• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMISASI MODEL DISTRIBUSI SUPER-FLEKSIBEL DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "OPTIMISASI MODEL DISTRIBUSI SUPER-FLEKSIBEL DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOKAN"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

SUPER-FLEKSIBEL DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOKAN

DISERTASI

Oleh Ronsen Purba

108110005

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITRAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(2)

SUPER-FLEKSIBEL DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOKAN

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Program Studi Doktor Ilmu Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh Ronsen Purba

108110005

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITRAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(3)

Judul Disertasi : Optimisasi Model Distribusi Super-fleksibel dalam Manaje- men Rantai Pasokan

Nama Lengkap : Ronsen Purba

NIM : 108110005

Program Studi : Doktor Ilmu Matematika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Herman Mawengkang Promotor

Prof. Dr. Anton Abdulbasah Kamil, M.Sc Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc

Co-Promotor Co-Promotor

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Herman Mawengkang Dr. Sutarman, M.Sc

Tanggal lulus : 19 Maret 2015

(4)

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. Dr. Herman Mawengkang

Anggota : 1. Prof. Dr. Anton Abdulbasah Kamil, M.Sc.

2. Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc.

3. Prof. Dr. Opim Salim Sitompul, M.Sc.

4. Prof. Dr. Tulus, M.Si.

(5)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :

OPTIMISASI MODEL DISTRIBUSI

SUPER-FLEKSIBEL DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOKAN

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan pembim- bingan para komisi pembimbing, kecuali yang dengan ditunjukkan rujukannya.

Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program seje- nis di perguruan tinggi lainnya.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Medan, 12 Juni 2015 Penulis

Ronsen Purba

(6)

Ketidakpastian dan perubahan yang sangat cepat serta semakin meningkatnya tuntutan agar rantai pasokan memenuhi prinsip ber- kelanjutan (sustainability) mengharuskan pengambil keputusan dalam manajemen rantai pasokan untuk menerapkan berbagai strategi yang super-fleksibel. Akan tetapi, kebijakan yang bersifat super-fleksibel membuat optimisasi manajemen rantai pasokan menjadi semakin sulit, sehingga dibutuhkan model yang dapat mengakomodasi kon- disi lingkungan yang serba tidak pasti tersebut. Disertasi ini men- gusulkan optimisasi model distribusi yang super-fleksibel yang meru- pakan permasalahan dengan bentuk mixed integer non-linear program- ming (MINLP). Solusi optimal yang diusulkan memanfaatkan algorit- ma kunang-kunang (FA)yang cerdas, biner, triner dan riil yang di- padukan dengan operasi-operasi dari digraf dinamis. Algoritma terse- but diberi nama intelligent binary-trinary real code firefly algorithm- dynamic graph (IBTRCFA-DG). Hasil penelitian dalam disertasi ini merupakan pendekatan baru dalam manajemen pusat distribusi dan se- mua fasilitas pendukung di bawahnya dengan maksud meminimumkan biaya instalasi dan operasional rantai pasokan untuk menghadapi kon- disi lingkungan yang super-fleksibel dalam mencapai persyaratan ber- kelanjutan.

Kata Kunci : Distribusi super-fleksibel, optimisasi, manajemen rantai pasokan berkelanjutan, digraf dinamis, intelli- gent trinary real coded firefly algorithm

i

(7)

Uncertainty and rapid changes as well as growing demand for susta- inability force decision makers in supply chain management to imple- ment various super-flexible strategies. However, super-flexible policies make supply chain management optimization become harder, such that we need a new model accommodating the uncertainties of environmental conditions. This dissertation proposes an optimization for super-flexible distribution model. Proposed super-flexible distribution is a mixed inte- ger non linear programming problem. We propose an optimal solution for the problem using intelligent binary-trinary real code firefly algo- rithm supplemented by dynamic graph operations, so we name the algo- rithm as IBTRCFA-DG. The results obtained in this research is a new approach in managing the distribution center and all down-streams by minimizing costs for installation and operation the network in handling super-flexible environmental conditions toward the sustainable supply chain management.

Keywords : Super-flexible distribution, optimization, sustainable suply chain management, dynamic digraph, intelligent binary trinary real coded firefly algorithm

ii

(8)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas rah- mat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi de- ngan judul OPTIMISASI MODEL DISTRIBUSI SUPER-FLEKSIBEL DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOKAN.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus dan ikhlas serta penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), Sp.A(K), selaku Rektor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis mengikuti Program Doktor Ilmu Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara Medan

2. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc., selaku Dekan yang telah memberikan kesem- patan kepada penulis untuk menjadi peserta Program Doktor Ilmu Matema- tika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara Medan dan telah membagi ilmunya kepada penulis

3. Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang, selaku Promotor dan Ketua Pro- gram Studi Doktor Ilmu Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara Medan yang dengan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan disertasi ini

4. Bapak Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc., selaku co-promotor dan selaku Sekre- taris Program Studi Doktor Ilmu Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara Medan yang dengan ketulusan hati membimbing penulis dalam menyelesaikan disertasi ini dan membagi ilmunya kepada penulis 5. Bapak Prof. Dr. Anton Abdulbasah Kamil, M.Sc., selaku co-promotor yang

telah membimbing penulis dalam menyelesaikan disertasi ini

6. Bapak Prof. Dr. Opim Salim Sitompul, M.Sc., selaku komisi penguji yang

iii

(9)

7. Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Si., selaku komisi penguji yang telah memberikan masukan dan mengarahkan penulis demi perbaikan disertasi ini

8. Bapak Irwanto, selaku Ketua Yayasan Bina Pertiwi Medan yang telah mem- berikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi S3

9. Ibu Tien Irawaty, selaku Ketua BPH Yayasan Bina Pertiwi Medan yang telah membiayai penulis selama perkuliahan dan penyelesaian disertasi ini 10. Bapak Dr. Mimpin Ginting, M.Si., selaku Ketua STMIK Mikroskil yang

telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti Program Doktor Ilmu Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara Medan 11. Bapak Djoni, S.Kom, M.T.I., selaku Wakil Ketua I STMIK Mikroskil yang

telah mendukung dan memberikan dorongan bagi penulis selama menjalani perkuliahan hingga selesainya disertasi ini

12. Bapak Paulus S.Kom, M.T., selaku Wakil Ketua II STMIK Mikroskil yang telah mendukung dan membantu kelancaran pembayaran biaya perkuliahan penulis

13. Bapak Saliman, S.T., selaku Wakil Ketua III STMIK Mikroskil yang telah memungkinkan penulis mengikuti kuliah Program Doktor

14. Seluruf Staf Pengajar Program Studi Doktor Ilmu Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara Medan

15. Saudari Misiani S.Si. yang telah banyak membantu selama penulis mengi- kuti kuliah sampai selesainya disertasi ini

16. Seluruh teman sejawat di STMIK-STIE Mikroskil Medan yang telah mem- berikan dorongan semangat kepada penulis selama menjalani perkuliahan dan menyelesaikan disertasi ini

iv

(10)

telah banyak berbagi dengan penulis selama perkuliahan dan penyelesaian disertasi ini

18. Semua pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan semangat dan bantuan materi serta moril kepada penulis selama menempuh perkuliahan dan penyelesaian disertasi ini

Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih kepada isteri tercinta Ros- mauli Sirait, S.E. dan anak-anak: Priozky Pratama Purba, Monica Viola Pur- ba, Rika Permatasari Purba dan Meisita Purba yang telah memberikan doa dan dorongan serta pengertian selama penulis mengikuti perkuliahan dan menyele- saikan disertasi ini. Semoga keberhasilan pendidikan S3 saya ini dapat menjadi inspirasi kepada anak-anakku dalam mengikuti kuliah dan pelajaran di sekolah.

Khususnya, kepada Priozky yang sedang menempuh kuliah di FTTM ITB Ban- dung kiranya lebih semangat belajar guna meraih cita-cita. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Ibu Mertua K. R. Gultom dan seluruh keluarga yang telah mendoakan dan memberi semangat kepada penulis selama perkuliahan sampai selesainya disertasi ini.

Akhir kata, semoga ilmu yang penulis dapatkan serta disertasi ini dapat bermanfaat bagi Program Studi Doktor Ilmu Matematika, Fakultas MIPA, Uni- versitas Sumatera Utara Medan dan Mikroskil serta membawa kebaikan bagi orang banyak.

Medan, 12 Juni 2015

Ronsen Purba

v

(11)

Ronsen Purba dilahirkan di Bandar Kinalang Kabupaten Simalungun pada tanggal 24 September 1960, dari Ayah yang bernama J. Purba (Alm) dan Ibu yang bernama H. br Sipakkar (Almh) sebagai anak kedua dari delapan bersaudara.

Pada tahun 1973 lulus dari SD Negeri Simpang Kinalang Kabupaten Simalungun.

Pada tahun 1976 lulus dari SMP Negeri Seribudolok dan pada tahun 1980 lulus dari SMA Katolik Kabanjahe

Diterima di Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Penge- tahuan Alam pada tahun 1980 melalui Pemanduan Bakat. Pada tahun 1985 lulus Sarjana Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Pada tahun 1991 memperoleh gelar Master of Science dari Computer Science Department, Indiana University Bloomington Indiana, Amerika Serikat. Selanjutnya pada tahun 2010, penulis mengikuti pen- didikan S3 Program Studi Ilmu Matematika, Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis pernah menjabat Kepala Laboratorium Komputer Universitas Si- singamangaraja XII Medan, Pembantu Ketua I STMIK Sisingamangaraja XII Medan, Ketua Jurusan Manajemen Informatika STMIK Mikroskil Medan, Ketua Jurusan Teknik Informatika STMIK Mikroskil Medan, serta Kepala Pusat Peneli- tian dan Pengabdian Masyarakat STMIK Mikroskil Medan. Saat ini, penulis aktif sebagai Dosen Tetap di Jurusan Teknik Informatika, STMIK Mikroskil Medan.

vi

(12)

Halaman

PERNYATAAN vii

ABSTRAK vii

ABSTRACT vii

PENGHARGAAN vii

RIWAYAT HIDUP vii

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR x

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 6

1.3 Tujuan Penelitian 6

1.4 Urgensi Penelitian 7

BAB 2 LANDASAN TEORI 8

2.1 Graf Dinamis (Dynamic Graph) 8

2.1.1 Operasi Dinamis untuk Graf Tak Berarah 10 2.1.2 Operasi Dinamis untuk Graf Berarah 13 2.2 Algoritma Kunang-kunang (Firefly Algorithm) 21

2.2.1 Pengenalan Algoritma 21

2.2.2 Penentuan Parameter dan Deskripsi Algoritma FA 26 2.2.3 Kompleksitas dan Klasifikasi Algoritma FA 29

2.2.4 Intelligent Firefly Algorithm 33

2.3 Manajemen Rantai Pasokan 35

vii

(13)

2.5 Tantangan dalam Manajemen Rantai Pasokan 46

2.6 Transshipment dalam Rantai Pasokan 50

BAB 3 OPTIMISASI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN 54

3.1 Linear Programming 55

3.2 Mixed Integer Linear/Non-Linear Programming 56

3.3 Stochastic Programming 59

3.4 Fuzzy Optimization 60

3.5 Robust Optimization 63

BAB 4 OPTIMISASI MENGGUNAKAN FIREFLY ALGORITHM 68

4.1 Aplikasi Algoritma FA 68

4.1.1 Continuous Optimization 69

4.1.2 Combinatorial Optimization 69

4.1.3 Constraint Optimization 71

4.1.4 Multi-objective Optimization 72

4.1.5 Dynamic Environment 73

4.2 Algoritma FA dalam Praktek 75

4.2.1 Skema Algoritma FA 75

4.2.2 Teknis Secara Rinci 77

4.2.3 Constrained Firefly Algorithm (CFA) 79 4.3 Aplikasi FA untuk Solusi Integer Programming Problem 82

4.4 Binary Real Coded Firefly Algorithm 86

4.4.1 Strategi Penanganan terhadap Pelanggaran Kendala 88

4.4.2 Teknik Diskritisasi 89

viii

(14)

4.4.4 Algoritma Rinci Binary Real Coded Firefly 93

BAB 5 MODEL DISTRIBUSI SUPER-FLEKSIBEL 95

5.1 Persyaratan Super-fleksibel 95

5.2 Permasalahan dalam Distribusi Super-fleksibel 98

5.3 Model Distribusi 100

5.4 Fungsi Objektif 103

5.5 Kebijakan Transshipment dan Alih Peran 109 BAB 6 SOLUSI OPTIMAL MODEL DISTRIBUSI SUPER-FLEKSIBEL 115

6.1 Modifikasi Algoritma FA 115

6.1.1 Diskritisasi Algoritma FA 116

6.1.2 Menambah Kemampuan Mengingat dan Transfer 118

6.1.3 Newborn Fireflies 121

6.1.4 Modifikasi Formula Perubahan Posisi 121

6.2 Operasi Digraf Dinamis 127

6.3 Solusi Optimal Usulan 128

BAB 7 HASIL DAN PEMBAHASAN 131

7.1 Hasil 131

7.2 Pembahasan 137

BAB 8 KESIMPULAN DAN PENELITIAN LANJUTAN 140

8.1 Kesimpulan 140

8.2 Penelitian Lanjutan 140

DAFTAR PUSTAKA 142

ix

(15)

Nomor Judul Halaman

2.1 Algoritma Dasar FA 29

2.2 Algoritma FA Lebih Lengkap 30

2.3 Taksonomi Algoritma FA 33

2.4 Algoritma Intelligent FA 35

2.5 Sustainable Supply Chain Management (Carter dan Roger, 2011) 38

2.6 House of sSCM (Carter dan Roger, 2008) 40

2.7 Lima Tantangan Teratas Rantai Pasokan Global (IBM, 2010) 48 4.1 Taksonomi Aplikasi FA (Fister et al., 2013) 68 4.2 Algoritma FA untuk Constrained Optimization (Yang, 2008) 77 4.3 Algoritma Constrained FA (Brajevic, 2012) 82 4.4 Algoritma FA untuk Integer Programming (Bacanin, et al., 2013) 84 4.5 Perbandingan Performa FA dengan ABC (Bacanin, et al., 2013) 85 4.6 Fungsi Sigmoid dan tanh (Chandrasekaran, 2012) 88 4.7 Strategi Penanganan Pelanggaran Kendala (Chandrasekaran, 2012) 89 4.8 Representasi Job Sequence Vector (Sayadi et al., 2014) 90

5.1 Jaringan Distribusi Super-fleksibel 101

5.2 Alternatif dalam Transshipment dan Alih Peran 110

5.3 RA Melakukan Transshipment ke RB 111

5.4 RA Mengambil Alih Peran RB 112

5.5 RC Melakukan Transshipment ke RB 112

5.6 RC Mengambil Alih Peran RB 113

5.7 RA dan RC Melakukan Transshipment ke RB 113

5.8 RA dan RC Mengambil Alih Peran RB 114

x

(16)

6.2 Skema Perbaikan Penentuan Perubahan Posisi (Parsi, 2014) 123

6.3 Algoritma Modifikasi FA 124

6.4 Algoritma Pertukaran Informasi 125

6.5 Algoritma Trinary Firefly 126

6.6 Algoritma Global Manajemen Pusat Distribusi Super-fleksibel 129 7.1 Sebuah Jaringan Distribusi (Studi Kasus) 132

xi

(17)

Ketidakpastian dan perubahan yang sangat cepat serta semakin meningkatnya tuntutan agar rantai pasokan memenuhi prinsip ber- kelanjutan (sustainability) mengharuskan pengambil keputusan dalam manajemen rantai pasokan untuk menerapkan berbagai strategi yang super-fleksibel. Akan tetapi, kebijakan yang bersifat super-fleksibel membuat optimisasi manajemen rantai pasokan menjadi semakin sulit, sehingga dibutuhkan model yang dapat mengakomodasi kon- disi lingkungan yang serba tidak pasti tersebut. Disertasi ini men- gusulkan optimisasi model distribusi yang super-fleksibel yang meru- pakan permasalahan dengan bentuk mixed integer non-linear program- ming (MINLP). Solusi optimal yang diusulkan memanfaatkan algorit- ma kunang-kunang (FA)yang cerdas, biner, triner dan riil yang di- padukan dengan operasi-operasi dari digraf dinamis. Algoritma terse- but diberi nama intelligent binary-trinary real code firefly algorithm- dynamic graph (IBTRCFA-DG). Hasil penelitian dalam disertasi ini merupakan pendekatan baru dalam manajemen pusat distribusi dan se- mua fasilitas pendukung di bawahnya dengan maksud meminimumkan biaya instalasi dan operasional rantai pasokan untuk menghadapi kon- disi lingkungan yang super-fleksibel dalam mencapai persyaratan ber- kelanjutan.

Kata Kunci : Distribusi super-fleksibel, optimisasi, manajemen rantai pasokan berkelanjutan, digraf dinamis, intelli- gent trinary real coded firefly algorithm

i

(18)

Uncertainty and rapid changes as well as growing demand for susta- inability force decision makers in supply chain management to imple- ment various super-flexible strategies. However, super-flexible policies make supply chain management optimization become harder, such that we need a new model accommodating the uncertainties of environmental conditions. This dissertation proposes an optimization for super-flexible distribution model. Proposed super-flexible distribution is a mixed inte- ger non linear programming problem. We propose an optimal solution for the problem using intelligent binary-trinary real code firefly algo- rithm supplemented by dynamic graph operations, so we name the algo- rithm as IBTRCFA-DG. The results obtained in this research is a new approach in managing the distribution center and all down-streams by minimizing costs for installation and operation the network in handling super-flexible environmental conditions toward the sustainable supply chain management.

Keywords : Super-flexible distribution, optimization, sustainable suply chain management, dynamic digraph, intelligent binary trinary real coded firefly algorithm

ii

(19)

1.1 Latar Belakang

Untuk merespon perubahan yang sangat cepat sebagai akibat dari ketidak- pastian lingkungan dan kuatnya tuntutan dari pemerintah, komunitas dan pasar untuk menerapkan prinsip berkelanjutan (sustainability), serta perkembangan teknologi dan persaingan yang semakin global mengakibatkan banyak perusa- haan menerapkan strategi yang super-fleksibel. Banyak penelitian oleh praktisi dan akademisi yang mendiskusikan topik fleksibilitas, tetapi pendekatan super- fleksibel dianggap sebagai konsep baru dalam pengambilan keputusan dalam ma- najemen rantai pasokan.

Manajemen rantai pasokan - supply chain management (SCM) dimulai dari pengadaan bahan baku sampai pada penggunaan barang oleh pelanggan dan pas- ca penggunaan termasuk sejumlah aktivitas logistik di antaranya (Meixel dan Gargeya, 2005). Manajemen rantai pasokan berkelanjutan diperkenalkan karena tuntutan konsumen dan masyarakat yang semakin beragam serta adanya aturan terkait dengan perlindungan terhadap lingkungan dan penekanan terhadap aspek sosial (Rice dan Caniato, 2003, Elkington, 2004, Carter dan Easton, 2011).

Rantai pasokan (SC) dan manajemen rantai pasokan telah memainkan peran

1

(20)

penting dalam industri dan telah menjadi topik pembahasan diantara akademisi dan praktisi dalam beberapa dekade terakhir (Jefferson, 2006). Hal ini dicapai melalui pemanfaatan teknologi informasi yang memungkinkan integrasi fungsi- fungsi bisnis dalam rantai pasokan; kolaborasi antar pemain dalam rantai pa- sokan dan koordinasi dalam pengambilan keputusan (Bloemhof, 2005, Beamon, 2008). Dalam memenangi persaingan global, perusahaan harus memperbanyak rantai dan mitra yang menjadikan rantai pasokan semakin panjang dan semakin kompleks. Menurut studi yang dilakukan oleh AMR Research (AMR Research, 2006), lebih dari 42% perusahaan mengelola lebih dari 5 rantai pasokan berbeda karena adanya tuntutan untuk memproduksi dan mendistribusikan berbagai jenis produk untuk pasar yang berbeda. Hal ini tentu akan menambah kesulitan di dalam manajemen rantai pasokan.

Besarnya ketidakpastian dan perubahan yang begitu cepat membuat pengam- bil keputusan dalam rantai pasokan untuk terus meningkatkan fleksibilitasnya (Pujawan, 2004, Iravani, et al., 2005, Tang dan Tomlin, 2008). Menurut Bahrami dan Evans (Bahrami dan Evans, 2005), super-fleksibilitas merupakan konstruksi kompleks yang berarti responsif dan mampu bergerak dengan cepat, berubah arah untuk mendapatkan keuntungan atas sebuah kesempatan atau menghindar dari ancaman. Super-fleksibilitas juga diartikan sebagai keadaan yang mudah ber- adaptasi dan melakukan berbagai hal dengan cara berbeda dan memanfaatkan berbagai kemampuan yang tergantung kebutuhan untuk situasi tertentu. Konsep

(21)

super-fleksibilitas juga mengandung arti kuat terhadap goncangan dan mempu- nyai kemampuan bangkit setelah mengalami gangguan. Keadaan dinamis yang tetap memperhatikan ketiga aspek dari sustainable supply chain akan mening- katkan level fleksibilitas yang harus dimiliki oleh setiap rantai pasokan untuk mencapai kondisi super-fleksibilitas. Sistem rantai pasokan super-fleksibel meli- batkan sejumlah parameter baru, variabel keputusan yang cepat berubah, kendala dan tujuan yang banyak (multi-constraints, multi-objectives) serta potensi konflik antara satu tujuan dengan yang lain.

Tujuan utama dari model optimisasi rantai pasokan sustainable supply chain optimization (SSCO) adalah mengantarkan produk yang tepat ke tempat yang tepat dengan waktu yang tepat dan jumlah yang tepat serta dengan harga yang tepat tanpa mengabaikan aspek lingkungan dan sosial (Linton et al., 2007, Ver- meule dan Seuring, 2009). Distribusi produk memiliki peran penting dalam men- capai tujuan rantai pasokan (khususnya terkait dengan peningkatan kepuasan pelanggan), dan melibatkan banyak aktivitas perpindahan barang dengan meng- gunakan jenis angkutan yang berbeda-beda serta merupakan faktor eksternal yang sulit dikendalikan oleh perusahaan. Di samping itu, peran distribusi sebagai titik decoupling atau batas pushpull dalam manajemen rantai pasokan yang memperte- mukan dua kebijakan dan aktivitas berdasarkan pada perencanaan yang hanya dapat diprediksi dengan kebijakan dan aktivitas berdasarkan pada permintaan pasar yang tidak pasti (Ng dan Chung, 2009).

(22)

Selain itu, besarnya tuntutan pasar agar rantai pasokan perduli akan aspek lingkungan dan sosial, visibel, akuntabel, siklus hidup produk yang lebih pendek, menyediakan produk yang bervariasi, permintaan harga yang lebih kompetitif, ser- ta waktu tunda yang minimum memaksa perusahaan untuk lebih fleksibel dalam menentukan kebijakan strategi, taktis dan operasional pusat distribusi serta fasi- litas pendukung di bawahnya. Kemudian panjangnya rantai distribusi mengaki- batkan banyaknya parameter rantai pasokan yang harus dioptimalkan. Kondisi ini tentunya membutuhkan model baru yang optimal dengan memperhatikan aspek berkelanjutan dan keadaan yang super-fleksibel. Pemodelan tersebut mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam upaya rantai pasokan untuk menghadapi kondisi yang super-fleksibel dewasa ini. Optimisasi model tersebut akan mem- bantu perusahaan memperoleh keuntungan kompetitif yang berkelanjutan dalam persaingan global yang semakin tinggi.

Semua faktor pemicu yang telah disebutkan sebelumnya mengakibatkan pengoperasian pusat distribusi serta fasilitas pendukung di bawahnya membu- tuhkan kebijakan strategi dan operasional yang super-fleksibel. Pengoperasiannya harus mampu memberikan layanan prima kepada pelanggan serta tetap memper- tahankan prinsip cost-effectiveness untuk mencapai kondisi berkelanjutan. Ke- bijakan super-fleksibel mensyaratkan jaringan distribusi bersifat dinamis sehing- ga dimungkinkan penambahan (increment) dan penghapusan (decrement) link antar nodes yang mengakibatkan perubahan atribut pada masing-masing node.

(23)

Kondisi ini dapat diimplementasikan dengan struktur data digraf dinamis (dy- namic digraph) yang memungkinkan graf yang merepresentasikan jaringan distri- busi berubah dari satu periode ke periode berikutnya. Penambahan link dapat dilakukan antar node pada level retailer yang sering disebut dengan kebijakan transshipment. Penambahan link juga dapat terjadi antara satu retailer dengan pelanggan dari retailer tetangga sebagai akibat dari kenaikan permintaan pada salah satu pelanggan yang disebut dengan kebijakan alih peran. Namun apabila kondisi normal, maka link yang sempat terbangun harus dihapus. Sebagai akibat dari penambahan dan penghapusan link pada jaringan distribusi maka perlu ada jaminan bahwa setiap node terjangkau (reachable).

Untuk mengoptimalkan jaringan distribusi dalam manajemen rantai pa- sokan yang super-fleksibel tersebut dibutuhkan algoritma yang cerdas dan efisien.

Pendekatan metaheuristik telah banyak digunakan untuk mengoptimalkan sistem yang kompleks dan tidak pasti. Salah satu pendekatan metaheuristik yang handal adalah algoritma kunang-kunang (firefly algorithm) atau disingkat menjadi algo- ritma FA (Yang, 2008). Perkembangan algoritma ini begitu banyak dan salah sat- unya adalah algoritma kunang-kunang cerdas (intelligent firefly algorithm) atau disingkat menjadi IFA (Fateen et al., 2014). Kemudian begitu banyak varian dari algoritma ini yang disesuaikan dengan permasalahan yang diselesaikan dan juga dalam upaya meningkatkan kinerja algoritma.

Optimisasi yang diusulkan dalam penelitian ini adalah Intelligent Binary-

(24)

Trinary Real Code Firefly Algorithma (IBTRCFA) yang merupakan pengem- bangan dari IFA dan Binary Real Code FA (Chandrasekaran dan Simon, 2012) dan dilengkapi dengan penerapan operasi-operasi digraf dinamis (La Poutre dan Leeuwen, 1988). Dengan demikian akan diperoleh sebuah pendekatan baru dalam mengoperasikan pusat distribusi dan fasilitas pendukung di bawahnya untuk men- jamin persyaratan sustainability dengan kondisi yang super-fleksibel untuk men- gatasi ketidakpastian yang terdapat dalam manajemen rantai pasokan.

1.2 Perumusan Masalah

Kondisi lingkungan yang tidak pasti membuat pengelolaan pusat distribusi menjadi lebih sulit dan membutuhkan kebijakan strategis dan operasional yang memenuhi syarat-syarat yang super-fleksibel. Untuk itu perlu didefinisikan de- ngan baik persyaratan yang harus dipenuhi agar sistem distribusi mampu men- jalankan misinya dalam memberikan kepuasan pelanggan dengan prinsip cost- effective. Selanjutnya perlu ditemukan solusi optimal model distribusi dengan pendekatan baru untuk memenangkan persaingan yang semakin kompleks dalam lingkungan global.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendesain model super-fleksibel jaring- an distribusi dalam manajemen rantai pasokan dengan menggunakan algoritma kunang-kunang cerdas biner-triner riil yang cerdas (Intelligent Binary-Trinary

(25)

Real Coded Firefly Algorithm - IBTRCFA) dengan memanfaatkan operasi-operasi digraf dinamis penuh untuk memodelkan kondisi lingkungan yang tidak pasti.

1.4 Urgensi Penelitian

Penelitian terkait dengan kondisi super-fleksibel dalam manajemen rantai pasokan merupakan pendekatan baru untuk merespon perubahan yang terjadi ser- ta ketidakpastian yang semakin tinggi. Solusi dengan pendekatan dalam disertasi ini merupakan pendekatan baru dalam menghadapi lingkungan yang dinamis dan penuh dengan ketidakpastian. Model dan solusi yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat menjadi alternatif bagi pengambil keputusan untuk dalam mengoptimal- kan biaya pengelolaan pusat distribusi serta fasilitas pendukung di bawahnya.

(26)

LANDASAN TEORI

2.1 Graf Dinamis (Dynamic Graph)

Sebuah graf G fully weighted didefinisikan sebagai quadruple G = (V, E, f, g) dimana V adalah himpunan terhingga titik (verteks), E adalah himpunan ter- hingga garis (edge) yang menghubungkan titik satu dengan lainnya, f merupakan fungsi yang diberikan pada himpunan titik sebagai f : V → N, dan g merupakan fungsi yang diberikan pada himpunan edge sebagai g : E → N . Sebuah graf G dinamis diperoleh dengan mengubah sembarang V, E, f atau g. Harary (Harary, 1997) mengklasifikasikan graf dinamis dengan mengubah satu atau lebih kondisi berikut ini:

1. Node dynamic (di)/graph dimana himpunan verteks V berubah dari waktu ke waktu

2. Edge/Arc dynamic (di)/graph dimana himpunan garis E berubah dari wak- tu ke waktu

3. Node weighted dynamic (di)/graph dimana fungsi f berbeda dari waktu ke waktu

4. Edge/Arc weighted dynamic (di)/graph dimana fungsi g berbeda dari waktu ke waktu

8

(27)

Sebuah graf disebut dinamis penuh (fully dynamic), jika perubahan yang dimungkinkan adalah penambahan dan penghapusan verteks dan/atau garis. Se- baliknya sebuah graf disebut dinamis sebagian (partially dynamic), jika peru- bahan yang dimungkinkan hanya penambahan atau penghapusan garis dan/atau verteks. Selanjutnya, sebuah graf dinamis disebut incremental jika operasi yang dimungkinkan hanya penambahan dan disebut decremental jika operasi yang di- mungkinkan hanya penghapusan.

Dalam penggunaannya, graf dinamis dimungkinkan untuk berubah dari wak- tu ke waktu seperti penambahan dan penghapusan garis dan verteks serta per- ubahan informasi/atribut dari garis dan verteks. Dalam masalah graf dinamis, terdapat sejumlah pertanyaan seperti: apakah graf tersebut terhubung atau tidak (connectivity), bagaimana mendapatkan lintasan terpendek antar verteks (short- est path), bagaimana melakukan clustering, bagaimana menghasilkan spanning forest, bagaimana memastikan keterjangkauan (reachability) dan lain-lain. Tu- juan dari algoritma graf dinamis adalah memperbaharui solusi atas masalah se- cara efisien setelah terjadinya perubahan tanpa harus menghitungnya kembali dari awal. Operasi penambahan verteks mengharuskan penambahan garis dengan menghubungkan verteks baru ke salah satu verteks yang ada pada graf sebelum- nya. Sementara operasi penghapusan garis mengharuskan penghapusan titik, jika ada titik yang terisolasi. Sedangkan operasi pembaharuan atribut dapat dilakukan dengan mengubah informasi pada dua buah titik yang dihubungkan oleh satu garis

(28)

dan perubahan bobot pada garis tertentu. Dengan kemampuan yang fleksibilitas tersebut, maka pengembangan dan analisis algoritma serta struktur data dinamis untuk graf dinamis biasanya lebih sulit dibandingkan dengan graf statis.

2.1.1 Operasi Dinamis untuk Graf Tak Berarah

Pada sub bab ini dijelaskan teknik yang utama yang digunakan untuk menye- lesaikan masalah pada graf dinamis tak berarah seperti partisi garis / titik dan dekomposisi graf serta perubahan pohon secara dinamis.

2.1.1.1 Clustering.

Teknik clustering didasarkan pada partisi graf menjadi kumpulan subgraf terhubung yang sesuai, yang disebut cluster, sedemikian hingga setiap operasi perubahan hanya melibatkan sebagian kecil clusters. Biasanya operasi dekom- posisi didefinisikan secara rekursif dan informasi tentang subgraf dikombinasikan dengan topologi pohon. Perbaikan teknik clustering dalam konsep struktur da- ta bersifat ambivalen (Frederikson, 1997), dimana garis dapat merupakan bagian dari grup berbeda, dan hanya satu grup yang terpilih tergantung pada topologi pohon telusur (spanning tree).

Aplikasi clustering terhadap masalah mempertahankan sebuah minimum spanning forest seperti dijelaskan oleh Frederikson (Frederickson, 1985). Misal- kan G = (V, E) sebuah graf dengan sebuah spanning tree S. Clustering digunakan untuk menghasilkan partisi verteks V ke dalam subpohon yang terhubung dalam

(29)

S, sedemikian hingga setiap subpohon hanya terhubung dengan beberapa subpo- hon yang lain. Sebuah pohon topologi digunakan untuk merepresentasikan partisi pohon S secara rekursif. Algoritma dinamis penuh yang hanya didasarkan pada level clustering tunggal dapat dilakukan dengan kompleksitas waktu O(m2/3) - (li- hat pada Galil dan Italiano, 1992, dan Rauch, 1995). Jika partisi dapat dilakukan secara rekursif, maka diperoleh kompleksitas waktu yang lebih baik yakni O(m1/2) dengan menggunakan pohon topologi 2-dimensi (Frederickson, 1985, Frederickson, 1997).

Teorema 2.1 Minimum spanning forest dari sebuah graf tak berarah dapat di- hitung dalam waktu O(√

m) untuk setiap update, dimana m adalah jumlah garis pada graf tersebut.

Dengan teknik yang sama, kompleksitas waktu O(√

m) dapat juga diperoleh un- tuk masalah konektivitas dinamis penuh dan konektivitas 2-dimensi (Frederick- son, 1985, Frederickson, 1997). Akan tetapi, jenis clustering yang digunakan sangat tergantung masalah yang ingin diselesaikan.

2.1.1.2 Sparcification.

Menurut Epstein et al. (Epstein et al., 1997), sparsification merupakan teknik umum yang dapat digunakan sebagai black box (tanpa mengetahui in- ternal secara rinci) untuk menghasilkan algoritma graf dinamis. Sparsification merupakan teknik yang bersifat divide-and-conquer yang memungkinkan mengu-

(30)

rangi ketergantungan terhadap jumlah garis dalam sebuah graf, sedemikian hingga kompleksitas waktu untuk mempertahankan sifat tertentu dalam graf sebanding dengan waktu untuk menghitungnya dalam graf jarang (sparse graph). Lebih rinci, bila teknik tersebut dapat digunakan, kompleksitas waktu T (n, m) untuk sebuah graf dengan n verteks dan m garis dapat ditingkatkan menjadi T (n, O(n)) yakni waktu yang dibutuhkan jika graf merupakan sparse graph.

2.1.1.3 Randomisasi.

Clustering dan sparsification memungkinkan untuk menghasilkan algoritma deterministik yang efisien untuk masalah dinamis penuh. Berikut ini dijelaskan cara kerja teknik randomisasi dengan input masalah konektivitas dinamis penuh.

Misalkan G = (V, E) sebuah graf yang ingin dipertahankan secara dinamis dan misalkan F merupakan sebuah spanning tree dari G.Dinyatakan sebuah garis pada F sebagai garis pohon dan garis pada E\F adalah garis non-tree. Algoritma oleh Henzinger dan King (Henzinger dan King, 1999) didasarkan pada pertimbangan berikut:

1. Maintaining spanning forest: pohon dipertahankan menggunakan struktur data Euler Tour yang memungkinkan untu mendapatkan waktu logaritma untuk algoritma update dan query

2. Random sampling: jika garis e dihapus dari graf pohon T , maka digunakan random sampling diantara garis dari non-tree T0 untuk menghasilkan garis

(31)

pengganti e secara cepat

3. Graph decomposition: pertimbangan terakhir adalah menggabungkan ran- domisasi dengan dekomposisi graf. Dekomposisi garis pada graf G yang ada dipertahankan dengan menggunakan waktu O(log n)

Teorema 2.2 (Henzinger dan King,1999). Misalkan G merupakan graf dengan m0 garis dan n verteks dengan operasi yang dimungkinkan hanya penghapusan garis. Sebuah spanning forest F dari G dapat dipertahankan dalam waktu O(log3n) untuk setiap penghapusan, jika terdapat setidaknya Ω(m0) penghapusan. Waktu untuk query adalah O(log n)

2.1.2 Operasi Dinamis untuk Graf Berarah

Pada sub bab ini dijelaskan teknik yang utama yang digunakan untuk menye- lesaikan masalah lintasan dinamis pada graf berarah yakni algoritma transitive closure dan lintasan terpendek. Kedua masalah tersebut memainkan peran pent- ing dalam sejumlah aplikasi seperti optimisasi jaringan dan transportasi, sistem informasi lalu lintas, database, compiler, garbage collection, interactive verification systems, robotik, analisis aliran data dan lain-lain.

2.1.2.1 Kleene Closure.

Masalah lintasan seperti transitive closure dan lintasan terpendek sangat terkait dengan perjumlahan dan perkalian matriks dalam satu semiring tertutup

(32)

(Cormen et al., 2001). Transitive closure dari sebuah digraf dapat diperoleh dari matriks tetangga dari graf tersebut melalui operasi pada semiring dari matriks Boolean, yang dinotasikan dengan {+, •, 0, 1}. Operasi + dan • menyatakan perjumlahan dan perkalian dalam matriks Boolean.

Lemma 2.3 Misalkan G = (V, E) sebuah digraf dan T C(G) merupakan transitive closure dari G. Jika X adalah matriks tetangga Boolean dari graf G, maka mat- riks tetangga Boolean dari T C(G) adalah Kleene closure dari X pada {+, •, 0, 1}

Boolean semiring:

X =

n−1

X

i=0

Xi (2.1)

Dengan cara yang sama, jarak lintasan terpendek dalam sebuah digraf de- ngan bobot bilangan riel dapat diperoleh dari matriks bobot dari graf melalui operasi-operasi pada semiring dari matriks bilangan riel, yang dinotasikan de- ngan {L, J, R} atau lebih sederhana dengan {min, +}. Dalam hal ini R adalah himpunan nilai riel dimanaL dan J didefinisikan sebagai berikut. Misalkan dua buah matriks bernilai riel A dan B, maka C = AL B adalah matriks perjum- lahan sedemikian hingga C[u, v] = min{A[u, w], B[w, v]} dan D = AJ B dalah matriks perkalian sedemikian hingga D[u, v] = min1≤w≤n{A[u, w] + B[w, v]} yang juga dapat dinotasikan dengan AB dimana AB[u, v] merupakan entry dari mat- riks AB.

Lemma 2.4 Misalkan G = (V, E) sebuah digraf berbobot tanpa bobot negatif sik-

(33)

lus. Jika X adalah matriks bobot sedemikian hingga X[u, v] merupakan bobot dari garis (u, v) dalam G, maka matriks jarak dari G adalah Kleene closure dari X pada semiring {L, J, R}

X =

n−1

M

i=0

Xi (2.2)

Berikut dijelaskan dua metode yang biasa digunakan untuk menghitung Kleene closure X dari X dengan asumsi X adalah matriks n × n.

1. Logarithmic decomposition: merupakan metode untuk menghitung X ber- dasarkan operasi kuadrat berulang yang membutuhkan waktu terburuk sebe- sar O(nµlog n), dimana O(nµ) merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menghitung perkalian dua buah matriks pada sebuah semiring tertutup dan µ ≤ 2, 38 (pangkat terbaik untuk perkalian matriks saat ini). Metode ini melakukan log2n perjumlahan dan perkalian dalam bentuk Xi+1 = Xi+Xi2, dimana X = X0 dan X = Xlog2n

2. Recursive decomposition: metode lain seperti dikemukakan Munro (Munro, 1971) yang didasarkan pada strategi divide-and-conquer dan menghitung X dalam O(nmu) untuk waktu terburuk. Munro menjelaskan bahwa ji- ka X dipartisi ke dalam 4 submatriks A, B, D, C dengan ukuran n/2 × n/2 (susunan submatriks sesuai dengan arah jarum jam), dan matriks Xdipar- tisi menjadi E, F, H, G dengan ukuran n/2 × n/2, makaX diperoleh secara

(34)

rekursif sesuai dengan persamaan berikut:

E = (A + BDC) | F = EB | G = DCE | H = D + DCEBD (2.3)

Terkait dengan closure didefinisikan fully dynamic transitive closure problem, dimana ingin dipertahankan sebuah digraf G = (V, E) dengan operasi gabungan berikut:

1. Insert(u, v): sisipkan (tambah) sebuah garis (u, v) dalam G;

2. Delete(u, v): hapus garis (u, v) dari G;

3. Query (u, v): output yes jika ada lintasan dari u ke v dalam G, dan no jika tidak.

Solusi sederhana atas masalah di atas terdiri dari mempertahankan graf dengan operasi sisip dan hapus, kemudian mengecek apakah v terjangkau dari u setelah masing-masing operasi. Operasi insert dan delete membutuhkan waktu O(1) serta O(m) untuk operasi query, dimana m adalah jumlah garis saat ini pada graf setelah operasi.

2.1.2.2 Locality.

Demetreseu dan Italiano (Demetreseu dan Italiano, 2003) mengajukan pen- dekatan baru untuk masalah lintasan dinamis berdasarkan pada pemeliharaan

(35)

kelas lintasan yang ditentukan oleh sifat-sifat lokal, yakni, sifat-sifat yang tetap berlaku untuk semua sublintasan sempurna, meskipun sifat-sifat tersebut mungkin tidak berlaku untuk keseluruhan lintasan. Mereka menunjukkan bahwa pen- dekatan tersebut memainkan peranan penting dalam memepertahan-kan lintasan terpendek.

Definisi 2.1 Sebuah lintasan π dalam sebuah graf disebut locally shortest jika dan hanya jika setiap sublintasan sempurna dari π adalah lintasan terpendek.

Definisi 2.1 diinspirasi oleh sifat substruktur optimal dari lintasan terpendek yakni: semua sublintasan dari sebuah lintasan terpendek adalah terpendek. Akan tetapi, lintasan terpendek secara lokal mungkin tidak terpendek. Fakta bahwa lin- tasan terpendek lokal merupakan sebuah kasus khusus memungkin-kan lintasan terpendek lokal tersebut menjadi alat yang berguna dalam menghitung dan mem- pertahankan jarak dalam sebuah digraf. Pada dasarnya lintasan terpendek yang diperoleh secara lokal mempunyai sifat-sifat kombinatorial menarik dalam graf yang berubah secara dinamis. Sebagai contoh, tidak sulit membuktikan bahwa jumlah lintasan terpendek lokal yang mungkin berubah akibat dari perubahan bobot sebuah garis adalah O(n2) jika perubahan yang terjadi adalah perubahan parsial (hanya penambahan atau penghapusan)

Teorema 2.5 Misalkan G merupakan sebuah graf yang mengalami perubahan bobot garis berupa increase-only atau decrease-only, maka jumlah lintasan yang

(36)

start dan stop yang terpendek secara lokal pada setiap operasi adalah O(n2)

Definisi 2.2 Sebuah lintasan terpendek historis (historical shortest path) adalah lintasan yang telah menjadi terpendek paling tidak sekali setelah perubahan ter- akhir

Dalam hal ini diasumsikan bahwa sebuah lintasan diperbaharui bila bobot dari salah satu garis pada lintasan tersebut berubah. Dengan menggunakan teknik locality terhadap lintasan historis, akan diperoleh lintasan historis secara lokal.

Dengan demikian sebuah lintasan p disebut historis secara lokal jika dan hanya jika setiap sublintasan sempurna dari p juga adalah historis. Lintasan lokal yang historis juga termasuk di dalam lintasan terpendek, dan fakta ini memberikan kemudahan dalam menghitung dan mempertahankan jarak dalam graf.

Lemma 2.6 Jika himpunan lintasan terpendek, lintasan terpendek lokal dan lin- tasan terpendek historis dalam sebuah digraf dinotasikan SP, LSP dan LHP se- cara berturut-turut, maka berlaku hubungan SP ⊆ LSP ⊆ LHP

Berbeda dengan lintasan terpendek lokal, lintasan terpendek historis mem- punyai sifat kombinatorial yang menarik dalam digraf yang dapat digunakan un- tuk operasi dinamis penuh. Secara khusus, dimungkinkan untuk membuktikan bahwa jumlah lintasan yang menjadi historis secara lokal dalam digraf pada seti- ap operasi perubahan bobot garis tergantung pada jumlah lintasan historis dalam graf tersebut.

(37)

Teorema 2.7 Misalkan G merupakan sebuah graf dengan urutan operasi peru- bahan (update). Jika pada saat tertentu selama perubahan terdapat paling banyak O(h) lintasan historis dalam graf tersebut, maka jumlah lintasan renumerasi yang menjadi historis secara lokal pada setiap update adalah O(h)

Untuk membuat perubahan dalam lintasan historis lokal kecil, diharapkan untuk memiliki lintasan historis sesedikit mungkin. Pada dasarnya, dimungkin- kan untuk mentransformasikan setiap urutan update ke dalam sebuah barisan yang lebih panjang yang ekivalen dengan yang menghasilkan sedikit lintasan his- toris. Secara khusus, terdapat sebuah strategi yang halus dengan urutan update S dengan panjang k menghasilkan sekuens F (Σ) yang secara operasional ekivalen dengan panjang O(k log k) yang hanya menghasilkan O(log k) lintasan terpendek historis antara masing-masing verteks dalam graf (Demetreseu dan Italiano, 2003).

Menurut teorema 2.7 di atas, teknik ini mengakibatkan bahwa hanya O(n2log k) lintasan historis lokal yang berubah pada setiap update dalam smoothed sequence F (Σ). Dengan lemma 2.3, lintasan historis lokal terdapat dalam lintasan terpen- dek, sehingga ini adalah algoritma yang efisien untuk all pairs shortest path yang dinamis penuh.

2.1.2.3 Fully Dynamic Single-Source Shortest Paths Problem.

Tujuan dari Fully Dynamic Single-Source Shortest Paths Problem adalah mempertahankan graf G = (V, E, w) dengan operasi campuran berikut:

(38)

1. Increase (u, v, ): meningkatkan bobot garis (u, v) sebesar 

2. Decrease (u, v, ): mengurangi bobot garis (u, v) sebesar )

3. Query (v): output lintasan terpendek antara verteks asal tertentu dengan verteks v dalam graf G jika ada

Algoritma insert (incremental): semua algoritma incremental mempu- nyai waktu eksekusi O(1) untuk operasi query, sepanjang transitive closure dari graf dapat dipertahankan. Solusi incremental pertama diberikan oleh Ibaraki dan Katoh (Ibaraki dan Katoh, 1983) yang didasarkan ide sangat sederhana: ketika menambahkan garis (x, y), apakah ada lintasan dari u ke x dan lintasan dari x ke v, maka v terjangkau (reachable) dari u, jika sebelumnya tidak. Komplek- sitas waktu dari algoritma adalah O(n3) untuk sembarang operasi sisip. Batas waktu tersebut kemudian diperbaiki menjadi O(n) oleh Italiano (Italiano, 1986) dimana algoritma tersebut juga dapat menghasilkan sebuah lintasan antara sem- barang pasangan verteks, jika ada, dalam waktu linier dalam panjang lintasan itu sendiri. Waktu O(n) per operasi dan O(1) per query juga didapatkan oleh La Poutre dan Leeuwen (La Poutre dan Leeuwen, 1988). Akhirnya, Yellin (Yellin, 1993) memberikan algoritma dengan waktu eksekusi yang baik pada graf dengan degree terbatas dengan kompleksitas waktu O(mD) untuk m sisi, dimana m adalah jumlah garis dalam transitive closure akhir dan D adalah out-degree dari graf akhir.

(39)

Algoritma delete (decremental): solusi hapus diberikan oleh Ibaraki dan Katoh (Ibaraki dan Katoh, 1983) dimana mereka mengajukan algoritma depth- first dengan waktu eksekusi O(n2) per operasi hapus. Batas tersebut diperbaiki oleh La Poutre dan Leeuwen (La Poutre dan Leeuwen, 1988) dengan waktu O(m) per operasi hapus. Italiano (Italiano, 1988) mengajukan algoritma decremen- tal pada acyciclic digraph dengan waktu penghapusan O(n). Berikutnya, Yellin (Yellin, 1993) memberikan algoritma dengan waktu O(mD) untuk m sisip, di- mana m adalah jumlah garis dalam transitive closure akhir dan D adalah out- degree dari graf awal. Terakhir, Henzinger dan King (Henzinger dan King, 1995) mengajukan algoritma decremental transitive closure dengan kompleksitas waktu O(log nn ) untuk query dan O(n log n) untuk operasi update.

2.2 Algoritma Kunang-kunang (Firefly Algorithm)

2.2.1 Pengenalan Algoritma

Fireflies (kunang-kunang), merupakan jenis kumbang ukuran kecil (ter- masuk dalam keluarga Lampyridae) yang mempunyai kemampuan untuk meng- hasilkan cahaya (cold light) untuk menarik perhatian pasangannya. Kunang- kunang diyakini mempunyai satu mekanisme seperti kapasitor yang dialiri arus dengan ukuran tertentu sampai batas tertentu, dimana mereka dapat meman- carkan energi dalam bentuk cahaya, kemudian siklus berulang. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa tanpa stimulus eksternal, individu kunang-kunang meman- carkan cahaya dengan durasi siklus yang konsisten. Selanjutnya, masing-masing

(40)

individu mempunyai kesamaan frekuensi pancaran cahaya. Meskipun mekanisme pasti tidak diketahui, diyakini bahwa individu kunang-kunang tersebut meres- pon pancaran cahaya dari individu lain dengan cara menyesuaikan muatan listrik dalam kapasitornya. Dengan cara seperti ini, masing-masing individu secara per- lahan menyesuaikan pancaran cahaya dengan kunang-kunang yang ada di seki- tarnya untuk menciptakan pancaran cahaya yang sinkron dan robust. Mekanisme tersebut sederhana dalam basis individu, namun perilaku yang terjadi akan san- gat kompleks dalam kelompok dimana perubahan sedikit saja dari satu individu memberikan akibat yang sangat signifikan terhadap sinkronisasi grup. Studi telah menunjukkan bahwa kunang-kunang dari spesies berbeda menggunakan satu dari dua mekanisme utama untuk mencapai sinkronisasi, yakni: fase tunda dan fase lanjut (Smith, 2008, Durkota, 2011).

Algoritma Kunang-kunang (Firefly Algorithm) yang selanjutnya disingkat dengan FA merupakan salah satu perkembangan terbaru sebagai metode dalam kecerdasan kelompok (swarm intelligence) yang dikembangkan oleh Xin-She Yang pada tahun 2008 dari Cambridge University (Yang, 2008). Algoritma ini terma- suk algoritma meta-heuristik, yang terinspirasi dari alam dan bersifat stokastik berdasarkan pada pola pancaran cahaya (seperti: bentuk, warna, ukuran, intensi- tas,irama dan frekuensi) kunang-kunang dalam bersosialisasi (Sayadi et al., 2010).

Stokastik dalam arti menggunakan randomisasi dalam mencari himpunan solusi, sementara meta-heuristik mengandung makna bahwa berada pada level yang lebih

(41)

tinggi dimana proses pencarian yang digunakan dalam algoritma dipengaruhi oleh pilihan antara randomisasi dan pencarian lokal. Setiap proses pencarian meta- heuristik tergantung pada keseimbangan antara dua komponen utama yakni ek- splorasi dan ekploitasi (Fister et al., 2013). Kedua komponen didefinisikan secara implisit dan tergantung penentuan parameter kendali dari algoritma.

Algoritma FA telah menjadi alat yang semakin penting dalam kecerdasan kelompok (swarm intelligence) yang telah diaplikasikan dalam hampir semua ma- salah optimisasi. Banyak masalah dari berbagai bidang telah sukses diselesaikan dengan menggunakan algoritma FA dan variannya. Algoritma FA didasarkan pada pola pancaran cahaya yang dilakukan oleh kunang-kunang untuk menarik pasangan atau memberikan peringatan pada calon pemangsa. Algoritma FA telah banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah optimisasi kontinu, kombinato- rial, multi-objektif dan kendala, dan optmisasi dalam lingkungan yang noisy dan dinamis. Di samping itu, algoritma FA juga dapat diaplikasikan dalam bidang machine learning, data mining, dan jaringan syaraf tiruan (Fister et al., 2013).

Pada dasarnya algoritma FA menggunakan aturan ideal berikut:

1. Kunang-kunang merupakan hewan unisex sehingga seekor kunang-kunang hanya tertarik pada kunang-kunang lain terlepas dari jenis kelamin

2. Daya tarik (attractiveness) proporsional pada intensitas cahaya antar kedu- anya, dan cahaya tersebut akan meredup apabila jarak semakin jauh. Jika

(42)

dua kunang-kunang yang saling memancarkan cahaya, maka kunang-kunang dengan cahaya redup akan mendekat pada yang memancarkan cahaya yang lebih terang.

3. Kecerahan cahaya yang dipancarkan tergantung pada lingkungan terkait de- ngan bentuk analitik dari fungsi objektif. Untuk permasalahan maksimum, kecerahan dapat dianggap proporsional terhadap nilai fungsi biaya (Yang, 2008)

Daya tarik (attractiveness) dari seekor kunang-kunang ditentukan oleh in- tensitas cahaya yang pada gilirannya diasosiasikan dengan fungsi objektif. Dalam kasus sederhana untuk masalah optimisasi, intensitas I dari kunang-kunang pada posisi x tertentu dapat dinyatakan sebagai I(x) ≈ f(x). Akan tetapi daya tarik β adalah relatif dan tergantung pada jarak antara kunang-kunang i dengan kunang- kunang j. Intensitas cahaya akan meredup seiring dengan pertambahan jarak dan diserap oleh lingkungan. Intensitas cahaya I(r) bervariasi sesuai dengan jarak r secara monotonik dan eksponensial, sebagai berikut:

I(r) = I0e−γr2 (2.4)

dimana I0 adalah intensitas cahaya mula-mula dan γ adalah koefisien penyerapan cahaya.

Karena daya tarik kunang-kunang proporsional pada intensitas cahaya yang

(43)

dilihat oleh kunang-kunang lain di sekitarnya, maka variasi daya tarik β dapat didefinisikan untuk jarak r dengan rumus:

β = β0e−γr2 (2.5)

dimana β0 adalah nilai daya tarik pada saat r = 0. Secara umum digunakan β0 ∈ [0, 1], Nilai γ memengaruhi variasi ketertarikan dengan pertambahan jarak dari kunang-kunang yang berkomunikasi. Secara umum nilai γ yang digunakan adalah [0, 10] meskipun dimungkinkan untuk menggunakan nilai [0, ∞). Karena menghitung (1+r12) lebih cepat dibandingkan dengan fungsi eksponensial, maka nilai β dapat didekati dengan :

β = β0

1 + γr2 (2.6)

Pergerakan kunang-kunang i yang tertarik pada kunang-kunang dengan in- tensitas cahaya yang lebih tinggi j ditentukan oleh persamaan :

xt+1i = xti + β0e−γr2i(xtj − xti) + αtεti (2.7)

Suku kedua dari persamaan (2.7) tergantung pada daya tarik, suku ketiga adalah randomisasi dengan α0 ∈ [0, 1] merupakan parameter acak, dan εti adalah sebuah vektor bilangan acak yang didapatkan dari distribusi Gauss atau distribusi

(44)

uniform lainnya pada saat t. Jika β0 = 0, maka akan terjadi pencarian acak sederhana (simple random walk). Jika γ → 0, maka daya tarik β = β0 artinya daya tarik menjadi konstan di setiap titik dalam ruang pencarian. Perilaku ini menjadi kasus khusus dari particle swarm optimization (PSO). Sebaliknya, jika γ → ∞, maka suku kedua dari persamaan (2.7) menjadi hilang dan kunang- kunang akan bergerak secara acak yang pada prinsipnya menjadi sebuah versi paralel dari simulated annealing. Faktanya, setiap implementasi algoritma FA akan berada pada dua sifat asimtotis tersebut (Fister et al., 2013).

Jarak antara kunang-kunang i dan j didefinisikan dengan :

rij =k xi− xj k=

v u u t

n

X

k=1

(xi,k− xj,k)2 (2.8)

dimana xi,k adalah komponen dari koordinat spasial xi dari kunang-kunang ke-k.

Dalam kasus 2 − D, ri,j diperoleh :

ri,j = q

(xi− xj)2− (yi− yj)2 (2.9)

2.2.2 Penentuan Parameter dan Deskripsi Algoritma FA

Seperti disebutkan di atas, algoritma FA dikendalikan oleh tiga buah para- meter yakni: parameter randomisasi α, attaractiveness β dan koefisien penyerapan (absorpsi) γ. Sesuai dengan pengaturan parameter, algoritma FA membedakan

(45)

dua karakteristik asimtotis yakni γ → 0 dan γ → ∞. Jika γ → 0, maka parameter β = β0 yakni attractiveness menjadi konstan di dalam ruang pencarian.

Parameter αt pada prinsipnya mengendalikan keacakan (dalam hal tertentu, keragaman solusi), yang dapat disesuaikan parameter ini pada saat iterasi sede- mikian hingga dapat bervariasi sesuai dengan iterasi t. Dengan demikian cara yang baik menyatakan αt adalah menggunakan:

αt= α0δt; 0 < δ < 1 (2.10)

dimana α0 merupakan faktor skala keacakan awal, dan δ merupakan faktor penye- juk (cooling factor). Untuk kebanyakan aplikasi, biasanya digunakan nilai δ = 0, 95 sampai 0, 97. Terkait dengan nilai awal α0, simulasi menunjukkan bahwa FA akan lebih efisien jika α0 dikaitkan dengan skala peubah rancangan. Mi- salkan L merupakan skala rata-rata problema, maka dapat diberikan nilai awal α0 = 0, 01L. Faktor 0,01 bermula dari fakta bahwa random walk membutuhkan sejumlah langkah untuk mencapai target sambil menyeimbangkan eksploitasi lokal tanpa melompat terlalu jauh dalam beberapa langkah (Yang, 2009, Das, 2011).

Parameter β mengendalikan ketertarikan, dan studi menunjukkan bahwa nilai β = 1 dapat digunakan untuk kebanyakan aplikasi. Akan tetapi, γ harus dikaitkan dengan skala L dengan nilai γ = 1

L. Jika variasi skala tidak signifikan, maka da- pat diberikan nilai γ = O(1).

(46)

Untuk jumlah kunang-kunang (n) yang besar, jika n  m, dimana m adalah jumlah optima lokal dari problema optimisasi, konvergensi algoritma dicapai.

Dalam hal ini lokasi awal dari n kunang-kunang terdistribusi secara merata pada semua ruang pencarian, dan selama iterasi algoritma berlangsung sampai semua optimum lokal mencapai konvergensi. Dengan membandingkan solusi terbaik di- antara optima lokal yang ada, optima global akan diperoleh. Dengan penyesuaian parameter γ dan α, algoritma FA dapat melebihi algoritma Harmony Search dan PSO. Algoritma FA juga mungkin memperoleh optimal global serta optimal lokal secara bersamaan dan efektif.

Algoritma FA didasarkan pada formula fisik dari intensitas cahaya I yang melemah sebanding dengan kuadrat jarak (r2). Akan tetapi, jika jarak bertambah maka daya serap cahaya mengecil yang mengakibatkan cahaya tersebut semakin lemah. Fenomena tersebut dapat diasosiasikan dengan fungsi objektif yang ingin dioptimalkan. Dengan demikian, algoritma FA dasar dapat diformulasikan dalam pseudocode seperti pada Gambar 2.1 berikut ini (Fister et al., 2013).

Populasi kunang-kunang diinisialisasi oleh fungsi InitialisasiFA (biasanya fungsi ini dilakukan secara acak). Proses pencarian oleh kunang-kunang dilakukan di dalam loop while (baris 3 − 10) yang terdiri dari langkah-langkah berikut:

Mula-mula, fungsi AlphaNew digunakan untuk memodifikasi nilai awal pa- rameter α (perlu dicatat bahwa langkah ini bersifat opsional). Berikutnya, fungsi EvaluateFA mengevaluasi kualitas solusi (implementasi fungsi fitness f(s) di-

(47)

Gambar 2.1 Algoritma Dasar FA

lakukan di dalam fungsi ini). Selanjutnya, fungsi OrderFA mengurutkan populasi kunang-kunang berdasarkan nilai fitness-nya. Setelah itu, fungsi FindTheBest memilih individu terbaik di dalam populasi. Terakhir, fungsi MoveFA melakukan pergerakan posisi kunang-kunang dalam ruang pencarian ke arah individu yang lebih atraktif. Proses pencarian kunang-kunang dikendalikan oleh maksimum jumlah fungsi evaluasi fitness (MAXF ES).

Dekripsi lain dari algoritma FA diberikan pada Gambar 2.2 berikut (Saibal et al., 2012).

2.2.3 Kompleksitas dan Klasifikasi Algoritma FA

Hampir semua algoritma meta-heuristik sederhana dalam hal kompleksitas, sehingga algoritma tersebut mudah untuk diimplementasikan. FA mempunyai 2 buah inner loops pada saat menjalani semua populasi n, dan satu buah outer loop

(48)

Gambar 2.2 Algoritma FA Lebih Lengkap

untuk iterasi t. Sehingga kompleksitas algoritma dalam keadaan ekstrim adalah O(n2t). Dengan n kecil (biasanya n = 40), dan t besar (misalnya t = 5000), waktu komputasi relatif murah karena kompleksitas algoritma linier dalam t. Biaya komputasi utama terjadi pada evaluasi fungsi objektif, khususnya untuk fungsi objektif kotak hitam eksternal. Untuk masalah optimisasi, waktu paling besar digunakan untuk mengevaluasi fungsi objektif (Yang dan He, 2013).

Jika n relatif besar, dimungkinkan untuk menggunakan satu buah inner loop dengan memberikan peringkat terhadap ketertarikan atau intensitas cahaya dari semua kunang-kunang dengan menggunakan algoritma pengurutan. Dalam hal ini, kompleksitas algoritma FA adalah O(nt log(n)). Algoritma FA mempunyai

(49)

waktu eksekusi lebih efisien dibandingkan dengan algoritma swarm lainnya dengan alasan:

1. Algoritma FA dapat secara otomatis membagi populasi ke dalam subgrup, karena fakta bahwa ketertarikan lokal lebih kuat dibandingkan dengan keter- tarikan jarak jauh. Sebagai akibatnya, algoritma FA dapat menangani masalah optimisasi dengan non-linier yang tinggi dan multi-modal secara alamiah dan efisien

2. Algoritma FA tidak menggunakan historis individu terbaik s, dan juga tidak mempunyai global terbaik g. Hal ini dapat mencegah terjadinya kon- vergensi yang prematur seperti pada algoritma PSO. Selanjutnya, algoritma FA tidak menggunakan kecepatan sehingga tidak mengalami masalah yang berhubungan dengan kecepatan seperti pada PSO

3. Algoritma FA mempunyai kemampuan untuk mengendalikan modalitas dan menyesuaikan dengan cakupan masalah dengan mengendalikan penskalaan parameter seperti γ. Dalam kenyataannya, algoritma FA merupakan gener- alisasi dari SA, PSO dan DE (Fister et al., 2013).

Algoritma FA mempunyai sejumlah varian dalam literatur, sehingga dibu- tuhkan skema klasifikasi tertentu untuk membedakannya. Cara termudah adalah berdasarkan penentuan parameter algoritma (strategi penentuan parameter). Pe- nentuan parameter tersebut menjadi krusial untuk mendapatkan kinerja algoritma yang lebih baik, sehingga harus ditentukan dengan cermat. Pada sisi penyesua- ian parameter, kemungkinan nilai yang baik dapat diperoleh sebelum algoritma dijalankan. Di sisi lain, pengendalian parameter dilakukan dengan memodifikasi nilai parameter selama eksekusi algoritma. Lebih lanjut, sifat dari algoritma FA tidak hanya tergantung pada nilai parameter, tetapi juga pada komponen atau fitur yang diberikan. Berikut ini merupakan aspek-aspek penting dalam menen- tukan klasifikasi algoritma FA, yakni:

(50)

1. Apa yang dimodifikasi

2. Bagaimana melakukan modifikasi 3. Berapa luas cakupan modifikasi

Berdasarkan aspek yang pertama, algoritma FA dapat diklasifikasikan menu- rut komponen atau fitur mana yang dimiliki, yakni:

a. Representasi kunang-kunang (biner atau riil) b. Skema populasi (swarm atau multi-swarm)

c. Evaluasi fungsi fitness

d. Penentuan solusi terbaik (non-elitism atau elitism)

e. Pergerakan kunang-kunang (uniform, Gauss, Levy flight, atau distribusi chaos)

Sementara menurut aspek yang kedua, kategori parameter algoritma FA dapat dibedakan menjadi: deterministik, adaptif, atau self-adaptive. Kemudian untuk aspek ketiga, modifikasi algoritma FA dapat memengaruhi: satu kunang- kunang, seluruh kunang-kunang atau keseluruhan populasi.

Pada tahap awal, algoritma FA digunakan untuk menyelesaikan masalah global, seperti masalah optimisasi kontinu. Untuk itu diperkenalkan ide hibrida / penggabungan dengan algoritma optimisasi lainnya, teknik machine learning, heuristik dan lain-lain. Penggabungan dapat terjadi pada hampir semua kompo- nen algoritma FA, seperti prosedur inisialisasi, fungsi evaluasi, fungsi pergerakan dan sebagainya. Dalam perkembangannya, algoritma FA telah mengalami modi- fikasi dan penggabungan seperti terlihat pada Gambar 2.3

(51)

Gambar 2.3 Taksonomi Algoritma FA

2.2.4 Intelligent Firefly Algorithm

Pada algoritma FA di atas, pergerakan (persamaan 2.7) ditentukan oleh daya tarik dari kunang-kunang lainnya dimana ketertarikan adalah sebuah fungsi jarak antar kunang-kunang. Akibatnya, seekor kunang-kunang dapat tertarik pada yang lain hanya karena kedekatan yang mungkin menjauhkan minimum glo- bal. Kunang-kunang diurutkan berdasarkan intensitas cahaya yang dihasilkan yakni berdasarkan nilai dari fungsi objektif pada lokasi di mana dia berada. Akan tetapi pengurutan (yang merupakan informasi penting) tersebut tidak digunakan untuk menentukan dalam persamaan pergerakan. Seekor kunang-kunang tertarik satu sama lain sehingga keduanya memberikan kontribusi pada pergerakan de- ngan tingkat daya tarik masing-masing. Kondisi ini dapat mengakibatkan pe- nundaan dalam pergerakan kolektif menuju minimum global. Ide dari algoritma

(52)

FA cerdas (IFA) adalah menggunakan hasil pengurutan sedemikian hingga setiap kunang-kunang digerakkan oleh daya tarik sebagian kunang-kunang bukan keselu- ruhannya. Partisi ini merepresentasikan bagian paling atas dari kunang-kunang berdasarkan urutannya. Dengan demikian, seekor kunang-kunang bertindak cer- das bergerak berdasarkan urutan teratas bukan hanya sekedar berdasarkan daya tarik.

Pseudocode algoritma IFA dikembangkan oleh Fateen et. al (Fateen et al., 2014) dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini. Parameter baru φ merupakan bagian dari kunang-kunang yang digunakan untuk menentukan pergerakan. Para- meter ini digunakan sebagai batas atas untuk indeks j dalam inner loop. Dengan demikian setiap kunang-kunang digerakkan hanya oleh bagian teratas φ. Algo- ritma FA biasa menggunakan φ = 1 Kekuatan dari algoritma IFA adalah bahwa lokasi terbaik kunang-kunang tidak memengaruhi arah dari pencarian, sehingga tidak terjebak pada minimum lokal. Akan tetapi, pencarian atas minimum global membutuhkan komputasi tambahan karena ada kemungkinan banyak kunang- kunang yang bergerak tak tentu arah pada daerah yang kurang menarik. Dengan modifikasi yang cerdas, nilai parameter φ yang sesuai dapat mempertahankan kelebihan yang tidak terjebak dalam minimum lokal, serta dapat meningkatkan kecepatan mendapatkan minimum global. Nilai φ yang sesuai memberikan ke- seimbangan antara kemampuan algoritma terhindar dari jebakan minimum lokal dan kemampuan mengeksploitasi solusi terbaik yang diperoleh. Prosedur secara

(53)

Gambar 2.4 Algoritma Intelligent FA

iteratif dapat digunakan untuk mencapai nilai φ yang baik untuk masalah yang dioptimalkan. Modifikasi algoritma FA ini dapat meningkatkan kinerja algoritma secara signifikan. Dengan pilihan parameter α, β, γ dan jumlah iterasi k yang lebih besar dapat mengurangi keacakan sampai solusi minimum global ditemukan. Al- goritma IFA dapat meningkatkan reliabilitas dan efektifitas dari algoritma. Dalam beberapa kasus minimum global tidak dapat ditemukan dengan algoritma FA bi- asa, tetapi dengan modifikasi ini menjadi mungkin (Fateen et al., 2014).

2.3 Manajemen Rantai Pasokan

Menurut Global Supply Chain Forum (GSCF), manajemen rantai pasokan (supply chain manajemen) didefinisikan sebagai ”integrasi proses bisnis kunci dari

(54)

pengguna akhir hingga pemasok awal yang menyediakan produk, layanan, dan in- formasi yang menambahkan nilai bagi pelanggan dan stakeholder lainnya” (Chan et al., 2003). Christoper (Christoper, 1998) menyatakan bahwa rantai pasokan adalah jaringan organisasi yang melibatkan keterkaitan upstream dan downstream dalam proses dan aktivitas berbeda yang menghasilkan ”nilai” dalam bentuk pro- duk dan servis. Rantai pasokan memainkan peran penting dalam sumber daya korporasi, yang pada gilirannya memengaruhi aspek sosial, ekonomi dan lingkung- an dari bisnis (Tate et al., 2010). Dengan asumsi demikian, korporasi semakin melihat isu rantai pasokan sebagai bagian dari program berkelanjutan. Koplin et al. (Koplin et al., 2007) mengidentifikasikan dua alasan besar untuk hal ini.

Alasan pertama adalah bahwa korporasi saat ini diwajibkan bertanggung jawab untuk masalah sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh operasional rantai pasokan. Alasan kedua adalah bahwa peningkatan saham dalam nilai korporasi diciptakan pada level pemasok. Dalam lingkungan bisnis saat ini yang sangat kompetitif, manajemen rantai pasokan yang efektif akan menjadi faktor penting untuk mencapai keunggulan kompetitif. Akan tetapi, bagaimana integrasi di- lakukan, artinya masih terdapat jurang terkait dengan pengukuran kinerja rantai pasokan berkelanjutan (Vermeule dan Seuring, 2009; Krause et al., 2009; Seur- ing dan Muller, 2008a). Storey et al. (Storey et al., 2006) lebih lanjut men- jelaskan bahwa manajemen rantai pasokan dapat dilihat sebagai tren yang lebih jauh melibatkan kerangka outsourcing, cross-boundary dan bentuk organisasi baru yang membentuk hirarki, tim, pemberdayaan dan seterusnya sehingga bukan lagi

(55)

sebagai komando dan kendali yang kaku.

Sejumlah tantangan dan kendala dalam penerapan sustainable supply chain manajemen(sSCM) terkait dengan: (1) kurangnya pemahaman keterkaitan yang kompleks antara aktivitas ekonomi, lingkungan dan sosial dan bagaimana hal tersebut memengaruhi ekonomi, (2) komitmen investasi modal, (3) memonitor dan mengelola risiko, (4) pengukuran kinerja, (5) transparansi informasi dan penge- tahuan, (6) penyesuaian strategi korporasi dengan inisiatif sSCM dan (7) budaya korporasi (Christoper, 1998; Linton et al., 2007; Seuring dan Muller, 2008b; Storey et al., 2006). Kebanyakan riset tentang rantai pasokan berkelanjutan hanya mem- bahas tentang ekonomi dan lingkungan, sangat sedikit yang memasukkan aspek sosial dalam kajiannya.

Manajemen rantai pasokan berkelanjutan Sustainable Supply Chain Mana- gement (sSCM) berawal dari akarnya yakni manajemen rantai pasokan (SCM).

Harland (Harland, 1996) mendefinisikan supply chain management sebagai ”ma- najemen jaringan saling terkait dalam bisnis untuk penyediaan produk akhir dan paket layanan yang dibutuhkan oleh pelanggan akhir.” Pada tahap berikutnya SCM diperluas dengan menambahkan aspek sustainability. Aspek tersebut meru- pakan integrasi isu sosial, lingkungan dan ekonomi (Carter dan Roger, 2008).

Carter dan Roger (Carter dan Roger, 2011) mengidentifikasi empat faktor pen- dukung atau fasilitator dari sSCM, yakni: (1) strategi secara holistik dan kon- tinu mengidentifikasikan inisiatif sSCM secara individu yang menyelaraskan dan

(56)

mendukung strategi keseluruhan rantai pasokan, (2) manajemen risiko, terma- suk contingecy planning untuk upstream dan downstream dalam rantai pasokan, (3) budaya organisasi yang secara mendalam yang berakar dan mencakup orga- nizational citizenship, dan mengandung standar etis yang tinggi dan ekspektasi dengan memberi respek terhadap masyarakat (di dalam maupun di luar organi- sasi) dan lingkungan alam, serta (4) transparansi dalam hal partisipasi proaktif dan mengkomunikasikannya dengan pemangku kepentingan kunci dan mempu- nyai traceability dan visibility baik upstream maupun downstream dalam rantai pasokan, seperti terlihat pada Gambar 2.5 di bawah ini.

Gambar 2.5 Sustainable Supply Chain Management (Carter dan Roger, 2011)

Shrivasta (Shrivasta, 2007) mendefinisikan sustainability sebagai ”potensi untuk mengurangi risiko jangka panjang terkait dengan penurunan sumber daya, fluktuasi harga energi, obligasi produk, dan polusi serta pengelolaan limbah”.

(57)

Selanjutnya, Sikdar (Sikdar, 2003) mengungkapkan sudut pandang makro yang mengandung aspek sosial, lingkungan dan ekonomi yang mendefinisikan sustaina- bility sebagai keseimbangan yang bijaksana antara kinerja ekonomi, perlindungan lingkungan dan tanggung jawab sosial.

Dari sudut pandang makro rantai pasokan sefta untuk mencapai keseim- bangan antara dimensi ekonomi, lingkungan dan sosial (dikenal dengan triple bottom line) yang dikembangkan oleh Elkington (Elkington, 2004), Teuteber dan Wittstruck (Teuteber dan Wittstruck, 2010) sSCM didefinisikan sebagai penca- paian strategis dan terintegrasi oleh satu perusahaan dalam tujuan sosial, ling- kungan dan ekonomi. Hal tersebut dicapai melalui koordinasi sistemik dari proses bisnis yang saling terkait antar organisasi untuk meningkatkan kinerja ekonomi jangka panjang dari perusahaan secara individu dan jaringan nilainya, seperti dikemukakan oleh Carter dan Roger (Carter dan Roger, 2008). Gambar 2.6 be- rikut ini merupakan area dan cakupan dari sSCM yang disebut dengan ”House of Sustainable Supply Chain Management”.

”Rumah” tersebut dibangun di atas triple bottom line yakni kinerja ekono- mi, perlindungan lingkungan dan tanggung jawab sosial (Carter dan Roger, 2008;

Elkington, 2004). Ketiga dimensi sustainability divisualisasikan sebagai pilar yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan bangunan. Manajemen risk and com- pliance membentuk fondasi dari bangunan. Untuk mencapai keuntungan jangka panjang, risiko harus diidentifikasikan dan diperkecil. Hukum, acuan dan standar

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat pelayanan (level of service) adalah ukuran kinerja ruas jalan atau simpang jalan yang dihitung berdasarkan tingkat penggunaan jalan, kecepatan, kepadatan dan hambatan yang

Tujuan penelitian adalah menyusun model pendugaan pertumbuhan diameter, tinggi, dan volume; menganalisis nilai riap rata - rata tahunan dan nilai riap tahunan berjalan;

Berdasarkan hasil pengamatan secara keseluruhan, ketidakmampuan responden untuk mengerjakan task lebih cepat dikarenakan responden kesulitan mencari letak dari

Maka dari itu saya sebagai penulis ingin meneliti apakah masjid Dian Al- Mahri ini telah memiliki estetika yang lebih untuk

- Laporan keuangan konsolidasian untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2016 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Mirawati Sensi Idris (member firm of Moore

PERBEDAAN PENGARUH MEDIA LEAFLET DAN BUKU SAKU SEBAGAI ALAT BANTU PENDIDIKAN TERHADAP PERUBAHAN.. TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN GIGI SISWA KELAS 3 Femy Azalea 1 , Fadil Oenzil 2

VIII observasi kelima menunjukan bahwa dari 8 aspek yang diamati oleh penulis, guru hanya melakukan 8 aspek saja dengan presentase sebesar 100%, yaitu

Oleh sebab itu, pemimpin harus mampu bersosialisasi agar program dapat didengar dan terealisasikan di hadapan pelanggan, maka dari itu pemimpin dituntut untuk memiliki lima