• Tidak ada hasil yang ditemukan

YOHANNES TONDANG /AKUNTANSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "YOHANNES TONDANG /AKUNTANSI"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR SUB SEKTOR MAKANAN DAN

MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2014 – 2016

TESIS

Oleh

YOHANNES TONDANG 157017136/AKUNTANSI

MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR SUB SEKTOR MAKANAN DAN

MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2014 – 2016

TESIS

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Magister Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YOHANNES TONDANG 157017136/AKUNTANSI

MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 9 Februari 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Erlina, S.E., M.Si., Ph.D., Ak., CA Anggota : Dr. Endang Sulistyorini, S.E., M.Si.

Dr. Rina Bukit, S.E., M.Si., Ak., CA Dr. Iskandar Muda, S.E., M.Si., Ak., CA Prof. Dr. HB. Tarmizi, SU

(5)
(6)

ABSTRAK

Informasi laba pada laporan keuangan menjadi perhatian utama untuk menaksir seberapa baik kinerja atau pertanggung jawaban manajemen perusahaan, ketika perusahaan tidak mampu mencapai laba yang diharapkan, maka dapat memicu manajer untuk melakukan praktik yang tidak sehat dalam perusahaan seperti melakukan manajemen laba. Tindakan manajemen laba dilakukan agar laporan keuangan perusahaan selalu terlihat baik sehingga para investor tidak memberikan pandangan yang buruk dan akan tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. Sehingga diperlukan edukasi kepada para investor untuk lebih memahami apa itu manajemen laba, serta berbagai elemen yang dapat mempengaruhi manajemen laba. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba pada perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2016 dengan cara menguji dan mengalisis pengaruh proporsi dewan komisaris independen, komite audit, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas dengan menggunakan kualitas audit sebagai variabel kontrol terhadap manajemen laba. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk tahun periode 2013-2016 yang berjumlah 16 perusahaan dengan menggunakan teknik purposive sampling, diperoleh sampel penelitian sebanyak 11 perusahaan selama 4 tahun dari 2013-2016, sehingga total observasi dalam penelitian ini menjadi 44 perusahaan yang dianalisis dengan model analisis regresi linier berganda.

Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dan uji F. Berdasarkan saran dari penelitian sebelumnya, penelitian ini menambahkan variabel independen yaitu profitabilitas, ukuran perusahaan dan leverage terhadap manajemen laba dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba sedangkan leverage yang diproksikan dengan debt to equity ratio memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba dengan kualitas audit sebagai variabel kontrol pada perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk tahun periode 2013 sampai dengan 2016.

Kata Kunci : Manajemen Laba, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Komite Audit,Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan, Leverage, Profitabilitas, dan Kualitas Audit.

(7)

ABSTRACT

The iriformation of profit in financial statements is the major concern to estimate how good the performance or responsibility of the company management is. When the company fails to achieve the expected profit, the managers can be triggered to take unhealthy actions in the company such as earnings management. Earnings management is done to create good image of the company'sfinancial statement, so that investors will not gain negative opinion about the company and will be interested to make investment. Therefore, investors need some education to have better understanding about earnings management and various elements that can irifluence it, so they will not take wrong actions in their investment activities in the stock exchange. The objective of the research was to find out and analyze the factors which influence the earnings management in the manufacturing

companies of food and drink listed in the Indonesia Stock Exchange in the period 2013-2016 by examining and analyzing the irifluence of the proportion of independent commissariat board, auditing committee, institutional ownership, firm size, leverage, and profitability with auditing quality as the controlling variable on earnings management. The population was all manufacturing companies of food and drink listed n Indonesia Stock Exchange in the period 2013-2016 i.e. 16 componies. There were 11 companies from each year in this period taken as the samples by employing purposive sampling technique, so there were 44 companies in total that were analyzed by applying multiple linear regression analysis model. The hypothesis was tested by using t Test and f Test.

Based on the suggestions from previous researches, this research contributed by adding the independent variables; namely, profitability, firm size, and leverage on earnings management which results demonstrated that institutional ownership and firm size had positive and significant irifluence on earnings management while leverage by proxy in debt to equity ratio had negative and significant irifluence on the earnings management with auditing quality as the controlling variable in the manufacturing companies of food and drink listed in the Indonesia Stock Exchange for the period from 2013 until 2016.

Keywords: Earnings Management, Proportion of Independent Commissariat Board, Auditing Committee, Institutional Ownership, Firm Size, Leverage, Profitability and Auditing Quality.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kesehatan, kemampuan, kesababaran, kesempatan dan seluruh pengalaman yang penulis dapatkan selama proses perkuliahan sampai pada saat penulis dapat menyelesaikan naskah tesis ini dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013- 2016” dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat dorongan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. Iskandar Muda, SE, M.Si, Ak, CA selaku Sekretaris Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara;

(9)

5. Ibu Prof. Erlina, S.E., M.Si, Ph.D, Ak., CA selaku Ketua Komisi Pembimbing yang banya kmengarahkan dan membimbing peneliti dalam penyusunan tesis ini;

6. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, S.E., M.Si. selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan motivasi, bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini;

7. Ibu Dr. Rina Bukit, S.E., M.Si., Ak., CA selaku dosen pembanding yang telah banyak memberi saran yang membangun dalam penyusunan tesis yang lebih baik;

8. Bapak Dr. Iskandar Muda, S.E., M.Si., Ak., CA dosen pembanding yang telah banyak memberi masukan saran yang membangun dalam penyusunan tesis yang lebih baik;

9. Bapak Prof. Dr. HB. Tarmizi, SU dosen pembanding yang telah banyak memberi masukan saran yang membangun dalam penyusunan tesis yang lebih baik;

10. Seluruh dosen pada program Magister Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama mengikuti perkuliahan;

11. Seluruh staf pada program Magister Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan pelayanan akademik kepada peneliti selama mengikuti perkuliahan;

(10)

12. Secara khusus, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ayahanda Soter Tondang, A.Ma.Pd. dan Ibunda Mianna Simanjuntak, terimakasih atas doa, pengorbanan, kesabaran, dukungan dan kasih sayang tiada henti yang diberikan kepada penulis, sampai kapan pun penulis tidak akan pernah mampu untuk membalasnya, doa dari kami anak - anakmu akan selalu untukmu, semoga Tuhan selalu memberkatimu Ayah, Mama.

13. Terimakasih kepada keluarga besar penulis, kak Maria Lestari Tondang, bang Iman Darma Paska Tondang, S.H. dan keluarga serta kak Oktoria Angelina Tondang, S.Pd. dan keluarga, atas semua dukungan dan motivasi kepada penulis serta kepada keponakan yang tampan - tampan, Kevin Syaloom Antonio Tondang, Carlos Timothy Ritonga, Rechard Vincent Tondang, dan Lewis Marthin Ritonga, semoga kalian tumbuh dalam iman dan ilmu yang berguna bagi keluarga, sesama dan negara;

14. Teman seperjuangan “Kelas Pararel Magister Ilmu Akuntansi 2015 Semester Genap” yang telah memberi kesan menyenangkan kepada penulis selama menjadi teman seperjuangan dalam meraih ilmu dan gelar M.Si. kita bersama, salam kangen dari yang paling muda dikelas kita abang kakak;

15. Terimakasih untuk semua teman seperjuangan dan seperantauan di Kota Medan dari tahun 2011 sampai waktu yang tidak ditentukan yang

(11)

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk kebersamaannya;

Demikianlah tesis ini dibuat dengan segala keterbatasannya serta masih jauh dari kata sempurna, penulis juga berharap agar kiranya dapat memberikan masukan yang dapat membangun. Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi pembacanya.

Medan, Februari 2018 Peneliti

` Yohannes Tondang

(12)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Yohannes Tondang

2. Tempat / Tanggal lahir : Sei Kepayang, 05 Mei 1993

3. Agama : Katholik

4. Orang tua

a. Ayah : Alm. Soter Tondang. A.Ma.Pd.

b. Ibu : Mianna Simanjuntak

5. Alamat : Pertahanan, Sei Kepayang, Asahan, Sumatera Utara

6. Pendidikan

a. 1995 - 2005 : SDN 010024 Pertahanan Asahan b. 2005 - 2008 : SMPN 2 Sei Kepayang Asahan c. 2008 - 2011 : SMA Tri Tunggal Tanjungbalai d. 2011 - 2015 : S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas HKBP Nommensen Medan

e. 2016 - 2018 : Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

7. Pekerjaan : Internal Auditor

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………...i

ABSTRACT………...i

KATA PENGANTAR………..iii

RIWAYAT HIDUP...……….vii

DAFTAR ISI……….viii

DAFTAR TABEL……….xi

DAFTAR GAMBAR………....xii

DAFTAR LAMPIRAN………....xiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian... 12

1.4. Manfaat Penelitian... 13

1.5. Originalitas ... 14

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1. Landasan Teori ... 16

2.1.1. Teori Agensi (Agency Theory) ... 16

2.1.2. Manajemen Laba (Earning Management) ... 18

2.1.2.1. Defenisi Manajemen Laba ... 18

2.1.2.2. Dasar Manajemen Laba ... 20

2.1.2.3. Motivasi Manajemen Laba ... 22

2.1.2.4. Peluang Manajemen Laba ... 24

2.1.2.5. Praktik dan Pola Manajemen Laba ... 25

2.1.3. Corporate Governance ... 27

2.1.3.1. Proporsi Dewan Komisaris Independen... 30

2.1.3.2. Komite Audit ... 32

2.1.3.3. Kepemilikan Institusional ... 33

2.1.4. Ukuran Perusahaan ... 35

2.1.5. Leverage ... 36

2.1.6. Profitabilitas ... 37

2.1.7. Kualitas Auditor ... 39

2.2. Review Penelitian Terdahulu ... 45

BAB III : KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 50

3.1. Kerangka Konsep ... 50

3.2. Hipotesis ... 54

BAB IV : METODE PENELITIAN ... 55

4.1. Jenis Penelitian ... 55

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 56

4.3. Populasi dan Sampel ... 56

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 57

4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 57

4.5.1. Variabel Dependen... 57

(14)

4.5.2.1. Proporsi Dewan Komisaris Independen ... 58

4.5.2.2. Komite Audit ... 59

4.5.2.3. Kepemilikan Institusional ... 59

4.5.2.4. Ukuran Perusahaan ... 59

4.5.2.5. Leverage ... 60

4.5.2.6. Profitabilitas ... 61

4.5.3. Variabel Kontrol ... 61

4.5.3.1. Kualitas Audit ... 61

4.6. Metode Analisis Data ... 63

4.7. Statistik Deskriptif... 64

4.8 . Uji Asumsi Klasik ... 65

4.8.1. Uji Normalitas ... 65

4.8.2. Uji Multikolinearitas ... 65

4.8.3. Uji Heteroskedastisitas... 66

4.8.4. Uji Autokorelasi ... 67

4.9 . Pengujian Hipotesis ... 67

4.9.1. Uji Signifikansi (Uji t) ... 68

4.9.2. Uji Statistik F ... 68

4.9.3. Uji Koefisien Determinasi ( ) ... 69

BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

5.1. Analisis Statistik Deskriptif ... 70

5.2. Uji Asumsi Klasik ... 72

5.2.1. Uji Normalitas ... 72

5.2.2. Uji Multikolinearitas ... 74

5.2.3. Uji Heteroskedastisitas... 75

5.2.4. Uji Asumsi Autokorelasi... 77

5.3. Analsiis Koefisien Determinasi ... 78

5.4. Uji Signifikansi Pengaruh Simultan (Uji ) ... 79

5.5. Analsis Regresi Linear Berganda dan Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t)... 80

5.6. Pembahasan Hasil Penelitian ... 86

5.6.1. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen ( ) Terhadap Manajemen Laba (Y) ... 86

5.6.2. Pengaruh Komite Audit ( ) Terhadap Manajemen Laba ... 88

5.6.3. Pengaruh Kepemilikan Institusional ( ) Terhadap Manajemen Laba... 90

5.6.4. Pengaruh Ukuran Perusahaan ( ) Terhadap Manajemen Laba... 91

5.6.5. Pengaruh Leverage ( ) Terhadap Manajemen Laba ... 92

5.6.6. Pengaruh Profitabilitas ( ) Terhadap Manajemen Laba ... 93

5.6.7. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan, Leverage, Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba... 95

(15)

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

6.1. Kesimpulan... 98

6.2. Keterbatasan Penelitian ... 99

6.2. Saran Penelitian ... 100 DAFTAR PUSTAKA ...

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 60

5.1. Statistik Deskriptif Proporsi Dewan Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan, Leverage, Profitabilitas, Kualitas Audit, dan Manajemen Laba ... 70

5.2. Uji Normalitas ... 72

5.3. Uji Multikolinearitas ... 74

5.4. Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser ... 76

5.5. Uji Autokorelasi ... 77

5.6. Koefisien Determinasi (Sebelum Memasukkan Kualitas Audit Sebagai Variabel Kontrol) ... 78

5.7. Koefisien Determinasi (Setelah Memasukkan Kualitas Audit Sebagai Variabel Kontrol) ... 78

5.8. Uji Pengaruh Simultan dengan Uji (Sebelum Memasukkan Kualitas Audit sebagai Variabel Kontrol)... 79

5.9. Uji Pengaruh Simultan dengan Uji (Setelah Memasukkan Kualitas Audit sebagai Variabel Kontrol)... 80

5.10. Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t) (Sebelum Memasukkan Kualitas Audit sebagai Variabel Kontrol)... 80

5.11. Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t) (Setelah Memasukkan Kualitas Audit sebagai Variabel Kontrol)... 83

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1. Kerangka Konsep ... 50

5.1. Uji Normalitas dengan Pendekatan Normal Probability Plot... 73

5.2. Grafik Histogram p-plot ... 74

5.3. Uji Heteroskedastisitas dengan Scatter Plot ... 77

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

L.1 Mapping Penelitian Terdahulu ... 1 L.2 Review Penelitian Terdahulu ... 3 L.3 Daftar Sampel Penelitian pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor

Makana dan Minuman ... 7 L.4 Daftar Sampel Penelitian pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor

Makana dan Minuman ... 8 L.5 Statistik Deskriptif ... 9 L.6 Analisis Regresi Berganda X1, X2, X3, X4, X5, X6 terhadap Y ... 10 L.7 Analisis Regresi Berganda X1, X2, X3, X4, X5, X6 terhadap Y (X7

sebagai Variabel Kontrol ... 13 L.8 Lampiran Data ... 17

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemajuan kinerja suatu perusahaan dapat dinilai melalui kemampuan perusahaan dalam memaksimalkan atau mencapai laba, karena laba merupakan salah satu indikator utama yang digunakan untuk mengukur kinerja dan juga sekaligus merupakan pertanggungjawaban manajemen. Ketika perusahaan tidak mampu untuk mencapai laba yang diharapkan, maka dapat memicu manajer untuk melakukan praktik yang tidak sehat dalam perusahaan seperti melakukan manajemen laba. Informasi laba pada laporan keuangan menjadi perhatian utama untuk menaksir seberapa baik kinerja atau pertanggung jawaban manajemen perusahaan. Laporan keuangan diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan dan bagaimana manajemen perusahaan bertanggung jawab kepada pemilik.

Laporan keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada para investor dan kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana mereka. Salah satu informasi yang paling penting ditunggu pihak yang berkepentingan adalah laba. Laba merupakan salah satu indikator yang menilai keberhasilan atau kinerja perusahaan di mana laba tersebut diukur dengan dasar akrual. Akan tetapi ada fleksibilitas dari implementasi Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (General Accepted Accounting Principles) yang menyebabkan manajemen dapat memilih kebijakan akuntansi dari berbagai

(20)

pilihan yang ada, sehingga pada akhirnya memungkinkan dilakukan manajemen laba oleh perusahaan (Subramanyam, 1996).

Manajemen laba yang sering dikenal dengan istilah earnings management merupakan suatu tindakan campur tangan yang sengaja dilakukan oleh manajer dalam proses penyusunan laporan keuangan, dengan cara menaikkan atau menurunkan laba tanpa dikaitkan dengan peningkatan atau penurunan profitabilitas ekonomi perusahaan untuk jangka panjang. Tujuannya agar manajer tersebut dapat memperoleh keuntungan dari tindakan yang dilakukan. Manajemen laba merupakan masalah agensi yang sering terjadi di lingkungan bisnis. Perilaku manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen berawal dari konflik keagenan yaitu konflik kepentingan antara pemilik sebagai principal dan manajer sebagai agen. Principal berkepentingan memperoleh profitabilitas yang selalu meningkat sehingga dapat tercapai tingkat pengembalian saham yang maksimal. Agen berkepentingan memperoleh kompensasi kontrak yang maksimal agar tercapai kemakmurannya. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan, dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Hal ini akan mendorong agen untuk melakukan manajemen laba.

Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam akuntansi keuangan. Beberapa pihak yang berpendapat bahwa manajemen laba merupakan perilaku yang tidak dapat diterima, mempunyai alasan bahwa manajemen laba berarti suatu pengurangan dalam keandalan informasi laporan keuangan. Manajemen laba dilakukan oleh pihak manajer dalam proses pelaporan

(21)

keuangan suatu perusahaan karena pihak manajer ingin mengharapkan sesuatu dari apa yang telah mereka lakukan. Pihak manajemen tidak selalu dikaitkan dengan upaya memanipulasi data tetapi lebih cenderung dengan pemilihan metode akuntansi untuk mendapatkan keuntungan yang memang diperkenankan menurut accounting regulations.

Iguna dan Herawati (2010) mengungkapkan bahwa manajemen laba adalah salah satu cara yang dilakukan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan yang dapat mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan.

Menurut Salno dan Baridwan (dalam Ningsaptiti, 2010) pihak prinsipal termotivasi mengadakan kontrak untuk mnyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat sedangkan agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologinya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Dalam kondisi seperti ini diperlakukan suatu mekanisme pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak dengan dibutuhkannya suatu sistem tata kelola yang baik pada perusahaan yang disebut dengan Good Corporate Governance (GCG) dan kualitas audit diharapkan dapat berperan dalam mencegah terjadinya manajemen laba.

Untuk dapat mengembalikan kepercayaan pihak pemakai laporan keuangan, sangat diharapkan kualitas audit yang baik (Lughiatno, 2010). Namun tidak dapat dipungkiri bahwa laporan keuangan perusahaan akan diaudit oleh auditor yang memiliki kualitas yang berbeda-beda. Ardiati (2005) menyatakan audit yang berkualitas tinggi (high quality auditing) bertindak sebagai pencegah

(22)

manajemen laba yang efektif, karena reputasi manajemen akan hancur dan nilai perusahaan akan turun apabila pelaporan yang salah ini terdeteksi dan terungkap.

Ratmono (2010) menyatakan bahwa auditor yang berkualitas mampu mendeteksi tindakan manajemen laba yang dilakukan klien. Jasa audit merupakan alat moni- toring terhadap kemungkinan timbulnya konflik kepentingan antara pemilik dan manajer serta antara pemegang saham dengan jumlah kepemilikan yang berbeda.

Jasa audit dapat mengurangi asimetri informasi antara manajer dan stakeholder perusahaan dengan memperbolehkan pihak luar untuk memeriksa validitas laporan keuangan (Jensen dan Meckling, 1976).

De Angelo (1981) menyatakan bahwa kualitas audit yang dilakukan oleh akuntan publik dapat dilihat dari ukuran KAP yang melakukan audit. KAP besar (big-4 accounting firms dipersepsikan akan melakukan audit dengan lebih berkualitas dibandingkan dengan KAP kecil (non big-4 accounting firm). Hal tersebut karena KAP besar memiliki lebih banyak sumber daya dan lebih banyak klien sehingga mereka tidak tergantung pada satu atau beberapa klien saja, selain itu karena reputasinya yang telah dianggap baik oleh masyarakat menyebabkan mereka akan melakukan audit dengan lebih berhati-hati. Kane dan Velury (2005) dalam Antonius (2007), mendefinisikan kualitas audit sebagai kapasitas dari auditor eksternal untuk mendeteksi adanya kesalahan material dan bentuk penyimpangan lainnya. Dengan adanya kualitas audit yang baik, maka diharapkan akan tercipta suatu pengendalian seperti preventive control, detective control dan reporting control dalam perusahaan. Kualitas audit yang baik sangat diperlukan

(23)

oleh pemakai laporan keuangan tersebut dan akan digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan yang baik dan rasional.

Tindakan manajemen laba telah memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui, salah satunya adalah kasus Toshiba Corporation. Raksasa teknologi dan elektronik asal Jepang Toshiba Corp kemungkinan akan memasukkan kerugian bersih sebesar 10 miliar yen atau sekitar Rp1,17 triliun pada laporan keuangannya tahun 2014/2015. Harian Yomiuri melaporkan, kerugian itu dimasukkan berdasarkan hasil penyelidikan adanya kegiatan akuntansi yang tidak tepat di perusahaan tersebut. Dilansir dari Reuters, Kamis 3 September 2015 mengungkapkan, hasil dari penyelidikan yang dilakukan akuntan independen, Toshiba terbukti melebih-lebihkan keuntungan US$12 miliar dolar selama beberapa tahun. Pada Senin lalu, Toshiba menunda pengumuman laporan keuangannya untuk yang kedua kalinya, karena adanya penemuan kesalahan perhitungan akutansi baru. Perusahaan itu memiliki waktu hingga 7 September, jika tidak berisiko delisting dari 5 bursa saham. Saham Toshiba naik 2,5 persen pada perdagangan hari ini, sementara di pasar lebih luas, TOPX, naik 1,9 persen. Melihat dari upaya yang dilakukan, ada kemungkinan perusahaan tersebut bisa melewati batas waktu yang ditentukan. Tidak tepatnya pembukuan Toshiba ini menjadi skandal akutansi terbesar di Jepang sejak 2011 ketika Olympus Corp terungkap terlibat dalam menggelembungkan kerugian investasi sebesar US$17 miliar. (Sumber: http://bisnis.news.viva.co.id)

Fenomena lain yaitu adanya praktik manajemen laba terjadi baru-baru ini skandal manipulasi laporan keuangan terjadi pada Olympus Corporation yang

(24)

merupakan perusahaan terbesar di Jepang yang bergerak di bidang optik yang memproduksi kamera, mikroskop, kartu memori dan lensa kamera. Oktober 2011, skandal keuangan Olympus mencuat kepermukaan, publik dibuat terkejut dengan jumlah dana yang sangat besar yang telah diselundupkan untuk menutupi kerugian Olympus di investasi saham. Surat kabar Nikkei di Jepang menuliskan jumlah kerugian yang disembunyikan mencapai 130 miliar yen atau US$1,68 miliar.

Kerugian tersebut ditutupi dengan menggunakan dana fee merger dan akuisisi (M&A) yang di mark-up pada tahun 2008. Skandal tersebut terungkap ke publik setelah mantan kepala eksekutif Michael Woodford mengumumkan ke publik bahwa Olympus telah secara tidak layak menyumbang US$687 juta pada pembayaran yang terkait dengan merger dan akuisisi (biaya advisory/penasihat keuangan). (Sumber: http://m.koran-jakarta.com/).

Selain kasus di atas, kasus lain terkait praktik manajemen laba pernah terjadi pada salah satu perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yaitu PT. Ades Alfindo di Indonesia. Kasus ini terungkap ketika manajemen baru PT. Ades menemukan inkonsistensi pencatatan atas penjualan periode 2001-2004.

Sebelumnya pada Juni 2004 terjadi perubahan manajemen di PT. Ades dengan masuknya Water Partners Bottling Co. (perusahaan patungan The Coca Cola Company dan Nestle SA) dengan kepemilikan saham sebesar 65,07%. Pemilik baru inilah yang berhasil menemukan adanya inkonsistensi pencatatan dalam laporan keuangan periode 2001-2004 yang dilakukan oleh manajemen lama.

Inkonsistensi pencatatan terjadi antara 2001 dan kuartal kedua 2004. Hasil penelusuran menunjukkan, untuk setiap kuartal, angka penjualan lebih tinggi

(25)

antara 0,6-3,9 juta galon dibandingkan angka produksi. Hal ini tentu tidak logis karena tidak mungkin orang menjual lebih banyak dari yang diproduksi.

Manajemen Ades baru melaporkan angka penjualan riil pada 2001 diperkirakan lebih rendah Rp. 13 miliar dari yang dilaporkan. Pada 2002, perbedaannya mencapai Rp. 45 miliar, sedangkan untuk 2003 sebesar Rp. 55 miliar. Untuk enam bulan pertama 2004, selisihnya kira-kira hampir Rp. 2 miliar. Kesalahan tersebut luput dari pengamatan publik karena PT. Ades tidak memasukkan volume penjualan dalam laporan keuangan yang telah diaudit. Akibatnya, laporan keuangan yang disajikan PT. Ades pada 2001 dan 2004 lebih tinggi dari yang seharusnya dilaporkan. (Sumber: www.economy.okezone.com)

Dari beberapa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa kasus praktik manajemen laba bukanlah hal yang baru dalam perkembangan perekonomian di dunia. Tindakan manajemen laba dilakukan agar laporan keuangan perusahaan selalu terlihat baik sehingga para investor tidak memberikan pandangan yang buruk dan akan tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. Maka diperlukan edukasi kepada para investor untuk lebih memahami apa itu manajemen laba, serta berbagai elemen yang dapat mempengaruhi manajemen laba, agar investor tidak salah langkah dalam melakukan kegiatan investasinya di lantai bursa saham.

Beberapa penelitian telah melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi manajamen laba, penelitian yang dilakukan oleh (Kalif Abdul Azis, 2013) menghasilkan bahwa secara parsial kepemilikan manajerial, kepemilikan institusi, kualitas audit berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap

(26)

manajemen laba sedangkan secara simultan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusi, proporsi dewan komisaris independen, komite audit independen dan kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh (Siti Nayiroh, 2012) menghasilkan kepemilikan keluarga, kualitas audit berpengaruh secara signifikan terhadap praktik manajemen laba, tetapi kepemilikan institusional, komisaris independen, komite audit, ukuran perusahaan, debt, growth dan tahun observasi tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba.

Sedangkan menurut (Yanuar Nanok S, et al, 2008) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, ukuran KAP, dan arus kas operasi berpengaruh terhadap manajemen laba tetapi struktur kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan leverage ternyata tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Tina Laksmi Widayanyati, et al, 2012) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif signifikan variabel leverage (debt to assets ratio), profitabilitas (return on equity, earning per share) serta ukuran perusahaan (total asset) terhadap manajemen laba, tetapi terdapat pengaruh positif signifikan variabel profitabilitas (net profit margin) terhadap manajemen laba. Sdangkan secara simultan terdapat pengaruh variabel leverage, ukuran perusahaan, dan profitabilitas terhadap manajemen laba.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Dul Muid, 2009) kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit, ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di bursa efek

(27)

indonesia sedangkan secara simultan kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independent, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit, ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di bursa efek indonesia.

Dari hasil statistik penelitian (Usman Ali, et al, 2015) menyatakan bahwa ada dampak positif dan signifikan dari ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Dwi Lusi Tyasing Swastika, (2013) menyatakan bahwa dua variabel tata kelola perusahaan, yaitu dewan direktur dan kualitas audit, serta ukuran perusahaan secara statistik signifikan menjelaskan manajemen laba yang diukur dengan akrual diskretioner. Sedangkan penelitian Sara W et al, (2016) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara leverage keuangan perusahaan dengan manajemen laba sedangkan variabel lain dari karakteristik perusahaan yaitu ukuran perusahaan, umur perusahaan, dan kualitas audit perusahaan memiliki hubungan yang tidak signifikan dengan manajemen laba.

Penelitian yang dilakukan oleh (Yousef Jahmani, et al, 2015) menghasilkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh (Wiyadi, et al, 2015) menunjukkan asimetri informasi dan kepemilikan saham karyawan berpengaruh positif terhadap manajemen laba (DACC) pada 191 perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index dan 226 perusahaan yang terdaftar di LQ 45 dari periode 2004 sampai 2013.

Sedangkan ukuran perusahaan, leverage, dan propabilitas berpengaruh negatif terhadap manajemen laba (DACC) pada 191 perusahaan yang terdaftar di Jakarta

(28)

Islamic Index dan 226 perusahaan yang terdaftar di LQ 45 dari periode 2004 sampai 2013.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dengan perubahan metode penelitian yaitu mengubah kualiatas audit sebagai variable kontrol terhadap manajemen laba dan menambahkan ukuran perusahaan, leverage, dan profitabilitas sebagai variabel independen dengan pengurangan variable kepemilikan manajerial sebagai variable independen terhadap manajemen laba sebagai variabel dependen. Sehingga faktor – faktor yang menjadi acuan pengukuran manajemen laba pada penelitian ini yaitu proporsi dewan komisaris independen, komite audit, kepemilikan instisional, ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas. Penambahan ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas sebagai variabel independen pada penelitian ini sebagai perbandingan dengan beberapa penelitian terdahulu, untuk membuktikan apakah ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas dapat mempengaruhi manajemen laba mengacu terhadap beberapa penelitian terdahulu yang telah menghasilkan adanya pengaruh positif dan adanya pengaruh negatif dari ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas terhadap manajamen laba.

Kualitas audit sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini diharapkan mampu menajadi tolak ukur pengendali perilaku manajemen laba dengan proporsi dewan komisaris independen, komite audit, kepemilikan instisional, ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas sebagai variabel independen. Kualitas audit dalam penelitian ini diproksikan dengan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menggunakan variabel dummy untuk kualitas audit bernilai 1 jika

(29)

Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mengaudit perusahaan merupakan Kantor Akuntan Publik (KAP) Big 4 karena dinilai mampu memberikan kualitas audit yang lebih baik dan bernilai 0 jika Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mengaudit perusahaan adalah KAP Non Big 4.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai: “Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2014 – 2016”.

1.2 Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian di bagian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada pengaruh positif proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba secara parsial?

2. Apakah ada pengaruh positif komite audit terhadap manajemen laba secara parsial?

3. Apakah ada pengaruh positif kepemilikan institusional terhadap manajemen laba secara parsial?

4. Apakah ada pengaruh positif ukuran perusahaan terhadap manajemen laba secara parsial?

5. Apakah ada pengaruh positif leverage profitabilitas terhadap manajemen laba secara parsial?

6. Apakah ada pengaruh positif proporsi dewan komisaris independen, komite audit, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, leverage,

(30)

profitabilitas terhadap manajemen laba secara parsial?

7. Apakah ada pengaruh positif proporsi dewan komisaris independen, komite audit, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas terhadap manajemen laba secara simultan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, makan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh positif proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba secara parsial.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh komite audit terhadap manajemen laba secara parsial.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba secara parsial.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba secara parsial.

5. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh leverage terhadap manajemen laba secara parsial.

6. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh profitabilitas terhadap manajemen laba secara parsial.

7. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh positif proporsi dewan komisaris independen, komite audit, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas terhadap manajemen laba secara simultan.

(31)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Peneliti

Sebagai bahan pembelajaran dalam menambah ilmu pengetahuan dan pengembangan wawasan di bidang akuntansi keuangan, khususnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba pada perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode laporan keuangan 2013, 2014, 2015 dan 2016 dengan variable independen yang terdiri dari proporsi dewan komisaris independen komite audit, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas terhadap manajemen laba dengan kualitas audit sebagai variabel kontrol.

2. Perusahaan yang diteliti

Sebagai bahan masukan bagi perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia yang di teliti di dalam menyikapi fenomena yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba pada perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode laporan keuangan 2013, 2014, 2015 dan 2016 dengan variable independen yang terdiri dari proporsi dewan komisaris independen komite audit, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas terhadap manajemen laba dengan kualitas audit sebagai variabel kontrol.

(32)

3. Pemakai Laporan Keuangan

Sebagai bahan pertimbangan kepada pemakai laporan keuangan dan praktisi penyelenggara perusahaan dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba pada perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode laporan keuangan 2013, 2014, 2015 dan 2016 dengan variable independen yang terdiri dari proporsi dewan komisaris independen komite audit, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas terhadap manajemen laba dengan kualitas audit sebagai variabel kontrol.

4. Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya di dalam melakukan penelitian tentang tema ini.

1.5 Originalitas

Penelitian ini merupakan replikasi atas penelitian yang dilakukan oleh Khalif Abdul Aziz (2013) dengan variabel independen: kepemilikan manajerial, kepemilikan institusi, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit serta kualitas auditor. Penelitian tersebut menguji pengaruh Good Corporate Governance (GCG) (GCG) dan kualitas audit terhadap manajemen laba.

Perbedaan terdapat pada periode penelitian yakni dari tahun 2013 – 2015, sementara periode penelitian sebelumnya dari tahun 2008 – 2010 serta perubahan metode penelitian dengan mengubah kualiatas audit sebagai variable kontrol terhadap manajemen laba sebagai variabel dependent dan penambahan ukuran

(33)

perusahaan, leverage, dan profitabilitas sebagai variabel independen.

Penambahan ukuran perusahaan, leverage, dan profitabilitas sebagai variabel independen mengacu terhadap penelitian yang dilakukan oleh (Siti Nayiroh, 2012), (Yanuar Nanok S et al,, 2008), (Tina Laksmi Widayanti, et al,, 2012), (Dul Muid, 2009), (Usman Ali, et al,, 2015), (Dwi Lusi Tyasing Swastika, 2013), (Sara W Bassiouny , et al,, 2016), (Yousef Jahmani, et al,, 2015), (Wiyadi, et al,, 2015) dengan hasil yang menyatakan adanya pengaruh siginifikan positif, signifikan negatif, serta tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Agensi (Ageny Theory)

Teori keagenan adalah cabang dari game theory yang mempelajari desain kontrak untuk memotivasi agent yang rasional untuk bertindak atas nama principal ketika kepentingan agent bertentangan dengan kepentingan principal (Scott, 2003:305). Jensen and Meckling (1976) menjelaskan bahwa hubungan agensi tejadi ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara prinsipel dan agen. Prinsipel mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipel, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipel kepada agen (Anthony dan Govindarajan, 2005).

Perbedaan kepentingan antara agent dan principal yang bertentangan sering kali menimbulkan permasalahan dan konflik yang sering disebut sebagai masalah keagenan (agency problem). Masalah keagenan muncul karena adanya perbedaan informasi yang dimiliki oleh manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Teori keagenan muncul ketika pemilik perusahaan (principal) tidak mampu mengelola perusahaan miliknya sendiri, sehingga

(35)

pemilik harus melakukan kontrak dengan para manajer (agent) untuk mengelola bisnis perusahaan.

Teori Keagenan (agency theory) menyatakan, manajemen memiliki informasi yang lebih banyak mengenai perusahaan dibandingkan pemilik perusahaan yang sering terdorong untuk melakukan tindakan yang dapat memaksimalkan keuntungan dirinya sendiri (dysfunctional behaviour) dan atau perusahaannya. Adanya kecenderungan untuk lebih memperhatikan kondisi laba perusahaan ini, telah disadari oleh pihak manajemen, khususnya yang menyangkut kinerjanya yang diukur atas dasar informasi tersebut, telah mendorong terjadinya berbagai penyimpangan prilaku (dysfunctional behavior).

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan biaya agensi dalam tiga jenis:

1. Biaya monitoring (monitoring cost), pengeluaran biaya yang dirancang untuk mengawasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh agen.

2. Biaya bonding (bonding cost), untuk menjamin bahwa agen tidak akan bertindak yang dapat merugikan prinsipel, atau untuk meyakinkan bahwa prinsipel akan memberikan kompensasi jika agen benar-benar melakukan tindakan yang tepat.

3. Kerugian residual (residual cost), merupakan nilai uang yang ekuivalen dengan pengurangan kemakmuran yang dialami oleh prinsipel sebagai akibat dari perbedaan kepentingan.

Mekanisme Good Corporate Governance (GCG) (GCG) sangat berkaitan dengan bagaimana membuat para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri ataupun

(36)

menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan (Shleifer dan Vishny 1996). Artinya bahwa mekanisme Good Corporate Governance (GCG) (GCG) merupakan salah satu alat untuk mengawasi dan mengendalikan kinerja manajemen yang bertujuan untuk mencapai tujuan perusahaan. Mekanisme Good Corporate Governance (GCG) (GCG) yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori agensi (agency theory), diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan.

2.1.2 Manajemen Laba (Earning Management) 2.1.2.1 Defenisi Manajemen Laba

Menurut para peneliti, manajemen laba didefinisikan secara berbeda – beda. Berikut ini beberapa kutipan dari pengertian manajemen laba :

1. Healy dan Wahlen, 1999 menyatakan manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangannya dalam menyusun laporan keuangan yang dapat membuat mislead pada pemangku kepentingan mengenai kondisi mendasar yang ada dalam suatu perusahaan.

2. Schipper (1989) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi.

(37)

3. Dechow, et.al (1996) mendefinisikan earnings management sebagai earnings manipulation, baik di dalam maupun di luar batas Generally Accepted Accounting Principles (GAAP).

4. Hwihanus dan Hambur Qurba, 2009 menyatakan manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit usaha dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit usaha tersebut.

5. Menurut Scott (2000) manajemen laba adalah suatu tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan memaksimalisasi kesejahteraan pihak manajemen dan atau nilai pasar perusahaan.

Dalam perkembangannya ada dua jenis praktik manajemen laba yaitu manajemen laba akrual dan Real Earnings Management (REM). Manajemen laba akrual dilakukan dengan memanfaatkan fleksibilitas dari akuntansi akrual.

Sedangkan bentuk manajemen laba lainnya adalah Real Earnings Management (REM). Menurut Roychowdhury (2006), Real Earnings Management (REM) dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu manipulasi penjualan, produksi yang berlebihan (over production), dan penurunan discretionary expenditures.

Dalam suatu organisasi bisnis perusahaan, angka laba yang dihasilkan perusahaan menunjukkan ukuran akan kinerja dimasa itu dan kekuatan laba perusahaan dimasa mendatang. Selain itu angka laba juga digunakan oleh entitas didalam perusahaan dalam mengambil keputusan bisis perusahaan. Statement of

(38)

Financial Accounting Concept (SFAC) menjelaskan bahwa informasi laba yang dihasilkan perusahaan merupakan unsur utama yang dihasilkan dalam laporan keuangan yang berfungsi untuk menilai kinerja serta pertanggung jawaban manajer dan memiliki nilai prediktif. Dari perihal tersebut, maka manajemen berusaha untuk menampilkan angka laba yang baik dengan cara memanipulasi angka laba dalam laporan keuangan tersebut dengan sebaik mungkin agar kinerja perusahaan dinilai baik oleh pihak prinsipal perusahaan. Tindakan tersebut merupakan periaku menyimpang karena tidak adanya transparansi dan akuntanbilitas dalam penyajian laporan keuangan yang merupakan salah satu bentuk dari praktik manajemen laba (earning management).

2.1.2.2 Dasar Manajemen Laba

Manajemen laba bukanlah suatu hal yang baru dalam sebuah perusahaan, bahkan secara global manajemen laba telah menjadi sebuah budaya dalam perusahaan. Hal ini dilakukan karena manajer menginginkan suatu manfaat tertentu secara pribadi dalam proses pelaporan keuangan, dengan memanfaatkan fleksibelitas pemilihan metode akuntansi dalam proses menyusun laporan keuangan. Praktek manajemen laba seperti ini merupakan suatu bentuk kecurangan, karena secara sadar manajemen menyajikan laporan keuangan yang tidak transparan dan akuntabel sehingga dapat mengganggu pemakai laporan keuangan atas angka-angka yang disajikan.

Hwihanus dan Hambur Qurba, 2010 menyatakan alasan dilakukan manajemen laba yaitu :

1. Dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap manajer,

(39)

2. Dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor. Perusahaan yang terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya, perusahaan menghindarinya dengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pandapatan maupun laba,

3. Dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya terutama pada perusahaan yang go public.

Perilaku yang mendasari manajer melakukan manajemen laba Scott (2000) yaitu :

1. Perilaku Oportunistik

Manajer memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, hutang dan political cost.

2. Efficient Contracting

Manajer meningkatkan keinformatifan laba dalam mengkomunikasikan informasi privat.

Berdasarkan perilaku ini, manajemen laba memberikan fleksibilitas bagi manajer untuk melindungi diri dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Manajemen laba muncul sebagai dampak masalah keagenan yang terjadi karena adanya ketidakselarasan kepentingan antara pemegang saham (principal) dan manajemen perusahaan (agent). Manajemen dapat meningkatkan nilai perusahaan melalui pengungkapan informasi tambahan dalam laporan keuangan.

Akan tetapi, peningkatan pengungkapan laporan keuangan akan mengurangi asimetri informasi sehingga peluang bagi manajemen untuk melakukan

(40)

manajemen laba menjadi semakin kecil. Motif utama dilakukan praktik manajemen laba adalah untuk mislead bagi pengguna informasi keuangan dan untuk mempengaruhi kontrak – kontrak yang akan dihasilkan oleh perusahaan.

Manajemen laba sebagai suatu proses mengambil langkah yang disengaja dalam batas prinsip akuntansi yang berterima umum baik didalam maupun diluar batas General Accepted Accounting Principal (GAAP). Manajemen laba yaitu perilaku manajer untuk bermain dengan komponen discretionary accrual dalam menentukan besarnya laba.

2.1.2.3 Motivasi Manajemen laba

Manajemen laba dilakukan oleh manajer dengan merekayasa laba perusahaannya menjadi lebih tinggi, rendah ataupun selalu sama selama beberapa periode. Manajer tentunya mempunyai alasan dan motivasi mengapa mereka melakukan praktik manajemen laba. Scott (2000) menyatakan beberapa faktor yang dapat memotivasi manajer melakukan manajemen laba adalah sebagai berikut:

1. Skema Bonus (Bonus Scheme)

Manajer yang mendapatkan skema bonus akan cenderung memilih kebijakan akuntansi yang akan mengoptimalkan bonus yang mereka dapatkan. Manajer akan cenderung memilih kebijakan akuntansi yang memaksimalkan pendapatan dan meminimalkan beban masa kini perusahaan untuk mencapai laba yang ditargetkan dalam skema bonus.

2. Motivasi Kontraktual Lainnnya (Debt Covenant)

Salah satu kontrak yang dimiliki perusahaan adalah kontrak hutang

(41)

jangka panjang (debt covenant). Perjanjian hutang jangka panjang ini mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba agar laba yang dihasilkan perusahaan maupun kas yang tersedia dari perusahaan mencukupi untuk membayar bunga dan principal kepada kreditur.

3. Motivasi Politik (Political Motivations)

Aspek politis tidak dapat dilepaskan dari perusahaan, khususnya perusahaan besar dan strategis yang aktivitasnya melibatkan hajat hidup orang banyak. Perusahaan yang melibatkan hajat hidup orang banyak secara politis akan mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Perusahaan seperti ini cenderung menurunkan laba untuk mengurangi visibilitasnya, khususnya selama periode kemakmuran.

4. Motivasi Perpajakan (Taxation Motivation)

Perpajakan merupakan salah satu alasan utama bagi perusahaan dalam melakukan manajemen laba. Perusahaan melakukan manajemen laba untuk menurunkan laba sebelum pajak yang dilaporkan dalam laporan keuangan supaya beban pajak yang ditanggung oleh perusahaan menjadi lebih kecil.

5. Pergantian Chief Executive Officer (CEO)

Chief Executive Officer (CEO) yang mendekati masa akhir pensiun akan melakukan manajemen laba yang mampu meningkatkan laba perusahaan untuk meningkatkan bonusnya. Demikian juga Chief Executive Officer (CEO) yang memiliki kinerja yang kurang baik akan cendrung memaksimalkan laba untuk mencegah pemecatan terhadap

(42)

dirinya. Namun berbeda pada Chief Executive Officer (CEO) baru yang ditunjuk untuk menggantikan Chief Executive Officer (CEO) yang lama. Chief Executive Officer (CEO) baru akan cenderung melakukan take a bath dengan mengakui beban lebih tinggi di periode sekarang untuk meningkatkan kemungkinan laba yang lebih tinggi pada periode selanjutnya.

6. Initial Public Offerings (IPO)

Ketika perusahaan melakukan Initial Public Offerings (IPO), Perusahaan belum mempunyai nilai pasar. Salah satu cara untuk melihat nilai perusahaan adalah dari informasi keuangan yang ada di dalam prospektus sebagai sumber informasi yang penting. Informasi yang didapat dari prospektus ini digunakan sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai perusahaan. Hal ini memotivasi perusahaan untuk melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba yang dilaporkan agar kinerja keuangan perusahaan terlihat lebih baik.

2.1.2.4 Peluang Manajemen Laba

Peluang kesempatan mengapa manajer melakukan praktik manajemen laba antara lain :

1. Adanya fleksibilitas pemilihan metode akuntansi dalam menghitung angka laba. Sehingga hal ini memungkinkan manajer mencatat suatu fakta tertentu yang berkaitan dengan angka laba dengan metode yang berbeda. Sebagai contoh untuk hal ini adalah dengan merubah metode penilaian persediaan dari First in First Out (FIFO) ke Last In First Out

(43)

(LIFO) atau sebaliknya, merubah metode penyusutan aktiva dari metode garis lurus (stright-line) ke metode penyusutan yang dipercepat (accelerated) atau sebaliknya, dan pengakuan atas biaya produksi yaitu antara menggunakan metode biaya penuh (absorption atau full costing) atau biaya langsung/variable (variable atau direct costing).

2. Adanya informasi asimetri, dimana manajer memiliki lebih banyak informasi dibandingkan dengan pihak luar (termasuk investor).

Sehingga mustahil bagi pihak luar untuk dapat mengawasi semua perilaku dan semua keputusan manajer secara detail.

2.1.2.5 Praktik dan Pola Manajemen Laba

Menurut Abdelghany (2005), praktik manajemen laba yang sering dilakukan perusahaan meliputi :

1. Big Bath, yang berarti pengakuan terhadap biaya dilakukan melalui one time restructuring charge. Dimana hal ini akan berakibat perusahaan akan mengalami pembebanan biaya secara besar pada tahun ini, dan berdampak profit yang besar pada tahun berikutnya.

2. Abuse of Materiality, yakni dengan memanipulasi earnings melalui penerapan prinsip materiality, dimana tidak terdapat jarak yang spesifik mengenai material atau tidaknya suatu transaksi.

3. Cookie Jar, kadang disebut rainy jar atau contingency reserves dimana dalam periode kondisi keuangan yang baik maka perusahaan dapat mengurangi earnings melalui melakukan pencadangan yang lebih banyak, pembebanan biaya yang lebih besar dan menggunakan satu

(44)

kali write offs. Bila kondisi keuangan memburuk maka akan dilakukan hal sebaliknya.

4. Round Tripping, back to back dan Swap, dimana hal ini dilakukan dengan menjual suatu asset/unit usaha ke perusahaan lain dengan perjanjian untuk membelinya kembali pada harga tertentu, dimana hal ini akan memberikan dampak pada peningkatkan pemasukan perusahaan.

5. Voluntary accounting changes, dilakukan dengan mengubah kebijakan akuntansi yang digunakan perusahaan.

6. Conservative Accounting, dilakukan dengan memilih metode akuntansi yang paling konservatif seperti LIFO dan pembebanan biaya R&D dari pada mengkapitalisasinya.

7. Using the Derivative, dimana manajer dapat memanipulasi earning melalui pembelian instrument hedging.

Selain praktik manajemen laba yang telah dijelaskan di atas, menurut Scott (2000) terdapat pula empat pola manajemen laba yaitu :

1. Taking a Bath

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.

2. Income Minimization

Pola manajemen laba yang dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode

(45)

mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.

3. Income Maximization

Pola manajemen laba yang dilakukan pada saat laba menurun.

Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.

4. Income Smoothing

Pola manajemen laba yang dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar, karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

2.1.3 Corporate Governance

Good Corporate Governance (GCG) merupakan mekanisme yang digunakan untuk membatasi timbulnya masalah asimetri informasi yang dapat mendorong terjadinya manajemen laba (Guna dan Herawaty, 2010). Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan.

(46)

Bila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak. Sistem corporate governance memberikan perlindungan efektif bagi pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh return atas investasinya dengan benar.

corporate governance juga membantu menciptakan lingkungan kondusif demi terciptanya pertumbuhan yang efisien dan sustainable di sektor korporat.

Dalam implementasi penerapan tatakelola perusahaan yang baik maka manajerial perusahaan perlu menerapkan prinsip – prinsip Good Corporate Governance (GCG) agar perusahaan mampu berjalan secara berkelanjutan serta mampu bermanfaat bagi para stakehonders. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) (2004) menekankan indikatior prinsip- prinsip Good Corporate Governance (GCG) pada hal berikut :

1. Keadilan (Fairness)

Keadilan yang dimaksudkan merupakan perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

(47)

2. Transparansi (Transparency)

Transparansi merupakan upaya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat terhadap kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Dalam hal obyektivitas bisnis, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi relevan dan material yang mudah diakses dan dipahami oleh para pemangku kepentingan perusahaan.

3. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Akuntabilitas ialah sistem pengawasan yang meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Perusahaan harus mampu mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan independen. Agar semua mampu berjalan aecara baik maka perusahaan wajib dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan stakeholders.

4. Responsibilitas (Responsibility)

Responsibilitas adalah tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham.

(48)

5. Independen (Independency)

Perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Independen diperlukan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul oleh para pemegang saham mayoritas.

6. Keterbukaan (Disclosure)

Disclosure adalah keterbukaan dalam mengungkapkan informasi yang material dan rerlevan mengenai perusahaan. Disclosure erat kaitannnya dengan transparansi yaitu perusahaan harus dapat memberikan informasi atau laporan yang akurat dan tepat waktu mengenai kinerja perusahaan.

2.1.3.1 Proporsi Dewan Komisaris Independen

Dewan komisaris merupakan organ perusahaan yang memiliki tanggung jawab dan kewenangan penuh atas pengurusan perusahaan. Fungsi dewan komisaris termasuk di dalamnya komisaris independen antara lain melakukan pengawasan terhadap direksi dalam pencapaian tujuan perusahaan dan memberhentikan direksi untuk sementara bila diperlukan (Warsono et al,. 2009).

Beasley (1996) dalam Herianto (2013) menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris dari luar dapat mengurangi kecurangan pelaporan keuangan dari pada kehadiran komite audit, penelitian ini juga menunjukkan bahwa ukuran dewan dan karakteristik komisaris yang berasal dari luar perusahaan berpengaruh terhadap kecenderungan terjadinya kecurangan pelaporan keuangan.

(49)

Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 proporsi dewan komisaris independen sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah anggota dewan komisaris. Proporsi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan.

Dapat dikatakan bahwa proporsi dewan komisaris yang terdiri dari anggota yang berasal dari luar perusahaan mempunyai kecenderungan mempengaruhi manajemen laba.

Secara khusus, komisaris independen yang merupakan bagian dari dewan komisaris sangat berperan dalam meminimumkan manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Komisaris independen diharapkan mampu mendorong dan menciptakan iklim yang lebih objektif, serta dapat menempatkan kesetaraan (fairness) sebagai prinsip utama dalam memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas dan stakeholders lainnya. Komisaris independen memikul tanggung jawab untuk mendorong secara proaktif agar dewan komisaris dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawas dan penasehat direksi dapat memastikan perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, memastikan perusahaan memiliki eksekutif dan manajer yang profesional, memastikan perusahaan memiliki informasi, sistem pengendalian, dan sistem audit yang bekerja dengan baik, memastikan perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya, memastikan resiko dan potensi krisis sehingga selalu diidentifikasi dan dikelola dengan baik serta memastikan prinsip-prinsip dan praktek Good

(50)

Corporate Governance (GCG) dipatuhi dan diterapkan dengan baik (FCGI, 2001). Oleh karena itu, keberadaan komisaris independen dalam perusahaan diharapkan dapat menjamin laporan keuangan yang menggambarkan informasi sesungguhnya mengenai operasi perusahaan sehingga dapat mencegah praktik manajemen laba.

2.1.3.2 Komite Audit

Menurut Kep. 29/PM/2004, komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite audit memiliki tugas terpisah dalam membantu dewan komisaris terutama yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem laporan keuangan (FCGI, 2008) dalam (Suriyani et.al, 2015). Keberadaan komite audit juga untuk membantu komisaris mengawasi manajemen dalam menyusun laporan keuangan.

Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 yang merupakan peraturan yang mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit antara lain:

1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya,

2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, 3. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor

internal,

Gambar

Tabel 5.3  Uji Multikolinearitas  Model  Collinearity Statistics Tolerance VIF  1  (Constant)

Referensi

Dokumen terkait

“ Analisis Perataan Laba (Income Smoothing) : Faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba pada perusahaan manufaktur Sektor Industri Dasar dan Kimia yang terdaftar

Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Pengungkapan GCG dan Manajemen Laba terhadap Asimetri Informasi perusahaan sektor manufaktur

Untuk menganalisis secara parsial Debt To Equity Ratio (DER) mempengaruhi praktek perataan laba pada perusahaan manufaktur sektor industri makanan dan minuman yang

Hasil penelitian menunjukkan bawha secara simultan pendapatan dan biaya operasional perusahaan memengaruhi laba bersih pada perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :1). Informasi laba , akuntansi, arus kas dan harga saham pada perusahaan manufaktur sub sektor Tekstil dan Garmen, 2).

Hasil dari penelitian dan pengolahan data menunjukkan bahwa: 1 Laba akuntansi tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan

Untuk mengetahui Pengaruh Biaya Produksi dan Volume Penjualan terhadap Laba Bersih Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

4.2.4 Pengaruh Manajemen Laba, Likuiditas dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Makanan Dan Minuman Yang Terdaftar Pada Bursa