• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. KAJIAN PUSTAKA 1. Hakikat Surat Dinas a. Pengertian Surat

Salah satu bagian dari keterampilan menulis ialah menulis surat. Surat merupakan sarana untuk menyampaikan pikiran, isi hati, maksud atau kehendak kepada orang lain melalui bahasa tulis dengan mempergunakan kertas sebagai medianya (Dalman, 2014: 273). Sejalan dengan pendapat tersebut, Suryani, Kuswantoro & Mulyono (2014: 2) menyatakan bahwa surat adalah secarik kertas atau lebih yang berisi percakapan (bahan komunikasi) yang disampaikan oleh sesorang kepada orang lain, baik atas nama pribadi maupun organisasi/lembaga/instansi. Komunikasi dengan menggunakan media surat sampai saat ini masih relevan dan dinilai lebih efektif dan ekonomis. Adapun percakapan dalam surat harus sesuai dengan tata cara bahasa tulis. Isi atau maksud surat dapat berupa suatu pemberitahuan, permohonan, pernyataan dan sebagainya.

Bagi masyarakat awam, istilah surat bukanlah sesuatu yang asing. Surat digunakan seseorang sebagai sarana penyampaian pesan tertulis untuk berbagai kepentingan, baik pribadi, bisnis, maupun, kedinasan. Dalam menulis surat, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya; bahasa yang digunakan mudah dipahami, menggunakan kalimat yang sederhana, isi pesannya jelas, tegas, dan tidak bertele-tele (Sunarti, 2013: 63).

1) Fungsi Surat

Adapun fungsi surat-surat yang digunakan sebagai alat komunikasi pada suatu orgnaisasi/lembaga/instansi menurut Suryani, dkk (2014: 2 - 4) antara lain; (a) alat bukti tertulis, (b) bukti historis, (c) bahan kajian, (d) alat pengingat, (e) duta organisasi, dan (f) pedoman.

Pada dasarnya surat memiliki banyak fungsi. Akan tetapi fungsi utama surat adalah sebagai alat komunikasi antara dua pihak yang berupa tulisan dalam kertas atau lainnya. Suprapto (dalam Dalman, 2014: 283)

(2)

commit to user

8

membedakan fungsi surat menjadi dua, yaitu fungsi utama dan fungsi sampingan. Fungsi utama surat adalah sebagai alat komunikasi antara dua pihak yang berupa tulisan dalam kertas atau lainnya. Jadi, fungsi utama surat adalah sebagai alat komunikasi tertulis. Fungsi sampingan surat, yakni fungsi surat selain yang utama antara lain; (a) sebagai dokumentasi tertulis, (b) sebagai alat pengingat, (c) sebagai bukti historis, (d) sebagai pedoman bertindak, (e) sebagai jaminan keamanan, (f) sebagai otak kegiatan kantor, dan (g) sebagai barometer kemajuan kantor.

Senada dengan pendapat di atas, Darma dan Kosasih (2009: 11) mengungkapkan bahwa fungsi surat meliputi: (a) pedoman dalam bertugas, (b) bukti tertulis, (c) bukti historis, dan (d) surat merupakan cermin atas profesionalisme dan kualitas sebuah lembaga.

Dari beberapa pendapat ahli terkait fungsi surat di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya fungsi surat adalah sebagai alat komunikasi tulis antara dua pihak baik yang bersifat resmi maupun tidak resmi, sebagai bukti tertulis, cermin profesionalisme yang dapat dijadikan pedoman dalam bertindak dan barometer kemajuan sebuah institusi.

2) Jenis Surat

Suprapto (2004: 11) (dalam Dalman, 2014) membagi jenis surat atas dua jenis, yaitu surat pribadi dan surat dinas. Surat pribadi adalah surat yang ditulis untuk kepentingan pribadi, bukan unutk suatu lembaga atau organisasi. Surat dinas adalah surat yang ditulis untuk kepentingan atau menyangkut masalah lembaga, organisasi, instansi, dan sebagainya.

Surat-surat yang ada dan beredar dalam masyarakat menurut ragam dan sifatnya dapat digolongkan ke dalam beberapa klasifikasi (penggolongan). Klasifikasi jenis surat menurut Suryani, dkk (2014: 4 - 8) antara lain; (a) berdasarkan wujudnya, (b) berdasarkan tujuan dan isinya, (c) berdasarkan isi, (d) berdasarkan keamanan isinya, dan (e) berdasarkan urgensi pengiriman.

(3)

commit to user

9

b. Pengertian dan Bagian-Bagian Surat Dinas 1) Pengertian Surat Dinas

Surat dinas atau surat resmi ialah surat yang berisi masalah kedinasan atau bisnis tertentu (Suryani, dkk, 2014: 64). Surat-surat dinas/resmi bisa menjadi alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan hukum.

Menurut Malik dan Shanty (2003: 76) (dalam Afrizal, 2013) surat dinas terdiri atas tiga bagian utama, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup surat. Tiap-tiap bagian utama itu terdiri pula atas bagian yang terperinci lagi. Bagian pendahuluan terdiri atas kepala surat, tanggal surat, nomor surat, lampiran surat, hal surat, sifat surat, alamat surat, dan salam pembuka. Bagian isi terdiri dari paragraf pembuka, paragraf isi, dan paragraf penutup. Sedangkan bagian penutup surat terdiri dari salam penutup, tanda tangan penanggung jawab surat, nama terang, jabatan, tembusan, serta inisial pengonsep surat.

Salah satu yang menentukan baik atau kurangnya sebuah surat adalah formatnya. Format surat adalah tata letak atau posisi bagian-bagian surat. Format surat resmi (dinas) pada instansi-instansi di Indonesia menurut Gantramitreka & Shokha (2016: 183) ada tiga macam variasi, yaitu; format resmi Indonesia variasiⅠ (setengah lurus); format resmi Indonesia variasiⅡ (setengah lurus); dan format resmi Indonesia variasi

Ⅲ (lurus).

2) Bagian-Bagian Surat Dinas

Dalam menulis surat, bagian-bagian surat yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut (Dalman, 2014: 275).

a) Kepala surat

Kepala surat merupakan identitas singkat kantor, perusahaan, organisasi, dan sejenisnya dari pengirim surat resmi. Bagian ini berfungsi untuk mengetahui dengan mudah nama dan alamat serta keterangan lain mengenai identitas lembaga pengirim surat. Kepala surat yang lengkap, antara lain memuat hal-hal berikut; (1) nama

(4)

commit to user

10

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI Jalan…….….., Telepon, (……….) Fax, (……..…)

Website ………….… E mail, ………..

kantor/perusahaan/organisasi, (2) logo kantor/perusahaan/organisasi, (3) alamat lengkap, (4) jenis usaha (jika perlu), (5) kantor cabang (jika perlu dan jika ada), (6) nomor telepon/HP (jika ada), (7) nomor kotak pos (jika ada), (8) alamat faksimile (jika ada). Contoh kepala surat adalah sebagai berikut.

Gambar 2.1. Gambar Kepala Surat

Sumber: Lampiran Permendikbud Nomor 42 Tahun 2016 b) Nomor surat

Surat-surat dinas atau surat resmi yang dikeluarkan harus diberi nomor surat atau kodenya. Nomor surat menunjukkan urutan dikeluarkannya surat, sedangkan kode surat menunjukkan jenis isi surat.

Penulisan yang benar Penulisan yang salah (tanpa spasi) (diberi spasi)

Nomor : 043/WM/III/02 Nomor : 043/ WM /III /02 Nomor : 137/.B.6.09.03 Nomor : 137/ .B .6 .09 .03 c) Tanggal, bulan, dan tahun surat

Tanggal, bulan, dan tahun surat menunjukkan waktu atau kapan surat tersebut dibuat. Bagian ini berfungsi memudahkan petugas pengarsipan surat. Kebiasaan menyingkat nama bulan dengan angka dinilai kurang baik, dikhawatirkan dapat menimbulkan hal tidak terduga di kemudian hari. Misalnya,

27 Januari 2016

Jangan ditulis 27 Jan 2016 atau 27-1-2016 d) Lampiran

Bagian lampiran tidak selamanya harus dicantumkan apabila surat tersebut tidah melampirkan sesuatu. Jika bersama surat itu ada sesuatu yang dilampirkan, maka apa yang dilampirkan itu hendaknya ditulis dengan lengkap.

(5)

commit to user

11 Bentuk salah

Nomor : 221/U/2016

Lampiran : -,,-

Perihal : Rapat Penilaian Bentuk benar

Nomor : 221/U/2016

Perihal : Rapat Penilaian e) Hal atau perihal

Surat-surat resmi atau surat dinas yang baik selalu dilengkapi dengan bagian hal atau perihal. Hal atau perihal memuat isi pokok surat tersebut. Karena merupakan inti sari yang memuat isi pokok surat, maka hal atau perihal cukup ditulis sesingkat mungkin.

Contoh:

Hal : Penawaran Harga Buku Perihal: Penagihan Pembayaran f) Alamat surat

Penulisan alamat pada halaman surat sebaiknya sama lengkapnya seperti penulisan pada sampul surat. Contoh:

Yth. direktur PT Rahayu Jalan Wonosobo No. 40 Surabaya

g) Salam pembuka

Penulisan salam pembuka dimulai dari margin kiri, bukan di tengah-tengah dan tidak pula menjorok ke dalam seperti paragraf.

Rangkaian kata salam diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda koma (,).

h) Isi surat

Isi atau pokok surat sesungguhnya memuat sesuatu yang diberitahukan, dilaporkan, dinyatakan, diminta, dan lain-lain.

Untuk menghindari salah tafsir dan demi efisiensi, isi surat hendaknya singkat dan jelas. Hindari penulisan yang bertele-tele.

(6)

commit to user

12 i) Salam penutup

Salam penutup merupakan bagian surat yang ditulis setelah isi surat untuk menunjukkan rasa penulis surat. Mengenai tempat penulisan, salam penutup biasa ditulis di atas dan lurus dengan identitas pengirim surat.

Contoh:

- Hormat Saya (Kami) - Wassalam

j) Pengirim

Pengirim surat dinas adalah orang yang bertanggung jawab terhadap lembaga atau organisasi yang dipimpinnya. Identitias pengirim dalam surat dinas, biasanya terdiri atas lima unsur, yaitu:

(1) jabatan pengirim, (2) tanda tangan pengirim, (3) stempel/cap dinas, (4) nama terang pengirim, (5) keterangan lain, misalnya NIP.

k) Tembusan

Tembusan disebut pula tindakan atau carbon copy (biasa disingkat cc). Bagian surat ini berfungsi sebagai tempat untuk menuliskan nama-nama pihak lain yang akan dikirimi surat sebagai pemberitahuan, jika dianggap perlu.

Contoh:

Tembusan:

1. Yth. direktur PT Andika, Madiun 2. Yth. direktur BNI ’46, Madiun l) Inisial

Bagian ini berfungsi untuk mengetahui nama-nama orang yang mengonsep dan mengetik surat, sehingga apabila terjadi kekeliruan akan mudah mudah mengecek dan menghubunginya.

Misalnya;

Nama : Wahyu Irawan Inisial : WI

(7)

commit to user

13

2. Hakikat Analisis Kesalahan Berbahasa a. Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa

Error analysis, is a branch of applied lingusitic emerged in the sicxties to reveal that learner errors were not only because of the learner’s native language but also they reflected some universal strategies

Pernyataan di atas merupakan pendapat Khansir (2012: 1027) yang menyatakan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cabang linguistik terapan sudah muncul pada tahun 60-an.

Analisis kesalahan berbahasa merupakan kegiatan pengkajian segala aspek penyimpangan berbahasa itu sendiri. Menurut Corder (dalam Gantramitreka &

Shokha, 2016: 201) analisis kesalahan berbahasa merupakan suatu proses.

Melengkapi pernyataan Corder tersebut, Setyawati (2010: 16) menyatakan bahwa

“analisis kesalahan berbahasa merupakan sebuah proses yang didasarkan pada analisis kesalahan orang yang sedang belajar dengan objek (yaitu bahasa) yang sudah ditargetkan”. Analisis kesalahan berbahasa terutama dikenakan pada bahasa yang sedang ditargetkan.

Gantramitreka & Shokha (2016: 201) menyatakan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah suatu proses kerja yang digunakan oleh guru dan peneliti bahasa dengan langkah-langkah pengumpulan data, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat di dalam data, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian taraf keseriusan kesalahan itu.

Secara teoritis analisis kesalahan berbahasa dipakai untuk menganalisis bahasa pembelajar dengan tujuan mendiagnosis kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh pembelajar dalam proses menguasai bahasa kedua (Pranowo, 2015: 130). Pendapat Pranowo tersebut sejalan dengan pendapat Li Zhuqing dan Wang Lei dalam penelitian yang dilakukan oleh Zhang dan Wang (2011: 171) bahwa

Error analysis is to analyze the common errors easily made by student and by a thorough and systematic analyzing. Error analysis try to discover the regularities of foreign language learning process which is affected by Universal Grammars.

(8)

commit to user

14

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tentang pengertian analisis kesalahan berbahasa di atas menunjukkan bahwa analisis berbahasa perlu dilakukan guna mendiagnosis atau menemukan, kemudian memperbaiki kesalahan berbahasa yang terjadi melalui prosedur analisis. Menurut Samsuri (1987: 6) analisis berbahasa sangat diperlukan untuk mengetahui betapa bahasa diucapkan, ditulis, disusun, dan berfungsi. Belajar mengenai kesalalahan manusia dalam berbahasa merupakan salah satu domain analisis kesalahan berbahasa yang merupakan komponen utama daripada linguistik. Hal ini ditegaskan oleh James (dalam Aruan) yang menyatakan bahwa

The study of human error making in the domain of language error analysis is a major component of core lingustic.

Berikut adalah langkah-langkah analisis kesalahan berbahasa menurut Tarigan sebagaimana dikutip oleh Gantramitreka & Shokha (2016: 202); (1) mengumpulkan data yang berupa kesalahan-kesalahan berbahasa yang dibuat pembelajar, (2) mengidentifikasi dan mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan;

tahap pengenalan dan pemilah-milahan kesalahan berdasarkan kategori ketatabahasaan, (3) membuat peringkat kesalahan yang berarti membuat urutan kesalahan berdasarkan keseringan kesalahan-kesalahan itu muncul, (4) menjelaskan kesalahan dengan mendeskripsikan dengan mendeskripsikan letak kesalahan, sebab-sebab dan pemberian contoh yang benar, (5) membuat perkiraan daerah atau butir kebahasaan yang rawan menyebabkan kesalahan, dan (6) mengoreksi kesalahan berupa pembetulan dan penghilangan kesalahan berupa penyusunan bahan yang tepat dan penentuan strategi pembelajaran yang serasi.

Berbeda pendapat dengan Tarigan, Corder (1971) (dalam Pranowo, 2015) mengemukakan tiga tahap analisis kesalahan berbahasa. Pertama, tahap mengenal kalimat-kalimat idiosentrik. Dengan melihat kalimat yang baik dan yang tidak baik susunannya, analis dapat merekontruksi kalimat yang dianggap benar oleh penutur B2 baik ekspresi maupun konteksnya. Kedua, mendeskripsikan bahasa antara berdasarkan pasangan-pasangan kalimat yang baik dan jelek strukturnya di atas tadi. Dalam hal ini dua bahasa dideskripsikan dalam kerangka seperangkat umum kategori-kategori dan relasi tertentu. Tahap ketiga adalah penjelasan. Dua

(9)

commit to user

15

tahap pertama tadi bersifat linguistis, maka tahap ini bersifat psikolinguistis.

Setelah tahap-tahap analisis selesai, kemudian dilanjutkan ke tahap interpretasi.

Dalam menginterpretasi analis berusaha merekonstruksi kalimat.

b. Pengertian Kesalahan Berbahasa

Kegiatan manusia tidak lepas dari kekurangan atau kesalahan, baik dalam sikap maupun dalam berinteraksi, berkomunikasi dengan sesama. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang sesuai dengan faktor-faktor penentu dalam komunikasi dan kaidah tata bahasa. Penggunaan bahasa Indonesia yang berada di luar faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi dan kaidah tata bahasa Indonesia yang tidak baik dan benar. Akibat adanya penyimpangan, penggunaan bahasa Indonesia itu dipandang mengandung kesalahan dalam berbahasa. Menurut Tarigan (1990: 141) kesalahan merupakan bagian-bagian konversi atau komposisi yang menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari performansi bahasa orang dewasa.

Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa kata yang memiliki arti sama dengan kesalahan. Corder (dalam Gantramitreka & Shokha, 2016: 203) menggunakan tiga istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa, yaitu (1) lapses, (2) error, dan (3) mistake. Lapses, error, dan mistake merupakan istilah-istilah dalam wilayah kesalahan berbahasa.

Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini diistilahkan dengan slip of the tounge sedang untuk bahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan slip or the pen. Kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya.

Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau aturan bahasa. Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain, sehingga itu berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur. Hal tersebut berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah.

(10)

commit to user

16

Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu kaidah yang diketahui benar, bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua.

Kesalahan ini terjadi pada produk tuturan yang tidak benar.

Sementara itu, Setyawati (2010: 11) mendeskripsikan beberapa kata yang artinya bernuansa dengan kesalahan, yaitu: penyimpangan, pelanggaran, dan kekhilafan. Kata ‘salah’ diartikan bahwa apa yang dilakukan tidak betul, tidak menurut norma, tidak menurut aturan yang ditentukan. ‘Penyimpangan’ dapat diartikan menyimpang dari norma yang telah ditetapkan. Pemakai bahasa menyimpang karena tidak mau atau enggan, malas mengikuti norma yang ada.

Kemungkinan lain penyimpangan disebabkan oleh keinginan yang kuat yang tidak dapat dihindari karena suatu hal lain. Sikap berbahasa ini cenderung menuju pembentukan kata, istilah, slang, jargon, bisa juga prokem. ‘Pelanggaran’

terkesan negatif karena pemakai bahasa dengan penuh kesadaran tidak mau menurut norma yang telah ditentukan, sekali pun dia mengetahui bahwa yang dilakukan berakibat tidak baik. ‘Kekhilafan’ merupakan proses psikologis yang dalam hal ini menandai seseorang khilaf menerapkan teori atau norma bahasa yang ada pada dirinya. Kekhilafan dalam diartikan kekeliruan.

Baradja (dalam Turistiani, 2013: 63) menyatakan bahwa kesalahan berbahasa adalah terjadinya peyimpangan kaidah dalam tindak bahasa, baik secara lisan maupun tertulis. Penyimpangan ini dibedakan atas kekeliruan (mistake) dan kesalahan (error). Kekeliruan adalah penyimpangan pemakaian bahasa yang terjadi tidak secara sistematis. Kekeliruan mengacu pada language performance yang terjadi secara sistematis. Kesalahan bersifat konsisten dan menggambarkan kemampuan si penulis pada tahap tertentu. Dengan demikian kesalahan mengacu pada language performance. Suwandi (2008: 165) menyatakan bahwa perbedaan antara kekeliruan dan kesalahan sangat penting, tetapi acap kali sulit menentukan sifat dan hakikat suatu penyimpangan penggunaan bahasa tanpa mengadakan analisis yang cermat.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan berbahasa adalah kesalahan dalam pemakaian bahasa Indonesia yang dilakukan

(11)

commit to user

17

oleh pengguna bahasa dan kesalahan tersebut dapat terjadi karena ketidaktahuan pengguna maupun kesengajaan dari pengguna bahasa. Kesalahan berbahasa terjadi karena adanya penyimpangan terhadap kaidah-kaidah kebahasaan yang dilakukan oleh pembelajar ketika ia menggunakan bahasa.

c. Faktor Penyebab Kesalahan Berbahasa

Menurut Setyawati (2010: 15) penyebab kesalahan bahasa pada orang yang menggunakan bahasa yang bersangkutan bukan pada bahasa yang digunakannya.

Lebih lanjut Setyawati menyebutkan bahwa ada tiga kemungkinan penyebab seseorang dapat salah dalam berbahasa, antara lain; (1) terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasai, (2) kekurangpahaman memakai bahasa terdapat bahasa yang dipakainya, (3) pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna.

Selinker (dalam Sarfraz, 2011: 33) menyebutkan lima penyebab kesalahan berbahasa, antara lain; (1) language transfer (transfer bahasa), (2) transfer of training, (3) strategies of second language learning (strategi pembelajaran bahasa kedua), (4) strategies of second language communication (strategi komunikasi bahasa kedua), dan (5) overgeneralization of target language linguistic material.

d. Jenis Kesalahan Berbahasa

Kesalahan berbahasa dapat terjadi pada proses belajar-mengajar baik secara formal maupun tidak formal. Menurut Tarigan (dalam Setyawati, 2010: 13) kesalahan dalam berbahasa Indonesia dapat diklasifikan menjadi; (1) berdasarkan tataran linguistik, (2) berdasarkan kegiatan berbahasa atau keterampilan berbahasa, (3) berdasarkan sarana atau jenis bahasa yang digunakan, (4) berdasarkan penyebab kesalahan yang terjadi, dan (5) kesalahan berbahasa berdasarkan frekuensi.

Berikut adalah jenis-jenis kesalahan berbahasa berdasarkan tataran linguistik yang sebelumnya telah disebutkan di atas.

1) Kesalahan Berbahasa Tataran Fonologi

Fonologi adalah salah satu cabang dalam ilmu bahasa yang membahas bunyi bahasa yang digunakan dalam proses berkomunikasi dengan orang lain. Kesalahan berhasa dalam tataran fonologi dapat terjadi baik penggunaan secara lisan maupun tertulis. Sebagian besar kesalahan

(12)

commit to user

18

berbahasa Indonesia dalam tataran fonologi berkaitan dengan pelafalan (Setyawati, 2010: 25). Berikut dijelaskan beberapa kesalahan pelafalan yang meliputi; (a) kesalahan pelafalan karena pelafalan fonem-fonem tertentu, (b) kesalahan pelafalan karena menghilangkan fonem, dan (c) kesalahan pelafalan penambahan fonem.

Kesalahan pelafalan terjadi karena pelafalan fonem-fonem tertentu (a) berubah atau tidak diucapkan sesuai kaidah kesalahan tersebut, antara lain; (1) perubahan fonem vokal, (2) perubahan fonem konsonan, (3) perubahan fonem vokal menjadi fonem konsonan, (4) perubahan fonem konsonan mejadi fonem vokal, dan (5) perubahan pelafalan kata dan singkatan.

Kesalahan pelafalan karena menghilangkan fonem (b) terjadi karena; (1) penghilangan fonem vokal, (2) penghilangan fonem konsonan, (3) penghilangan fonem vokal rangkah menjadi vokal tunggal, (4) penghilangan deret vokal menjadi vokal tunggal, dan (5) penghilangan gugus konsonan.

Kesalahan pelafalan penambahan fonem (c) terjadi disebabkan oleh;

(1) penambahan fonem vokal, (2) penambahan fonem konsonan, (3) pembentukan deret vokal, dan (4) pembentukan gabungan atau gugus konsonan dari fonem konsonan tunggal.

Tarigan dan Sulistianingsih (dalam (Pranowo, 2016: 208) mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa pada bidang fonologi meliputi perubahan pengucapan fonem, penghilangan fonem, dan perubahan bunyi diftong menjadi bunyi tunggal atau fonem tunggal. Contoh kesalahan- kesalahan berbahasa pada bidang fonologi adalah sebagai berikut; (1) Pelafalan fonem /n/ diubah menjadi /ng/, (2) pelafalan fonem /u/ pada kata juang seharusnya dilafalkan /u/ bukan /o/, (3) pelafalan fonem /ai/

dilafalkan /E/ atau /Ei/, (4) pelafalan fonem /g/ pada akhir kata diubah menjadi /h/ atau /ji/, (5) pelafalan fonem /h/ dihilangkan / /.

Pelafalan fonem /n/ diubah menjadi /ng/ terjadi ketika kata-kata yang berakhir fonem /n/ seperti ikang, lafal bakunya /ikan/. Pengaruh bahasa

(13)

commit to user

19

daerah yang tidak mengenal fonem /n/ pada akhir kata, menjadikan kata ikan dilafalkan /ikang/. Contoh lain; makan dilafalkan /makang/

semestinya /makan/ dan taman dilafalkan /tamang/ semestinya /taman/.

Pelafalan fonem /u/ pada kata juang seharusnya dilafalkan /u/ bukan /o/. Kesalahan pelafalan /u/ seperti pada kata juang tersebut, biasa kita temui pada komunikasi situasi resmi. Seperti kata; lubang dilafalkan /lobang/ semestinya /lubang/ dan Gua dilafalkan /goa/ semestinya /gua/.

Pelafalan fonem /ai/ dilafalkan /E/ atau /Ei/. Fonem /ai/ pada kata sampai seharusnya dilafalkan /ai/ bukan /E/ atau /Ei/. Kesalahan pelafalan /ai/ pada kata sampai, biasa kita jumpai pada proses komunikasi situasi resmi, seperti kata; pantai dilafalkan /pantEi/ /PantE/ semestinya /pantai/

dan balai dilafalkan /balEi//balE semestinya /balai/

Pelafalan fonem /g/ pada akhir kata diubah menjadi /h/ atau /ji/. Kata geologi seharusnya dilafalkan /geologi/ bukan /geolohi/ atau /geoloji/.

Kesalahan pelafalan /g/ pada kata geologi tersebut biasa kita jumpai, seperti kata; Ideologi dilafalkan /ideolohi//ideoloji/ semestinya /ideologi/

dan sosiologi dilafalkan /sosiolohi//sosioloji/ semestinya /sosiologi/

Pelafalan fonem /h/ dihilangkan / /. Fonem /h/ pada kata hilang seharusnya dilafalkan /h/ atau tidak dihilangkan. Penghilangan pelafalan /h/ seperti pada kata hilang. Contoh lain; hijau dilafalkan /ijau/ semestinya /hijau/ dan pahit dilafalkan /pait/ semestinya /pahit/.

2) Kesalahan Berbahasa Tataran Morfologi

Morfologi adalah ilmu yang membicarakan morfem dan bagaimana morfem itu dibentuk menjadi sebuah kata. Morfem terbagi atas tiga macam, yaitu; morfem bebas, morfem terikat, dan morfem unik. Analisis kesalahan pada bidang morfologi terbagi atas kesalahan afiksasi, kesalahan reduplikasi, dan kesalahan pemajemukan (Pranowo, 2016: 209).

a) Kesalahan Afiksasi

Afiksasi berasal dari kata dasar afiks. Afiks adalah bentuk terikat yang apabila ditambahkan pada kata dasar atau bentuk dasar akan

(14)

commit to user

20

mengubah makna gramatikal. Contoh kesalahan berbahasa pada bidang afiksasi adalah sebagai berikut.

(1) Afiks yang luluh, tidak diluluhkan

Kaidah afiksasi awalan meN- manakala memasuki kata dasar yang dimulai huruf /k/, /p/, /s/, /t/ harus luluh menjadi men-, meny-, meng-, dan mem-. Misalnya meN- memasuki kata dasar tarik, satu, kurang, dan pinjam akan menjadi menarik, menyatu, mengurang, dan meminjam.

(2) Afiks yang tidak luluh, diluluhkan

Afiks meN- memasuki kata asal atau kata dasar yang dimulai huruf kluster seperti transmigrasi dan persentase tidak luluh, misalnya mentransmigrasikan dan mempersentasekan.

(3) Morf men- disingkat n

Bentuk narik merupakan contoh kata dasar dari sekian kata dasar yang tidak baku. Kata dasar tersebut muncul dari pengaruh kesalahan afiksasi, yaitu dari kata tarik kemudian mendapat awalan meN- sehingga menjadi kata menarik. Selanjutnya, pada proses komunikasi hanya menggunakan narik padahal seharusnya menarik.

(4) Morf meny- disingkat ny

Bentuk kata nyampaikan bukan kata dasar baku. Kata dasar tersebut muncul dari pengaruh kesalahan afiksasi, yaitu dari kata sampai kemudian mendapat awalan meN- sehingga menjadi kata berimbuhan menyampaikan. Selanjutnya, pada proses berkomunikasi hanya menggunakan nyampai atau nyampaikan padahal seharusnya menyampaikan.

(5) Morf meng disingkat ng

Kata berimbuhan seperti ngoreksi bukan kata berimbuhan baku. Kata berimbuhan tersebut muncul dari pengaruh kesalahan afiksasi alomorf meng-, yaitu dari kata koreksi kemudian dimasuki awalan meN-, sehingga menjadi kata berimbuhan mengoreksi.

(15)

commit to user

21

Selanjutnya, pada proses berkomunikasi hanya menggunakan ngoreksi, padahal seharusnya mengoreksi.

(6) Morf menge- disingkat nge-

Kata dasar seperti ngebom bukan kata baku. Kata dasar tersebut muncul sebagai akibat kesalahan afiksasi alomorf menge-, yaitu dari kata dasar bom kemudian dimasuki awalan meN-, sehingga menjadi kata berimbuhan mengebom. Selanjutnya, pada proses berkomunikasi masyarakat hanya menggunakan ngebom padahal seharusnya mengebom.

b) Kesalahan Reduplikasi

Salah satu bentuk kesalahan morfologis pada segi reduplikasi adalah perulangan bentuk dasar, misalnya ngarang-mengarang.

Bentuk perulangan tersebut berdasar dari kata asal karang kemudian mendapat awalan meN- sehingga menjadi mengarang.

Selanjutnya, kata dasar mengarang mengalami proses reduplikasi ngarang-mengarang, yang semestinya mengarang. Kata ulang lain yang biasa ditemukan seperti itu adalah sebagai berikut.

Ngutip-mengutip seharusnya kutip-mengutip Ngunjung-mengunjungi seharusnya kunjung-mengunjungi c) Kesalahan pemajemukan

(1) Kata majemuk yang seharusnya disatukan tetapi dipisahkan

Kata majemuk yang ditulis terpisah seperti pasca panen, ekstra kulikuler, adalah kata majemuk yang tidak baku. Kata tersebut semestinya ditulis serangkai seperti pascapanen dan ekstrakulikuler. Karena kata-kata pasca, ekstra, antar, infra, intra, anti, panca, dasa, pra, proto, mikro, maha, psiko, ultra, supra, para, dan sebagainya adalah kata-kata yang harus ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

(2) Kata majemuk yang seharunya dispisahkan tetapi disatukan

Kata majemuk yang ditulis serangkai seperti ibukota, anakasuh. Kepalakantor, butahuruf, hakcipta, dan jurumasak

(16)

commit to user

22

adalah contoh kata majemuk yang semestinya ditulis terpisah seperti ibu kota, anak asuh, kepala kantor, hak cipta, juru masak.

Karena kedua kata tersebut masing-masing adalah kata dasar yang tergolong morfem bebas.

3) Kesalahan Berbahasa Tataran Sintaksis

Pranowo (2016: 212) mendefisinikan sintaksis sebagai pengaturan dan hubungan kata dengan kata atau dengan satuan lain yang lebih besar.

Sintaksis merupakan cabang linguisik yang mempelajari tentang susunan kalimat dan bagian-bagiannya. Sedangkan Ramlan (dalam Setyawati, 2010) mendefinisikan sintaksis sebagai cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase. Kesalahan dalam tataran sintaksis berhubungan erat dengan kesalahan pada bidang morfologi, karena kalimat berunsurkan kata-kata. Kesalahan dalam tataran sintaksis antara lain sebagai berikut.

a) Kesalahan dalam bidang frasa

Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa terjadi dalam kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis. Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa dapat disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya; (1) adanya pengaruh bahasa daerah, (2) penggunaan preposisi yang tidak tepat, (3) kesalahan susunan kata, (4) penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir, (5) penggunaan bentuk superlatif yang berlebihan, (6) penjamakan yang ganda, (7) penggunaan bentuk resiprokal yang tidak tepat

b) Kesalahan dalam bidang kalimat

Kesalahan dalam bidang kalimat antara lain; (1) kalimat tidak bersubjek, (2) kalimat tidak berpredikat, (3) kalimat tidak bersubjek dan tidak berpredikat, (4) penggandaan subjek, (5) antara predikat dan objek yang tersisipi, (6) kalimat yang tidak logis, (7) kalimat yang ambiguitas, (8) penghilangan konjungsi, (9) penggunaan konjungsi yang berlebihan, (10) urutan yang tidak paralel, (11) adanya pengaruh

(17)

commit to user

23

dari bahasa daerah, (12) penggunaan istilah asing, (13) penggunaan kata yang tidak perlu

4) Kesalahan Berbahasa Tataran Semantik

Kata semantik diturunkan dari kata Yunani semainein yang artinya

‘bermakna’ atau ‘berarti’. Kata semantik disepakati sebagai istilah untuk bidang ilmu bahasa yang membahas dan mempelajari tentang makna atau arti (Suwandi, 2011: 2). Oleh karena itu, semantik mencakup makna- makna kata, perkembangan, dan perubahan.

Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik menurut Setyawati (2010: 72) dapat berkaitan dengan bahasa tulis maupun bahasa lisan.

Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik ini penekanannya pada penyimpangan makna, baik yang berkaitan dengan fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Pranowo (2016:

222) menyatakan bahwa pada kehidupan sehari-hari, banyak penyimpangan dalam penggunaan bahasa yang berkaitan dengan makna yang tidak tepat. Makna yang tidak tepat tersebut dapat berupa kesalahan penggunaan kata-kata yang mirip dan kesalahan pilihan kata atau diksi.

Uraian mengenai kesalahan berbahasa dalam tataran semantik antara lain sebagai berikut.

a) Kesalahan karena pasangan yang seasal

Alwi (1991: 21) (dalam Setyawati, 2010) mengungkapkan pasangan yang berasal adalah pasangan kata yang memiliki bentuk asal sama dan maknanya pun berdekatan.

b) Kesalahan karena pasangan yang terancukan

Jenis lain kesalahan karena kemiripan adalah adalah pasangan yang terancukan. Pranowo (2016: 224) berpendapat bahwa pasangan yang terancukan terjadi jika orang yang tidak mengetahui secara pasti bentuk kata yang benar, kemudian terkacaukan oleh bentuk yang dianggapnya benar. Kedua anggota pasangan itu memang bentuk yang benar, tetapi harus diperhatikan perbedaan maknanya. Akibatnya kadang-kadang ditemukan penggunaan bentuk yang salah.

(18)

commit to user

24

c) Kesalahan karena pilihan kata yang tidak tepat

Pranowo (2016: 225) mengungkapkan bahwa ada dua istilah yang berkaitan dengan masalah subjudul ini, yaitu istilah pemilihan kata dan pilihan kata. Pemilihan kata adalah proses atau tindakan memilih kata yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat, sedangkan pilihan kata adalah hasil proses atau tindakan tersebut.

menurut Alwi dkk (1992: 11) (dalam Setyawati, 2010) seorang pembicara atau penulis akan memilih kata yang “terbaik” untuk mengungkapkan pesan yang akan disampaikannya. Pilhan kata yang terbaik adalah yang memenuhi syarat antara lain: (1) ketepatan, (2) kebenaran, dan (3) kelaziman. Kata yang tepat adalah kata yang mempunyai makna yang dapat mengungkapkan gagasan pemakai bahasa. Kata yang benar adalah kata yang diucapkan atau ditulis sesuai dengan bentuk yang benar. Kata yang lazim adalah kata yang biasa digunakan untuk mengungkapkan gagasan tertentu.

5) Kesalahan Berbahasa Penerapan Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Permendikbud Nomor 50 Tahun 2015 tentang pedoman umum ejaan bahasa Indonesia ejaan yang berlaku saat ini di Indonesia adalah pedoman umum ejaan bahasa Indonesia, bukan lagi pedoman umum ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Pranowo (2016: 179) berpendapat bahwa kadiah ejaan dalam tata tulis sangat penting. Kesalahan ejaan dapat menimbulkan kesalahan tanggapan pembaca terhadap gagasan yang dikemukakan oleh penulis. Berikut adalah contoh kesalahan penerapan kaidah ejaan dalam kehidupan sehari-hari.

Mohon maaf lahir dan batin, kalimat tersebut biasa tertulis dalam arti lebaran, spanduk, dan sebagainya. Penulisan seperti itu tidak sesuai dengan kaidah ejaan yang benar. Kesalahan ini dapat terjadi karena kurang menyadari adanya kaidah ejaan. Bentuk baku; Selamat hari raya Idul fitri.

Mohon maaf lahir dan batin.

Persukuan, kaidah persukuan diperlukan terutama jika kita harus memenggal sebuah kata dalam tulisan. Hal ini dilakukan jika terjadi

(19)

commit to user

25

pergantian baris. Jika memenggal atau menyukukan sebuah kata, kita harus membubuhkan tanda hubung (-) di antara suku-suku kata itu dengan tidak didahului atau diikuti spasi. Pada pergantian baris, tanda hubung harus dibubuhkan di pinggir ujung baris.

a) Penulisan nama surat kabar, majalah, atau buku

Penulisan nama surat kabar, majalah, atau buku harus dicetak miring. Hal ini sebagai koreksi atas penulisan nama surat kabar, majalah, atau buku yang dituliskan dengan huruf kapital semua dan dilengkapi tanda petik.

- Bentuk salah

Berita itu sudah saya baca dalam surat kabar “KOMPAS”.

Ibu rumah tangga menyenangi majalah “FEMINA”.

Dika sedang membaca buku “TATA BAHASA INDONESIA”.

Karya Gorys Keraf.

- Bentuk benar

Berita itu sudah saya baca dalam surat kabar Kompas.

Ibu rumah tangga menyenangi majalah Femina.

Dika sedang membaca buku Tata Bahasa Indonesia karya Gorys Keraf.

b) Partikel per

Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian-bagian kalimat yang mendampinginya. Perhatikan contoh-contoh kalimat berikut ini.

- Bentuk salah

Harga tali itu Rp. 5.000,- permeter.

Para siswa masuk kelas satu persatu.

Gaji karyawan itu dibayarkan per-Januari 2016.

- Bentuk benar

Harga tali itu Rp5.000,00 per meter Para siswa masuk kelas satu per satu.

Gaji para karyawan itu dibayarkan per Januari 2016.

(20)

commit to user

26 c) Lambang bilangan

Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, ditulis dengan huruf. Namun, jika bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam rincian, lambang bilangan tetap tertulis dengan angka.

- Bentuk salah

Bu Ida membeli 20 ekor ayam.

Ternak yang kami pelihara terdiri atas lima puluh ekor ayam, sepuluh ekor kambing, dan lima ekor sapi.

- Bentuk benar

Bu Idan membeli dua puluh ekor ayam.

Ternak yang kami pelihara terdiri atas 50 ekoh ayam, 10 ekor kambing, dan 5 ekor sapi.

Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat lagi pada awal kalimat.

- Bentuk salah

10 orang meninggal dunia pada kecelakaan itu.

Seratus lima puluh orang menghadiri acara pernikahan itu.

- Bentuk benar

Sepuluh orang meninggal dunia pada kecelakaan itu.

Sebanyak 150 orang menghadiri acara pernikahan itu.

3. Bahan Ajar dan Pembelajaran Bahasa Indonesia a. Hakikat Bahan Ajar

Salah satu komponen penting dalam pembelajaran adalah bahan ajar. Bahan ajar merupakan bahan tertulis bersifat naratif berisi bahan pokok yang dibahas dalam satu pertemuan pembelajaran, dan aktivitas pembelajaran yang direncanakan pada satu pertemuan (LKPP, 2013: 5). Bahan ajar diasumsikan dapat mempermudah peserta didik dalam mempelajari sesuatu lewat berbagai

(21)

commit to user

27

macam media, seperti bahan ajar cetak, audio, televisi, gambar, dan lain sebagainya.

National Centre for Competence Based Training (dalam Prastowo, 2011:

16) menyatakan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Lebih lanjut Prastowo menguraikan bahan ajar sebagai seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis maupun tidak, sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan peserta didik untuk belajar..

Pernyataan tersebut selaras dengan pendapat Majid (2008: 173) yang menyatakan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud dapat berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis. Istilah lain dari bahan ajar menurut Butcher, dkk (dalam Yaumi, 2013: 243) adalah bahan pembelajaran.

Bahan ajar mencakup alat bantu visual seperti handout, slides/overheads, yang terdiri atas teks, diagram, gambar dan foto, plus media lain seperti audio, video, dan animasi. Selain itu bahan ajar juga dipandang sebagai materi yang disediakan untuk kebutuhan pembelajaran.

Menurut Iskandarwassid dan Sunendar (2011: 171) secara umum sifat bahan ajar dibedakan ke dalam beberapa kategori, yaitu fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan. Fakta merupakan sifat suatu gejala, peristiwa, benda yang nyata, atau wujudnya dapat dilihat atau dirasa oleh indera. Konsep atau pengertian merupakan serangkaian perangsang yang mempunyai sifat-sifat sama. Prinsip merupakan suatu pola antar hubungan fungsional di antara prinsip. Lain halnya dengan keterampilan, keterampilan merupakan suatu pola kegiatan yang bertujuan dan memerlukan peniruan serta koordinasi informasi yang dipelajari. Ada dua jenis keterampilan, yakni keterampilan fisik dan keterampilan intelektual. Bahan ajar bahasa tampaknya lebih banyak merupakan keterampilan intelektual karena berhubungan dengan proses berpikir, seperti menuangkan gagasan, memecahkan masalah, menilai, menyimpulkan dan lain-lain. Dari sisi lain, kriteria bahan ajar yang baik dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu aspek penampilan segi

(22)

commit to user

28

material, aspek buku pendukung, aspek linguistik, aspek kebudayaan yang terkandung di dalamnya, aspek filosofis, dan aspek evaluasinya.

Adapun tujuan pembuatan bahan ajar berdasarkan Direktorat Pembinaan SMA (2008: 9) adalah sebagai berikut; (1) menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakterisitik setting atau lingkungan sosial peserta didik, (2) membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh, (3) memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Bahan ajar atau materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK), dan Kompetensi Dasar (KD) pada standar isi yang harus dipelajari oleh peserta didik dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan (Rohman & Amri, 2013: 77).

b. Pembelajaran Bahasa Indonesia 1) Hakikat Pembelajaran

Dalam proses belajar mengajar peserta didik harus dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Hal ini tertuang dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah, bahwa pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

Kata pembelajaran adalah terjemahan dari instruction yang banyak dipakai dalam istilah dunia keguruan di Amerika Serikat (Prastowo, 2013:

55). Gagne (dalam Prastowo) menyatakan bahwa

Instruction is a set of event that effect in such a way that learning is fasiliated

Dengan kata lain, mengajar merupakan bagian dari pembelajaran.

Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2008: 207) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran peran guru lebih ditekankan pada cara

(23)

commit to user

29

merancang atau mengaransemen berbagai sumber serta fasilitas yang tersedia kemudian dimanfaatkan peserta didik dalam mempelajari sesuatu.

Pembelajaran merupakan usaha dari seorang guru untuk membelajarkan peserta didiknya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Sanjaya (2008: 216) dalam konteks pembelajaran, sama sekali tidak berarti memperbesar pesanan peserta didik di satu pihak dan memperkecil peranan guru di pihak lain. Dalam istilah pembelajaran, guru tetap harus berperan secara optimal demikian juga halnya dengan peserta didik. Bruce Weil (dalam Sanjaya, 2008) mengemukakan tiga prinsip penting dalam pembelajaran, yakni; Pertama, proses pembelajaran adalah bentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif peserta didik. Kedua, pembelajaran berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari. Ketiga, dalam proses pembelajaran harus melibatkan peran lingkungan sosial.

Majid (2012: 109) menyatakan bahwa istilah pembelajaran (instruction) bermakna sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode, dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan. Pendapat Majid tersebut selaras dengan pendapat Warsita (2008: 85) yang menyatakan bahwa

Pembelajaran (instruction) adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik.

Dari beberapa pendapat ahli di atas tentang pengertian pembelajaran dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses penambahan wawasan melalui rangkaian aktifivitas dan proses belajar yang dilakukan oleh guru dan peserta didik guna menuju dan menguasai kompetensi tertentu.

2) Pembelajaran Bahasa Indonesia

Menurut Abidin (2013: 191) dalam proses pembelajaran pada umumnya dan dalam proses bahasa pada khususnya, ada empat istilah

(24)

commit to user

30

yang kadang-kadang dianggap sama dan kadang-kadang dianggap berbeda. Keempat istilah itu adalah pendekatan, metode, teknik, dan model pembelajaran. Pendekatan dalam proses pembelajaran bahasa sebagai seperangkat asumsi yang paling berkaitan, yang bersangkutan dengan hakikat bahasa, hakikat mengajar, dan hakikat belajar bahasa.

While making teaching target for a unit or a class, besides deciding the educating points and language points, the teacher should decide the culture contents that the students should know.

Berdasarkan pernyataan Huang (2011: 250) di atas, selain memerhatikan nilai pendidikan dan nilai kebahasaan, seorang guru perlu memilih nilai budaya yang harus dipahami peserta didik. Sebelumnya telah disampaikan bahwa pembelajaran bukanlah proses yang didominasi oleh guru. Pembelajaran adalah proses yang secara kreatif menuntut peserta didik melakukan sejumlah kegiatan, sehingga peserta didik benar-benar membangun pengetahuannya secara mandiri dan berkembang pula kreativitasnya. Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki peranan yang sangat penting bukan hanya untuk membina keterampilan komunikasi melainkan juga untuk kepentingan penguasaan ilmu pengetahuan yang ada di dunia.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2008) dengan judul Berbagai Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia dapat Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Siswa menunjukkan bahwa pada dasarnya strategi pembelajaran bahasa dapat diuraikan dengan mengacu pada keterampilan berbahasa yang dituju. Oleh sebab itu, berbagai strategi berikut dijelaskan dengan mempertimbangkan empat keterampilan berbahasa, yakni mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis.

Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Muslimin (2011) dengan judul Perlunya Inovasi dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dikemukakan bahwa guna mewujudkan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang berorientasi pada siswa, maka saatnya kita semua melakukan inovasi yang terkait dengan pembelajaran, antara lain: (1)

(25)

commit to user

31

inovasi kurikulum, (2) inovasi pembelajaran, (3) inovasi manajemen kelas.

Dengan dilakukan inovasi terhadap sistem pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia diharapkan semangat dan gairah guru, peserta didik, serta semua stakeholder pendidikan akan bangkit kembali.

B. Kerangka Berpikir

Bahasa Indonesia sudah ditetapkan sebagai bahasa negara, seperti tercantum dalam pasal 36, Undang-Undang Dasar tahun 1945. Oleh karena itu, semua warga negara Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Akan tetapi, masih sering ditemui kesalahan dalam penggunaan bahasa. Seperti yang terjadi pada penulisan surat dinas di Kantor Kepala Desa Juron Kabupaten Sukoharjo.

Surat merupakan media untuk berkomunikasi yang masih relevan digunakan. Melalui surat, manusia dapat menyampaikan pesan atau informasi kepada orang lain. Penelitian ini menitikberatkan pada surat dinas atau surat resmi. Surat dinas atau surat resmi adalah surat yang masuk atau dikeluarkan oleh instansi/lembaga/organisasi dan berhubungan dengan kedinasan, sehingga surat dinas memiliki aturan atau tata cara sendiri dalam pembuatannya. Pembuatan surat dinas tidaklah mudah. Oleh karena itu, seringkali terjadi kesalahan di bidang bahasa di antaranya bidang morfologi, sintaksis, diksi, dan ejaan. Kesalahan berbahasa tersebut dapat terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja dan dipengaruhi oleh banyak faktor.

Dari penelitian terhadap kesalahan berbahasa pada surat dinas yang terdapat di kantor kepala desa ini akan mengetahui letak kesalahan dalam penulisan surat dinas. Penelitian ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran Bahasa Indonesia terutama dalam aspek menulis surat dinas. Untuk mendapat gambaran lebih jelas mengenai kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat diperhatikan bagan berikut ini.

(26)

commit to user

32

Surat Dinas di Kantor Kepala Desa Juron

Kesalahan Berbahasa

Jenis kesalahan berbahasa

Jenis kesalahan yang dominan terjadi

Faktor penyebab kesalahan berbahasa

Relevansi Sebagai Bahan Ajar Pembelajaran Menulis Surat Dinas di Sekolah Menengah Pertama

Gambar 2.2. Kerangka Berpikir

Gambar

Gambar 2.1. Gambar Kepala Surat
Gambar 2.2. Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan yang dilakukan Humas Pusat Survei Geologi Melalui Kegiatan Geoseminar Dalam Mempertahankan Citra Perusahaan Dikalangan Peserta Seminar adalah melakukan diskusi

Penelitian ini bertujuan mengungkap: (1) berbagai keahlian yang dipelajari mahasiswa peserta program praktik industri (PI) dalam proses kegiatan produksi atau jasa

Untuk mendapatkan respons steady state rangkaian terhadap eksitasi non-sinusoidal periodik ini diperlukan pemakaian deret Fourier, analisis fasor ac dan prinsip superposisi..

Punk sendiri bukan hanya sebuah komunitas sosial tetapi mencakup di dalamnya ideologi, politik, musik dan gaya hidup yang terangkum dalam sebuah subkultur yang menjadi

Kebutuhan fungsional sistem ini terdiri atas beberapa fungsi utama yang saling berhubungan dan mendukung satu sama lain, berikut ini fungsi-fungsi dari skenario

Proses ataupun cara pengangkatan ada tiga yaitu dengan bay’at, istikhlaf dan Istila’, dari ketiga itu terbagi menjadi dua, cara bay’at dan istikhlaf disebut

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang maha Esa karena atas nikmat-Nya penyusunan Laporan Kuliah Kerja Magang (KKM) STIE PGRI Dewantara Jombang dapat diselesaikan tepat