• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH PENEMPATAN ALAT PEREDAM VISKOS TERHADAP RESPONS STRUKTUR GEDUNG TINGGI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS RIWAYAT WAKTU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PENGARUH PENEMPATAN ALAT PEREDAM VISKOS TERHADAP RESPONS STRUKTUR GEDUNG TINGGI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS RIWAYAT WAKTU"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH PENEMPATAN ALAT PEREDAM VISKOS TERHADAP RESPONS STRUKTUR GEDUNG TINGGI DENGAN

MENGGUNAKAN METODE ANALISIS RIWAYAT WAKTU

TUGAS AKHIR Disusun Oleh :

VINCE 11 0404 041

Disetujui : Dosen Pembimbing

Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT, Ph.D, IP-U

NIP 19590707198710 1 001

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Seiring dengan perkembangan teknologi dalam perencanaan bangunan tahan gempa, aplikasi dari beberapa tipe alat peredam gempa (seismic devices) telah dikembangkan termasuk alat peredam viscos (fluid viscous damper). Tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan aplikasi dari alat peredam viscos dari segi penempatan pada bangunan bertingkat tinggi. Respon bangunan beton dengan jumlah lantai 20 tingkat akan dievaluasi berdasarkan tiga jenis pola penempatan, alat peredam viskos dengan jumlah yang sama akan dianalisis. Metode analisa riwayat waktu linear dinamik berdasarkan kepada FEMA356 diimplementasikan untuk meninjau respon model bangunan. Data percepatan tanah yang digunakan adalah data percepatan tanah gempa El Centro yang diskalakan dengan respons spektrum disain untuk daerah Aceh yang ditentukan sesuai dengan SNI. Besar respons maksimum pada struktur pada keempat model yang dianalisis akan dibandingkan untuk mendapatkan pola penempatan alat damper yang lebih efisien.

Kata Kunci: Alat Peredam Viskos, Analisis Riwayat Waktu, Fluid Viscous Damper, Gempa

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkat-Nya hingga selesainya tugas akhir ini dengan judul “Analisis Pengaruh Penempatan Alat Peredam Viskos Terhadap Respons Struktur Gedung Tinggi dengan menggunakan Metode Analisis Riwayat Waktu”. Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam ujian sarjana Teknik Sipil bidang Studi Struktur pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih memiliki banyak kekurangan. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis menerima saran kritik Bapak dan Ibu dosen serta rekan mahasiswa demi penyempurnaan tugas akhir ini.

Penulis juga menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, M.T., Ph.D, IP-U, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, S.T, M.T., selaku ketua departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Andy Putra Rambe MBA, selaku sekretaris departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Sanci Barus, M.T. & Bapak M. Agung Putra Handana, S.T., M.T., selaku pembanding yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan masukkan-masukkan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

(4)

5. Teristimewa kepada kedua Orang Tua penulis, yang telah mendukung, menyemangati serta mendoakan penulis di setiap kegiatan akademis penulis.

6. Erwin Kwok, S.T, M.Sc.Eng selaku abang senior stambuk 2004 dan Hendrik Wijaya, S.T, selaku teman seangkatan 2011 yang telah memberikan kontribusi besar kepada penulis dalam hal memberikan semangat dan arahan hingga selesainya tugas akhir ini.

7. Teman-teman jurusan Teknik Sipil, terutama teman-teman seangkatan 2011 yang senantiasa membantu dikala penulis menemui kendala, abang/ kakak stambuk 2008,2009 dan 2010 serta adik-adik angkatan 2012 sampai 2016 terima kasih atas dukungan dan informasi mengenai kegiatan sipil selama ini.

8. Para pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU atas ketersediannya untuk mengurus administrasi Tugas akhir ini.

9. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih untuk semuanya.

Medan, Juli 2017 Penulis

VINCE 11 0404 041

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB II ... vi

BAB III ... vii

BAB IV ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Umum ... 1

1.3. Perumusan Masalah ... 5

1.4. Pembatasan Masalah ... 6

1.5. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7

1.6. Metodologi Penulisan ... 7

1.7. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Filisofi Desain Bangunan Tahan Gempa ... 9

2.2. Peraturan Pembebanan Gempa Berdasarkan SNI 03-1726-2012 ... 11

2.2.1. Gempa Rencana dan Faktor Keutamaan ... 11

2.2.2. Klasifikasi Situs dan Parameter ... 14

2.2.3. Parameter Percepatan Gempa ... 17

2.2.4. Parameter Percepatan Spektral Desain ... 18

2.2.5. Periode Fundamental Pendekatan ... 21

(6)

2.2.6. Kinerja Struktur Gedung ... 22

2.3. Peraturan Pembebanan Berdasarkan SNI 03-1727-2012 ... 24

2.3.1. Beban Mati ... 25

2.3.2. Beban Hidup ... 27

2.4. Karakteristik Dinamik Struktur Bangunan... 32

2.4.1. Massa ... 33

2.4.2. Kekakuan ... 35

2.4.3. Redaman ... 36

2.5. Derajat Kebebasan (Degree of Freedom) ... 37

2.5.1. Persamaan Differensial pada Struktur SDOF ... 38

2.5.2. Persamaan Differensial pada Struktur SDOF akibat Pergerakan Dasar ... 40

2.5.3. Persamaan Differensial pada Struktur MDOF ... 43

2.6. Pengenalan Jenis-Jenis Alat-Alat Seismik (Seismic Devices) ... 46

2.6.1. Alat peredam friksi (Friction Damper) ... 49

2.6.2. Alat Peredam Leleh Metal (Metallic Yielding Damper) ... 50

2.6.3. Alat Peredam Visko-Elastis Solid (Solid Viscoelastic Device) ... 55

2.6.4. Alat Peredam Viskos Cair (Fluid Viscous Damper) ... 56

BAB III Desain Bangunan Tahan Gempa yang Menggunakan Alat Peredam Viskos .. 64

3.1. Pendahuluan ... 64

3.2. Properti Mekanik dari Alat Peredam Viskos ... 67

3.3. Rasio Redaman Efektif untuk Struktur yang Menggunakan Alat Peredam Viskos Linier ... 70

3.4. Prosedur Desain Bangunan yang Menggunakan Alat Peredam Viskos ... 75

BAB IV PEMBAHASAN ... 78

4.1 Pemodelan Struktur... 78

(7)

4.2 Data Material ... 81

4.3 Pembebanan Struktur ... 81

4.4 Dimensi Komponen Struktur... 83

4.5 Kombinasi Pembebanan ... 86

4.6 Analisis Modal untuk Menentukan Perioda Fundamental Bangunan ... 86

4.6.1 Kekakuan Lateral dari Struktur Bangunan ... 87

4.6.2 Massa Bangunan yang dapat Beraksi terhadap Pergerakan Tanah Akibat Gempa ... 88

4.6.3 Hasil Analisis Modal ... 91

4.7 Desain Bangunan dengan Menggunakan Alat Peredam ... 91

4.8 Analisa Riwayat Waktu terhadap Bangunan dengan Alat Peredam Viskos ... 100

4.8.1 Hasil Analisa Riwayat Waktu terhadap Bangunan dengan Alat Peredam Viskos ... 101

4.8.2 Rasio Redaman Bangunan dengan Alat Peredam... 104

4.8.3 Perpindahan Antar Tingkat pada Bangunan dengan Alat Peredam ... 107

4.8.4 Rasio Kekuatan Kolom pada Bangunan dengan Alat Peredam ... 113

4.8.5 Gaya Geser Dasar Bangunan ... 118

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

5.1 Kesimpulan... 120

5.2 Saran ... 121

LAMPIRAN A Perhitungan Parameter Respons Spektrum ... 122 DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR GAMBAR

BAB I

Gambar 1.1 Pemakaian alat peredam viskos pada struktur bangunan ... 3

Gambar 1.2 Bangunan kampus di Yogyakarta, Indonesia setelah terjadi gempa ... 4

BAB II Gambar 2.1 Spektrum respons desain ... 21

Gambar 2.2 Pemodelan struktur SDOF... 38

Gambar 2.3 Pemodelan struktur SDOF akibat pergerakan dasar ... 41

Gambar 2.4 Keseimbangan gaya dinamik dengan Fs, FD, dan FI (Chopra, 1995) ... 46

Gambar 2.5 Desain konvensional struktur bangunan tahan gempa ... 47

Gambar 2.6 Alat-alat seismik (a) base isolation, (b) alat peredam energy, (c) peredam getaran dinamis ... 47

Gambar 2.6 Sumitomo friction damper (sumber: Aiken et al., 1992.Passive Energy Dissipation Device for Seismic Applications. Hal : 14) ... 49

Gambar 2.8 Perilaku ideal histeretik dari friction damper (a) friction device pada kekakuan bresing, (b) friction device dilengkapi dengan flexible support ... 50

Gambar 2.9 Kurva histeretik yang dihasilkan oleh model Bouc-Wen dalam pembebanan sinusoidal untk nilai frekuensi dan amplitudo deformasi yang berbeda (a) bresing kaku (ߛ = 0.9, ߚ = 0.1, ݊ = 25, ܪ = 1), (b) bresing fleksibel (ߛ = 0.9, ߚ = 0.1, ݊ = 25, ܪ = 1) ... 51 Gambar 2.10 Kemungkinan kombinasi dari parameter desain friction damper pada

tingkatan yang berbeda (a) distribusi seragam dari gaya slip dan rasio, (b) kekakuan yang konstan dari beragam gaya slip, (c) variasi gaya slip dan rasio 52 Gambar 2.11 Jenis-jenis metallic yielding damper untuk bangunan struktur (a) ADAS

(9)

device, (b) TADAS device ... 53

Gambar 2.12 (a) bentuk pemasangan metallic yielding damper pada komponen struktur, (b) parameter kelelehan elemen bresing dan alat peredam, (c) sifat kekakuan pada preangkat bresing ... 54

Gambar 2.13 Solid viscoelastic device untuk struktur penahan gempa ... 55

Gambar 2.14 Fluid viscous damper ... 57

Gambar 2.15 Fluid viscous damper untuk struktur penahan gempa ... 57

Gambar 2.16 Bagian-bagian fluid viscous damper ... 58

Gambar 2.17 Cara kerja fluid viscous damper ... 60

Gambar 2.18 Aplikasi penggunakan fluid viscous damper pada bangunan gedung ... 60

Gambar 2.19 Jenis konfigurasi pemasangan fluid viscous damper, (a) chevron brace, (b) diagonal bracing, (c) toggle brace-damper system ... 61

Gambar 2.20 Model pergeseran struktur dengan fluid viscous damper ... 62

BAB III Gambar 3.1 Kurva respons struktur dengan damping yang berbeda ... 66

Gambar 3.2 Penampang longitudinal dari fluid viscous damper ... 67

Gambar 3.3 Hubungan antara gaya peredam dengan kecepatan dari viscous damper ... 69

Gambar 3.4 Loop histeretik dari peredam dengan perilaku viskos murni dan visko-elastis .. 69

Gambar 3.5 Definisi dari WD dan WS pada sistem SDOF dengan alat peredam viskos ... 72

Gambar 3.6 Model MDOF dari struktur yang menggunakan alat peredam viskos ... 72

BAB IV Gambar 4.1 Pemodelan gedung 3-D ... 79

Gambar 4.2 Denah gedung ... 80 Gambar 4.3 Data percepatan gerakan tanah gempa El-Centro yang diskalakan dengan

(10)

respons spektrum dedain untuk daerah Aceh ... 81

Gambar 4.4 Pola goyangan bangunan pada moda kedua ... 92

Gambar 4.5 Bangunan dengan alat peredam Tipe-A ... 93

Gambar 4.6 Bangunan dengan alat peredam Tipe-B ... 94

Gambar 4.7 Bangunan dengan alat peredam Tipe-C ... 95

Gambar 4.8 Riwayat perpindahan atap untuk model MRF ... 101

Gambar 4.9 Riwayat perpindahan atap untuk model DAMP-A ... 102

Gambar 4.10 Riwayat perpindahan atap untuk model DAMP-B ... 102

Gambar 4.11 Riwayat perpindahan atap untuk model DAMP-C ... 102

Gambar 4.12 Ilustrasi osilasi getaran bebas dengan redaman ... 106

Gambar 4.13 Perpindahan antar lantai pada saat perpindahan atap maksimum (MRF) ... 111 Gambar 4.14 Perpindahan antar lantai pada saat perpindahan atap maksimum (DAMP-A) . 111 Gambar 4.15 Perpindahan antar lantai pada saat perpindahan atap maksimum (DAMP-B) 112 Gambar 4.16 Perpindahan antar lantai pada saat perpindahan atap maksimum (DAMP-C) 112

(11)

DAFTAR TABEL

BAB II

Tabel 2.1 Faktor keutaman untuk berbagai kategori gedung dan bangunan (SNI 03-

1727-2013) ... 12

Tabel 2.2 Faktor keutaman gempa (SNI 03-1726-2012) ... 13

Tabel 2.3 Klasifikasi situs ... 14

Tabel 2.4 Koefisien situs, Fa ... 18

Tabel 2.5 Koefisien situs, Fv ... 18

Tabel 2.6 Koefisien Ct dan x ... 22

Tabel 2.7 Simpangan antar lantai izin (Δa) ... 23

Tabel 2.8 Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung (SNI 03-1727-2013) ... 25

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (SNI 03-1727-2013) ... 27

BAB III Tidak ada tabel pada bab ini. BAB IV Tabel 4.1 Informasi model bangunan yang akan dianalisis ... 78

Tabel 4.2 Parameter respons spektral percepatan gempa untuk daerah Aceh ... 80

Tabel 4.3 Dimensi komponen-komponen struktur bangunan yang digunakan dalam analisis ... 85

Tabel 4.4 Massa tiap lantai dan pola goyangan pada moda kedua ... 90

Tabel 4.5 Konfigurasi tata letak alat peredam yang didesain ... 96

Tabel 4.6 Perhitungan konstanta alat peredam (tata letak alat peredam tipe A) ... 97

Tabel 4.7 Perhitungan konstanta alat peredam (tata letak alat peredam tipe B) ... 98

Tabel 4.8 Perhitungan konstanta alat peredam (tata letak alat peredam tipe C) ... 99

(12)

Tabel 4.9 Bangunan yang dianalisis secara riwayat waktu ... 100

Tabel 4.10 Respons perpindahan atap maksimum ... 103

Tabel 4.11 Rasio redaman bangunan yang dihitung dengan persamaan (4-2) ... 107

Tabel 4.12 Perpindahan tiap lantai pada saat perpindahan atap maksimum terjadi ... 108

Tabel 4.13 Perpindahan antar lantai pada saat perpindahan atap maksimum terjadi ... 109

Tabel 4.14 Rasio kekuatan maksimum pada kolom interior dan eksterior ... 114

Tabel 4.15 Perbandingan rasio kekuatan antara model DAMP-A, DAMP-B, dan DAMP- C ... 115

Tabel 4.16 Respons perpindahan atap maksimum model DAMP-A dan DAMP-B dengan nilai konstanta redaman yang sama besar ... 117

Tabel 4.17 Perbandingan rasio kekuatan antara model DAMP-A dengan DAMP-B yang menggunakan konstanta redaman yang sama ... 117

Tabel 4.18 Gaya geser dasar bangunan (base shear) ... 118

(13)

DAFTAR NOTASI

C = Konstanta Redaman dari alat peredam DAMP = Damper

DL = Beban mati

DL+ = Beban mati tambahan

d = Jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik (mm) E = Modulus Elastisitas

EI = Energi Input Gempa Ek = Energi Kinetik EQ = Beban gempa

Fa = Koefisien situs untuk perioda pendek (pada perioda 0,2 detik) FD = Gaya Redaman

Fv = Koefisien situs untuk perioda panjang (pada perioda 1 detik) f’c = Kuat tekan Beton (MPa)

fy = Kuat leleh tulangan (MPa) HBI = Tinggi Balok Induk HBA = Tinggi Balok Anak I = Inertia

Ie = Faktor keutamaan Gempa K = Kekakuan Kolom

L = Panjang Bentang LL = Beban Hidup

MRF = Bangunan Tanpa Alat Peredam P = Gaya aksial terfaktor (N)

PF1 = Modal participation factor untuk mode 1

(14)

R = Faktor reduksi gempa

Ss = Parameter percepatan respons spectral MCE dari peta gempa pada perioda pendek, redaman 5 persen

S1 = Parameter percepatan respons spectral MCE dari peta gempa pada perioda 1 detik, redaman 5 persen

SDS = Parameter percepatan respons spectral pada perioda pendek, redaman 5 persen SD1 = Parameter percepatan respons spectral pada perioda 1 detik, redaman 5 persen SMS = Parameter percepatan respons spectral MCE pada perioda pendek yang sudah

disesuaikan terhadap pengaruh kelas situs

SM1 = Parameter percepatan respons spectral MCE pada perioda 1 detik yang sudah disesuaikan terhadap pengaruh kelas situs

t = Tebal pelat (mm)

T = Perioda fundamental bangunan

Vn = Perpindahan Atap Maksimum pada Siklus ke-n W = Berat Struktur (kN)

ξ = Rasio Redaman

φrj = Perpindahan Horizontal Relatif

roof = Peralihan atap

ADRS = Acceleration-Displacement Response Spectra IO = Immediate Occupancy

DC = Damage Control

FEMA = Federal Emergency Management Agency SDOF = Single Degree Of Freedom

MDOF = Multi Degree Of Freedom

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Umum

Pada zaman sekarang ini, berbagai kota besar di Indonesia sedang dibangun bangunan dengan konsep bangunan tinggi yang digunakan sebagai ruang untuk tempat tinggal (apartemen), tempat rekreasi, perkantoran, tempat usaha, rumah sakit dan lain sebagainya.

Dikarenakan ketersediaan lahan yang semakin sempit dan harga lahan yang semakin mahal pula, sehingga memungkinkan terjadinya pembangunan gedung secara vertical. Sistem struktur bangunan tinggi harus dapat memikul beban gravitasi, beban angin dan goncangan akibat gempa.

Ketika merancang struktur suatu bangunan yang terletak di daerah rawan gempa, hal yang penting harus dipertimbangkan adalah pengaruh beban gempa. Pada filosofi disain seismik secara konvensional, struktur dirancang untuk tetap berada pada kondisi elastis pada saat memikul beban lateral akibat angin dan gempa kecil, namun struktur diizinkan untuk rusak tetapi tidak runtuh ketika struktur mengalami beban lateral yang terkait dengan peristiwa gempa sedang atau berat. Untuk itu, sendi plastis yang cukup banyak diharapkan dapat terbentuk agar struktur dapat mendisipasi energy yang diakibatkan oleh gempa sedang dan besar dan sanggup mengalami deformasi yang cukup besar sebelum struktur mengalami keruntuhan.

Metode desain berdasarkan filosofi ini dapat diterima jika pada saat perencanaan, yang perlu diperhitungkan hanyalah faktor ekonomi dan keamanan hidup. Namun, beberapa struktur penting seperti rumah sakit dan pemadam kebakaran harus tetap berfungsi setelah gempa bumi besar terjadi. Sedangkan di dalam filosofi disain konvensional seperti yang telah

(16)

dijelaskan di atas, struktur mendisipasi energi yang ditimbulkan akibat gempa sedang dan besar melalui terbentuknya sendi plastis yang cukup banyak dan deformasi struktur yang cukup besar dimana hal ini identik dengan struktur akan mengalami kerusakan yang cukup parah walaupun tidak runtuh. Kondisi demikian memungkinkan struktur menjadi tidak dapat berfungsi secara normal pasca gempa sedang dan gempa berat. Oleh karena itu, metode disain alternatif akan diperlukan dalam mendisain jenis struktur penting seperti ini.

Metode perencanaan struktur tahan gempa secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perencanaan konvensional dan metode pendekatan teknologi dengan menambahkan alat-alat seismik seperti peredam (Damper) ataupun alat isolasi (Isolator device) ke struktur.

Alat peredam biasanya dipasang diantara tingkatan lantai untuk mengurangi perbedaan pergeseran lantai. Alat peredam viskos (fluid viscous damper), seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1, tergolong dalam alat seismik pasif. Fungsi utama dari peralatan ini adalah meredam gempa dengan menyerap energi gempa dan mengurangi gaya gempa rencana yang akan dipikul oleh elemen-elemen struktur sehingga memungkinkan struktur bangunan untuk tetap bersifat elastis pada saat gempa terjadi dan mampu meredam guncangan gempa.

Dengan mengaplikasikan peralatan peredam viskos, gempa rencana yang dipikul elemen struktur menjadi lebih kecil sehingga dengan kondisi tersebut diharapkan tidak terjadi kerusakan struktur bangunan ketika gempa terjadi.

1.2. Latar Belakang

Suatu hal yang perlu diperhatikan agar suatu bangunan dapat dikategorikan sebagai bangunan tahan gempa yaitu bangunan hendaknya harus mampu mendisipasi energi akibat gempa yang cukup besar. Salah satu cara agar bangunan dapat tetap kokoh atau tidak runtuh

(17)

ketika terjadi gempa besar yaitu dengan melalui pembentukan sendi plastis yang sebanyaknya sebelum bangunan mengalami keruntuhan. Hal ini merupakan salah satu filosofi dalam mendesain bangunan terhadap beban gempa dimana bangunan diizinkan untuk mengalami kerusakan berat melalui terbentuknya sendi plastis yang tersebar cukup banyak di sepanjang bangunan tetapi tidak diharapkan untuk runtuh pada batas beban gempa yang ditentukan.

Gambar 1.1 Pemakaian alat peredam viskos pada struktur bangunan

Pada perencanaan konvensional bangunan tahan gempa, konsep perencanaan bangunannya adalah bagaimana meningkatkan kapasitas tahanan struktur terhadap gaya gempa yang bekerja padanya. Misalnya dengan menggunakan dinding geser, sistem rangka pemikul momen khusus, sistem rangka dengan bresing dan lain sebagainya. Konsekuensinya adalah pada bangunan dimana kekakuan lateralnya cukup besar akan mengalami percepatan tanah dasar yang besar, sedangkan pada bangunan fleksibel akan mengalami perpindahan lateral yang cukup besar, sehingga bangunan akan mengalami kerusakan yang signifikan pada peristiwa gempa kuat. Gambar 1.2 menunjukkan salah satu bangunan yang mengalami kerusakan akibat gempa yang didisain dengan menggunakan konsep perencanaan konvensional.

(18)

Gambar 1.2 Bangunan kampus di Yogyakarta, Indonesia setelah terjadi gempa ( Sumber : https://www.brilio.net/duh/20-foto-ini-buktikan-dahsyatnya-gempa-di-jogja-10-

tahun-silam-ngeri-160531t.html)

Seiring dengan perkembangan teknologi dalam perencanaan bangunan tahan gempa, telah dikembangkan suatu pendekatan disain alternatif untuk mengurangi resiko kerusakan bangunan saat terjadi gempa, dan mampu mempertahankan integritas komponen struktural dan non-struktural terhadap gempa kuat. Pendekatan disain ini bukan dengan cara memperkuat struktur bangunan tetapi adalah dengan mereduksi gaya gempa yang akan bekerja pada bangunan atau menambah suatu sistem pada struktur yang dikhususkan untuk menyerap sebagian besar energi gempa yang masuk ke bangunan dan hanya sebagian kecil (sisanya) akan dipikul oleh komponen struktur bangunan itu sendiri.

Salah satu contoh pendekatan disain alternatif tersebut yaitu dengan cara memberikan alat tambahan ke struktur untuk membatasi energi atau mendissipasi energi gempa yang masuk ke bangunan. Alat-alat tersebut dikenal dengan Seismic Devices. Dengan menambah alat-alat tersebut, energi gempa yang masuk ke struktur dapat direduksi dan dikontrol sehingga gaya-gaya dan simpangan struktur menjadi kecil, dengan demikian bangunan dapat direncanakan untuk tetap dalam keadaan elastis untuk kejadian gempa besar.

(19)

Seismic device yang umum digunakan adalah alat seismik yang bersifat pasif (passived seismic device) hal ini dikarenakan metode tersebut lebih praktis diterapkan dan biaya yang lebih murah jika dibandingkan dengan alat seismik yang bersifat aktif (actived seismic device).

Kelebihan alat peredam viskos dibanding dengan jenis alat peredam lainnya adalah penggunaan alat peredam viskos pada struktur suatu bangunan tidak mengubah kekakuan struktur bangunan tersebut tetapi hanya bekerja sebagai peredam yang berfungsi untuk meningkatkan rasio redaman dari bangunan sehingga dapat mereduksi energi gempa yang terjadi.

Tugas akhir ini akan memfokuskan pada pembahasan mengenai pengaruh posisi perletakan alat peredam viskos secara vertical dengan penempatan berbeda-beda karena masalah ini berhubungan respons struktur yang berbeda – beda saat terjadi gempa.

1.3. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah keefektifan pemasangan alat peredampada bangunan tingkat tinggi. Pada bangunan tinggi, sebagian dari deformasi pada atap bangunan berasal dari perilaku lentur dari bangunan. Berhubung karena keefektifan dari penggunaan alat peredam akan lebih baik saat deformasi lantai didominasi oleh perilaku deformasi geser pada tiap lantai, maka penambahan alat damper pada lantai atas bangunan bertingkat tinggi mungkin akan menjadi kurang efektif dalam meredam deformasi dari bangunan.

Oleh sebab itu, di dalam tugas akhir ini, suatu bangunan bertingkat 20 akan dianalisis untuk mengetahui respon bangunan akibat beban gempa yang direncanakan. Model bangunan yang akan dianalisis merupakan model gedung tiga dimensi. Alat peredam viskosdengan

(20)

karakteristik dan jumlah yang sama akan digunakan untuk model bangunan yang menggunakan damper. Tiga jenis pola penempatan alat peredam akan dianalisis untuk membandingkan respon bangunan berupa perpindahan, perpindahan antar lantai, serta gaya- gaya dalam yang terjadi pada komponen struktur.

Model bangunan akan dianalisis dengan analisis riwayat waktu (time history analysis).

Data percepatan tanah yang digunakan adalah data percepatan tanah gempa El Centro yang diskalakan dengan respons spektrum disain untuk daerah Aceh yang ditentukan sesuai dengan SNI. Besar respons maksimum pada struktur pada keempat model yang dianalisis akan dibandingkan untuk mendapatkan pola penempatan alat damper yang lebih efisien.

1.4. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup pembahasan agar tidak menjadi terlalu luas, pembatasan masalah yang akan diambil dalam tugas akhir ini meliputi:

a. Bangunan yang dianalisis berada pada kota Aceh.

b. Bangunan yang dianalisis adalah bangunan perkantoran bertingkat 20.

c. Perletakan struktur pada lantai dasar diasumsikan sebagai tumpuan sendi yang dihubungkan dengan menambahkan balok sloof.

d. Struktur yang digunakan merupakan sistem rangka pemikul momen khusus beton bertulang.

e. Pembebanan seperti beban mati, beban mati tambahan, dan beban hidup serta beban gempa yang dikerjakan pada struktur berdasarkan pada ketentuan dalam SNI-3-1727-2013 dan SNI-3-1726- 2012.

f. Alat peredam yang digunakan sebagai alat seismik adalah alat peredam viskos yang bersifat linier.

g. Analisa struktur yang dilakukan adalah analisa linier elastis dimana kondisi inelastis dari material dan geometri tidak diperhitungkan.

h. Respon yang akan dibandingkan adalah perpindahan atap, perpindahan relatif antar lantai, serta

(21)

rasio kekuatan kolom.

i. Pembahasan hanya dibatasi pada membandingkan respons struktur sedangkan desain optimum dari ukuran komponen struktur berada di luar lingkup dari pembahasan tugas akhir ini.

1.5. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah:

a. Membandingkan respons bangunan tanpa menggunakan alat peredam dengan respons bangunan yang menggunakan alat peredam.

b. Mengetahui bagaimana cara penempatan alat peredam yang lebih baik untuk meningkatkan keefektifan atas penggunakan alat tambahan alat peredam pada bangunan tingkat tinggi.

c. Menambah wawasan penulis yang berhubungan dengan disain bangunan yang menggunakan alat peredam viskos sebagai alat disipasi energi untuk perencanaan ketahanan gempa.

d. Menunjang perkembangan teknologi bangunan untuk disain ketahanan gempa dengan hasil analisis yang diperoleh pada penelitian ini.

1.6. Metodologi Penulisan

Dalam penulisan tugas akhir ini, metode penulisan yang digunakan oleh penulis adalah dengan mengumpulkan teori-teori dan rumus-rumus yang dibutuhkan untuk melakukan analisa melalui beberapa sumber antara lain: text book (buku-buku yang berkaitan dengan tugas akhir ini), jurnal-jurnal, standar-standar yang berkaitan dengan tugas akhir ini dan sebagainya. Kemudian, analisa dilakukan berdasarkan dengan teori-teori dan rumus-rumus yang telah dikumpulkan. Dalam melakukan analisa tersebut, penulis akan menggunakan bantuan perangkat lunak (software) SAP2000 untuk membantu perhitungan analisis.

(22)

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan terdiri dari 5 bab, yaitu : Bab I : Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Menjelaskan teori-teori yang akan menjadi acuan dalam pembahasan masalah Bab III : Desain bangunan tahan gemap yang menggunakan alat peredam viskos

Mencakup dasar-dasar teori mengenai desain bangunan yang menggunakan alat peredam viskos linier.

Bab IV : Pembahasan

Mencakup pemodelan gedung 20 lantai 3D dan analisis untuk mengevaluasi tata perletakan alat peredam yang paling efisien untuk bangunan bertingkat tinggi.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis dansaran atas hasil yang telah dicapai.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Filisofi Desain Bangunan Tahan Gempa

Suatu bangunan yang baik pada daerah yang terletak berdekatan dengan daerah pertemuan lempengan benua seperti di Indonesia hendaknya didesain terhadap kemungkinan beban gempa yang akan terjadi di masa yang akan datang yang waktunya tidak dapat diketahu secara pasti. Berikut yang termasuk bangunan tahan gempa adalah:

1. Apabila terjadi gempa ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural (dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca pecah dan sebagainya) maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan balok retak, pondasi amblas, dan lainnya).

2. Apabila terjadi gempa sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non-strukturalnya akan tetapi komponen structural tidak boleh rusak.

3. Apabila terjadi gempa kuat, bangunan boleh mengalami kerusakan baik komponen non- struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar/mengungsi ketempat aman.

Sulit untuk menghindari kerusakan bangunan akibat gempa, bila digunakan perencanaan konvensional, karena hanya bergantung pada kekuatan komponen struktur itu sendiri, serta perilaku respon pasca elastisnya. Seiring dengan perkembangan teknologi dalam perencanaan bangunan tahan gempa, telah dikembangkan suatu pendekatan disain alternatif untuk mengurangi resiko kerusakan bangunan saat terjadi gempa, dan mampu mempertahankan integritas komponen struktural dan non-struktural terhadap gempa kuat.

(24)

Pendekatan disain ini bukan dengan cara memperkuat struktur bangunan tetapi adalah dengan mereduksi gaya gempa yang akan bekerja pada bangunan atau menambah suatu sistem pada struktur yang dikhususkan untuk menyerap sebagian besar energi gempa yang masuk ke bangunan dan hanya sebagian kecil (sisanya) akan dipikul oleh komponen struktur bangunan itu sendiri.

Dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa dengan tingkat keamanan memadai, struktur harus dirancang dapat memikul gaya horizontal atau gaya gempa. Struktur harus dapat memberikan layanan yang sesuai dengan perencanaan.

Menurut T. Paulay (1988), tingkat layanan dari struktur akibat gaya gempa terdiri dari tiga, yaitu:

1. Kemampuan layan (serviceability)

Jika gempa dengan intensitas (intensity) percepatan tanah yang kecil dalam waktu ulang yang besar mengenai suatu struktur, disyaratkan tidak mengganggu fungsi bangunan, seperti aktivitas normal di dalam bangunan dan perlengkapan yang ada. Artinya tidak dibenarkan terjadi kerusakan pada struktur baik pada komponen struktur maupun elemen non-struktur yang ada. Dalam perencanaan harus diperhatikan control dan batas simpangan (drift) yang dapat terjadi semasa gempa, serta menjamin kekuatan yang cukup bagi komponen struktur untuk menahan gaya gempa yang terjadi dan diharapkan struktur masih berperilaku elastis.

2. Kontrol kerusakan (damage control)

Jika struktur dikenai gempa dengan waktu ulang sesuai dengan umur (masa) rencana bangunan, maka struktur direncanakan untuk dapat menahan gempa ringan (kecil) tanpa terjadi kerusakan pada komponen struktur ataupun komponen non-struktur, dan diharapkan struktur masih dalam batas elastis.

(25)

3. Ketahanan (survival)

Jika gempa kuat yang mungkin terjadi pada umur (masa) bangunan yang direncanakan membebani struktur, maka struktur direncanakan untuk dapat bertahan dengan tingkat kerusakan yang besar tanpa mengalami keruntuhan (collapse). Tujuan utama dari keadaan batas ini adalah untuk menyelamatkan jiwa manusia.

2.2. Peraturan Pembebanan Gempa Berdasarkan SNI 03-1726-2012

Perencanaan suatu konstruksi gedung harus memperhatikan aspek kegempaan, terutama di Indonesia karena merupakan salah satu daerah dengan zona gempa yang tinggi. Aspek kegempaan tersebut dianalisis berdasarkan peraturan yang berlaku di negara tersebut dan Indonesia memiliki peraturan sendiri dan peta gempanya. Peraturan yang berlaku saat ini ialah SNI 03-1726-2012 yang merupakan revisi dari SNI 03-1726-2002 dimana parameter wilayah gempanya sudah tidak digunakan lagi dan diganti berdasarkan dari nilai Ss

(parameter respons spectral percepatan gempa pada periode pendek) dan nilai S1 (parameter respons spectral percepatan gempa pada periode 1 detik) pada setiap daerah yang ditinjau.

Dalam hal ini, tata cara perencanaan bangunan gedung tahan gempa menjadi lebih rasional dan akurat.

2.2.1. Gempa Rencana dan Faktor Keutamaan

Tata cara ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung dan non gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 persen.

(26)

Tabel 2.1 Faktor keutaman untuk berbagai kategori gedung dan bangunan (SNI 03-1726- 2012)

Katergori risiko

- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan - Fasilitas sementara

- Gudang penyimpanan

- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

- Perumahan

- Rumah toko dan rumah kantor - Pasar

- Gedung perkantoran

- Gedung apartemen/ Rumah susun - Pusat perbelanjaan/ Mall - Bangunan industri - Fasilitas manufaktur - Pabrik

- Bioskop

- Gedung pertemuan - Stadion

-

- Fasilitas penitipan anak - Penjara

- Bangunan untuk orang jompo

- Pusat pembangkit listrik biasa - Fasilitas penanganan air - Fasilitas penanganan limbah - Pusat telekomunikasi

II

III Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

Gedung dan struktur lainnya, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

Gedung dan struktur lainnya yang tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahanya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

Jenis pemanfaatan

Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

(27)

Tabel 2.1 Faktor keutaman untuk berbagai kategori gedung dan bangunan (SNI 03-1726- 2012) (Lanjutan)

- Bangunan-bangunan monumental - Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan -

- - - - -

Gedung dan struktur lainnya yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV.

IV

Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya

Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat

Gedung dan struktur lainnya yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat

Untuk berbagai kategori resiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai

Tabel 2.1 pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut Tabel 2.2 khusus untuk struktur bangunan dengan kategori resiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk untuk operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut harus didesain sesuai dengan kategori resiko IV.

Tabel 2.2 Faktor keutaman gempa (SNI 03-1726-2012)

IV 1,5

Kate gori risiko Faktor ke utamaan ge mpa, Ie

I atau II 1,0

III 1,25

(28)

2.2.2. Klasifikasi Situs dan Parameter

Prosedur untuk klasifikasi suatu situs untuk memberikan kriteria seismik adalah berupa faktor-faktor amplifikasi pada bangunan. Dalam perumusan kriteria seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklasifikasi terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas. Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah di lapangan dan di laboratorium, yang dilakukan oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain geoteknik bersertifikat.

Tabel 2.3 Klasifikasi situs

Kelas Situs (m/detik) atau (kPa)

SA (batuan keras) >1500 N/A N/A

SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

SC (tanah keras, sangat padat dan batuan lunak)

350 sampai 750 >50 ≥ 100

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100

SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Indeks plastisitas, PI > 20, 2. Kadar air,

3. Kuat geser niralir

SF (tanah khusus, yang membutuhkan investigasi

geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik-situs yang mengikuti Pasal

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut:

- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitive, tanah tersementasi lemah - Lempung sangat organic dan/atau gambut (ketebalan H > 3m) - Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan

Indeks Plastisitas PI > 75 )

(29)

6.10.1) Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m dengan

(30)

Tabel 2.3 berisi klasifikasi situs tanah yang diperlukan dalam perumusan criteria seismik suatu bangunan. Nilai harus ditentukan sesuai dengan persamaan (2.1).

=

=

n=

i si

i n

i i s

v d d v

1

1 (2.1)

dimana:

di = tebal setiap lapisan antara kedalaman 0 sampai 30 meter;

vsi = kecepatan gelombang geser lapisan i dalam satuan m/detik;

= n

i

d

i 1

= 30 meter

Nilai dan harus ditentukan sesuai dengan persamaan (2.2) dan (2.3).

=

=

n=

i i

i n

i i

N d d N

1

1 (2.2)

Dimana Nidan di dalam persamaan 2 berlaku untuk tanah non-kohesif, tanah kohesif, dan lapisan batuan.

=

=

m

i i

i ch s

N d N d

1

(2.3)

Dimana Ni dan di dalam persamaan 3 berlaku untuk tanah non-kohesif saja, dan

=

=

m

i

s

i d

d

1

=

=

m

j

s

i d

d

1

, di mana ds adalah ketebalan total dari lapisan tanah non-kohesif di

(31)

dalam 30 m lapisan paling atas. Ni adalah tahanan penetrasi standar 60 persen energi (N60) yang terukur langsung di lapangan tanpa koreksi, dengan nilai tidak lebih dari 305 pukulan/m. Jika ditemukan perlawanan lapisan batuan, maka nilai Ni tidak boleh diambil lebih dari 305 pukulan/m.

2.2.3. Parameter Percepatan Gempa

Parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1 (percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spectral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismic pada Bab 14 yang tertera dalam SNI 03- 1726-2012 dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2 persen dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi.

Untuk penentuan respons spectral percepatan gempa MCER di permukaan tanah, diperlukan suatu factor amplifikasi seismic pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) dan factor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik (Fv). Parameter spectrum respons percepatan pada perioda pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.4) dan (2.5).

s a

MS F S

S = (2.4)

1

1 F S

SM = a (2.5)

dimana:

Ss = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda pendek;

Ss = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda 1,0 detik.

Koefisien situs Fa dan Fv dicantumkan pada

(32)

Tabel 2.4 dan Tabel 2.5.

Tabel 2.4 Koefisien situs, Fa

Kelas situs

Parameter respons spectral percepata gempa (MCER) terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2 detik, Ss

Ss≤ 0,25 Ss≤ 0,5 Ss≤ 0,75 Ss≤ 1,0 Ss≤ 1,25

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF SSb

Tabel 2.5 Koefisien situs, Fv

Kelas situs

Parameter respons spectral percepata gempa (MCER) terpetakan pada perioda 1 detik, S1

S1 ≤ 0,1 S1 ≤ 0,2 S1 ≤ 0,3 S1 ≤ 0,4 S1 ≤ 0,5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF SSb

2.2.4. Parameter Percepatan Spektral Desain

Spektrum respons adalah salah satu cara penyelesaian problem persamaan diferensial gerakan struktur MDOF. Walaupun memakai prinsip dinamik, tetapi metode ini bukanlah

(33)

kategori analisis riwayat waktu. Penggunaan metode ini hanya terbatas pada pencarian respons-respons maksimum. Dengan memakai spektrum respons yang telah disiapkan (tiap- tiap daerah gempa), maka respons-respons maksimum dapat dicari dalam waktu yang relatif singkat dibanding dengan cara analisis riwayat waktu. Namun demikian penyelesaian problem dengan cara ini hanya bersifat pendekatan artinya spektrum respons akan diperoleh dengan asumsi-asumsi tertentu.

Pada kenyataannya perlu diketahui prinsip dasar pada analisis dan desain struktur bangunan tahan gempa yaitu antara suplai (supply) dan kebutuhan (demand). Kebutuhan yang dimaksud dalam hal ini adalah kebutuhan kekuatan struktur sedemikian sehingga dengan tercukupinya kebutuhan kekuatan struktur mampu menahan beban dengan aman. Spektrum respons akan berfungsi sebagai alat untuk mengestimasi dalam menentukan strenght demand.

Di lain pihak, suplai kekuatan dapat dilakukan setelah melakukan desain elemen struktur.

Desain elemen dapat dilakukan dengan berdasar pada kekuatan bahan hasil uji elemen di laboratorium. Dengan demikian desain kekuatan harus didasarkan atas kekuatan yang nyata/riil atas bahan yang dipakai. Estimasi kebutuhan kekuatan struktur (strenght demand) akibat beban gempa pada prinsipnya adalah menentukan seberapa besar beban horisontal yang akan bekerja pada tiaptiap massa. Hal ini terjadi karena beban gempa akan mengakibatkan struktur menjadi bergetar dan pengaruhnya dapat diekivalenkan/seolah-olah terdapat gaya horisontal yang bekerja pada tiap-tiap massa. Spektrum respons dapat dipakai untuk menentukan gaya horisontal maupun simpangan struktur MDOF tersebut.

Spektrum respons merupakan suatu spektrum yang disajikan dalam bentuk grafik/plot antara perioda getar struktur, T, lawan respons-respons maksimum berdasarkan rasio redaman dan gempa tertentu. Respons-respons maksimum dapat berupa simpangan maksimum (spektrum perpindahan, Sd) kecepatan maksimum (spektrum kecepatan, Sv) atau percepatan

(34)

maksimum (spektrum percepatan, Sa) massa struktur. Terdapat dua macam spektrum yaitu spektrum elastik dan spektrum inelastik. Spektrum elastik adalah spektrum yang didasarkan atas respons elastik struktur, sedangkan spektrum inelastik (juga disebut desain spektrum respons) adalah spektrum yang direduksi dari spektrum elastik dengan nilai daktilitas tertentu. Nilai spektrum dipengaruhi oleh perioda getar, rasio redaman, tingkat daktilitas dan jenis tanah. Umumnya beban gempa, rasio redaman, daktilitas dan jenis tanah sudah dijadikan suatu variabel kontrol sehingga grafik yang ada tinggal diplot antara periode getar, T, lawan nilai spektrum, apakah simpangan, kecepatan atau percepatan maksimum. Secara umum yang dipakai adalah spektrum akselerasi.

Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari speksifik-situs tidak digunakan, maka kurva spectrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu Gambar 2.1 dan mengikuti ketentuan berikut:

1. Untuk perioda yang lebih kecil dari To, spektrum respons percepatan desain, Sa , harus ditentukan berdasarkan persamaan (2.6).



 

 +

=

0

6 , 0 4 ,

0 T

S T

Sa DS (2.6)

2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts, spectrum respons percepatan desain, Sa , sama dengan SDS.

3. Untuk perioda lebih besar dari Ts , spectrum respons percepatan desain, Sa , dihitung berdasarkan persamaan (2.7).

T

Sa = SD1 (2.7)

dimana:

SDS = parameter respons spectral percepatan desain pada perioda pendek;

SD1 = parameter respons spectral percepatan desain pada perioda 1 detik;

(35)

T = perioda getar fundamental struktur;

T0 = 0,2

DS D

S S 1

TS =

DS D

S S 1

Gambar 2.1 Spektrum respons desain

2.2.5. Periode Fundamental Pendekatan

Perioda fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, harus ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.8).

x n t

a C h

T = (2.8)

dimana:

hn = ketinggian struktur di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur ,m;

Ct = koefisien yang ditentukan dari Kinerja Struktur Gedung

Kinerja struktur gedung dipengaruhi adanya simpangan antar tingkat, akibat pengaruh gempa rencana. Penentuan simpangan antar lantai tingkat disain (Δ) harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau. Apabila pusat massa tidak terletak segaris dalam arah vertical, diijinkan untuk menghitung defleksi di

(36)

dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertical dari pusat massa tingkat di atasnya.

Tabel 2.6;

x = koefisien yang ditentukan dari Kinerja Struktur Gedung

Kinerja struktur gedung dipengaruhi adanya simpangan antar tingkat, akibat pengaruh gempa rencana. Penentuan simpangan antar lantai tingkat disain (Δ) harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau. Apabila pusat massa tidak terletak segaris dalam arah vertical, diijinkan untuk menghitung defleksi di dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertical dari pusat massa tingkat di atasnya.

Tabel 2.6;

2.2.6. Kinerja Struktur Gedung

Kinerja struktur gedung dipengaruhi adanya simpangan antar tingkat, akibat pengaruh gempa rencana. Penentuan simpangan antar lantai tingkat disain (Δ) harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau. Apabila pusat massa tidak terletak segaris dalam arah vertical, diijinkan untuk menghitung defleksi di dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertical dari pusat massa tingkat di atasnya.

Tabel 2.6 Koefisien Ct dan x

Tipe Struktur Ct x

Sistem rangka pemikul momen di maan rangka memikul 100 persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa:

Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,80

Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,90

Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731a 0,75

Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731a 0,75

(37)

Semua sistem struktur lainnya 0,0488a 0,75 Defleksi pusat massa di tingkat x, (δx), dalam mm harus ditentukan sesuai dengan persamaan (2.9).

e xe d

x I

C δ

δ = × (2.9)

dimana:

Cd = faktor pembesaran defleksi;

δxe = defleksi pada lokasi yang diisyaratkan, yang ditentukan dengan analisis elatis, mm;

Ie = faktor keutamaan.

Simpangan antar tingkat desain (Δ) yang ditentukan tidak boleh melebihi simpangan antar lantai ijin (Δa) seperti yang didapatkan dari

Tabel 2.7 untuk semua tingkat.

Tabel 2.7 Simpangan antar lantai izin (Δa)

Struktur

Kategori Resiko

I atau II III IV

Struktur, selain dari struktur dinding geser batu bata, 4 tingkat atau kurang dengan dinding interior, partisi, langit-langit dan sistem dinding eksterior yang telah didesain untuk

mengakomodasi simpangan antar lantai

0,025 hsx 0,025 hsx 0,025 hsx

Struktur dinding geser kantilever batu bata 0,010 hsx 0,010 hsx 0,010 hsx

Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007 hsx 0,007 hsx 0,007 hsx

Semua struktur lainnya 0,020 hsx 0,015 hsx 0,010 hsx

Keterangan:

(38)

hsx = tinggi tingkat di bawah tingkat x.

2.3. Peraturan Pembebanan Berdasarkan SNI 03-1727-2013

Pada perencanaan konstruksi bangunan beban – beban yang diperhitungkan adalah beban mati, beban hidup yang mengikuti peraturan yang berlaku saat ini ialah SNI 03-1727- 2013 yang merupakan revisi dari PBI 1983, dimana terdapat beberapa perbedaan salah satunya misalnya pada PBI 1983 beban hidup pada lantai bangunan perkantoran ditetapkan sebesar 250 kg/m2 atau 25 kN/m2 sedangkan yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku saat ini SNI 03-1727-2013 telah direvisi menjadi 500 kg/m2 atau 50 kN/m2.

Dalam hal ini, besarnya beban hidup yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku saat ini menjadi lebih aman jika digunakan dalam perencaan sebab besar beban yang direncanakan lebih besar.

Beban Hidup Kg/m2

Lantai dan tangga,

Lantai dan rumah tinggal sederhana dan gudang-gudang tidak penting, yang bukan untuk toko atau ruang kerja

Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, restorant, hotel, asrama dan rumah sakit.

Lantai ruang olahraga

Lantai ruang dansa

Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang lain dari pada yang di sebut dalam (a) s/d (e), seperti mesjid, gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop, dan panggung penonton dengan tempat duduk tetap.

Panggung penonton tempat duduk tidak tetap atau untuk penonton yang berdiri

Tangga, bordes tangga, lantai, dan gang dari ruang-ruang yang disebut dalam poin (c)

Tangga, bordes tangga, lantai, dan gang dari ruang-ruang yang

disebut dalam poin (d), (e), (f) dan (g)

200 125

250 400 500

400 500 300 500

(39)

Lantai ruang pelengkap dari ruang-ruang yang di sebut (c), (d), (e), (f), dan (g)

Lantai untuk : pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat danruang mesin, harus

direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri, dengan minimum

Lantai gedung parkir bertingkat :

Untuk lantai bawah

Untuk lantai tingkat lainnya

m. Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan terhadap beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan, dengan minimum

250

400

800 400

300 (Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983)

2.3.1. Beban Mati

Berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan dari beberapa komponen gedung diambil dari Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung (SNI 03-1727-2013)

No Bahan bangunan kg/m3 kN/m3 kg/m2 kN/m2

1 Baja 7850 76.93

2 Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 2600 25.48

3 Batu karang (berat tumpuk) 1500 14.7

4 Batu pecah 700 6.86

5 Besi tuang 1450 14.21

6 Beton (1) 7250 71.05

7 Beton bertulang (2) 2200 21.56

8 Kayu (Kelas I) (3) 2400 23.52

9 Kerikil, Koral (kerikil udara sampai lembab, tanpa

diayak) 1000 9.8

Tabel 2.8 Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung (SNI 03-1727-2013) (Lanjutan)

No Bahan bangunan kg/m3 kN/m3 kg/m2 kN/m2

(40)

diayak)

10 Pasangan batu bata 1650 16.17

11 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 1700 16.66

12 Pasangan batu karang 2200 21.56

13 Pasir (kering udara sampai lembab) 1450 14.21

14 Pasir (jenuh air) 1600 15.68

15 Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab) 1800 17.64 16 Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai

lembab) 1850 18.13

17 Tanah, lempung dan lanau (basah) 1700 16.66

18 Timah hitam (timbal) 2000 19.6

19 Komponen gedung 11400 111.72

20 Adukan, per cm tebal :

- dari semen 21 0.21

21 - dari kapur, semen merah atau tras 17 0.17 17 0.17

22 Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per

cm tebal 14 0.14 14 0.14

23 Dinding pasangan batu bata :

- satu batu 450 4.41

- setengah batu 250 2.45

24 Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung langit-langit atau pengaku), terdiri dari :

- semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis), dengan

tebal maksimum 4 mm 11 0.11

- kaca, dengan tebal (3-4) mm 10 0.1

25 Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban hidup maksimum 200 kg/m2

40 0.4

26 Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang maksimum 5 m dan jarak sumbu ke sumbu minimum 0.8 m

7 0.068

27 Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per

m2 bidang atap 50 0.49

28 Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m2

bidang atap 40 0.39

29 Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa

gording 24 0.24

30 Penutup lantai dari ubin semen Portland, teraso dan

beton tanpa adukan, per cm tebal 11 0.11

CATATAN :

(1) Nilai ini berlaku untuk beton pengisi;

(41)

(2) Untuk beton getar, beton kejut, beton mampat dan beton padat lain sejenis, berat sendirinya harus ditentukan tersendiri;

(3) Nilai ini adalah nilai rata-rata, untuk jenis-jenis kayu tertentu dapat dilihat pada NI 5 Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia.

2.3.2. Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin, serta peralatan yang bukan bagian tak terpisahkan dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap. Khusus pada atap, beban hidup juga mencakup beban hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air. Beberapa beban hidup yang bekerja pada gedung dapat diambil dari Tabel 2.9.

Beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan dan juga dinding-dinding pemisah dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m2.

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (SNI 03-1727-2013)

Hunian atau penggunaan Merata psf

(kN/m2)

Terpusat lb (kN) Apartemen (lihat rumah tinggal)

Sistem lantai akses Ruang kantor Ruang komputer

50 (2.4) 100 (4.79)

2000 (8.9) 2000 (8.9) Gudang persenjataan dan ruang latihan 150 (7.18)

(42)

Ruang pertemuan dan bioskop Kursi tetap (terikat di lantai) Lobi

Kursi dapat dipindahkan Panggung pertemuan Lantai podium

60 (2.87) 100 (4.79) 100 (4.79) 100 (4.79) 150 (7.18) Balkon (eksterior)

Rumah untuk satu atau dua keluarga, dan luas tidak melebihi 100 ft2 (9.3 m2)

100 (4.79)

60 (2.87) Lintasan bowling, ruang kolam renang, dan tempat

rekreasi sejenis lainnya 75 (3.59)

Jalur untuk akses pemeliharaan 40 (1.92) 300 (1.33)

(43)

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (SNI 03-1727-2013) (Lanjutan)

Hunian atau penggunaan Merata psf

(kN/m2)

Terpusat lb (kN) Koridor

Lantai pertama

Lantai lain, sama seperti pelayanan hunian kecuali

disebutkan lain 100 (4.79)

Ruang dansa dan ruang ballroom/pesta 100 (4.79) Dek (pekarangan dan atap)

Sama seperti daerah yang dilayani, atau untuk jenis hunian yang diakomodasi

Ruang makan dan restoran 100 (4.79)

Hunian (lihat rumah tinggal)

Ruang mesin elevator (pada daerah seluas 4 in2 [2580

mm2]) 300 (1.33)

Konstruksi pelat lantai finishing ringan (pada luasan 1

in2[645 mm2]) 200 (0.89)

Jalur penyelamatan terhadap kebakaran Hunian satu keluarga saja

100 (4.79) 40 (1.92)

Tangga permanen Lihat pasal 4.4

Garasi (mobil penumpang saja)

Truk dan bus 40 (1.92)a,b

Tribun (lihat stadion dan arena, tempat duduk di stadion)

Lantai utama gymnasium dan balkon 100 (4.79)

Susunan tangga, rel pengaman dan batang pegangan Lihat pasal 4.4 Rumah sakit :

Ruang operasi, laboratorium Ruang pasien

Koridor diatas lantai pertama

60 (2.87) 40 (1.92) 80 (3.83)

1000 (4.45) 1000 (4.45) 1000 (4.45) Hotel (lihat rumah tangga)

(44)

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (SNI 03-1727-2013) (Lanjutan)

Hunian atau penggunaan Merata psf

(kN/m2)

Terpusat lb (kN) Perpustakaan

Ruang baca

Ruang penyimpanan

Koridor di atas lantai pertama

60 (2.87) 150 (7.18)c

80 (3.83)

1000 (4.45) 1000 (4.45) 1000 (4.45) Pabrik

Ringan Berat

125 (6.00) 250 (11.97)

2000 (8.90) 3000 (13.40)

Kanopi di depan pintu masuk gedung 75 (3.59)

Gedung perkantoran:

Ruang arsip dan komputer harus dirancang untuk beban yang lebih berat berdasarkan pada perkiraan hunian Lobi dan koridor lantai pertama

Kantor

Koridor di atas lantai pertama

100 (4.79) 50 (2.40) 80 (3.83)

2000 (8.90) 2000 (8.90) 2000 (8.90) Lembaga hukum

Blok sel Koridor

40 (1.92) 100 (4.79) Rumah tinggal

Hunian (satu keluarga dan dua keluarga) Loteng yang tidak dapat didiami tanpa gudang Loteng yang tidak dapat didiami dengan gudang Loteng yang dapat didiami dan ruang tidur Semua ruang kecuali tangga dan balkon Hotel dan rumah susun

Ruang pribadi dan koridor yang melayani mereka Ruang publik dan koridor yang melayani mereka

10 (0.48) 20 (0.96) 30 (1.44) 40 (1.92)

40 (1.92) 100 (4.79) Stand pemantauan, tribun, dan tempat duduk di stadion 100 (4.79)d

(45)

Tabel 2.9 Beban hidup pada lantai gedung (SNI 03-1727-2013) (Lanjutan)

Hunian atau penggunaan Merata psf

(kN/m2)

Terpusat lb (kN)

Atap

Atap datar, pelana, dan lengkung Atap digunakan untuk tempat berjalan

Atap yang digunakan untuk taman atap atau tujuan pertemuan

Atap yang digunakan untuk tujuan khusus Awning dan kanopi

Konstruksi struktur yang didukung oleh struktur rangka kaku ringan

Semua konstruksi lainnya

Komponen struktur atap utama, yang terhubung langsung dengan perkerjaan lantai

Titik panel tunggal dari batang bawah ranga atap atau setiap titik sepanjang komponen struktur utama yang mendukung atap diatas pabrik, gudang, dan perbaikan garasi

Semua hunian lainnya

Semua permukaan atap dengan beban pekerja pemeliharaan

20 (0.96)h 60 (2.87)

100 (4.79)

5 (0.24) tidak dapat direduksi

20 (0.96)

I

2000 (8.9)

300 (1.33)

300 (1.33) Sekolah

Ruang kelas

Koridor diatas lantai pertama Koridor lantai pertama

40 (1.92) 80 (3.83) 100 (4.79)

1000 (4.5) 1000 (4.5) 1000 (4.5) Bak-bak/scuttles, rusuk untuk atap kaca dan langit-langit

yang dapat diakses 200 (0.89)

Pinggir jalan untuk pejalan kaki, jalan lintas kendaraan,

dan lahan/jalan untuk truk-truk 250 (11.97)e 8000 (35.6)f Stadion dan arena

Tribun

Tempat duduk tetap (terikat di lantai)

100 (4.79)d 60 (2.87)d

Gambar

Gambar 1.1 Pemakaian alat peredam viskos pada struktur bangunan
Gambar 1.2 Bangunan kampus di Yogyakarta, Indonesia setelah terjadi gempa  ( Sumber :
Tabel 2.1  Faktor keutaman untuk berbagai kategori gedung dan bangunan (SNI 03-1726- 03-1726-2012)
Tabel 2.1  Faktor keutaman untuk berbagai kategori gedung dan bangunan (SNI 03-1726- 03-1726-2012) (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Besarnya simpangan horisontal ( drift ) bergantung pada kemampuan struktur dalam menahan gaya gempa yang terjadi. Apabila struktur memiliki kekakuan yang besar untuk melawan

EVALUASI KINERJA STRUKTUR PADA GEDUNG BERTINGKAT DENGAN ANALISIS RIWAYAT WAKTU.. MENGGUNAKAN SOFTWARE ETABS V 9.5 (Studi Kasus : Gedung Solo Center

Sistem damper ini dikoneksikan melalui bracing terhadap struktur sehingga perlu dilakukan analisis yang tepat dalam mendapatkan nilai perbandingan antara

Sistem damper ini dikoneksikan melalui bracing terhadap struktur sehingga perlu dilakukan analisis yang tepat dalam mendapatkan nilai perbandingan antara

Damper ini umumnya digunakan pada pesawat luar angkasa dan kemiliteran dimana damper bekerja dengan menggunakan cairan liat sebagai alat peredam getara ataupun

1. Sistem struktur yang digunakan haruslah sesuai dengan tingkat kerawanan daerah dimana struktur bangunan tersebut berada terhadap gempa. Aspek kontinuitas dan integritas

Dalam penelitian ini dilakukan perencanaan struktur gedung rangka baja 12 tingkat dengan variasi penempatan bresing untuk menentukan efektivitas kinerja struktur yang dilihat

Tertera pada SNI 03-1726-2019 pasal 7.12.1.1 2.5 Analisis Kekakuan Struktur Bangunan Analisis kekakuan struktur bangunan Hotel Zest Ambon dilakukan dengan menggunakan kategori