATAN... xxii

DAFTAR ISTILAH xxiv BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penulisan... 5

D. Manfaat Penulisan... 6

E. Metode Penulisan... 6

F. Sistematika Penulisan... 6

BAB II. PEMBANGUNAN JEMAAT DAN TEOLOGI PRAKTIS... 9

A. Pembangunan Jemaat adalah Paham Teologis... 9

1. Pembangunan Jemaat adalah masalah Iman... 9

2. Pembangunan Jemaat paham inti dalam Teologi Praktis.... 13

(16)

xiv

b. Gereja Lokal Menjadi Subjek Pembangunan Jemaat.. 15

1) Sesama subjek itu tersusun secara hierarkis... 15

2) Sesama subjek ini dimotivasi secara spiritual... 16

c. Jemaat Lokal adalah Objek Pembangunan Jemaat... 16

d. Tujuan Pembangunan Jemaat ialah Kedatangan Kerajaan Allah... 22 1) Tujuan Pembangunan Jemaat ditentukan secara historis dan kultural... 24 2) Tujuan Pembangunan Jemaat adalah pertumbuhan paroki... 24 3) Tujuan Pembangunan Jemaat: memberi ruang bagi pertumbuhan, terarah kepada penyempurnaan... 25 3. Pembangunan Jemaat adalah Jawaban Terhadap Perubahan-perubahan di Masa Kini... 26 a. Pokok Pembangunan Jemaat itu bersifat aktual... 26

b. Pembangunan Jemaat itu bersifat kontekstual... 27

c. Pembangunan Jemaat bertolak dari keadaan jemaat (de facto)... 29 B. Pembatasan Masalah Pembangunan Jemaat... 30

1. Mengapa Pembangunan Jemaat penting?... 31

a. Pembaharuan di seluruh dunia... 31

b. Ekklesiologi dari bawah tidak berkembang dengan sendirinya... 32 c. Pembangunan Jemaat merefleksikan dan mendorong pemikiran teologis... 33 d. Sinode Jerman tahun 1976... 35

e. Mengapa Pembangunan Jemaat itu penting?... 37

2. Apa Pembangunan Jemaat itu?... 37

(17)

xv

b. Pembangunan... 39

1) Pertumbuhan dan perkembangan... 39

2) Pendalaman secara spiritual... 39

3) Pembaharuan... 40

4) Cita-cita... 40

c. Pembangunan Jemaat... 40

3. Kepada siapa Pembangunan akan diajarkan?... 43

BAB III PENGETAHUAN PRAKTEK DALAM PEMBANGUNAN JEMAAT... 46 A. Pengetahuan Praktek dalam Pembangunan Jemaat... 46

1. Asosiasi Bebas mengenai Paham Pembangunan Jemaat.... 46

2. Pengetahuan Praktek Pembangunan Jemaat yang Diatur dan Dideskripsikan... 48 3. Pengetahuan Praktek Ditata Menurut Teologi Praktis... 49

a. Praktek Pastoral dalam Bagian Disiplin Vertikal dan Horisontal... 49 b. Pembangunan Jemaat sebagai Susunan Disiplin Pastoral yang Vertikal... 52 1) Katekese... 52

2) Liturgi... 53

3) Poimenik (penggembalaan), pastorat perorangan, pastorat kelompok, bimbingan rohani... 53 4) Diakonia... 54

5) Pembangunan Jemaat... 55

a) Koinonia... 55 (1) Koinonia dalam grup/kelompok

sosial...

56

(2) Koinonia lewat partisipasi dalam hidup paroki...

(18)

xvi

(3) Koinonia sebagai organisasi oleh paroki...

57

b) Sibermatika atau ilmu pengendalian/ kepengurusan...

57

c. Pembangunan Jemaat sebagai Disiplin Pastoral yang Diatur Secara Horisontal...

58

1) Kaderisasi... 59

2) Dewan-dewan... 60

4. Kerja Sama: Pengetahuan Praktek Tentang Pembangunan Jemaat dan Teologi Praktis... 61 B. Aspek Dasar Pembangunan Jemaat... 61

1. Pembangunan Jemaat sebagai Teori atau Ajaran... 61

2. Lima Aspek Dasar Pembangunan Jemaat... 62

a. Bertindak Imani dan Rasional... 63

b. Bertindak Fungsional, Terarah pada Tujuan dan Hasil... 63 1) Fungsional... 63

2) Terarah pada tujuan dan hasil... 63

c. Bertindak Menurut Tata Waktu atau Secara Proses... 64

d. Bertindak Menurut Tata Ruang atau Pengembangan Organisasi... 65 e. Mengaktifkan partisipasi... 66

3. Sebuah Model... 67

C. Pembangunan Jemaat sebagai Proses... 67

1. Pengantar... 67

a. Aspek Metodik... 67

b. Pembangunan Jemaat sebagai Proses... 68

2. Dua Polaritas dalam Proses... 69

(19)

xvii

4. Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem... 71

a. Perspektif Aktor... 71

1) Perspektif Aktor Horisontal... 71

a) Tahap orientasi... 72

b) Tahap penelitian... 72

c) Tahap perencanaan... 72

d) Tahap pelaksanaan... 73

e) Tahap pemantapan... 73

2) Perspektif Aktor Vertikal... 73

a) Orientasi... 74

b) Penelitian... 74

c) Perencanaan... 74

d) Pelaksanaan... 75

e) Pemantapan... 75

3) Polaritas dalam Perspektif Aktor... 76

b. Perspektif Sistem... 76

1) Perspektif sistem dalam lima tahap... 76

c. Aktor dan Perspektif Sistem Terpadu dalam Satu Proses Pengembangan... 78 5. Umpan Balik dan Evaluasi... 79

a. Evaluasi produk dan proses... 79

b. Evaluasi Formatif... 79

c. Evaluasi Sumatif... 80

6. Kelompok Pendamping... 80

D. Masing-masing Tahap dalam Proses... 79

1. Tahap Orientasi: Pengamatan Pertama... 81

(20)

xviii

b. Kontak... 81

c. Menciptakan Kesediaan Membantu... 82

d. Pilihan Strategi... 82

e. Perjanjian... 82

2. Tahap Penelitian... 83

a. Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem... 83

b. Diagnosis... 84

c. Prognosis... 85

d. Petunjuk yang Membantu Prognosis... 85

3. Tahap Perencanaan... 86

a. Faktor Penghambat dan Pelancar dalam Proses Pengembangan... 87 b. Metode Kerja... 88

1) Model pakar... 88

2) Model kerja sama... 89

3) Model aksi... 89

4) Model belajar... 89

c. Membuat Program... 89

d. Proses Pengambilan Keputusan... 90

e. Catatan Tambahan: Manajemen Proyek... 91

4. Tahap Pelaksanaan... 92

5 Tahap Pemantapan... 92

(21)

xix

2. Catatan Pendahuluan Kedua... 94

3. Kenyataan yang Lebih Tinggi Dari Pada Gereja... 95

4. Kenyataan yang Lebih Jauh Dari Pada Gereja... 97

B. Pembangunan Jemaat adalah Tindakan Komunikatif... 98

C. Pembangunan Jemaat adalah Pengembangan Organisme Gerejawi... 100 1. Pengembangan... 100

a Oikodomè dan istilah agogis pengembangan... 100

b. Pembangunan serta pengembangan jemaat, pelayanan demi terwujudnya keadilan Allah... 100 c. Pembangunan Jemaat, pengembangan dan pertobatan... 101 d. Pengembangan: campuran dinamika dan struktur... 103

e. Kesinambungan dan diskontinuitas... 104

f. Percepatan frekuensi perubahan dan keraguan untuk memutuskan... 104 g. Realisasi tujuan yang sistematis... 104

h. Keterbukaan akan hari depan... 105

2. Pengembangan Organisasi Gereja... 106

a. Oikodomè dan pengembangan organisasi gerejawi... 106

D. Pengamatan Situasi Sekarang dan Pengalaman Masa Depan.... 107

1. Catatan Pendahuluan Pertama: Polaritas antara Situasi Sekarang dan Hari Depan... 107 2. Catatan Pendahuluan Kedua: Dinamika Ganda dalam Pembangunan Jemaat... 107 3. Kontekstualisasi dalam Pengamatan Situasi dan Masa Depan... 108 a. Apa yang dimaksud dengan kontekstualisasi?... 109

(22)

xx

4. Konteks dan Kebenaran... 111 5. Bersama Mengamati Kebenaran dalam Situasi Konkret

dan Masa Depan...

112

6. Pengamatan Situasi dalam Terang Injil... 113 a. Pengamatan Situasi: Modernisasi... 113 b. Dalam Terang Injil... 114 E. Rekoleksi dalam Rangka Meningkatkan Semangat

Pembangunan Jemaat...

115

1. Program Rekoleksi Sebagai Usaha Meningkatkan Semangat Katekis Dalam Pembangunan Jemaat di Paroki Santo Fidelis Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat...

116

a. Pengertian Program Rekoleksi... 116 b. Latar Belakang Program Rekoleksi untuk

Meningkatkan Semangat Hidup dalam Pembangunan Jemaat...

117

(23)

xxi

3. Bertindak menurut tata waktu atau secara proses... 165 4. Bertindak menurut tata ruang atau pengembangan

organisasi...

166

(24)

xxii

DAFTAR SINGKATAN

A. Daftar Singkatan

Dalam skripsi ini daftar singkatan Kitab Suci mengikuti Lembaga Alkitab Indonesia (1993).

B. Daftar singkatan Dokumen Resmi Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem (Dekrit Konsili Vatikan II Tentang Kerasulan Awam), 18 November 1965.

AG Ad Gentes (Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misioner Gereja), 7 Desember 1965.

DV : Dei Verbum (Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi), 18 November 1965.

GS : Gaudium et Spes (Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini), 7 Desember 1965.

LG : Lumen Gentium (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja), 21 November 1964.

C. Daftar Singkatan Lain

Bdk : Bandingkan

(25)

xxiii

Kan : Kanon

Ket : Keterangan

KOMKAT : KOMISI KATEKETIK

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

LCD : Liquid Crystal Display

MB : Madah Bakti

PJ : Pembangunan Jemaat

S1 : Strata 1

(26)

xxiv

DAFTAR ISTILAH

1. Aggiornamento : Pembaruan Gereja

2. Agogi : Aktivitas memimpin/membimbing 3. Agogis : Bersifat menuntun

4. Apokalipsis : Kitab Wahyu, termasuk kitab deuterokanonika 5. Apostolat : Jabatan atau tugas seorang Rasul

6. Apostolis : Di utus Kristus

7. As : Poros

8. Asosiasi bebas : Membuat pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan panca indera yang bersifat terbuka (bebas) 9. Chaos : Kekalutan

10. Community development

: Membangun komunitas (kelompok)

11. Community and Organization-Development

: Komunitas (masyarakat) dan pengembangan organisasi

12. Diagnosis : Pemeriksaan terhadap suatu hal

13. Diakonia : Bidang pelayanan pastoral: meliputi semua bidang Gereja dan masyarakat

14. Didaktik : Ilmu dalam mendidik 15. De facto : Pada kenyataannya 16. Ekklesia : Menjadi Gereja/jemaat 17. Ekklesiologi : Teologi tentang Gereja 18. Emansipasi : Persamaan hak

19. Empiris : Berdasarkan pengalaman, penemuan, percobaan, pengamatan dan penelitian

20. Empiris organisatoris

: Ahli dalam pengalaman berorganisasi

(27)

xxv

22. Eskatologis : Berhubungan dengan tujuan akhir (eskaton) manusia dan mengenai penyudahan sejarah, kedatangan definitif Kerajaan Allah

23. Etos : Semangat kerja 24. Evangelistik

apostolat

: Usaha/tugas perutusan penginjilan seperti yang dilakukan para Rasul

25. Fundamental : Bersifat dasar (pokok); mendasar 26. Feedback : Umpan balik

27. Guidance and counseling

: Bimbingan dan konseling

28. Hermeneuse : Penafsiran

29. Homiletik : Teori mengenai khotbah atau homili

30. Inkulturasi : Sebagai proses pengintegrasian pengalaman iman Gereja lokal kedalam kebudayaan setempat

31. Inkulturisasi : Kegiatan penyatuan budaya kedalam badan Gereja sehingga menjadi Gereja yang kental dengan aspek budaya lokal

32. Interdisipliner : Kerjasama antara ilmu atau disiplin yang berbeda-beda

33. Intermedier : Tingkat menengah

34. Intervensi : Tindakan untuk menolong proses pastoral 35. Job hunting : Berburu pekerjaan

36. Karakteristik gramatikal

: Sebuah karakter yang berubah-ubah sesuai konteks

37. Kategorial : Memiliki kategori 38. Kateketik : Teori tentang katekese

39. Koinonia : Persekutuan dalam kasih Kristus 40. Kolektivitas : Perihal/keadaan

41. Kolonialisasi : Masa penjajahan

(28)

xxvi 43. Konstelasi : Kumpulan orang

44. Kristologis : Dasar yang kuat berkaitan ilmu tentang Kristus 45. Legimitas : Keabsahan

46. Liturgik : Teori mengenai liturgi

47. Nepotisme : Kecendrungan mengutamakan atau menguntungkan orang terdekat yaitu keluarganya

48. Nivo : Tataran/tingkatan 49. Oikodome : Pembangunan 50. Oikodomein : Membangun

51. Oikodomene : Pembangunan/mendirikan Jemaat 52. Oriented : Berorientasi

53. Passivum : Bersifat/hal pasif 54. Pastoral care : Pendampingan pastoral 55. Pastorat : Penggembalaan

56. Pedagogi : Ilmu pendidikan/pengajaran 57. Pelik : Tidak biasa

58. Pengetahuan praktek

: Pengetahuan (nyata dilaksanakan) yang diperoleh dari dan dalam Pembangunan Jemaat

59. Person-oriented : Orang-yang berorientasi 60. Person-person : Orang-orang

61. Perspektif aktor : Tindak-tanduk pastoral dilihat dari sudut (perspektif) mereka yang menjalankannya

62. Perspektif sistem : Tindak-tanduk pastoral dilihat dari sudut (perspektif) kenyataan/entitas tertentu (misalnya paroki atau jemaat)

63. Planning : Perencanaan 64. Pluriform : Ruang

65. Pneumatologis : Teologi mengenai Roh Kudus

(29)

xxvii

yang menyebabkan adanya keteganggan atau dinamika

67. Poimenik : Penggembalaan

68. Prognosis : Perkiraan mengenai jalannya proses

69. Proteksionistis : Perlindungan maksimal dari berbagai sektor

70. Quo : Mempertahankan keadaan seperti itu saja (tidak boleh di ubah)

71. Rasional : Menurut pikiran dengan pertimbangan yangg logis dan masuk akal

72. Relatio auctifica : Meningkatkan hubungan

73. Retorika : Keterampilan dalam berbahasa secara efektif 74. See-judge-act : Melihat-menilai-bertindak

75. Sekularisasi : Ideologi yang menganggap bahwa hidup ini adalah semata-mata untuk kepentingan duniawi

76. Sibernetika : Ilmu mengenai sistem pengendalian 77. Sôma : Badan/tubuh

78. Teologi exodus : Teologi tentang keluarnya bangsa bangsa Yahudi dari Mesir (teologi pembebasan umat Yahudi) 79. Teologi

penciptaan

: Teologi yang mempelajari tentang proses penciptaan didasari oleh Allah itu sendiri

80. Teologi praktis : Refleksi atas praksis Gereja baik dari segi teologis maupun dari segi ilmu-ilmu manusia.

81. Teritorial : Keseluruhan dalam sebuah wilayah 82. Teritorium : Cakupan wilayah

83. Tindak-tanduk : Campur tangan (ikut terlibat dalam suatu pekerjaan) 84. Tindak-tanduk

komunikatif

: Campur tangan seseorang atau kelompok yang mengutamakan komunikasi

85. Transformasi : Perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi dan sebagainya)

(30)
(31)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Konteks yang paling menentukan Gereja dapat dirangkum dalam satu kata yaitu “Modernisasi”. Baik posisi Gereja dalam masyarakat sekarang

maupun kemungkinan bagi iman untuk berkembang, tergantung pada sikap yang kita ambil terhadap modernisasi. Modernisasi itu tidak datang dari dunia Barat, akan tetapi merupakan proses transisi yang digerakkan oleh pemerintah kita sendiri lewat program pembangunan. Transisi itu merupakan proses perubahan dari kebudayaan agraris menuju kebudayaan industrial, teknologis dan elektronis (van Kessel, 1997: 87).

Proses transisi atau perubahan tersebut memerlukan pendampingan pastoral yang berbeda dengan pendampingan tradisional yang kita alami sampai sekarang, karena modernisasi mempunyai banyak efek sampingan. Teologi Pastoral Tradisional kita sedang berkembang menjadi Teologi Praktis yang memayungi sejumlah subdisiplin yang diantaranya ialah Pembangunan Jemaat. Pembangunan Jemaat adalah disiplin yang membangun Paroki.

(32)

persekutuan Allah yang berhimpun sangat pegang peranan dalam pengembangan hidup beriman. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengembangan Paroki dan Jemaat-jemaat perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Memang, untuk mengelola, apalagi mengembangkan paroki dan jemaat-jemaat tidaklah mudah, banyak kendala yang dihadapi. Salah satunya adalah kurangnya buku pegangan ataupun pengajaran mengenai Pembangunan Jemaat.

Di dalam Pembangunan Jemaat dibutuhkan tenaga penggembalaan selain para Imam dan Biarawan/Biarawati yaitu sosok penggembala yang sekaligus berada dalam lingkungan awam yaitu katekis. Katekis adalah orang dipanggil atau terpanggil untuk mewartakan ajaran Yesus. Kata katekis berasal dari kata dasar katechein yang mempunyai beberapa arti: mengkomunikasikan, membagikan informasi, mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan iman (Sanjaya, 2011:16).

(33)

katekis. para katekis awam tidak berdiri sendiri dalam hierarki Gereja karena sifatnya yang membantu tugas Imam. Katekis yang utama dalam sebuah keuskupan/paroki adalah Uskup/Imam.

Jiwa dan raga, rohani dan jasmani, harus seimbang, seperti halnya antara pembangunan gedung gereja dan pengembangan Gereja sebagai jemaat. Namun, mana lebih penting dalam membangun Gereja? Meskipun membangun gedung gereja penting, namun lebih penting dan utama adalah membangun jemaat atau umat. Gereja adalah umat beriman yang berkumpul sebagai komunitas. Gereja bukanlah sekumpulan orang tapi suatu komunitas yang disatukan oleh Kristus, maka Gereja atau umat Allah harus memiliki tujuan, visi dan gerakan yang sama.

Gereja adalah orang-orang yang dipilih Yesus untuk melanjutkan karya dan misi-Nya. Mereka perlu dirangkul, didampingi dan dibangun, karena umatlah yang perlu diutamakan untuk menjadi paroki. Membangun gereja tidak terlalu susah, yang paling susah adalah membangun umatnya. Di Eropa, banyak gereja kosong bahkan dijual untuk menjadi mall atau masjid, karena jemaatnya tidak dibangun. Maka yang paling utama dalam Pembangunan Gereja adalah Pembangunan Jemaat.

(34)

menerima pengajaran dan petunjuk pastor dan pulang ke rumah sendiri-sendiri. Suasana itu dikenal dengan istilah “Pastor Sentris”. Jelasnya, umat hanya

menunggu perintah pastor, bergerak kalau pastor memberikan dorongan. Bukan Gereja itu yang mau dibangun, tetapi Gereja sebagai komunitas. Gereja saat ini dilihat sebagai persekutuan atau komunitas umat beriman dengan semangat Ekaristi. Selesai Perayaan Ekaristi umat keluar sebagai komunitas. Gereja sebagai komunitas tidak lagi ketergantungan pada pastor. Yang terlibat dalam kepemimpinan komunitas adalah umat sendiri. Model ini tidak mungkin bisa bergantung kepada pastor. Gereja sebagai komunitas hanya mungkin dirasakan di komunitas basis atau lingkungan.

(35)

B.Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Pembangunan Jemaat dan teologis praktis?

2. Pengetahuan praktek dalam Pembangunan Jemaat apa saja yang dibutuhkan?

3. Apakah teori praktek Pembangunan Jemaat dapat menjadi bahan pegangan katekis?

C.Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk menghidupkan kembali Pembangunan Jemaat oleh katekis dalam buku “Pengantar ke Dalam Pembangunan Jemaat” yang menjadi sumber semangat katekis dalam melayani dengan rumusan sebagai berikut:

1. Mengetahui dan memahami maksud-maksud Pembangunan Jemaat serta hubungannya dengan teologis praktis.

2. Mengetahui dan memahami apa saja pengetahuan praktek dalam Pembangunan Jemaat.

(36)

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi katekis, menjadi pengetahuan dan masukan baru, untuk membantu katekis menumbuhkan semangat pelayanan dalam Pembangunan Jemaat.

2. Membantu katekis menghayati makna Pembangunan Jemaat sebagai sumber dan semangat mereka dalam melayani.

3. Menjadi masukan untuk para katekis dan calon katekis.

E. Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode deskriptif analitis. Pada tulisan ini, penulis akan memaparkan dan menganalisis permasalahan dengan bantuan kepustakaan untuk memecahkan permasalahan. Penulis akan mengupas sebuah buku Pembangunan Jemaat dari buku “Batu-batu yang Hidup” karya Dr. P.G. Van Hooijdonk dengan bantuan sumber-sumber tertulis. Metode ini membutuhkan banyak sumber kepustakaan sebagai dasar ilmu untuk memecahkan permasalahan yang tertulis dalam tulisan ini.

F. Sistematika Penulisan

(37)

Bab I. Bab Pendahuluan ini merupakan bagian pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II. Pembangunan Jemaat dan Teologis Praktis. Pada bab ini akan menguraikan Pembangunan Jemaat dan hubungannya dengan Teologi Praktis. Untuk menguraikan materi ini penulis sebelumnya mengemukakan hal-hal yang berkaitan dengan Pembangunan Jemaat dan Teologi Praktis yakni; Pembangunan Jemaat adalah Paham Teologis yang berisi: Pembangunan Jemaat adalah masalah Iman, Pembangunan Jemaat paham inti dalam Teologi Praktis dan Pembangunan Jemaat adalah jawaban terhadap perubahan-perubahan di masa kini. Kemudian penulis akan melanjutkan bagian kedua dengan pembahasan: Pembatasan Masalah Pembangunan Jemaat dengan menjawab pertanyaan yakni; Mengapa Pembangunan Jemaat itu penting? Apa Pembangunan Jemaat itu? Kepada siapa Pembangunan Akan diajarkan?

(38)

Pembangunan Jemaat sebagai Proses: Pengantar, Dua Polaritas dalam Proses, Polaritas dan Pengembangan, Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem, Umpan Balik dan Evaluasi dan Kelompok Pendamping. Bagian terakhir bab ini yaitu Masing-masing Tahap dalam Proses: Tahap Orientasi: Pengamatan Pertama, Tahap Penelitian, Tahap Perencanaan, Tahap Pelaksanaan dan Tahap Pemantapan.

Bab IV. Pembangunan Jemaat sebagai Teori Ilmiah yang berisi tentang: Pembangunan Jemaat adalah Tindak-tanduk Religius dan Imani, Pembangunan Jemaat adalah Tindakan Komunikatif, Pembangunan Jemaat dalam Pengembangan Organisme Gerejawi serta Pengamatan Situasi Sekarang dan Pengamatan Masa Depan yakni; Catatan Pendahuluan Pertama: Polaritas antara Situasi Sekarang dan Masa Depan, Catatan Pendahuluan Kedua berupa Dinamika Ganda dalam Pembangunan Jemaat, Kontekstualisasi dalam Pengamatan Situasi (sekarang) dan Masa depan, Konteks dan Kebenaran, Bersama Mengamati Kebenaran dalam Situasi Konkret dan Masa Depan dan Pengamatan Situasi dalam Terang Injil. Serta pada bagian akhir bab ini berisi tentang Usulan Program.

(39)

BAB II

PEMBANGUNAN JEMAAT DAN TEOLOGI PRAKTIS

A. Pembangunan Jemat adalah Paham Teologis

Pembangunan Jemaat dewasa ini sangat aktual bagi situasi yang beraneka ragam, terutama pada penurunan dan penambahan anggota ini dipengaruhi oleh konteks kemasyarakatan yang aktual. Akan tetapi, sebab perubahan itu tidak selalu jelas dan juga sulit untuk membuat prognosis mengenai nasib paroki di kemudian hari. Pemikiran semacam ini melatarbelakangi ketiga bagian dalam pembahasan ini; Pembangunan Jemaat adalah masalah iman, Pembangunan Jemaat merupakan paham inti dalam Teologi Praktis dan Pembangunan Jemaat merupakan jawaban atas perubahan masa kini.

1. Pembangunan Jemaat adalah masalah Iman

(40)

seseorang telah menerima/setuju akan kebenaran yang dinyatakan Allah ini, maka selayaknya ia menaatinya.

Maka tepat jika Magisterium Gereja Katolik menghubungkan iman dengan ketaatan dan mendefinisikannya sebagai berikut:

Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan “ketaatan iman” (Rm 16:26; lih. Rm 1:5 ; 2Kor 10:5-6). Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya. Supaya orang dapat beriman seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati dan membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan “pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran”. Supaya semakin mendalamlah pengertian akan wahyu, Roh Kudus itu juga senantiasa menyempurnakan iman melalui kurnia-kurnia-Nya. (Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum 5)

(41)

kepadanya Kristus telah memberikan kuasa untuk mengajar dalam nama-Nya. Untuk menerima kebenaran yang dinyatakan Allah ini, diperlukan kasih karunia dari Allah sendiri, dan untuk menanggapinya dengan ketaatan, diperlukan kerjasama dari pihak kita manusia.

Iman mempunyai dimensi obyektif dan subyektif. Obyektif, karena dasar kepatuhan akal budi dan kehendak kita adalah kebenaran dari Tuhan (dari Kitab Suci dan Tradisi Suci), yang tidak mungkin salah; namun juga subyektif karena berhubungan dengan kebajikan yang dimiliki oleh tiap-tiap orang, yang melaluinya ia dapat menjadi taat beriman.

Pembangunan Jemaat adalah pengertian iman dan teologis. Dalam karangan itu, mengutip dari Haarsma dalam buku Batu-batu yang Hidup karya Dr. P.G. Van Hooijdonk, bicara mengenai “Gereja sebagai karya pembangunan Roh Kudus” (Hooijdonk, 1996: 4). Tema ini diolahnya melalui pembangunan

istilah oikodome dan oikodomein dalam Perjanjian lama maupun Perjanjian Baru. Makna harafiah kata oikodomein kita jumpai dalam kata Yesus yang bersifat nabiah dan apokaliptis (menyingkap) seperti ditulis oleh Markus: Saya sudah mendengar orang ini berkata: Aku akan merubuhkan Bait Suci buatan tangan manusia ini dan dalam tiga hari akan Ku-dirikan (oikodomein) yang lain, yang bukan buatan tangan manusia (Mrk. 14:58).

(42)

bagiKu, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku? (Yes 66:1). Kata kritis Nabi Yesaya ini dipakai oleh Stefanus sebelum kematiannya sebagai martir, untuk memperkuat kesaksiannya di hadapan Mahkamah Tinggi dan Imam-imam Kepala: Tetapi yang Mahatinggi tidak diam di dalam apa yang dinuat (oikodomein) oleh tangan manusia (Kis 7:48)

Dalam tradisi religius Kisah Para Rasul, istilah oikodomein dihubungkan dengan Gereja dan menjadi istilah inti. Jemaat itu dibangun (oikodomein) dan hidup dalam takut akan Tuhan. Paulus mengatakan kepada para tua-tua Gereja di efesus: “Dan sekarang aku menyerahkan kamu kepada Tuhan dan kepada firman

kasih karunia-Nya, yang berkuasa membangun (oikodomein) kamu dan menganugerahkan kepada kamu bagian yang ditentukan bagi semua orang yang telah dikuduskan-Nya” (Kis 20:32).

Oikodomein menunjuk kepada kegiatan apostolis, di mana Rasul sendiri mendirikan, meletakkan dasar dan membangun. Namun, oikodomein juga dikaitkan dengan kegiatan warga Gereja yang satu dengan yang lain; dengan kegiatan yang bersifat meneguhkan, membangun, menegur hal atau orang yang kurang baik, menguatkan mereka yang kecil hatinya, mendukung mereka yang lemah dan bersabar dengan semua orang (1Tes 5:11-14).

(43)

bagi Paulus oikodomein bukan untuk kepentingan perorangan melainkan kepentingan jemaat seluruhnya. Untuk memperkuat bahwa Gereja adalah karya pembangunan Roh Kudus maka menurut Haarsma menunjuk pada karakteristik gramatikal (sebuah karakter yang berubah-ubah sesuai konteks) yang ada pada kata oikodomein. Oikodomein (membangun) adalah passivum (hal pasif). Jemaat itu aktif satu dengan yang lain, namun pembangunan itu adalah karya Roh Kudus (Hooijdonk, 1996: 6).

dalam Kitab Suci oikodomein mendorong kita untuk memandang Pembangunan Jemaat pertama-tama sebagai hal iman dan sebagai paham teologis. Paham ini mendahului semua arti yang diperoleh istilah itu dalam teori dan praktek Pembangunan Jemaat sampai kini. Pembangunan Jemaat menantang iman kita, hingga kita dalam kegiatan manusia melihat berkaryanya Roh Allah.

2. Pembangunan Jemaat paham inti dalam Teologi Praktis

Teologi Praktis membawa hal baru yaitu kaitannya dengan ilmu sosial. Maka dalam Teologi Praktis perwujudan diri Gereja mendapat makna empiris yang lebih luas. Lagi ada hal yang baru: dibandingkan dengan paham keuskupanlah sebagai Gereja lokal, Teologi Praktis memandang paroki, jemaat dan warganya sebagai Gereja lokal. “Gereja, Sarana dan Tanda Keselamatan”

(44)

a. Allah, subjek Pembangunan Jemaat

Pembangunan Jemaat sebagai pengertian pokok dalam Teologi Praktis. Pengertian itu mengandung polaritas antara karya Allah dengan karya manusia. Ilmu sosial menyediakan banyak sarana komunikatif dan efektif bagi perwujudan diri Gereja. Kemungkinan baru bagi manusiauntuk bekerja dalam Gereja dihargai dan diselidiki oleh Teologi Praktis. Kata oikodome dalam Perjanjian Lama mempunyai arti kiasan yaitu membangun rumah Israel, umat Allah. Dalam Perjanjian Baru, istilah ini mendapat warna gerejawi. Maka oikodome boleh diterjemahkan sebagai Pembangunan Jemaat.

(45)

b. Gereja Lokal ikut Menjadi Subjek Pembangunan Jemaat

Serentak dengan mengakui berkaryanya Allah dalam Pembangunan Jemaat kita pun harus mengakui berkaryanya manusia di dalamnya. Dalam Pembangunan Jemaat manusia adalah sesama subjek dengan Allah. Masih ada pemikiran lain yang mengarahkan pandangan kita, yakni: emansipasi (persamaan hak) orang beriman dalam Gereja Katolik. Konsili Vatikan II memutuskan hubungan dengan struktur grejawi yang feodal vatikan II memilih struktur dimana persamaan dan kesetaraan warga Gereja dijadikan pusatnya (Hoiijdonk, 1996: 9).

Dalam tata Gereja yang baik, jabatan berfungsi sebagai pelayanan. Akan tetapi, sebagaimana yang dialami sesudah Konsili Vatikan II, Umat Allah masih harus menempuh jalan panjang sebelum cita-cita emansipasi itu terwujud pada segala jemaat beriman Gereja. Emansipasi orang beriman paling mungkin terjangkau pada jemaat beriman lokal yaitu jemaat dan paroki. Pada jemaat beriman itulah Pembanguunan Jemaat sering mendorong kesadaran, rasa tanggung jawab, dan inisiatif orang beriman.

1) Sesama subjek itu tersusun secara hierarkis

(46)

seorangpun dapat meletakkan dasar pembangunan selain dasar yang sudah ada yakni Yesus Kristus.

2) Sesama subjek ini dimotivasi secara spiritual

Kesadaran akan panggilan Allah diperluas: bukan hanya seorang melainkan banyak orang telah terpanggil; bukan hanya mereka yang meninggalkan ayah ibunya termasuk Yesus akan tetapi, juga mereka yang tinggal di rumah, seperti kawan-kawan Yesus di Betani. Spiritualitas adalah dasar Pembangunan Jemaat. Banyak aktivis duduk di dewan paroki, di kelompok kerja dan lain badan paroki. Partisipasi yang aktif itu merupakan ungkapan keterlibatan mereka dalam Gereja. Pastisipasi itu juga mengaktifkan hidup beriman dan orientasi iman mereka.

Ungkapan iman kiranya merupakan titik tolak bagi perkembangan spiritualitas sebagai sumber kekuatan bagi Pembangunan Jemaat. Spiritualitas bersama mrenjadi kekuatan bagi Gereja Perdana juga.

c. Jemaat Lokal adalah Objek Pembangunan Jemaat

Jemaat sebagai objek sudah kita jumpai dalam Perjanjian Lama: “aku

akan memulihkan keadaan Yehuda dan Israel dan akan membangun mereka seperti dahulu” (Kis 9:31). Membangun jemaat berarti membangun umat Allah.

Dalam Perjanjian Baru Umat Allah ini mendapat wujud sebagai Gereja setempat dan diberi nama provinsi:

(47)

yang dibangun di atas para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Tuhan kamu juga ikut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh (Ef 2:19-22).

Objek ini adalah Jemaat orang beriman lokal. Tetapi orang perorangan secara pribadi disapa juga seperti kita baca dalam surat Petrus (1Ptr 2:4-5a).

Jemaat lokal berdiri atas kehendak ilahi dan adalah persekutuan orang-orang kudus yang dipanggil dari dunia, untuk menyatakan kesetiaannya kepada Tuhan Yesus Kristus, dan yang bersama-sama dipanggil untuk suatu tujuan. 'Bersama-sama dipanggil untuk suatu tujuan'. Hal ini jelas menunjukkan, bahwa jemaat lokal dipanggil untuk melaksanakan kehendak Allah. Dengan perkataan lain, jemaat lokal adalah jemaat yang bermisi.

Untuk memahami misi jemaat lokal, kita harus ingat bahwa misinya itu adalah bagian dari misi Gereja. Misi jemaat lokal di Yogyakarta tidak berbeda dengan misi jemaat lokal di Medan atau di Bangkok atau di Amerika. Perintah dan isi misi itu sama. Namun cara setiap jemaat lokal menanggapi mandat ini bisa berbeda sesuai kondisi dan situasi setempat.

(48)

menentang kejahatan perseorangan, kejahatan sosial, dan struktural. Kita tidak dapat tinggal diam menyaksikan kejahatan dan ketidakadilan.

Tapi hal ini sekali-kali tidak berarti bahwa jemaat lokal harus mengorganisasi dirinya menjadi organisasi massa yang terlibat dalam gerakan sosio-politik praktis. Kendati Tuhan Yesus sendiri mengajar para murid-Nya menentang kejahatan dalam bentuk apa pun, Ia tidak pernah mengarahkan atau merekayasa mereka untuk terjun ke dalam gerakan praktis politik pembebasan untuk menentang pemerintah Roma, atau ke dalam gerakan sosial melawan para tokoh agama Yahudi. Menjadi garam dunia adalah bagian dari pemuridan Kristen yang dituntut dari setiap warga jemaat lokal. Namun menggarami dunia bukan merupakan bagian dari Amanat Agung yang Kristus berikan kepada seluruh gereja-Nya.

(49)

Penginjilan bukanlah kegiatan yang setara dengan keprihatinan sosial. Memang ada penginjil yang menyatakan bahwa penginjilan dan keprihatinan sosial adalah sama. Hal itu tidak benar dan tidak alkitabiah. Alkitab mengajarkan betapa hal yang rohani jauh lebih penting dari pada yang jasmani dan yang sosial. Keselamatan yang Yesus berikan kepada manusia seperti yang dibicarakan dalam Alkitab adalah keselamatan rohani. Keselamatan dari dosa dan yang menuntut kita kepada hidup persekutuan dengan Allah dan taat kepada kehendak-Nya. Justru kewajiban memberitakan Injil untuk menghimbau orang supaya percaya kepada Kristus, menjadi murid-Nya dan bergabung dalam jemaat-Nya adalah yang terpenting. Hal itu sekali-kali tidak dapat dianggap sama dengan bantuan dana dan pembangunan atau pelayanan sosial.

Pendapat umum mengatakan, bahwa tuntas sudah kewajiban seorang Kristiani bila ia aktif terlibat dalam kegiatan penginjilan terhadap masyarakat di sekitarnya. Tidak perlu lagi terlibat dalam upaya penginjilan terhadap masyarakat yang berbeda budaya, bahasa dan negeri. Konsep pemikiran demikian adalah keliru.

(50)

bumi. Jemaat yang punya kemampuan tapi tidak melibatkan diri dalam upaya penginjilan lintas budaya (setidak-tidaknya melalui dukungan doa), belum menggenapi misinya sebagaimana mestinya.

Konstitusi Gereja India Selatan mengemukakan hal ini dengan tepat sekali. 'Setiap warga jemaat Allah wajib menunaikan misinya di lingkungannya, bahkan sampai ke ujung bumi'. Warga yang ideal dari suatu jemaat lokal peka terhadap isu politik, ketidakadilan sosial-ekonomi, dan penindasan. Mereka bangkit menentang sekaligus memperbaiki kebobrokan demikian, sesuai tanggung jawab moral kristianinya. Jemaat wajib terlibat melayani kebutuhan masyarakat. Dalam rangka pemuridan yang bertanggung jawab dan pelayanan, jemaat memproklamirkan Injil kepada lingkungannya dan terlibat dalam penyebaran Injil kepada segala bangsa di bumi.

Kita tidak menganggap keprihatinan sosial berbeda dan terpisah sama sekali dari penginjilan. Penginjilan yang efektif dan yang mendampakkan kemuliaan bagi Kristus, dapat terjadi hanya di tengah-tengah pelayanan sosial yang tulus. Kendati demikian keprihatinan sosial dan penginjilan tidaklah setara dan sama. Dalam misi jemaat lokal, penginjilan (yakni penginjilan pada masyarakat sekitar) adalah yang utama. 'Pelayanan penginjilan adalah misi utama jemaat yang penuh pengorbanan. Penginjilan dunia menuntut seluruh gereja untuk memberitakan Injil seutuhnya kepada dunia. Gereja adalah pusat tujuan Allah dan sarana yang dipilih Allah untuk menyebar-luaskan Injil'.

(51)

masyarakat, kepada siapa Injil itu diberitakan. Misi jemat lokal ialah penginjilan dengan rencana mendirikan jemaat-jemaat di wilayah sekelilingnya dan di dunia. Jemaat lokal menghadirkan dirinya di wilayah sekelilingnya dan di lapangan misinya. Tokoh-tokoh jemaat Yerusalem berpencar akibat penganiayaan. Beberapa di antara mereka berasal dari Kirene dan Siprus. Mereka ke Antiokhia, mengabarkan Injil dan mendirikan jemaat di sana. Inilah pola misi yang alkitabiah. Tujuan misi ialah mendirikan jemaat Yesus Kristus di tempat-tempat di mana belum ada jemaat. Jemaat adalah pusat tujuan misi Allah. 'Supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga.' (Efesus 3:10)

Jemaat adalah tanda dan 'panjar rasa' dari Kerajaan Allah, yang menjadi tujuan akhir dan harapan kita. Kerajaan Allah bukanlah kerajaan Utopia yang didirikan oleh kemelut pertarungan manusia melawan pemerintah-pemerintah yang lazim. Kerajaan Allah adalah Kerajaan rohani, yang bertumbuh bila jemaat didirikan di antara bangsa-bangsa di dunia ini, dan bangsa-bangsa serta suku-suku bangsa tunduk di bawah kedaulatan pemerintahan Allah. Selanjutnya, melalui campur tangan Allah yang supra-alami, Kerajaan Allah dalam ujudnya yang terpadu seutuhnya akan dinyatakan di dunia ini.

(52)

masyarakat minoritas yang erat ikatan kekeluargaannya, dan umumnya hidup berdagang. Memang, beberapa orang Sindhi telah menjadi Kristen, tapi sampai sekarang, di manapun di dunia ini, belum ditemukan satu pun jemaat Kristen Sindhi. Hal yang sama terjadi pula di Indonesia. Masyarakat Suku Sakai, Suku Sasak, misalnya, masih belum terjangkau Injil. Demikian juga pedagang Cina di kota-kota di Riau kepulauan dan di pulau-pulau lain di Indonesia Timur. Padahal di kota-kota itu ada gereja.

Pengertian yang benar dan alkitabiah akan menolong kita mengerti misi alkitabiah. Jemaat lokal merupakan sarana untuk memasuki misi lintas budaya. Tujuan seluruh tugas misi adalah untuk mendirikan dan membina jemaat. Tugas misi lahir dari keprihatinan orang percaya akan pertumbuhan dan kesempurnaan gereja universal milik Kristus. Untuk mencapai pelayanan misi yang efektif, maka misi harus berpusat pada jemaat. Tujuan utama misi adalah untuk membangun jemaat. Tujuan akhir pelayanan misi harus mengarah pada pembangunan dan penyempurnaan masyarakat sorgawi yang baru, warga baru Kerajaan Allah yang mandiri.

d. Tujuan Pembangunan Jemaat ialah Kedatangan Kerajaan Allah

(53)

sadar akan pernyataan kasih Allah kepada dunia itu dan sering mengungkapkannya. Kepada jemaat Perjanjian Lama, Allah menyatakan keterikatan-Nya yang merupakan dedikasi-Nya terhadap kehidupan manusia. Dedikasi itu terutama dinyatakan-Nya lewat kepedulian dan pemeliharaan-Nya terhadap yang lemah, yang tertindas, yang ada dalam keadaan bahaya (Hooijdonk, 1996: 13). Bagi jemaat Perjanjian Baru, keadilan Allah dan persekutuan Allah dengan manusia dalam Yesus Kristus mendapat wujud yang serba baru dan unik. Tidak hanya dalam diri Yesus Kristus, tetapi juga dalam diri manusia sendiri. Dalam Yesus Kristus telah datang Hidup baru di dunia ini.

Bagi jemaat Perjanjian Baru, peristiwa eskatologis (hal-hal mengenai kedatangan Kerajaan Allah) ini mendapat wujud definitif dalam kebangkitan Yesus. Para pengikut Yesus yang dipersatukan dalam jemaat lokal, telah belajar melihat diri sebagai awal peristiwa eskatologis tadi yang dimaklumkan oleh Yesus (Hooijdonk, 1996: 13). Teologi Vatikan II menggaris bawahi rencana keselamatan Allah untuk semua orang. Vatikan II menghasilkan Konstitusi Lumen Gentium, mengenai Gereja sebagai „Sacramentum Mundi‟, tanda keselamatan bagi dunia dan juga “Gaudium et Spes” yang menekankan bahwa keprihatinan terhadap dunia adalah keprihatinan Gereja.

(54)

1) Tujuan Pembangunan Jemaat ditentukan secara historis dan kultural

Pembangunan Jemaat mendapat wajah baru karena kedewasaan orang beriman, pendapat-pendapat mereka tentang apa saja yang sekarang ini membawa keselamatan bagi dunia: usaha mencari hermeneuse (penafsiran) yang aktual mengenai Kabar Penyelamatan Allah. Pembangunan Jemaat seharusnya bertujuan: mengantarai peristiwa (eskatologis) dalam mana keadilan Allah diwujudkan di sini dan sekarang, dalam jemaat paroki. Tujuan umumnya – yaitu mengantarai keadilan dan kasih Allah – paling sedikit secara historis dan kultural perlu dirumuskan kembali dengan lebih seksama. Perlu juga membuat kriteria yang jelas untuk dapat menguji dapat tidaknya paroki menjangkau tujuannya.

2) Tujuan Pembangunan Jemaat adalah pertumbuhan paroki

Gereja Katolik mengatur Jemaat setempat lewat sistem paroki. Maka dapat dikatakan juga bahwa tujuan Pembangunan Jemaat adalah pertumbuhan paroki. Tujuan umum Pembangunan Jemaat ialah menjadi perantara bagi keadilan dan kasih Allah. Maka tolok ukur bagi pertumbuhan jemaat ialah kalau jemaat diperkuat sebagai tanda dan sarana keadilan serta kasih bagi dunia. Kalau Pembangunan Jemaat mengejar tujuan umum itu, maka terulanglah polaritas antara berkarya manusia dan berkarya Allah.

(55)

Tujuan itu eskatologis. Maka tujuan akhir Pembangunan Jemaat tidak saja merupakan hasil serangkaian tindakan, melainkan juga merupakan kepenuhan yang dihadiahkan Allah kepada kita seperti diungkapkan oleh Kitab Suci Wahyu 21:2.

3) Tujuan Pembangunan Jemaat: memberi ruang bagi pertumbuhan, terarah kepada penyempurnaan

Gambaran menanam dan pertumbuhan serta melandaskan dan membangun, menunjukkan pada proses yaitu tindakan manusia yang berkelanjutaan: : “Aku menanam, Apolos menyiram tetapi Allah yang memberi

pertumbuhan” (1Kor 3:6). Gambaran mengenai tahap-tahap demi membangun

Tubuh Kristus menunjukkan proses kehidupan juga, namun sekarang diperkuat dan dikendalikan oleh Roh Kudus: “Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh”

(1Kor 12:4).

Roh Allah berkarya melintasi tindak-tanduk jemaat secara perorangan maupun bersama. Roh melintasi tindak-tanduk seperti meneguhkan dan menasehati, mendukung dan menghibur, melintasi tindakan bersabar dan juga tindakan menantang dengan bernubuat. “Janganlah padamkan Roh, dan

janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan” (1Tes 5:19-22)

(56)

sebagai umat pilihan Allah sendiri. Dengan demikian sebenarnya baik awam maupun pelayan yang ditahbiskan di hadapan Tuhan adalah sama, tidak ada yang lebih tinggi atau rendah. Warga Gereja haruslah menyadari pangilannya sebagai awam. Apapun pekerjaan dan profesinya haruslah dipahami dan dijalani sebagai pannggilan Tuhan atas dirinya. Oleh sebab itu sudah sewajarnya menjalani keseharian dengan etos yang berbeda, ia melakukan pekerjaan sekulernya sebagai penghayatan imannya kepada Allah.

Dengan demikian ia haruslah mewujudkan kebenaran Tuhan dalam profesinya, tidak hanya berorientasi pada keuntungan materi semata. Selain itu, awam juga harus mewujudkan etos (semangat kerja) yang berorientasi pada prestasi, kerja keras, dan sikap yang benar terhadap materi. Karena itu semua merupakan ibadah kepada Tuhan, dengan demikian awam bisa menyampaikan kesaksian hidup dan imannya bahkan menjadi garam dan terang dunia. Bagi awam tidak ada pemisahan kegiatan dalam dunia sekuler maupun ibadah minggu di gereja, karena semuanya itu harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhan yang dipersembahkan kepada Tuhan.

3. Pembangunan Jemaat adalah Jawaban Terhadap Perubahan-perubahan di Masa Kini

a. Pokok Pembangunan Jemaat itu bersifat aktual

(57)

tempat dimana jemaat bertambah dan di Eropa Barat terdapat penurunan anggota jemaat. Kenaikan dan penurunan anggota Gereja ini merupakan permasalahan yang kompleks, yang tidak begitu saja dapat dideskripsikan dengan kategori kuantitatif seperti besar-kecil atau dengan kategori partisipasi oleh banyak atau sedikit orang. Maka terlalu simplistis kalau kehidupan paroki di Indonesia kita jadikan contoh bagi paroki di Eropa Barat. Akan tetapi terlalu simplistis juga untuk mengatakan bahwa pembaharuan inspiratif dalam kehidupan paroki di Eropa Barat dapat menjadi teladan bagi paroki di Indonesia.

Maka itu Pembangunan Jemaat senyatanya harus dimulai dari kultur atau budaya Indonesia sendiri yang menyatu di dalam Gereja (inkulturisasi). Sebab umat kristiani yang saat ini khususnya yang ada di Indonesia memiliki keunikan-keunikan tersendiri yang tidak bisa disamakan dengan umat Kristiani di luar Indonesia meskipun ajaran Kristianinya sama, namun di Indonesia sudah mengalami sedikit perombakan dimana budaya menyatu di dalam ajaran dan liturgi Kristiani. Hal ini merupakan sebuah keunikan dan pembaharuan umat katolik Indonesia supaya semakin mendekatkan diri pada Allah lewat berbagai macam budaya dan tradisi yang berbeda-beda ditiap suku atau ras.

b. Pembangunan Jemaat itu bersifat kontekstual

(58)

tidak sama, misalnya di Jerman, Belanda dan Amerika. Hal itu disebabkan tidak hanya karena Amerika berbeda dengan Jerman dan Jerman berbeda dengan Belanda, melainkan juga karena masing-masing persekutuan Gereja atau jemaat berbeda (Hooijdonk, 1996: 18).

Orang beriman Eropa Barat mengira bahwa mereka membawa iman universal ke “daerah misi” dan tidak menyadari bahwa mereka membawa iman

Kristiani yang telah mendapat bentuk yang spesifik di Eropa Barat. Misalnya dalam liturgi, katekese dan pelayanan pastoral yang seharusnya disesuaikan dengan situasi setempat. Hal yang sama terjadi dengan organisasi jemaat setempat menurut sistem paroki dari Eropa Barat.

Sebetulnya desa dan daerah merupakan kesatuan alami yang lebih cocok bagi Pembangunan Jemaat; pemimpin lokal sering mempunyai pengaruh lebih besar terhadap hidup Gereja dari pada seorang imam yang dikirim dan diangkat oleh uskup. Namun nilai kebudayaan tradisional sedang mengilang dengan cepat, kata para pakar di Indonesia; sedangkan nilai sosial yang baru belum mendarah daging.

(59)

merupakan paham dasar: jemaat, umat atau sebagian dari umat. Tambahan teritorial atau kategorial atau personal menyatakan konteks tertentu.

c. Pembangunan Jemaat bertolak dari keadaan jemaat (de facto)

Orang beriman semakin menyadari dwi kewajiban mereka untuk menangani yang pertama; kabar penyelamatan, yang kedua; masalah dan kebutuhan para orang beriman disekitarnya. Dari antara orang beriman, di seluruh dunia timbul gerakan dan kelompok-kelompok untuk mewujudkan kesadaran baru itu. Dewasa ini, misalnya lebih mementingkan “paroki

kategorial” dari pada dulu. Pembangunan adalah istilah yang digunakan untuk

pembangunan paroki, teritorial maupun kategorial, Pembangunan Jemaat, pembangunan Gereja.

Di Indonesia istilah oikodome diungkapkan pula kerinduan akan ekumene antara orang beriman Protestan dan Katolik. Dengan istilah ini juga mau digaris bawahi keimanan para warga jemaat serta partisipasi semua orang beriman dalam Pemabngunan Jemaat. Gereja yang mengimani imamat orang beriman itu dan mendorong partisipasi semua umat pada reksa pastoral, perlu dicari gaya kepemimpinan baru bagi imamat khusus, yaitu gaya kepemimpinan suportif yang melayani. Akhirnya dengan istilah Pembangunan Jemaat diteguhkan juga sifat kelembagaan Gereja setempat.

(60)

umat katolik terkadang merasa canggung dan ragu untuk berkembang. Maka itu dibutuhkan peran besar dalam Pembangunan Jemaat sebagai motor penggerak kemajuan umat dan keberanian umat untuk menyatakan imannya. Tidak harus menjadi berbesar diri karena harus menyatakan imannya ditengah umat beragama lainnya, namun cukup dengan bisa membaur dan menjadi satu sebagai umat katolik yang toleransi namun bangga dengan berbagai macam perbedaan beragama yang ada di Indonesia. Senyatanya Pembangunan Jemaat harus bisa melihat segi nyatanya keadaan umat katolik sebagi minoritas kemudian baru membangunnya, dimulai dari yang paling bawah hingga mencapai pada puncaknya.

B. Pembatasan Masalah Pembangunan Jemaat

Menurut Dr. P.G. van Hooijdonk ada tiga pertanyaan yang memenuhi pemikirannya mengenai pembatasan masalah Pembangunan Jemaat: mengapa Pembangunan Jemaat itu penting? Apa Pembangunan Jemaat itu? Kepada siapa Pembangunan Jemaat akan diajarkan? (Hooijdonk 1996:21).

(61)

mengadakan perbaikan yang nyata. Formula „seejudge-act‟ yang padat ini merupakan pedoman yang baik untuk menangani permasalahan Pembangunan Gereja.

1. Mengapa Pembangunan Jemaat itu penting?

a. Pembaharuan di seluruh dunia

Banyaklah prakarsa yang dikerjakan orang diberbagai situasi masyarakat dan kebudayaan contohnya di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Yang dicari ialah penyesuaian hidup orang kristiani dibasis dengan kebutuhan jaman ini. Dalam dunia ketiga, prakarsa itu mempunyai kesamaan karakteristik.

1) Di masa lalu, kolonialisasi dan evangelisasi membawa masuk sistem paroki yang berasal dari Eropa Barat.

2) Di masa sekarang sistem paroki itu, sebagai sistem organisasi grejawi, kurang memenuhi kebutuhan jemaat setempat, yang jumlahnya besar dan imamnya kurang.

3) Di masa sesudah kolonialisasi dan Vatikan II, penyadaran awam berkembang dengan pesat; yang dicari ialah bentuk baru bagi hidup menggereja dalam unit sosial yang kecil.

(62)

Unsur kedekatan menjadi prnsip dasar bagi Komunitas Basis Kristiani di Brasil; demikian pula bagi sistem lingkungan atau wilayah sebagai subbagian paroki di Indonesia. Kedekatan itu mendinamiskan kehidupan Gereja. Namun, proses pendinamisan itu tidak bertumbuh begitu saja, melainkan mengandaikan proses belajar dan pendampingan yang panjang.

Walaupun banyak negara dan Gereja lokal konteksnya berbeda-beda, namun, dimana-mana nyatanya penyebaran tanggung jawab dn tugas pastoral menuntut waktu dan kesabaran dari yang bersangkutan. Di Eropa Barat terjadi pembaharuan, namun, bersamaan dengan itu terjadi penurunan tajam dalam partisipasi gerejawi: pendinamisan hidup Gereja yang telah terjadi dalam kelompok dan persekutuan kecil hampir tidak kelihatan pengaruhnya terhadap orang banyak.

b. Eklesiologi dari bawah tidak berkembang dengan sendirinya

(63)

dan berharap akan adanya orang yang berani merumuskan opsi-opsi sesuai dengan pendobrakkan itu.

c. Pembangunan Jemaat merefleksikan dan mendorong pemikiran teologis

Eklesiologi Konsili Vatikan II oleh banyak teolog disebut eklesiologi dari bawah. Mengutip dari Jacobs, hal yang sama dapat dibaca: “Konsili Vatikan II tidak mau berbicara dari atas, melainkan ingin menyuarakan iman yang hidup di kalangan umat”. Konsili membuat Gereja lebih terbuka dengan membuka

kemungkinan untuk menyatakan pandangannya sendiri-sendiri di kalangan Gereja sendiri (Hooijdonk, 1996: 24).

Dengan Konsili Vatikan ke II mulai ada kebebasan berbicara dan kebebasan berdikusi dalam Gereja. Kebenaran yang mutlak dan kebenaran yang tidak bisa diganggu gugat, sedikit banyak ditinggalkan. Perhatian untuk Kitab Suci dan ajaran para bapa Gereja menjadi lebih besar. Yang paling penting adalah kesadaran Konsili bahwa Gereja tidak terpisah dari dunia, melainkan merupakan kesatuan dengan dunia. Gereja adalah komunikasi iman yang dibangun dari bawah.; “Inspirasi baru, dari bawah lebih dipentingkan dari pada

ajaran yang diwariskan”; “Panggilan biblis-historis terhadap gereja dengan

sendirinya berarti paham Gereja sebagai misteri yang berkembang dari bawah, dari kalangan umat sendiri” (Hooijdonk, 1996: 24).

(64)

otoriter. Eklesiologi mengimani bahwa Roh Allah tidak hanya bekerja dalam Gereja melalui para pejabat gerejawi, tetapi juga melalui karisma yang ia bagikan kepada siapa saja Ia berkenan. Tanpa mendalami hubungan antara eklesiologi dari bawah dan ungkapan ajaran Gereja yang resmi, secara empiris dapat dikatakan bahwa kedua faktor tersebut merupakan kondisi bagi Pembangunan Jemaat. Hal yang sama dapat dikatakan mengenai peraturan yuridis Gereja. Dinamika Pembangunan Jemaat tidak tergantung pada peraturan-peraturan yuridis itu namun, peraturan-peraturan tersebut menggariskan batas gerak dinamika itu.

Menurut Huysmans, secara tajam dapat dirumuskan bahwa, Kodeks yang baru tidak mendukung eklesiologi dari bawah. Memang persamaan fundamental orang awam dengan pejabat dalam gereja diatur dalam Kanon 208. Partisipasi tiap orang beriman dalam tritugas Kristus diutamakan. Akan tetapi, kewajiban mereka lebih berat dari haknya. Orang beriman wajib menghormati dan menaati pimpinan Gereja, sedangkan tidak nyata bahwa pimpinan Gereja mempunyai kewajiban terhadap orang beriman. Seharusnya diolah secara yuridis sifat khas jabatan itu ialah pelayanan sebagaimana dikatakan dalam Konstitusi mengenai Gereja (LG 24). Harapan yang ditimbulkan oleh teks Konsili hilang dalam rumusan yuridis Kodeks yang baru (Hooijdonk, 1996: 25).

(65)

dengan baik akan mengikut sertakan teologi dalam berfikir serta bertindak-tanduk tidak hanya secara retrospektif melainkan juga secara prospektif. Dengan demikian, Pembangunan Jemaat dapat menjadi motor yang penting bagi perkembangan pemikiran teologis dan penataan yuridis dalam Gereja.

d. Sinode Jerman tahun 1976

Sumber yang tak terduga bagi perkembangan eklesiologi dari bawah dalam Gereja Kotolik ialah Sinode Bersama Para Diosis di Republik Federasi Jerman Barat tahun 1976 yang bertemakan: “Harapan Kita – Pengakuan Iman untuk Masa Kini”:

Semua orang beriman harus terlibat atau dilibatkan dalam pembaharuan hidup Gereja. Pembaharuan ini tidak dapat diperintahkan dan tidak akan jadi oleh karena ada beberapa peraturan pembaharuan sinodal. Pengikut yang satu harus melahirkan banyak pengikut, saksi yang satu harus mendorong banyak saksi harapan yang satu diemban banyak pendukung. Hanya dengan demikian upaya pembaharuan demi gereja dapat menjadi upaya pembaharuan oleh Gereja. Hanya dengan demikian dapat terjadi, bahwa dalam situasi transisi kita ini Gereja yang rupanaya proteksionistis terhadap umat menjadi Gereja yang hidup milik umatnya. Dalam Gereja yang diperbaharui itu semua orang beriman akan bertanggung jawab atas keadaan Gereja serta kesaksiannya tentang harapan (Hooijdonk, 1996: 26).

(66)

Dikatakan sepanjang waktu, Roh Kuduslah yang menyatukan segenap Gereja dalam persekutuan dan pelayanan, melengkapinya dengan pelbagai kurnia hierarkis dan karismatis (Ad Gentes 4), dengan menghidupkan lembaga gerejawi bagaikan jiwanya, dan dengan meresapkan semangat misioner, yang juga mendorong Kristus sendiri, kedalam hati umat beriman (LG 1).

Dari kedua pasan di atas terlihat jelas akan adanya kedua perbedaan yang mencolok. Dari sinode Jerman menekankan seluruh orang beriman untuk ikut dan ambil bagian harus terlibat atau dilibatkan dalam pembaharuan hidup Gereja, artinya tanpa terkecuali harus ambil bagian dengan segala kekuatan dan kemampuannya untuk pembaharuan secara gerak cepat karena dalam pernyataan tersebut juga terkandung bahwa Gereja yang “proteksionistis” atau berarti

menutup diri. Sedangkan dari ajaran Vatikan I dan II lebih menekankan Roh Kudus sebagai penggerak lewat jabatan imamat dan berharap dengan adanya kaum hierarkis dapat menjadi pembaharuan bagi umat Allah. Jelas hal ini sungguh menjadi sebuah pertentangan, sinode Jerman menekankan semuanya (secara keseluruhan) yang percaya kepada Allah tanpa terkecuali bisa membuat pembaharuan sedangkan Vatikan I dan II hanya lewat kaum hierarkis.

(67)

e. Mengapa Pembangunan Jemaat itu penting?

Pembangunan Jemaat digerakkan oleh kuasa Roh Kudus yang berdiam dalam diri orang beriman. Dinamikanya tergantung pada keterbukaan jemaat dan pemimpinya dalam hal mendengarkan dan membaca. Dipandang dari dinamika itu, Pembangunan Jemaat penting sebagai tempat dimana orang beriman dapat belajar.

2. Apa Pembangunan Jemaat itu?

a. Jemaat sebagai Paroki

Di antara berbagai macam meso-sosial Gereja memusatkan perhatian pada paroki. Istilah paroki dipakai pertama-tama untuk paroki teritorial, namun selanjutnya untuk setiap bentuk reksa pastoral personal bagi kelompok sosial atau institusi kemasyarakatan. Rumusan yuridis tentang paroki merupakan titik tolak paroki teritorial meliputi semua orang beriman dalam teritorium (cakupan wilayah) tertentu; paroki personal meliputi kategori sosial seperti mahasiswa, pemuda, buruh, orang miskin. Atas dasar ini paham paroki masih bisa diperlebar lagi.

(68)

Paroki itu mempunyai kekhasan sendiri yaitu merupakan badan hukum. Dalam keuskupan, paroki diakui sebagai semacam kesatuan umat yang khas juga (sui iuris) dan tidak merupakan cabang keuskupan. Akan tetapi, sekalipun paroki disebut jemaat, namun menurut ketentuan

Gambar

gambar yang dipakai dalam kisah tersebut (Kessel, 1997: 74)

Referensi

Dokumen terkait