• Tidak ada hasil yang ditemukan

R-0 PENGUKURAN SATUAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DI TINGKAT LAHAN SAWAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "R-0 PENGUKURAN SATUAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DI TINGKAT LAHAN SAWAH"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

R-0

PENGUKURAN SATUAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DI TINGKAT LAHAN SAWAH

OUTPUT KEGIATAN

RANCANGAN PEDOMAN R0 BIDANG IRIGASI

POTENSI MIKROHIDRO DI JARINGAN IRIGASI DAN WATER REQUIREMENT

DESEMBER, 2018

(2)

Rancangan Pedoman R-0 Bidang Irigasi (Potensi Mikrohidro di Jaringan Irigasi dan Water Requirement)

Pusat Litbang Sumber Daya Air

Kata Pengantar

Kebutuhan air irigasi sangat penting digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan operasi irigasi. Nilai kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh berbagai parameter seperti hujan, iklim, tanah dan budidaya yang dapat saja sangat berbeda antar lokasi. Untuk itu pengukuran kebutuhan air spesifik lokasi di lapangan diperlukan untuk meningkatkan ketepatan pemberian air.

Pusat Litbang Sumber Daya Air, melalui Balai Litbang Irigasi pada tahun 2018 telah melaksanakan kegiatan penyusunan rancangan pedoman R-0 bidang irigasi dengan judul pengukuran satuan kebutuhan air irigasi di tingkat lahan sawah. Pedoman ini menetapkan metode pengukuran kebutuhan air irigasi di tingkat lahan sawah dengan tujuan untuk memberikan panduan tata cara pengukuran satuan kebutuhan air irigasi di tingkat lahan bagi pengelola irigasi.

Pedoman ini berisi uraian dan penjelasan terkait kebutuhan air irigasi di lahan sawah pada saat persiapan dan pengolahan lahan, pada saat budidaya, metode pengukuran mulai dari penentuan lokasi sampai inflow-outflow pengukuran di lahan, serta peralatan yang digunakan sawah melalui pendekatan neraca air di lahan.

Pedoman ini disusun oleh Joko Triyono, S.TP, M.Eng dibantu oleh tim anggota lainnya dibawah koordinasi Segel Ginting, S.Si, M.PSDA dengan bimbingan dan arahan Rahmat Suria Lubis, ST.MT sebagai Kepala Balai Litbang Irigasi.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan rancangan pedoman ini dan diharapkan dapat membawa manfaat dalam pelaksanaan pengukuran kebutuhan air irigasi di lahan sawah di masa yang akan datang.

Bandung, Desember 2018 Kepala Pusat Litbang Sumer Daya Air

Prof. R. Dr. Ir. Eko Winar Irianto, MT NIP. 196605021994021001

(3)

Rancangan Pedoman R-0 Bidang Irigasi (Potensi Mikrohidro di Jaringan Irigasi dan Water Requirement)

Pusat Litbang Sumber Daya Air

Tim Penyusun

Joko Triyono, S.TP, M.Eng Segel Ginting, S.Si, M.PSDA Hanhan Ahmad Sofiyuddin, S.TP, M.Agr

Dadan Rahmandani, S.T, M.PSDA Hasna Soraya, STP

(4)

RANCANGAN

PEDOMAN

Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

Pengukuran Satuan Kebutuhan Air Irigasi di Tingkat Lahan Sawah

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

DAN PERUMAHAN RAKYAT

(5)

i

Daftar Isi

Daftar Isi ... i

Prakata ... ii

Pendahuluan ... iii

Pengukuran Satuan Kebutuhan Air Irigasi di Tingkat Lahan Sawah ... 1

1. Ruang Lingkup ... 1

2. Acuan Normatif ... 1

3. Istilah dan Definisi ... 1

4. Simbol dan Singkatan ... 2

5. Ketentuan dan Persyaratan ... 2

6. Perencanaan Pengukuran ... 3

6.1 Tata Letak Pengukuran di Lapangan ... 3

6.2 Peralatan Pengukuran ... 4

6.2.1 Alat ukur debit (Inflow dan outflow) ... 4

6.2.2 Alat Ukur Tinggi Muka Air ... 4

6.2.3 Alat Penakar Hujan ... 5

7. Perhitungan ... 6

7.1 Debit Inflow-Outflow ... 6

7.2 Perhitungan Satuan Kebutuhan Air Irigasi di Lahan Sawah ... 7

Lampiran A Bagan Alir Pengukuran Satuan Kebutuhan Air Irigasi di Tingkat Lahan Sawah ... 8

Lampiran B Data Hujan dan Perubahan Tinggi Genangan Dengan Pengukuran Manual ... 9

Lampiran C Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi di Lahan Sawah Metode Neraca Air ... 17

Lampiran D Gambar Alat Ukur Debit Water Meter ... 19

Bibliografi ... 20

(6)

ii

Prakata

Pedoman teknis pengukuran satuan kebutuhan air irigasi di tingkat lahan sawah bertujuan untuk memberikan panduan pengukuran satuan kebutuhan air irigasi di tingkat lahan bagi pengelola irigasi.

Pedoman ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman yang telah dilakukan oleh Pusat Litbang Sumber Daya Air serta mengacu kepada sumber pustaka yang terkait. Pedoman ini berisikan tata cara pengukuran satuan kebutuhan air irigasi di tingkat lahan sawah melalui pendekatan neraca air.

Pedoman teknis ini dipersiapkan gugus kerja Balai Litbang Irigasi, pad sub panitia teknis Sumber Daya Air yang berada dibawah panitia teknis bahan kontruksi bangunan dan rekayasa sipil Kementerian PUPR.

Tata cara penulisan disusun mengikuti PSN 04:2016 dan pedoman ini telah dibahas pada rapat konsensus di Bandung dengan melibatkan narasumber, pakar dan lembaga terkait.

(7)

iii

Pendahuluan

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 17/PRT/M/2015 dalam rangka pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk berbagai pihak dan sejalan dengan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi serta guna mewujudkan tertib pengelolaan jaringan irigasi yang dibangun oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota, perlu dibentuk kelembagaan pengelolaan irigasi.

Dalam Peraturan Menteri ini, yang di maksud dengan penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan waktu, jumlah, mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya, dan penggunaan air irigasi yang merupakan kegiatan memanfaatkan air dari petak tersier untuk mengairi lahan pertanian pada saat diperlukan.

Kebutuhan air irigasi sangat penting digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan operasi irigasi. Nilai kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh berbagai parameter seperti hujan, iklim, tanah dan budidaya yang dapat saja sangat berbeda antar lokasi. Untuk itu pengukuran kebutuhan air spesifik lokasi di lapangan diperlukan untuk meningkatkan ketepatan pemberian air.

Pedoman ini memberikan panduan pengukuran kebutuhan air irigasi di lahan sawah. Langkah- langkah dalam pedoman ini mengacu pada berbagai pengalaman pelaksanaan penelitian pengukuran kebutuhan air irigasi di lahan sawah oleh Balai Litbang Irigasi mulai Tahun 2007 hingga Tahun 2017. Hasil Pengukuran ini dapat dijadikan acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan operasi irigasi ataupun studi lanjutan neraca air di lahan sawah.

(8)

1 dari 20

Pengukuran Satuan Kebutuhan Air Irigasi di Tingkat Lahan Sawah

1. Ruang Lingkup

Pedoman ini menetapkan metode pengukuran satuan kebutuhan air irigasi khususnya di lahan sawah beririgasi dengan berbagai peralatan yang digunakan. Beberapa hal yang dibahas adalah penentuan satuan kebutuhan air irigasi di lahan sawah melalui pendekatan neraca air di lahan yang meliputi inflow (hujan dan irigasi) – outflow (evapotranspirasi, drainase, perkolasi, rembesan), kebutuhan air pada saat persiapan dan pengolahan lahan, pada saat budidaya, metode pengukuran mulai dari penentuan lokasi sampai inflow-outflow pengukuran di lahan, serta peralatan yang digunakan baik untuk pengukuran debit, tinggi muka air dilahan, dan hujan. Pada akhir bagian diberikan contoh analisis data berdasarkan studi empiris di lokasi yang spesifik. Bagan alir pedoman pengukuran satuan kebutuhan air irigasi di tingkat lahan sawah terdapat pada Lampiran A.

2. Acuan Normatif

SNI 8137 : 2015 Pengukuran Debit pada Saluran Terbuka Menggunakan Bangunan Ukur Tipe Pelimpah Atas

SNI 8066 : 2015 Tata Cara Pengukuran Debit Aliran Sungai dan Saluran Terbuka Menggunakan Alat Ukur Arus dan Pelampung

3. Istilah dan Definisi

Istilah dan definisi yang berkaitan dengan pedoman ini adalah sebagai berikut : 3.1

debit

volume air yang mengalir melalui penampang melintang tertentu per satuan waktu (SNI 8137:2015)

3.2 hujan

semua air yang jatuh dari atmosfer setelah melalui proses kondensasi alami dan jatuh ke permukaan bumi (Pd T-20-2004-A)

3.3 inflow

inflow adalah aliran air yang masuk ke lahan

3.4 irigasi

usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak (Permen Nomor 17/PRT/M/2015)

3.5

neraca Air

(9)

2 dari 20

Keseimbangan air, membandingkan air yang ada, air hilang dan air yang dimanfaatkan (KP 04- Bagian Bangunan)

3.6 outflow

Outflow adalah aliran air yang keluar dari lahan 3.7

satuan kebutuhan Air

jumlah air yang dibutuhkan persatuan luas untuk mengganti kehilangan air di lahan akibat evapotranspirasi, perkolasi, dan rembesan

3.8

tinggi muka air

elevasi muka air pada suaitu penampang melintang saluran terbuka terhadap suatu titik elevasi tertentu (SNI 8066:2015)

4. Simbol dan Singkatan A luas lahan

c koefisien pengali

h tinggi muka air di thompson n jumlah pengamatan

Q debit u eksponen DR drainase

ET+P evapotranspirasi tanaman ditambah perkolasi IR irigasi

Qt debit pada waktu pengamatan

Qt-1 debit pada waktu pengamatan sebelumnya RN hujan

vt volume pada waktu pengamatan

vt-1 volume pada waktu pengamatan sebelumnya Vt volume

ΔH perubahan tinggi genangan Δt selang waktu

∑ penjumlahan

5. Ketentuan dan Persyaratan 5.1 Ketentuan

1) Lokasi yang dipilih merupakan representasi dari satu jenis tanah, topografi yang sama, pemberian air dari satu inlet (saluran sekunder, tersier), pola budidaya yang sama

2) Lahan untuk pengukuran pada lokasi yang telah terbentuk lapisan kedap (terkonsolidasi), dimana lapisan kedap merupakan lapisan yang tidak dapat ditembus oleh air

3) Lokasi petak lahan mempunyai aksesibilitas yang baik untuk mempermudah pemasangan alat dan pengamatan

(10)

3 dari 20

4) Ketersediaan air irigasi cukup selama pengamatan

5) Petak lahan yang akan diukur dibuat kedap samping untuk menghindari rembesan sedalam lampisan kedap atau maksimal sedalam 40 cm

6) Tanaman tumbuh secara baik selama masa pengamatan 5.2 Persyaratan

1) Luasan petakan untuk pengukuran minimal 6m x 6m maksimal 0,1 ha sebanyak 3 petak dalam satu blok kuarter

2) Pengamatan dilakukan pada musim hujan dan musim kemarau

6. Perencanaan Pengukuran

6.1 Tata Letak Pengukuran di Lapangan

Adapun rancangan petak pengukuran adalah sebagai berikut:

1) Percobaan dengan desain plot lapangan berbasis petak sawah petani yang terletak di satu hamparan kuarter

2) Posisi inflow dan outflow disesuaikan dengan topografi dan posisi saluran, dimana letak outflow ditentukan pada elevasi terendah

3) Alat ukur tinggi muka air ditempatkan minimal sejauh 3 kali jarak tanam dari pematang

4) Alat ukur debit outflow direkomendasikan diletakkan setelah lubang outflow lahan sehingga tidak mempengaruhi kondisi aliran pada lubang outflow.

5) Alat ukur penakar hujan direkomendasikan diletakkan di luar petakan lahan yang diukur Contoh layout penempatan beberapa peralatan pengukuran dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:

Gambar 1. Contoh Layout Penempatan Alat Ukur di Lapangan

B D

6 m

E

A

Saluran Irigasi

Lahan Pengamatan

A Pengukur Debit Inflow

B Lisimeter ET+P D Tinggi Muka Air

(genangan, air tanah) E Pengukur Debit

Outflow

F Alat Penakar Hujan

F 6 m

(11)

4 dari 20

Gambar 2. Desain Posisi Inflow dan Outflow Lahan Pengamatan

6.2 Peralatan Pengukuran

6.2.1 Alat ukur debit (Inflow dan outflow)

Pengukuran debit inflow dan outflow dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur ambang tajam segitiga dan water meter. Pengukuran tinggi muka air dengan alat ukur ambang tajam segitiga dapat dilakukan menggunakan alat sensor tinggi muka air dengan pembacaan interval minimal 15 menit agar dapat mengukur fluktuasi debit irigasi atau drainase. Pada alat ukur water meter, volume air merupakan volume tercatat pada display water meter.

1) Ambang Tajam Segitiga (Thompson)

Ketentuan dan Persyaratan untuk pertimbangan penggunaan, bentuk ambang, ukuran pelat mercu ambang, pengukuran debit mengacu pada SNI 8137 : 2015 sub pasal tentang pengukuran debit pada saluran terbuka menggunakan bangunan ukur tipe pelimpah atas.

2) Water Meter

Metode pengukuran debit menggunakan metode water meter adalah pemberian air Irigasi ke dalam petakan dilakukan dengan cara air di pompa dari saluran tersier menggunakan pompa air ukuran 2 inchi. Air selanjutnya dimasukkan ke dalam petakan melalui jaringan pipa, sebelum masuk ke dalam petakan air diukur menggunakan water meter dan hasil pengukuran dari alat ukur water meter sudah berupa volume air. Untuk lebih memperjelas dapat dilihat gambar pada Lampiran D.

6.2.2 Alat Ukur Tinggi Muka Air

Pengukuran tinggi muka air pada lahan dilakukan dengan menggunakan mistar ukur, data pengukuran tinggi genangan di lahan terdapat pada Lampiran B. Direkomendasikan pengukuran tingi muka air mengacu pada hal-hal sebagai berikut :

1) Pengukuran tinggi muka air pada lahan dapat menggunakan mistar ukur manual dengan interval pada pagi hari, siang hari, dan sore hari.

Saluran Irigasi

Saluran Drainase Inflow

Outflow

w

(12)

5 dari 20

2) Untuk ketelitian yang lebih baik apabila pengukuran dilakukan secara manual, direkomendasikan agar pengukuran tinggi air dilakukan menggunakan sloping gauge (perbandingan vertikal: horizontal 1:5).

3) Ketelitian pengukuran yang diperbolehkan adalah minimal 5 mm (Skala terkecil harus 1 cm)

Gambar 3. Pengukuran tinggi muka air dengan mistar ukur secara manual

6.2.3 Alat Penakar Hujan

Alat penakar hujan untuk mengukur curah hujan harian, data hujan terdapat pada Lampiran B.

Ketentuan pemasangan alat ini adalah sebagai berikut :

1) Tentukan di mana penakar hujan akan ditempatkan. Lokasi tersebut harus bebas dari bangunan tinggi, pepohonan dll yang sifatnya menghalangi jatuhnya air hujan masuk ke dalam alat.

2) Ketinggian ujung atas Penakar Hujan adalah 1,2 m dari tanah.

3) Posisi ujung atas Penakar Hujan harus rata (dilakukan dengan menggunakan waterpass).

Pengukuran dilakukan pada pagi hari dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Air hujan yang tertampung (selama 24 jam sebelumnya) dipindahkan ke gelas ukur secara hati-hati dan dibaca volumenya.

4) Saat pembacaan skala volume pada gelas ukur, posisikan mata sejajar dengan muka air di dalam gelas ukur untuk menghindari kesalahan bacaan.

Gambar 4. Penakar Hujan Tipe Observatorium

(13)

6 dari 20 7. Perhitungan

7.1 Debit Inflow-Outflow

Metode pengukuran debit dengan mengukur air masuk dan keluar di saluran inflow dan outflow.

Pada alat ukur debit ambang tajam segitiga, debit dihitung berdasarkan rumus sesuai standar yang berlaku. Apabila tersedia, rumus debit direkomendasikan menggunakan hasil kalibrasi lapangan untuk meningkatkan akurasi hasil pengukuran. Perhitungan volume irigasi atau drainase dalam satu rentang waktu/interval dihitung menggunakan persamaan berikut :

1) Ambang/Flume

Debit dapat dihitung menggunakan rumus,

... (1) Keterangan :

Q = Debit (l/detik) c = Koefisien pengali

h = Tinggi muka air di thompson (cm) u = Eksponen

... (2) Keterangan :

Vt = Volume (mm) A = Luas lahan (m2) Δt = Selang waktu (det)

Qt = Debit pada waktu pengamatan (l/det)

Qt-1 = Debit pada waktu pengamatan sebelumnya (l/det) 2) Water Meter

Volume awal pengukuran (m3)

... (3) Keterangan :

Vt = Volume (mm)

vt = Volume pada waktu pengamatan (m3)

vt-1 = Volume pada waktu pengamatan sebelumnya (m3) A = Luas lahan (m2)

Nilai volume ini kemudian diagregasi untuk setiap harinya dengan menjumlahkan seluruh nilai volume irigasi/drainase dalam satu hari.

... (4)

(14)

7 dari 20

... (5) Keterangan :

IR = Irigasi(mm) DR = Drainase (mm)

Vt = Volume pada waktu pengamatan (mm) n = Jumlah pengamatan

7.2 Perhitungan Satuan Kebutuhan Air Irigasi di Lahan Sawah

Pada budidaya tanaman padi terdapat periode pengolahan lahan, periode fase vegetatif dan periode fase generatif. Satuan kebutuhan air irigasi dikelompokkan berdasarkan 3 periode tersebut. Perhitungan kebutuhan air irigasi di lahan sawah menggunakan metode neraca air, dimana hujan adalah inflow dan perubahan tinggi genangan adalah outflow . Nilai hujan harian dengan mengukur volume yang tertampung pada alat penakar hujan:

... (6) Keterangan :

RN = Hujan (mm)

V = Volume pada waktu pengamatan (mm)

Nilai perubahan tinggi genangan pada lahan diagregasi untuk setiap harinya dengan mengurangi volume waktu pengamatan dengan volume pengamatan sebelumnya dalam satu hari pengamatan.

... (7) Keterangan :

ΔH = Perubahan tinggi genangan (mm) vt = Volume pada waktu pengamatan (mm)

vt-1 = Volume pada waktu pengamatan sebelumnya (mm)

Maka, kebutuhan air irigasi di lahan sawah dapat dihitung menggunakan neraca air dengan persamaan berikut :

RN + IR = DR + (ET+P) + ΔH ... (8) Kebutuhan air di lahan sawah,

(ET+P) = RN + IR – DR – ΔH ... (9) Keterangan :

RN = Hujan (mm) IR = Irigasi (mm) DR = Drainase (mm)

ET+P = Evapotranspirasi tanaman ditambah perkolasi (mm) ΔH = perubahan tinggi genangan (mm)

Konversi satuan kebutuhan air dari mm/hari ke l/s/ha dapat dilakukan dengan membagi hasil dengan koefisien konversi sebesar 8,64.

Contoh hasil perhitungan air pada fase pengolahan lahan, vegetatif, dan generatif terdapat pada lampiran C.

(15)

8 dari 20

Lampiran A (Normatif)

Bagan Alir Pengukuran Satuan Kebutuhan Air Irigasi di Tingkat Lahan Sawah

Mulai

Pemilihan Lokasi

Lahan Terkonsolidasi

Pemasangan Peralatan Pengukuran

Pengamatan

Debit outflow Hujan Perubahan Tinggi

Genangan di Lahan

Kebutuhan air di sawah

Selesai Debit Inflow

Neraca Air

(16)

9 dari 20

Lampiran B

Data Hujan dan Perubahan Tinggi Genangan Dengan Pengukuran Manual

1. Pengolahan Lahan

Hujan (mm)

Waktu Hulu Hilir

Pengamatan Level Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Level Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Tgl Jam

0 23 8 9

0 8 0

17,2 9 8

0 14 7,15 9

0 11 1,5

17 9 12,5

0 15 7 9

1 11 0

17,15 8 11

0 16 8 8

1 11 1

17 7 12

0 17 8 6

0 16 6

16,4 6 10

0 18 8 8

2 11 3

17,45 10 14

0 19 6,3 10

2 10 2

16,4 12 12

0 20 8 5

0 11 0,5

17 5 10,5

0 21 8 9

3 14 3

17 6 11

0 22 6,3 6

4 13 1

17 10 12

9 23 7,15 5

2 11 1

17,2 7 12

9,5 24 7 5

1 9 2,5

17 6 11,5

0 25 7 7

3 11,2 0,2

17,2 10 11

0 26 6,3 6

4 13 1

17,2 10 12

0 27 7 4

6 10 0

17 10 10

0 28 7 6

1 9 5

17 5 14

13,5 29 6,3 7 4 9 2

(17)

10 dari 20 Hujan

(mm)

Waktu Hulu Hilir

Pengamatan Level Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Level Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Tgl Jam

17,3 3 7

0 30 6,4 3

0 5 1

16,4 3 4

0 31 8 6

3 14 3

17,2 9 11

3 1 7,3 6

0 5,5 5

17 6 10,5

0 2 8 7

2 9 2

17,3 5 7

(18)

11 dari 20

2. Fase Vegetatif

Hujan (mm)

Waktu

Umur Padi (hari)

Hulu Hilir

Pengamatan Level

Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Level Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Tgl Jam

3 7 1 2

0 4

17 2 4 0

4 8 2 2

0 4

17,3 2 4 0

5 6,3 3 2

0 4

16,45 2 4 0

6 7 4 2

0 4

17,15 2 4 0

7 6,4 5 2

0 4

17 2 4 0

8 7 6 2

0 4

17 2 4 0

9 7,1 7 2

0 4

17 2 4 0

10 7 8 2

17 4

17 19 10 6

4,5 11 7 9 9,5

0,5 9

17 10 7,5 1,5

4 12 8 10 6,2

2,8 8,7

17,3 9 9,9 1,2

14,5 13 6,3 11 2

0 6,6

16,45 2 4 2,6

0 14 7 12 2

0 4

17,15 2 4 0

8 15 6,4 13 2

0 3

17 2 4 1

7 16 7 14 2

0 3

17 2 2 1

0 17 7,1 15 5

7,5 2

10,5

17 12,5 12,5

8 18 7,3 16 2,6

0,6 7,5

16,5 2 6,5 1

14 19 7,2 17 2

0 5,5

17,4 2 5,5 0

0 20 7 18 1

0 4

17,3 1 3 1

(19)

12 dari 20 Hujan

(mm)

Waktu

Umur Padi (hari)

Hulu Hilir

Pengamatan Level

Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Level Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Tgl Jam

5,5 21 7 19 1

1 3

17 2 6 3

4 22 7,35 20 1,5

0,5 5,2

17 2 6 0,8

8,5 23 7,15 21 1

7,2 5,8

17,1 8,2 6 0,2

0 24 7 22 2,5

1,5 5,2

17 4 5,8 0,6

77,5 25 6,45 23 4

8 5,8

16,45 12 9,6 3,8

6,7 26 7 24 2

0 7,5

17,3 2 5,8 1,7

0 27 7 25 2

0 3

17 2 2 1

0 28 7 26 2

4 1,5

17 6 11 9,5

57 29 6,4 27 2

0 5,8

17 2 5 0,8

2,5 30 7,2 28 2

0 4

17 2 2 2

0 31 7,3 29 2

4 2

17,2 6 8 6

0 1 6,4

30 10

1 7

17 9 6 1

21 2 7,3

31 4,8

2,2 5,5

17 7 3 2,5

0 3 7,15

32 10,5

2 8

17,2 8,5 6,6 1,4

0 4 8

33 9,7

5,7 6

17,2 4 6,5 0,5

30,5 5 7,15

34 3,5

1,5 6

17 2 5,5 0,5

0 6 8

35 2,5

0,5 4,5

17,3 2 4,5 0

0 7 7,3

36 2

0 4

17,2 2 4 0

0 8 7,3

37 2

0 4

17 2 4 0

4 9 7,2

38 2,5

1 6,7

17 3,5 8 1,3

(20)

13 dari 20 Hujan

(mm)

Waktu

Umur Padi (hari)

Hulu Hilir

Pengamatan Level

Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Level Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Tgl Jam

0 10 7,3

39 3

0,5 5

17,4 3,5 6 1

0 11 7

40 2

0 4

16,4 2 4 0

(21)

14 dari 20 3. Fase Generatif

Hujan (mm)

Waktu

Umur Padi (hari)

Hulu Hilir

Pengamatan Level

Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Level Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Tgl Jam

7 12 7,1

41 2

0 4

17,3 2 2 2

0 13 7,3

42 1

0 1,5

17,2 1 3,5 2

57 14 7,4

43 1

1 3,5

17,3 2 3,5 0

22 15 7,2

44 2

2 3,5

17,3 4 5 1,5

104,5 16 6,3

45 2

0 4

17 2 4 0

36,5 17 7,3

46 2

0 4

17,15 2 4 0

32 18 7

47 2

14 4

17,3 16 8 4

0 19 7,2

48 10,5

7,7 8,5

16,4 3 11 2,5

0 20 7,4

49 10,5

2,5 8

17,4 8 8 0

19 21 8

50 10,5

2,3 7,5

16,5 8,2 9 1,5

1,5 22 6,3

51 2

0 4

17,3 2 4 0

20,5 23 8

52 4

0 4

17 4 3,8 0,2

0 24 7,4

53 4

0 3,5

17,2 4 6 2,5

0 25 8

54 2

0 6

17 2 6 0

43 26 7

55 2

10 4

17,2 12 8 4

0 27 7

56 9,5

0,5 6

17 9 9 3

6,5 28 8

57 8

3 9

17,3 5 8 1

0 1 7,35

58 7,5

5,5 4,5

16,45 2 7 2,5

(22)

15 dari 20 Hujan

(mm)

Waktu

Umur Padi (hari)

Hulu Hilir

Pengamatan Level

Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Level Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Tgl Jam

0 2 8

59 6

0 4,5

16,5 6 7,5 3

0 3 7,2

60 2

0 4,5

17 2 4,5 0

11 4 6,3

61 3

0 4,5

17,1 3 4,5 0

17 5 7,4

62 3

1 4,5

17,3 2 6,5 2

0 6 7,3

63 2

0 4

17,4 2 4,5 0,5

0 7 7,3

64 2

4 4,5

17 6 5,5 1

101 8 6,4

65 6

0 5

17 6 6,5 1,5

0 9 7,2

66 6

0 6

17 6 7,5 1,5

20 10 7

67 6

0 7

17 6 6,5 0,5

5 11 8

68 8

0 9

17,15 8 10 1

0 12 8,1

69 8,5

3 10

17 11,5 13 3

26 13 7,4

70 8,5

3,5 8

17,3 5 8 0

0 14 7,3

71 8

0,5 9,5

17 8,5 11 1,5

0 15 8

72 5

0 8

17 5 8 0

0 16 7,3

73 5

0 6

17,2 5 5,5 0,5

0 17 7,3

74 5

0 3

17,3 5 4 1

0 18 7,4

75 5

0 3

17 5 4 1

0 19 7,3

76 8

2 9

16,45 6 7 2

0 20 7,35

77 7,5

2,5 9

17 5 6,5 2,5

8,5 21 8

78 5

0 6

16,3 5 5,5 0,5

(23)

16 dari 20 Hujan

(mm)

Waktu

Umur Padi (hari)

Hulu Hilir

Pengamatan Level

Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Level Muka Air (cm)

Perubahan Tinggi Genangan

Tgl Jam

23 22 8

79 5

0 6

17 5 5,5 0,5

1 23 8

80 5

0 5

17 5 4 1

5 24 7,3

81 5

0 3,5

17,3 5 3 0,5

1,5 25 8

82 5

0 11

17 5 5 6

30 26 7,15

83 8

3 9

17,2 5 5 4

15 27 7,2

84 5

0 5

17 5 6 1

13 28 6,3

85 5

0 5

17 5 4 1

0 29 7

86 5

0 3

17 5 0 3

9 30 7

87 5

0 0

17 5 0 0

0 31 7,3

88 5

0 0

17 5 0 0

0 1 7

89 5

0 0

17 5 0 0

0 2 7,1

90 5

0 0

17 5 0 0

0 3 8

91 5

0 0

17 5 5 5

23 4 6,3

92 5

0 5

17 5 3 2

0 5 7

93 5

0 4

17 5 0 4

0 6 7,2

94 5

0 3

17 5 5,5 2,5

98 7 8

95 5

0 5

17,15 5 5 0

0 8 8

96 5

0 5,5

17,3 5 5 3

(24)

17 dari 20

Lampiran C

Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi di Lahan Sawah Metode Neraca Air

1. Data Debit Inflow dan Outflow dengan Pembacaan Sensor

Data debit inflow dan outflow di ambil dari pengamatan penelitian di DI Cacaban Tegal pada Tahun 2017, pengukuran dilakukan menggunakan pembacaan sensor dengan interval 30 menit. Berikut di sajikan data rata-rata debit :

a) Pengolahan Lahan

Irigasi = 1,20 mm/hari Drainase = 0,99 mm/hari b) Fase Vegetatif

Irigasi = 1,27 mm/hari Drainase = 0,51 mm/hari c) Fase Generatif

Irigasi = 1,62 mm/hari Drainase = 0,35

2. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi di Lahan Sawah

Perhitungan kebutuhan air irigasi di lahan sawah pada tahap pengolahan lahan, fase vegetatif dan fase generatif menggunakan metode neraca air dari data pengamatan penelitian di DI Cacaban Tegal. Data irigasi dan drainase diperoleh dari data rata-rata pembacaan sensor, data hujan di peroleh dari rata-rata pengukuran hujan menggunakan alat penakar hujan dan perubahan tinggi genangan diperoleh dari data rata-rata pengukuran tinggi muka air dengan mistar ukur.

a) Pengolahan Lahan

Nilai c dan u adalah hasil dari kalibrasi, c : 0,025, u : 2,5, dengan luas lahan 2000 m2 Maka diperoleh hasil Irigasi = 1,20 mm/hari dan Drainase = 0,99 mm/hari.

Hujan = 1,66 mm/hari

ΔH muka air = 0,08 mm/hari Maka,

RN + IR = DR + (ET+P) + ΔH Kebutuhan air di lahan sawah, (ET+P) = RN + IR – DR – ΔH

(ET+P) = 1,66 mm/hari + 1,20 mm/hari – 0,99 mm/hari – 0,08 mm/hari (ET+P) = 1,88 mm/hari

b) Fase Vegetatif

Nilai c dan u adalah hasil dari kalibrasi, c : 0,025, u : 2,5, dengan luas lahan 2000 m2 Maka diperoleh hasil Irigasi = 1,27 mm/hari dan Drainase = 0,51 mm/hari.

Hujan = 8,66 mm/hari

ΔH muka air = 0,68 mm/hari Maka,

RN + IR = DR + (ET+P) + ΔH Kebutuhan air di lahan sawah,

(25)

18 dari 20

(ET+P) = RN + IR – DR – ΔH

(ET+P) = 8,66 mm/hari + 1,27 mm/hari – 0,51 mm/hari – 0,68 mm/hari (ET+P) = 8,74 mm/hari

c) Fase Generatif

Nilai c dan u adalah hasil dari kalibrasi, c : 0,025, u : 2,5, dengan luas lahan 2000 m2 Maka diperoleh hasil Irigasi = 1,62 mm/hari dan Drainase = 0,35 mm/hari.

Hujan = 13,51 mm/hari

ΔH muka air = 2,71 mm/hari Maka,

RN + IR = DR + (ET+P) + ΔH Kebutuhan air di lahan sawah, (ET+P) = RN + IR – DR – ΔH

(ET+P) = 13,51 mm/hari + 1,62 mm/hari – 0,35 mm/hari – 2,71 mm/hari (ET+P) = 12,06 mm/hari

(26)

19 dari 20

Lampiran D (Informatif)

Gambar Alat Ukur Debit Water Meter

1. Gambar Pemompaan Air dari Saluran Tersier (SRI 16, 2008) 2. Pemasukan Air kedalam Petakan (SRI 16, 2008)

3. Water Meter (SRI 16, 2008)

(27)

20 dari 20

Bibliografi

[1] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2015). Cara Ubinan Jajar Legowo, Kementerian Pertanian.

[2] Directorate of Irrigation. (1985). Pedoman Kebutuhan Air untuk Pengolahan Sawah. PSA 009. . Jakarta: Direktorat Irigasi, Dirjen Sumberdaya Air, Kementerian Pekerjaan Umum RI.

[3] Pedoman Konstruksi dan Bangunan. (2004). Monitoring dan Evaluasi Hasil Penerapan Teknologi modifikasi cuaca (TMC) dalam Rangka Pengisian Waduk. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah

[4] Pedoman Studi Pengairan – 009. (1985) : Pedoman Kebutuhan Air untuk Pengolahan Sawah (Guideline for water requirements for sawah land preparation

[5] Pedoman Studi Pengairan – 010. (1985) : Pedoman Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi dan Tanaman Lain (Guideline for crop water requirements for padi and other crops)

[6] Peraturan Menteri Pekerja Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 17/PRT/M/2015 tentang Komisi Irigasi

[7] Tim Balai Irigasi (2006). Buku 4, Seri : Penelitian Irigasi Hemat Air pada Budidaya Padi dengan Metode SRI

[8] Tim Balai Irigasi (2006). Buku 16, Seri : Penelitian Irigasi Hemat Air pada Budidaya Padi dengan Metode SRI

[9] Tim Balai Litbang Irigasi (2017). Laporan Akhir Pengembangan Infrastruktur Jaringan Irigasi.

Gambar

Gambar 1. Contoh Layout Penempatan Alat Ukur di Lapangan                 B         D        6 m E A  Saluran Irigasi  Lahan Pengamatan A Pengukur Debit Inflow B Lisimeter ET+P D Tinggi Muka Air
Gambar 2. Desain Posisi Inflow dan Outflow Lahan Pengamatan
Gambar 3. Pengukuran tinggi muka air dengan mistar ukur secara manual
Gambar Alat Ukur Debit Water Meter

Referensi

Dokumen terkait

3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang telah disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh

Sebagai contoh, dengan adanya fenomena menjamurnya lembaga non struktural, nantinya perlu dipilah peran yang dapat dilakukan lembaga non struktural sehingga tidak mengambil

PDI Perjuangan membentuk Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dengan beranggotakan PDI Perjuangan, PKB, partai Nasdem, partai Hanura, dan PKPI. Dari tabel tersebut

#anker Pankreas merupakan tumor ganas yang berasal dari sel$sel yang melapisi #anker Pankreas merupakan tumor ganas yang berasal dari sel$sel yang melapisi

Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang berada di Jombang, dan dalam penerapan sistem Madrasah Diniyah di Muhibbin, ada perubahan yang

Diharapkan telkom speedy hendaknya lebih memperhatikan variabel sales promotion karena dalam penelitian ini merupakan variabel yang paling kecil dalam mempengaruhi

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mitigasi risiko dan mengevaluasi mitigasi risiko pembiayaan modal usaha tanpa agunan pada akad mu r h di BPRS Sarana

Hasil dari analisis leverage attributes atau atribut sensitif pada dimensi sosial yang memiliki nilai RMS ≥ 2% yaitu, pengetahuan tentang usahatani komoditas