• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN BUMDes DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DESA DI KECAMATAN TRIPE JAYA KABUPATEN GAYO LUES TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN BUMDes DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DESA DI KECAMATAN TRIPE JAYA KABUPATEN GAYO LUES TESIS"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN BUMDes DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DESA DI KECAMATAN TRIPE JAYA KABUPATEN GAYO LUES

TESIS

Oleh

Syamsul Bahri.G 187003019/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

(2)

PERAN BUMDes DALAM MENINGKATKAN

PEREKONOMIAN DESA DI KECAMATAN TRIPE JAYA KABUPATEN GAYO LUES

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan

Pedesaan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh:

Syamsul Bahri G 187003019/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(3)
(4)

Telah diuji pada Tanggal : 23 Juli 2020

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Erlina, SE.,MSi.Ph.D.,Ak.,CA

Anggota : 1. Dr. Rujiman, MA

2. Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, S.E

3. Prof. Dr. Suwardi Lubis, M.S

4. Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si

(5)
(6)

PERAN BUMDes DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DESA DI KECAMATAN TRIPE JAYA KABUPATEN GAYO LUES

Syamsul Bahri G, Erlina2, Rujiman3

1 Mahasiswa PWD SPs Universitas Sumatera Utara

2,3 Dosen PWD,SPs Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Upaya untuk meningkatan daya beli masyarakat dijalankan pemerintah desa melalui program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran BUMDes dalam peningkatan perekonomian desa di Kecamatan Tripe Jaya, dan untuk menganalisis faktor yang mendukung dan menghambat pengelolaan BUMDes dalam peningkatan perekonomian desa di Kecamatan Tripe Jaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan objek penelitian adalah BUMDes di Kecamatan Tripe Jaya Kabupaten Gayo Lues. Hasil analisis data menunjukkan bahwa peran BUMDes di Kecamatan Tripe Jaya sudah mulai terlihat dampak positif kepada ekonomi masyarakat biarpun tidak signifikan.

Sedangkan faktor-faktor yang penghambat peran BUMDes yaitu minimnya keterampilan dan kapabilitas SDM dalam mengelola BUMDes, manajemen kelembagaan juga belum berjalan dengan baik, seperti perencanaan, pemanfaatan berbasis kelembagaan, minimnya pemahaman masyarakat mengenai BUMDes, dan minimnya keterlibatan masyarakat dalam memajukan BUMDes.

Kata Kunci: BUMDes, Ekonomi Desa

(7)

THE ROLE OF BUMDes IN IMPROVING VILLAGE ECONOMY IN KECAMATAN TRIPE JAYA, GAYO LUES DISTRICT

Syamsul Bahri G, Erlina2, Rujiman3

1 Postgraduate Student of Regional Planning, University of North Sumatra

2.3 Lecturer of Regional Planning, University of North Sumatra ABSTRACT

Efforts to increase the purchasing power of the community are carried out by the village government through the Village-Owned Enterprise (BUMDes) program. This study aims to analyze the role of BUMDes in improving the village economy in Tripe Jaya District, and to analyze the factors that support and hinder the management of BUMDes in improving the village economy in Tripe Jaya District. This study used qualitative methods and the object of research was BUMDes in Tripe Jaya District, Gayo Lues Regency. The results of the data analysis show that the role of BUMDes in Tripe Jaya District has begun to have a positive impact on the community's economy, although not significant. Meanwhile, the factors that hinder the role of BUMDes are the lack of skills and capabilities of human resources in managing BUMDes, institutional management is also not running well, such as planning, institutional-based utilization, lack of public understanding of BUMDes, and the lack of community involvement in advancing BUMDes.

Keywords: BUMDes, Village Economy

(8)
(9)
(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Januari 1994 di desa Gawar Trangung Kecamatan Trangun Kabupaten Gayo Lues, putra kedua dari empat bersaudara, anak dari Musa S.Pd (Ayah) dan Sidah (Ibu).

Jenjang pendidikan formal yang ditempuh oleh penulis yaitu pada tahun 2007 lulus dari SD Negeri 6 Tripe Jaya, tahun 2010 lulus dari SMP Swasta Darul Iman, tahun 2013 lulus dari SMA Negeri 1 Tripe Jaya. Tahun 2013 Penulis melanjutkan studi S1 di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Fakultas Sosial Dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Politikdan lulus pada tanggal 13 Mei 2018.

Kemudian pada bulan September 2018 penulis melanjutkan pendidikan Magister (S2) pada program studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara Medan.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.4 Tujuan penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pembangunan Wilayah Dan Pedesaan ... 9

2.2. Pengembangan Perekonomian Wilayah ... 12

2.2.1. Pengertian Ekonomi ... 12

2.2.2. Pengembangan Ekonomi Desa ... 13

2.3. Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) ... 13

2.3.1. Pengertian BUMDes ... 13

2.3.2. Peranan BUMDes... 15

2.3.3. Pengelolaan BUMDes ... 17

2.3.4. Landasan Hukum BUMDes ... 24

2.3.5. Tujuan BUMDes ... 27

2.2.6. Jenis BUMDes ... 28

2.4. Peran Pemuda ... 30

2.4.1. Pengertian Pemuda ... 30

2.4.2. Peran Pemuda Dalam Pembangunan ... 30

2.5. Penelitian Terdahulu ... 31

2.6. Kerangka Konsepual ... 32

(12)

BAB III METODE PENELETIAN ... 35

3.1 Lokasi Penelitian ... 35

3.2 Jenis Dan Sumber Data ... 35

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.4 Teknik Analis Data ... 37

3.5 Batasan Operasional... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

4.2 Jumlah Penduduk ... 40

4.2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

4.2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 41

4.2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 42

4.3 BUMDes Kecamatan Tripe Jaya ... 43

4.3.1 Gambaran BUMDes Desa Uyem Beriring ... 43

4.3.2 Gambaran BUMDes Desa Pantan Kela ... 45

4.3.3 Gambaran BUMDes Desa Paya Kumer ... 47

4.3.4 Gambaran BUMDes Desa Buntu Musara... 48

4.4 Proses Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kecamatan Tripe Jaya Kabupaten Gayo Lues ... 50

4.4.1 Jenis Usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kecamatan Tripe Jaya ... 51

4.4.2 Keunggulan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kecamatan Tripe Jaya ... 57

4.4.3 Kelemahan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kecamatan Tripe Jaya ... 58

4.4.4 Tantangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kecamatan Tripe Jaya ... 59

4.5 Keberhasilan yang dicapai oleh BUMDes dalam Meningkatkan Ekonomi Masyarakat Kecamatan Tripe Jaya ... 60

4.6 Kontribusi BUMDes terhadap Masyarakat Desa di Kecamatan Tripe Jaya ... 64

(13)

4.7 Peran dan Kontribusi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam

Meningkatkan Perekonomian Masyarakat ... 67

4.8 Hambatan BUMDes Dalam Memberdayakan Masyarakat desa di Kecamatan Tripe Jaya ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1.1 Rekapitulasi Angaran Pembiayaan Badan Usaha Milik Kampung (BUMKp) Kecamatan Tripe Jaya Kab. Gayo LuesDana Desa yang

diterima Kute Kutarih periode 2015-2018 ... 4

1.2 Program BUMDes di Kecamatan Tripe Jaya ... 5

4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 41

4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 42

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 34

4.1 Diagram Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

4.2 Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 42

4.3 Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pekerjaan ... 43

4.4 Struktur BUMDes Anugrah Jaya Desa Uyem Beriring ... 45

4.5 Struktur BUMDes Sepeden Desa Uyem Pantan Kela ... 47

4.6 Struktur BUMDes Paya Kumer Desa Paya Kumer ... 48

4.7 Struktur BUMDes Buntul Musara Desa Buntul Musara ... 50

4.8 Pengelolaan Air Bersih/PAMDes ... 52

4.9 Bank Sampah ... 53

4.10 Budidaya Ternak Kambing ... 54

4.11 Perdagangan Produk Hasil Olahan/Minyak Sere Wangi ... 55

4.12 Penyedia jaringan WIFI... 56

4.13 Pangkalan Penjualan Tabung Gas Elpiji ... 56

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Menurut Undang – Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa, pembangunan desa bertujuan agar meningkatkan kualitas hidup manusia dan penangulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, pemenfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, gotong royong guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.

Pengembangan ekonomi dalam lingkup pedesaan telah diaplikasikan pemerintah melalui berbagai program, namun upaya tersebut belum maksimal.

Terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan program tersebut kurang berjalan sebagaimana semestinya, faktoryang paling utama adalah intervensi pemerintah terlalu besar. Hal ini mengakibatkan terhambatnya daya ekplorasi masyarakat desa dalam kegiatan ekonomi di pedesaan.

Pendekatan yang diupayakan agar mampu menggerakan roda perekonomian desa ialah keberadaan kelembagaan yang dipegang penuh oleh warga desa. Pendirian lembaga ini bertujuan membantu kebutuhan dana masyarakat dan menumbuhkan aktivitas ekonomi di pedesaan.

UU 6 Tahun 2014 Pasal 87 sampai 90 memberikan kesempatan yang terbuka kepada desa untuk mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Desa berkesempatan memaksimalkan potensi wilayahnya bersama masyarakat Desa dalam pembentukan BUMdes. Melalui keberadaan BUMDes, desa seyogyanya dapat menjalankan kegiatan ekonominya secara mandiri dalam membangun desa

(17)

dan rakyatnya sehingga pada akhirnya melalui pelembagaan ini dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat perdesaan. BUMDes muncul sebagai salah satu prioritas dalam pemerintahan era Jokowi-Kalla semenjak digulirkannya nawacita. Desa menjadi prioritas dalam pembangunan, hal ini ditujukan untuk mengurangi kesenjangan antara pembangunan desa dan kota. Dengan asumsi ini masyarakat yang mendiami pedesaan urung melakukan transmigrasi ke kota karena didesanya sendiri mereka sudah sejahtera. Kesejahteraan inilah yang merupakan sasaran utama dalam pendirian BUMDes.

BUMDes dapat didirikan melalaui stakeholder desa yang dikelola dengan rasa kebersamaan guna mendayagunakan segala potensi ekonomi di Desa dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat. BUMDes dalam implementasinya bergerak pada usaha bidang ekonomi dan pelayanan publik yang tidak hanya berorentasi pada profit tetapi juga berorentasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu, pendirian BUMDes bukan hanya bersifat melayani public melainkan juga bersifat komersil. Nilai komersil atau keuntungan yang diperoleh atas jasa yang ditawarkan BUMDes, juga tidk serta merta menjadi laba layaknya sebuah perusahaan, karena keuntungan dari BUMDes digunakan sebagai modal operasional BUMDes.

BUMDes sebagai lembaga ekonomi, keseluruhan pembiyaan awalnya diperoleh desa dari penyertaan langsung yang berasal dari anggaran desa. Oleh sebab itu, berdirinya BUMDes adalah upaya penguatan kepada lembaga ekonomi desa lainnya dan suatu sarana untuk memaksimalkan potensi yang ada di desa. Pada akhirnya BUMDes diproyeksikan sebagai penopang perekonomian desa guna

(18)

mencapai kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 1.1. Skema pelaksanaan BUMDes

Pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan merupakan agenda pemerintah yang berkesinambungan. Pembangunan yang tidak merata merupakan isu nasional yang cukup kompleks. Hal ini terjadi di Indonesia bagian barat maupun timur, di Pulau Sumatera, Provinsi Aceh memiliki angka kemiskinan tertinggi. Terkait hal tersebut, BUMDes diharapkan mampu menurunkan angka kemiskinan dalam lingkup Desa maupun dalam lingkup kabupaten.

BUMDes di Provinsi Aceh lebih dikenal dengan nama Badan Usaha Milik Gampong, (BUMG), hal ini berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang kekhususan Pemerintahan Aceh, sedangkan di Kabupaten Gayo Lues, BUMDes lebih dikenal dengan sebutan Badan Usaha Milik Kampung (BUMKp), hal ini berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Gayo Lues Nomor 16 Tahun 2017.

(19)

Perbup Gayo Lues Nomor 16 Tahun 2017 ini bertujuan agar pengelolaan dana kampung dapat dijalankan sebagaimana standar dari peraturan yang telah ditetapkan, agar dana kampung dapat tersalurkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan masyarakat, baik infrastrutur, ekonomi dan sumber daya manusia.

Dikeluarkannya Peraturan Bupati Gayo Lues Nomor 16 Tahun 2017 tidak bisa dilepaskan dari aktivitas usaha ekonomi Desa dan masyarakat setempat yakni pertanian berupa padi, cabe, sariwangi, jagung, bahkan usaha warung free Wi-fi, simpan pinjam dan lainnya, sehingga hadir nya BUMkp ini mampu meningkatkan perekonomian masyarakat di wilayah Kecamatan Tripe Jaya Kab. Gayo Lues.

BUMDes adalah lembaga yang diupayakan oleh warga desa dan pemerintah dalam rangka revitalisasi perekonomian dan dalam kelangsungannya diaplikasikan dengan mempertimbangkan potensi masing-masing desa. Berikut ini dapat dilihat rekapitulasi anggaran pembiyaan BUMDesa di Kecamatan Tripe Jaya, Kabupaten Gayo Lues

Tabel. 1.1 Rekapitulasi Angaran Pembiayaan Badan Usaha Milik Kampung (BUMKp) Kecamatan Tripe Jaya Kab. Gayo Lues

No Nama Desa 2017 2018 2019 2020 jumlah

1 Pasir 212.075.899 212.075.899 227.341.460 227.325.126 878.818.384 2 Uyem Beriring - 190.650.000 332.734.000 315.846.00 839.230.000 3 Pulo Gelime - 191.000.000 213.250.800 186.217.000 590.230.8000 4 Setul - - 289.915.600 178.424.000 468.339.600 5 Kuala Jernih - 135.895.600 204.648.000 178.700.000 519.243.600 6 Rerebe - 208.228.650 - 194.022.000 402.250.650 7 Buntul Musara 197.840.142 195.152.265 204.098.200 178.400.000 775.490.607 8 Paya Kumer - 182.783.700 202.194.600 173.059.000 558.037.300 9 Pantan Kela - 177.344.700 208.043.100 181.532.800 566.920.650 10 Perlak 211.361.173 - 255.854.400 228.748.000 695.963.573

Sumber: Data Administrasi Kecamatan Tripe Jaya, 2020

(20)

Kecamatan Tripe Jaya merupakah salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Gayo Lues. Kecamatan Tripe jaya terdiri dari 10 Desa yang meliputi, Kampung Pasir, Uyem Beriring, Pulo Gelime, Setul, Rerebe, Kuala Jernih, Buntul Musara, Paya Kumer, Pantan Kela, dan Perlak.

Tabel 1.2 Program BUMDes di Kecamatan Tripe Jaya

Sumber: data administrasi desa 2019 (olahan).

Pengelolaan BUMDes yang di dalamnya tentu memuat unsur manajemen, namun hingga saat ini BUMDes di Kecamatan Tripe Jaya belum mampu menjalankan programnya dengan optimal, karena berbagai permasalahan dan kendala yang dikarenakan pihak kecamatan belum memiliki regulasi dalam

No Nama Desa Usaha Desa

1 Desa Pasir Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam , penyewaan alat pesta, bank sampah

2 Uyem Beriring Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam , penyewaan alat pesta, bank sampah

3 Pulo Gelime Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam , penyewaan alat pesta, bank sampah

4 Setul Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam , penyewaan alat pesta, bank sampah

5 Rerebe Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam , penyewaan alat pesta, bank sampah, penediaan jaringan wifi, BRI link

6 Kuala Jernih Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam , penyewaan alat pesta, bank sampah

7 Buntul Musara Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam , penyewaan alat pesta, bank sampah, penyewaan alat transportasi (moda desa), toko kelontong, penyedian jaringan wifi

8 Paya Kumer Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam , penyewaan alat pesta, bank sampah, modal usaha pertanian, penyediaan air bersih, pengepul hasil usaha dari desa, budidaya ternak kambing

9 Pantan Kela Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam , penyewaan alat pesta, penyedia jaringan wifi, penyedia LPG 10 Perlak Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam penyewaan

alat pesta, penyedia jaringan wifi.

(21)

mengawasi BUMDes tersebut, pihak kecamatan hanya sebatas menerima laporan saja dari kampung-kampung atas kepemilikan usaha milik desa.

Permasalahan lainnya adalah tidak adanya pendampingan masyarakat untuk menjalankan program BUMDes. Masyarakat setempat lebih memilih agar BUMDes tersebut uang dibagikan secara peribadi atau perkepala keluarga sehingga tidak ada di kelola dalam usaha BUMDesitu sendiri.

Terdapat masyarakat yang setelah mendapatkan kesempatan menjadi nasabah BUMDes di Kecamatan Tripe Jaya untuk meminjam anggaran sebagai modal usaha pribadi maupun kelompok dengan jumlah anggaran hingga Rp.

1.000.000/5.000.000 KK atau kelompok tergantung dari usaha yang di miliki dari masyarakat. Namun sebagian masyarakat tidak pernah menempati janjinya bahkan mereka enggan membayar dana BUMDes. yang telah dipakainya sebelumnya.

Bahkan dana tersebut bukan dipergunakan pada usahanya melainkan dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga.

Permasalahan ini sering memunculkan konflik sosial di kalangan masyarakat baik dengan pengelola BUMDes, sehingga BUMDes tidak berjalan dengan apaa yang telah di programkan kepada masyarakat sehingga perekonomi desa di kecamatan Tripe jaya yang di dalam nya ada 10 Desa tidak berjalan dengan yang diharapkan.

Tersendatnya jalan dalam pengelolaan BUMDes tersebut oleh pihak pengelola mengambil kebijakan terkait pengelolaan di antaranya memperketat membuat prosedur pengelolaan dan manejemen yang baik, bagi masyarakat yang di libatkan dalam program BUMDes, maka pengelola BUMDes akan membuat

(22)

program yang di betuk sosialisasi pendampingan dan pengawasan usaha bagi masyarakat.

Kendatipun telah dilakukan beberapa kebijakan bahkan hingga saat ini sistem manajemen pengelolaan BUMDes di Kecamatan Tripe Jaya ini masih kurang baik dalam pengelolaan kerap menghadapi permasalahan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan penelitian dengan judul Peran BUMDes dalam Meningkatkan Perekonomian Desa Di Kecamatan Tripe Jaya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini ialah:

1. Bagaimana peran BUMDes dalam meningkatkan perekonomian Desa Di Kecamatan Tripe Jaya ?

2. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pengelolaan BUMDes di Kecamatan Tripe Jaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengetahui peran BUMDes dalam peningkatan perekonomian Desa di Kecamatan Tripe Jaya.

2. Menganalisis faktor yang mendukung dan menghambat pengelolaan BUMDes dalam meningkatkan perekonomian Desa di Kecamatan Tripe Jaya.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

(23)

1. Bagi peneliti, sebagai kontribusi terapan ilmu pengetahuan tentang Peran BUMDes dalam meningkatkan Perekonomian Desa di Kecamatan Tripe Jaya Kabupaten Gayo Lues.

2. Bagi peneliti lainnya, sebagai rujukan dalam membahas Peran BUMDes dalam meningkatkan Perekonomian Desa

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Perencanaan pembangunan wilayah ialah gagasan yang terpadu dan holistik dengan pembangunan wilayah yang tersusun secara hierarki dari nasional, kabupaten atau kota dan kelurahan atau desa. Secara luas perencanaan pembangunan wilayah dimaknai sebagai teknik mengimplementasikan kerangka teori dalam kebijakan yang mengandung unsur wilayah dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial (Nugroho, 2002)

Perencanaan wilayah mengandung unsur ciri khas konfigurasi dan sumberdaya public yang dirangkum secara menyeluruh dengan mempertimbangka bidang sosial, lingkingan, dan ekonomi. Dalam implementasinya, perencanaan harus memasukkan dua kebijakan yang pertama, kebijakan dalam cakupan local dan kebijakan terkait ekosistem (Nugroho, 2002)

Terkait regulasi yang perlu dipertimbangkan tentu tidak mengabaikan dari strategi kebijakan pengembangan desa. Dalam hal perumusan kebijakan yang memfokuskan pembangunan desa harus memuat: (1) strategi mendasar dalam mengentaskan permasalahan, (2) pencapaian pemecahan masalah, (3) kebijakan lainnya yang langsung maupun tidak langsung yang berorientasi program (Nugroho, 2002)

Kebijakan yang langung memiliki dampak terhadap kegiatan ekonomi di pedesaan ialah penjaminan ketersediaan dan keterjangkauan kebutuhan primer yang disertai dengan adanya peningkatan penghasilan khususnya bagi rumah tangga miskin. Selain itu sector jasa dan usaha kecil juga memberikan sumbangsih yang signifikan, baik secara budaya atau komunal maupun individu. Pengutamaan

(25)

pada sector ini sangat urgen dalam prose perubahan struktur ekonomi dari pertanian, menuju manufaktur dan bermuara pada jasa (Nugroho,2002)

Konsepsi desa yang berdikari terkait dengan hak otonom yang dipunyai desa. Otonomi desa atau hak dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan yang bersifat local dan mandiri merupakan kebebasan didalam mengelola SDA yang berfaedah dan SDM yang terlibat dalam pembangunan pedesaan. Hal ini dapat dimaknai bahwa pembangunan melibatkan seluruh elemen masyarakat, hal ini berlaku juga bagi BUMDes yang termaktub dalam UU.

Keterlibatan komunal dalam pembangunan ialah dimensi yang penting dalam upaya mencapai goals suatu aktivitas pembangunan yang mengarah pada kehidupan yang lebih maju. Wang (dalam Awang, 2006) memaknai keterlibatan masyarakat sebagai upaya yang diaplikasikan oleh individu maupun komunitas tertentu sebagai suatu kepentingan dalam memberikan kontribusi berupa tenaga maupun sumberdaya lainnya kepada kelembagaan tertentu.

Keberadaan otonomi desa yang familiar disebut kemandirian desa dalam konstitusi menjadikn desa harus bisa merealisasikan kesejahteraan dan semangat gotong royong. Mayoritas desa diamati dari historinya berlangsung atas kontribusi masyarakat khususnya desa-desa yang sudah berdiri sejak lama.otonomi desa sudah berjalan secara natural sebagai mana diungkapkan Widjaja (2003) menyatakan bahwa otonomi adalah keterbukaan akses yang utuh, serta bukan dari pemerintah, sebaliknya pemerintah berhak memberikan kebebasan terhadap otonomi desa tersebut.

Menurut Awang (2006) merupakan akibat dari adanya keberagaman kultur yang bervariasi dari masing-masing desa. Adanya akibat langsung dari otonimin

(26)

desa akan memberikan ruang ekspresi dan peluang yang luas bagi desa untuk mengetahui potensi desa masing-masing dan berhubungan langsung dalam hal pemenuhan kebutuhan desa kepada pemimpinnya.

UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa tidak mengaklamasikan otonomi desa secara detail. Namun pemaknaan otonomi terkandung dalam defenisi desa aitu sendiri, yakni kesatuan masyarakat kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, dalam sistem pemerintahan NKRI.

Kunci keberhasilan pembangunan desa adalah kemandirian dalam mengatur jalannya rumah tangga sendiri yang mengacu kepada budaya setempat.

Kemandirian ini yang ingin dibangun memalui UU Desa. Didalam UU Desa diantaranya memuat dorong dan keikutsertaan warga desa dalam menemukenali dan mengeksplorasi potensi dan aset desa bagi kesejahteraan seluruh elemen masyarakat.

Keterlibatan masyarakat diharapkan mampu memberikan value added (nilai tambah) dari berbagai macam subsistem dari hulu ke hilir. Pada cakupan yang lebih luas pengembangan partisipasi diupayakan untuk menemukenali potensi ekonomi, yang pada akhirnya bisa meningkatkan produktifitas dan tetap menjaga kelestaran lingkungan. Peningkatan keterlibatan masyarakat dapat menghasilkan alirasn informasi dan aliran pendapatan (Nugroho, 2002).

Peningkatan kemampuan pegawai pemerintahan desa juga perlu mendapat prhatian khusus. Hal ini tidak hanya perbikan pelayanan public namun juga adanya perhatian terhadap peran stakeholder yang lebih efisien. Terkait hal ini kompetensi

(27)

kepemimpinan sangat penting dalam perubahan institusi menuju perekonomian yang lebih transparan dan akuntabel (Nugroho, 2002).

2.2.Pengembangan Perekonomian Berbasis Wilayah 2.2.1. Pengertian Ekonomi

Ekonomi berasal dari kata dalam bahasa Yunani “oikos” yang artinya

"keluarga, rumah tangga" dan “nomos”, atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara umum dimaknai sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." (N. Gregory Mankiw: 2000:2). Sedangkan ilmu ekonomi menurut Albert L Meyer yang dikutip oleh Winardi, ilmu Ekonomi adalah domain pengetahuan yang memperlajari tentang pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Subyek dalam ekonomi dapat dibagi menjadi mikroekonomi dan makroekonomi. Selain itu, subyek ekonomi juga bisa dibagi menjadi deskriptif dan normatif,. Ekonomi juga diartikan sebagai domain pengetahuan yang dapat diaplikasikan dalam pemerintah dan keluarga. Ilmu ekonomi juga bisa digunakan selain dalam bidang moneter, seperti penelitian ilmiah, politik, kesehatan, pendidikan, Ilmu ekonomi mengurai cara manusia memenuhi kebutuhan material dan non material sehingga merupakan ilmu yang komorehensif dalam mengurai permasalahan sehari-hari

Ekonomi berperan dalam menciptakan potensi manusia secara holistik.

Sejalan dengan perkembangan zaman, maka ilmu ekonomi dianggap mampu menjadi solusi bagi permasalahan manusia, salah satunya yang berkaitan dengan pembangunan perdesaan, dalam hal ini tentu berkaitan dengan upaya memajukan Lembaga ekonomi tingkat desa berupa BUMDes

(28)

2.2.2. Pengembangan Ekonomi Desa

Menurut Fellmann pengembangan dapat dimaknai sebagai upaya meningktkan daya guna sumber daya alam dan manusia di suatu wilayah tertentu, dan merupakan upaya untuk mengkuti perkembangan atau modernisasi (Jayadinata dan Pramandika, 2006).

Mayoritas masyarakat mendiami wilayah perdesaan,yakni 60%, dan mata pencaharian utama masyarakat yang tinggal di perdesaan umumnya bercorak agraris (Jayadinata dan Pramandika, 2006)

Pengembangan pedesaan memiliki sasaran untuk menumbuhkan bidang pertanian, integrasi antar wilayah dalam konfigursi nasional, dan menjamin keadinalan ekonomi untuk seluruh penduduk yang mendimai wilayah tertentu (Jayadinata dan Pramandika, 2006)

2.3. Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) 2.3.1. Pengertian BUMDes

Pengertian BUMDes Menurut UU No. 6 tahun 2014 Pasal 1 ayat 6 tentang Desa, BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan dan usaha lainnya untuk sebesar besarnya kesejahteraan masyarakat desa.

Konsep tradisi berdesa ialah gagasan mendasar yang menjadi latar belakang pendirian BUMDes. Tradisi ini sejalan sengan modal sosial dan politikserta tidak luput dari berpengaruh terhadap resistensi dan kontinuitas BUMDes. Inti gagasan dari tradisi berdesa terkait keberadan BUMDes ialah:

a. BUMDes membutuhkan modal sosial dalam menjalakan lembaga yang menjangkau cakupan yang lebih luas.

(29)

b. BUMDes tumbuh dalam atmosfer yang inklusif, yang dimanifestasikan dalam rembuk pendapat di desa sebagai wadah dalam mengembangkan atau mengumpulkan aspirasi masyarakat.

c. BUMDes ialah usaha yang mengusung sinergitas antara pemerintah dan warganya. Usaha ekonomi diaplikasikan oleh BUMDes terdapat unsur pelayanan publik dan profit

d. BUMDes merupakan badan usaha yang amanahkan oleh UU Desa dalam rangka mengakomodasi rangakaian kegiatan yang dikelola oleh Desa

e. BUMDes merupakan sarana edukasi bagi masyarakat perdesaan dalam menempa kapasitas manajeman, kewirausahaan, dan tata kelola yang baik, f. BUMDes melakukan perubahan yang terukur terhadap program yang diusung

oleh Desa.

BUMDes adalah badan yang didirikam oleh pemerintah dan masyarakat yang mengacu pada kebutuhan masyarakat desa. BUMDes dibentuk berdasarkan undang-undang dan BUMDes tersebut dikelola oleh warga desa. Sasaran didirikannya BUMDes adalah menstimulus dan meningkatkan perekonomian desa.

BUMDes berfungsi sebagai lembaga komersil melalui pemberian jasa yang memudahkan warga desa memasarkan produk local dan juga berperan sebagai lemabaga sosial yang menjamin keberpihaan kepada masyarakat. BUMDes telah terbukti berkontribusi positif bagi peningkatan kualitas hidup di pedesaan (Alkadafi, 2014).

Ciri utama BUMDes (Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan, 2007) adalah (1) Badan usaha ialah milik warga dan operasionalnya atas isisiasi warga desa; (2) Modal usaha sebesar relatif berimbang antara dana desa dan dana wargat;

(30)

(3) Operasionalisasinya mengacu pada filosofi bisnis berbasis kearifan lokal; (4) Potensi desa menjadi acuan untuk implementasi program usaha; (5) keuntungan yang didapat BUMDes digunakan untuk keperluan peningkatan kesejahteraan masyarakat; (6) Fasilitas mendapat dukungan dari Pemprov, Pemkab, dan Pemdes;

dan (7) Kinerja BUMDes dimonitoting oleh Pemdes, BPD beserta anggota. Berikut adalah bagan skema operasionalisasi BUMDes

Gambar 2.1. Skema Oprasionalisasi BUMDes 2.3.2. Peranan BUMDes

BUMDes adalah lembaga yang mencakup berbagai unit usaha desa yang memiliki peranan daalam upaya meningkatkan kesejahreraan. Peranan menurut KBBI ialah upaya yang dilangsungkan dalam suatu peristiwa atau bagian yang dimainkan seseorang dalam suatu peristiwa.(KBBI, 1996).

Menurut Soekamto (2009) peranan ialah aspek yang tentatif apabila individu melakukan perbuatan sesuai dengan posisinya. Komparasi peranan dan

(31)

kedudukan ialah untuk ranah wawasan. Keduanya tidaklah parsial, karena yang saling bergantung antara satu dan lainnya, dan sebaliknya

Peranan adalah seperangkat tanggung jawab yang diemban pada individu atau kelompok yang menduduki suatu posisi. Peranan dapat diartikulasikan dalam dua jenis ekspektasi yaitu: (1) ekspektasi dari masyarakat, dan (2) ekspektasi yang dimiliki oleh pemegang tanggung jawab terhadap masyarakat (Berry,1995).

Komparasi antara peranan dan kedudukan ialah dalam perspektif ranah keilmuan, keduanya saling terkait satu dan lainnya. Peranan memiliki makna bahwa setiap orang mempunyai berbagai posisi dimasyarakat. Urgensi dari peranan ialah disebabkan karena pengaturan, peranan menyebabkan individu pada border tertentu, dapat memprediksi perbedaan orang secara fungsional. Orang tersebut seyogyanya dapat adaptif dengan tingkah laku sendiri dan dengan perilaku oerang disekitarnya

Seseorang yang berada pada kedudukan dalam masyarakat dan mengemban peranan yang cukup mempengaruhi sekitanya. Terdapat tiga hal penting dalam terminologi peranan yaitu: (1) norma yang dapat direlasikan dengan posisi dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini adalah sekumpulan regulasi atau norma yang mengarahkan seseorang dalam komunal, (2) Entitas tentang hal yang dapat diperbuat dalam suatu komunal, dan (3) perilaku bagi struktur sosial (Soekamto,2009)

Berdasarkan penjelasan yang telah diungkapkan tersebut maka indikator peranan adalah:

1. Peraturan, adalah ketentuan yang mengikat warga, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima: setiap warga

(32)

masyarakat harus menaati aturan yang berlaku; atau ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu. (Kamus Besar Bahasa Indonesia melalui carapedia.com).

2. Konsep, sebagai suatu gagasan tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau bendabenda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda). Pada tingkat konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan sintesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu. (Woodruf, 1986).

3. Hak dan kewajiban, sebagai sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, untuk melakukan sesuatu, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang semestinya atau harus dilaksanakan (KBBI, 1996)

2.3.3. Pengelolaan BUMDes

Menurut Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (2007), pengelolaan BUMDes diljalankan dengan prinsip emansipatif, transparansi, akuntabel, kooperatif, sustainabel, dan partisipatif. Oleh karena itu, dalam upaya memajukan BUMDes dibutuhkan informasi yang tepat mengenai corak masyarakat dan peluang pemasaran produk-produk pertanian yang diproduksi

BUMDes sebagai lembaga yang didirikan atas insiasi masyarakat dan menganut prinsip kemandirian, harus mengutamakan pemerataan akses modal yang berasal dari warga itu sendiri. Kendati demikian, tidak tertutup kemungkinan pula pihak desa mengajukan pengajuan modal pada pihak luar.

(33)

BUMDes dibangun dengan tujuan atau target yang jelas. Tujuan pendiriaan BUMDes akan dituangkan dalam bentuk pelayanan untuk kebutuhan ekonomi terutama bagi pendudk miskin diperdesaan, menggurangi praktek rente, dan menciptkan kesamaan peluang berusaha.

Urgensi lain adalah BUMDes selayaknya bia mengedukasi masyarakat dalam upaya membudayakan menabung,. Tata Kelola BUMDes diprognosiskan tidak hanya memberikan efek kepada masyarakat dalam cakupan local atau desa namun juga pada cakupan wilayah yang lebih besar atau kabupaten.

Sasaran utama pengguna jasa BUMDes adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat desa yang pemenuhan kebutuhan primernya mayoritas berkecimpung di sector pertanian dan memiliki kegiatan ekonomi di sector informal;

2. Warga desa yang berpenghasilan relative rendah dan mengalami hambatan untuk menyeimbangkan modal dari penghasilan yang didapatnya;

3. Warga desa yang rentan jatuh ke pelaku ekonomi yang mempunyai modal yang besar sehingga jerat kapitalis menjadi ancaman terseniri bagi warga desa, terlebih yang minim aset;

4. Warga desa yang dalam kegiatan ekonominya diperparah oleh aturan yang berpihak kepada pemilik modal yang mendominasi penetapan harga dan rawan menikmati sebagian besar hasil kerja warga (Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan, 2007).

Merujuk pada uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa BUMDes memiliki beberapa keuntungan bagi masyarakat khususnya yang mendiami wilayah

(34)

perdesaan, baik dalam menjalankan usaha, maupun bagi yang belum memiliki usaha. Secara umum keberadaan BUMDes dimaksudkan untuk:

a. Memberikan keterjangakauan layanan kepada masyarakat

b. Uaya untuk mengentaskan kemiskinan, menurunkan angka penggangguran, dan meningkatkan pendapatan asli desa.

c. Meningkatkan kemandirian dan kemampuan manajemen aset desa serta merevitalisasi perkonomian di desa. (Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan, 2007).

Merujuk pada uraian sebelumnya, maka bisa diambil konklusi bahwa BUMDes mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam pelayanan public skala desa dan mendukung dalam peningkatan Pendapatan Asli Desa. Berikut adalah bagan skema pemberdayaan ekonomi melalui BUMDes.

Gambar 2.2. Skema Pemberdayaan Ekonomi melalui BUMDes

(35)

Tata Kelola BUMDes menjadi perhatian khusus yang harus dijabarkan dan dimaknai dengan sudut pandang yang sama oleh pemerintah, pengurus, dan masyarakat. Berikut adalah penjabaran tata Kelola atau prinsip menjalankan BUMDes:

1. Kooperatif

Seluruh eleman yang ikut serta dalam kegiatan BUMDes mestinya dapat menciptakan Kerjasama yang solid demi kemanjuan bersama usahanya. BUMDes adalah wadah kegiatan ekonomi yang berfungsi sebagai Lembaga profit dan social, oleh karena itu menghendaki adanya kerja sama yang solid antara anggota stakeholder desa serta pemerintah pada level yang lebih tinggi. BUMDes merupakan Lembaga social yang menjamin keberpihakan kepada kepentingan masyarakat luas dalam upaya memberikan bantuan pemenuhan pelayanan public namn saming itu Lembaga ini juga mencari keuntungan melalui penawaran jasa.

Dalam praktiknya prinsip Kerjasama tim harus ditekankan sesuai kesepakatan Bersama seluruh lapisan masyarakat.

BUMDes adalah lembaga yang menganut kepemilikan bersama dalam satu desa. Dalam pelaksanaannya, keanggotaan BUMDes dipilih berdasarkan asas mufakat. Berdasarkan hasil mufakat atau musyawarah, dipilih individu-individu yang kopeten untuk menduduki posisi structural dalam BUMDEs. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan ini.

(36)

Gambar 2.3. Struktur Organisasi BUMDes

Berdasarkan bagan strukrukur organisasi tersebut dapat dikethahui bahwa terdapat beberapa macam posisi yang diemban oleh anggota BUMDes. Pada tatanan yang leibih detail dapat dilihat skema komando dalam pelaksanaan BUMDes. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini

Gambar 2.4. Skema Kerja BUMDes

(37)

Berdasarkan skema diatas dapat diketahui bahwa pelaporan informasi bisnis dilakukan dari beberapa unit usaha kepada BUMDes. Selanjutnya dari laporan keuangan dari beberapa BUMDes monitoring oleh Pemerintah Desa, yang pada akhirnya keseluruh alur tersebut diatur oleh Pemkab, Pemprov maupun Kementerian.

2. Partisipatif

Seluruh elemen yang ikutserta dalam BUMDes seyogyanya siap dalam memberkan kontribusi yang mampu memajukan usaha BUMDes. Keikutsertaan warga dalam mengkoordinir BUMDes merupakan modal penggerak utama dan dukungan pemerintah melakukan diseminasi dan brainstorming terkait penitngnya BUMDes merupakan cara yang efektif guna menumbuhkan motivasi untuk membangun kehidupannya masyarakat desa yang produktif

BUMDes merupakan lembaga yang yang dibangun atas inisiasi warga dan menganut prinsip keterlibatan yang menyeluruh. Hal ini menandakan bahwa modal bersumber dari seluruh elemen masyarakat. Kendati demikian, BUMDes dapat mengusulkan pinjaman seperti dari Pemerintah Desa atau bahkan melalui pihak ketiga.

3. Emansipatif

Seluruh elemen yang terlibat di kegiatan BUMDesa mestinya diberi perlakuan yang sama tanpa memandang, agama, etnik, bahkan gender. Teknis pelaksanaan BUMDes ditanggung jawabi oleh seluruh masyarakat desa tanpa memandang golongan-golongan tertentu. Oleh karena itu, masyarakat haru sdiberi pengetahuan tentang esensi dari Lembaga ini, yakni lembaga sosial sekaligus lemabaga komersil tentunya tetap memegang teguh nilai yang hidup dan dihormati. Oleh sebab itu, salah satu upaya yang paling baik adalah berpusat pelatihan dan sosialisasi kepada

(38)

elemen yang bersinggungan langsung dengan peningkatan kualitas hidup warga desa.

4. Transparan

Kegiatan yang memiliki pengaruh terhadap kepentingan warga secara luas harus bisa dipantau oleh seluruh masyarakat secara terbuka dan mudah.

Keterbukaan sangat diperlukan tentunya hal ini terkait dengan BUMDes yang merupakan lembaga ekonomi perdesaan yang mengemban tanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat desa. BUMDes mampu memberikan bantuan yang cukup signifikan kepada masyarakat dalam upaya menangkal sistem kapitalis yang menjerat warga dengan aset yang minim yang dapat menggangu nilai kehidupan masyarakat perdesaan. Kehadiran BUMDes selayaknya mampu menumbuhkan iklim ekonomi yang kondusif di perdesaan. Upaya pemerintah desa dalam hal ini adalah menjain hubungan dengan warga desa untuk mewujudkan pemenuhan pelayanan publik.

5. Akuntabel

Pendirian BUMDes adalah uapaya mewujudkan pengelolaan kegiatan ekonomi yang dilakukan secara akuntabel. Berkenaan dengan hal tersebut, makadibutuhkan atensi yang tinggi agar pengelolaan BUMDes berjalan secara efektif dan efisien. Pencapaian tujuan BUMDes dapat dilihat berdasarkan keberhasilan pelayanan distribusi barang dan jasa. Keterjangkauan atas kebutuhan sehari-hari ini diupayakan tidak menyulikan warga desa. BUMDes juga diharapkan agar dapat memberikan pelayanan kepada seluruh warga desa dengan cara menetapkan standart biaya atau harga yang sama. Oleh karena itum dapat diartikulasikan bahwa mekanisme aturannya jelas dan disepakati seluruh masyarakat, agar tiddak mengakibatkan bias ekonomi di pedesaan

(39)

6. Sustainabel

BUMDes didirikan dengan sasaran yang jelas yakni tercapainya warga desa yang berdikari dan memberdayakan masyarakat atau komunal perdesaan. Sasaran tersebut dapat dicapai secara terukur denga upaya memberikan pelayanan yang mendukung usaha ekonomi terutama bagi rumah tangga miskin, mengurangi praktek rentenir, menciptakan kesempatan berwirausaha, dan meningkatkan pendapatan warga desa. Selain itu, BUMDes selayaknya dapat mengedukasi warga dengan membiasakan menabung agar masyarakat desa mampu berdikari.

2.3.4. Landasan Hukum BUMDes

Pembenukan BUMDes berlandaskan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 213 ayat (1) menyebutkan bahwa “Desa dapat mendirikan BUMDes sesuai dengan kebutuhan dan potensi”. Pendirian BUMDes dalam hal ini diusung dalam upaya meningkatkan kinerja pemerintah dengan pengarusutamaan relasi antara hirarki pemerintah antar pemerintah dan varisi potensi daerah dan turut memperhatikan perkembangan dinamika pembangunan yang aktual melalui pemberian hak sebesar besarnya kepada daerah dalam hal ini unit desa untuk memaksimalkan potensi desa nya masing-masing

BUMDes juga disinggung dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 pada Bab X sebanyak empat pasal (Pasal 87-90). Ketetapan yang dibuat dalam bab ini dapat dikategorikan menjadi dua jenis regulasi, yakni (1) Pendirian BUMDes; dan (2) pengembangan dan pengoptimalan hasil BUMDes.

Dalam UU Desa selain terdapat jaminan Desa dapat mendirikan BUMDes juga ada ketentuan terkait jenis layanan BUMDes seperti termaktub dalam Pasal 87 ayat 3 jelas disebutkan, ruang usaha yang bisa dilakukan BUMDes adalah menjalankan usaha bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum. Hal ini dapat

(40)

dimakai bahwa lembaga ini selain mencari keuntungan juga menjamin keterjangkauan akses pelayanan publik atau jasa

Beberapa regulasi lain yang mengatur mengenai BUMDes adalah: (1) UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, (2) PP Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, (3) Permen KPDT No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran BUMDes, dan (4) Perbup Gayo Lues Nomor 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Kampung (BUMKp).

Sesuai dengan pemetaan terhadap manajemen BUMDes, warga desa ikut serta dalam perwakilan di badan permusyawaratan desa. Adapun penetapan regulasi dalam penilaian BUMDes serta monitoring terhadap pembinaan keanggotaan BUMDes dilakukan oleh kepala desa. BUMDes berbeda konstelasinya dengan instansi milik pemerintah,, dimana warga desa terlibat langsung dalam menjalankan BUMDes sesuai peraturan desa (perdes). KPDT melalui UU Nomor 4 Tahun 2015 telah mengatur mengenai tahapan pengelolaan BUMDes, rinciannya adalah seagai berikut:

1. Tahapan inisiatif (pasal 4) yang isinya mengatur mengenai inisiasi yang diberikan pemerintah desa dan warga desa yang dipublikasikan melalui musyawarah.

2. Tahapan pendirian (pasal 5) yang isinya menatur mengenai kesepakatan yang dihasilkan dari musyawarah meliputi kecocokan pendirian dengan situasi perekonomian, sosial, kearifan local, organisasi, akses permodalan, serta AD/ART.

(41)

3. Tahapan penetapan ( pasal 5) yang isinya mengatur mengenai panduan untuk pemerintah desa dan BPD dalam menetapkan regulasi tersendiri dalam mengatur BUMDes.

4. Tahapan organisasi pengelola (pasal 9,10, dan 16) yang mengatur mengenai susunan dewan pensehat, keanggotaan yang bersifat oprasional dan monitoring pelaksanaan BUMDes.

5. Tahap penasehat (pasal 11) yang mengatur mengenai pejabat yang berkedudukan sebagai penasehat ditetapkan secara ex officio kades

6. Tahapan pelaksanaan oprasinal (pasal 12,13,14) yang mengatur mengenai keanggotaan pengurus BUMDes dan perekrutan karyawan mesti warga desa setempat (mendiami wilayah desa sekurang-kurangnya 2 tahun).

7. Tahapan pengawasan (pasal 15) yang mengatur mengenai posisi pengawas mewakili warga yang didalamnya terdiri dari ketua, wakil ketua, sekertaris dan anggota memilih pengurus

8. Tahapan pelapor (pasal 12 dan 31) yang mengatur mengenai pebuatan laporan keuangan dan laporan kegiatan setiap bulan. Laporan perkembangan dirembukkan melalui musyawarah minimal 2 kali dalam satu tahun, serta pelaporan pertanggung jawaban kepada penasehat.

9. Tahapan pengendalian (pasal 11) yang mengatur mengenai pemberian arahan dalam hal pelaksanaan kegiatan BUMDes dan saran serta pendapat terkait problema yang dihadapi pada priode tertentu.

10. Tahapan pengawasan (pasal 15) yang mengatur mengenai monitoring dan evaluasi (monev) terhadap kinerja dan kewajiban dalam membuka rapat

(42)

pengawas dalam mengurai permasalahan BUMDes minimal 1 kali dalam setahun.

11. Tahapan alokasi hasil usaha (pasal 26) yang mengatur mengenai distribusi hasil unit usaha yang dijalankan BUMDes dalam AD/ART

2.3.5. Tujuan BUMDes

Terdapat beberapa tujuan dalam pendirian BUMDes, antara lain sebagai berikut:

a. Mencegah masyarakat dalam melakukan peminjaman dengan bunga yang relative tinggi sehingga merugikan masyarakat itu sendiri

b. Memberikan upaya keterlibatan masyaraat dalam mengekplorasi sumber penghasilan lain yang sah.

c. Menjaga budaya gotong royong yang merupakan ciri masyarakat agraris dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menabung untuk kepentingan di masa yang akan datang

d. Menciptakan ruang ekonomi yang kondusif agar berkembangnya kegiatan ekonomi di desa

e. Menciptakan peluang pekerjaan khususnya di sector informal

f. Menciptakan budaya wirausaha khususnya bagi masyarakat yang mnim penghasilannya

BUMDes mempunyai target yang rigid dan diciptakan dengan upaya memenuhi kebutuhan bagi kegiatan ekonomi produktif khusus masyarakat di perdesaan yang tergolong rumah tangga miskin, mampu mengurangi risiko laten dari rentenir dan sekaligus sebagai upaya meningkatkan penghasilan warga (Ridlwan, 2014).

(43)

Prinsip mengelola BUMDes adalah (1) partisipatif, yaitu semua keanggotaan BUMDes ikutserta dalam uaya memajukan lembaga tersebut, (2) transparan, kegiatan yang memberikan kontribusi bagi warga mestinya dapat diketahui oleh seluruh elemen warga atau masyarakat itu sendiri, (3) akuntabel, semua kegaiatan yang diprogramkan maupun yang sudah terealisasi dapat dipertanggungjwabkan, dan (4) berkesinambungan, kegiatan kontinu sebagai sebuah sarana menyatukan seluruh elemen masyarakat (Wijaya,2018).

2.2.6. Jenis BUMDes

Pengelolaan BUMDes memiliki syarat tentang jenis atau bentuk usaha yang dapat diusulkan menjadi BUMDes. Adapun jenis atau bentuk usaha yang dapat dibentuk menjadi BUMDes, yakni:

1. Perseroan Terbatas atau PT sebagai persekutuan modal, didirkan dengan mengacu pada persetujuan. Perseroan Terbatas melaksanakan aktivitas perekonomiannya dengan pembiayaan awal yang mayoritas dimiliki oleh BUMDes, sesuai regulasi yang berlaku

2. Lembaga Keuangan Mikro dengan kontribusi dari Lembaga BUMDes sebanyak enam puluh persen, hal ini mengacu kepada regulasi yang mengatur lembaga tersebut.

Bentuk usaha yang dapat diajukan sebagai usaha dalam bentuk BUMDes terdiri dari enam jenis seperti yang tertuang dalam Permendesa no.4 tahun 2015 pasal 19-24.

Enam jenis bentuk usaha yang dapat diajukan tersebut, yakni:

1. BUMDes diberikan kesempatan untuk mendirikan bisnis yang memberikan

pelayanan publik dengan memperoleh profit atau keuntungan finansial. Jenis unit usaha seperti ini bisa dioptimalkan dengan memaksimalkan potensi sumber

(44)

daya lokal dan teknologi, yang terdiri dari: sumber daya local, usaha listrik, usaha air minum, teknlogi, dan lumbung pangan.

2. BUMDes bisa membuka bisnis penyewaan untuk memenuhi kebtuhan warga desa dan diformulasikan untuk mendapat PAD. Unit usaha dalam BUMDes dapat menjalankan aktivitas penyewaan tanah, toko, gedung, perkasas, alat transportasi, dan barang yang dapat disewakan lainnya

3. BUMDes dapat membuka usaha perantara, unit usaha dalam BUMDes ini dapat menpraktikkan aktivitas perantara yang meliputi jasa memasarkan hasil pertaniam, jasa pembayaran iuran listrik, dan pelayanan lainnya

4. BUMDes dapat mempraktikkan bisnis yang memproduksi barang yang dapat memenuhi permintaan warga mapun dijual pada cakupan yang lebih luas. Unit usaha BUMDes yang dalam hal ini terdiri dari sarana produkso pertanian (saprodi), hasil atau produk pertaniam, pabrik asap cair, pabrik es, sumur bekas pertambangan, dan lain sebagainya

5. BUMDes dapat mepraktikkan bisnis keuangan bagi usaha skala rumah tangga atau usaha mikiro yang dijalannkan pelaku ekonomi di desa. Unit usaha dalam BUMDes terkait hal ini dapat berupa kredit dan simpan pinjam yang dapat diakses warga desa

6. BUMDes dapat mempraktikkan holding sebagai unit terbesar dari lembaga ini.

BUMDes yang dijalankan masyarakat desa baik skala local maupun sekala regional atau Kawasan. Unit usaha yang dapat dikelola secara sinergis dapat tumbuh berkembang menjadi usaha bersama yang kontinu

(45)

2. 4. Peran Pemuda 2.4.1. Definisi Pemuda

Pemuda adalah kaum dilihat sebagai sosok yang sedang dalam fase hidup individu dengan ciri khas tertentu dengan kedudukan dan potensi tertentu pula (Chandra, 2011). Terkait pembangunan, pemuda ialah agen pembaharuan sebagai wujud dari fungsi, dan peran cukup strategis dalam pembangunan. Oleh karena itu, tugas yang diemban pemuda di dalam aspek pembangunan perlu dioptimalkan.

Berdasarkan UU No 40 Tahun 2009 bahwa organisasi Kepemudaan dibentuk oleh pemuda dan berfungsi untuk mendukung kepentingan nasional, memberdayakan potensi, serta mengembangkan kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan. Terkait hal tersbut, pemuda mempunyai daya produktifitas dan waktu yang dimilikinya relatif luang. Oleh karena itu peran pemuda sangat diharapkan kontribusinya dalam pembangunan

Dalam PP Nomor 59 Tahun 2013 tentang Pengembangan Kepemimpinan Pemuda pasal 1 menyatakan bahwa pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Pemaknaan pemuda. Dalam dua dekade terakhir, pemuda identik dengan ideologis, artinya bukan sebuah terminologi yang dibatasi umur semata, namun dimaknai secara politis. Sejak revolusi kemerdekaan, pemuda adalah sekumpulan orang yang identik dengan kegiatan politis (Sudibyo, 2013). Hal ini berbeda dengan generasi muda sekarang memiliki sosok yang lain.

2.4.2. Peran Pemuda dalam Pembangunan

Terminologi pemuda identik dengan perubahan yang dapat dimaknai sebagai entitas perubahan yang bersifat dirancang. Setiap orang aan menantikan perubahan yang memiliki sesuatu yang lebih baik bahkan nyaris sempurna dari

(46)

kondisi sebelum perubaan itu terjadi. Terkait perubahan tersebut, maka diperlukan suatu rancangan. Pembangunan yang terencana dinilai dan diimplementasikan sebagai bentuk yang lebih terukur dan merupakan fenomena berkesinambungan.

Gejala ini identik sebagai ciri kehidupan manusia yang kerap mengalami dinamika dalam prosesnya. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses perubahan dari suatu kondisi menuju kondisi yang lain yang semakin mendekati kondisi yang diinginkan. Proses perubahan dimaknai dalam ada dua hal yaitu bentuk perubahan itu sendiri dan kontinuitasnya dalam dinamika pembangunan.

Konsensus yang berkembang mempengaruhi sasaran pembangunan dan pada muaranya memberikan manfaat pada pembangunan di suatu wilayah. Jika diekplorasi secara umum memang cukup sulit diimajinasikan keragaman value atau nilai dalam negara yang berasaskan demokrasi dapat diupayakan konsensus tentang masalah pembangunan yang ruang lingkup ekonomi dan non-ekonomi dengan cakupan luasnya (Lembaga Administrasi Negara, 2008).

2.5. Penelitian Terdahulu

Agunggunanto, dkk (2016), melakukan penelitian dengan judul

“Pengembangan Desa Mandiri Melalui Pengelolaan BUMDes”. Variabel dalam riset ini adalah pembangunan desa mandiri, ekonomi kelembagaan, dan tata kelola.

Pendekatan yang dipakai adalah kualitatif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa keadaan BUMDes di Kabupaten Jepara beroperasi sesuai dengan sasaran pendirian BUMDes dan telah berhasil dalam upaya memajukan ekonomi desa. Disamping itu, terdapat masalah dalam pengelolaan BUMDes seperti minimnya SDM yang mengelola BUMDes dan partisipasi masyarakat.

Kurniawan (2016), melakukan penelitian dengan judul “Peranan BUMDes

(47)

Kabupaten Lingga Tahun 2015)”.Variabel dalam penelitian ini adalah Peranan BUMDes dan PADesa. Pendekatan yang dipakai adalah kualitatif. Hasil penelitian memperlihatkan peranan BUMDes yakni sebagai dinamisator, mediator, fasilitator dan motivator.

Nugroho (2015), melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Penerapan dan Dampak Program BUMDes Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Rumah Tangga Miskin (RTM) di Desa Babadan Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung. Variabel dalam penelitian ini adalah lembaga keuangan masyarakat, dan kuntitas Rumah Tangga Miskin (RTM). Pendekatan yang dipakai adalah kualitatif. Hasil penelitian memperlihatkan realisasi program BUMDes berhasil mengentaskan masalah sosial ekonomi seperti akses modal masyarakat terutama khususnya bagi keluarga miskin.

2.6. Kerangka Konseptual

Pengembangan pedesaan mendapat perhatian utama semenjak era Jokowi-Kalla. Upaya pengembangan pedesaan pada priode sebelumnya masih bersifat keberpihkan yang normative artinya belum ada program pemerintah yang secara khusus memberikan kelembagaan yang memberikan kebebasan kepada desa seluas-luasnya. Hal inilah yang muncul melalui program nawacita yang realisasi keberpihakan kepada desa diwujudkan melalui program BUMDes.

BUMDes merupakan lembaga desa yang bersifat sisial dan komersil.

Sosial, dimaknai sebagai keberpihakan kepada masyarakat desa dalam menjamin pelayanan public yang merata, sedangkang komersil dapat dimaknai bahwa lembaga ini juga mengambil keuntungan, dimana keuntungan yang diperoleh dimanfaatkan oleh keanggotaan BUMDes sebagai modal untuk menjalankn Kembali lembaga tersebut.

(48)

Implementasi program BUMDes secara konsep tentu saja diprediksi dapat memberikan sumbangsih yang besar terhadap roda perekonomian. Namun dalam pelaksanaannya tidak luput dari permasalahan. Hal inilah yang terjadi di Kecamatan Tripe Jaya secara khusus di 4 desa yang menjadi focus penelitian.

Penelitian mengenai BUMDes di Kecamatan Tripe Jaya Kab. Gayo Lues diformulasikan untuk menganalisis pengaruh BUMDes dalam meningkatkan Perekonomi Desa Kecamatan Trip Jaya. Kab Gayo lues. Namun disamping itu dibutuhkan pula kajian mengenai hambatan-hambatan dalam pelaksanaan BUMDes di Kecamatan Tripe Jaya Kabupaten Gayo Lues.

Berdasarkan pemikiran tersebut perlu diteliti Pengaruh BUMDes yang telah diberikan di Kecamatan Tripe Jaya Kabupaten Gayo Lues dengan menganalisis secara deskripsi partisipatif, emansipatif, akuntabel, transparan, kooperatif dan sustainable. Tujuan akhir penelitian ini adalah untuk meningkatkan perekonomian Desa di Kecamatan Tripe Jaya dengan mengacu kepada pendapatan perekonomi desa. Pengembangan ekonomi desa di Kecamatan Tripe Jaya Kabupaten Gayo Lues dapat dilihat pada kerangka konseptual berikut

(49)

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual

Peran Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes)

Menciptakan

Lapangan Kerja Struktur Bentuk Desa

Peningkatan Lapangan Usaha

Peningkatan Perekonomian

Desa

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kecamatan Tripe Jaya Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh. Alasan peneliti memilih lokasi karena di Kecamatan Tripe Jaya memiliki beberapa BUMdes dan mengalami permasalahann dalam pengelolaan lembaga tersebut. Kecamatan Tripe Jaya terdiri dari 10 desa dan juga terdiri dari 10 BUMDes. Daftar desa-desa di Kecamatan Tripe Jaya sebagi berikut: (1) Desa Pasir, (2) Desa Uyem Beriring, (3) Desa Pulo Gelime, (4) Desa Setul, (5) Desa Rerebe, (6) Desa Kuala Jernih, (7) Desa Buntul Musara, (8) Desa Paya Kumer, (9) Desa Pantan Kela, dan (10) Desa Perlak. Waktu penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, mulai dari bulan Maret sampai bulan April 2020 dan penelitian ini difokuskan di 4 desa dari 10 desa yaitu (1) Desa Uyem Beriring, (2) Desa Pantan Kela, (3) Desa Paya Kumer dan (4) Desa Buntul Musara. Pemilihan ke 4 desa ini karena mengalami permasalahan dalam pengelolaan BUMDes yang relatif berat serta didasarkan pada ketertarikan kondisi spasial.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan dianalisis secara deskritif. Menurut Moleong (2005), penelitian kualitatif ialah riset yang menganalisis gejala tentang apa yang natural atau organik oleh subjek peneliti seperti tindakan, persepsi, tanggapan, dan lain sebagainya secara komprehensif melalui cara deskripsi dalam bentuk artikulasi teks pada konteks tertentu yang alamamiah namun tetap menjaga objektivitas penelitian. Sumber data yang dieksplorasi dalam riset ini, yakni data primer dan data sekunder:

(51)

a. Data primer

Data primer diperoleh secara langsung dari dari sekelompok orang yang berkaitan langsung dengan penelitian ini melalui wawancara di Kute Kuarih.

Penulis melakukan wawancara terhadap sejumlah pejabat dan tokoh masyarakat Kute Kuarih yang dianggap memiliki pengetahuan dan pengalaman terhadap masalah pengelolaan BUMDes. Dalam hal ini, informan yang diwawancarai sebagai berikut : (1) Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kab. Gayo Lues, (2) Camat Tripe Jaya, (3) Kepala Desa, (4) Ketua BUMDes, dan (5) Masyarakat Tripe Jaya

b. Data sekunder

Data sekunder yang diacu dalam peneitin ini yakni mengunakan studi pustaka, mengumpulkan buku, arsip dan dokumentasi lainnya untuk dijadikan sumber data dalam penelitian ini yang bersumber dari: (1) BPS Gayo Lues, (2) Dinas Pemberdayaan Mayarakat Kab Gayo Lues, (3) Kantor Camat Tripe Jaya, dan (4) Kepala Desa.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian tentang BUMDes ini menggunakan data primer dan sekunder.

Data primer dihimpun melalui metode survei, observasi lapangan, dan wawancara Selain data primer, dalam penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang diambil dari berbagai instansi. Adapun teknik yang digunakan untuk memperoleh data sekunder yaitu studi dokumentasi dengan cara melakukan pencatatan data yang diperoleh dari berbagai instansi Penelitian ini juga akan dilengkapi dengan data foto atau kondisi lapangan serta informasi-informasi terkait dengan tujuan penelitian.

Rinciannya yakni:

(52)

a. Observasi

Observasi ini dilakukan dengan mengamati, merekam atau mencatat hasil- Peranan BUMDes Dalam Meningkatkan Perekonomian Desa di Kecamatan Tripe Jaya.

b. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi ini dilakukan dengan mengambil data, berjenis: (1) dokumen tertulis, (2) gambar atau foto, (3) film audio-visual, dan (4) data statistik,

c. Wawancara (Interview)

Penelitian ini digunakan teknik wawancara mendalam dimana peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan. Wawancara mendalam akan ditunjukan kepada Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Camat Tripe Jaya, Ketua Pengelola BUMDes, Masyarakat.

3.4. Teknik Analisis Data

Terkait kepentingan analisis data, peneliti menggunakan teknik analisis data kualitatif. Didalam penerapan teknik ini, peneliti memposisikan diri agar tidak mempengaruhi dinamika objek penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan pada objek alamiah yang dalam prosesnya berjalan secara natural sampai menghasilkan kesimpulan. Tahapan analisis data peneliti mengacu kepada beberapa tahapan sebagai berikut:

a) Pengumpulan informasi melalui wawancara tehadap informan yang compatible terhadap pengamatan kemudian observasi langsung ke lapangan

untuk menunjang pengamatan yang dilakukan agar mendapatkan sumber data yang diharapkan.

b) Reduksi data yaitu proses pemilihan, penekanan pada aspek tertentu, penyederhanaan, transformasi data yang muncul dari catatan atau jurnal

(53)

selama di lapangan. Tujuan reduksi data yakni untuk menyeleksi informasi yang dianggap kompatibel dan tidak kompatibel dengan fokus pengamatan di lapangan.

c) Penyajian data yaitu aktivitas pengumpulan informasi dalam bentuk teks, grafik, table, maupun bagan yang bertujuan beberikan info yang representatif terhadap informasi yang dipilih kemudian disajikan dengan deskripsi ringkas.

d) Pada tahap akhir yakni uraian kesimpulan yang mencari arti dari beberapa pola, susunan skema yang mungkin, maupun alur sebab akibat. Penarikan kesimpulan diaplikasikan secara runut dengan menggunakan rekonstruksi ulang sehingga data dapat disajikan secara validi.

3.5. Batasan Operasional

1. Kemiskinan adalah keadaan dimana individu atau rumah tangga berada dalam kondisi yang sangat kekurangan dalam kesejahteraannya (BPS,2012)

2. Kabupaten adalah status daerah dan merupakan wilayah administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Bupati dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah daerah Kabupaten. (UU RI Nomor 23 Tahun 2014)

3. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwewenang untuk mengatur dan mngurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomo 72 Tahun 2005 Tentang Desa)

4. Perdesaan adalah suatu wilayah adminisratif setingkat Desa/Kelurahan yang belum memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk,

(54)

persentase rumah tangga pertanian, dan sejumlah fasilitas perkotaan (BPS, 2010)

(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Tripe Jaya adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Gayo Lues memiliki 10 Desa sebagai ibukota kecamatan ditetapkan desa Rerebe.

Kecamatan Tripe Jaya memiliki luas 46.160 km2 yang terletak di sebelah Kecamatan Terangun kurang lebih 17 km dan 47 km dari Kota Blangkejeren.

dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pantan Cuaca b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Terangun c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Blang Jerango d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat Daya 4.2. Jumlah Penduduk

Penduduk Kecamatan Tripe Jaya sebanyak 6.114 yang terdiri atas 2735 jiwa laki-laki dan 3379 jiwa perempuan. Dengan luas pemukiman 437 km2. Dengan penggunaan lahan pertanian sawah sampai dengan lahan pertanian bukan sawah-

4.2.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Berikut ini adalah rincian jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Tripe Jaya:

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah

1 Laki-Laki 2.735

2 Perempuan 3.379

Jumlah 6.114

Sumber: BPS Kecamatan Tripe Jaya, 2019

Berdasarkan table diatas dapat diketahui bahwa populasi di kecamatan lebih banya perempuan dari pada laki-laki, yakni 3.379 banding 2.735 jiwa

(56)

Gambar 4.1. Persentase Penduduk Menurut Jenis Kelamin Sumber: BPS Kecamatan Tripe Jaya, 2019 (Olahan) 4.2.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berikut ini adalah rincian jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Tripe Jaya:

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1 S2/S3 3

2 S1/Diploma 56

3 SMA/Sederajat 280

4 SMP/Sederajat 190

5 SD/Sederajat 589

6 TK 110

7 Tidak Sekolah 289

Sumber: BPS Kecamatan Tripe Jaya, 2019

Berdasarkan table diatas dapat diketahu bahwa tingkat Pendidikan penduduk yang berdomisi di Kecamatan Tripe Jaya masih rendah, karena di dominasi lulusan SD. Artinya penduduk di Kecamatan Tripe Jaya mayoritas belum mengenyam pendidikan wajib belajar 12 tahun

(57)

Gambar 4.2 Tingkat Pendidikan Penduduk di Kecamatan Tripe Jaya Sumber: BPS Kecamatan Tripe Jaya, 2019 (Olahan)

4.2.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Mayoritas Pekerjaan penduduk Kecamatan Tripe Jaya Kabupaten Gayo Lues ialah sebagai petani, buruh tani, pengawai negeri, pedagang.

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah

1 Petani 654

2 Buruh Tani 794

3 PNS 54

4 Pedagang 87

Sumber: BPS Kecamatan Tripe Jaya, 2019

Merujuk tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk yang dtinggal di Kecamatan Tripe Jaya berprofesi sebagai petani. Kondisi ini menunjukkan bahwa desa-desa di Kecamatan Tripe Jaya bercorak agraris.

Karakteristik tipe ini yang merupakan sasaran utama dari BUMDes.

(58)

Gambar 4.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Sumber: BPS Kecamatan Tripe Jaya, 2019 (Olahan) 4.3. BUMDes Kecamatan Tripe Jaya

4.3.1. Gambaran BUMDes Augerah Jaya di Desa Uyem Beriring 4.3.1.1 Organisasi Pengelola BUMDes Anugrah Jaya

Para pengurus BUMDes selayaknya memiliki kompetensi dan tanggung jawab dalam megelola lembaga ini sesuai dengan tupoksi masing-masing begitu pula dengan struktur pemerintahan, dan pelaku usaha yang menjadi mitra BUMDes. Dalam proses rekrutmen pengurus juga ada hal yang menarik dimana Kepala Desa mengatakan : “rekrutmen pengurus BUMDes Uyem Beriring adalah pengurus arisan bulanan para perangkat Desa Uyem Beriring yang selama ini sudah dianggap jujur memegang uang arisan”

Arisan yang dimaksud adalah pertemuan bulanan seluruh Perangkat Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Anggota PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) dalam rangka menjaga silahturahmi diantara perangkat desa. Dalam pertemuan itu dibuat semacam arisan konvensional. Pertemuan arisan dilakukan secara priodik dan kontinu dengan waktu yang disepakati bersama lalu dilanjutkan

Gambar

Gambar 1.1. Skema pelaksanaan BUMDes
Tabel 1.2 Program BUMDes di Kecamatan Tripe Jaya
Gambar 2.1. Skema Oprasionalisasi BUMDes  2.3.2.  Peranan BUMDes
Gambar 2.2. Skema Pemberdayaan Ekonomi melalui BUMDes
+7

Referensi

Dokumen terkait

Produksi air DAS Barito Hulu menurut berbagai kelas tutupan lahan Hasil analisis hidrologi dari berbagai tutupan dan penggunaan lahan tahun 1990 dengan model SWAT (Tabel

Untuk meminimalkan tindakan kecurangan oleh manajemen dapat dilakukan dengan pengujian laporan keuangan oleh pihak yang independen yaitu auditor.. Auditor yang

Berdasarkan hasil survey yang Penulis lakukan pada saat Kerja Praktek di PT PLN Distribusi Jawa Timur APJ Surabaya Barat, dalam proses penanganan keluhan pelanggan saat ini

fungsi pemerintahan di daerah, peningkatan pelayanan kepada masyarakat, peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan layanan dasar u m u m , serta meningkatkan

Rumput laut coklat ( Phaeophyceae ) adalah rumput laut yang mengandung pigmen klorofil a, karotin, xanthofil dan fukosantin, pigmen yang dominan adalah fukosantin yang menutupi

Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan teori pemilih di Inonesia yaitu kepemimpinan tradisional untuk memahami pengaruh kepemimpinan kelian adat terhadap

Padahal di DKI Jakarta Sendiri, terdapat 3(tiga) Instansi Badan Narkotika Nasional yaitu Badan Narkotika Nasional Pusat, Badan Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta,

Substansi yang diatur Peraturan Daerah Kabupaten Pasir Nomor 17 Tahun 1999 sudah tidak sesuai lagi, berdasarkan Pasal 127 huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun