• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. terurai oleh bakteri pembusuk sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. terurai oleh bakteri pembusuk sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Edible film 2.1.1 Edible film

Edible film dapat didefinisikan sebagai lapisan tipis yang terbuat dari bahan-

bahan yang dapat dikonsumsi. Pelapisannya dapat dilakukan pada permukaan produk makanan. Kelebihan utamanya terletak pada sifat biodegradable, mudah terurai oleh bakteri pembusuk sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan seperti halnya bahan pengemas sintetik (Pangesti, 2014). Selain itu, edible film dapat dipadukan dengan komponen tertentu yang dapat menambah nilai fungsional dari kemasan itu sendiri (Kusumawati dkk., 2013).

Standarisasi dapat diartikan sebagai “pengurangan, penyederhanaan, dan mengatur hal – hal yang cenderung menjadi beragam, rumit, dan kacau jika dibiarkan tidak terkendali”. Standar dapat diartikan sebagai “aturan” yang ditetapkan oleh standarisasi di sektor industri, dan di jepang, standar yang berada di jepang ini diadopsi sebagai standar industri nasional. Yang berhubungan dengan barang dan masalah yang dimana cenderung akan menjadi rumit, beragam, kacau jika dibiarkan tidak terkendali.

5 Tujuan dari standarisasi industri untuk menetapkan tingkat standar suatu wilayah dalam bentuk dokumen teknis dan untuk menyatukan atau menyederhanakan sehingga sama, dari berbagai sudut pandang untuk kepentingan kenyamanan dalam segi ekonomi dan sosial (menjaga kesesuaian), meningkatkan efisiensi produk (produksi massal dengan mengurangi keragaman), mempromosikan kemajuan teknologi (dukungan untuk penciptaan pengetahuan baru dan pengembangan / penyebaran teknologi baru), menjaga keadilan (jaminan

(2)

5 keuntungan konsumen dan penyederhanaan transaksi), menjaga keselamatan dan kesehatan, dan melestarikan lingkungan (JISC, 2005).

Tabel 1. Standar Edible film Berdasarkan JIS (Japanese Industrial Standard)

Klasifikasi Keterangan

Ketebalan Maksimal 0,25 mm

Kuat tarik Minimal 0,392 Mpa

Elongasi

<10% sangat buruk 10 – 50%baik

>50% sangat bagus

WVTR Maksimal 7 g/m2/24 jam

Sumber : Japanese Industrial Standard (1997)

2.1.2 Bahan Pembuatan Edible film

Hidrokoloid merupakan biopolimer memiliki daya kohesif baik terhadap bahan yang dikemasnya, namun mudah ditembus oleh uap air. Hidrokoloid biopolimer yang sering digunakan adalah golongan karbohidrat seperti pati jagung, singkong, gadung, dan ganyong. Biopolimer lipid memiliki keunggulan sulit ditembus oleh uap air, namun bersifat kaku atau kurang elastis. Golongan lipid yang sering digunakan seperti lilin lebah, asam palmitat, dan minyak sawit.

Manab (2008) mengungkapkan bahwa pemanfaatan minyak sawit dalam formulasi edible film berbasis protein dapat menurunkan laju laju transmisi uap air, namun sifat elastisitas tidak mengalami penurunan. Komposit adalah edible film yang dibentuk dari gabungan biopolymer hidrokoloid dengan lipid. Gabungan

kedua biopolimer ini dalam matrik edible film akan saling melengkapi dan menutupi kelemahan masing-masing biopolimer yang berpengaruh terhadap peningkatan karakteristik Edible film komposit yang dihasilkan (Krochta dkk., 1994) dalam jurnal Pengembangan Edible film Komposit Berbasis Pati Jagung dengan Penambahan Minyak Sawit dan Tween 20 (Santoso 2018).

(3)

6 2.1.3 Proses Pembuatan Edible film

Bahan-bahan dihitung serta ditimbang sesuai perlakuan yang akan digunakan kemudian dari masing-masing perlakuan dibuat suspensi dengan penambahan aquades 100 ml. setelah itu dilakukan pemanasan dengan magnetic stirer selama 30 menit pada suhu 70 oC ±5 oC. Suspensi didinginkan hingga suhu 37 oC. Dilakukan penuangan adonan ke plastik mika ukuran 13cmx18cm kemudian diratakan dengan menggunakan pengaduk beralaskan loyang, Suspensi film dikeringkan dengan pengering kabinet pada suhu 50 oC selama 24 jam.

Edible yang sudah kering dikeluarkan dari pengering kabinet. Dilakukan

pendinginan pada suhu ruang selama 30 menit agar edible film mudah dilepas.

Didapatkan hasil edible film lidah buaya dengan pati jagung dan siap dianalisa (Afriyah dkk, 2015).

Menurut (Sothornvit dan Krochta, 2000) beberapa keunggulan edible film dibandingkan dengan bahan pengemas lain yaitu:

1. Meningkatkan retensi warna, asam, gula , dan komponen flavor.

2. Mengurangi kehilangan berat.

3. Mempertahankan kualitas saat pengiriman dan penyimpanan.

4. Mengurangi kerusakan akibat penyimpanan.

5. Memperpanjang umur simpan 6. Mengurangi penggunaan pengemas sintetik.

2.2 Pati

Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang terdapat pada tanaman.

Merupakan polimer dari satuan α-D-glukosa (anhidroglukosa). Pati terdiri dari dua satuan polimer utama yakni amilosa dan amilopektin. Molekul dari amilosa

(4)

7 adalah polimer dari unit – unit glukosa dengan bentuk ikatan α-1,4-glikosidik, terbentuk rantai lurus, tidak bercabang atau mempunyai struktur heliks yang terdiri dari 200 – 2000 satuan anhidroglukosa sedangkan amilopektin merupakan polimer unit – unit glukosa dengan ikatan α-1,6-glikosidik pada percabangan, terdiri dari 10.000 – 100.000 satuan anhidroglukosa (Adebowale dan Lewal, 2003).

Pati juga menjadi salah satu bahan utama dalam pembuatan edible film. Pati adalah biopolimer karbohidrat yang dapat terdegradasi secara mudah di alam dan bersifat 6 dapat diperbarui. Penelitian yang menggunakan bahan dasar pati sudah sering dilakukan dari penggunaan pati termodifikasi, pati alami, dan pati termoplastis untuk ditambahkan, baik pada biodegradable plastic dan non degradable plastic. Pemilihan didasarkan pada produk akhir yang ingin dicapai.

2.3 Pati Jagung

Sifat pati jagung seperti halnya yang terdapat pada pati lainnya dimana dalam bentuk alaminya memiliki kestabilan tekstur yang baik dalam sistem pangan, tetapi lemah terhadap proses yang melibatkan pengadukan dan proses yang memakai suhu tinggi atau melibatkan panas. Selain itu memiliki keterbatasan untuk mengalami retrogradasi dan susah untuk membentuk gel yang kaku kecuali pada konsentrasi yang tinggi (Singh dkk, 2007). Pati jagung berbeda dengan tepung jagung yang dimana kandungan kimianya masih lengkap, sedangkan pada pati jagung sudah dipisahkan serta sebagian hilang pada proses pencucian (Richana dan Suarni, 2007).

Pembuatan edible film dilakukan dengan cara mencampurkan aquades 100 mL dan pati jagung sesuai perlakuan dan dipanaskan di hotplate dengan suhu 60 oC

(5)

8 sambil terus diaduk selama 10 menit, setelah itu ditambahkan CMC sesuai perlakuan dan dipanaskan di hot plate dengan suhu 80 oC sambil terus diaduk selama 3 menit, setelah semua bahan larut didinginkan sampai suhu 45 oC, selanjutnya larutan dituang pada loyang plastik berukuran 19 x 13 cm, kemudian dikeringkan menggunakan cabinet dryer dengan suhu 50 oC selama 24 jam.

Menurut Amaliya dan Putri, 2014) pati jagung dapat digunakan sebagai bahan pembentuk edible film karena mengandung kadar amilosa 27% lebih tinggi dibanding pati kentang 22% dan pati singkong 17%. Selain itu, sifat higroskopis pati jagung pada RH (Relative Humidity) 50% lebih rendah yaitu 11%

dibandingkan pati singkong (13%), beras (14%), dan kentang (18%).

Penggunaan pati sebagai bahan tunggal pembuatan edible film masih bersifat rapuh dan kaku sehingga perlu penambahan bahan untuk membuat film lebih elastis (Saragih Dkk, 2016). Amaliya (2014) juga menambahkan penelitian edible film yang menghasilkan nilai laju laju transmisi uap air yang tinggi yakni

mencapai nilai 7,6 (g/m2/24jam) pada konsentrasi 3% dengan penambahan karagenan 0,2%.

Tabel 2. Komposisi Kimia Pati Jagung dan Tepung Jagung

Parameter Satuan Pati Jagung Tepung Jagung

Kadar air % 10,21 10,9

Kadar Protein % 0,56 5,8

Kadar Abu % 0,05 0,4

Kadar Lemak % 0,68 0,9

Karbohidrat % 88,5 82,0

Kandungan Pati % 98,01 68,2

PH (5% Suspensi) - 5,18 -

Residu SO2 ppm 9,21 -

Lolos ayakan 100 mesh % 99,81 -

Viskositas mPa 900 -

Serat % 7,8

Sumber: Juniawati (2003)

(6)

9 Pati merupakan karbohidrat yang terjadi dari rangkaian molekul panjang yang berbentuk butiran. Pati dapat diperoleh dari berbagai bagian tanaman seperti biji, umbi, 7 batang dan buah. Pati dalam jaringan memiliki bentuk butir yang berbeda- beda. Umumnya butir pati terdiri dari lapisan- lapisan yang mengelilingi suatu titik yang disebut hilum. Hilum biasanya terletak ditengah atau terletak pula di pinggir. Biji jagung mengandung pati 54,1-71,7%, karbohidrat yang terdapat pada jagung sebagian besar merupakan komponen pati, sedangkan komponen lainnya adalah pentose, dekstrin, sukrosa, dan gula pereduksi (Richana dan Suarni, 2007).

a) Amilosa

Amilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-glikosidik, seperti terdapat pada Gambar 1. Panjang rantai lurus tersebut berkisar antara 200 – 2000 unit D-glukosa. Molekul amilosa tidak semua memiliki ukuran yang sama, tergantung pada sumber pati dan tingkat kematangannya. Berat molekul amilosa dapat dipengaruhi oleh panjang rantai polimer, sedangkan panjang rantai polimer sendiri dipengaruhi oleh sumber pati (Hustiany, 2006).

Gambar 1. Struktur Rantai Molekul Amilosa (Hustiany, 2006).

b) Amilopektin

Amilopektin adalah polimer dari D-glukosa yang mempunyai rantai lurus dan percabangan. Struktur kimia amilopektin umumnya sama seperti amilosa dan terdiri atas rantai pendek α-1,6-D-glikosidik dimana setiap cabang mengundang 20 – 25 unit glukosa. Derajat polimerisasi amilopektin juga lebih tinggi

(7)

10 dibandingkan amilosa, yaitu antara 105 sampai 3 - 106 unit glukosa (Hustiany, 2006).

Gambar 2. Struktur Kimia Molekul Amilopektin (Hustiany, 2006).

2.5 Lidah Buaya (Aloe vera L)

Berikut ini merupakan klasifikasi dari tanaman lidah buaya (Hamman, 2008):

Sinonim : Aloe barbadensis Mill.

Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Liliales

Suku : Liliaceae Marga : Aloe

Jenis : Aloe vera (L.) Burm. f.

Nama umum : Lidah Buaya

Nama daerah : Lidah buaya (Melayu); Lidah buaya (Jawa)

Lidah Buaya merupakan tanaman yang fungsional karena semua bagian dari tanaman dapat dimanfaatkan. Unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam daging Lidah Buaya menurut para peneliti, antara lain: lignin, saponin, anthraquinon, vitamin, mineral, gula, enzim, monosakarida, polisakarida, asam-asam amino essensial, dan nonessensial yang secara bersamaan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yang menyangkut kesehatan tubuh (Syahputra, 2008).

(8)

11 2.6 Gel Lidah Buaya

Menurut Yaron (1991), bahwa pelepah tanaman Aloe vera L. ini terdiri dari beberapa bagian utama, yakni mucilage gel dan exudate (lendir). Bagian utama mucilage gel terdiri atas berbagai macam polisakarida (glukomanan, acetylated glucomannan, acemannan, galactogalacturan, dan galacto gluco arabinomannan), mineral (calcium, magnesium, potassium, sodium, iron, zinc, dan chromium), protein (enzim pectolytic, aloctin dan lectin (glikoprotein), serta jenis protein lain), ß- sitosterol, hidrokarbon rantai panjang, dan ester. Bagian utama exudate (lendir) terdiri atas yellow sap (lendir berwarna kuning) dan lendir tidak berwarna.

Yellow sap mengandung berbagai komponen seperti anthraquinone beserta turunannya, aloin (barbaloin), dan aloe-emodin, sedangkan lendir tidak berwarna mengandung berbagai jenis komponen fenolik.

Gel lidah buaya ini tidak berwarna dan berbau, tidak mempengaruhi rasa atau rupa dari buah, aman digunakan, alami serta aman bagi lingkungan. Gel lidah buaya yang terdiri dari polisakarida, berperan menghalangi kelembaban dan oksigen yang dapat mempercepat pembusukan makanan. Gel ini juga mengandung antibiotik dan anti cendawan yang berpotensi memperlambat atau menghalangi mikroorganisme yang mengakibatkan keracunan makanan pada manusia (Reynolds dan Dweck, 1999).

2.6.1 Komposisi Gizi dan Kandungan Gel Lidah Buaya

Komposisi terbesar gel lidah buaya adalah air, yaitu 99.20% sisanya adalah padatan yang terutama terdiri dari karbohidrat, yaitu mono dan polisakarida.

Polisakarida gel lidah buaya terutama terdiri dari glukomanan serta sejumlah kecil

(9)

12 arabinan dan galaktan. Monosakaridanya berupa D-glukosa, D’manosa, arabinosa, galaktosa dan xylosa (Setiabudi, 2008).

Secara kuantitatif, protein dalam lidah buaya ditemukan dalam jumlah yang cukup kecil, akan tetapi secara kualitatif protein gel lidah buaya kaya akan asam- asam amino esensial terutama leusin, lisin, valin, dan histidin. Selain kaya akan asam-asam amino esensial, gel lidah buaya juga kaya akan asam glutamate dan asam aspartat. Vitamin dalam lidah buaya larut dalam lemak, selain itu juga terdapat asam folat dan kolin dalam jumlah kecil (Setiabudi, 2008).

Gambar 3. Lidah Buaya (Aloe vera) (Setiabudi, 2008).

Tabel 3. Komposisi kimia gel lidah buaya per 100 gram

Komponen Kadar

Energi (Kal) 1,73 – 2,30

Protein (g) 0,10 – 0,06

Lemak (g) 0,05 – 0,09

Karbohidrat (g) 0,30

Kalsium (mg) 9,92 – 19,920

Besi (mg) 0,060 – 0,320

Vitamin A (IU) 2,00 – 4,60

Vitamin C (mg) 0,50 – 4,20

Thiamin (mg) 0,003 – 0,004

Riboflavin (mg) 0,001 – 0,002

Niasin (mg) 0,038 – 0,040

Serat (g) 0,30

Abu (g) 0,10

Kadar Air (g) 99,20

Sumber : Departemen Kesehatan R.I (1992)

Dari segi kandungan nutrisi, gel atau egene, lidah buaya mengandung beberapa mineral seperti kalsium, magnesium, kalium, sodium, besi, zinc, dan

(10)

13 kromium. Beberapa vitamin dan mineral tersebut dapat berfungsi sebagai pembentuk antioksidan alami, seperti fenol, flavonoid, vitamin C, vitamin E, vitamin A, dan magnesium. Antioksidan ini berguna untuk mencegah penuaan dini, serangan jantung, dan berbagai penyakit degeneratif (Astawan, 2008).

2.6.2 Komponen Bioaktif Gel Lidah Buaya

Lidah buaya mengandung beberapa senyawa bioaktif, diantaranya adalah:

glikoprotein (Yagi et al.,1997), senyawa-senyawa fenolik seperti aloe emodin (AE), aloin, barbaloin, suatu hydroxy-antrakinon (Susana et al., 2004), derivat- sakarida (acetylated mannose atau acemannan) yang berfungsi sebagai antiviral, prostaglandin dan asam-asam lemak (misalnya asam γ-linoleat) yang bersifat sebagai antiinflamasi, antialergi, anti pembentukan gumpalan platelet dan penyembuh luka serta enzim, asam amino,vitamin dan mineral. Senyawa bioaktif seperti fenolik dan emodin biasanya bersifat sebagai antioksidan dan labil sehingga mudah terurai atau kehilangan aktivitasnya.

Tanaman lidah buaya mengandung polisakarida (acylated manan) yang disebut aloin (barbaloin) yaitu C-glikosida aloe emodin sebanyak 30 % (bk).

Berdasarkan Apriyani dan Sedyadi (2015) lidah buaya mengandung senyawa kolagen acemanna, glucomannan dan galactan yang cocok untuk pembuatan edible film. Berdasarkan penelitian Syaputra dkk. (2020), edible film berbahan

dasar pati singkong dengan penambahan ekstrak lidah buaya sebesar dengan variasi 0,01 g, 0,03 g, 0,05 g, 0,07 g dan 0,14 g menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap sifat mekanik edible film. Sifat mekanik terbaik dihasilkan pada penambahan lidah buaya sebesar 0,14 g dengan hasil ketebalan 0,062 mm, kuat tarik 10,834 MPa, elongasi 3,416 %, modulus elastisitas 3,554 MPa dan

(11)

14 WVTR sebesar 3,877 g.m-2.hari-1. Konsentrasi lidah buaya yang semakin tinggi, menghasilkan edible film yang lebih baik.

Penelitian Purnavita dan Utami (2018) yang membuat edible film menggunakan bahan pati aren dan penambahan Aloe vera dengan perlakuan penambahan Aloe vera sebesar (2 %, 3 %, 5 %, 7 %, 9 %) dan pemanasan selama (8, 10, 15 menit) pada suhu 80 ºC. Berdasarkan hasil penelitian Purnavita dan Utami (2018) menunjukan bahwa uji ketahanan air pada variabel waktu 8 menit didapatkan optimal di penambahan Aloe vera sebanyak 5 % yaitu sebesar 64,61

%. Pada 10 menit pencampuran didapatkan yang optimal dengan penambahan Aloe vera 2 % yaitu 68,25 %. Sedangkan pada waktu pencampuran selama 15 menit didapatkan ketahanan air yang optimal pada penambahan Aloe vera sebesar 9 % yaitu 50,48 %.

Penelitian Afriyah (2015) yang membuat edible film menggunakan tepung sukun dan danyong dan penambahan aloe vera dengan perlakuan tepung sukun (3%, 4%, 6%) dan tepung ganyong (3%, 4%, 6%) dan penambahan lidah buaya ( 35, 5%, 6%). Berdasarkan hasil penelitian Afriyah (2015) menunjukan bahwa lidah buaya dapat menurunkan nilai laju transmisi uap air dari 4,66 sampai 3,83 g/m2 /24 jam untuk tepung sukun. Nilai laju transmisi uap air pada tepung ganyong berkisar 4,13-2,83 g/m2/24jam. Penelitian indra purnomo (2021) yang membuat edible film tepung glukomanan dengan penambahan gel lidah buaya.

Konsentrasi tepung glukomanan (1%; 1,3%; 1,6) dan konsentrasi gel lidah buaya (0%, 5%, 10%). Menjelaskan bahwa terjadi penurunan dari hasil yang didapat 3,96-3,86 g/m2/24 jam.

Gambar

Tabel 1. Standar Edible film Berdasarkan JIS (Japanese Industrial Standard)
Tabel 2. Komposisi Kimia Pati Jagung dan Tepung Jagung
Gambar 1. Struktur Rantai Molekul Amilosa (Hustiany, 2006).
Gambar 2. Struktur Kimia Molekul Amilopektin (Hustiany, 2006).
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pemanfaatan teknologi informasi yang berbasis website ini juga mendukung konsep dasar dari e-Goverment untuk menciptakan interaksi yang searah antara ramah, nyaman,

TAITGGAF',U'J MAIXSI;!JA... dan selebi'mya

Kelompok Kerja 5 Unit Layanan Pengadaan Direktorat Jenderal Pajak akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan Jasa

Berdasarkan Hasil Evaluasi POKJA ULP Kantor SAR Pangkal Pinang terhadap surat Penawaran saudara untuk Paket Pekerjaan Jasa Konstruksi Pembangunan Gedung Kantor Sar Pangkal

The Effect of Using Authentic Materials on the Tenth Grade Students Reading Comprehension Achievement at SMAN 1 Arjasa Jember; Widi Cahyono, 060210401124; 2011: 111 Pages;

Motor vehicle accident victims subsequently diagnosed with acute PTSD had lower urinary cortisol levels in the first 15 hours after their accident than did victims who did not

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-3/W1, 2014 EuroCOW 2014, the European Calibration and Orientation

sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Pengaruh Penyuluhan Pubertas terhadap P engetahuan di SDN 119 Pucangsawit Surakarta”.. Karya