• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Penempatan Alat Peredam Viskos Terhadap Respons Struktur Gedung Tinggi dengan menggunakan Metode Analisis Riwayat Waktu Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Penempatan Alat Peredam Viskos Terhadap Respons Struktur Gedung Tinggi dengan menggunakan Metode Analisis Riwayat Waktu Chapter III V"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

Desain Bangunan Tahan Gempa yang Menggunakan Alat Peredam Viskos

3.1. Pendahuluan

Dalam mendesain bangunan gedung, selain memperhitungkan beban gravitasi seperti beban mati dan beban hidup, beban lateral seperti gaya gempa dan angin juga hendak diperhitungkan. Salah satu filosofi desain gempa yang dianut adalah bangunan diharapkan dalam kondisi elastis pada saat menerima gempa kecil dan bangunan diizinkan untuk rusak tetapi tidak runtuh pada saat menerima gempa sedang dan besar. Sebagai konsekuensinya, sendi plastis harus terjadi pada struktur untuk dapat mendisipasi energy akibat gempa besar. Filosofi desain seperti ini dapat diterima secara luas demi mempertimbangkan segi ekonomi dan keselematan jiwa secara bersamaan.

Di sisi lain, pengembangan sendi plastis yang baik menghendaki deformasi yang besar serta tingkat daktilitas yang tinggi pula. Semakin besar daktilitas dari suatu komponen struktur juga bearti semakin parahnya kerusakan yang diderita oleh komponen struktur tersebut. Di samping itu, bangunan-bangunan penting seperti rumah sakit, pemadam kebakaran, gedung pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain, harus tetap dapat berfungsi setelah gempa besar terjadi. Untuk itu filisofi gempa yang telah disebutkan sebelumnya menjadi tidak dapat digunakan untuk bangunan-bangunan penting ini. Bangunan-bangunan ini harus cukup kuat untuk tetap berada pada kondisi elastis di bawah pengaruh gempa besar.

(2)

pengontrol gempa yang bersifat pasif adalah friction damper, metallic damper, visco-elastic damper, dan viscous damper. Struktur yang dipasangi dengan alat-alat peredam (damper) ini

tidak mendisipasi energy melalui terbentuknya sendi plastis pada komponen-komponen struktur tetapi disipasi energy dikonsentrasikan pada beberapa peredam yang ditambahkan pada sistem struktur utama untuk mengurangi kerusakan pada sistem struktur utama agar dapat tetap berfungsi setelah terkena gempa kuat.

Bagian ini akan difokuskan pada uraian mengenai struktur yang menggunakan alat peredam viskos (viscous damper). Pengaruh penggunaan alat peredam viskos pada struktur yang memikul gaya gempa dapat digambarkan dengan jelas dengan menggunakan konsep energy. Kondisi struktur yang merespon terhadap gaya gempa dapat dinyatakan dengan konsep energy seperti dapat dilihat pada persamaan (3-1).

EI = Ek + Es + Eh + Ed (3-1)

dengan:

EI = energy input gempa;

Ek = energy kinetik;

Es = energy regangan elastis yang dapat dipulihkan kembali;

Eh = energy histeretik yang tidak dapat dipulihkan kembali;

Ed = energy yang didisipasi oleh damping alami yang dimiliki oleh struktur dan/atau oleh

peredam tambahan.

(3)

gempa konvensional, energy permintaan sepenuhnya berasal dari energy histeretik, Eh, yang

dihasilkan dari deformasi inelastis dari struktur. Pada struktur yang menggunakan alat peredam, kapasitas disipasi energy dari sistem struktur akan meningkat karena adanya tambahan dari energy yang didisipasi oleh alat peredam, Ed. Pada umumnya, sistem struktur

akan didesain untuk dapat mengaktifkan fungsi peredam untuk mulai mendisipasi energy gempa sebelum deformasi inelastis dicapai oleh komponen struktur. Dengan kata lain, struktur utama akan lebih terproteksi dan kinerja dari bangunan yang terkena gempa besar dapat ditingkatkan.

(a) Respons akselerasi

(b) Respons perpindahan

(4)

3.2. Properti Mekanik dari Alat Peredam Viskos

Berbeda dengan alat peredam visko-elastis, alat peredam viskos bekerja dengan mengakomodasi perilaku viskos murni tanpa memberikan tambahan kekakuan kepada sistem struktur sehingga akan lebih mempermudah proses desain. Alat peredam viskos tidak hanya digunakan dalam sistem isolasi gempa untuk mencegah deformasi yang terlalu besar tetapi juga dapat digunakan untuk mendisipasi energy gempa dan mengurangi respons struktur terhadap beban angin dan gempa seperti diilustrasikan pada Gambar 3.1.

(a) Peredam dengan sebuah akumulator

(b) Peredam dengan sebuah batang yang menembus piston Gambar 3.2 Penampang longitudinal dari fluid viscous damper

(5)

alat peredam viskos. Perbedaan tekanan di antara kedua sisi piston akan menghasilkan gaya peredam dan besarnya konstanta peredam (damping constant) dari alat peredam dapat ditentukan dengan mengatur konfigurasi dari lubang pada kepala piston. Namun untuk peredam seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2(a), volume dari cairan yang tersimpan akan berubah ketika piston mulai bergerak sehingga akan menghasilkan gaya pemulih (restoring force) yang memiliki fase yang sama dengan perpindahan dan tidak sefase dengan kecepatan. Untuk mengatasi masalah seperti ini, tipe peredam seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2(b) digunakan.

Gaya peredam ideal yang dihasilkan oleh alat peredam viskos dapat dinyatakan dalam persamaan (3-2).

( )

u u

C

FD = &α sgn & (3-2)

dengan:

FD = gaya peredam;

C = konstanta redaman;

u& = kecepatan relatif antara kedua ujung alat peredam;

α = eksponen yang berada antara 0 hingga 1;

sgn(u&) = tanda dari u& (positif atau negatif) yang menunjukkan arah kecepatan.

(6)

Gambar 3.3 Hubungan antara gaya peredam dengan kecepatan dari viscous damper Dari grafik ini dapat dilihat bahwa alat peredam viskos nonlinier sangat efektif dalam meminimalkan hentakan kecepatan tinggi. Pada kecepatan yang relatif kecil, alat peredam dengan α lebih kecil dari 1 dapat menghasilkan gaya peredam yang besar jika dibandingkan dengan kedua tipe lainnya.

(7)

3.3. Rasio Redaman Efektif untuk Struktur yang Menggunakan Alat Peredam Viskos Linier

Pada bagian ini akan dijabarkan penurunan persamaan yang akan digunakan untuk menghitung rasio redaman efektif untuk struktur yang menggunakan alat peredam viskos linier. Terlebih dahulu, asumsikan sebuah sistem dengan satu derajat kebebasan (SDOF) yang dipasangkan alat peredam viskos linier dan diberikan gaya luar berupa beban perpindahan riwayat waktu yang berbentuk sinusoidal seperti dinyatakan dalam persamaan (3-3).

t

u = perpindahan dari sistem dan peredam;

0

u = amplitudo dari perpindahan;

ω = frekuensi dari beban yang diberikan.

Respons yang terukur dapat dinyatakan dengan persamaan (3-4).

(

ω +δ

)

Energy yang didisipasi oleh peredam dapat dinyatakan dengan persamaan (3-5).

du F

WD =

D (3-5)

dengan:

FD = gaya peredam = Cu&;

C = konstanta redaman dari alat peredam;

(8)

Persamaan (3-5) dapat dijabarkan menjadi:

Jika rasio redaman yang dikontribusikan oleh peredam dinyatakan sebagai ξd =C Ccr , maka akan diperoleh:

Sehingga rasio redaman yang berasal dari peredam, ξd, dapat dinyatakan sebagai:

(9)

WS = energy regangan elastis dari sistem.

Definisi WD dan WS diilustrasikan pada Gambar 3.5. Di bawah pembebanan gempa,

besarnya ω biasanya adalah sama dengan

0

ω , sehingga persamaan dapat disederhanakan

menjadi:

S D d

W W

π ξ

2

= (3-9)

Gambar 3.5 Definisi dari WD dan WS pada sistem SDOF dengan alat peredam viskos

(10)

d

eff ξ ξ

ξ = 0 + (3-10)

dengan:

0

ξ = rasio redaman bawaan dari sistem MDOF tanpa adanya alat peredam;

d

ξ = rasio redaman yang berasal dari alat peredam yang ditambahkan.

Sebagai perluasan dari konsep yang digunakan pada sistem SDOF, persamaan (3-11) digunakan oleh FEMA273 untuk menyatakan ξd.

K

∆ = perpindahan antar lantai pada lantai ke-i.

Maka, energy yang didisipasikan oleh alat peredam viskos dapat diekspresikan oleh persamaan (3-12).

u = perpindahan aksial relatif di antara kedua ujung alat peredam j.

(11)

prosedur yang telah disederhanakan untuk memudahkan aplikasinya pada kondisi praktikal. Dengan menggunakan metode energy regangan dari analisis moda, energy yang didisipasi oleh alat peredam dan energy regangan elastis yang disediakan oleh struktur portal dapat dinyatakan dengan persamaan dan persamaan secara berurutan.

φ = perpindahan horizontal relatif pada alat peredam j pada moda pertama;

i

φ = perpindahan moda pertama pada lantai i;

i

m = massa lantai pada lantai i;

j

θ = sudut kemiringan dari alat peredam ke-j.

(12)

3.4. Prosedur Desain Bangunan yang Menggunakan Alat Peredam Viskos

Ada beberapa prosedur disain bangunan yang direkomendasikan berdasarkan FEMA 356. Prosedur disain tersebut diantaranya adalah linear statik, linear dinamik, non-linear statik, dan non-linear dinamik. Pada tugas akhir ini, desain bangunan yang menggunakan alat peredam akan dilakukan dengan menggunakan metode analisis riwayat waktu linear dinamik. Bangunan yang telah ditambahkan alat peredam akan dianalisis secara riwayat waktu dengan menggunakan data percepatan gempa yang telah diskalakan dengan respon spektrum rencana yang diinginkan. Nilai rasio redaman target akan ditentukan terlebih dahulu dan besarnya konstanta redaman yang diperlukan akan dihitung dengan menggunakan persamaan (3-15). Nilai rasio redaman ini akan diberikan pada model alat peredam yang kemudian akan dianalisis untuk mendapatkan respon struktur berupa perpindahan maksimum serta gaya-gaya dalam struktur. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah pola perpindahan, φi , pada persamaan (3-15) adalah nilai pola perpindahan dari bangunan MDOF yang telah dipasangi alat peredam. Namun karena penggunaan alat damper viskos murni tidak mempengaruhi kekakuan struktur sehingga perioda fundamental dan pola goyangan dari bangunan dengan ataupun tanpa alat damper adalah sama.

(13)

Nilai rasio redaman aktual yang dihasilkan oleh struktur linier akan dapat dihitung untuk dibandingkan dengan nilai rasio redaman target yang diharapkan. Tata letak alat peredam mungkin akan mempengaruhi tingkat ketelitian dari nilai rasio redaman yang dihitung dengan persamaan (3-15) dengan nilai aktual yang diharapkan. Pada bab berikutnya akan diberikan sebuah contoh bangunan sistem rangka pemikul momen beton bertulang yang menggunakan alat peredam viskos untuk mengurangi respon bangunan. Beberapa konfigurasi perletakan alat peredam viskos akan dianalisis dan kemampuan memprediksi nilai rasio redaman efektif yang dihitung dengan persamaan (3-15) akan dievaluasi.

Prosedur desain bangunan linear dinamik yang menggunakan alat peredam viskos akan dirangkum menjadi beberapa poin sebagai berikut:

1. Tentukan rasio redaman target total yang dikehendaki dapat dicapai oleh struktur setelah alat peredam ditambahkan, ξtarget.

2. Lakukan analisis modal pada bangunan tanpa alat peredam untuk memperoleh periode fundamental dan pola goyangan dari moda pertama dari bangunan yang akan ditambahkan alat peredam.

3. Hitung rasio redaman akibat alat peredam yang diharapkan, ξd, dengan menggunakan persamaan (3-10).

4. Rencanakan tata letak alat peredam sesuai dengan yang diinginkan.

5. Hitung nilai konstanta redaman yang diperlukan untuk dapat menghasilkan ξd sebesar yang diharapkan dengan menggunakan persamaan (3-15) untuk tata letak alat peredam yang telah direncakan pada langkah ke-4.

6. Tambahkan alat peredam dengan konfigurasi seperti yang telah direncanakan pada langkah ke-4 dan gunakan konstanta redaman yang diperoleh dari langkah ke-5.

(14)

ditambahkan alat peredam yang dihasilkan dari langkah ke-6.

8. Catat riwayat perpindahan relatif dari bangunan yang dianalisis pada langkah ke-7. 9. Hitunglah rasio redaman, ξactual , berdasarkan pada getaran bebas pada riwayat

perpindahan relatif yang diperoleh dari langkah ke-8. Getaran bebas adalah osilasi pada saat beban gempa telah berakhir.

10. Bandingkan nilai rasio redaman yang diperoleh dari langkah ke-9 dengan rasio redaman

et targ

ξ yang direncanakan.

(15)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pemodelan Struktur

Struktur bangunan berupa portal gedung beton bertulang 3 dimensi seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1. Struktur bangunan merupakan gedung 20 lantai dengan tinggi tiap lantai adalah 4 m. Bangunan yang direncanakan terletak di kota Aceh dengan fungsi bangunan untuk perkantoran. Gedung berada di atas tanah sedang dengan Situs SC. Ukuran bangunan arah X dan Y adalah 24 dan 48 m. Denah bangunan ditunjukkan pada Gambar 4.2. Tabel 4.1 merangkum beberapa informasi yang berhubungan dengan model bangunan yang akan dianalisis di dalam tugas akhir ini.

Tabel 4.1 Informasi model bangunan yang akan dianalisis

1. Fungsi bangunan Gedung perkantoran

2. Letak bangunan Kota Aceh

3. Jenis tanah dasar Tanah sedang (situs SC)

4. Jumlah lantai 20 lantai

5. Tinggi total gedung 80 m

6. Tinggi antar lantai 4 m

7. Panjang bangunan arah X 4@6 m = 24 m 8. Panjang bangunan arah Y 8@6 m = 48 m 9. Faktor keutamaan gedung, I 1,0

(16)

Gambar 4.1 Pemodelan gedung 3-D

Metode analisis yang akan digunakan untuk memperhitungkan pengaruh beban gempa adalah analisis riwayat waktu. Beban berupa percepatan gerakan tanah yang digunakan adalah data gempa El-Centro yang besarnya diskalakan terhadap respon spektrum gempa aceh dengan menggunakan sebuah program yang dihasilkan dengan menggunakan program MATLAB oleh laboratorium “Seismic Passive Control Research Group” dari Department of Civil and Construction Engineering – National Taiwan University of Science and Technology.

(17)

Gambar 4.2 Denah gedung

Tabel 4.2 Parameter respons spektral percepatan gempa untuk daerah Aceh

Parameter Periode pendek Periode 1 detik

Respons spektral Ss = 1,3 g S1 = 0,6 g

Koefisien situs Fa = 1,0 Fv = 1,3

Respons spektral percepatan gempa maksimum SMS = 1,3 g SM1 = 0,78 g

Percepatan spektral desain SDS = 0,867 g SD1 = 0,52 g

(18)

Gambar 4.3 Data percepatan gerakan tanah gempa El-Centro yang diskalakan dengan respons spektrum dedain untuk daerah Aceh

4.2 Data Material

Material yang digunakan untuk gedung yang akan dianalisis adalah material beton bertulang dengan kekuatan beton (f’c) sebesar 30 MPa dan mutu baja tulangan longitudinal

dan tulangan sengkang menggunakan material ASTM A615 Gr.60 dengan tegangan leleh minimum (fy) sebesar 420 MPa.

4.3 Pembebanan Struktur

(19)

1. Berat sendiri (DL)

Berat sendiri adalah beban mati yang berasal dari berat sendiri komponen struktur yang dihitung dengan menggunakan berat jenis material beton bertulang yang diambil sebesar 21,56 kN/m3 sesuai dengan rekomendasi pada SNI 03-1727-2012 (dicantumkan pada Tabel 2.8).

2. Beban mati tambahan (superimposed dead load) (DL+)

Beban mati tambahan dapat berupa beban akibat berat adukan semen, acian, keramik plesteran, plafon dan mechanical electrical. Besarnya berat komponen-komponen ini diberikan di dalam Tabel 2.8. Total beban mati tambahan untuk lantai dan atap yang digunakan adalah 1,0 kN/m2.

3. Beban hidup (LLFLOOR dan LLROOF)

Beban hidup untuk perkantoran yang digunakan berdasarkan pada rekomendasi pada SNI 03-1727-2012 seperti terlihat di dalam Tabel 2.9. Untuk beban hidup pada lantai perkantoran direncanakan memikul beban hidup (LLFLOOR) sebesar 2,4 kN/m2 sedangkan pada atap perkantoran yang direncanakan untuk bisa digunakan sebagai tempat berjalan direncanakan memikul beban hidup (LLROOF) sebesar 0,96 kN/m2. 4. Beban gempa (EQ)

Beban gempa yang digunakan adalah berupa respons gaya maksimum dari beban gempa riwayat waktu.

(20)

4.4 Dimensi Komponen Struktur

Sebelum analisa struktur dilakukan, ukuran dari komponen struktur diperlukan untuk menghitung kekakuan struktur yang akan diperlukan di dalam melakukan analisa struktur. Di lain sisi, dimensi komponen struktur yang optimal perlu ditentukan berdasarkan gaya dalam yang terjadi akibat pembebanan struktur yang merupakan hasil dari analisa struktur. Namun dalam tugas akhir ini, menentukan dimensi struktur yang optimal tidak termasuk dalam pembahasan. Tugas akhir ini hanya difokuskan untuk membahas pengaruh letak alat peredam di dalam bangunan terhadap respons struktur bangunan terhadap beban gempa. Oleh sebab itu, penentuan dimensi dari komponen struktur akan dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yang sederhana.

Untuk penentuan dimensi balok, persyaratan tinggi balok minimum dapat digunakan sebagai acuan. Untuk balok menerus, SK SNI 03-2847-2012 mensyaratkan nilai tinggi balok minimum sebesar L/12, dimana L merupakan panjang bentang balok. Maka untuk perencanaan dimensi balok pada tugas akhir ini, ketentuan berikut akan digunakan untuk menentukan tinggi balok yang akan digunakan dalam analisis:

1. Untuk balok induk:

Hbi = L/12 = 6000/12 = 500 mm

Maka akan digunakan tinggi balok induk sebesar 600 mm 2. Untuk balok anak:

Hba = L/14 = 6000/14 = 429 mm

Maka akan digunakan tinggi balok induk sebesar 500 mm

(21)

Balok anak dengan ukuran 250×500 mm2.

Untuk perencanaan tebal pelat, syarat lendutan minimum untuk pelat masif satu arah sesuai yang ditentukan di dalam SK SNI 03-2847-2012 dapat digunakan sebagai acuan berhubung pelat yang digunakan dalam bangunan ini direncanakan sebagai pelat satu arah dengan perbandingan panjang terhadap lebar bentang pelat lantai sebesar 2. Untuk pelat satu arah yang menerus pada kedua ujungnya, tebal pelat tidak boleh diambil kurang dari:

L/28 = 300/28 = 107 mm

Maka, tebal rencana pelat lantai dan atap yang digunakan adalah sebesar 150 mm.

Untuk perencanaan dimensi kolom, beban aksial yang bekerja pada kolom akibat beban gravitasi dapat dijadikan sebagai acuan. Kolom pada lantai dasar dari bangunan 20 lantai akan direncanakan untuk dapat memikul beban gravitasi dari seluruh lantai. Dalam tugas akhir ini, akan diasumsikan bahwa gaya aksial pada kolom lantai dasar akibat beban gravitasi tidak melebihi 0,15Agf’c. Ukuran dimensi awal kolom kemudian akan ditentukan berdasarkan

pada beban aksial tersebut.

Beban yang bekerja pada kolom interior pada lantai dasar dapat dihitung sebagai berikut:

Beban mati:

Berat sendiri lantai = 21,56×0.15×20 = 64,7 kN/m2 Beban mati tambahan = 1,0×20 = 20,0 kN/m2 Beban hidup:

Beban hidup total = 19×2,4 + 0,96 = 46,6 kN/m2

(22)

Pu = {1.2×(64,7 + 20,0) + 1.6×46,6} × (6×6) = 176.2 × 36 = 6343 kN

Dimensi awal untuk kolom dapat ditentukan sebagai berikut:

Luas kolom perlu = 1,41 106

Maka, dimensi kolom rencana yang digunakan adalah 1200×1200 mm2.

Untuk menghemat material, karena beban aksial yang diterima oleh kolom akan menjadi semakin kecil pada lantai yang lebih tinggi, maka ukuran dimensi kolom akan dikurangi sebesar 200 mm pada kedua sisi setiap kenaikan 5 lantai bangunan.

Ukuran dimensi dari komponen-komponen struktur yang akan digunakan pada analisa struktur pada tugas akhir ini dirangkumkan pada Tabel 4.3. Pada tugas akhir ini, dimensi komponen yang digunakan tidak akan diubah karena tugas akhir ini hanya ditujukan untuk membandingkan efek perletakan alat peredam terhadap respons struktur bangunan. Desain bangunan yang optimal tidak menjadi pembahasan dalam tugas akhir ini.

Tabel 4.3 Dimensi komponen-komponen struktur bangunan yang digunakan dalam analisis

Komponen Struktur Dimensi rencana

Balok induk Kolom lantai 1 hingga 5

Kolom lantai 6 hingga 10 Kolom lantai 11 hingga 15 Kolom lantai 16 hingga 20

(23)

4.5 Kombinasi Pembebanan

Walaupun tugas akhir ini tidak difokuskan pada perencanaan dimensi komponen struktur yang optimal, namun kombinasi pembebanan tetap disiapkan untuk digunakan demi membandingkan rasio kekuatan kolom yang paling ekstrim antara bangunan-bangunan yang menggunakan tata perletakan alat peredam yang berbeda-beda.

Kombinasi pembebanan yang digunakan untuk menentukan gaya-gaya dalam yang terjadi di dalam komponen struktur akibat beban gravitasi dan beban gempa rencana untuk kota Aceh diambil berdasarkan pada ketentuan di dalam SNI 03-1726-2012 adalah sebagai berikut:

1. 1,4 (DL + DL+)

2. 1,2 (DL + DL+) + 1,6 LL

3. 1,2 (DL + DL+) + 0.5 LL ± 1,0 EQ 4. 0,9 (DL + DL+) ± 1,0 EQ

4.6 Analisis Modal untuk Menentukan Perioda Fundamental Bangunan

Pada bagian ini, analisis modal akan dilakukan untuk menentukan perioda fundamental dari bangunan. Perlu diketahui bahwa penggunaan alat peredam viskos tidak akan mengubah perioda fundamental bangunan karena alat peredam jenis ini tidak memberikan kontribusi kekakuan tambahan kepada bangunan sehingga perioda fundamental bangunan adalah sama antara bangunan yang tidak menggunakan alat peredam dengan bangunan yang menggunakan alat peredam.

(24)

yang perlu diperhatikan. Pada umumnya pola goyangan ini akan terjadi pada moda kedua mengingat jumlah bentang pada arah sumbu X lebih banyak daripada jumlah bentang pada arah sumbu Y sehingga perioda bangunan akan lebih besar pada goyangan ke arah sumbu X.

Dua faktor yang sangat mempengaruhi hasil dari analisis modal adalah kekakuan dan massa dari sturktur bangunan. Oleh sebab itu, sumber kekakuan dan mass dari struktur harus dimodelkan dengan sebaik-baiknya agar dapat diperoleh nilai perioda fundamental bangunan yang lebih mendekati kondisi yang sebenarnya.

4.6.1 Kekakuan Lateral dari Struktur Bangunan

Kekakuan lateral dari struktur bangunan bergantung kepada ukuran dari komponen struktur serta model struktur yang digunakan untuk analisis. Kekakuan struktur dapat dipengaruhi oleh ukuran kolom, balok, pelat lantai dan keberadaan komponen struktur lainnya seperti bresing dan lain sebagainya. Model tiga dimensi dipilih dalam tugas akhir ini, walaupun pembahasan hanya dibatasi pada goyangan searah sumbu X saja yang sebenarnya cukup degan menggunakan model dua dimensi, karena keberadaan pelat lantai yang sulit dimodelkan pada model dua dimensi akan mempengaruhi besarnya kekakuan lateral dari struktur bangunan yang dianalisis.

(25)

diimbangi oleh peningkatan perioda bangunan akibat adanya tambahan massa dari dinding.

Kondisi dari model perletakan bangunan yang digunakan dalam analisis juga sangat mempengaruhi kekakuan struktur bangunan. Pada umumnya perencana sering memodelkan tumpuan pada dasar bangunan sebagai tumpuan jepit. Namun, sebenarnya tumpuan jepit dengan kekakuan rotasi yang besarnya tak terhingga sebenarnya sulit untuk dapat dicapai pada kondisi sebenarnya walaupun pondasi yang digunakan merupakan pondasi tiang pancang. Walaupun pada titik pancang, deformasi pada arah sumbu Z cukup kecil, namun kelenturan dari pile cap pada umumnya tidak dapat memberikan kekakuan yang cukup besar untuk dimodelkan sebagai tumpuan jepit. Saat tumpuan jepit digunakan, momen pada dasar kolom lantai terbawah akan menjadi sangat besar. Pada bangunan yang memiliki ruang bawah tanah, kekakuan rotasi dari kolom di lantai dasar yang berada di permukaan tanah akan menjadi lebih besar namun nilai ini juga masih jauh dari nilai tak terhingga. Suatu metode pemodelan yang dapat diadopsi adalah dengan memodelkan tumpuan sebagai tumpuan sendi dan menambahkan balok sloof untuk menghubungkan tumpuan-tumpuan. Kekakuan dari balok sloof ini akan menjadi parameter utama dalam menentukan momen yang dapat diterima pada dasar bangunan. Dengan menggunakan model seperti ini, momen pada dasar kolom lantai 1 akan menjadi lebih realistis. Di dalam tugas akhir ini, balok sloof dengan ukuran yang sama dengan balok induk akan digunakan. Studi mengenai pengaruh kekakuan dari balok sloof terhadap perioda bangunan tidak menjadi lingkup pembahasan dalam tugas akhir ini. Dimensi balok sloof yang digunakan, 300×600 mm2, diasumsikan cukup untuk dapat memodelkan kondisi perletakan pada bangunan yang akan dianalisis.

(26)

sendiri bangunan dan beban mati tambahan, seperti beban akibat berat adukan semen, acian, keramik plesteran, plafon dan mechanical electrical, merupakan beban yang sepenuhnya akan bereaksi terhadap pergerakan tanah. Beban-beban hidup yang dikunci pada lantai bangunan seperti mesin atau perabotan yang menyatu dengan lantai ataupun dinding bangunan serta benda yang cukup berat sehingga menghasilkan gaya gesekan dengan lantai yang cukup besar merupakan beban hidup yang dapat bereaksi terhadap pergerakan tanah akibat gempa. Oleh sebab itu, tidak semua beban hidup perlu diperhitungkan dalam analisa pengaruh gempa. Dalam tugas akhir ini, hanya 20% dari beban hidup yang ditambahkan kepada bangunan akan diikutsertakan ke dalam modal analisis.

Besar massa yang perlu disertakan dalam analisis modal dengan menggunakan program SAP2000 dapat diatur di dalam opsi “Define > Mass Source” dengan mengatur “Mass definition” menjadi “From element and additional masses and loads”. Satu hal yang perlu

diperhatikan yaitu berat sendiri dan beban mati tambahan perlu dimasukkan pada pola pembebanan (load pattern) yang berbeda dimana untuk berat sendiri faktor kali untuk berat sendiri (self weight multiplier) adalah sebesar satu agar berat sendiri dari komponen struktur akan dihitung secara otomatis oleh program SAP2000 sedangkan untuk beban mati tambahan faktor kali untuk berat sendiri harus diberikan sebesar nol. Kemudian pada kotak dialog “Define mass source” pola beban yang digunakan untuk analasis hanyalah beban akibat beban mati tambahan dan 20% dari beban hidup karena massa akibat berat sendiri bangunan akan dihitung secara otomatis oleh program SAP2000.

Sebagai ringkasan dari sub-bab ini, besarnya massa yang diikutkan dalam analisis modal akan dirangkum sebagai berikut:

1. Berat sendiri komponen struktur,

(27)

3. 20% beban hidup yang ditambahkan pada sturktur bangunan.

Tabel 4.4 Massa tiap lantai dan pola goyangan pada moda kedua

Lantai i

mi

(kN-s2/m) φi

20 770 1,000

19 967 0,991

18 967 0,976

17 967 0,954

16 967 0,924

15 1028 0,888

14 1088 0,852

13 1088 0,811

12 1088 0,766

11 1088 0,715

10 1166 0,659

9 1244 0,602

8 1244 0,542

7 1244 0,478

6 1244 0,412

5 1339 0,343

4 1434 0,274

3 1434 0,205

2 1434 0,135

1 1434 0,066

(28)

menghitung besar konstanta redaman dari alat peredam dengan menggunakan persamaan (3-15).

4.6.3 Hasil Analisis Modal

Setelah memastikan pemodelan struktur bangunan dan sumber massa untuk analisis modal telah sesuai dengan yang dikehendaki, analisis modal akan dilakukan oleh program SAP2000. Hasil dari analisis modal adalah berupa perioda fundamental bangunan beserta pola goyangan bangunan. Perioda fundamental yang akan digunakan untuk menghitung konstanta damper dengan menggunakan persamaan (3-15) adalah perioda fundamental pada moda kedua yaitu sebesar T = 2.856 detik. Pola goyangan bangunan pada moda kedua disajikan di dalam Tabel 4.4 dan Gambar 4.4.

4.7 Desain Bangunan dengan Menggunakan Alat Peredam

(29)
(30)
(31)
(32)
(33)

Tabel 4.5 Konfigurasi tata letak alat peredam yang didesain

Tipe Letak alat peredam Jumlah alat peredam per lantai per portal

Konstanta redaman yang diperlukan oleh tiap jenis bangunan dihitung dengan menggunakan prosedur seperti yang telah diberikan pada bab 3. Dengan mengasumsikan semua pada satu bangunan, alat peredam yang digunakan adalah sama (memiliki konstanta redaman yang sama), dan rasio redaman bawaan , ξ0, adalah sebesar 5% serta rasio redaman yang diharapkan , ξeff, adalah sebesar 20%, maka persamaan (3-15) dapat disederhanakan

(34)
(35)
(36)
(37)

Rasio redaman untuk ketiga jenis bangunan yang telah dihitung dicantumkan juga pada Tabel 4.5. Nilai konstanta redaman ini akan digunakan untuk mengevaluasi perilaku dari bangunan dengan alat peredam yang dipasang dengan tata perletakan yang berbeda-beda.

4.8 Analisa Riwayat Waktu terhadap Bangunan dengan Alat Peredam Viskos

Analisis riwayat waktu akan dilakukan terhadap ketiga jenis bangunan yang menggunakan alat peredam dengan konfigurasi yang berbeda. Selain ketiga bangunan dengan alat peredam yang tercantum di dalam Tabel 4.5, sebuah bangunan tanpa alat peredam juga dianalisis untuk digunakan sebagai pembanding dengan bangunan yang menggunakan alat peredam. Tabel 4.9 merangkum keempat model bangunan yang akan dianalisis secara riwayat waktu.

Tabel 4.9 Bangunan yang dianalisis secara riwayat waktu

Model Tipe tata letak alat peredam

Jumlah alat peredam per lantai per portal

Konstanta redaman C (kN-s/m)

MRF - 0 0

DAMP-A A 2 16688

DAMP-B B 4 10980

DAMP-C C 8 10145

(38)

yang bersifat linier dimana struktur yang dianalisis akan tetap berada dalam kondisi elastis dan alat peredam yang digunakan juga bersifat elastis. Tipe analisis riwayat waktu yang digunakan untuk analisis dalam tugas akhir ini adalah “modal”. Sesuai dengan petunjuk dari buku manual penggunaan program SAP2000, tipe analisis riwayat waktu ini lebih mewakili perilaku struktur yang akan dianalisis. Di samping itu, waktu yang dibutuhkan untuk analisis juga jauh lebih cepat daripada menggunakan tipe analisis yang satunya lagi yaitu “direct integration”. Nilai rasio redaman yang digunakan dalam analisis ini adalah sebesar 5%

dimana angka ini diasumsikan konstan di sepanjang analisis untuk menyederhanakan analisis.

4.8.1 Hasil Analisa Riwayat Waktu terhadap Bangunan dengan Alat Peredam Viskos Hasil analisis berupa riwayat perpindahan atap untuk tiap model bangunan yang dianalisis dapat diperoleh. Riwayat perpindahan atap untuk keempat model bangunan yang telah dianalisis disajikan pada Gambar 4.8 hingga Gambar 4.11. Perpindahan atap maksimum untuk keempat model bangunan dirangkum dalam Tabel 4.1.

(39)

Gambar 4.9 Riwayat perpindahan atap untuk model DAMP-A

Gambar 4.10 Riwayat perpindahan atap untuk model DAMP-B

(40)

Tabel 4.10 Respons perpindahan atap maksimum

Model Perpindahan atap maksimum (mm)

Waktu pada saat perpindahan atap maksimum terjadi

(detik)

MRF 497 10.52

DAMP-A 268 4.88

DAMP-B 269 4.88

DAMP-C 261 4.88

Hasil analisis menunjukkan bahwa respons perpindahan atap dapat diperkecil dengan sangat siknifikan dengan menambahkan alat peredam pada struktur bangunan. Perpindahan atap dapat diturunkan hingga hanya sekitar 53% dengan mengubah rasio redaman bangunan menjadi 20%. Seiring dengan menurunnya respons perpindahan, gaya dalam yang terjadi di dalam komponen struktur juga akan berkurang. Hal ini kemudian akan dibahas pada subbab berikutnya.

Di samping itu, dari Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa tata perletakan alat peredam tidak memberikan pengaruh yang cukup siknifikan kepada riwayat respons perpindahan. Namun satu hal yang perlu diingat yaitu konstanta redaman yang digunakan pada ketiga bangunan yang menggunakan alat peredam adalah tidak sama. Jika konstanta redaman yang digunakan sama, maka respons perpindahan dari model DAMP-B dan DAMP-C akan menjadi lebih kecil dari DAMP-A karena besarnya konstanta redaman pada DAMP-B dan DAMP-C hanya sekitar 60% dari konstanta redaman pada DAMP-A. Hal ini menunjukkan bahwa meletakkan alat peredam pada lantai atas adalah kurang efektif dalam menurunkan respons perpindahan bangunan. Sedangkan besar konstanta redaman yang digunakan pada B dan DAMP-C adalah hampir sama demikian pula respons perpindahan dari kedua model ini.

(41)

relatif pada alat peredam di tiap lantai, φrj, yang dapat dilihat pada Tabel 4.6. Nilai φrj pada

lantai atas terlihat lebih kecil daripada lantai di bawah yang berarti bahwa perpindahan yang terjadi pada alat peredam di lantai atas lebih kecil sehingga gaya redaman yang dapat dihasilkan oleh alat peredam juga menjadi lebih kecil sehingga keefektifan dari alat peredam yang dipasang di tempat tesebut menjadi kurang efektif. Sedangkan nilai φrj pada lantai di

antara lantai 1 dan 5 hampir sama dengan pada lantai di antara lantai 6 dan lantai 10. Oleh sebab itu, respons struktur pada model DAMP-B dan DAMP-C juga tidak berbeda jauh.

4.8.2 Rasio Redaman Bangunan dengan Alat Peredam

Rasio redaman dari bangunan yang menggunakan alat peredam dapat dihitung dengan menggunakan suatu metode pendekatan yang berlaku untuk getaran bebas struktur SDOF. Dalam hal ini, bangunan bertingkat tinggi yang digunakan untuk analisis dapat dimodelkan sebagai sebuah model SDOF karena untuk bangunan yang menggunakan alat peredam, pengaruh moda tinggi pada umumnya menjadi sangat kecil dan hanya moda pertama yang akan mempengaruhi pola goyangan struktur MDOF dimana pola pertama ini memiliki pola yang menyerupai perpindahan dari model SDOF.

(42)

persamaan (4-2) dirangkum dalam dengan:

n

v = perpindahan atap maksimum pada siklus ke-n;

1 +

n

v = perpindahan atap maksimum pada siklus berikut nya setelah siklus ke-n;

est

ξ = nilai rasio redaman yang diperkirakan dengan persamaan (4-2).

Dari Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa nilai rasio redaman dapat diprediksi dengan cukup baik untuk model MRF (bangunan tanpa alat peredam) dimana besarnya rasio redaman yang dihitung dengan persamaan (4-2) mendekati 5% yang merupakan nilai redaman yang diberikan untuk analisis. Hal yang serupa dapat dilihat juga pada model bangunan yang menggunakan damper. Nilai rasio redaman yang dihitung dengan menggunakan persamaan (4-2) mendekati nilai 20% yang merupakan besar redaman rasio rencana yang diharapkan dapat diberikan dengan adanya tambahan alat peredam.

Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan untuk mendesain alat peredam yang hendak dipakai untuk mengurangi respons bangunan cukup efektif dalam memperkirakan nilai rasio redaman bangunan yang diharapkan. Selisih nilai rasio redaman yang diperoleh dengan nilai rasio redaman yang diharapkan kurang dari 1%.

(43)

Gambar 4.12 Ilustrasi osilasi getaran bebas dengan redaman

v = perpindahan atap maksimum pada siklus ke-n;

1 +

n

v = perpindahan atap maksimum pada siklus berikut nya setelah siklus ke-n;

est

ξ = nilai rasio redaman yang diperkirakan dengan persamaan (4-2).

(44)

(4-2) mendekati nilai 20% yang merupakan besar redaman rasio rencana yang diharapkan dapat diberikan dengan adanya tambahan alat peredam.

Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan untuk mendesain alat peredam yang hendak dipakai untuk mengurangi respons bangunan cukup efektif dalam memperkirakan nilai rasio redaman bangunan yang diharapkan. Selisih nilai rasio redaman yang diperoleh dengan nilai rasio redaman yang diharapkan kurang dari 1%.

Tabel 4.11 Rasio redaman bangunan yang dihitung dengan persamaan (4-2)

Model vn

4.8.3 Perpindahan Antar Tingkat pada Bangunan dengan Alat Peredam

(45)

perpindahan maksimum terjadi disajikan dalam Tabel 4.13 dan direpresentasikan dengan grafik pada Gambar 4.13 hingga Gambar 4.16.

Pada bangunan yang tidak menggunakan alat peredam, model MRF, perpindahan antara lantai maksimum mencapai hingga 33 mm sedangkan pada saat alat peredam ditambahkan, model DAMP, perpindahan antara lantai maksimum yang dicapai menjadi berkurang hingga kurang dari 20 mm. Pada model MRF, perpindahan antar lantai paling besar terjadi pada lantai 6 sedangkan pada model DAMP, perpindahan antar lantai paling besar menjadi berada pada lantai 2.

Pada model MRF, perpindahan antar lantai tampak mulai mengecil pada lantai 11 seiring dengan semakin bertambahnya tinggi lantai. Lantai yang mengalami perpindahan antar lantai yang besar merupakan tempat yang efektif untuk menempatkan alat peredam. Oleh sebab itulah, seperti yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, pada saat alat peredam diletakkan pada lantai 1 hingga lantai 10, besar konstanta peredam yang diperlukan dapat diperkecil.

Jika perpindahan antara lantai dari ketiga bangunan yang menggunakan alat peredam dibandingkan, dapat dilihat bahwa model DAMP-A mengalami perpindahan antara lantai yang paling besar disusul oleh model DAMP-C kemudian DAMP-B. Walaupun besarnya berbeda, tetapi perbedaan ini tidaklah terlalu siknifikan. Hal lain yang dapat dilihat adalah perpindahan antar lantai pada semua lantai pada model DAMP-B lebih merata jika dibandingkan dengan kedua model lainnya. Walaupun terdapat perbedaan pada distribusi perpindahan antar lantai untuk tiga jenis perletakan alat peredam yang berbeda, namun tingkat ekonomis dari desain bangunan sulit untuk dapat ditentukan dari hasil ini. Oleh sebab itu pada subbab berikutnya, nilai rasio kekuatan dari komponen bangunan akan dievaluasi.

(46)

Model MRF DAMP-A DAMP-B DAMP-C

Waktu (detik) 10,52 4,88 4,88 4,88

Lantai

(i) Perpindahan (mm)

1 29,4 19,1 17,4 18,6

2 60,1 38,8 35,3 37,6

3 91,6 58,5 53,2 56,5

4 124 77,7 70,6 74,7

5 156 96,4 87,5 92,0

6 189 115 104 109

7 221 132 119 124

8 253 148 134 138

9 284 163 149 151

10 314 177 163 164

11 343 191 177 177

12 371 204 191 189

13 395 216 205 202

14 417 227 218 213

15 436 237 230 224

16 456 247 242 236

17 472 255 253 246

18 484 261 260 253

19 492 265 266 258

20 497 268 269 261

Tabel 4.13 Perpindahan antar lantai pada saat perpindahan atap maksimum terjadi

(47)

Waktu (detik) 10,52 4,88 4,88 4,88 Lantai (i) Perpindahan antar lantai (mm)

1 29,4 19,1 17,4 18,6

2 30,7 19,7 17,9 19,0

3 31,5 19,7 17,8 18,8

4 32,0 19,3 17,4 18,2

5 32,2 18,7 16,9 17,3

6 33,0 18,2 16,5 16,6

7 32,6 17,0 15,5 15,1

8 31,9 15,9 14,8 14,0

9 30,8 15,0 14,3 13,2

10 29,7 14,2 14,0 12,7

11 29,7 14,2 14,6 13,1

12 27,2 13,2 14,2 12,7

13 24,6 12,1 13,7 12,3

14 21,9 11,0 12,9 11,6

15 19,3 9,82 11,9 10,9

16 19,8 10,1 12,6 11,7

17 15,8 8,03 10,2 9,66

18 12,0 6,01 7,76 7,42

19 8,19 4,06 5,25 5,07

(48)

Gambar 4.13 Perpindahan antar lantai pada saat perpindahan atap maksimum (MRF)

(49)

Gambar 4.15 Perpindahan antar lantai pada saat perpindahan atap maksimum (DAMP-B)

(50)

4.8.4 Rasio Kekuatan Kolom pada Bangunan dengan Alat Peredam

Untuk membandingkan tingkat ekonomis dari ketiga bangunan yang menggunakan alat peredam, nilai rasio kekuatan dari beberapa komponen kritis pada bangunan akan ditinjau. Portal dengan nilai rasio kekuatan terbesar adalah portal yang berada pada tepi bangunan yaitu portal 1 dan 5. Nilai rasio pada kedua portal ini adalah sama karena keadaan simetri. Nilai rasio kekuatan terbesar dari kolom interior dan eksterior pada tiap lantai untuk keempat model bangunan yang telah dianalisis dirangkumkan pada Tabel 4.14.

Dari Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa penambahan alat peredam dapat dengan sangat efektif mengurangi gaya-gaya dalam komponen struktur khususnya pada kolom lantai atas. Nilai rasio kekuatan pada kolom interior lantai 16 adalah yang terbesar. Pada model MRF, nilai rasio ini mencapai 1,764 yang artinya kolom tidak cukup untuk menahan beban yang diberikan karena nilai rasio kekuatannya melebihi 1. Namun setelah alat peredam ditambahkan nilai rasio ini dapat diturunkan hingga hanya 0,676 pada model DAMP-B. Nilai rasio ini bahkan lebih kecil lagi pada model DAMP-A (sebesar 0,530) dan DAMP-C (sebesar 0,609). Demikian pula hal nya dengan kolom pada lantai dasar. Nilai rasio kekuatan kolom eksterior pada lantai dasar pada model MRF dapat mencapai sebesar 0,570. Setelah alat peredam ditambahkan nilai rasio kekuatan pada kolom eksterior lantai dasar dapat diturunkan hingga hanya 0,28. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa penambahan alat peredam dapat dengan efektif mengurangi respons bangunan dan nilai rasio kekuatan pada komponen struktur dengan sangat siknifikan.

Untuk membandingkan tingkat keefektifan dari tata letak alat peredam, nilai rasio kekuatan dari model DAMP-B dengan DAMP-C dan DAMP-A dengan DAMP-B akan dibandingkan.

(51)

Tabel 4.14 Rasio kekuatan maksimum pada kolom interior dan eksterior

Model MRF DAMP-A DAMP-B DAMP-C

Lantai

(i) Interior Eksterior Interior Eksterior Interior Eksterior Interior Eksterior

20 0,784 0,437 0,220 0,192 0,238 0,192 0,253 0,215

19 1,231 0,938 0,272 0,187 0,329 0,227 0,336 0,235

18 1,560 1,092 0.371 0,238 0,459 0,300 0,431 0,282

17 1,697 1,066 0,457 0,288 0,577 0,371 0,518 0,343

16 1,764 1,354 0,530 0,376 0,676 0,500 0,609 0,454

15 0,870 0,584 0,270 0,160 0,296 0,176 0,285 0,173

14 0,956 0,874 0,305 0,214 0,333 0,255 0,324 0,238

13 0,950 0,889 0,338 0,237 0,368 0,262 0,362 0,252

12 0,891 0,907 0,368 0,264 0,389 0,279 0,385 0,276

11 0,881 0,988 0,401 0,304 0,411 0,339 0,417 0,330

10 0,417 0,560 0,238 0,185 0,245 0,197 0,251 0,194

9 0,450 0,691 0,256 0,219 0,267 0,233 0,272 0,231

8 0,461 0,710 0,273 0,239 0,283 0,252 0,285 0,245

7 0,476 0,751 0,291 0,263 0,299 0,275 0,294 0,264

6 0,508 0,858 0,312 0,290 0,322 0,303 0,311 0,290

5 0,350 0,535 0,208 0,204 0,218 0,212 0,210 0,205

4 0,375 0,601 0,218 0,225 0,230 0,234 0,223 0,227

3 0,376 0,588 0,225 0,242 0,236 0,246 0,230 0,241

2 0,345 0,553 0,240 0,265 0,240 0,265 0,240 0,261

(52)

Tabel 4.15 Perbandingan rasio kekuatan antara model DAMP-A, DAMP-B, dan DAMP-C

Model DAMP-B/DAMP-A DAMP-B/DAMP-C

Lantai

(i) Interior Eksterior Interior Eksterior

20 1,081 1,000 0,943 0,895

19 1,208 1,215 0,979 0,968

18 1,238 1,263 1,067 1,062

17 1,262 1,290 1,113 1,082

16 1,274 1,331 1,110 1,101

15 1,100 1,096 1,041 1,019

14 1,092 1,191 1,028 1,071

13 1,087 1,106 1,017 1,041

12 1,057 1,055 1,009 1,008

11 1,024 1,114 0,985 1,027

10 1,032 1,065 0,975 1,016

9 1,043 1,067 0,980 1,012

8 1,037 1,055 0,995 1,031

7 1,028 1,047 1,019 1,043

6 1,030 1,045 1,036 1,045

5 1,048 1,041 1,035 1,037

4 1,055 1,040 1,031 1,033

3 1,046 1,019 1,025 1,023

2 1,000 1,000 1,000 1,015

1 0,997 0,997 1,010 1,012

(53)

berbeda dengan perbedaan kurang dari 2%. Sedangkan pada lantai 16 ke atas, perbedaan ini menjadi semakin besar namun masih berada di bawah 10%. Pada lantai 16, 17, dan 18, nilai rasio kekuatan lebih besar pada kolom model DAMP-B daripada DAMP-C, sedangkan pada lantai 19 dan 20, nilai rasio kekuatan pada kolom model DAMP-C lebih besar daripada DAMP-B. Karena nilai konstanta redaman yang digunakan pada kedua model ini besarnya hampir sama, sehingga hasil ini merupakan hasil yang diharapkan.

Jika nilai rasio kekuatan kolom pada model DAMP-A dan DAMP-B dibandingkan, dapat dilihat bahwa pada umumnya nilai rasio kekuatan pada model DAMP-B lebih besar kecuali pada kolom lantai dasar. Perbedaan nilai rasio kekuatan kurang dari 10% pada kolom lantai 1 hingga 15. Namun perbedaannya menjadi semakin besar pada kolom lantai 16 hingga 20. Pada kolom eksterior lantai 16, nilai rasio kekuatan pada model DAMP-B adalah 30% lebih besar daripada pada model DAMP-A. Hal ini merupakan hal yang wajar karena dapat dilihat dari Gambar 4.14 dan Gambar 4.15 bahwa perpindahan antar lantai pada lantai 16 adalah lebih besar pada model DAMP-B. Dari hasil ini, akan sulit ditentukan apakah struktur bangunan dengan konfigurasi alat peredam seperti pada model DAMP-A atau DAMP-B yang lebih ekonomis karena walaupun nilai rasio kekuatan pada model DAMP-A lebih kecil sehingga memungkinkan komponen struktur yang digunakan dapat diperkecil, namun alat peredam yang digunakan memiliki nilai konstanta redaman yang lebih besar sehingga harganya menjadi lebih mahal.

(54)

menggunakan besar konstanta redaman yang sama dicantumkan pada Tabel 4.16 dan secara berurutan.

Tabel 4.16 Respons perpindahan atap maksimum model DAMP-A dan DAMP-B dengan nilai konstanta redaman yang sama besar

Model Perpindahan atap maksimum (mm)

Waktu pada saat perpindahan atap maksimum terjadi

(detik)

DAMP-A 268 4.88

DAMP-B 213 4.88

Tabel 4.17 Perbandingan rasio kekuatan antara model DAMP-A dengan DAMP-B yang menggunakan konstanta redaman yang sama

Lantai (i)

DAMP-B/DAMP-A Lantai (i)

DAMP-B/DAMP-A Interior Eksterior Interior Eksterior

(55)

kecil dibandingkan dengan model DAMP-A. Dari hasil analisis ini dapat dilihat bahwa tata perletakan seperti pada model DAMP-B adalah lebih baik dan lebih ekonomis walaupun tidak terlalu siknifikan. Beberapa kolom bahkan memiliki nilai rasio kekuatan yang sama namun mayoritas kolom memiliki rasio kekuatan yang lebih kecil sehingga ukuran kolom dapat diperkecil.

4.8.5 Gaya Geser Dasar Bangunan

Gaya geser dasar bangunan dapat mencerminkan besarnya beban gempa yang bekerja pada struktur bangunan. Tabel 4.18 menyajikan besarnya gaya geser dasar bangunan pada keempat model bangunan yang dianalisis. Dari Tabel 4.18 dapat dilihat bahwa gaya geser dasar pada model DAMP-B adalah yang terkecil sedangkan pada model DAMP-A dan DAMP-C nilai ini hampir sama. Gaya geser dasar bangunan pada model DAMP-B adalah 15% lebih kecil daripada pada model DAMP-A dan DAMP-C. Sedangkan pada model MRF, nilai ini mencapai hampir hingga dua kali lipat dari pada model DAMP-A dan DAMP-C. Penggunaan alat peredam dapat dengan efektif menurunkan nilai gaya geser dasar bangunan sehingga dapat mengurangi kerusakan yang timbul pada bangunan.

Tabel 4.18 Gaya geser dasar bangunan (base shear)

Model Gaya geser dasar bangunan (kN)

MRF 35610

DAMP-A 17860

DAMP-B 15310

DAMP-C 17540

(56)
(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Tugas akhir ini membahas mengenai pengaruh penempatan alat peredam terhadap respons dari bangunan bertingkat tinggi dengan metode analisis riwayat waktu. Respons struktur berupa perpindahan maksimum atap, nilai rasio kekuatan dari kolom, dan gaya geser dasar bangunan antara ketiga jenis tata letak alat peredam dibandingkan dan kemudian beberapa kesimpulan dapat ditarik sebagai berikut:

1. Hasil respon perpindahan atap dapat dilihat bahwa penggunaan alat peredam damper dapat dengan efektif mengurangi respons perpindahan atap namun tata perletakan alat peredam tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan.

2. Nilai rasio simpangan antar lantai maksimum ( interstory drift ) pada model DAMP-B lebih kecil dibandingkan dengan perletakan model DAMP-A maupun DAMP-C

3. Gaya geser dasar bangunan pada model DAMP-B memberikan gaya yang lebih kecil dibandingkan model DAMP-A dan DAMP-C.

(58)

5.2 Saran

Beberapa saran untuk memberikan dorongan penelitian yang lebih jauh di masa yang akan datang yaitu sebagai berikut:

1. Analisis dapat dilakukan kembali untuk bangunan dengan jumlah lantai yang berbeda-beda.

2. Alat peredam damper yang digunakan dapat diganti dengan alat peredam viskos non linier.

Gambar

Gambar 3.1 Kurva respons struktur dengan damping yang berbeda
Gambar 4.1 Pemodelan gedung 3-D
Gambar 4.2 Denah gedung
Gambar 4.3 Data percepatan gerakan tanah gempa El-Centro yang diskalakan dengan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam contoh tersebut wesel dipertukarkan pada diskonto, karena suku bunga efektif (12%) lebih besar daripada suku bunga ditetapkan (10%), sehingga nilai sekarang wesel lebih kecil

Melalui Raker 4 Airlift Landlift Department di Manado 18-20 Juni 2015 yad,saya mendorong lebih banyak lagi team dari 10 Regional yang dengan penuh semangat berkunjung kota demi

Hasil tersebut menunjukkan bahwa orientasi pasar dan jiwa kewirausahaan berpengaruh kuat terhadap keunggulan bersaing di sentra kaos Suci Bandung Sedangkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap pelayanan di Puskesmas Sungai Lilin Kecamatan Sungai Lilin Kabupaten Musi

Berdasarkan hasil perhitungan jarak pada langkah ke-2 setiap data akan menjadi anggota suatu klaster yang memiliki jarak terdekat (hasil nilai terkecil) dari

BAB IV MACAM – MACAM KISAH ISRA<I<LIYYA<T DAN PENGGUNAAN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERAGAMAAN UMAT ISLAM A. Penggunaan Kisah-Kisah Isra>i>liyya>t

Pengukuran ini dilakukan akibat dampak yang ditimbulkan dari sumber ancaman (Threat-Source) yang mengeksploitasi kelemahan sistem khususnya terhadap keberadaan sistem

Hasil kelayakan LKS berdasarkan aspek keefektifan yaitu hasil tes keterampilan berpikir kreatif siswa didapatkan sebesar 33% siswa sangat kreatif(jika siswa