• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UPAH MINIMUM REGIONAL DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UPAH MINIMUM REGIONAL DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 281

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UPAH MINIMUM REGIONAL DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010-2019

1Desty Richqi Ramdhansya, 2Lucia Rita Indrawati

1,2Fakultas Ekonomi Universitas Tidar

Email : ramdhansyahdesty@gmail.com, luciaritaindrawati@yahoo.co.id

ABSTRAK

Upah minimum merupakan standar minimal dalam bentuk uang digunakan pengusaha membayar gaji pekerja setelah melakukan pekerjaannya. Tujuannya memperoleh upah untuk memenuhi kebutuhan guna meningkatkan taraf hidup seseorang. Tingkat upah pekerja perlu untuk ditingkatkan agar kualitas hidup para pekerja beserta keluarganya juga dapat meningkat. Upah dapat diberikan berdasarkan banyaknya waktu yang dikelaurkan untuk bekerja maupun satuan barang yang mampu dihasikan pekerja. Upah minimum merupakan suatu bentuk usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berpendapatan kurang atau rendah. Dengan demikian, jika tingkat upah minimum yang diberikan semakin tinggi maka semakin tinggi pula pendapatan masyarakat tersebut sehingga tingkat kesejahteraannya juga meningkat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan kebutuhan hidup layak terhadap upah minimum regional 6 Kota di Provinsi Jawa Tengah. Menggunakan data BPS Jawa Tengah dan regresi data panel dengan pendekatan REM. Hasilnya (1) Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Upah Minimum Regional di 6 Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2019, (2) Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Upah Minimum Regional di 6 Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2019, (3) Kebutuhan Hidup Layak berpengaruh positif dan signifikan terhadap Upah Minimum Regional di 6 Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2019, (4) Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, dan Kebutuhan Hidup Layak secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Upah Minimum Regional di 6 Kota Provinsi Jawa Tengah 2010-2019.

Kata kunci : UMP, Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, KHL

ABSTRACT

Minimum wage is the minimum standard in the form of money used by employers to pay workers' salaries after doing their work. A minimum wage is a form of effort to improve people's standard of living with less or low incomes. The goal is to earn wages to meet the needs to improve a person's standard of living. The level of wages of workers needs to be improved so that the quality of life of workers and their families can also increase.

Wages can be given based on the amount of time spent working and units of goods that workers can afford to distribute. Thus, if the minimum wage level given is higher, then the higher the community's income so that the level of welfare also increases. This study aims to determine the effect of economic growth, inflation, and living needs on the regional minimum wage of 6 cities in Central Java Province. Using Central Java BPS data and regression panel data with REM approach. The result is (1) Economic Growth has no significant effect on the Regional Minimum Wage in 6 Cities of Central Java Province in 2010-2019, (2) Inflation has no significant effect on the Regional Minimum Wage in 6 Cities of Central Java Province in 2010-2019, (3) Living Needs positively and significantly on the Regional Minimum Wage in 6 Cities of Central Java Province in 2010-2019, (4) Economic Growth, Inflation, and Living Needs together have a significant effect on the Regional Minimum Wage in 6 Cities of Central Java Province 2010-2019.

Keywords: UMP, Economic Growth, Inflation, KHL

(2)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 282

PENDAHULUAN

Upah minimum merupakan standar minimal dalam bentuk uang digunakan pengusaha membayar gaji pekerja setelah melakukan pekerjaannya. Tujuannya memperoleh upah untuk memenuhi kebutuhan guna meningkatkan taraf hidup seseorang. Tingkat upah pekerja perlu untuk ditingkatkan agar kualitas hidup para pekerja beserta keluarganya juga dapat meningkat. Upah dapat diberikan berdasarkan banyaknya waktu yang dikelaurkan untuk bekerja maupun satuan barang yang mampu dihasikan pekerja. Upah minimum merupakan suatu bentuk usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berpendapatan kurang atau rendah. Dengan demikian, jika tingkat upah minimum yang diberikan semakin tinggi maka semakin tinggi pula pendapatan masyarakat tersebut sehingga tingkat kesejahteraannya juga meningkat. Tabel UMK 6 Kota di Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu 2015 sampai 2019 di bawah ini:

Tabel 1. UMK 6 Kota di Provinsi Jawa Tengah 2010-2019 (Rupiah)

Sumber : BPS Jawa Tengah, 2019

Tabel diatas, menunjukkan bahwa upah minimum Magelang, Surakarta, Salatiga, Semarang, Pekalongan dan Tegal yang terdapat di provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2019 selalu bertambah. Peningkatan tertinggi 165,9%, Tegal 151,7%, Pekalongan 150,9%, sedangkan Salatiga, Surakarta, serta Magelang 133,5%, 129,6%, dan 129,1%. Salah satu indikator untuk mengetahui suatu kondisi taraf hidup masyarakat dan ekonomi di suatu wilayah yaitu melalui Pertumbuhan Ekonomi (PE). Pertumbuhan ekonomi salah satu cara menunjukkan kemajuan ekonomi suatu daerah. Terjadinya peningkatan upah dan penghasilan para pekerja mengakibatkan pertumbuhan ekonomi semakin terdorong, penyebabnya adalah daya permintaan barang yang dibeli oleh masyarakat semakin meningkat. Maka, akan berdampak pada sistem upah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat perkembangan pertumbuhan ekonomi 6 bawah ini:

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

1 Kota Magelang 745.000 795.000 837.000 915.900 1.145.000 1.211.000 1.341.000 1.453.000 1.580.000 1.707.000 2 Kota Surakarta 785.000 826.252 864.450 974.000 1.170.000 1.222.400 1.418.000 1.534.985 1.668.700 1.802.700 3 Kota Salatiga 803.185 843.469 901.396 1.209.100 1.423.500 1.287.000 1.450.953 1.596.845 1.735.930 1.875.325 4 Kota Semarang 939.756 961.323 991.500 980.000 1.165.000 1.685.000 1.909.000 2.125.000 2.310.088 2.498.588 5 Kota Pekalongan 760.000 810.000 895.500 860.000 1.044.000 1.291.000 1.500.000 1.623.750 1.765.179 1.906.922 6 Kota Tegal 700.000 735.000 795.000 914.276 1.066.603 1.206.000 1.385.000 1.499.500 1.630.500 1.762.000

NO KOTA TAHUN

(3)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 283

Tabel 2. Laju Pertumbuhan Ekonomi 6 Kota di Provinsi Jawa Tengah 2010-2019 (Persen)

Sumber: BPS Jawa Tengah, 2019

Tabel tersebut menunjukkan pertumbuhan ekonomi mengalami fluktuasi beragam disetiap kota. Dari tahun 2010-2018 rata- rata pertumbuhan ekonomi di Kota Semarang 6,28%, Surakarta 5,75%, Salatiga 5,67%, Magelang 5,53%, Pekalongan 5,49%, dan Tegal 5,45%. Dengan penetapan upah tinggi membuat harga meningkat di pasaran sehingga bisa berdampak inflasi. Berdasarkan Bank Indonesia, inflasi memiliki pengertian yaitu meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Inflasi mempunyai suatu daya yang sangat kuat dapat menyebabkan muneculnya sesuatu yang banyak pada fluktuasi kurs. Defenisi yang sesungguhnya yang terjadi pada hal ini tinggi atau rendahnya yang terjadi pada pertukaran uang yang dibebankan pada banyaknya yang diganti untuk mata uang lainnya atau yang berbeda dari sebelumnya bisa kita ketahui bahwa jumlah banyaknya dari uang yang didapat hal ini dikarenakan adanya terjadi sejumlah uang pada masing-masing Negara selalu berbeda-beda dan bisa dipastikan tidak akan pernah sama.

Berubahnya jumlah uang yang diberikan dari dollar ke amerika hal ini penyebab utamanya adalah terlalu banyak nya aktivitas permintan dan penawaran yang di berikan oleh Negara-negara lain kepada Negara yang bersangkutan sebagai pencetak uang yang telah berganti menjadi dollar.

Inflasi yaitu proses peningkatan berhubungan mekanisme pasar diperngaruhi oleh meningkatnya pemakaian pada warga, posisi uang kas pada Negara dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban yang ditentukan pada cepat atau lambatnya waktu yang telah disepakati dipasara maka akan berlebih shingga menjadi pemicu bagi pengguna, hingga ketidak lancaran terhadap penyaluran barang. Apabila terjadi percepatan dalam inflasi menjadi bertambah banyakhingga

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

1 Kota Magelang 6,12 6,11 5,37 6,04 4,98 5,11 5,23 5,42 5,46 5,44

2 Kota Surakarta 5,94 6,42 5,58 6,25 5,28 5,44 5,35 5,70 5,75 5,78

3 Kota Salatiga 5,01 6,58 5,53 6,30 5,57 5,17 5,27 5,58 5,84 5,88

4 Kota Semarang 5,87 6,58 5,97 6,25 6,31 5,82 5,89 6,70 6,52 6,86

5 Kota Pekalongan 5,51 5,49 5,61 5,91 5,48 5,00 5,36 5,32 5,69 5,50

6 Kota Tegal 4,61 6,47 4,21 5,67 5,04 5,45 5,49 5,95 5,87 5,77

NO KOTA TAHUN

(4)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 284

melebihi produksi sedangkan laju inflasi pada Amerika Serikat selau tetap dan jarang sekali terjadi perubahan, maka dapat menaikkan harga produk di Indonesia.

Inflasi mempunyai suatu daya yang sangat kuat dapat menyebabkan muneculnya sesuatu yang banyak pada fluktuasi kurs. Defenisi yang sesungguhnya yang terjadi pada hal ini tinggi atau rendahnya yang terjadi pada pertukaran uang yang dibebankan pada banyaknya yang diganti untuk mata uang lainnya atau yang berbeda dari sebelumnya bisa kita ketahui bahwa jumlah banyaknya dari uang yang didapat hal ini dikarenakan adanya terjadi sejumlah uang pada masing-masing Negara selalu berbeda-beda dan bisa dipastikan tidak akan pernah sama. Berubahnya jumlah uang yang diberikan dari dollar ke amerika hal ini penyebab utamanya adalah terlalu banyak nya aktivitas permintan dan penawaran yang di berikan oleh Negara-negara lain kepada Negara yang bersangkutan sebagai pencetak uang yang telah berganti menjadi dollar. Inflasi yaitu proses peningkatan berhubungan mekanisme pasar diperngaruhi oleh meningkatnya pemakaian pada warga, posisi uang kas pada Negara dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban yang ditentukan pada cepat atau lambatnya waktu yang telah disepakati dipasara maka akan berlebih shingga menjadi pemicu bagi pengguna, hingga ketidak lancaran terhadap penyaluran barang.

Apbila terjadi percepatan dalam inflasi menjadi bertambah banyakhingga melebihi produksi sedangkan laju inflasi pada Amerika Serikat selau tetap dan jarang sekali terjadi perubahan, maka dapat menaikkan harga produk di Indonesia

Inflasi adalah sebuah situasi yang terjadi pada kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan melunjaknya harga secara cepat paling utama terjadi pada barang yang paling menguntungkan.

Penyebab terjadinya: harga semakin tinggi, jumlah biaya produksi semakin banyak, dan semakin bertambah permintaan Inflasi ialah proses kenaikan harga umum akan bergerak pada kebutuhan primer (Nopirin, 2013). Jenisnya Nopirin (2000) adalah: Dari sifatnya: Inflasi Merayap di bawah 5%, ringan 5% - 10%, sedang 10-30%, berat 30% - 100%, tinggi di atas 100% terjadi selama setahun dan dari sebabnya: demand-pull inflation, cost-push inflation. Jika terjadi inflasi maka dampaknya akan berakibat seperti: penghasilan pada peruhasaan melunjak drastic, pada pekerja tetap akan berdampak buruk karena harga barang semakin tinggi, ketertarikan masyarakat tentang menabung perlahan berkurang, biaya yang dikeluarkan untuk mengekspor barang lebih tinggi, prediksi tentang harga bahan-bahan utama tidak tepat dan benar, dan para pemberi pinjaman uang

(5)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 285

atau biasa disebut dengan kreditur akan terjadi pendapatan yang sangat menurun karena ini terjadi kurs mata uang saat meminjam tinggi sedangkan masa pengembalia uang berada pada fase kurs rendah. Iinflasi akan sangat menguntungkan bagi pemerintah nasional hal ini terjadi pada dasarnya dikarenakan akan mendapatkan laba yang lebih banyak atas aktivitas lajunya inflasi yang terjadi.

Namun inflasi akan berdampak sangat positif dan terlihat baik pada debitur atau para pihak yang mempunyai uang karean keuntungan akan didapatkan para debitur saat para kreditur melakukan pengembalian uang. Terjadinya dampak inflasi maka kewajiban Negara adalah mengatasinya:

Suku bunga dibuat lebih tinggi untuk membuat motivasi para konsumen melakukan kegiatan menabung yang disebut dengan kebijakan diskonto, penetapan persedian kas daalam hal ini peraturan dibuat uang kas dan uang persedian ditetapkan jumlah nya diberbagai bank yang berbentuk konvensional (bank yang mengutamakan bunga daripada membagi hal yang diperoleh contohnya: bank arta, graha, bank jasa arta, dan nusantara, dan bank lainnya. Namun seharusnya yang berperan penting dalam penanggung jawab ini adalah bank sentral, sertaperasi pasar terbuka ialah uang yang beredar pada saat itu dikurangi jumlahnya dan kemungkinan bisa jadi menjual aset pada Negara. Namun hal ini adalah hal yang seharusnya tidak dianjurkan untuk dilakukan dalam mengatasi terjadinya inflasi.

Inflasi mempunyai suatu daya yang sangat kuat dapat menyebabkan muneculnya sesuatu yang banyak pada fluktuasi kurs. Defenisi yang sesungguhnya yang terjadi pada hal ini tinggi atau rendahnya yang terjadi pada pertukaran uang yang dibebankan pada banyaknya yang diganti untuk mata uang lainnya atau yang berbeda dari sebelumnya bisa kita ketahui bahwa jumlah banyaknya dari uang yang didapat hal ini dikarenakan adanya terjadi sejumlah uang pada masing-masing Negara selalu berbeda-beda dan bisa dipastikan tidak akan pernah sama. Berubahnya jumlah uang yang diberikan dari dollar ke amerika hal ini penyebab utamanya adalah terlalu banyak nya aktivitas permintan dan penawaran yang di berikan oleh Negara-negara lain kepada Negara yang bersangkutan sebagai pencetak uang yang telah berganti menjadi dollar. Inflasi yaitu proses peningkatan berhubungan mekanisme pasar diperngaruhi oleh meningkatnya pemakaian pada warga, posisi uang kas pada Negara dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban yang ditentukan pada cepat atau lambatnya waktu yang telah disepakati dipasara maka akan berlebih shingga menjadi pemicu bagi pengguna, hingga ketidak lancaran terhadap penyaluran barang.

(6)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 286

Apbila terjadi percepatan dalam inflasi menjadi bertambah banyakhingga melebihi produksi sedangkan laju inflasi pada Amerika Serikat selau tetap dan jarang sekali terjadi perubahan, maka dapat menaikkan harga produk di Indonesia

Inflasi tinggi menyebabkan jumlah tingkat pada pengangguran semakin besar artinya penyerapan pada tenaga kerja semakin kecil. Laju inflasi tentunya akan mendorong para pekerja untuk meminta peningkatan upah minimum. Dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 3. Inflasi 6 Kota di Provinsi Jawa Tengah 2010-2019 (Persen)

Sumber: BPS Jawa Tengah, 2019

Data diatas, dapat diketahui inflasi di 6 Kota di Provinsi Jawa Tengah 2010-2019 mengalami fluktuasi. Secara keseluruhan diantara 6 Kota tersebut, inflasi tertinggi tahun 2014 di Kota Semarang presentase 8,53%, Inflasi terendah terjadi tahun 2012 di Kota Tegal pada tahun 2012 sebesar 0,40%.

Pada umumnya besarnya penetapan upah minumum biasanya didasarkan dari kebutuhan hidup layak pekerja (KHL). KHL merupakan suatu standar kebutuhan dicapai pekerja agar bisa hidup mencukupi selama 1 (satu) bulan baik secara fisik, non fisik maupun sosial.

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

1 Kota Magelang 6.80 4.15 7.79 7.79 7.92 2.70 2.25 3.90 2.65 2.19

2 Kota Surakarta 6.65 1.93 2.87 8.32 8.01 2.56 2.15 3.10 2.45 2.94

3 Kota Salatiga 6.65 2.84 4.12 7.67 7.84 2.61 2.19 3.50 2.47 2.76

4 Kota Semarang 7.11 2.87 0.41 8.19 8.53 2.56 2.32 3.64 2.76 2.93

5 Kota Pekalongan 6.77 2.45 3.55 7.40 7.82 3.46 2.94 3.61 2.92 2.76

6 Kota Tegal 6.73 2.58 0.40 5.80 7.40 3.95 2.71 4.03 3.08 2.56

NO KOTA TAHUN

(7)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 287

Tabel 4. KHL 6 Kota di Provinsi Jawa Tengah 2010-2019 (Rupiah)

Sumber: BPS Jawa Tengah, 2019

Tabel diatas, bahwa KHL di Magelang, Surakarta, Salatiga, Semarang, Pekalongan dan Tegal dari 2010-2019 meningkat yang ada di provinsi Jawa Tengah. KHL tertinggi Semarang 165,9%, Salatiga 133,5% Pekalongan 127,1%, sedangkan Tegal, Surakarta, dan Magelang 120,8%, 110,7%, dan 106,5%.

Menurut Ninda Noviani Charysa (2013) “Pengaruh ertumbuhan Ekonomi dan Inflasi terhadap Upah Minimum Regional di Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun 2008-2011”.

Penelitian ini menganalisis bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, dan inflasi terhadap upah minimum regional. Metode analisis regresi data REM dengan metode GLS. Hasilnya koefisien positif pertumbuhan ekonomi 20,561 ekonomi naik 1%, maka UMR meningkat Rp20.561,00.

Koefisien positif inflasi 13,564 maka inflasi naik 1%, UMR juga naik Rp13.564,00.

Kesimpulannya pertumbuhan ekonomi, dan inflasi secara parsial berpengaruh terhadap upah minimum regional. Menurut Rahmah Merdekawaty, Dwi Ispriyanti, dan Sugito dalam jurnal yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Model Spatial Autoregressive (SAR)”. Metode Penelitian analisis regresi linier berganda dengan model Spatial Autoregressive (SAR). Berdasarkan hasil pengolahan data terdapat spasial ketergantungan pada variabel Upah Minimum Kabupaten / Kota di Jawa Tengah. Variabel berpengaruh signifikan terhadap UMK di Jawa Tengah melalui metode regresi linier berganda dan SAR adalah KHL (X1) dan IHK (X2). Model SAR menghasilkan nilai R2 sebesar 72.269% dan AIC sebesar 66.393 lebih baik daripada model regresi linier berganda yang menghasilkan nilai R2 pada 68% dan AIC pada 68,482..

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

1 Kota Magelang 826.643 863.275 877.442 915.900 1.023.582 1.241.486 1.341.690 1.453.000 1.580.000 1.707.000 2 Kota Surakarta 855.592 835.138 864.450 973.806 1.169.167 1.199.545 1.418.214 1.534.985 1.668.700 1.802.700 3 Kota Salatiga 803.185 843.469 901.396 1.229.077 1.403.501 1.279.222 1.475.139 1.596.845 1.735.930 1.875.325 4 Kota Semarang 939.756 961.324 991.503 977.065 1.158.418 1.663.917 1.909.237 2.125.000 2.310.088 2.498.588 5 Kota Pekalongan 839.516 852.485 895.481 855.000 1.040.625 1.278.779 1.426.501 1.623.750 1.765.179 1.906.922 6 Kota Tegal 798.000 802.411 826.975 940.375 1.077.793 1.202.158 1.376.831 1.499.500 1.630.500 1.762.000

NO KOTA TAHUN

(8)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 288

Penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian terdahulu, perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian ini berada di 6 Kota di Jawa Tengah pada tahun 2010-2019. Berdasarkan latar belakang diatas membuat peneliti tertarik dan ingin mengetahui apakah ada pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, dan KHL terhadap Upah Minimum Regional (UMR) di 6 kota yang ada di Jawa Tengah pada 2010 – 2019. Berdasarkan identifikasi masalah maka dapat dirumuskan permasalahan pokok yaitu apa saja faktor yang mempengaruhi Upah Minimum Regional (UMR) di 6 kota yang ada di Jawa Tengah?. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan kebutuhan hidup layak terhadap upah minimum regional 6 Kota di Provinsi Jawa Tengah.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis dengan pendekatan kuantitatif yaitu menggunakan penelitian yang tersusun secaea ilmiahn menyangkut penggunaan angka, data, dan variable. Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif dengan analisis statistik untuk keperluan estimasi dengan analisis regresi menggunakan data panel. Secara umum teknik analisis yakni proses yang dilakukan untuk menyusun serta pula mencari dengan data yang sangat sistematis yang didapat penliti dari lapangan. Yaitu suatu metode yang digunakan dalam membuuat suatu penelitian menjadi suatu hal yang kompleks. Sebuah upaya dengan data yakin dengan mengelompokkan data yang diperoleh dan meilahnya menjadi sebuah satuan yang dikelola. Data yang didapat nantinya dianalisi lebih dalam dan nantinya akan diklasifikasinya dengan sebuah hasil penelitian yang ditemukan secara jelas. Untuk mendukung model penelitian, peneliti juga melalkukan beberapa jenis pengujian yaitu Uji Chow, Uji Hausman, Uji Lagrange Multiplier (LM), Uji Asumsi Klasik, Uji Statistik, dan Koefisien Determinasi (R2). Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dalam Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini akan menggunakan persamaan regresi linier berganda dengan model:

Dimana:

𝒀𝒊𝒕= 𝜷𝟎+ 𝜷𝟏𝑿𝟏𝒊𝒕+ 𝜷𝟐𝑿𝟐𝒊𝒕+𝜷𝟑𝑿𝟑𝒊𝒕+𝜺𝒊𝒕 𝑼𝑴𝑹𝒊𝒕= 𝜷𝟎+ 𝜷𝟏𝑷𝑬𝒊𝒕+ 𝜷𝟐𝑰𝑵𝑭𝑳𝑨𝑺𝑰𝒊𝒕+𝜷𝟑𝑲𝑯𝑳𝒊𝒕+𝜺𝒊𝒕

(9)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 289

Y = Upah Minimum Regional 6 Kota di Provinsi Jawa Tengah X1 = Pertumbuhan Ekonomi 6 Kota di Provinsi Jawa Tengah X2 = Inflasi 6 Kota di Provinsi Jawa Tengah

X3 = Kebutuhan Layak Hidup/ KHL 6 Kota di Provinsi Jawa Tengah β1, β2, β3 = Koefisien masing-masing Variabel

β0 = Konstanta εit = Residu

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Estimasi Awal

Estimasi panel yang digunakan dalam penelitian ini mendummykan cross section 6 Kota di Jawa Tengah. Dalam estimasi ini terdiri dari 3 pendekatan model, yaitu:

a. Common Effect Model (CEM) Tabel 5. Hasil CEM

Sample: 2010 2019 Periods included: 10 Cross-sections included: 6

Total panel (balanced) observations: 60

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -2000.195 46475.90 -0.043037 0.9658 PE -8742.061 8254.689 -1.059042 0.2941 INFLASI 1471.882 1977.119 0.744458 0.4597 KHL 1.030266 0.011056 93.18577 0.0000

R-squared 0.994977 Mean dependent var 1280643.

Adjusted R-squared 0.994708 S.D. dependent var 432899.1 S.E. of regression 31491.94 Akaike info criterion 23.61719 Sum squared resid 5.55E+10 Schwarz criterion 23.75681

(10)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 290

Log likelihood -704.5157 Hannan-Quinn criter. 23.67181 F-statistic 3697.587 Durbin-Watson stat 1.327397 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Output Eviews 10

Dalam pendekatan estimasi ini diperoleh hasil regresi pada model Common Effect Model bahwa variabel X1 (PE) dan X2 (INFLASI) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y (UMR) karena nilai probabilitasnya > α 1%, α 5%, dan α 10%. Sedangkan variabel X3

(KHL) berpengaruh signifikan terhadap variabel Y (UMR) karena nilai probabilitasnya < α 1%. Nilai koefisien pada X1 (PE) = -8742.061, X2 (INFLASI) = 1471.882, X3 (KHL) = 1.030266 dengan R-squared 0.994977 yang berarti model mampu menjelaskan variabel Y (UMR) 99.49%.

b. Fixed Effect Model (FEM) Tabel 6. Hasil FEM

Sample: 2010 2019 Periods included: 10 Cross-sections included: 6

Total panel (balanced) observations: 60

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 40976.44 57003.03 0.718847 0.4755 PE -15264.04 9779.137 -1.560878 0.1247 INFLASI 1192.918 2024.637 0.589201 0.5583 KHL 1.026656 0.011531 89.03416 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

(11)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 291

R-squared 0.995301 Mean dependent var 1280643.

Adjusted R-squared 0.994564 S.D. dependent var 432899.1 S.E. of regression 31917.39 Akaike info criterion 23.71717 Sum squared resid 5.20E+10 Schwarz criterion 24.03132 Log likelihood -702.5151 Hannan-Quinn criter. 23.84005 F-statistic 1350.315 Durbin-Watson stat 1.443083 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Output Eviews 10

Dalam pendekatan estimasi ini diperoleh hasil regresi pada model Fixed Effect Model bahwa variabel X1 (PE) dan X2 (INFLASI) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y (UMR) karena nilai probabilitasnya > α 1%, α 5%, dan α 10%. Sedangkan variabel X3 (KHL) berpengaruh signifikan terhadap variabel Y (UMR) karena nilai probabilitasnya < α 1%. Nilai koefisien pada X1 (PE) = -15264.04, X2 (INFLASI) = 1192.918, X3 (KHL) = 1.026656. R- Squared menunjukkan 0.995301, berarti model mampu menjelaskan variabel Y (UMR) 99.53%.

c. Random Effect Model (REM) Tabel 7. Hasil REM

Sample: 2010 2019 Periods included: 10 Cross-sections included: 6

Total panel (balanced) observations: 60

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -2000.195 47103.79 -0.042464 0.9663 PE -8742.061 8366.210 -1.044925 0.3005 INFLASI 1471.882 2003.830 0.734534 0.4657 KHL 1.030266 0.011205 91.94362 0.0000

(12)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 292

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 0.000000 0.0000

Idiosyncratic random 31917.39 1.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.994977 Mean dependent var 1280643.

Adjusted R-squared 0.994708 S.D. dependent var 432899.1 S.E. of regression 31491.94 Sum squared resid 5.55E+10 F-statistic 3697.587 Durbin-Watson stat 1.327397 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.994977 Mean dependent var 1280643.

Sum squared resid 5.55E+10 Durbin-Watson stat 1.327397

Sumber: Output Eviews 10

Dalam pendekatan estimasi ini diperoleh hasil regresi pada model Random Effect Model bahwa variabel X1 (PE) dan X2 (INFLASI) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y (UMR) karena nilai probabilitasnya > α 1%, α 5%, dan α 10%. Sedangkan variabel X3 (KHL) berpengaruh signifikan terhadap variabel Y (UMR) karena nilai probabilitasnya < α 1%. Nilai koefisien pada X1 (PE) = -8742.061, X2 (INFLASI) = 1471.882, X3 (KHL) = 1.030266 R- Squared menunjukkan 0.994977, yang berarti model mampu menjelaskan variabel Y (UMR) 99.49%.

2. Pemilihan Model 1. Uji Chow

Pertama-tama data panel diesmitasi menggunakan efek spesifikasi fixed. Bertujuan apakah sebaiknya model menggunakan fixed effect atau common effect.

(13)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 293

Ho: Common Effect Ha: Fixed Effect

Apabila probabilitas Chi-Square <5%, maka ditolak, sehingga model menggunakan fixed effect. Hasilnya:

Tabel 8. Hasil Uji Chow

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 0.703402 (5,51) 0.6235

Cross-section Chi-square 4.001227 5 0.5492

Sumber: Output Eviews 10

Tabel 8 diperoleh hasil berupa probabilitas Chi Squares 0,5492. Karena Chi Squares lebih

> taraf signifikasi (0,5492 > 0,05), artinya tidak menolak Ho atau model common effect (CEM) lebih tepat dibandingkan model fixed effect (FEM).

2. Uji Hausman

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah model random effect lebih baik digunakan daripada fixed effect.

Ho: Random Effect Ha: Fixed Effect

Apabila hasil probabilitas chi-square > 5%, maka menggunakan random effect. Hasilnya:

Tabel 9. Hasil Uji Hausman

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 2.152124 3 0.5414

Sumber: Output Eviews 10

(14)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 294

Berdasarkan tabel 9 diatas, Chi Squares 0,5414. Karena chi squares lebih >taraf signifikasi (0,5414 > 0,05), artinya tidak menolak Ho atau random effect model (REM) lebih tepat dibandingkan fixed effect model (FEM).

3. Estimasi Akhir

Berdasarkan hasil pemilihan model, penelitian ini menggunakan REM untuk memecahkan masalah penelitian. Model random effect menggunakan pendekatan Generalized Least Square (GLS) sehingga tidak perlu dilakukan uji asumsi klasik.

Tabel 10. Hasil Data Panel

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -2000.195 47103.79 -0.042464 0.9663 PE -8742.061 8366.210 -1.044925 0.3005 INFLASI 1471.882 2003.830 0.734534 0.4657 KHL 1.030266 0.011205 91.94362 0.0000

Sumber: Hasil pngolahan regresi menggunakan eviews 10 Persamaan regresi:

Hasil estimasi REM pada tabel 10 diatas menunjukkan nilai coeffisien konstanta -2000.195.

Berdasarkan nilai probabilitas maka:

➢ Variabel X1 pertumbuhan ekonomi memiliki nilai probabilitas 0.3005>0.05 artinya variabel tidak signifikan terhadap variabel Y(UMR).

Satu persen pertumbuhan ekonomi akan menurunkan upah minimum regional sebesar 8742.061.

➢ Variabel X2 inflasi 0.4657>0.05 variabel tidak signifikan terhadap variabel Y(UMR).

Satu persen inflasi akan meningkatkan upah minimum regional sebesar 1471.882.

➢ Variabel X3 kebutuhan hidup layak 0.0000<0.05 variabel signifikan terhadap variabel Y(UMR).

Satu rupiah KHL akan meningkatkan upah minimum regional sebesar 1.030266.

𝒀𝒊𝒕= −𝟐𝟎𝟎𝟎. 𝟏𝟗𝟓 − 𝟖𝟕𝟒𝟐. 𝟎𝟔𝟏𝑿𝟏𝒊𝒕+ 𝟏𝟒𝟕𝟏. 𝟖𝟖𝟐𝑿𝟐𝒊𝒕+𝟏. 𝟎𝟑𝟎𝟐𝟔𝟔𝑿𝟑𝒊𝒕+𝜺𝒊𝒕

(15)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 295

1. Uji Statistik

a. Uji T (Uji Parsial)

Hasil analisis uji parsial menunjukkan masing-masing variabel bebas secara individu tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat kecuali variabel Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Berikut kami paparkan masing-masing variabel bebasnya:

- Pertumbuhan Ekonomi

Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap UMR menunjukan hasil yang tidak signifikan. Hal tersebut dilihat dari nilai t-hitung sebesar -1.044925 dan probabilitas sebesar 0.3005 yang tidak signifikan dalam taraf signifikansi α 1%, α 5% maupun α 10%.

- Inflasi

Pengaruh inflasi terhadap UMR menunjukan hasil yang tidak signifikan. Hal tersebut dilihat dari nilai t-hitung sebesar 0.734534 dan probabilitas sebesar 0.4657 yang tidak signifikan dalam taraf signifikansi α 1%, α 5% maupun α 10%.

- Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

Pengaruh KHL terhadap UMR menunjukan hasil yang signifikan. Hal tersebut dilihat dari nilai t-hitung sebesar 91.94362 dan probabilitas sebesar 0.0000 yang signifikan dalam taraf signifikansi α 1%. Memiliki koefisien regresi sebesar 1.030266 berarti apabila terjadi peningkatan sebesar satu satuan hitung pada KHL akan meningkatkan UMR sebesar 1.030266 satuan hitung.

b. Uji F (Uji Simultansi)

Berdasarkan hasil analisis menggunakan software Eviews 10, diperoleh nilai F-hitung sebesar 3697.587 dan probabilitas F sebesar 0.000000. Dalam taraf signifikansi 5%

maka uji F signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi dan KHL secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap terjadinya pertumbuahan ekonomi yang dilihat dari jumlah PDRB. Dan model tersebut juga telah memenuhi goodness of fit.

2. Koefisien Determinasi (R²)

(16)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 296

Koefisien determinasi atau goodness of fit diperoleh angka sebesar 0.994977. Hal ini berarti bahwa kontribusi seluruh variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat sebesar 99,49%. Sisanya sebesar 0.51% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

KESIMPULAN

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan pengujian yang telah dilakukan terhadap permasalahan yang ada, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penelitian ini melakukan uji coba dengan meneliti beberapa faktor yang mempengaruhi upah minimum regional di 6 kota di Jawa Tengah tahun 2010-2019. Hasil pengujian analisis regresi data panel dengan REM dituliskan persamaan akhir:

Kemudian hasil pengujian hipotesis analisis regresi data panel dengan variabel dependen upah minimum regional dan tiga variabel independen pertumbuhan ekonomi,Inflasi dan KHL adalah sebagai berikut:

1. Secara simultan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan KHL berpengaruh signifikan terhadap upah minimum regional di enam kota di Jawa Tengah.

2. Secara parsial variabel pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap upah minimum regional di 6 kota di Jawa Tengah periode 2010-2019.

3. Secara parsial variabel inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap upah minimum regional di 6 kota di Jawa Tengah periode 2010-2019.

4. Secara parsial variabel KHL berpengaruh secara signifikan terhadap upah minimum regional di 6 kota di Jawa Tengah periode 2010-2019

5. Hasil anlisis menunujukkan bahwa dari ke-3 variabel tersebut variabel yang paling berpengaruh terhadap upah minimum regional di 6 kota di Jawa Tengah periode 2010- 2019 adalah KHL.

DAFTAR PUSTAKA

Ardana. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu Asfia Murni. 2013. Ekonomika Makro. PT Refika Aditama: Bandung.

Bersales, L. G. S., & Lucagbo, M. D. C. (2014). Determinant of Regional Minimum Wage in the 𝑈𝑀𝑅𝑖𝑡 = −2000.195 − 8742.061𝑃𝐸𝑖𝑡+ 1471.882𝐼𝑁𝐹𝐿𝐴𝑆𝐼𝑖𝑡 + 1.030266𝐾𝐻𝐿𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡

(17)

Doi Artikel : 10.46306/vls.v2i1.102 297

Philippines. The Philippine Statistician, 63(2), 71–85.

https://www.psai.ph/docs/publications/tps/tps_2014_63_2_6.pdf (Diakses 5 November 2020).

Charsya, N.N. (2013). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Dan Inflasi Terhadap Upah Minimum Regional Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2011. Economics Development Analysis Journal, 2(4), 277–285.

Damodar N., Gujarati dan Dawn C. Porter. 2009. Basic Econometric 5th Edition. McGraw –Hill:

New York.

Ghozali, Imam. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 25. Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati, D. N. 2013. Dasar-dasar Ekonometrika, Edisi Kelima. Mangunsong, R. C. penerjemah.

Jakarta: Salemba Empat.

Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Terjemah Sumarno Zein. Jakarta: Erlangga.

Ketiasih, L. (2017). Pengaruh Tingkat Inflasi Dan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Upah Minimum Regional (Umr) Di Provinsi Bali Pada Tahun 2008-2015. Jurnal Pendidikan Ekonomi Undiksha, 9(1), 148.

Kuncoro, Mudrajad. 2010. Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomika Pembangunan, Jakarta:

Erlangga.

Medekawaty, R., Ispriyanti, D., & Sugito. (2016). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Model Spatial Autoregrssive (SAR). Jurnal Gaussian. 5(3), 525-534.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 tahun 2005. Tentang Komponen Dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian, Kebutuhan Hidup Layak dan Permenakertrans

Prasetyo, P. Eko. 2009. Fundamental Makro Ekonomi. Yogyakarta: Beta Offset.

Priyanto, Duwi. 2013. Analisis Korelasi, Regresi dan Multivariate dengan SPSS. Edisi Pertama.

Penerbit Gava Media. Yogyakarta.

Putri, Andhika Permata, and M. Ec Daryono Soebagiyo. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi Dan Pendapatan Per Kapita Terhadap Upah Minimum Regional Di Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-2016. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2018.

Ramdhan, M. H. (2015). Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Penetapan Upah Minimum Provinsi Lampung Tahun 2000-2013. Doctoral Dissertation, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis.

Sadono , Sukirno.1999. Makroekonomi Modern. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sufaendy, S., & Nurhayati, S. F. (2019). Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Upah Minimum Enam Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2018 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta, CV.

Yamin, Sofyan dan Kurniawan, Heri. (2014). SPSS Complete: Teknik Analisis Terlengkap dengan Software SPSS. Jakarta: Salemba Infotek.

Gambar

Tabel 1. UMK 6 Kota di Provinsi Jawa Tengah 2010-2019 (Rupiah)
Tabel  2.  Laju  Pertumbuhan  Ekonomi  6  Kota  di  Provinsi  Jawa  Tengah  2010-2019  (Persen)
Tabel 4. KHL 6 Kota di Provinsi Jawa Tengah 2010-2019 (Rupiah)

Referensi

Dokumen terkait

Soedirman yang telah memberi ijin untuk pelaksanaan Praktik

Apabila dalam waktu 6-8 minggu asmanya belum stabil yaitu masih sering terjadi serangan, maka harus menggunakan tahap kedua yaitu berupa kortikosteroid dosis rendah ditambahkan

Deskripsinya mencakup (1) unsur serapan yang terdapat pada karangan siswa, (2) kesalahan penulisan unsur serapan yang dilakukan siswa, dan (3) kemampuan siswa

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa depresi dan insomnia pada lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta memiliki hubungan.. Hasil ini sesuai dengan sumber

(1991), untuk mengetahui nilai dari suatu bahan pakan tidak cukup didapat dengan mengetahui kandungan nutrient yang terdapat dalam bahan pakan tersebut, tetapi juga harus

Spesifikasi hasil simulasi menggunakan program SPICE dengan kapasitor beban C L = 15 pf dan R L = 5,2 k dengan tingkat suhu yang berbeda meliputi -55°C, 27°C, 125°C dan

Subjek penelitian yang terkait dalam pengambilan data untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Penelitian awal dan pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebar angket

Jika nilai tegangan referensi dan modulasi serat optik sama besarnya, maka dapat dipastikan intensitas cahaya kedua serat optik tersebut dipantulkan dengan sempurna.. Kasus ini