• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH INFUSA HERBA DAUN SENDOK (Plantago mayor L.) PADA KELINCI JANTAN YANG DIBEBANI GLUKOSA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH INFUSA HERBA DAUN SENDOK (Plantago mayor L.) PADA KELINCI JANTAN YANG DIBEBANI GLUKOSA."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

ARIZTYA RIZKI NUGRAHANI

K 100 040 213

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA

(2)

ii

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta di Surakarta

Oleh :

ARIZTYA RIZKI NUGRAHANI

K 100 040 213

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA

(3)

iii

INFUSA HERBA DAUN SENDOK (Plantago mayor L.)

PADA KELINCI JANTAN YANG DIBEBANI GLUKOSA

Oleh :

ARIZTYA RIZKI NUGRAHANI

K 100 040 213

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Makalah Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada tanggal :

Mengetahui, Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta Dekan

Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt

Penguji :

1. Ratna Yuliani., M. Biotech., St

2. Maryati, M.Si., Apt

3. dr. EM Sutrisna, M.Kes

4. Rima Munawaroh, S.Si., Apt

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(4)

iv

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ‘Tuhan kami adalah

Allah’ kemudian mereka istiqamah (meneguhkan pendirian), maka

malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan),'Janganlah

kalian takut dan janganlah kalian sedih dan bergembiralah dengan

jannah yang telah dijanjikan Allah kepada kalian’

(QS. Fushshilat:30)

Kerja orang sukses adalah mengerjakan realita sesuai basicnya

Refreshingnya adalah merencanakan kerjanya

Istirahatnya adalah mengevaluasi

Wisatanya adalah mencari referensi

Tidurnya adalah memimpikan esok hari dan yang akan datang

(anonim)

Sebagai ungkapan syukur kehadirat illahi robbi, atas karunia-Nya yang tak

terhingga, kupersembahkan karya sederhana ini untuk :

Ibu & Bapak yang dimuliakan Allah... semoga masih ada kesempatan tuk raih

jannah-Nya dengan berbakti padamu,

Anin & Lala, semoga suatu saat nanti hidayah Allah kan hadir di hati kalian,

Para guru kehidupan yang tulus ikhlas membimbingku,

(5)

v

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Surakarta, 18 Juli 2008

Peneliti

(6)

vi

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk mengemban amanah dalam menuntut ilmu. Shalawat dan salam

senantiasa tertuju pada uswah khasanah, Rasulullah Muhammad SAW, yang telah

menuntun ummatnya menuju cahaya illahi.

Skripsi dengan judul “ Uji Penurunan Kadar Glukosa Darah Infusa

Herba Daun Sendok (Plantago mayor L.) Pada Kelinci Jantan Yang Dibebani

Glukosa” diajukan dan dipertahankan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

derajat sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi bagi

perkembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang farmasi. Penulisan skripsi

ini tak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak dan pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dra. Nurul Muthmainah, M.Si., Apt selaku dekan Fakultas Farmasi

Universitas Muhmmadiyah Surakarta

2. Rima Munawaroh, S.Si., Apt, selaku pembimbing akademik dan

pembimbing skripsi, yang telah banyak membantu penulis dalam

perkuliahan maupun penyusunan skripsi.

3. dr. EM Sutrisna, M. Kes selaku pembimbing utama yang telah meluangkan

(7)

vii

5. Seluruh dosen fakultas farmasi atas ilmu dan pengalaman berharga selama

perkuliahan.

6. Mba’ Nur, Mas Awang, Pak Wiyono atas bantuan penelitian skripsi.

7. Semua staf karyawan dan laboran atas kebaikan dalam memberikan

pelayanan selama penulis menempuh kuliah.

8. Segenap karyawan perpustakaan yang telah membantu dalam memperoleh

referensi untuk penulisan skripsi ini.

9. Bapak, Ibu, adik-adik, dan saudara seiman atas dukungan dan iringan doa di

setaip langkah penulis.

10. Reny Kristiyanti Widiastuti, terimakasih atas kerjasama dan semangat untuk

menyelesaikan penelitian ini.

11. Sahabat – sahabat perjuanganku: Puji, Endah, Tari, Etha, Mely, Steela, Ucit,

Septi, Alisa, Phi-Phi, teman-teman di Muttaqin, Yasmin 2, Avicenna,

Mentoring, pengajar TPA, Uni, Mba’ Ika, Mba’ Chusnul, Mba’ ayi, banyak

pelajaran berharga yang penulis dapat dari kalian.

12. Teman-teman kelompok antidiabetes: Dini, Ita, Sitta, Echo, dkk, terimakasih

atas bantuan dan kerjasamanya.

13.Teman-teman Fakultas Farmasi UMS angkatan 2004 atas kebersamaannya.

Serta untuk semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuannya selama ini, dan mohon

(8)

viii bermanfaat bagi para pembaca.

مﻼﺴ او

ﻢﻜﻴ ﻋ

ﺔﻤﺣرو

ﷲا

ﻪﺗﺎآﺮﺑو

Surakarta, 18 Juli 2008

(9)

ix

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN DEKLARASI... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian... 3

D. Tinjauan Pustaka... 3

1. Obat Tradisional... 3

2. Daun Sendok ... 4

3. Infundasi... 6

4. Metabolisme Karbohidrat... 7

5. Pankreas ... 8

6. Diabetes Melitus ... 9

(10)

x

A. Jenis Penelitian dan Variabel Penelitian... 21

B. Bahan dan Alat... 22

C. Jalannya Penelitian... 22

1. Determinasi Tanaman... 22

2. Pembuatan Simplisia Herba Daun Sendok ... 23

3. Pembuatan Infusa Herba Daun Sendok ... 23

4. Penentuan Operating Time... 24

5. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum... 24

6. Pembuatan Stok Glukosa... 24

7. Perhitungan Dosis Acarbose... 25

8. Penetapan Peringkat Dosis ... 26

9. Uji Pendahuluan ... 27

10. Uji Penurunan Kadar Glukosa Darah... 28

11. Penetapan Kadar Glukosa Darah (Plasma) ... 29

D. Cara Analisis ... 30

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Determinasi Tanaman ... 32

B. Hasil Infundasi Herba Daun Sendok... 32

C. Hasil Penetapan Waktu Serapan Optimum (Operating Time)... 33

D. Hasil Penetapan Panjang Gelombang Maksimum ... 36

(11)

xi

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(12)

xii

pada Penetapan Kadar Glukosa Darah ...30

Tabel 2. Penetapan Operating Time dari Glukosa Standar dengan

Pereaksi GOD-PAP (Diasys)...35

Tabel 3. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum ...36

Tabel 4. Persentase Kadar Glukosa Darah terhadap Kadar Awal pada

Pembuatan Model Hiperglikemik (n=3)...38

Tabel 5. Nilai AUC0-240 pada Berbagai Model Hiperglikemik ...39

Tabel 6. Hasil Uji LSD AUC 0-240 Antarkelompok Perlakuan pada

Orientasi Dosis Pembebanan Glukosa...40

Tabel 7. Persentase Kadar Glukosa Darah terhadap Kadar Awal Pada

Orientasi Waktu Pembebanan Glukosa ...41

Tabel 8. AUC0-240 pada Orientasi Waktu Pembebanan Glukosa ...42

Tabel 9. Hasil Uji LSD AUC0-240 Antarkelompok Perlakuan pada

Orientasi Waktu Pembebanan Glukosa ...43

Tabel 10. Persentase Kadar Glukosa Darah pada Berbagai Kelompok

Perlakuan ...46

Tabel 11. Nilai Auc0-240 dari Persentase Kadar Glukosa Darah

terhadap Waktu pada Berbagai Perlakuan...47

Tabel 12. Hasil Uji LSD AUC 0-240 antara Berbagai Peringkat Dosis ...48

Tabel 13. PersenPenurunan Kadar Glukosa Darah (% PKGD) tiap

(13)

xiii

Gambar 2. Pembentukan Senyawa Berwarna Merah (Kuinonimin)

pada Reaksi Enzimatis dengan Reagen GOD PAP ...34

Gambar 3. Kurva Hubungan Waktu Inkubasi Kurva Hubungan

Antara Waktu Inkubasi dengan Nilai Absorbansi...35

Gambar 4. Kurva Hubungan Panjang Gelombang dengan Nilai

Absorbansi antara Glukosa dengan Pereaksi GOD-PAP

(Dyasis) ...36

Gambar 5. Kurva Hubungan Persentase Kadar Glukosa Darah pada

Berbagai Dosis Pembebanan terhadap Waktu ...38

Gambar 6. Kurva Hubungan Persentase Kadar Glukosa Darah pada

Berbagai Waktu Pembebanan Glukosa ...42

Gambar 7. Kurva Hubungan Persentase Kadar Glukosa Darah

(14)

xiv

Lampiran 2. Waktu Pembebanan Glukosa ...56

Lampiran 3. Uji Penurunan Kadar Glukosa Darah Infusa Herba Daun Sendok ...57

Lampiran 4. Uji Statistik ...58

Lampiran 5. Hasil Determinasi ...59

(15)

xv EDTA Etilen Diamin Tetra Asetat

GOD-PAP Glucose Oxidase - Phenol Aminoantypirin Peroxidase

AUC Area Under the Curve

LSD Least Significant Difference

ANOVA Analisis o f Varian

(16)

xvi

untuk mengetahui apakah infusa herba daun sendok mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah pada kelinci jantan yang dibebani glukosa, dan membandingkan efektivitas penurunan kadar glukosa darah antara infusa herba daun sendok dengan acarbose sebagai oral antidiabetic.

Penelitian ini termasuk kategori eksperimental semu dengan rancangan percobaan acak lengkap pola searah. Sebanyak 20 ekor kelinci jantan lokal bermata merah, berat badan antara 1,2 – 2 kg dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Kelompok I kontrol positif (acarbose 2,33 mg/kgBB), kelompok II kontrol negatif (aquadest 3mL/1,5 kgBB), kelompok III, IV, V diberi infusa herba daun sendok dosis 0,33 g/kgBB, 0,65 g/kgBB, dan 1,30 g/kgBB sebanyak 3 mL/ 1,5 kgBB. Pembebanan glukosa dosis 2 g/kgBB dilakukan bersamaan dengan pemberian sediaan uji. Cuplikan darah diambil dari vena telinga kelinci pada menit ke 0, 30, 60, 90, 120, 180, dan 240. Data yang didapatkan berupa kadar glukosa darah (mg/dL) diubah menjadi persentase kadar glukosa darah terhadap kadar awal, kemudian dihitung nilai AUC0-240. Nilai AUC0-240 dianalisis menggunakan one way anova.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa infusa herba daun sendok dapat menurunkan kadar glukosa darah pada dosis 0,33 g/kgBB dan 0,65 g/kgBB. Kemampuan penurunan kadar glukosa darahnya hampir sama dengan acarbose (berbeda tidak bermakna). Nilai % Penurunan Kadar Glukosa Darah (PKGD) dari kontrol positif sebesar 13,78 ± 5,07 %, infusa dosis 0,33 g/kgBB sebesar 17,15 ± 5,30 %, dan infusa dosis 0,65 g/kgBB sebesar 14,32 ± 3,69 %.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang

akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan akhir-akhir ini banyak

disoroti (Suyono, 2005). Penyakit diabetes melitus merupakan salah satu dari

beberapa penyakit degeneratif, yaitu penyakit akibat fungsi atau struktur dari

jaringan atau organ tubuh menurun secara progresif dari waktu ke waktu yang

disebabkan oleh usia atau pilihan gaya hidup (Subroto, 2006).

Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini telah dilaksanakan

di Indonesia, kekerapan diabetes berkisar antara 1,5 sampai dengan 2,3 %, kecuali

di Manado yang agak tinggi sebesar 6% (Suyono, 2005). Dalam beberapa dekade

terakhir ini hasil penelitian baik klinik maupun laboratorik menunjukkan bahwa

diabetes melitus merupakan suatu keadaan yang heterogen baik sebab maupun

macamnya (Soegondo, 2005). Data yang dipublikasikan dalam jurnal Diabetes

Care tahun 2004, penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2000 mencapai 8,4

juta orang (Subroto, 2006).

Kekayaan alam Indonesia yang tersebar di daratan maupun lautan telah

banyak dimanfaatkan orang, salah satunya pada bidang kesehatan. Ratusan jenis

spesies tanaman telah dipercaya berkhasiat untuk mengatasi berbagai macam

(18)

Penggunaannya secara turun temurun dan dilakukan dengan proses

sederhana inilah yang dikenal dengan obat tradisional/obat herbal. Saat ini,

penggunaan obat-obatan dari bahan alami semakin meningkat. Selain harganya

yang terjangkau, obat herbal juga memiliki efek samping yang relatif kecil.

Tanaman obat terbukti merupakan salah satu sumber bagi bahan baku obat

antidiabetes melitus, karena tumbuhan tersebut mempunyai senyawa-senyawa

yang berkhasiat sebagai antidiabetes melitus. Diantara 250.000 spesies tanaman

obat di seluruh dunia diperkirakan banyak yang mengandung senyawa

antidiabetes melitus yang belum diketemukan (Suharmiati, 2003).

Salah satu tanaman yang diperkirakan berkhasiat sebagai penurun kadar

gula darah adalah herba daun sendok (Plantago mayor L.). Ekstrak air, metanol,

heksana, dan diklorometana dari biji Plantago mayor. L secara signifikan dapat

menurunkan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan. Adapun

kandungan kimia dari biji Plantago mayor L. antara lain polisakarida, tanin,

sterol, dan flavonoid yang diduga mempunyai efek sebagai penurun kadar glukosa

darah (Aguilar dkk., 2006). Selain itu, daun sendok yang dibuat infusa

mempunyai kemampuan dalam perbaikan sel-sel pulau Langerhans pankreas

akibat pemberian aloksan dan dapat menurunkan kadar glukosa darah (Sudarsono

dkk., 2002).

Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian tentang kemampuan herba daun

sendok sebagai penurun kadar glukosa darah. Karena adanya beberapa kandungan

herba daun sendok yang larut dalam air, maka penyarian dilakukan dengan cara

(19)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan

obat tradisional pada umumnya, dan mampu menjadi alternatif dalam pengobatan

diabetes melitus.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan berikut:

1. Apakah infusa herba daun sendok dapat menurunkan kadar glukosa darah

kelinci jantan yang dibebani glukosa?

2. Seberapa besar efektivitas infusa herba daun sendok dibandingkan dengan

acarbose?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan efek

penurunan kadar glukosa darah infusa herba daun sendok pada kelinci jantan yang

dibebani glukosa, dan membandingkan tingkat keefektifan infusa herba daun

sendok dengan acarbose sebagai hipoglikemik.

D. Tinjauan Pustaka

1. Obat Tradisional

Obat tradisional telah banyak dikenal dan banyak digunakan secara turun

temurun untuk pengobatan secara pengalaman. Umumnya pemanfaatan obat

tradisional lebih diutamakan secara preventif untuk menjaga kesehatan. Namun,

(20)

Menurut undang – undang 23 tahun 1992, obat tradisional adalah bahan

atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan

sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, secara turun temurun

digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Keputusan Kepala Badan

POM RI No. HK. 00. 05. 4. 2411 tentang ketentuan pengelompokan dan

penandaan obat bahan alam Indonesia, obat tradisional dikelompokkan menjadi

tiga, yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

Jamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang

menjadi penyusun jamu tersebut, khasiatnya berdasarkan data empiris. Obat

herbal terstandar merupakan obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi

atau penyarian bahan – bahan alam baik tanaman obat, binatang ataupun mineral.

Sedangkan fitofarmaka yaitu obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat

modern. Proses pembuatannya telah terstandar dan ditunjang oleh bukti ilmiah

sampai uji klinis pada manusia (Suharmiati dan Handayani, 2006).

2. Daun Sendok (Plantago mayorL.)

a. Nama Daerah

Daun sendok di berbagai daerah dikenal dengan nama yang berbeda-beda.

Sumatra : daun urat, daun urat-urat, ekor angin, kuping menjangan (Melayu).

Jawa : ki urat, ceuli, ceuli uncal (Sunda), meloh kiloh, otot-ototan,

sangkabuah, sangkubah, sangkuwah, sembung otot, suri pandak (Jawa).

Sulawesi : torongoat (Minahasa).

(21)

b. Sistematika Tanaman Daun Sendok

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledoneae

Sub Classis : Sympetalae

Ordo : Plantaginales

Familia : Plantaginaceae

Genus : Plantago

Species : Plantago mayor L.

(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). c. Morfologi Tanaman

Habitus tanaman daun sendok berupa herba, semusim, tinggi 6-50 cm.

Batangnya pendek, bulat, berwarna coklat. Daunnya tunggal, bulat telur sampai

lancet, ujungnya tumpul, pangkal meruncing, tepi bergerigi, roset, akar panjang

3-22 cm, lebar 1-20 cm, permukaan licin, panjang tangkai 1-25 cm, pertulangan

daun melengkung, hijau muda, hijau. Bunga majemuk berbentuk bulir dengan

panjang ± 40 cm, tangkai berbulir dengan panjang 4-27 cm, panjang tajuk 1,5 mm

berwarna putih. Buahnya terdiri dari kotak-kotak, tiap kotak berisi 2-4 biji,

berwarna hijau. Bijinya bulat kecil, jika masih muda berwarna coklat, setelah tua

berwarna hitam. Jenis akar serabut, warna putih kotor.

(Syamsuhidayat dan Hutapea., 1991)

d. Komponen Kimia Tanaman Daun Sendok

Daun sendok mengandung saponin, flavonoid dan polifenol

(22)

asam ursolik, beta sitosterol, n-hentriakuntan, dan plantaglusida yang terdiri dari

methyl D-galakturonat, D-galaktosa, L-arabinosa, dan L-rhamnosa. Juga

mengandung tanin, kalium, dan vitamin (B1, C, A). Biji (che qian zi) daun sendok

mengandung asam planterolik, plantasan (dengan komposisi xylose, arabinose,

asam galakturonat dan rhamnose), protein, mucilago, aukubin, asam suksinat,

adenin, cholin, katalpol, syiringin, asam lemak (palmitat, stearat, aracidat, oleat,

linoleat, dan lenolenat), serta flavanone glicoside. Sedangkan bagian akar

mengandung naphazolin (Dalimartha, 1999).

e. Khasiat Tanaman Daun Sendok

Daun sendok (Plantago mayor L.) berkhasiat sebagai peluruh air seni, obat

penurun panas dan penambah nafsu makan (Syamsuhidayat dan Hutapea., 1991).

Biji dapat berkhasiat sebagai diuretik, menyehatkan paru, ekspektoran, pencahar

(laksans), meredakan panas, dan menerangkan penglihatan. Akar berkhasiat untuk

mengatasi keputihan (leukore) dan nyeri otot (Dalimartha, 2005). Infusa daun

sendok dapat melarutkan kalsium batu ginjal secara in vitro, serta mempunyai

kemampuan dalam perbaikan sel-sel pulau Langerhans pankreas akibat pemberian

aloksan dan dapat menurunkan kadar glukosa darah (Sudarsono dkk., 2002).

3. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya untuk menyari

kandungan zat aktif yang ada pada sediaan tanaman yang larut dalam air.

Penyarian adalah peristiwa memindahkan massa zat aktif yang semula berada di

dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari

(23)

berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah maksimal zat aktif dan

seminimal mungkin zat yang tidak digunakan (Ansel, 1989).

Farmakope Indonesia menetapkan untuk proses penyarian sebagai cairan

penyari digunakan air, etanol-air, eter. Penyarian pada pembuatan obat di

Indonesia masih terbatas pada penggunaan cairan penyari air, etanol atau

etanol-air (Anonim, 1979)

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia

dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit. Penyarian dengan cara ini

menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang.

Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari

24 jam.

Infusa dibuat dengan cara membasahi bahan bakunya, biasanya dengan air

dua kali bobot bahannya. Penyaringan dilakukan pada saat cairan masih panas

dengan kain flanel, kecuali bahan yang mudah menguap (Anonim, 1986).

4. Metabolisme Karbohidrat

Sumber energi terbesar manusia berasal dari karbohidrat. Karbohidrat dari

makanan dirombak di usus halus dan diubah menjadi glukosa, kemudian dilepas

ke aliran darah dan diangkut ke sel – sel tubuh (Tjay dan Raharja, 2002).

Glukosa yang diserap tubuh dari makanan digunakan sesuai keperluan,

bila pasokan glukosa tersebut berlebihan, sisanya disimpan dalam otot sebagai

senyawa lemak yang disebut glikogen. Gula yang menumpuk banyak di dalam

(24)

sehingga mengakibatkan gangguan pada pasokan oksigen yang dibawa darah

(Mangoenprasodjo, 2005).

Kadar glukosa dalam darah diatur oleh beberapa hormon. Hormon insulin

yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas menurunkan kadar glukosa dan

pembentukan glikogen dari glukosa (Wirahadikusumah, 1985). Diantara beberapa

penyakit kelainan metabolisme karbohidrat, yang paling banyak diketahui adalah

Diabetes Melitus (Tjay dan Raharja, 2002)

5. Pankreas

Pankreas merupakan organ lonjong kira – kira 15 cm terletak di belakang

lambung dan sebagian di belakang hati. Organ ini terdiri dari 98 % sel-sel dengan

sekresi ekstern, yang memproduksi enzim – enzim cerna (pankreatin) yang

disalurkan ke duodenum. Sisanya terdiri dari kelompok sel (pulau Langerhans)

dengan sekresi intern yaitu hormon-hormon insulin dan glukagon yang disalurkan

langsung ke aliran darah. Ada empat jenis endokrin:

a. Sel alfa yang memproduksi hormon glukagon

b. Sel beta yang membran selnya banyak granula berderetan, yang berisi insulin

c. Sel delta yang memproduksi somatostatin

d. Sel PP yang memproduksi PP (pancreatic polipeptide) yang berperan pada

penghambatan sekresi endokrin dan empedu (Tjay dan Raharja, 2002).

Pulau Langerhans tersusun mengelilingi pembuluh kapiler kecil yang

merupakan tempat penampungan hormon yang disekresikan oleh sel-sel tersebut.

Pulau Langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel alfa, beta, dan delta.

(25)

pulau dan mensekresi insulin. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 persen dari

semua sel, mensekresi glukagon. Dan sel delta, yang merupakan 10 persen dari

seluruh sel, mensekresikan somastotatin. Selain itu, paling sedikit terdapat satu

jenis sel lain, yang disebut sel PP, yang terdapat dalam jumlah sedikit dalam pulau

langerhans dan mensekresikan hormon yang fungsinya masih diragukan yakni

polipeptida pankreas (Guyton,1997).

Hormon insulin normalnya dilepaskan secara langsung ke dalam sirkulasi

darah dari pulau Langerhans yang tersebar di seluruh kelenjar pankreas (Wise,

2002). Insulin diperlukan untuk penyerapan glukosa dalam tubuh. Aksi insulin

dimulai dengan membentuk ikatan antara insulin – reseptor pada permukaan

membran sel target. Reseptor insulin merupakan membran glikoprotein yang

terdiri dari dua subunit protein yang dikode oleh satu gen (Masharani dkk., 2004).

6. Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus

merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

(Soegondo, 2005). Pada diabetes, pankreas tidak memproduksi insulin atau

memproduksi insulin terlalu sedikit sehingga kadar glukosa darah meningkat

(Tjay dan Rahardja, 2002).

a. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi etiologis diabetes melitus menurut ADA 2003 yaitu diabetes

melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes tipe lain dan diabetes gestasional

(26)

1). Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang

berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Keadaan tersebut

merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak

terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat, dan sel-sel beta

pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu,

diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah

ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia, serta peningkatan kadar gukosa

darah (Katzung, 2002).

2). Diabetes Melitus Tipe 2

Penderita diabetes tipe 2 mempunyai sirkulasi endogen cukup untuk

mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin tersebut sering dalam kadar yang

kurang normal atau kadarnya relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya

jaringan untuk memproduksi insulin. Selain terjadi penurunan kepekaan jaringan

pada insulin, terjadi pula defisiensi respon sel beta pankreas terhadap glukosa

(Katzung, 2002).

Patogenesis dari diabetes melitus tipe 2 sangat kompleks termasuk

interaksi dari faktor genetik dan lingkungan. Latar belakang etnis, jenis kelamin,

dan usia merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan risiko

diabetes tipe ini (Buse dkk., 2003). Diabetes tipe 2 biasanya timbul pada usia

lebih dari 40 tahun. Kebanyakan pasien diabetes tipe ini bertubuh gemuk, dan

resistensi terhadap kerja insulin dapat ditemukan pada banyak kasus (Woodley

(27)

3). Diabetes Melitus Tipe Lain

Pada diabetes tipe lain, hiperglikemia berkaitan dengan penyakit-penyakit

lain yang jelas. Penyakit tersebut meliputi penyakit eksokrin pankreas, defek

genetik fungsi sel beta, defek genetik fungsi insulin, endokrinopati, karena obat/

zat kimia, infeksi, imunologi, dan sindrom genetik (Soegondo, 2005).

4). Diabetes Melitus Gestasional

Istilah ini dipakai terhadap pasien yang menderita hiperglikemia selama

kehamilan. Pada pasien – pasien ini toleransi glukosa dapat kembali normal

setalah persalinan (Woodley danWhelant, 1995).

b. Gejala – Gejala Diabetes

Gejala utama diabetes yaitu polifagia (meningkatnya rasa lapar),

polidipsia (meningkatnya rasa haus), dan poliuria (meningkatnya buang air kecil),

serta kehilangan berat badan terutama pada diabetes tipe 1 (DiPiro dkk., 2005).

Gejala dan tanda-tanda penyakit diabetes melitus dapat digolongkan menjadi

gejala akut dan gejala kronik.

Gejala akut penyakit diabetes melitus pada tiap penderita tidaklah sama,

bahkan ada penderita yang tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu

(masih kompensasi). Gejala hampir sama dengan gejala utama. Namun, bila

keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala yang

disebabkan oleh kurangnya insulin, yaitu nafsu makan mulai berkurang (tidak

polifagia lagi) bahkan kadang-kadang disusul dengan mual, mudah lelah, dan bila

(28)

Gejala kronis penyakit diabetes melitus antara lain kesemutan, kulit terasa

panas, terasa tebal di kulit, kram, lelah, mudah mengantuk, mata kabur, gatal di

sekitar kemaluan, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual

menurun, para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin

(Tjokroprawiro, 2006).

c. Pengelolaan Diabetes Melitus

Menurut Soegondo (2005), pilar utama pengelolaan diabetes melitus

antara lain perencanaan makan, latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik, dan

penyuluhan. Pengelolaan diabetes melitus jangka pendek bertujuan untuk

menghilangkan keluhan atau gejala, dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat.

Tujuan pengelolaan jangka panjang untuk mencegah komplikasi sehingga dapat

menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

1). Perencanaan makan

Perencanaan makan sangat penting pada pasien diabetes tipe 1 maupun

tipe 2. Tujuan dari perencanaan makan yaitu untuk menjaga konsentrasi glukosa

dalam rentang normal atau mendekati normal. Standar yang dianjurkan adalah

makanan yang seimbang dalam hal karbohidrat, lemak, dan protein sesuai dengan

kecukupan gizi baik yaitu karbohidrat 60 - 70 %, protein 10 - 15 %, dan lemak

20-25 % (Soegondo, 2005).

2). Latihan Jasmani

Menurut Waspadji (2005), latihan jasmani dianjurkan 3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (Continuous,

(29)

didukung untuk latihan jasmani berdasarkan usia dan kemampuan fisik penderita.

Latihan fisik dapat meningkatkan metabolisme karbohidrat, sensitivitas insulin,

dan fungsi kardiovaskuler (Sweetman, 2005).

3). Obat Berkhasiat Hipoglikemik

a). Insulin

Secara kimawi, insulin terdiri dari dua rantai peptida (A dan P) dengan

masing-masing 21 dan 30 asam amino, yang saling dihubungkan oleh 2 jembatan

disulfida. Berat molekulnya 5700. Pada tahun 1974, sintesis totalnya ditemukan,

tetapi meliputi sekitar 200 reaksi kimiawi dan sangat mahal (Tjay & Rahardja,

2002).

Insulin dapat meningkatkan simpanan lemak maupun glukosa (sumber

energi) dalam sel sasaran khusus, serta mempengaruhi pertumbuhan sel dan fungsi

metabolisme berbagai jenis jaringan. Klasifikasi akhir diabetes melitus

mengidentifikasi terdapatnya suatu kelompok pasien yang hampir tidak

mempunyai sekresi insulin dan kelangsungan hidupnya tergantung pemberian

insulin eksogen (diabetes tipe 1). Sebagian besar penderita diabetes tipe 2 tidak

memerlukan insulin eksogen untuk kelangsungan hidupnya, tetapi banyak

memerlukan suplemen eksogen dari sekresi endogen untuk mencapai kesehatan

yang optimum (Katzung, 2002).

Secara keseluruhan sebanyak 20 - 25 % pasien diabetes melitus tipe 2

kemudian akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa

(30)

darahnya dengan kombinasi sulfonilurea dan metformin, langkah berikut yang

mungkin diberikan adalah insulin (Soegondo, 2005).

Pemberian insulin akan menurunkan kadar glukosa darah penderita

diabetes melitus. Namun demikian agar pengobatan dengan insulin dapat optimal

maka pemberiannya perlu dilakukan dengan meniru semirip mungkin sekresi

insulin yang fisiologis, yang sulit dikerjakan pada pemberian secara subcutan

bahkan juga dengan pemberian insulin melalui infus intravena (Woodley dan

Whelant, 1995).

b). Obat Hipoglikemik Oral

(1).Pemicu sekresi insulin

(a).Sulfonilurea

Kerja utama dari sulfonilurea yaitu meningkatkan pengeluaran produksi

insulin dari pankreas. Mekanisme obat golongan sulfonilurea adalah

menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi

insulin, dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat dari rangsangan glukosa

(Soegondo, 2005).

Sulfonilurea bekerja dengan cara menstimulasi sel-sel beta pankreas dari

pulau langerhans pankreas yang kemampuan sekresi insulinnya menurun sehingga

bisa ditingkatkan dengan obat ini. Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes

yang tidak tergantung insulin yang begitu berat, sel-sel betanya masih cukup baik

bekerja. Ada indikasi bahwa obat golongan ini juga memperbaiki kepekaan organ

tujuan bagi insulin dan menurunkan absorbsi insulin oleh hati (Tjay&Rahardja,

(31)

Obat golongan sulfonilurea mempunyai efek samping, yang paling umum

adalah rasa tidak nyaman di perut dan diare. Beberapa orang mungkin mengalami

ruam pada kulit. Sulfonilurea biasanya direkomendasikan 30 menit sebelum

makan untuk mendapatkan hasil yang terbaik (Ramaiah, 2006).

(b).Glinid

Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, yaitu meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri

dari 2 macam obat, yaitu repaglinid (derivat asam benzoat), dan nateglinid

(derivat Fenilalanin). Obat ini diabsorbsi cepat setelah pemberian oral, dan

diekskresi secara cepat melalui hati (Waspadji, 2005). Efek samping nateglinid

antara lain hipoglikemia, rash, urtikaria. Sedangkan repaglinid jarang

menyebabkan hipoglikemia, nyeri abdominal, gangguan gastrointestinal, dan

gangguan penglihatan (Anonim,2006)

(2).Penambah sensitivitas Insulin

(a).Biguanid

Golongan biguanid yang masih dipakai adalah metformin. Penjelasan

lengkap tentang mekanisme kerja biguanid masih belum jelas. Mekanisme yang

diusulkan baru-baru ini meliputi stimulasi glikolisis secara langsung dalam

jaringan dengan peningkatan eliminasi glukosa dalam darah, penurunan

gukoneogenesis hati, melambatkan absorbsi glukosa dalam saluran cerna, dan

penurunan kadar glukagon plasma (Katzung, 2002).

Biguanida umumnya menghasilkan rasa yang tidak enak, pahit, atau

(32)

dan rasa tidak nyaman pada perut. Selain itu juga menyebabkan rasa tidak

bersemangat, rasa lemah pada otot dan penurunan berat badan yang berlebihan

pada sebagian orang (Ramaiah, 2006).

Pemakainan tunggal metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah

sampai 20%. Kombinasi sulfonilurea dengan metformin tampak merupakan

kombinasi yang rasional karena cara kerja yang berbeda yang saling aditif.

Kombinasi tersebut dapat menurunkan kadar glukosa darah lebih banyak daripada

penggunaan tnggal masing-masing (Waspadji, 2005).

(b).Tiazolidindion

Tiazolidindion merupakan golongan obat antidiabetes oral yang dapat

meningkatkan sensitivitas insulin terhadap jaringan sasaran. Kerja utama obat

golongan tiazolidindion yaitu untuk mengurangi resistensi insulin dengan

meningkatkan ambilan glukosa dan metabolisme dalam otot dan jaringan adipose

(Katzung, 2002).

Golongan tiazolidindion dapat digunakan berasama sulfonilurea atau

insulin atau metformin untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah. Contoh

produk ini adalah pioglitazone dan rosiglitazone (Tjay & Rahardja, 2002). Efek

samping yang ditimbulkan antara lain gangguan gastrointestinal, pertambahan

berat badan, hipoglikemi, anemia, dan udem (Anonim, 2006).

(3).Penghambat glukosidase alfa

Golongan penghambat glukosidase alfa tersedia untuk penggunaan klinik

yaitu acarbose dan miglitol. Perbedaan pokok antara keduanya yaitu pada proses

(33)

Acarbose merupakan contoh penghambat glukosidase alfa yang sering

digunakan. Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim

glukosidase alfa dari dalam sel cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan

glukosa dan menururkan hiperglikemia post prandial (Soegondo, 2005).

Glukosa akan dilepaskan lebih lambat dan absorbsinya ke dalam darah

juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga memuncaknya kadar gula

darah bisa dihindari. Hal tersebut karena cara kerja obat golongan ini berdasar

persaingan penghambatan enzim alfa glukosidase di mukosa duodenum, sehingga

reaksi penguraian diturunkan atau polisakarida menjadi monosakarida dihambat

(Tjay & Rahardja 2002).

Acarbose tersedia dalam tablet 50 mg dan 10 mg. Dosis awal yang

direkomendasikan yaitu 50 mg dua kali sehari, secara bertahap ditingkatkan

100mg tiga kali sehari. Untuk efek maksimal, acarbose diberikan bersama suapan

pertama. Pada pasien diabetes acarbose dapat mengurangi hiperglikemi

postprandial 30-50 %, dan menurunkan HbA1C 0,5-1 % (Masharani dkk., 2004).

Pemakaian acarbose dosis tinggi bisa menyebabkan malabsorpsi

(penyerapan yang tidak memadai). Sedangkan untuk efek samping, acarbose dapat

meningkatkan gas di dalam perut, rasa masuk angin dan diare (Ramaiah, 2006).

Dosis tunggal acarbose tidak mengakibatkan risiko terjadinya

hipoglikemia. Namun, kombinasi acarbose dengan insulin atau sulfonilurea dapat

(34)

7. Uji Antidiabetes

Keadaan diabetes melitus pada hewan percobaan dapat diinduksi dengan

cara pankreatomi dan dengan cara kimia. Zat-zat kimia sebagai induktor

(diabetogen) pada umumnya diberikan secara parenteral. Jenis hewan percobaan

yang digunakan meliputi mencit, tikus, kelinci, atau anjing (Anonim, 1993).

Penentuan kadar gula dapat dilakukan secara kualitatif terhadap glukosa

urin, sedangkan kadar gula darah ditentukan secara kuantitatif. Penentuannya

dilakukan secara kolorimetri atau spektrofotometri pada panjang gelombang

tertentu. Uji efek antidiabetes dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode

uji toleransi glukosa dan metode uji diabetes aloksan (Anonim, 1993).

a. Metode Uji Toleransi Glukosa

Prinsip metode ini yaitu pada kelinci yang telah dipuasakan (20-24 jam),

diberikan larutan glukosa 50 % peroral, setengah jam sesudah pemberian obat

yang diujikan. Pada awal percobaan sebelum pemberian obat, dilakukan

pengambilan cuplikan darah vena telinga dari masing-masing kelinci sejumlah 0,5

mL sebagai kadar glukosa darah awal. Pengambilan cuplikan darah vena diulangi

setelah perlakuan pada waktu-waktu tertentu. Cuplikan darah ditampung dalam

ependorf, disentrifuge selama 5 menit pada putaran 3000 – 6000 rpm. Serum yang

diperoleh diberi pereaksi dan diukur serapannya untuk menentukan kadar

glukosanya (Anonim, 1993).

b. Metode Uji Diabetes Aloksan

Prinsip dari metode ini yaitu induksi diabetes dilakukan pada mencit yang

(35)

dilakukan secara intravena pada ekor mencit. Perkembangan hiperglikemia

diperiksa tiap hari. Pemberian obat antidiabetik secara oral dapat menurunkan

kadar glukosa darah dibandingkan terhadap mencit positif (Anonim, 1993).

E. Landasan Teori

Hasil penelitian Aguilar, dkk (2006) menunjukkan efek hipoglikemik dari

biji daun sendok (Plantago mayor L.). Penelitian dilakukan dengan memberikan

ekstrak air, ekstrak metanol, ekstrak heksana, dan ekstrak diklorometana dari biji

kering Plantago mayor L. masing-masing 500 mg/kgBB pada mencit yang

diinduksi aloksan. Semua perlakuan menunjukkan hasil yang signifikan

menurunkan kadar glukosa darah pada hewan uji yang dipuasakan. Penurunan

kadar glukosa darah yang paling tinggi ditunjukkan oleh ekstrak heksana dan

ekstrak diklorometana.

Selain itu juga dilakukan analisis fitokimia pendahuluan untuk mengetahui

senyawa – senyawa yang terkandung dalam biji Plantago mayor L. Dalam ekstrak

tersebut menunjukkan adanya senyawa saponin (ekstrak air), saponin, tanin,

flavonoid (ekstrak metanol), flavonoid, sterol (ekstrak diklorometana), dan tanin

dalam ekstrak heksana. Senyawa – senyawa tersebut diduga merupakan senyawa

yang dapat menurunkan kadar glukosa darah (Aguilar dkk., 2006).

Herba daun sendok mengandung plantagin, aukubin, asam ursolik, beta

sitosterol, n-hentriakuntan, dan plantaglusida yang terdiri dari methyl

D-galakturonat, D-galaktosa, L-arabinosa, dan L-rhamnosa. Juga mengandung

(36)

Infusa daun sendok mempunyai kemampuan dalam perbaikan sel-sel pulau

Langerhans pankreas akibat pemberian aloksan dan dapat menurunkan kadar

glukosa darah (Sudarsono dkk., 2002).

F. Hipotesis

Infusa herba daun sendok (Plantago mayor L.) diduga mempunyai

kemampuan menurunkan kadar glukosa darah kelinci jantan yang telah dibebani

(37)

BAB II

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Variabel Penelitian

Penelitian tentang uji penurunan kadar glukosa darah infusa herba

Plantago mayor L. pada kelinci jantan yang dibebani glukosa termasuk kategori

penelitian eksperimental semu, menggunakan rancangan percobaan acak lengkap

pola searah. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti adanya kemungkinan

terjadinya sebab akibat diantara variabel.

Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas, variable tergantung,

dan variable kendali.

1. Variabel bebas yaitu variabel yang sengaja diubah atau dimanipulasi oleh

peneliti dengan maksud untuk mengetahui pengaruhnya pada obyek yang

diteliti. Termasuk dalam variabel bebas pada penelitian ini yaitu kelompok

perlakuan (kontrol positif, kontrol negatif, variasi dosis infusa herba daun

sendok).

2. Variabel tergantung yaitu variabel yang memiliki nilai yang berubah-ubah

sebagai akibat manipulasi dari variabel bebas. Variabel tergantung pada

penelitian ini adalah efek penurunan kadar glukosa darah oleh infusa herba

daun sendok.

3. Variabel kendali yaitu variabel data penelitian yang berpengaruh tetapi dapat

dikendalikan, terdiri dari hewan uji dan tanaman daun sendok.

(38)

b. Tanaman daun sendok : waktu pengumpulan, bagian tanaman, dan

daerah pengambilan tanaman uji.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

a. Tanaman yang digunakan adalah daun sendok yang diperoleh dari Cepogo

Boyolali pada bulan Januari 2008.

b. Reagensia yang digunakan adalah aquadest, D-glukosa monohidrat,

GOD-PAP, EDTA, yang didapat dari Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas

Muhammadiyah Surakarta, dan obat antidiabetes oral acarbose (Glucobay®).

c. Hewan uji yang digunakan adalah kelinci lokal berjenis kelamin jantan,

bermata merah, serta memiliki berat badan 1,2-2,0 kg.

2. Alat yang digunakan

a. Infundasi: panci infusa, termometer, kain flannel, gelas ukur, kompor.

b. Uji farmakologi: timbangan hewan uji, scalpel, jarum per-oral, alat-alat gelas,

microtube 1,5 mL, mikropipet, yellow tips, white tips, minispin ependorf,

spektrofotometer (Star Dust FC 15).

C. Jalannya Penelitian

1. Determinasi tanaman

Tujuan determinasi tanaman daun sendok adalah untuk memastikan dan

meyakinkan bahwa tanaman yang digunakan benar-benar tanaman daun sendok.

(39)

Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

2. Pembuatan simplisia herba daun sendok

Tanaman diperoleh dari daerah Cepogo - Boyolali pada bulan Januari

2008. Bagian tanaman yang digunakan adalah herba, yaitu seluruh bagian

tanaman (daun, biji, batang, bunga) kecuali akar.

Pengambilan tanaman dilakukan di bawah sinar matahari (pukul 10.00 -

12.00 WIB), karena diperkirakan pada waktu tersebut fotosintesis tanaman

berlangsung sempurna. Tanaman diambil, dicuci bersih, disortasi untuk

memisahkan bagian tanaman yang rusak dan tumbuhan lain. Perajangan dilakukan

untuk membantu mempercepat proses pengeringan. Rajangan dikeringkan di

bawah sinar matahari dan ditutup dengan kain hitam untuk mencegah kerusakan

kandungan kimia tanaman yang disebabkan sinar UV dari matahari. Setelah itu

simplisia diserbuk dengan blender untuk memperbesar luas permukaan partikel

agar kontak antara bahan dan larutan penyari lebih besar.

3. Pembuatan Infusa herba daun sendok

Pembuatan infusa herba daun sendok dilakukan dengan metode infundasi.

Serbuk daun sendok yang telah ditimbang dengan berat tertentu dicampur air

dalam panci sesuai konsentrasi yang diinginkan ditambah lagi air sebanyak dua

kali bobot bahannya. Kemudian dipanaskan dengan penangas air selama 15 menit,

dihitung mulai suhu dalam panci mencapai 90oC sambil sekali-kali diaduk. Infusa

diserkai selagi panas melalui kain flanel. Untuk mencukupi kekurangan air

(40)

yang dikehendaki.

4. Penentuan Operating Time

Sebanyak 10,0 µL aquadest ditambah 1000 mL reagen GOD-PAP Diasys

yang digunakan sebagai blangko. Sebagai standar digunakan 10,0 µL glukosa

baku dari DiaSys ditambah 1000,0 µL reagen GOD-PAP DiaSys, kemudian

diinkubasi pada suhu kamar (25-30 oC). Serapannya dibaca dengan

spektrofotometer (Star Dust FC 15) pada panjang gelombang 500 nm

(berdasarkan panjang gelombang yang tertera di leaflet reagen GOD-PAP) dan

dibaca pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55, 60. Penentuan

operating time dimaksudkan untuk memperoleh waktu serapan yang stabil.

5. Penentuan panjang gelombang yang memiliki absorbansi maksimum

Sebanyak 10,0 µL aquadest ditambah 1000,0 µL reagen GOD-PAP

(DiaSys) yang digunakan sebagai blangko. Sebagai standar digunakan 10,0 µL

glukosa baku dari DiaSys ditambah 1000,0 µL reagen GOD-PAP (DiaSys),

kemudian diinkubasi pada suhu kamar. Serapan dibaca dengan menggunakan alat

spektrofotometer visibel (Star Dust FC) pada panjang gelombang 340, 405, 500,

546, 578, dan 630 nm dengan menunggu operating time sesuai hasil yang

diperoleh pada penentuan operating time. Panjang gelombang serapan maksimum

ditentukan untuk mendapatkan panjang gelombang saat serapan tertinggi.

6. Pembuatan stok glukosa

D-Glukosa monohidrat (berat sesuai dosis orientasi) dilarutkan sedikit

demi sedikit dalam air panas hingga 100,0 mL. Stok sediaan dibuat dalam 100

(41)

a. 1 g/ kgBB = 1,5 g/ 1,5 kgBB

Konsentrasi = 1,5 g/ 3mL

= 0,5 g/ mL

= 50 g/ 100 mL

b. 2 g/ kgBB = 3 g/ 1,5 kgBB

Konsentrasi = 3 g/ 5mL

= 0,6 g/ mL

= 60 g/ 100mL

7. Perhitungan dosis acarbose

Perhitungan dosis acarbose untuk kelinci didasarkan pada dosis

terapi peroral untuk manusia. Acarbose yang digunakan ialah Glucobay®. Dosis

sekali minum untuk manusia berat badan 70 kg adalah 50 mg. Dosis tersebut

dikonversikan ke kelinci dengan berat 1,5 kg dengan nilai konversi 0,07.

Kemudian nilai konversi tersebut dikalikan dengan dosis terapi untuk manusia,

yaitu 0,07 x 50 mg = 3,5 mg/ 1,5 kgBB atau 2,33 mg/ kgBB untuk diberikan

sekali minum.

Dosis acarbose = 3,5 mg/ 1,5 kgBB

= 3,5 mg/ 3 mL

= 1,167 mg/ mL

Jika dibuat stok 100 mL = 117 mg/ 100 mL

[image:41.612.130.312.101.303.2]

Ditimbang 20 tablet glucobay didapatkan berat 2697,7 mg, maka berat rata-rata 1

tablet glucobay adalah = tablet 20

mg 7 , 2697

(42)

=

mg 50

mg 117

x 134,85 mg = 315,55 mg/100 ml sehinga untuk membuat stok

acarbose dengan menimbang sebanyak 315,55 mg tablet glucobay kemudian

disuspensi dengan aquadest hangat hingga 100 ml.

8. Penetapan peringkat dosis

Pemakaian di masyarakat Indonesia (BB 50 kg) ialah 10 gram herba

kering daun sendok untuk sekali minum. Maka untuk manusia 70 kg :

kg 50 70

x 10 g herba daun sendok = 14 g

Pemakaian untuk manusia kemudian dikoversikan pada kelinci 1,5 kg (faktor

konversi 0,07)

14 g x 0,07 = 0.98 g / 1,5 kgBB = 0,65 g /kgBB

Selanjutnya dibuat orientasi dosis dengan faktor pengali dan pembagi

menggunakan bilangan 2.

0,65 g / kgBB x 2 = 1,30 g / kgBB, dan

0,65 g/ kgBB : 2 = 0,33 g/ kgBB

Sehingga, dosis untuk infusa herba daun sendok adalah 0,33 g/ kgBB ;

0,65 g/ kgBB ; 1,30 g/ kgBB. Stok sediaan dibuat dalam 100 mL, tiap pemberian

sebanyak 3 mL, sehingga untuk dosis:

a. 0,33 g/ kgBB = 0,495 g/ 1,5 kgBB

Konsentrasi = 0,495 g/ 3 mL

= 0,165 g/ mL

(43)

b. 0,65 g/ kgBB = 0,975 g/ 1,5 kgBB

Konsentrasi = 0,975 g/ 3 mL

= 0,325 g/ mL

= 32,5 g/ 100mL = 32,5 %

c. 1,30 g/ kgBB = 1,965 g/ 1,5 kgBB

Konsentrasi = 1,965 g/ 3 mL

= 0,655 g/ mL

= 65,5 g/ 100mL = 65,5 %

9. Uji Pendahuluan

a. Pembuatan Model Hiperglikemi

Hewan uji dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan. Setiap perlakuan terdiri

dari tiga kelinci. Hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama 20-24 jam dengan

tetap diberi minum ad libitum. Pada penelitian ini pembagian kelompok perlakuan

sebagai berikut:

1)Kontrol normal : hewan uji diberi aquadest 3mL/ 1,5 kgBB

2)Kontrol hiperglikemi : hewan uji diberi glukosa 50% sebanyak 3 mL/ 1,5

kgBB dan glukosa 60% sebanyak 5 mL/ 1,5 kgBB.

Masing-masing hewan uji diambil darahnya dari vena telinga kelinci pada

menit ke-0, 30, 60, 90, 120, 180, 240. Darah yang digunakan yaitu plasma darah

yang ditetapkan kadar glukosanya dengan metode enzimatis.

b. Waktu Pembebanan Glukosa

Hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan. Setiap perlakuan terdiri

(44)

tetap diberi minum ad libitum. Pada penelitian ini pembagian kelompok perlakuan

sebagai berikut:

a) Kontrol negatif : hewan uji diberi aquadest dan glukosa konsentrasi 60%

b) Kontrol positif : hewan uji diberi acarbose dan glukosa konsentrasi 60%

c) Uji I : hewan uji diberi infusa herba daun sendok 30 menit

sebelum pembebanan glukosa konsentrasi 60%

d) Uji II : hewan uji diberi infusa herba daun sendok bersamaan

dengan pembebanan glukosa konsentrasi 60%.

10.Uji Penurunan kadar glukosa darah

Kelinci dikelompokkan menjadi 5 kelompok perlakuan. Setiap kelompok

terdiri dari 4 ekor. Kelinci dipuasakan (20-24 jam), tetap diberi minum ad

libitum. Kemudian dilakukan pengambilan cuplikan darah vena telinga dari

masing-masing kelinci sejumlah 0,5 ml sebagai kadar glukosa darah awal.

Masing-masing kelinci dibagi dalam 5 kelompok dan diberi perlakuan yaitu:

1) Kelompok I kontrol negatif diberi aquadest

2) Kelompok II kontrol positif diberi acarbose dosis 2,33 mg/ kgBB

3) Kelompok III diberi infusa herba daun sendok dosis 0,33 g/ kgBB

4) Kelompok IV diberi infusa herba daun sendok dosis 0,65 g/ kgBB

5) Kelompok V diberi infusa herba daun sendok dosis 1,30 g/ kgBB

Pemberian sediaan uji dilakukan bersamaan dengan pembebanan glukosa

(5mL/ 1,5 kgBB). Setelah pembebanan glukosa, cuplikan darah diambil dari vena

(45)

0,5 mL. Kadar glukosa darah ditetapkan dengan metode enzimatis menggunakan

reagen GOD-PAP. Skema rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

11.Penetapan kadar glukosa darah (plasma)

Kadar glukosa darah ditetapkan secara enzimatis dengan menggunakan

reagen GOD-PAP. Cuplikan darah ditampung dalam microtube 1,5 mL yang

diberi EDTA, kemudian dipusingkan dengan vortex dan disentrifuge dengan

kecepatan 2500 rpm selama 10 menit serta dipersiapkan komposisinya seperti

pada Tabel 1.

Pengambilan cuplikan darah vena telinga sejumlah 0,5 ml (kadar glukosa darah awal)

Kontrol positif (acarbose 2,33 mg/kg bb) 3 ml/ 1,5 kgBB

Kontrol negatif

aquadest 3 ml/1,5 kgBB

Perlakuan I (Dosis 0,3 g/ kgBB)

Perlakuan II (Dosis 0,65 g/ kgBB)

[image:45.612.133.494.301.653.2]

Perlakuan III (Dosis 1,30 g/ kgBB)

Gambar 1. Skema Jalannya Penelitian

Kelinci sebanyak 20 ekor dibagi menjadi 5 kelompok, dipuasakan selama 20-24 jam

Pengambilan cuplikan darah pada menit ke- 0, 30, 60, 90, 120, 180, 240 Dilakukan pembebanan glukosa 2 g/kgBB sesaat setelah pemberian sediaan uji

Pembacaan kadar pada spektrofotometer Star Dust, kadar dalam Pengukuran kadar glukosa darah dengan metode enzimatis

(46)

Tabel 1. Komposisi Sampel, Standar, dan Blangko yang dianalisis pada Penetapan Kadar Glukosa Darah

D. Cara Analisis

Data berupa kadar glukosa darah (mg/dL) diubah ke dalam persentase

[image:46.612.132.509.148.220.2]

kadar glukosa darah terhadap kadar awal dengan rumus

...(1) Ket:

Cn = kadar glukosa darah pada waktu tertentu

C0 = kadar glukosa awal

Pn = persentase kadar glukosa darah pada waktu tertentu terhadap kadar glukosa

awal

Antara persentase kadar glukosa darah terhadap kadar awal dan waktu

pengambilan cuplikan dibuat kurva. Dari kurva tersebut kemudian dihitung luas

daerah di bawah kurva / Area Under the Curve (AUC) dari menit ke-0 sampai

menit ke-240 (AUC0-240) dengan rumus trapesium untuk masing-masing

perlakuan, yaitu:

...(2)

Volume Pengambilan Komposisi Bahan

Sampel (µL) Standar (µL) Blangko (µL)

Plasma darah 10 - -

Glukosa standar - 10 -

Aquadest - - 10

Ditambah 1000,0 µL reagen GOD-PAP (DiaSys). Diinkubasi pada suhu kamar selama operating time. Kemudian serapan dibaca dengan spektrofotometer (Star Dust FC) pada

panjang gelombang maksimum.

)

P

(P

x

t

t

...

)

P

(P

x

t

t

)

P

(P

x

t

t

AUC

n n 1
(47)

Langkah selanjutnya, dilakukan uji statistik. Uji statistik yang digunakan

adalah uji distribusi dengan Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas dengan

Levene statistic. Apabila nilai D hitung > D tabel atau p<0,05. Artinya sampel

tersebut diambil dari populasi yang terdistribusi tidak normal. Sedangkan jika D

hitung < D tabel atau p>0,05 artinya sampel tersebut diambil dari populasi yang

terdistribusi normal. Apabila data terdistribusi normal dan homogen dilanjutkan

dengan uji statistik parametric (uji Anava 1 jalan dengan taraf kepercayaan 95%).

Kemudian bila terdapat perbedaan yang signifikan maka dilanjutkan dengan

Least Significant Difference (LSD) dengan taraf kepercayaan 95%. Apabila tidak

terdistribusi normal maka dilanjutkan ke uji non-parametric (uji Kruskal-Wallis,

untuk mengetahui kelompok mana yang mempunyai perbedaan, jika hasil

diterima dilanjutkan ke uji Mann-Whitney).

Kemampuan sediaan uji dalam menurunkan kadar glukosa darah,

diketahui dari perhitungan dengan rumus persentase penurunan kadar glukosa

darah (% PKGD) yaitu:

(48)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman yang

digunakan telah sesuai dan tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan sampel.

Kebenaran tanaman dalam penelitian merupakan syarat mutlak yang harus

dipenuhi. Determinasi tanaman dilakukan di laboratorium biologi FKIP UMS

dengan menggunakan pustaka Flora of Java (1965).

Hasil determinasi sebagai berikut:

1b, 2b, 3b, 4b, 12b, 13b, 14b, 17b, 18b, 19b, 20b, 21b, 23b, 24b, 25b, 26b, 27a,

28b, 29b, 30b, 31b, 403b, 404b, 414a, 451b, 452b, 453b, 464a, 466a, 467a, 468b,

469b, 470d, 488c, 491a, 492a famili: Plantaginaceae

1 Genus: Plantago

1b Species : Plantago mayor L.

Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah benar tanaman daun sendok (Plantago major L.).

B. Hasil Infundasi Herba Daun Sendok

Herba daun sendok di potong-potong kemudian dikeringkan untuk

menghilangkan air, yang dikhawatirkan dapat menghidrolisis senyawa berkhasiat

dalam tanaman. Simplisia kering kemudian diserbuk/ diblender untuk memperluas

(49)

Tahap selanjutnya yaitu penyarian dengan aquadest. Sesaat sebelum

dipanaskan, simplisia dibasahi dengan cairan penyari. Tujuannya untuk

memberikan kesempatan kepada penyari untuk memasuki pori-pori simplisia,

mengganti udara di pori-pori simplisia yang kering dengan cairan penyari. setelah

itu baru dibuat infusa dengan dipanaskan pada suhu 90oC selama 15 menit.

Pembuatan infusa dilakukan sesaat sebelum pemberian sediaan uji, untuk

menghindari tumbuhnya jamur karena air merupakan media pertumbuhan jamur.

Aquadest dipilih sebagai cairan penyari karena di dalam Plantago mayor

L. terdapat senyawa yang bersifat polar. Keuntungan air dibanding pelarut lainnya

yaitu murah, mudah didapat, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak

beracun, dan alamiah. Sedangkan kelemahan air sebagai cairan penyari yaitu tidak

selektif, mudah ditumbuhi kapang, dan cepat rusak.

C. Hasil Penetapan Waktu Serapan Optimum (Operating Time)

Penentuan operating time ditujukan untuk mengetahui waktu serapan

optimum ketika glukosa standar dan GOD-PAP bereaksi membentuk warna

merah stabil yaitu kuinonimin. Mekanisme reaksinya dapat dilihat pada Gambar

2. Warna merah (kuinonimin) merupakan hasil reaksi bertahap antara glukosa

darah dengan GOD-PAP. Tahap pertama yaitu pembentukan asam gukonat dari

glukosa dengan katalis enzim glukose oksidase (GOD). Senyawa lain yang

dihasilkan dari reaksi tersebut yaitu hidrogen peroksidase (H2O2). Tahap

selanjutnya yaitu pembentukan kuinonimin. Hidrogen peroksidase yang

(50)

enzim peroksidase menghasilkan kuinonimin yang berwarna merah intensif

(Henry dkk., 1974) .

Gambar 2. Pembentukan Senyawa Berwarna Merah (Kuinonimin) pada Reaksi Enzimatis dengan Reagen GOD-PAP (Henry dkk., 1974)

Serapan dibaca pada panjang gelombang 500 nm sesuai panjang

gelombang yang tertera pada leaflet reagen GOD-PAP, tiap 5 menit selama 60

menit. Parameter stabil yaitu jika pada waktu tertentu larutan menunjukkan

serapan yang bernilai sama berturut-turut. Hasil penetapan operating time

disajikan pada Tabel 2. Sedangkan kurva hubungan antara waktu inkubasi dengan

nilai absorbansi disajikan pada Gambar 3.

GOD-PAP merupakan enzim yang memerlukan waktu tertentu untuk

bereaksi optimum, sehingga perlu diinkubasi. Gambar 3 dan Tabel 2

[image:50.612.116.507.162.415.2]
(51)

ke 15 - 20. Jika waktu inkubasi kurang dari waktu inkubasi optimum/ operating

timenya, maka enzim tidak akan bereaksi sempurna dengan substratnya (glukosa).

Apabila waktu inkubasi melebihi 20 menit maka senyawa yang terbentuk akan

[image:51.612.174.486.210.394.2]

terdegradasi.

[image:51.612.216.425.473.690.2]

Gambar 3. Kurva Hubungan antara Waktu Inkubasi dengan Nilai Absorbansi

Tabel 2. Hasil Penetapan Operating Time dari Glukosa Standar dengan Pereaksi GOD-PAP (Diasys) pada Panjang Gelombang 500 nm selama 60 Menit

Waktu (menit) Absorbansi

(52)

D. Hasil Penetapan Panjang Gelombang yang Memiliki Absorbansi Maksimum

Tujuan ditetapkannya panjang gelombang maksimum yaitu untuk

mengetahui panjang gelombang yang mempunyai serapan terbesar, yaitu saat

senyawa berwarna yang terbentuk telah optimum, sehingga diperoleh kepekaan

yang maksimum.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa panjang gelombang 500 nm

mempunyai serapan maksimum pada glukosa darah dibandingkan panjang

gelombang lainnya, yaitu 0,376. Dengan demikian pembacaan kadar glukosa

darah pada spektrofotometer Star Dust selanjutnya dilakukan pada panjang

gelombang 500 nm. Data hasil penetapan panjang gelombang maksimum

disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 4.

Tabel 3. Absorbansi Glukosa dengan Pereaksi GOD-PAP (Diasys) pada Pengukuran Berbagai Panjang Gelombang

Gambar 4. Kurva Hubungan Panjang Gelombang dengan Nilai Absorbansi antara Glukosa dengan Pereaksi GOD-PAP(DyaSis)

Panjang gelombang (nm) Absorbansi

340 0,312

405 0,084

500 0,376

546 0,260

[image:52.612.150.487.404.680.2]
(53)

E. Uji Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah

Penelitian penurunan kadar glukosa darah ini menggunakan metode

toleransi glukosa oral. Prinsip kerjanya yaitu membebani hewan uji dengan

glukosa hingga keadaan hiperglikemi tanpa merusak pankreas hewan uji. Hewan

uji yang digunakan yaitu kelinci jantan lokal berat antara 1,2-2 kg. Pemilihan jenis

kelamin jantan dan lokal untuk meminimalkan adanya variasi hasil kadar glukosa

darah, karena hewan uji merupakan veriabel kendali.

Hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama 20-24 jam sebelum diberi

perlakuan tetapi tetap diberi minum ad libitum. Tujuan dipuasakan yaitu untuk

menghindari pengaruh makanan yang dapat mempengaruhi/ mempertinggi kadar

glukosa darah jika kelinci dibebani glukosa. Sebagai pengganti cairan tubuh yang

hilang selama puasa, maka kelinci diberi minum ad libitum. Selanjutnya

dilakukan uji pendahuluan dan uji utama sesuai skema jalannya penelitian pada

Gambar 1.

1. Uji Pendahuluan

a. Pembuatan Model Hiperglikemik

Pembuatan model hiperglikemik bertujuan untuk mengetahui dosis

glukosa yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah hewan uji sampai melebihi

kadar normal atau hiperglikemik. Hasil dari orientasi ini akan dijadikan sebagai

pedoman uji utama, untuk memastikan bahwa hewan uji benar-benar telah

mengalami kenaikan kadar glukosa darah sebelum diuji efek penurunan kadar

(54)

Hewan uji dipuasakan, kemudian diambil cuplikan darah sebagai kadar

glukosa puasa. Tujuan penetapan kadar glukosa darah puasa yaitu untuk

mengoreksi kadar glukosa darah tiap pengambilan cuplikan. Dosis glukosa yang

diorientasikan yaitu 1 g/kgBB dan 2 g/kgBB, yang dibandingkan dengan kontrol

normal tanpa pembebanan glukosa.

Darah yang digunakan yaitu plasma darah, sehingga perlu penambahan

EDTA sebagai antikoagulan. Setelah diambil glukosa darah puasanya, hewan uji

diberi sedian sesuai masing-masing kelompok. Data berupa kadar glukosa darah

(Lampiran 1) diubah menjadi persentase kadar glukosa terhadap kadar awal

(Tabel 4). Kurva hubungan antara persentase kadar glukosa darah terhadap kadar

awal dengan waktu sampling ditunjukkan pada Gambar 5.

Tabel 4. Persentase Kadar Glukosa Darah terhadap Kadar Awal pada Pembuatan Model Hiperglikemik (n=3)

Gambar 5. Kurva Hubungan % Kadar Glukosa Darah pada Berbagai Dosis Pembebanan terhadap Waktu (n=3)

% Kadar glukosa darah terhadap kadar awal (rata-rata ± SE) Menit ke-

Kontrol normal Glukosa 2 g/kgBB

Glukosa 1 g/kgBB

0 109,15 ± 6,90 178,8 ± 50,12 139,58 ± 6,85 30 108,55 ± 9,34 254,52 ± 36,84 187,29 ± 17,92 60 110,13 ± 10,75 216,64 ± 23,21 167,77 ± 13,08 90 111,52 ± 9,09 171,29 ± 24,89 144,39 ± 23,04 120 106,06 ± 9,09 120,39 ± 12,00 112,74 ± 7,68 180 101,99 ± 7,49 109,37 ± 8,48 116,63 ± 10,12 240 88,58 ± 2,67 106,69 ± 5,77 114,19 ± 1,24

Orientasi model hiperglikemik

0 50 100 150 200 250 300

0 30 60 90 120 150 180 210 240

Menit ke-% kadar gl ukosa dara h

[image:54.612.132.509.411.675.2]
(55)

Berdasarkan kurva hubungan % kadar glukosa darah pada berbagai dosis

pembebanan terhadap waktu (Gambar 5) dapat dihitung AUC antara kontrol

normal, glukosa 2 g/kgBB, dan glukosa 1 g/kgBB (Tabel 5). Parameter nilai AUC

menggambarkan jumlah total glukosa yang mencapai sirkulasi sistemik, sehingga

nilai AUC terbesar menunjukkan bahwa glukosa lebih banyak masuk ke sirkulasi

[image:55.612.134.505.277.363.2]

sistemik.

Tabel 5. Nilai AUC0-240 pada Berbagai Model Hiperglikemik

Dosis pembebanan glukosa 2 g/kgBB menunjukkan nilai AUC total

yang paling besar. Untuk mengetahui dosis berapa yang digunakan dalam

pembebanan glukosa, maka dilakukan uji statistik.

Nilai AUC 0-240 dianalisis statistik menggunakan program SPSS 12. Uji

yang dilakukkan pertama kali yaitu uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui

apakah data terdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk dosis pembebanan

glukosa sebesar 0,969 > 0,05 yang berarti data terdistribusi normal. Selanjutnya

dilakukan analisis homogenitas varian dengan Levene Statistic untukmengetahui

homogenitas dari nilai AUC tiap-tiap kelompok perlakuan. Dari uji homogenitas

varian didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,421 > 0,05 yang berarti data AUC

memiliki varian yang homogen. Selanjutnya dilakukan uji analisis varian satu

jalan (one way anova).

Kelompok perlakuan AUC0-240

(rata-rata ±SE, %menit)

(56)

One way anova dilakukan untuk mengetahui apakah perlakuan yang

diberikan mempunyai perbedaan yang signifikan. Berdasarkan anava satu jalan

dengan taraf kepercayaan 95% didapatkan nilai signifikansi 0,008 < 0,05 yang

berarti ada perbedaan yang bermakna antara kontrol normal, glukosa dosis

1 g/kgBB, dan dosis 2 g/kgBB dalam mempengaruhi kadar glukosa darah.

Analisis selanjutnya yaitu Least Significant Difference (LSD) untuk

mengetahui dan membandingkan adanya perbedaan antarkelompok perlakuan.

[image:56.612.130.508.366.452.2]

Hasil uji LSD dengan taraf kepercayaan 95 % pada beberapa uji ditunjukkan pada

Tabel 6.

Tabel 6. Hasil LSD AUC 0-240 Antarkelompok Perlakuan Orientasi Dosis

Pembebanan Glukosa dengan Taraf Kepercayaan 95 %

Hasil uji LSD untuk orientasi dosis pembebanan glukosa menunjukkan

bahwa ada perbedaan yang bermakna antara kontrol normal dengan glukosa dosis

2 g/kgBB maupun dosis 1 g/kgBB. Artinya, dengan pembebanan glukosa

1 g/kgBB maupun 2 g/kgBB mampu menaikkan kadar glukosa darah hewan uji.

Sedangkan dosis 1 g/kgBB dan 2 g menunjukkan adanya perbedaan yang tidak

bermakna, yang berarti kedua dosis dapat digunakan untuk menaikkan kadar

glukosa darah. Percobaan ini menggunakan glukosa dosis 2g/kgBB, karena nilai

AUCnya lebih tinggi daripada dosis 1 g/kgBB.

b. Penetapan Waktu Pembebanan Glukosa

Penetapan waktu pembebanan glukosa bertujuan untuk mengetahui waktu

Antar kelompok perlakuan Nilai p Keterangan

Normal -Glukosa 2 g/kgBB 0,003 berbeda bermakna

Normal -Glukosa 1 g/kgBB 0,024 berbeda bermakna

(57)

pemberian glukosa yang tepat. Dengan demikian dapat diketahui efek penurunan

kadar glukosa darah oleh acarbose maupun infusa herba daun sendok.

Hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan, masing-masing kontrol

negatif (aquadest), kontrol positif (acarbose), dan infusa herba daun sendok dosis

1,30 g/kgBB yang diberikan 30 menit sebelum serta bersamaan dengan glukosa.

Sesuai dengan penggunaan pada manusia, acarbose diminum bersama suapan

pertama, sehingga pembebanan glukosa bersamaan dengan aquadest maupun

acarbose. Orientasi dilakukan pada kontrol positif untuk membandingkan apakah

kemampuan obat untuk memberikan efek penurunan kadar glukosa darah sama

dengan infusa herba daun sendok.

Infusa herba daun sendok diberikan 30 menit sebelum dan bersamaan

dengan pembebanan glukosa, untuk mengetahui waktu pemberian glukosa yang

efektif sehingga ketika diberikan sediaan uji dapat memberikan efek penurunan

kadar glukosa darah yang maksimal.

Hewan uji diberikan perlakuan seperti halnya pada orientasi model

hiperglikemik, kemudian diukur kadar glukosa darahnya. Kadar glukosa darah

selanjutnya diubah dalam persentase kadar glukosa darah terhadap kadar awal

(Tabel 7).

Tabel 7. Persentase Kadar Glukosa Darah terhadap Kadar Awal pada Orientasi Waktu pembebanan Glukosa

% kadar glukosa terhadap kadar awal (rata-rata±SE) Menit

ke- Kontrol positif bersamaan

Kontrol negatif bersamaan

Infusa 30 menit sebelum

Infusa bersamaan

[image:57.612.136.509.599.728.2]
(58)

Data rata-rata persentase kadar glukosa darah terhadap waktu sampling

masing-masing kelompok perlakuan kemudian dibuat kurva (Gambar 6). Luas

area di bawah kurva (AUC) masing-masing perlakuan dapat dihitung dari Gambar

6. Nilai AUC (Tabel 8) kemudian dianalisis statistik sehingga dapat diketahui

[image:58.612.146.492.245.448.2]

waktu pembebanan glukosa yang akan digunakan untuk uji utama.

Gambar 6. Kurva Hubungan Antara Persentase Kadar Glukosa Darah pada Berbagai Waktu Pembebanan Glukosa (n=3)

Tabel 8. AUC0-240 pada Orientasi Waktu Pembebanan Glukosa (n=3)

Uji statistik Kolmogorov-Smirnov dan Levene statistic untuk waktu

pembebanan glukosa masing-masing mempunyai nilai signifikansi > 0,05. Hal

tersebut berarti data terdistribusi normal dan homogen, sehingga dilanjutkan

dengan anava satu jalan.

[image:58.612.175.466.505.584.2]
(59)

Hasil anava satu jalan menunjukkan bahwa nilai signifikansi dari AUC

waktu pembebanan glukosa sebesar 0,004 < 0,05. Artinya ada perbedaan yang

bermakna antara kontrol positif, kontrol negatif, infusa 30 menit sebelum dan

bersamaan dengan pembebanan glukosa pada kadar glukosa darah. Untuk

mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan dalam mempengaruhi kadar

glukosa darah, maka dilakukan uji LSD. Hasil LSD AUC0-240 antarkelompok

perlakuan orientasi waktu pembebanan glukosa ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Uji LSD AUC0-240 Antarkelompok Perlakuan Orientasi Waktu

Pembebanan Glukosa dengan Taraf Kepercayaan 95 %

Hasil uji LSD menunjukkan bahwa pembebanan glukosa 30 menit

sebelum infusa dengan kontrol negatif berbeda tidak bermakna, sedangkan dengan

kontrol positif berbeda bermakna. Hal tersebut berarti kemampuan penurunan

kadar glukosa darah oleh infusa sama dengan kontrol negatif, dan berbeda

kemampuannya dengan kontrol positif, jika dibebani glukosa 30 menit

sebelumnya.

Uji LSD untuk pembebanan glukosa bersamaan infusa dengan kontrol

negatif berbeda bermakna, sedangkan dengan kontrol positif berbeda tidak

bermakna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan penurunan kadar

Antar kelompok perlakuan Nilai p Keterangan

kontrol positif - negat

Gambar

tablet glucobay adalah
Gambar 1. Skema Jalannya Penelitian
Tabel 1. Komposisi Sampel, Standar, dan Blangko yang dianalisis pada Penetapan Kadar Glukosa Darah
Gambar 2. Pembentukan Senyawa Berwarna Merah (Kuinonimin) pada Reaksi Enzimatis dengan Reagen GOD-PAP (Henry dkk., 1974)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan zat aktif yang terkandung dalam kulit buah labu siam mampu menurunkan kadar glukosa darah pada kelinci yang dibebani

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek penurunan kadar glukosa darah dari daging buah mahkota dewa ( (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) pada kelinci jantan

Nugrahani A.R., “Uji Penurunan Kadar Glukosa Darah Infusa Herba Daun Sendok. (Plantago Mayor l.) Pada Kelinci Jantan Yang Dibebani

UJI EFEK PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH ( Averrhoa bilimbi L.) PADA.. KELINCI JANTAN YANG

UJI EFEK PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH EKSTRAK HEKSANA DAUN BELIMBING WULUH ( Averrhoa bilimbi L.).. PADA KELINCI JANTAN YANG

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% buah jambu biji mampu menurunkan kadar glukosa darah pada kelinci jantan yang

Skripsi ini berjudul “ Uji Penurunan Kadar Glukosa Darah oleh Ekstrak Etanol 70% Herba Jaka Tuwa ( Scoparia dulcis L.) pada Kelinci Jantan yang Dibebani Glukosa”. Skripsi ini

Skripsi ini berjudul “ Uji Penurunan Kadar Glukosa Darah oleh Ekstrak Air Herba Jaka Tuwa (Scoparia Dulcis L) pada Kelinci Jantan yang Dibebani Glukosa”.. Skripsi ini disusun